Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PRINSIP-PRINSIP
BIOPROSES DAN MANFAATNYA
II.1. Prinsip-prinsip Bioproses
a. Produk Bioproses
Kemampuan mikroorganisme sangat beragam dan kompleks, setiap jenis
mikroorganisme memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam pengembangan
bioteknologi serta penerapan bioproses, prinsip yang paling utama yang harus
diperhatikan, yaitu mendapatkan produk baru dan mengembangkan proses untuk
mengunduh produk. Untuk mencapai hal tersebut menurut Cruger dan Crueger
(1989) (A Irianto, 2004) dapat dilakukan melalui lima pendekatan, yaitu:
1. Menggunakan isolat baru dan atau cara uji baru dalam penapisan untuk
menghasilkan metabolit baru.
2. Modifikasi kirniawi senyawa metabolit mikroorganisme yang sudah dikenal.
3. Transformasi biologis yang menghasilkan perubahan molekul melalui proses
enzimatik mikroorganisme
4.

Fusi protoplas interspesifik, dengan menggabungkan informasi genetik dari


mikroorganisme yang berbeda. Senyawa baru atau senyawa hibrida yang
dihasilkan dari metode yang dikembangkan, dapat diterapkan secara luas
dalam industri bioproses.
5. Klon (gene cloning), yang dalam hal ini gen saling dipindahkan di antara
galur-galur yang berbeda, yang telah dikenal sebagai produser senyawa
tertentu. Pemindahan mungkin pula dilakukan terhadap mikroorganisme nonproduser sehingga diperoleh generasi yang termodifikasi atau produksi
senyawa baru.
Atas hal-hal tersebut di atas, pengembangan bioteknologi dan bioproses
memerlukan interaksi kerja ahli-ahli dan beragam latar belakang keilmuannya,
seperti mikrobiologi, kimia, biokimia, genetika, dan teknik.
Pada saat ini pemusatan produk bioteknologi dan bioproses, terutama pada
bidang khemoterafetik antara lain produksi senyawa anti tumor, senyawa anti
virus, enzim, dan hormon. Perhatian ditujukan pula pada bioteknologi dan
biproses untuk produk pangan dengan menggunakan kultur mikroba starter yang
lebih baik, serta penggembangan bioteknologi lingkungan dan biodegradasi
polutan, dengan pencarian kultur mikroorganisme unggulan untuk mengatasi
senyawa toksik dan rekalsitran.

b. Penggunaan Mikroorganisme
Penerapan bioproses untuk menghasilkan produk bernilai ekonomis,
perbaikan kualitas lingkungan atau untuk melangsungkan suatu transformasi
kimia tertentu, memerlukan beragam mikroorganisme sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. Mikroorgaisme harus memiliki karakter tertentu sebagai syarat
dapat digunakan dalam bioproses. Syarat-syarat mikroorganisme tersebut antara
lain:
1. Mampu menghasilkan produk yang diinginkan,
2. Harus dapat tersedia dalam bentuk kultur murni,
3.

Sifat genetiknya stabil dan terbuka kemungkinan untuk manipulasi genetic,

4.
5.

Tumbuh pada kultur skala besar,


Tidak bersifat patogenik terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan.

Kultur liar dari alam seringkali menghasilkan beragam senyawa kimia


yang memiliki kemiripan kimiawi sehingga perlu pengembangan lebih lanjut agar
menghasilkan hanya satu senyawa utama. Kultur mikroorganisme dapat diperoleh
dengan isolasi dari berbagi sumber, seperti air, tanah, rawa-rawa bahkan celah
hidrotermal (hydrothermal ven) di dasar laut dalam dan lingkungan ekstrem
lainnya. Sumber isolat, prosedur pengkayaan, dan media isolasi sangat
menentukan keberhasilan memperoleh isolat. Keberhasilan penapisan
mikroorganisme dengan kemampuan metabolisme tertentu sangat ditentukan oleh
jenis mikroorganisme dan deteksi aktivitasnya.

c. Pengembangan Galur Mikroorganisme


Penerapan bioproses pada umumnya menggunakan mikroorganisme
terpilih dengan kriteria unggul. Tetapi beberapa bidang menggunakan
mikroorganisme liar dari alam tanpa melalui penapisan, pemilihan atau
pengembangan galur yang kompleks, misalnya pada produksi biogas, pengolahan
limbah, dan pengkomposan. Di lain pihak penerapan bioproses sudah maju, antara
lain dengan melakukan rekayasa genetik untuk mendapatkan mikroba mutan atau
rekombinan.
Tujuan utama pengembangan atau pemilihan kultur mikroorganisme
adalah kriteria ekonomi. Metode seleksi dan pengembangan galur
mikroorganisme dapat berlangsung bertahun-tahun dengan biaya yang besar,
tetapi dari kegiatan tersebut dapat diperoleh galur yang memiliki kemampuan
tinggi. Galur yang terpilih diharapkan mampu: (1) mensintesis satu macam
produk utama, (2) menghasilkan hasil metabolit yang lebih tinggi, (3) waktu
fermentasi yang pendek, (4) memerlukan syarat tumbuh yang sederhana, (5)
mampu menggunakan substrat yang murah, (6) tahan terhadap kondisi lingkungan
fermentasi yang kurang menguntungkan, serta (7) bersifat bakteriofag.

(1) Rekombinasi DNA


Pengembangan galur yang biasa dilakukan, yaitu dengan melakukan
rekombinasi DNA. Salah satu masalah dalam rekombinasi DNA yaitu informasi
dasar kode genetik mikroba yang biasa digunakan dalam bioproses relatif masih
sangat terbatas. Perubahan genetik yang diharapkan mendapatkan galur unggul
dilakukan pula melalui mutasi.
Teknologi genetik merupakan teknik pengembangan galur yang
memungkinkan manipulasi gen-gen pembawa sifat mikroorganisme.Teknologi
tersebut, meliputi rekombinasi in vitro, klon gen, manipulasi gen, dan rekayasa
genetik. Dengan teknik ini memungkinkan pemindahan suatu potongan rangkaian
DNA ke dalam jasad prokaryota atau eukaryota dan mereplikasikan potongan
DNA tersebut untuk keperluan klon.
(2) Mutasi genetik
Mutasi dapat berlangsung secara spontan maupun secara induksi. Mutasi
spontan berlangsung secara alami tergantung pada kondisi pertumbuhan
mikroorganisme yaitu terjadi antara 10-10 10-5 per generasi dan per gen. dalam
arti bahwa setiap sel membelah diri terus menerus, satu individu akan mengalami
mutasi 1 gen sewaktu pembelahan diri sel mencapai jumlah individu 10 -5 10-10
sel. Dengan menggunakan mutagen fisik (seperti sinar UV) atau mutagen kimiawi
{misalnnya hidroksilamin (NH2OH) atau senyawa kimia mutagen lainnya} dapat
meningkatkan frekuensi mutasi menjadi 10-5 10-3. Untuk mendapatkan mikroba
produser metabolit sekunder, bahkan mencapai 10-2 10-1 (Crueger &
Crueger,1989) (A Irianto, 2004). Pengembangan galur untuk industri digunakan
mutasi buatan menggunakan mutagen, hal ini disebabkan mutasi spontan
berlangsung dengan frekuensi sangat rendah sehingga tidak efektif.
Mutasi tenjadi karena perubahan struktur genom. Bentuk perubahan
tersebut meliputi mutasi genom, yaitu perubahan yang tenjadi pada sejumlah
kromosom, mutasi kromosom, yaitu perubahan susunan gen-gen dalam
kromosom, mutasi gen (gene mutation; point mutation), yaitu terjadinya
perubahan susunan basa dalam suatu gen. Dalam bioteknologi, umumnya mutasi
gen merupakan mutasi yang terpenting dalam perbaikan sifat galur yang berupa :
1. transisi, yaitu digantinya basa purin oleh basa purin yang lain, atau basa
pirimidin oleh basa pirimidin lain,
2. transfersi, yaitu penggantian basa purin oleh basa pinimidin atau sebaliknya,
3. mutasi frameshift (frameshift mutation), yaitu perubahan yang terjadi akibat
satu atau lebih nukleotida disisipkan atau dihilangkan, sehingga menyebabkan
perubahan dalam pembacaan kode genetik pada proses transkripsi dan
translasi, serta berakibat pada perubahan susunan asam amino pada protein
yang dihasilkan.

(a) Mutagen fisik


Beragam agen mutagen yang biasa digunakan dalam mutagenesis untuk
perbaikan galur, yaitu berupa mutagen fisik dan kimia. Mutagen fisik antara lain
berupa sinar UV gelombang pendek 200-300 nm dengan tingkat optimum pada
254 nm. Pada panjang gelombang tersebut mutasi yang tenjadi umumnya
terbentuknya dimer (timin-timin, timin-sitosin, dan -sitosin-sitosin) antara
pirimidin yang berdampingan atau pirimidin pada DNA pasangannya.
Sinar UV dengan panjang gelombang (300-400nm) memiliki kemampuan
membunuh dan mutagenik yang lebih rendah. Efektivitas mutagenesis sinar UV
akan meningkat bila penggunaannya dikombinasikan dengan aktivator berupa
pewarna, misalnya derivat psoralen.
Sinar pengion, seperti sinar Y, y, dan sering pula digunakan sebagai
mutagen. Sinar-sinar tersebut memiliki kemampuan penetrasi lebih besar dari
sinar UV. Kerusakan yang terjadi dari penggunaan sinar tersebut yaitu putusnya
benang tunggal atau ganda. Putusnya benang tunggal dapat mengalami perbaikan.
Sedangkan putusnya benang ganda dapat berakibat translokasi, inversi atau mutasi
khromosom serupa.
(b) Mutagen kimiawi
Senyawa kimia, seperti HNO2, NH2OH, dan N-metil-N-nitro-Nnitnosoguanidin (NTG), sering digunakan sebagai mutagen kimiawi. Senyawa
tersebut menyebabkan kerusakan langsung terhadap DNA. Pada penerapannya
dalam bioteknologi kadangkala penggunaan mutagen fisik dan kimiawi digunakan
bersama-sama untuk mendapatkan galur yang diinginkan. Prosesnya dapat
berlangsung melewati beberapa kali tahapan penerapan mutagern. Selanjutnya
melalui beberapa tahapan penapisan dan pengujian aktivitas dapat diperoleh galur
yang diinginkan
(3) Fusi Protoplas
Fusi protoplas merupakan cara lain dalam perbaikan galur mikroba.
Protoplas adalah sel yang dinding selnya dihilangkan secana enzimatik (Crueger
& Crueger, 1989) (A Irianto, 2004). Protoplas bakteni umumnya diperoleh
menggunakan jasa enzim lisozim, sedangkan actinomycetes dan cendawan
menggunakan khitinase atau selulase. Protoplas sangat rentan terhadap lisis
sehingga diperlukan perlakuan khusus, yaitu dengan penggunaan medium yang
mengandung senyawa penyeimbang tekanan osmotik, misalnya sukrosa. Pada
dasarnya fusi protoplas dilakukan dengan menumbuhkan protoplas dari dua
mikroba yang memiliki karakteristik berbeda dalam suatu medium yang
mengandung polietilen-glikol (PEG) yang berakibat pada fusi protoplas-protoplas,
dan selanjutnya melakukan pertukaran bahan genetik, berlanjut dengan pemisahan
kembali, membentuk protoplas-protoplas terpisah dan masing-masing protoplas
selanjutnya mengalami regenerasi.

(4) Regulasi Aktivitas Enzim


Pengaturan aktivitas enzim dapat pula dilakukan untuk perbaikan galur.
Penelitian yang telah dilakukan dalam jangka panjang telah memberi pemahaman
bahwa aktivitas enzim dapat dikendalikan atau diatur dengan berbagai
mekanisme. Pada rangkaian metabolisme yang lurus atau tidak bercabang, produk
akhir akan menghambat aktivitas enzim yang berperan pada awal rangkaian
metabolisme, penistiwa ini disebut sebagai feed back inhibitor atau
penghambatan umpan balik. Suatu perubahan konformasi dan penghambatan
(efek alosterik) akan tenjadi bila suatu efektor produk akhir melekat pada sisi
spesifik enzim (sisi alosterik), dengan demikian produk akhir akan menghambat
aktivitas enzim secara non-kompetitif (Cruegen & Crueger, 1989) (A Irianto,
2004).
Pada rangkaian biosintesis bercabang, penghambatan umpan balik dari
enzim pertama terjadi oleh salah satu produk akhir yang akan menyebabkan
terganggunya pembentukan lebih dari satu produk akhir. Berbagai pola
penghambatan produk akhir yang berlangsung pada rangkaian biosintesis
bercabang, yaitu :
1.

Produk akhir menghambat enzim pertama setelah percabangan rangkaian


biosintesis.

2.
3.

4.

Tahap pertama rangkaian biosintesis umumnya dikatalisis oleh beberapa


isoenzim, yang masing-masing dapat diatur secara terpisah.
Enzim pertama adalah satu cabang rangkaian biosintesis yang hanya sedikit
dipengaruhi atau tidak dipengaruhi sama sekali oleh setiap produk akhir.
Produk akhir diperlukan dalam jumlah berlebih, agar penghambatan dapat
berlangsung (disebut sebagai penghambatan multivalen).
Masing-masing produk akhir dan suatu cabang rangkaian biosintesis
berperan sebagai inhibitor, yang mana penghambatan kumulatif merupakan
akibat dan keseluruhan inhibitor.

Untuk menghilangkan pengaruh penghambatan produk akhir dapat


dilakukan dengan menggunakan kultur mutan oksotrofik (uoxotrophic mutants)
yang telah kehilangan kemampuan menghasilkan produk akhir karena adanya
hambatan pada salah satu tahapan metabolismenya. Dengan menambahkan sedikit
produk akhir, maka pertumbuhan tetap berlangsung tetapi penghambatan umpan
balik dapat dihindari.
Penghambatan oleh produk akhir dapat pula melalui seleksi mutan yang
tahan terhadap antimetabolit. Cara ini dapat dilakukan dengan mengubah struktur
enzim, yang berakibat enzim tidak lagi memiliki sisi pengaturan alosterik. Mutasi
dapat pula dilakukan pada gen operator atau regulator (mutan OC, R), sehingga
mikroba akan menghasilkan enzim konstitutif dan terjadi kelebihan produksi.

A
A

B
B

(a

F
G

Gambar
: Mekanisme Penghambatan Metabolisme
)
(a.) Pada biosintesis lurus;
(b.) Pada biosintesis becabang
Penghambatan umpan balik
Sedang cara berikutnya, yaitu mutasi supresor. Pada mutasi ini mutan
yang semula dikendalikan sisi alostenik tetap memiliki aktivitas enzim tetapi tidak
lagi dikendalikan oleh sisi alosterik (Cruegel & Cruegel, 1989) (A Irianto, 2004).
Meskipun cara di atas utamanya diterapkan pada metabolit primer, tetapi
hal tensebut berhasil pula diterapkan pada produksi metabolit sekunder. Pada
rangkaian biosintesis bercabang yang secara bersamaan menghasilkan metabolit
primer dan sekunder. Biosintesis metabolit primer akan meningkatkan produksi
metabolit sekunder. Produksi metabolit primer dikendalikan oleh 5 gen yang
berbeda, yang meliputi :
1. Gen-gen struktural yang mengkode enzim yang berperan dalam biosintesis
metabolit primer.
2. Gen-gen regulator yang mengendalikan sintesis metabolit sekunder.
3.
4.
5.

Gen-gen resistensi yang menjaga mikroba penghasil antibiotik tahan tenhadap


produk akhirnya.
Gen-gen permeabilitas yang menentukan pengambilan dan ekskresi senyawasenyawa.
Gen-gen regulator yang mengatur metabolisme primer dan secara tidak
langsung mempengaruhi biosintesis metabolit sekunder.

d. Substrat Bioproses
Substrat produksi dalam bioproses merupakan salah satu faktor utama
yang menentukan kualitas dan kuantitas produk, kesinambungan produksi dan
harga jual produk. Biaya substrat karbon untuk suatu produk fermentasi dapat
mencapai 25-70% total biaya produksi (Cruegel & Cruegel, 1989) (A Irianto,
2004). Untuk menekan pembiayaan maka digunakan substrat dari limbah suatu
industri, misalnya molase.
Substrat untuk kepentingan kultivasi mikrooragisme harus mengandung
nutrien yang diperlukan bagi pentumbuhan dan produksi senyawa metabolik. Pada
tingkatan produksi skala laboratorium dan mungkin skala pengembangan dapat
menggunakan substrat yang diketahui pasti komposisinya, tetapi pada skala
industri umumnya substrat yang digunakan merupakan substrat kompleks yang
tidak diketahui pasti komposisinya. Substrat produksi skala industri, misalnya
molase dan corn step liquor (CSL). Secara kasar diketahui komposisi CSL atau
molase, misalnya kadar glukosanya tetapi untuk komposisi rincinya tidak
diketahui.
Umumnya proses fermentasi sangat ditentukan oleh rasio C/N yang tepat.
Pada fermentasi yang tidak mensyaratkan sumber karbon khusus, biasanya
digunakan sumber karbon yang murah, antara lain molase yang merupakan
limbah industri gula, sulfite waste liquor yang merupakan limbah industri kertas
ekstrak malt; amilum (pati) limbah cair industri tahu-tempe atau etanol, whey
limbah cair industri keju, serta limbah hidrokarbon atau sampah onganik.
Sumber N dapat pula dipenuhi dan beragam sumber yang murah, kecuali
untuk fermentasi tertentu yang memerlukan sumber N khusus dan terkendali.
Beragam industri fermentasi menggunakan sumber N berupa garam-garam
ammonium, urea atau ammonia. Pada beberapa industri digunakan corn step
liquor, ekstrak yeast, pepton, dan tepung kedele.

e. Proses Produksi
Proses produksi meliputi fermentasi dan pengunduhan hasil. Secara umum
fermentasi berdasarkan prosesnya dapat dilaksanakan dalam dua sistem dasar,
yaitu fermentasi sistem tertutup (batch) dan sistem sinambung (continue).
Beberapa proses fermentasi menggunakan sistem yang dikembangkan dari sistim
tertutup yang disebut sebagai fed-batch system. Sedang bila ditinjau dari
substratnya dapat dibedakan sebagai fermentasi substrat cair dan substrat
padat.

o
g

J
u
m
l
a
h
M
i
k
r
o
b
a

Waktu
Gambar : Fase-fase pertumbuhan mikroba
Keterangan : A = Fase lag; B = Fase log;
C = Fase stasioner; D = Fase kematian

Pada sistem tertutup, substrat dimasukkan ke dalam bioreaktor atau


fermentor dan kemudian disterilisasi. Setelah diinokulasi mikroorganime tidak
dilakukan penambahan substrat atau pengunduhan produk, kecuali pemasokan:
oksigen, senyawa anti-busa, asam atau basa untuk mengatur pH. Pada sistem
fermentasi tertutup pertumbuhan mikroorganisme dapat digambarkan sebagai
fase; lag, log, stasioner, dan kematian sebagaimana ditunjukkan gambar di atas.
Pada fase lag mikroorganisme mengalami adaptasi terhadap medium dan
lingkungan yang baru. Dengan demikian tidak tenjadi pertumbuhan yang nyata,
waktu yang diperlukan untuk adaptasi sangat bervaniasi. Pada saat adaptasi
selesai, maka mikroba mengalami pentumbuhan yang sangat cepat dan dikatakan
fase pertumbuhan mikroorganisme berada pada fase logaritmik atau fase log atau
dikenal pula sebagai fase eksponensial. Pada saat substrat habis dan kemungkinan
akumulasi senyawa toksik terjadi, maka pertumbuhan akan melambat dan
memasuki fase stasioner, yaitu fase di mana tingkat kematian dan pentumbuhan
seimbang. Pada akhirnya pertumbuhan mikroba akan memasuki fase kematian,
yaitu fase yang mana pentumbuhan mikroorganisme hampir tidak tenjadi lagi dan
mikroorganisme akan mengalami kematian serta lisis.

Fermentasi fed batch dilakukan sebagaimana fermentasi sistem tentutup


tetapi unsur penentu pada medium diberikan dalam jumlah terbatas. Setelah kurun
waktu tertentu dilakukan penambahan unsur penentu. Pada umumnya fermentasi
sistem fed batch ini dilakukan untuk fermentasi metabolit sekunder, misalnya
penisilin.
Fermentasi sistem sinambung dikatakan pula sebagai sistem terbuka, hal
ini dikarenakan selama proses berlangsung penambahan substrat dan
pengunduhan hasil dilakukan secara berkelanjutan pada keadaan yang setimbang.

f. Tahap Akhir Bioproses


Pemetikan atau pengunduhan hasil dapat dilakukan dengan pemurnian dan
pemekatan. Pemilihan metode pemetikan/pengunduhan ditentukan oleh jenis
produk, konsentrasi produk, keberadaan produk samping, stabilitas komponen
biologisnya, dan tingkat kemurnian yang disyaratkan. Pemurnian yaitu apabila
produk yang diharapkan harus dipisahkan dari komponen lainnya, misalnya
dipisahkan dari substrat atau senyawa metabolit lain. Pemurnian dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain: ekstraksi, distilasi, dialisis, kristalisasi, dan
presipitasi. Sedangkan pemekatan dapat dilakukan dan atau tanpa didahului
pemurnian. Pada dasarnya pemekatan berarti menurunkan volume dengan
menyingkirkan atau membuang komponen lainnya, misalnya dengan mengurangi
kandungan air dari produk. Cara yang dilakukan untuk pemekatan, antara lain:
penguapan, pemanasan, pengepresan, penghisapan, dan membeku-keringkan
(freezed-drying).
Secana umum pninsip pemisahan produk dengan substrat atau komponen
lainnya ditunjukkan tabel berikut:
Tabel : Dasar dan metode yang digunakan untuk pemisahan partikel dan molekul
Dasar
pemisahan/pemurnian
Ukuran

Difusi
Muatan listrik
Tekanan Uap
Kelarutan

Metode yang digunakan


Filter membrane
Filter dalam (depth filter)
Filtrasi ultra
Ayakan (sieve)
Khromatografi gel
Osmosis
Dialisis
Elektrodialisis
Elektrodialisis
Pertukaran ion
Distilasi (Freeze drying)
Ekstrasi pelarut (solvent)

Ukunan
partikel/molekul (rim)
>10-2 < 10-2
>10-1 103
>10-3 101
>101 103
>10-3 102
>10-4 100
>10-4 100
>10-4 10-1
>10-4 10-1
>10-4 10-1
>10-3 100
>10-3 101

Tegangan permukaan
Berat

Pengapungan (flotation)
Sentrifugasi ultra
Sentrifugasi
Counter fluid flow
Sedimentasi

>10-1 103
>10-3 100
>10-1 103
>100 103
100 103

Beberapa prinsip bioteknologi tersebut di atas secara otomatis juga sekaligus


sebagai prinsip-prinsip teknologi bioproses. Hal ini disebabkan karena teknologi
bioproses merupakan bagian dari bioteteknologi. Sehingga setiap prinsip
bioteknologi dapat diaplikasikan pada teknologi bioproses.

II.2. Kinerja Bioproses


Kinerja (performance) bioproses sangat ditentukan oleh daya guna (efisiensi)
dan tingkat keterulangannya (reproduksibilitas). Dalam pengembangan proses
bioindustri, prinsip-prinsip kerekayasaan amat bermanfaat dalam hal-hal
sebagai berikut.

a. Identifikasi substrat dan produk bioproses


Secara umum substrat yang digunakan dalam bioproses adalah substrat
karbon terasimilasi yang dapat berupa sumber karbon asal pertanian
(sakarosa, tetes, pati, glukosa, laktoserum atau whey, selulosa, dan limbah
nabati), sumber kabon petrokimia (metanol, etanol, asa asetat,
alkana/parafin) atau sumber karbon anorganik (CO2/karbonat). Pemilihan
substrat dan komposisi media disatu pihak tergantung pada kendala teknik
(konsentrasi, rendemen maksimum, purifikasi). Di pihak lain tergantung
pada kendala ekonomik (harga, keamanan). Rendemen dapat ditentukan
berdasarkan rasio metabolit atau biomassa yang diperoleh terhadap
substrat yang digunakan. Memaksimumkan rendemen ini adalah tujuan
utama bioproses.

b. Stoikimetri bioproses
Dalam suatu bioproses, ukuran bahan yang pasti tidak selalu tersedia.
Meskipun demikian, informasi dapat diambil secara rinci berdasarkan
rasio berbagai produk dan substrat. Sebagai contoh sumber karbon,
sumber nitrogen, pemasokan oksigen, serta zat antara (intermediate).
Keragaman rasio tersebut sebagi reaksi terhadap perubahan lingkungan.
Dalam berapa bioproses, misalnya produksi protein sel tunggal (PST) dari
hidrokarbon, ukuran energi juga mempunyai peran yang penting.

c. Kinetika laju bioproses


Masalah pada butir (a) dan (b) di atas tidak dapat diselesaikan tanpa
memperhatikan skala waktu. Pada proses curah (batch) perubahan produk,
zat antara dan substrat merupakan hal yang penting karena melibatkan
waktu proses. Oleh karena itu, laju dan kinetika proses merupakan
informasi yang diperlukan. Sebaliknya dalam bioproses sinambung,
rancangbangun dan analisis bioreaktor pada umumnya didasarkan atas laju
perubahan tersebut dan laju dilusi. Pemahaman kinetika bioproses
diperlukan untuk menentukan teknologi yang tepat dan strategi kondisi
operasi, dengan tujuan akhir untuk memaksimalkan produksi dan
konsentrasi produk. Purifikasi dan pemisahan metabolit yang dihasilkan
juga membawa akibat yang berarti pada proses yang optimal. Berdasarkan
hal-hal tersebut, instrumentasi dan pengendalian proses juga merupakan
hal yang sangat penting dalam bioproses.

d. Rancangbangun bioreaktor
Informasi (a), (b), dan (c) diperlukan sekali untuk tujuan akhir dari kajian
rekayasa bioproses, yakni rancangbangun dan analisis bioreaktor.
Meskipun fermentor bejana teraduk yang secara geometrik sangat populer,
kini banyak jenis fermentor dengan penampakan lain, seperti fermentor
menara sering digunakan. Perancangan biorektor pada umumnya melalui
tiga tahapan skala, yakni (1) skala laboratorium yang merupakan tahapan
seleksi mikroorganisme, (2) skala pilot-plant untuk menerapkan kondisi
optimal, dan (3) skala industri yang diterapkan dengan
mempertimbangkan ekonomi dan finansial bioproses (Mangunwidjaja, Dj.
& A. Suryani; 1994).

Anda mungkin juga menyukai