KELOMPOK XII
Agil Noviar
Arina Sabila H
Dessy Rachmawati
G0012056
G0012060
Meda Mitasari
Nanda Eka Sejati
Masyola
Alexander
M. Mardiya Algifahri
Reinita Vany
G0012176
Soraya
Nopriyan
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO I
Aduh, telingaku bau !
Seorang buruh bangunan laki-laki usia 25 tahun, datang ke praktek dokter
umum dengan keluhan utama telinga kanan mengeluarkan cairan kuning, kental
dan berbau busuk. Pasien juga mengeluh telinga berdenging sehingga
pendengaran terganggu, disertai kepala pusing. Pasien sejak remaja sering pilek,
disertai hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu.
Satu tahun yang lalu, telinga akanan keluar cairan kental, jernih yang sebelumnya
didahului demam, batuk dan pilek. Riwayat kambuh-kambuhan terutama jika
batuk dan pilek.
Pada pemeriksaan otoskopi telinga kanan didapatkan : perforasi sub total
dengan sekret mukopurulen dan granuloma. Rinoskopi anterior terdapat : sekret
seromukus, konka hipertrofi, livide. Pemeriksaan pharing didapatkan : mukosa
hiperemi. Selanjutnya, dokter merencanakan pemeriksaan penunjang.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa
istilah dalam skenario
a. Granuloma
Sekumpulan makrofag yang dikelilingi oleh sebukan limfosit
b. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan rongga hidung bagian dalam dengan menggunakan
spekulim hidung baik melalui nares anterior atau nasofaring
c. Livide
Berubah warna, agak kebiru-biruan
d. Perforasi subtotal / sentral
Perforasi membran timpani di bagian pars tensa namun bagian tepi
membran timpani masih intake/utuh dengan sekitarnya
e. Otoskopi
Pemeriksaan THT (telinga, hidung, dan tenggorokan) dengan
menggunakan otoskop untuk melakukan inspeksi maupun auskultasi
pada telinga
f. Mukopurulen
Mukus yang bercampur dengan nanah/purulen
2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan
Permasalahan pada skenario ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana fisiologi dan anatomi dari sistem pendengaran ?
b. Mengapa telinga kanan pasien mengeluarkan cairan kuning, kental dan
berbau busuk ?
c. Mengapa pasien mengeluh telingnya berdenging ?
d. Mengapa pada pasien terjadi gengguan pendengaran disertai kepala
pusing ?
e. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit satu tahun yang lalu
dengan keluhan yang diderita pasien saat ini ?
f. Apakah ada hubungan antara pekerjaan, usia, dan jenis kelamin dengan
keluhan saat ini ?
g. Mengapa penyakit telinga pasien sering kambuh-kambuhan ?
c.
anthrum
Auris interna, meliputi apparatus acusticus (cochlea) dan apparatus
vestibular (vestibulum, utriculus, sacculus, canalis semicircularis)
1) Auris Externa
Struktur bangunan yang ada meliputi:
a) Auricula (Daun telinga)
Tersusun dari cutis dan cartilagines elastica, dan difiksasi oleh
musculii et ligamenta, berfungsi untuk menangkap suara dengan
jumlah lebih besar, hal ini bisa dipahami karena struktur
anatomisnya memberikan perbedaan yang cukup signifikan
mengenai
penangkapan
intensitas
suara
yang
lebih
besar
Membrana Tympanica
Antara auris externa dan auris media dibatasi oleh membrana
2) Auris Media
Struktur bangunan yang ada meliputi:
a) Ossicula auditiva
Berfungsi untuk menghantarkan
suara
dari
membrana
tympani
Posterior: terdapat aditus ad anthrum, penghubung cavitas
Interna)
c) Musculus tensor tympani et stapedius
perilimfe.
Scala
vestibuli
dan
scala
tympani
10
kepala/telinga tanpa adanya sumber suara dari luar. Tinitus ini terjadi
akibat adanya gangguan pada sel-sel rambut yang terdapat di organ
corti. Beberapa faktor pencetus tinitus antara lain :
Usia lanjut
Infeksi : otitis media, meningitis, dan sifilis
Pekerjaan dengan polusi suara yang berlebihan
Meikamentosa : obat antibiotik golongan aminoglikosid,
salisilat, anti inflamasi non steroid, loop diuretics, dan obat
obatkan kemoterapi.
Neurologis : trauma kepala, whiplash, sklerosis multipel,
vestibular schwannoma, dan tumor cerebellopontine angle
Klasifikasi Tinitus
a) Tinitus Subjektif dimana bunyi hanya didengar oleh penderita
(Kennedy, 2010).
Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh
proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius
mulai dari sel-sel rambut getar koklea sampai pusatsaraf
pendengaran.
b) Tinnitus Objektif dimana bunyi terdengar pada penderita dan
pemeriksa (Kennedy, 2010).
Jenis ini bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi
sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga.
Umumnya
disebabkan
oleh
kelainan
vaskular,
11
12
13
Hidung tersumbat
Telinga berdenging
Pendengaran terganggu
Kepala pusing
Pemeriksaan
otoskopi
Pemeriksaan
rinoskopi anterior
Pemeriksaan
pharing
Pemeriksaan
penunjang
Diagnosis Banding :
1. Otitis Media Supuratif Kronis
2. Otitis Media Akut
3. Rinitis Vasomotor
4. Rinitis Alergi
14
Hipotesis sementara dari diskusi kami, bahwa pasien saat ini mengalami
otitis media supuratif kronik akibat otitis media akut yang diderita satu tahun yang
lalu.
5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
a. Bagaimanakah fisiologi pendengaran dan mekanisme penghantaran
suara pada manusia?
b. Apakah perbedaa n antara rinitis alergi dengan rinitis vasomotor ?
c. Bagaimana penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, prognosis dan
komplikasi dari otitis media akut dan otitis media supuratif kronis ?
d. Bagaimanakah proses perjalanan penyakit dari rinitis alergi ke otitis
media akut hingga otitis media supuratif kronis ?
6. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru (belajar mandiri)
Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok
secara individu.
7. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali
informasi baru yang diperoleh
Dari langkah enam kami mendapatkan hasil sebagai berikut :
A. Fisiologi Pendengaran dan mekanisme penghantaran suara
Proses mendengar adalah salah satu mekanisme yang luar biasa
dalam tubuh manusia. Melalui organ pendegaran inilah, gelombang
gelombang udara yang halus akan dikonversi menjadi berbagai macam
suara yang khas dengan berbagai frekuensi dan amplitudo. Amplitudo
berpengaruh pada keras lemahnya suatu bunyi sedangkan frekuensi
berpengaruh pada tinggi atau rendahnya suatu bunyi. Gelombang suara
pada awalnya, akan ditangkap oleh kita melalui auris eksterna yang
terdiri dari auricula dan meatus accusticus eksternus. Peran utama auris
eksterna adalah lokalisasi suara. Struktur auricula yang khas
15
16
terjadi
terbentuk karena
17
mallei akan menghasilkan gaya yang lebih besar pada crus longum os
Incus. Eergi gelombang yang telah dikonversi menjadi lebih besar pada
auris media selanjutnya diteruskan menuju auris interna. Seperti yang
telah disebutkan auris interna terdiri dari sistem vestibuler yang
dijalankan oleh canalis semicircularis, utriculus, sacculus, dan sistem
cochlar yang berfungsi untuk mendengarkan yang terdiri dari cochlea.
Cochlea berbentuk seperti siput, dan didalamnya dibagi menjadi 3
ruangan yang disebut scala yakni scala vestibuli, scala media, dan scala
tympani. Antara scala vestibuli dengan scala media akan dibatasi oleh
membrana reissner, sedangkan antara scala media dan tympani akan
dibatasi oleh membrana basilaris. Didalam scala vestibuli dan tympani
berisi cairan perilimfe (tinggi natrium rendah kalium). Sedangkan
didalam scala media berisi endolimfe ( rendah natrium tinggi kalium),
dimana komposisi yang khas dari endolimfe tersebut menghasilkan
gradien elektrokimia sekitar +60 mV s.d +100 mV dengan perilimfe
dan
disebut
dengan
potensial
endocochlearis.
Potensial
ini
18
19
ke
colliculus
inferior,
nuchleus
cochlearis
juga
20
B. Rinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh
reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)
tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung
terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan
sifat berlangsungnya,yaitu:
a.
b.
b.
dibagi menjadi:
a. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas
harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang
mengganggu.
b. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan
tersebut diatas (Bousquet et al, 2001).
Etiologi Rinitis Alergi
21
dan
Dermatophagoides
pteronyssinus,
jamur,
binatang
22
23
24
atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan
mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning
process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap
serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai
bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus
(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal,
yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.
Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintanggaris hitam melintang
pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas
menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema, mukosa
hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai
dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak
mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner).
Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media
serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal
termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan
limfoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara
(Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop Group. WHO, 2001).
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah
penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.
Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan
nafsu makan dan sulit tidur.
Diagnosis Rinitis Alergi
1.
Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi
dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakr imasi).
25
3.
Pemeriksaan Penunjang
a.
In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau
26
diagnosis, tetap
Ditemukannya
berguna
eosinofil
sebagai
dalam
pemeriksaan
jumlah
banyak
27
(Roland,
McCluggage,
Sciinneider,
2001).
Sedangkan
dan
hiposensitasi
membentuk
blocking
antibody.
28
a.
b.
c.
C. Rinitis Vasomotor
Rhinitis adalah keadaan dimana hidung tiba-tiba mengeluarkan
ingus, bersin-bersin, dan tersumbat. Jika gejala ini tidak disebabkan oleh
flu atau alergi, maka disebut rhinitis non-alergi, dan salah satu tipenya
disebut dengan nama rhinitis vasomotor (Orban, et al., 2008).
Penyebab rhinitis vasomotor adalah idiopatik, tetapi beberapa hal
bisa memacu munculnya gejala, seperti udara kering, polusi, alcohol, obatobat yang memacu saraf parasimpatik atau menghambat kerja simpatis,
makanan pedas, dan emosi yang berlebihan (Orban, et al., 2008).
Penyebab yang paling dipercaya adalah akibat aktivitas saraf parasimpatis
di hidung. Seperti kita ketahui, saraf parasimpatis menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah dan merangsang sekresi kelenjar, sehingga
hidung akan membengkak dan keluar sekret. Sebaliknya, saraf simpatis
menyebabkan vasokonstriksi dan menghambat kerja kelenjar (Boies, et al.,
1989).
29
tengah,
tuba
eustachius,
antrum
mastoid
dan
sel-sel
30
31
Patofisiologi OMA
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan
tubuh.
Sumbatan
pada
masuk
Gangguan
32
sering
anak-anak
terserang
ISPA,
makin besar
adanya
salah
menggembungnya
satu
gendang
di
antara
telinga,
terbatas
tanda berikut:
/tidak
adanya
yang
pada
gendang
telinga, nyeri
telinga
yang
anamnesis
dan
OMA dapat
yang
ditegakkan
cermat.
Gejala
dengan
yang
timbul
bervariasi
bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak anak umumnya
keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat
33
gelisah
dan
sukar
tidur,
diare, kejang-kejang
dan
sering
teknik
pemeriksaan
dapat
digunakan untuk
dan
gendang
timpanosintesis.Dengan
telinga yang
otoskop
menggembung,
dapat
dilihat
perubahan
warna
34
35
tanpa
didahului
oleh
perforasi
membran
timpani.
36
37
Ini
tergantung
dari
derajat
kerusakan
tulang-tulang
38
tanda
berkembang
komplikasi
OMSK
seperti
Petrositis,
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya
penurunan
ambang
hantaran
tulang
secara
39
rangkaian
tulang-tulang
pendengaran
menyebabkan
perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang
membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65
dB.
40
keadaan
hantaran
tulang,
menunjukan
dimulai
oleh
penilaian
pendengaran
dengan
Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit
Schuller,
yang
memperlihatkan
luasnya
tengah.Akan
tampak
gambaran
tulang-tulang
auditorius
interna,
vestibulum
dan
kanalis
41
42
Penatalaksanaan OMSK
a. OMSK Tipe Aman
Pengobatan OMSK tipe aman berprinsip pengobatan
konservatif atau dengan medikamentosa. Pengobatan OMSK
tipe aman secara konservatif, yaitu :
1.
tidak
sesuai
untuk
perkembangan
mikroorganisme,
dibersihkan
dapat
di
beri
cairan
untuk
disemprot
dengan
lidi
steril
dan
diberi
serbuk
antibiotik.
paling
dilakukan
populer
saat
ini.
pengangkatan
Kemudian
mukosa
43
paling
baik
adalah
dengan
berdasarkan
dengan
atau
tanpa
timpanoplasti.
Terapi
Mastoidektomi sederhana
44
Mastoidektomi radikal
Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua
jaringan
patologik
dan
mencegah
komplikasi
ke
4.
Miringoplasti
Pada operasi ini dilakukan rekonstruksi hanya pada
membran timpani. Operasi ini bertujuan untuk menutup
defek pada membran timpani. Pendekatan pada telinga
dapat
jadi transkanal,
endaural,
atau
retroaurikular.
45
5.
Timpanoplasti
Rekonstruksi yang dilakukan pada operasi ini tidak
hanya pada membran timpani, tapi juga rekonstruksi pada
tulang pendengaran. Operasi ini bertujuan untuk readikasi
penyakit dari telinga tengah dan untuk rekonstruksi
mekanisme pendengaran, dengan atau tanpa grafting
membran
timpani.
Sebelum
dilakukan
rekonstruksi,
penutupan
sederhana
dari
perforasi
stabes
TIpe 4
Tipe 5
46
Komplikasi OMSK
a.
Gangguan konduktif
Gangguan pendengaran konduktif dapat disebabkan oleh
akut maupun kronik. Padda kasus otitis akut, saraf terkena kibat
kontak langsung denga materi purulen. Dengan adanya celah
47
atupun
menjinakan
proses
in,
dan
terapi
48
49
50
Lambat yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan dengan alergen atau tahap sensitisasi,
makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen
Presenting Cell/ APC) akan menangkap alergen yang menempel di
permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk
fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA II
membentuk
komplek
peptida
MHC
kelas
II
yang
kemudian
dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan
melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th0
untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan
berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat
diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit
B menjadi aktif dan memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi
darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E dipermukaan
sel mastosit atau basofil sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini
disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen
yang sama, maka IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia
yang sudah terbentuk terutama histamin. Inilah yang disebut sebagai
Reaksi Alergi Fase Cepat.
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin
juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Sel
mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak
51
berhenti disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8
jam setelah pemaparan. Ini disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Lambat.
Pada reaksi ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi
serta peningkatan sitokin. Timbul gejala hiperaktif atau hiperresponsif
hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi pada
granulnya. Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor
non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang
merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
Bila alergi yang berulang ulang, dikarenakan epitel penyusun yang
sama antara cavum nasi dan tuba auditiva inflamasi dapat menyebar ke
dalam tuba Eustachius. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor
penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius
terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan. Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat dari infeksi
dapat dibagi atas 5 stadium dimulai dari stadium oklusi, stadium
presupurasi, stadium supurasi, stadium perforasi hingga stadium resolusi.
Namun pada pasien ini tidak terjadi stadium resolusi yang adekuat.
Pada skenario pasien mengeluarkan cairan kuning, kental, dan
berbau busuk, satu tahun yang lalu telinga kanan keluar cairan kental
jernih yang sebelumnya didahului demam, batuk, dan pilek. Terdapat
riwayat kambuh kambuhan terutama jika batu dan pilek. Sehingga
kemungkuninan pasien menderita rinitis alergi, kemudian menyebabkan
otitis media serosa, karena kuman tumbuh menjadi otitis media akut, dan
karena kambuh kambuhan menjadi otitis media supuratif kronik.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah
terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-
52
ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi.
Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu
(1) adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga
tengah berhubungan dengan dunia luar, (2) terdapat sumber infeksi di
faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal, (3) sudah terbentuk
jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid (4) gizi dan
higiene yang kurang.
BAB III
KESIMPULAN
BAB IV
SARAN
Setelah melakukan diskusi tutorial untuk skenario III Blok Kardiovaskuler,
kami mengalami beberapa hambatan, antara lain, kurang memahami tujuan
pembelajaran dan menentukan LO, mengalami kendala dalam memahami
artikel/referensi yang didapat sehingga menimbulkan bias, kurang dapat mengatur
waktu dalam diskusi tutorial, dan banyak pendapat yang pada dasarnya sama
namun tetap disampaikan tanpa menyeleksinya terlebih.
Untuk itu kami harus lebih banyak membaca literatur, terutama literatur
dalam bahasa Inggris sehingga ke depannya diskusi lebih menarik dan berjalan
seperti yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, GL, Boies, LR, Higler, PA. 1989. Boies Fundamentals of Otolaryngology.
6th ed. Philadelphia, Pa: W.B Saunders Company
Benjamini E., Coico R., Sunshine G., 2000. Immunology: A Short Course. 4th ed.
John Wiley & sons. Available from: URL http:// www.wiley.com. Diakses
7 September 2014
Bhargava KB, Bhargava SK, Shah TM. A short textbook of ENT diseases. 7th
edition. Mumbai: USHA publication; 2005. p.45-50.
Bousquet J, Cauwenberge P V., Khaltaev N., 2001. ARIA workshop group. World
Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on asthma. J
allergy clinical immunol : S147-S276.
Derrickson, B, Tortora, G.J (2012). Principles of Anatomy and Phisiology 13th
Edition. John Wiley & Sons, Inc.
Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
keenam. Jakarta: FKUI; 2007. p.65-77.
Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed February 6, 2012
Durham SR, 2006. Mechanism and Treatment of Allergic Rhinitis, In: Kerr AG,
ed,Scott-
Browns
Otolaryngogoly,
Sixth
Edition,
Vol,
4,
Kenna MA, Latz AD, 2006. Otitis Media and Middle Ear Effusion, In Bailey. BJ,
Johnson JT, Newlands SD, Editors. Head and Neck Surgery-.
Otolaryngology. 4 th
Mulyarjo, 2006.