Anda di halaman 1dari 3

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai keanekaragaman diantara makhluk hidup dari
semua sumber termasuk diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta
kompleks ekologi-ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup
keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem (UU No 5 tahun 1994).
Keanekaragaman hayati (kehati) memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Kehati
berperan dalam aspek ekonomi, aspek social, aspek lingkungan, aspek ilmu pengetahuan dan
aspek etika serta keterkaitan antar aspek.
Keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan atas 3 (tiga) komponen yaitu
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik. Antara
satu komponen dan kompenen lainnya saling berkaitan. Wilayah dengan keanekaragaman
ekosistem yang tinggi biasanya memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi serta
keanekaragaman genetik yang tinggi pula (BAPPENAS, 2004).
Indonesia dengan keunikan posisi geografisnya yang terletak diantara dua benua (Asia
dan Australia) dan dua samudra (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia) serta bentuk Negara
yang berupa kepulauan dan beriklim tropis, menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega
biodiversity dunia. Tercatat Indonesia memiliki 1500 jenis alga, 80.000 jenis tumbuhan berspora
berupa jamur, 595 jenis lumut kerak, 2197 jenis paku-pakuan serta 30.000 40.000 jenis flora
tumbuhan berbiji (15,5% dari total jumlah flora di dunia), 8.157 jenis vertebrata, dan 1.900 jenis
kupu kupu (10% dari jenis dunia). Disamping kaya akan jumlah spesies, Indonesia juga
memiliki tingkat endemisitas spesies yang tinggi, bahkan tercatat memiliki endemisitas tertinggi
didunia untuk kelompok burung, mamalia dan reptile. Mamalia endemis Indonesia berjumlah
270 jenis, burung 386 jenis dan reptile 328 jenis. Sedangkan endemisitas untuk amfibi dan ikan
masing-masing 204 jenis dan 280 jenis. Disamping fauna, flora Indonesia juga memiliki
endemisitas yang tinggi yaitu mencapai40 50% dari total jenis flora pada setiap pulau kecuali
pulau Sumatera yang diperkirakan hanya 23% (Widjaja, dkk., 2014).
Secara Biogeografi Indonesia dibagi kedalam 7 (tujuh) bioregion yaitu (i) Sumatera, (ii)
Jawa dan Bali, (iii) Kalimantan, (iv) Sulawesi, (v) Kepulauan Sunda Kecil (Lesser Sunda Island),
(vi) Maluku dan (vii) Papua. Setiap bioregion memiliki karakteristik tersendiri sehingga
memerlukan penanganan pengelolaan yang berbeda. Bioregion didefinisikan sebagai kawasan

yang memiliki bentang alam luas serta kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) yang tinggi dan
mempengaruhi fungsi ekosistemnya. Menurut Berg dan Dasmann (1977) dalam Widjaja, dkk.,
(2014), bioregion ditentukan berdasarkan informasi klimatologi, fisiografi, geografi flora dan
fauna, sejarah alami dan aspek alami lainnya.
Dalam dokumen ini akan disajikan kajian tentang keanekaragaman hayati di daerah
Jambi dan Riau yang merupakan bagian dari bioregion Sumatera. Terutama kajian keaneka
ragaman hayati untuk daerah yang masuk dalam lokasi proyek pembangunan jaringan transmisi
Aur Duri Peranap.
1.2. Dasar Peraturan
1.2.1 Peraturan Internasional
Permasalahan keanekaragaman hayati tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga
secara global. Oleh karena itu berbagai negara didunia melalui PBB telah menerbitkan
berbagai perjanjian internasional yang diratifikasi oleh berbagai negara serta dapat
dijadikan sebagai landasan hukum terkait keanekaragaman hayati, perjanjian-perjanjian
tersebut antara lain:
1. Stockholm Declaration, 1972
2. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora, 1973, amandemend 1979
3. Convention on Migratory Species of Wild Animals, 1979
4. Convention on Biological Diversity, 1992
5. Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity,
2000
6. Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable
Sharing on Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on
Biological Diversity, 2011
1.2.2. Peraturan Indonesia
Peraturan yang menjadi landasan untuk pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman
hayati di Indonesia adalah:
1. Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
2. Undang-Undang No 5 tahun 1994 tentang Pengesahan united Nations
Convention on Biological Diversity
3. Undang Undang No 21 tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol
on Biosafety to the Convention on Biological Diversity

4. Undang-Undang No 11 tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on


Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable Sharing on Benefits
Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity
5. Keputusan Presiden No 43 tahun 1978 tentang Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
6. Keputusan Presiden No 43 tahun 1987 tentang Pengesahan Amandemen 1979
atas Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna
and Flora
7. Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa
8. Peraturan Pemerintah No 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan
dan Satwa Liar
9. Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk
Rekayasa Genetik
10. Peraturan Menteri Lingkungan hidup No 29 tahun 2009 tentang Pedoman
Konservasi keanekaragaman Hayati di Daerah
11. Peraturan Menteri lingkungan Hidup No 3 tahun 2012 tentang Taman
Keanekaragaman hayati

Anda mungkin juga menyukai