Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN

Parameter Kimia Kualitas Air


dan Cara Penentuannya
Disusun Oleh :
Kelompok 2 (Kelas B)
Winda Risky A.

24030111120005

Bayu Rusdianto

24030113130005

Ulfa Khairunisa

24030113120021

Meta Dian Arini

24030113120056

Intan Dian Nurfadillah

24030113130073

Yuni Endah Sulistyorini

24030113140087

Uzma Riadhaty Nafs

24030113140098

Nurul Faiqoh

24030111120002
JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kualitas air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk
penggunaan tertentu, misalnya : air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi
dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk menjamin
keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Kualitas air dapat diketahui dengan
melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan
adalah uji kimia, fisika, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna) (ICRF, 2010)
Lima syarat utama kualitas air bagi kehidupan ikan adalah (O-fish, 2009) :
1. Rendah kadar amonia dan nitrit
2. Bersih secara kimiawi
3. Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang sesuai
4. Rendah kadar cemaran organik, dan
5. Stabil
Air sangat mudah terpengaruh oleh berbagai faktor baik secara internal maupun
eksternal. Secara internal, di antaranya adalah wadah air itu sendiri (jenis wadah/tanah,
tekstur tanah, kandungan bahan organik, konstruksi, bentuk dan ukuran kolam),
kondisinya, organisme yang tersedia ada dan yang ditanam serta vegetasi di sekitarnya.
Sedangkan secara eksternal, lingkungannya seperti sumber air (tawar, payau, asin),
cuaca/musim dan cara/sistem pengelolaannya seperti monokultur, polikultur, mixed
farming, tradisional, ektensif dan intensif.
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, yang pertamana
adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia, sedangkan yang
kedua adalah pengukuran dengan menggunakan parameter biologi. (Sihotang, 2006)
Kriteria penentuan kualitas air terus mengalami perkembangan. Sebelum abad ke 20,
penentuan kriteria kualitas air hanya berdasarkan pada hasil analisis fisika-kimia air. Pada

awal abad ke 20 para ahli mulai melakukan penelitian dan studi tentang biota perairan,
baik mengenai individu maupun struktur komunitas (Basmi, 2000). Pengukuran secara
kualitatif maupun kuantitatif atas biota yang menghuni suatu perairan dapat menjelaskan
kondisi kualitas air perairan tersebut. Hal ini dikarenakan faktor fisika-kimia air
berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota yang ada di dalamnya.
Salah satu jenis biota yang sering digunakan untuk keperluan analisis kualitas air
adalah plankton, yang terdiri dari dua kelompok, yaitu fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton merupakan microalgae yang hidup bebas di kolom air (free living algae) dan
berfungsi sebagai sumber oksigen terlarut, pakan alami, serta shading. Fitoplankton
merupakan produsen primer di perairan karena kemampuannya melakukan proses
fotosintesis yang menghasilkan bahan organik dan oksigen (Ghosal at al., 2000).
Pemanfaatan plankton sebagai indikator kualitas air telah mengalami perkembangan yang
pesat, baik dari metode pengambilan sampling maupun analisis data. Karena hidup di
kolom air, plankton hanya dapat menggambarkan kondisi kualitas air di zona tersebut
yang merupakan habitat ikan pada umumnya.
Novotny dan Olem, 1994 (dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa sebagian besar
biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai
pH sangat mempengruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berahir jika pH rendah. Sedangkan menurut Haslam, 1995 (dalam Effendi, 2003)
menambahkan bahwa pada pH 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat
mentoleir terhadap pH rendah.
Kelarutan oksigen dalam air tergantung dai suhu air. Kelarutan oksigen dalam air akan
berkurang dari 14,74 mg/L pada suhu 0 C menjadi 7,03mg/L pada suhu 355C. Dengan
kenaikan suhu air terjadi pula penurunan kelarutan oksigen yang disertai dengan naiknya
kecepatan pernafasan organisme perairan, sehingga sering menyebabkan terjadinya
kenaikan kebutuhan oksigen yang disertai dengan turunnya kelarutan gas-gas lain
didalam air.
Peningkatan suhu sebesar 15 C meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10.
Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadaroksigen
terlarut hingga mencapai no. (Brown dalam Effendi, 2003).
Kasry (1995) mengemukakan bahwa tingginya tingkat CO2 bebas dalam air
dihasilkan dari proses perombakan bahan organik dan mikroba. Kadar karbondioksida
bebas yang dikehendaki tidak lebih dari 12 mg/L dan kandungan terendah adalah 2 mg/L.

Kandungan CO2 bebas diperairan tidak lebih dari 25mg/L dengan catatan kadar O2
terlarut cukup tinggi.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapt menyebabkan gangguan
status kesehatan untuk jangka panjang. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara
lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Pada dasarnya, suhu rendah
memungkinkan air mengandung O2 lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres
pernafasan pada ikan berupa penurunan laju pernafasan dan denyut jantung sehingga
dapat berlanjut dengan pingsannya ika-ikan akibat kurangnya O2. (Irianto, 2005)
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara
melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis.
Selanjutnya alir kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan air ke atmosfer
dan melalui kegiatan respirasi dari organisme. (Barus, 2003)
Sumber karbon utama dibumi adalah atmosfer dan perairan terutama laut. Laut
mengandung CO2 lima puluh kali banyak dari karbon di atmosfer. Perpindahan karbon
dari atmosfer ke laut terjadi melaui proses difusi. (Effendi, 2003).
1.2. Rumusan Masalah
Menjelaskan pengaruh parameter kimia kualitas air serta menjelaskan bagaimana cara
penentuan dari masing-masing parameter kimia tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen
lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu fisika (suhu,
kekruhan, padatan suspensi dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,
dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya)
(Effendi, 2003)
Manajemen kualitas air mempunyai peran yang sangat penting pada keberhasilan
budidaya perikanan. Ikan merupakan salah satu biota perairan yang sangat peka terhadap
perubahan kualitas lingkungan perairan (Asmawi, 1984). Air, sebagai media hidup ikan,
berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air menentukan
keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem tambak, baik terhadap

kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun ekosistem tambak
tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat menyebabkan kegagalan budidaya,
sebaliknya kualitas air yang optimal dapat mendukung pertumbuhan dan kelulushidupan
ikan.
2.1. Parameter kimia
Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan yang lain
mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan. Komposisi
dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air. Dengan demikian
apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas yang telah ditentukan dapat segera
dikendalikan. Parameter-parameter kimia yang digunakan untuk menganalisis air, antara
lain :
1. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan
tersebut(Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari
beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan
udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan bahwa
kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar
oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara
bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan
terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organism terhadap oksigen
relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan
oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih sedikit apabila dibandingkan
dengan ikan pada saat bergerak atau memisah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat
menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap
perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978). Kandungan oksigen

terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar
oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigenterlarut minimum ini sudah
cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968).Idealnya, kandungan
oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan
sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970). KLH menetapkan
bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari
dan biota laut(Anonimous, 2004).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik
dan anorganik.Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh
organisme aerobic atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah
untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah
nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi
anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia
menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas.Karena proses oksidasi dan
reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu
mengurangi beban pencemaran padaperairan secara alami maupun secara
perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan
rumah

tangga.Sebagaimana

diketahui

bahwa

oksigen

berperan

sebagai

pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih
sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme,
sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain
yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air
buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih
dahulu diperkaya kadar oksigennya.
Analisis oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan cara, yaitu :
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl 2
dan Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2 Dengan .menambahkan H2SO4
atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan

membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium
yangdibebaskan ini selanjutnya dititrasi denganlarutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
2. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut denganmetoda elektrokimia adalah cara
langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip
kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda
yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya
menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan,
elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable
terhadap oksigen.
Aliran reaksi yang terjadi dari aliran oksigen pada katoda.Difusi oksigen dari
sampel

ke

elektrodaberbanding

lurus

terhadap

konsentrasi

oksigenterlarut.Penentuan oksigen terlarut (DO) dengancara titrasi berdasarkan


metoda WINKLER lebihanalitis apabila dibandingkan dengan cara alatDO meter.
Hal yang perlu diperhatikan dalamtitrasi iodometri ialah penentuan titik
akhirtitrasinya, standarisasi larutan tiosulfat danpembuatan larutan standar
kaliumbikromat
kaliumbikromat

yangtepat.
dan

Dengan

mengikuti

standarisasitiosulfat

secara

prosedur
analitis,

penimbangan
akan

diperoleh

hasilpenentuan oksigen terlarut yang lebih akurat.Sedangkan penentuan oksigen


terlarut dengancara DO meter, harus diperhatikan suhu dansalinitas sampel yang
akan diperiksa. Peranansuhu dan salinitas ini sangat vital terhadapakurasi penentuan
oksigen terlarut dengan caraDO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnyaalat
yang

digital,

peranan

kalibrasi

alat

sangatmenentukan

akurasinya

hasil

penentuan.Berdasarkan pengalaman di lapangan,penentuan oksigen terlarut dengan


cara titrasilebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yanglebih akurat. Alat DO
meter masih dianjurkanjika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran.
2. Kebutuhan oksigen biologi (BOD)
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen
yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi
aerobik.Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh
organism sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi
(PESCOD,1973).Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan

tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri
aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur

bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya

oksigenyang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan


bahan organic yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan
kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus
bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara
bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat
pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama
pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air
terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pads suhu 20C (SAWYER & MC CARTY,
1978).
Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam
organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2)
dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi
dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik
menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil
dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi
oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus
diusahakan konstan pada 20C yang merupakan suhu yang umum di alam.
Secarateoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga
bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya
dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama
waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD.Nilai BOD 5 hari merupakan
bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total
(SAWYER & MC CARTY,1978). Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari,dapat
mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi.
Sebagaimana diketahui bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi
menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD.
Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut, sehingga perlu
diperhitungkan. Dalam praktek untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada
pemeriksaan oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan secara langsung atau dengan
cara pengenceran. Prosedur secara umum adalah menyesuaikansampel pada suhu
20C dan mengalirkan oksigen atau udara kedalam air untuk memperbesar kadar

oksigen terlarut dan mengurangi gas yang terlarut, sehingga sampel mendekati
kejenuhan

oksigen

terlarut.

Dengancara

pengenceran

pengukuran

BOD

didasarkanatas kecepatan degradasi biokimia bahan organik yang berbanding


langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada saat tertentu. Kecepatan
dimana oksigen yang digunakan dalam pengenceran sampel berbanding lurus dengan
persentase sampel yang ada dalam pengenceran dengan anggaapan faktor lainnya
adalah konstan.
Sebagai contoh adalah 10 % pengenceran akan menggunakan sepersepuluh dari
kecepatan penggunaan sampel 100% (SAWYER & MCCARTY, 1978). Dalam hal
dilakukan pengenceran, kualitas aimya perlu diperhatikan dan secara umum yang
dipakai aquades yang telah mengalami demineralisasi. Untuk analisis air laut,
pengencer yang digunakan adalah standard sea water (SSW). Oerajat keasaman (pH)
air pengencer biasanya berkisar antara 6,5 - 8,5 dan untuk menjaga agar pH-nya
konstan bisa digunakan larutan penyangga (buffer) fosfat. Untuk menentukan BOD,
terlebih dahulu diukur DO nya (DO 0 hari), sementara sampel yang lainnya
diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20C, selanjutnya setelah 5 hari diukur DO nya
(DO 5hari). Kadar BOD ditentukan dengan rumus :
5 X [ kadar { DO(0 hari) - DO (5 hari) }] ppm Selama penentuan oksigen terlarut,
baik untuk DO maupun BOD, diusahakan seminimal mungkin larutan sampai yang
akan diperiksa tidak berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk penentuan BOD,
sebaiknya digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan semua isinya
dititrasi secara langsung.
Perhitungan kadar DO nya :
DO,ml/L = B/B -2 x 5,6 x 10 x N x V
Dimana :
B = volume botol sampel BOD = 250 ml
B - 2 = volume air dalam botol sampel setelahditambah 1 ml larutan MnCl 2 dan 1
mlNaOH - KI.
5,6 = konstanta yang sama dengan mloksigen ~ 1 mgrek tiosulfat
10 = volume K2Cr2O70,01 N yang ditambahkan
N = normalitas tiosulfat
V = volume tiosulfat yang dibutuhkan untuk titrasi.
3. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)

Kebutuhan oksigen kimia (KOK) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan


untuk mengoksidasi zat- zat organik yang ada dalam sampel air atau banyaknya
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat- zat organik menjadi CO2 dan
H2O. Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi
CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian secara biologi (BOD)
tidak semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri.
4. Derajat Keasaman (pH)
pH merupakan suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh
cairan. Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persdiaan air
memiliki pH antara 7-8,2. Namun beberapa air memiliki pH dibawah 6,5 atau diatas
9,5.(Iclean, 2007). pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi
sepanjang hari. Pada perairan umum yang tidak dipengaruhi aktivitas biologis yang
tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas 8,5, tetapi pada tambak ikan atau udang, pH
air dapat mencapai 9 atau lebih (Boyd, 2002). Ketika fotosintesis terjadi pada siang
hari, CO2 banyak terpakai dalam proses tersebut. Turunnya konsentrasi CO2 akan
menurunkan konsentrasi H+ sehingga menaikkan pH air. Sebaliknya pada malam hari
semua organisme melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 sehingga pH menjadi
turun. Fluktuasi pH yang tinggi dapat terjadi jika densitas plankton tinggi. Tambak
dengan total alkalinitas yang tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih rendah
dibandingkan dengan tambak yang beralkalinitas rendah. Hal ini disebabkan
kemampuan total alkalinitas sebagai buffer atau penyangga (Boyd, 2002).
Perubahan pH berkaitan dengan kandungan oksigen dan CO 2 dalam air. Pada siang
hari jika O2 naik akibat fotosintesisa fitiplankton, maka pH juga naik. Kestabilan pH
perlu dipertahankan karena pH dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme air.
(Subarijanti, 2005).
pH juga mempunyai peranan penting baik dalam kehidupan organisme air
maupun dalam pengaturan ketersediaan unsur hara dalam perairan itu sendiri (tabel
1). pH (power hydrogen) merupakan ukuran aktifitas ion hydrogen dan didefenisikan
sebagai minus (negatif) logaritma konsentrasi ion H. pH yang terlalu rendah ataupun
yang terlalu tinggi dapat mematikan ikan. pH yang ideal dalam budidaya perikanan
adalah 6,5-9. Oleh karena itu pada tambak yang sumber air tawarnya dari sungai yang
ber pH rendah perlu dicampur dengan perbandingan yang cepat dengan air laut yang

biasanya ber pH lebih tinggi, sehingga pH campurannya sesuai dengan yang


diinginkan. Untuk memudahkan perhitungannya dapat digunakan rumus berikut:
V1 . C1 + V2 . C2
C campuran = pH = - log C
V1 + V2
Dimana : C campuran = konsentrasi H+ campuran
V1/V2 = volume air tawar/air laut
Tabel 1. Hubunga pH terhadap beberapa parameter kualitas air.
No

pH

.
1

Ikan

Mati

3
4
5

2 3 4 5

Tumbu

Budidaya

Alkalinita
s

SO42-

12 1

H2CO3- dan CO32-

H2CO3-,
-

Ortofosfat H3PO4 & H2PO4


%H2S
100
99
%NH3
0

pH

10

1
untuk Ikan mati

Ideal

h
Asam kuat Fe, Al, H2CO3,

Chlorin

Lambat

Cl

2
OC

HOCl
1
2 3 4 5

CO32+ OH-

CO2 bebas
H2PO4- & HPO4290 50 9
1
0. 6. 41.
7

HPO42- & PO430 pada suhu 28oC


87. 9 100 pada
5

suhu 28oC

10

12 1

1
3 4
Umumnya pH air kolam rendah pada pagi hari (CO 2 tinggi) dan meningkat pada sore
hari. Lebih-lebih lagi bila alkalinitasnya rendah (daya penyangga kurang)
3. ALKALINITAS
Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
menurunkan pH larutan. Alkalinitas merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman.
Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan dalam mg/l CaCO3. Penyusun utama
alkalinitas adalah anion bikarbonat (HC03 -), karbonat (CO3 2- ), hidroksida (OH-) dan
juga ion-ion yang jumlahnya kecil seperti borat (BO3 -), fosfat (P04 3-), silikat (SiO4 4-)
dan sebagainya (boyd, 1990).
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu
menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai

besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai
tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air.
Kapasitas pembufferan
Alam diberkahi dengan mekanisme pertahanan sedemikian rupa sehingga dapat
bertahan terhadap berbagai perubahan, begitu juga dengan pH air. Mekanisme pertahanan
pH terhadap berbagai perubahan dikenal dengan istilah kapasitas pem-buffer-an
pH. Pertahanan pH air terhadap perubahan dilakukan melalui alkalinitas dengan proses
sebagai berikut:
CO2 + H2O <==> H2CO3 <==> H+ + HCO3- <==> CO32- + 2H+
CO3 (karbonat) dalam mekanisme di atas melambangkan alkalinitas air, sedangkan
H(+) merupakan sumber kemasaman. Reaksi tersebut merupakan reaksi bolak-balik,
artinya reaksi bisa berjalan ke arah kanan (menghasilkan H+) atau ke arah kiri
(menghasilkan CO2). Oleh karena itu, apabila seseorang mencoba menurunkan pH dengan
memberikan "asam-asaman" artinya menambahkan H+ saja maka (seperti ditunjukan
mekanisme di atas). H+ tersebut akan segera diikat oleh CO3dan reaksi bergerak ke kiri
menghasilkan CO2, (CO2 ini akhirnya bisa lolos ke udara). Pada saat asam baru
ditambahkan, pH akan terukur rendah, tapi setelah beberapa waktu kemudian, ketika
reaksi mulai bergerak ke kiri, pH akan kembali bergerak ke angka semula. Itulah hukum
alam, dan karena itu pulalah kita masih bisa menemukan ikan di alam sampai saat
sekarang.
Dengan demikian penurunan pH tidak akan efektif kalau hanya dilakukan dengan
penambahan asam saja.

Untuk itu, cobalah pula usahakan untuk

menurunkan

alkalinitasnya. Kalaupun dipaksakan hanya dengan penambahan asam maka jumlahnya


harus diberikan dalam jumlah lebih banyak yaitu untuk mengatasi alkalinitasnya terlebih
dahulu, seperti ditunjukkan pada reaksi diatas.
pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H +) di dalam air.
Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Sebagai contoh,
kalau ada pernyataan pH 6, itu artinya konsentrasi H dalam air tersebut adalah 0.000001
bagian dari total larutan. Karena untuk menuliskan 0.000001 (bayangkan kalau pH 14)
terlalu panjang maka orang melogaritmakan angka tersebut sehingga manjadi -6. Tetapi
karena ada tanda - (negatif) di belakang angka tersebut, yang dinilai kurang praktis, maka
orang mengalikannya lagi dengan tanda - (minus) sehingga diperoleh angka positif 6. Oleh
karena itu, pH diartikan sebagai "-" (minus) logaritma dari konsenstrasi ion H".
pH = - log (H+)

Selisih satu satuan angka pH itu menunjukkan perbedaan kosentrasinya adalah 10 kali
lipat. Dengan demikian, apabila selisih angkanya 2 maka perbedaan konsentrasinya
adalah 10 x 10 = 100 kali lipat. Sebagai contoh pH 5 menunjukkan konsentrasi ion H
sebanyak 0,00001 atau 1/100000 (seper seratus ribu) sedangkan pH 6 = 0,000001 atau
1/1000000 (seper sejuta). Jika ingin menurunkan pH dari 6 ke 5 berarti kepekatan iob
H+ harus ditingkatkan menjadi 10 kali lipat. Seandainya dimisalkan pH itu gula maka
untuk menurunkan pH dari 6 menjadi pH 5, berarti larutan tersebut harus dibuat 10 kali
lebih manis dari pada sebelumnya.
Tidak semua mahluk hidup dapat bertahan hidup terhadap perubahan nilai pH, untuk
itu alam telah menyediakan mekanisma yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi
secara perlahan. Sistem pertahanan seperti ini yang sering disebut dengan kapasitas pembuffer-an.
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH dapat mengontrol bentuk
dan laju kecepatan reaksi berbagai bahan kimia di dalam air. Beraneka jenis organisme
perairan seperti ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya dapat hidup pada selang pH
tertentu. Mengetahui nilai pH suatu perairan sangat penting apakah air tersebut sesuai atau
tidak untuk menunjang kehidupan organisme akuatik tersebut.
Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7
menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Sedangkan nilai

pH = 7 disebut

sebagai netral. Fluktuasi pH suatu perairan sangat ditentukan oleh alkalinitas perairan
tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan pHnya ke nilai semula, dari setiap "gangguan" terhadap pengubahan pH. Dengan demikian
kunci dari penurunan pH terletak pada penanganan alkalinitas dan tingkat kesadahan air.
Apabila hal ini telah dikuasai maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.
Seperti disebutkan sebelumnya, pengananan atau pengubahan nilai pH akan lebih
efektif apabila alkalinitas ditanganai terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara
pangananan pH, yang kalau diperhatikan lebih jauh, cenderung mengarah pada
penanganan kesadahan atau alkalinitas.
Untuk menurunkan pH, pertama kali harus dilakukan pengukuran KH. Apabila nilai
KH terlalu tinggi (12 atau lebih) maka KH tersebut perlu diturunkan terlebih dahulu, yang
biasanya secara otomatis akan diikuti oleh menurunnya nilai pH. Apabila nilia pH terlalu
tinggi (lebih dari 8) sedangkan KH tergolong bagus (6 - 12) maka hal ini merupakan
petunjuk terjadinya proses keseimbangan yang buruk. Penurunan pH dapat dilakukan
dengan melalukan air melewati gambut (peat), biasanya menggunakan peat moss (gambut

yang berasal dari moss) atau dapat juga dilakukan dengan mengganti sebagaian air dengan
air yang berkesadahan rendah, air hujan atau air yang direbus, air bebas ion, atau air suling
(air destilasi). Selain itu, juga dapat dilakukan dengan menambahkan bogwood kedalam
akuairum. Bogwood adalah semacam kayu yang dapat memliki kemampuan menjerap
kesadahan atau sama fungsinya seperti daun ketapang, kayu pohon asam dan sejenisnya.
Sedangkan untuk meningkatkan pH dapat dilakukan dengan memberikan aerasi yang
intensif, melewatkan air melalui pecahan koral, pecahan kulit kerang atau potongan batu
kapur. Atau dengan menambahkan dekorasi berbahan dasar kapur seperti tufa atau pasir
koral atau dengan melakukan penggantian air.
Peranan penting alkalinitas dalam tambak udang antara lain menekan fluktuasi pH
pagi dan siang dan penentu kesuburan alami perairan. Tambak dengan alkalinitas tinggi
akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tambak
dengan nilai alkalinitas rendah (Boyd, 2002). Menurut Davis et al. (2004), penambahan
kapur dapat meningkatkan nilai alkalinitas terutama tambak dengan nilai total alkalinitas
dibawah 75 ppm.
4.

KARBON DIOKSIDA (CO2)


Karbon dioksida dalam air pada umumnya merupakan hasil respirasi dari organisme

fauna (ikan, zooplankton dan sebagainya) serta flora pada malam hari (phytoplankton dan
tumbuhan air lainnya). Kadar CO2 lebih tinggi dari 10 ppm diketahui menunjukkan
bersifat racun bagi ikan, beberapa bukti menunjukkan bahwa karbon dioksida berfungsi
sebagai anestesi bagi ikan. Kadar karbon dioksida yang tinggi, juga menunjukkan
lingkungan air yang bersifat asam walaupun karbon dioksida juga diperlukan untuk proses
pem-buffer-an .
Apabila pH dalam suatu perairan atau wadah dapat dikendalikan, terutama oleh sistem
pem-buffer-an karbonat, maka hubungan pH, KH dan CO2 terlarut menunjukkan hubungan
yang tetap. Dengan demikian, salah satu dari parameter tersebut dapat diatur dengan
mengatur parameter yang lain. Sebagai contoh nilai pH dapat diatur dengan mangatur KH
atau kadar CO2. Suatu sistem CO2 injektor misalnya, dapat digunakan untuk mengatur pH
dengan cara mengatur injeksi CO2sedemikian rupa apabila nilai pH nya mencapai nilai
tertentu. Dalam hal ini KH dibuat tetap. CO2 digunakan oleh tanaman atau terdifusi ke
atmosfer, akibatnya pH naik. Dengan sistem otomatis seperti disebutkan sebelumnya
maka sistem injeksi CO2 akan berjalan sedemikian rupa di sekitar nilai pH tertentu, untuk
menjaga kadar CO2 yang memadai. Secara umum dapat dikatakan bahwa CO 2 terlarut

dalam air dengan kepadatan sedang akan berada pada selang 1-3 ppm. Untuk akuarium
tanaman pH = 6,9, KH = 4 dan CO2 = 15 ppm merupakan nilai yang ideal.
Secara ringkas alkalinitas juga merupakan kumpulan anion di dalam air yang
menggambarkan kapasitas air sebagai buffer. Satuan alkalinitas dalam mg/l yang
dinyatakan ekivalen dengan CaCO3. Semakin sadah air maka akan semakin baik
kolam/tambak tersebut untuk pemeliharaan ikan. Nilai kesadahan optimal untuk udang
120 mg/L. Peningkatan kandungan CO2 di dalam air kolam/tambak dapat menyebabkan
kematian ikan karena CO2 yang tinggi adalah racun bagi ikan.
Sedangkan peningkatan kandungan CO2 bebas dalam air kolam/tambak budidaya
perikanan akan dapat menurunkan nilai pH air. Artinya semakin tinggi CO 2maka akan
semakin tinggi keasamannya dan pH semakin rendah menyebabkan alkalinitasnya
semakin rendah. Jadi CO2 sangat erat kaitannya dengan pH maupun alkalinitas air.
5.

KESADAHAN (HARDNESS)
Kesadahan

air merupakan

umumnya ion kalsium (Ca)

kandungan mineral-mineral tertentu

dan magnesium (Mg)

dalam

di

dalam

air,

bentuk garam karbonat. Air

sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air
lunak merupakan air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan
magnesium, penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garamgaram bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air
dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak, sedangkan
pada air sadah, sabun tidak menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit busa. Cara yang
lebih

kompleks

adalah

melalui titrasi.

Kesadahan

air

total

dinyatakan

dalam

satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3.


Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat menyebabkan
beberapa masalah. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan mineral yang menyumbat
saluran pipa dan keran. Air sadah juga dapat menyebabkan pemborosan sabun di rumah
tangga, dan air sadah yang bercampur sabun dapat membentuk gumpalan scum yang sukar
dihilangkan. Dalam industri, kesadahan air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk
mencegah kerugian. Untuk menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat
kimia, ataupun dengan menggunakan resin penukar ion.
Kesadahan sangat penting artinya bagi para akuaris karena kesadahan merupakan
salah satu petunjuk kualitas air yang diperlukan bagi ikan. Tidak semua ikan dapat hidup
pada nilai kesadahan yang sama. Dengan kata lain, setiap jenis ikan memerlukan prasarat
nilai kesadahan pada selang tertentu untuk hidupnya. Di samping itu, kesadahan juga

merupakan petunjuk yang penting dalam hubungannya dengan usaha untuk memanipulasi
nilai pH.
Secara lebih rinci kesadahan dibagi dalam dua tipe, yaitu: (1) kesadahan umum
("general hardness" atau GH) dan (2) kesadahan karbonat ("carbonate hardness" atau KH).
Disamping dua tipe kesadahan tersebut, dikenal pula tipe kesadahan yang lain yaitu yang
disebut sebagai

kesadahan total atau total hardness. Kesadahan total merupakan

penjumlahan dari GH dan KH. Penggunaan paramater kesadahan total sering sekali
membingungkan, oleh karena itu, sebaiknya penggunaan parameter ini dihindarkan.
Kesadahan umum atau "General Hardness" (GH) merupakan ukuran yang
menunjukkan jumlah ion kalsium (Ca2+) dan ion magnesium (Mg2+) dalam air. Ion-ion lain
sebenarnya ikut pula mempengaruhi nilai GH, akan tetapi pengaruhnya diketahui sangat
kecil dan relatif sulit diukur sehingga diabaikan. GH pada umumnya dinyatakan dalam
satuan ppm kalsium karbonat (CaCO3), tingkat kekerasan (dH), atau dengan menggunakan
konsentrasi molar CaCO3. Satu satuan kesadahan Jerman atau dH sama dengan 10 mg
CaO (kalsium oksida) per liter air. Di Amerika, kesadahan pada umumnya menggunakan
satuan ppm CaCO3, dengan demikian satu satuan Jerman (dH) dapat diekspresikan sebagai
17,8 ppm CaCO3. Sedangkan satuan konsentrasi molar dari 1 mili ekuivalen = 2,8 dH =
50 ppm. Perlu diperhatikan bahwa kebanyakan teskit pengukur kesadahan menggunakan
satuan CaCO3. Untuk lebih jelasnya bacalah petunjuk pembacaan pada teskit yang anda
miliki untuk mengetahui dengan pasti satuan pengukuran yang digunakan, untuk
menghindari terjadinya kesalahan pembacaan. Berikut ini kriteria selang kesadahan yang
umum dipakai :
Tabel 2. kriteria selang kesadahan
Kriteria kesadahan
Sangat rendah (sangat lunak)
Rendah (lunak)
Sedang
Agak tinggi (agak keras)
Tinggi (keras)
Dalam kaitannya dengan proses biologi, GH lebih penting peranananya dibandingkan
dengan KH ataupun kesadahan total. Apabila ikan atau tanaman dikatakan memerlukan
air dengan kesadahan tinggi (keras) atau rendah (lunak), hal ini pada dasarnya mengacu
kepada GH. Ketidaksesuaian GH akan mempengaruhi transfer hara/gizi dan hasil sekresi

melalui membran dan dapat mempengaruhi kesuburan, fungsi organ dalam (seperti
ginjal), dan pertumbuhan. Setiap jenis ikan memerlukan kisaran kesadahan (GH)
tertentu untuk hidupnya. Pada umumnya, hampir semua jenis ikan dan tanaman dapat
beradaptasi dengan kondisi GH lokal. Meskipun demikian, tidak demikian halnya dengan
proses pemijahan. Pemijahan bisa gagal apabila dilakukan pada nilai GH yang tidak
tepat.
Apabila nilai GH terlalu rendah bagi suatu jenis ikan, ia dapat dinaikan dengan
menambahkan kalsium sulfat, magnesium sulfat, atau kalsium karbonat. Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa penambahan garam-garam tersebut membawa dampak lain yang perlu
medapat perhatian. Pemberaian garam sulfat akan memberikan tambahan sulfat kedalam
air, sehingga perlu dilakukan dengan hati-hati. Sedangkan penambahan garam karbonat
akan menyumbangkan ion karbonat kedalam air sehingga akan menaikkan KH. Untuk
mendapat kondisi yang diinginkan perlu dilakukan manipulasi dengan kombinasi
pemberian yang sesuai. Penurunan nilai GH dapat dilakukan dengan perlakuan-perlakuan
yang mampu menghilangkan kadar kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dari dalam air.
Kesadahan karbonat atau KH merupakan besaran yang menunjukkan kandungan ion
bikarbonat (HCO3-) dan karbonat (CO32-) di dalam air. Dalam air tawar, pada kisaran pH
netral, ion bikarbonat lebih dominan, sedangkan pada air laut, ion karbonat lebih
berperan. KH sering disebut sebagai alkalinitas yaitu suatu ekspresi dari kemampuan air
untuk mengikat kemasaman (ion-ion yang mampu mengikat H +). Oleh karena itu, dalam
sistem air tawar, istilah kesadahan karbonat, pengikat kemasaman, kapasitas pem-bufferan
asam, dan alkalinitas sering digunakan untuk menunjukkan hal yang sama. Dalam
hubungannya dengan kemampuan air mengikat kemasaman, KH berperan sebagai agen
pem-buffer-an yang berfungsi untuk menjaga kestabilan pH. KH pada umumnya sering
dinyatakan sebagai derajat kekerasan dan diekspresikan dalam CaCO3 seperti halnya GH.
Kesadahan karbonat dapat diturunkan dengan merebus air yang bersangkutan, atau
dengan melalukan air melewati gambut. Perlakuan perebusan air tentu saja tidak praktis,
kecuali untuk wadah air ukuran kecil. Untuk menaikkan kesadahan karbonat dapat
dilakukan dengan menambahkan natrium bikarbonat (soda kue), atau kalsium
karbonat. Penambahan kalsium karbonat akan menaikan sekaligus baik KH maupun GH
dengan proporsi yang sama.
Pemberian soda kue (NaHCO3) sebanyak satu sendok teh (sekitar 6 gram) pada air
sebanyak 50 liter akan meningkatkan KH sebanyak 4 satuan tanpa disertai dengan
kenaikan nilai GH. Sedangkan pemberian satu sendok teh kalsium karbonat (CaCO 3)

(sekitar 4 gram) pada air sebanyak 50 liter akan menyebabkan kenaikan KH dan GH
secara bersama-sama, masing-masing sebanyak 4 satuan. Berpatokan pada hal ini, maka
pemberian secara kombinasi antara soda kue dan kalsium karbonat akan dapat
menghasilkan nilai KH dan GH yang diinginkan.
Mengingat pengukuran bahan kimia dalam jumlah sedikit relatif sulit dilakukan,
khususnya di rumah, maka sebaiknya gunakanlah test kit untuk memastikan nilai KH dan
GH yang telah dicapai. Pembuferan karbonat diketahui efektif pada rasio 1:100 sampai
100:1. Hal ini akan memberikan pH efektif pada selang 4,37 sampai dengan 8,37. Selang
angka ini secara kebetulan merupakan selang pH bagi hampir semua mahluk hidup
akuatik. Apabila ion bikarbonat ditambahkan, rasio basa terhadap asam akan meningkat,
akibatnya pH pun meningkat. Laju peningkatan pH ini akan ditentukan oleh nilai pH
awal. Sebagai contoh, kebutuhan jumlah ion karbonat yang perlu ditambahkan untuk
meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak apabila pH awalnya adalah 6,3,
dibandingkan apabila hal yang sama dilakukan pada pH 7,5.
Kanaikan pH yang terjadi pada saat KH ditambahkan akan diimbangi oleh kadar
CO2 terlarut dalam air. CO2 di dalam air akan membentuk sejumlah kecil asam karbonat
dan bikarbonat yang selanjutkan akan cenderung menurunkan pH. Mekanisme ini
setidaknya dapat memberikan gambaran cara mengatur dan menyiasati pH dalam air agar
dapat memenuhi kriteria yang diinginkan.
Apabila air anda terlalu keras untuk ikan atau tanaman, air tersebut dapat
dilunakan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kesadahan. Yang paling
baik adalah dengan menggunakan reverse osmosis (RO) atau deioniser (DI). Celakanya
metode ini termasuk dalam metode yang mahal. Hasil reverse osmosismemiliki kesadahan
= 0, oleh karena itu air ini perlu dicampur dengan air keran sedemikian rupa sehingga
mencapai nilai kesadahan yang diperlukan.
Resin pelunak air komersial dapat digunakan dalam skala kecil, meskipun demikian
tidak efektif digunakan untuk skala besar. Produk-produk komersial pengolah air untuk
keperluan rumah tangga pada umumnya tidak cocok digunakan, karena mereka sering
menggunakan prinsip pertukaran kation dalam prosesnya. Dalam prosoes ini natrium (Na)
pada umumnya digunakan sebagai ion penukar, sehingga pada akhirnya natrium akan
berakumulasi pada hasil air hasil olahan. Kelebihan natrium (Na) dalam air akuarium
merupakan hal yang tidak dikehendaki.
Pengenceran dengan menggunakan air destilasi dapat juga dilakukan untuk
menurunkan kesadahan. Penurunan secara alamiah dapat pula dilakukan dengan

menggunakan jasa asam-asam organik (humik/fulvik), asam ini berfungsi persis seperti
halnya yang terjadi pada proses deionisasi yaitu dengan menangkap ion-ion dari air pada
gugus-gusus karbonil yang terdapat pada asam organik (tanian). Beberapa media yang
banyak mengandung asam-asam organik ini di antaranya adalah gambut yang berasal
dari spagnum (peat moss), daun ketapang, kulit pohon oak, dan lain-lain. Proses dengan
gambut dan bahan organik lain biasanya akan menghasilkan warna air kecoklatan seperti
air teh. Sebelum gambut digunakan dianjurkan untuk direbus terlebih dahulu, agar
organisme-organisme yang tidak dikehendaki hilang. Menurunkan kesadahan dapat pula
dilakukan dengan menanam tanaman "duck weed" atau Egeria densa. Untuk
meningkatkan kesadahan bisa dilakukan dengan memberikan dekorasi berbahan dasar
kapur, seperti tufa atau pasir koral. Atau dengan melalukan air melewati pecahan marble
(batu marmer) atau bahan berkapur lainnya.
Kesadahan Total (dalam air tawar) merupakan istilah yang digunakan untuk
meggambarkan proporsi ion Magnesium dan Calcium. Parameter ini diukur untuk
membuat kondisi kolam/tambak seperti lingkungan alaminya. Untuk air tawar, total
kesadahan harus terletak di antara 5-20o sementara untuk nilai yang idealnya adalah lebih
tinggi. Kesadahan hampir tidak berhubungan langsung dengan ikan budidaya yang
dipelihara baik di kolam maupun dalam tambak, namun hardness sangat mempengaruhi
adanya unsur-unsur hara yang diperlukan oleh fitoplankton sebagai produser primer.
Misalnya kelarutan posfat. Posfat akan tersedia/terlarut di dalam air apabila kesadahannya
di atas 20 ppm. Berdasarkan besarnya kandungan ion Ca 2+ataupun ion Mg2+, maka
dikenal :
- Air lunak

: hardnessnya berkisar antara

0-75 ppm

- Air medium

75-150 ppm

- Air keras

150-300 ppm

- Air sangat keras

> 300 ppm

Carbonate Hardness (dalam air tawar dan laut). Carbonate Hardness merupakan
bagian dari kesadahan. Parameter ini memainkan peranan penting di dalam kestabilan pH,
yang sangat menentukan ekologi air. Variasi pH pada siang dan malam hari sangat
dipengaruhi parameter ini. Carbonate Hardness 3-150 d cocok bagi sebagian besar ikan air
tawar sementara di air laut nilai optimalnya terletak pada wilayah 7120 d.
6.

OKSIGEN TERLARUT (dissolved oxygen)

7. SEDIMEN

Managemen dasar tambak atau sedimen masih kurang diperhatikan jika dibandingkan
dengan managemen kualitas air tambak budidaya. Banyak bukti yang mengindikasikan
adanya pengaruh yang kuat pertukaran nutrien antara sedimen dengan air terhadap kualitas
air (Boyd, 2002).
Oxidized layer merupakan lapisan sedimen yang berada paling atas yang mengandung
oksigen. Lapisan ini sangat bermanfaat dan harus dipelihara keberadaannya selama siklus
budidaya (Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi dekomposisi aerobik yang
menghasilkan antara lain : CO2, air, amonia, dan nutrien yang lainnya. Pada sedimen
anaerobik, beberapa mikroorganisme menguraikan material organik dengan reaksi
fermentasi yang menghasilkan alkohol, keton, aldehida, dan senyawa organik lainnya
sebagai hasil metabolisme. Menurut Blackburn (1987) dalam Boyd (2002), beberapa
mikroorganisme anaerobik dapat memanfaatkan O2 dari nitrat, nitrit,ferro, sulfat, dan
karbon dioksida untuk menguraikan bahan organik dengan mengeluarkan gas nitrogen,
amonia, H2S, dan metan sebagai hasil metabolisme.
Beberapa produk metabolisme, khususnya H2S, nitrit, dan amonia berpotensi toksik
terhadap ikan atau udang. Lapisan oksigen yang ada pada permukaan sedimen dapat
mencegah difusi sebagian besar senyawa beracun menjadi bentuk yang tidak beracun
melalui proses kimiawi dan biologi ketika melalui permukaan yang beroksigen. Nitrit
diokdidasi menjadi nitrat, ferro dioksidasi menjadi ferri, dan H2S menjadi sulfat (Boyd,
2004c). Selanjutnya dikatakan bahwa kehilangan oksigen pada sedimen dapat disebabkan
oleh akumulasi bahan organik yang tinggi sehingga oksigen terlarut terpakai sebelum
mencapai permukaan tanah. Tingkat pemberian pakan yang tinggi dan blooming plankton
dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut.
8. NUTRIEN
Dua nutrien yang paling penting di tambak adalah nitrogen dan fosfor, karena kedua
nutrien tersebut keberadaannya terbatas dan dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton
(Boyd, 2000). Keberadaan kedua nutrien tersebut di tambak berasal dari pemupukan dan
pakan yang diberikan.
1. Nitrogen
Nitrogen biasanya diaplikasikan sebagai pupuk dalam bentuk urea atau amonium. Di
dalam air, urea secara cepat terhidrolisis menjadi amonium yang dapat langsung
dimanfaatkan oleh fitoplankton. Melalui rantai makanan, nitrogen pada fitoplankton akan
dikonversi menjadi nitrogen protein pada ikan. Sedangkan nitrogen dari pakan yang

diberikan pada ikan, hanya 20-40% yang dirubah menjadi protein ikan, sisanya tersuspensi
dalam air dan mengendap di dasar tambak (Boyd, 2002).
Nitrogen oksida adalah suatu radikal bebas (memiliki satu elektron yang belum
berpasangan) sehingga sangat reaktifObat antiangina nitrat organik sebagai vasodilator,
sekarang diketahui ternyata bekerja dengan melepaskan nitrogen oksida.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nitrogen oksida bukan saja hanya sebagai
vasodilator dan bronkhodilator tetapi juga berperan dalam sistim kekebalan dan sistim
saraf. Nitrogen oksida berfungsi sebagai messenger biologis yang penting dalam berbagai
fungsi biologis sebagai neurotransmitter, pembekuan darah, pengendalian tekanan darah,
dan pada kemampuan sistim imunitas untuk membunuh sel-sel tumor dan parasit
intraseluler. Tetapi produksi yang berlebihan pada kondisi tertentu dapat menimbulkan
keadaan patologi.
Biosintesis
Nitrogen oksida disintesis di dalam sel oleh enzim nitric oxide synthase(NOS).
Genom manusia dan tikus mengandung 3 gen yang menghasilkan tiga nitrogen oxide
synthase yang berbeda yakni (1) neuronal NOS atau nNOS ditemukan dalam neuron
(2) inducible NOS atau iNOS terdapat dalam makrofag (3) endothelial NOS atau eNOS
atau cNOS ditemukan dalam endotel yakni sel-sel yang terutama terdapat sepanjang lumen
pembuluh darah.
Metabolisme
Afinitas hemoglobin sangat tinggi terhadap nitrogen oksida (sekitar 3000 kali lebih
kuat dibanding dengan oksigen), sehingga gas nitrogen oksida dapat diberikan melalui
inhalasi, karena akan bergabung dengan hemoglobin sebelum bergabung dengan oksigen.
Dalam air dan plasma, nitrogen oksida dioksidasi menjadi nitrit, yang stabil selama
beberapa jam tetapi dalam darah, nitrit cepat berubah menjadi nitrat sehingga konsentrasi
nitrit dalam darah rendah sementara nitrat 100 kali lebih tinggi (30 mol per liter). Sintesis
nitrat endogen pada orang yang rendah asupan nitratnya meningkat pada diare dan demam
dan dua kali lipat selama latihan fisik. Konsentrasi nitrit dan nitrat meningkat dalam
plasma pasien dengan syok septik.
Nitrogen oksida juga cepat teroksidasi menjadi oksida nitrogen yang lebih tinggi dan
akan menyebabkan nitrosasi molekul-molekul yang mengandung gugus sulfhidril seperti
glutation, sistein dan albumin. Di samping itu, nitrogen oksida berinteraksi dengan protein
yang mengandung heme termasuk mioglobin, gugus prostetik dari guanylate cyclase yang

larut, dan enzim-enzim yang mengandung pusat ion besi-sulfur. Jadi, metabolisme
nitrogen oksida sangat rumit
Dalam sistim biologis nitrogen oksida cepat berubah menjadi nitrit dan nitrat, dan
reaksi ini dipicu oleh logam transisi termasuk besi. Hemoglobin menonaktifkan nitrogen
oksida dengan mengikatnya membentuk nitrosohaemoglobin, dan dengan mengubahnya
menjadi nitrat dan nitrit, akan menghasilkan methaemoglobin. Oleh karena itu darah
manusia secara normal mengandung methaemoglobin pada konsentrasi tidak melebihi 2%,
jika kadarnya meningkat menjadi 20% dapat mengganggu pengangkutan oksigen namun
masih dapat ditoleransi. Darah yang mengandung methaemoglobin yang tinggi disebut
methaemoglobinemi dengan gejala-gejala sianosis, sesak napas, mual dan muntah, dan
syok. Kematian dapat terjadi jika kadar methaemoglobin mencapai 70%
Ammonium penting untuk pertumbuhan fitoplankton, sebaliknya NH3 sangat racun
bagi ikan. Semakin tinggi pH konsentrasi ammonia akan meningkat. Sangat mudah
muncul dan berbahaya bagi ikan/udang yang dipelihara dalam kolam intensip. Setiap pH
naik satu digit, konsentrasi ammoniak akan naik hampir 10 kali lipat.Nitrogen merupakan
unsur hara yang mutlak diperlukan oleh fitoplankton. Karena keberadaannya dalam air
umumnya terbatas (merupakan limiting factor), maka unsur ini menjadi sangat penting
untuk dibahas. Nitrogen dalam air ada dalam bebagai bentuk mulai dari N yang bervalensi
N 3 sama N bervalensi +5.
Penyakit darah coklat (methemoglobin) : NO2- (akibat DO rendah) terikat oleh globin
darah methemoglobin. Bentuk-bentuk N yang langsung dimanfaatkan fitoplankton
adalah: N2, NO3-, dan NH4+.
Ammonia dalam air ada 2 bentuk, yaitu bentuk ion ammonium (NH 4+) dan bentuk gas
ammoniak (NH3). Kedua bentuk ammonia tersebut diukur sebagai total ammonia.
Ammonium terbentuk melalui penguraian produk protein dan hewani serta arus air
limbah yang mengandung Nitrogen serta iluvasi pupuk. Ammonium bebas bersifat racun
bagi ikan. Pada anak ikan, kerusakan yang parah muncul pada konsentrasi ammonium
mulai dari 0,2 mg/L. Pada ikan yang lebih besar, mulai dari 0,3 mg/L. Ikan kecil akan mati
apabila konsentrasinya 0,6 mg/L sementara yang lebih besar pada konsentrasi 1,2 mg/L.
Konsentrasi lebih dari 0,1 mg/L mempengaruhi pertumbuhan ikan.
Ammonium penting untuk pertumbuhan fitoplankton, sebaliknya NH3 sangat racun
bagi ikan. Semakin tinggi pH konsentrasi ammonia akan meningkat. Sangat mudah
muncul dan berbahaya bagi ikan/ udang yang dipelihara dalam kolam intensip.

Untuk menyatakan konsentrasi ammoniak ataupun nitrat sering digunakan istilah


nitrat nitrogen (NO3N) atau Ammoniak nitrogen (NH 3N). Itu artinya kandungan nitrat
yang dinyatakan/ disetarakan dengan nitrogen. Demikian pula untuk NH3 N artinya
kandungan ammoniak yang setara/ dinyatakan dengan nitrogen.
Contoh : NO3 N suatu perairan adalah 3,5 ppm. Itu artinya kandungan nitratnya
sebesar 3,5 ppm yang setara dengan nitrogen (dengan kata lain, 3,5 ppm itu adalah
konsentrasi Nitrogennya ), sedangkan konsentrasi nitrat nya adalah 62/14 x 3,5 ppm =
15,5 ppm. Bila NH3N = 3,5 ppm, maka yang 3,5 ppm itu adalah konsentrasi nitrogennya,
sedangkan konsentrasi ammoniaknya adalah 17/14 x 3,5 ppm = 4,25 ppm.
Nitrate merupakan produk penguraian Nitrogen oleh bakteri di sungai, danau dan
kolam. Nilai nitrate yang tinggi dapat ditemukan terutama juka limbah rumah tangga dan
limbah pertanian atau pupuk memasuki sistem perairan. Pabrik kimia seperti halnya pakan
ternak juga dapat meningkatkan kandungan nitrate dalam air, karena konsentrasi yang
berlebihan dapat terakumulasi di dalam jaringan tumbuhan sehingga menghambat
pertumbuhan ikan dan tumbuhan. Penguraian Nitrogen oleh bakteri menjadi Ammonium
di sungai, danau dan kolam pada awalnya menghasilkan Nitrite (nitrifikasi) dan
selanjutnya menjadi Nitrate. Di pihak lain, transformasi Nitrate menjadi Ammonia atau
selanjutnya Nitrogen (denitrifikasi) terjadi melalui produk antara Nitrite. Konsentrasi
Nitrite yang tinggi dapat merusak ikan. Konsentrasi di atas 2 mg/L untuk jangka waktu
yang lama bersifat mematikan. Pada air tambak, kandungan Nitrite tidak boleh lebih dari
0,5 mg/L karena akan berakibat dengan pembekuan darah sehingga trasport oksigen
menjadi tidak aktif.
2. Fosfor
Secara umum fosfor membentuk padatan putih yang lengket yang memiliki bau yang
tak enak tetapi ketika murni menjadi tak berwarna dan transparan. Nonlogam ini tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam karbon disulfida. Fosfor murni terbakar secara spontan
di udara membentuk fosfor pentoksida. Fosfor dapat berada dalam empat bentuk atau lebih
alotrop: putih (atau kuning), merah, dan hitam (atau ungu).
Fosfor merupakan unsur pembatas bagi pertumbuhan fitoplaknton. Bentuk P yang
dimanfaatkan langsung oleh tanaman adalah ion-ion orthofosfat sebagai hasil ionisasi dari
asam posfat. Fosfat (dalam air tawar dan air laut): pemaska fosfat memiliki pengaruh yang
menentukan bagi pertumbuhan organisme, namun dalam jumlah besar data menyaebabkan
pertumbuhan alga yang tidak diinginkan. Fitoplankton dapat berasimilasi dan

menyimpan fosfat yang masuk keperairan dan selanjutnya menghasilan kondisi yang
mrusak keseimbangan ekologi.
Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi metabolisme sel tanaman.
Kehadiran fosfat diperairan juga tidak menimbulkan efek langsung yang yang merugikan
terhadap organisme perairan. Kandungan orthofosfat mempengaruhi tingkat kesuburan
perairan. Pada perairan alami, kandungan fosfat terlarut tidak lebih dari 0,01 ppm untuk
air tawar dan air laut 0.07 ppm, kecuali pada perairan penerima limbah rumah tangga dan
industri, serta limpahan air dari daerah pertanian yang umumnya mengalami pemupukan
fosfat. Dinitrifikasi senyawa nitrogen menyebabkan N tidak terakumulasi pada sediment.
Fosfat menyebabkan ledakan pertumbuhan alga jika terjadi peningkatan jumlah fosfat
diperairan terlebih lagi jika telah melewati ambang batas.
Unsur-unsur Nitrogen (N) dan Fosfor (P) adalah dua unsur penting dalam proses
metabolisme sel dan keberadaannya selalu menjadi patokan apakah unsur-unsur ini
merupakan faktor pembatas atau tidak. Rasio laju pengambilan unsur-unsur oleh
fitoplankton tersebut digambarkan dengan N/P rasio. Dengan menggunakan rasio ini dapat
dikatakan bahwa ketersediaan unsur nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3) harus 16 kali
lebih banyak dari unsur fosfor (PO4), rasio ini dinamakan Redfield Ratio. Bila terlihat
ratio N/P dibawah 16, maka unsur N menjadi unsur pembatas, sedangkan bila N/P rasio
lebih besar dari 16, maka unsur P merupakan unsur pembatas dari keberadaan
fitoplankton. Hal ini berdampak kepada kondisi biologi dari ekosistim seperti biomassa
fitoplankton, komposisi spesies yang kemungkinan besar terjadi dominansi jenis-jenis
tertentu dan juga pada dinamika jaring makanannya.
Merupakan unsur pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Bentuk P yang
dimanfaatkan langsung oleh tanaman adalah ion - ion orthofosfat (H2PO4-, HPO4- dan PO43
-

) sebagai hasil ionisasi dari asam posfat seperti diperlihatkan dalam reaksi berikut

H3PO4 <=====> H+ + H2PO4H2PO4- <=====> H+ + HPO42HPO42- <=====> H+ + PO43Fosfor yang ada yang ada dalam tambak budidaya berasal dari pupuk seperti
ammoniumfosfat dan calsiumfosfat serta dari pakan. Fosfor yang ada dalam pakan tidak
semua dikonversi menjadi daging ikan/udang. Menurut Boyd (2002), dua pertiga fosfor
dalam pakan terakumulasi di tanah dasar. Sebagian besar diikat oleh tanah dan sebagian
kecil larut dalam air. Fosfor dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam bentuk ortofosfat (PO4
3-) dan terakumulasi dalam tubuh ikan/udang melalui rantai makanan. Phosphat yang

tidak diserap oleh fitoplankton akan didikat oleh tanah. Kemampuan mengikat tanah
dipengaruhi oleh kandungan liat (clay) tanah. Semakin tinggi kandungan liat pada tanah,
semakin meningkat kemampuan tanah mengikat fosfat.
Phosphate (dalam air tawar dan laut) pemasukan Phosphate memiliki pengaruh
yang menentukan bagi pertumbuhan organisme, namun dalam jumlah besar dapat
menyebabkan pertumbuhan alga yang tidak diinginkan. Phospate umumnya berasal dari
detergen pembersih, kotoran atau agrikultur. Phytoplankton dapat berasimilasi dan
menyimpan Phospate yang memasuki perairan dan selanjutnya menghasilkan kondisi yang
merusak keseimbangan ekologi. Nilai Phosphate di badan air tawar adalah 0,01 mg/L dan
di air laut 0,07 mg/L. Peningkatan jumlah Phosphate menyebabkan ledakan pertumbuhan
alga.
9. SULFUR
Di alam sulfur banyak dijumpai sebagai sulfat. Merupakan sumber makanan bagi
bakteri anaerob. Bila direduksi oleh bakteri anaerob dapat menghasilkan H 2S yang sangat
racun bagi ikan. Semakin rendah pH, konsentrasi H 2S akan semakin meningkat. Setiap pH
turun satu digit, [H+] akan naik hampir 10 kali lipat. Jadi akan berbahaya bila pH rendah.
10. CHLORIN
Chlor dimasukkan kedalam air dapat dalam bentuk gas chlorin (Cl 2), sodium
hypochlorit (NaOCl) ataupun kalsium hypochlorite [Ca(OCl) 2] guna membersihkan air
ataupun tanki / bak air (sebagai desinfektanc). Bila gas chlor dimasukkan kedalam air,
maka akan terbentuk hydrochlorous dan asam chlorida.
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa pada pH = 7,48 [OCl] = [HOCl].
Keberadaan bentu-bentuk chlor tersebut sangat ditentukan oleh oleh pH. Pada pH rendah
(di bawah pH = 2) akan dijumpai Cl 2, semakin tinggi akan dijumpai HOCl kemudian OCl -.
Ketiga bentuk chlorine ini (Cl2, HOCl dan OCl-) disebut residu chlorine bebas (free
chlorine residual). Ketiga bentuk ini sangat racun bagi ikan. Daya racun Cl 2 diatas pH = 2
tidak nampak, karena Cl2 hanya ada pada pH dibawah 2, sedangkan keracunan chlor diatas
pH = 2 disebabkan oleh [HOCl] dan [OCl -]. Daya racun HOCl dibawah pH 7 hampir 100
kali lebih kuat dari daya racun OCl-. Semakin tinggi pH, keracunan chlorine disebabkan
oleh OCl- atau campuran HOCl dan chloramine, karena pada pH yang lebih tinggi terdapat
ammoniak, dan HOCl akan bereaksi dengan ammoniak membentuk chloramine
Daya racun chloramine lebih kecil dari daya racun HOCl, oleh karena itu untuk
membersihkan bak-bak/kolam yang pH airnya semakin tinggi akan dibutuhkan Cl 2ataupun
HOCl yang lebih banyak.

Bila air leading (yang biasanya yang mengandung chlorine) digunakan untuk mengisi
aquarium harus dibiarkan dulu beberapa jam/hari agar sisa sisa chlornya menguap
sebelum ikan dimasukkan.
11. COPPER
Copper (dalam air tawar dan laut) sebagai salah satu elemen dasar, copper merupakan
suatu elemen penting bagi tumbuhan dan hewan pada saat bersamaan memiliki potensi
sebagai racun ikan. Dosis mematikan bagi ikan air tawar adalah 0,1 mg/L. Bakteri ikan
akan rusak akibat konsentrasi jangka panjang mulai 0,03 mg/L, alga tertentu menunjukkan
kerusakan pada 0,1 hingga 10 mg/L. Copper umumnya berasal dari pipa sistem pengairan
serta dari instalasi. Jika air dibiarkan bertahan di dalam pipa Copper untuk periode yang
lama, sejumlah Copper akan larut dalam air.
2.2. Prosedur kerja atau cara penentuan
Setiap jenis-jenis parameter kimia memiliki prosedur kerja yang berbeda-beda, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. SALINITAS
Alat-alat

yaitu Erlenmeyer, Pipet

volume, Pipet

tetes, Buret

dan

statif.

Sedangkan Bahan-bahannya yaitu Indikator K2CrO4 dan AgNo3 0,1 N


Cara kerja :
1. Ambil 30 mL sampel air laut, lalu diencerkan 10-50 kali.
2. Tambahkan K2CrO4.
3. Titrasi dengan AgNO3 sampai merah bata.
2.

pH
Kertas indikator pH diambil selembar dan dicelupkan ke dalam air kran

selama beberapa menit(5menit).


Kemudian perubahan warna yang terjadi pada ke kertas pH tersebut dicocokkan
dengan warna standar dan hasilnya dicatat.
3.

ALKALINITAS
Alat dan bahan yaitu Labu Erlenmeyer 50-125 ml, Gelas ukur 50 ml, Pipet tetes dan

pipet

skala, Karet

pengisap, Indicator

Orange) serta Indicator larutan H2SO4


Cara kerja:

larutan

PP, Indicator

larutan

MO

(Metil

Mengambil air sampel 50 ml dan memberikan 5 tetes PP. Jika tidak berwarna,
maka tidak ada PP alkalinitas. Menambahkan MO (Metil Orange). Langkah
berikut, dititrasi dengan larutan H2SO4 dari warna kuning sampai warna

orange. Kemudian menghitung larutan H2SO4 yang digunakan.


Apabila berwarna, maka langsung dititrasi dengan larutan H 2SO4 sampai berwarna

kuning. Lalu menghitung larutan H2SO4 yang digunakan (P).


Memasukkan MO (metil Orange), lalu dititrasi dengan larutan H2SO4 sampai warna
orange. Menghitung larutan H2SO4 yang digunakan 1000 x 50 x N x a Ml sampel

4.

OKSIGEN TERLARUT (dissolved oxygen)


Alat-alat adalah Botol

Winkler, Pipet

volumesedangkan Bahan-bahannya

tetes, Perangkat

adalah Iodida

titrasi, Pipet

alkali

(perekasi

Winkler), H2SO4 pekat,Larutan Mangan sulfat/ MnSO4 48 %, Natrium tiosulfat 0,025


N dan Indikator amylum 1%.
Cara Kerja :
1. Ditambahkan kedalamnya 1 mL MnSO4 dan 1 mL reagen Winkler, lalu dikocok dan
ditunggu hingga terbentuk endapan.
2. Ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat, dikocok hingga endapan larut.
3. Diambil 50,0 mL sampel tersebut, dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0.025
N sampai berwarna kuning muda pucat.
4. Ditambahkan inikator amilum (biru).
5. Dititrasi kembali dengan larutan Natrium tiosulfat, dari biru sampai menjadi biru
hilang.
6. Dicatat berapa mL Natrium tiosulfat yang dipakai.
Perhitungan :
Kadar O2 (mg/L) = 8000 x mL Na2S2O3 X N Na2S2O3 / mL sampel
5.

KARBON DIOKSIDA (CO2)


Sampel air diambil dengan botol Winkler 250 ml, diambil 100 ml dengan

menggunakan

gelas

ukur

dan

dipindahkan

ke

dalam

labu

erlenmeyer.

Kedalamnya ditambahkan 10 tetes indikator phenolptalein (pp).


Kemudian dititrasi dengan larutan Na2CO3 0,01 N sampai larutan berwarna merah muda
tipis (pink).
Rumus perhitungannya adalah :
Kadar CO2 bebas = x p x q x 22 ml/L

Keterangan :
P = jumlah Na2CO3 yang terpakai
Q = normalitas larutan Na2CO3
22 = bobot setara CO3
6.

COD (Chemical Oxygen Demand)


COD adalah banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat

organik dalam air, dihitung sebagai mg/L O2. Beberapa zat organik yang tidak terurai
secara biologik antara lain asam asetat, asam sitrat, selulosa, dan lignin (zat
kayu).Prinsip : Kebanyakan jenis bahan organik dirusak oleh campuran dikromat dan asam
sulfat mendidih. Kelebihan dikromat dititrasi dengan ferro amonium sulfat. Banyaknya
bahan organik yang dioksidasi dihitung sebagai oksigen yang setara dengan kalium
dikromat yang diikat.
7.

TOM (Total Organic Mater)


Alat-alat

adalah Perangkat

titrasi, Termometer, Erlenmeyer, Hot

plate, Pipet

volume dan Pipet Mohr. Sedangkan Bahan-bahannya yaitu H2SO4 6 N, KMnO4 0,01
Ndan H2C2O4 0,01 N
Cara kerja :
1. Dipipet 25 mL sampel air, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Tambahkan 0,5 mL H2SO4, beberapa teter KMnO4 0,01 N sampai berwarna merah
muda sedikit agar semua senyawa organik yang tingkatnya rendah dioksidasi
menjadi tingkat tinggi.
3. Dipipet 10 mL larutan KMnO4 0,01 N ke dalamnya. Warna larutan akan berwarna
merah.
4. Dididihkan larutan tersebut, catat jamnya. Warna larutan akan lebih muda, biarkan
mendidih selama 10 menit lalu diangkat.
5. Turunkan suhu 80oC, ditambahkan 10 mL asam oksalat 0,01 N dengan pipet
khusus. Larutan akan menjadi bening pada oksalat berlebih.
6. Dalam suhu 70-80oC titasi larutan dengan KMnO4 0,01 N sampai berwarna pink.
Perhitungan :
(10 + a) b (10 x c) 31,6 x 1000
dimana :

a = titrasi KMnO4

c = NH2C2O4 0,1 N

b = N KMnO4

d = sampel air (mL)

8.

KESADAHAN TOTAL
Alat-alat yaitu Pipet volume 10,0 mL, Erlenmeyer dan Buret. SedangkanBahan-

bahannya yaitu Larutan EDTA, Larutan Buffer pH 10 dan Indikator EBT


Cara kerja :
1. Dipipet 10 mL air dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Tambahkan indikator EBT hingga larutan menjadi merah muda.
3. Tambahkan larutan buffer pH 10 sebanyak 1-1,5 mL.
4. Dititrasi dengan larutan EDTA hingga menjadi biru muda.
5. Catat volume EDTA yang dipakai.
Perhitungan :
mg/L CaCO3 = mL EDTA X faktor EBT X 10
mL sampel
9.

KESADAHAN Ca
Alat-alat yaitu Pipet volume 10,0 mL, Erlenmeyer dan Buret. SedangkanBahan-

bahannya yaitu Larutan EDTA 0,01 N, Indikator Maurexide dan Larutan NaOH 1N.
Cara kerja :
1. Dipipet 10,0 mL sampel, dimasukkan dalam erlenmeyer.
2. Ditambahakan 1 mL NaOH.
3. Ditambahkam indikator Maurexide 0,1 g dan aduk sampai warnanya merah bata.
4. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai terbentuk warna ungu.
5. Catat volume EDTA yang terpakai.
Perhitungan :
mg/ L Ca = mg EDTA x faktor EDTA x 10000 / mL sampel
KESADAHAN Mg
Perhitungan :
mg/L Mg = (kesadahan total kesadahan Ca) x 0,24
10. SEDIMEN
a. Klorofil a Sedimen
Sampel sedimen (top soil) diambil 5 g, kemudian dilarutkan dengan 10
ml aceton 90%, dihomogenkan dengan menggunakan blender selama 2 menit
dalam ruangan yang sedikit cahaya. Sedimen dan larutan aceton disimpan

selama satu malam pada suhu 40C. Suspensi diambil, dimasukkan dalam
tabung reaksi, disentrifuse dengan kecepatan rendah selama 5 menit, kemudian
dilihat kerapatan optiknya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 665
nm.Penghitungan kandungan klorofil sedimen dilakukan dengan menggunakan
rumus(Vollenweider et al., 1974) :
g chlorofil a per sampel = 11,9 . D665 . v/l
D665 = kerapatan optik pada panjang gelombang 665 nm
V = volume akhir aceton (ml)
l = panjang sel spektrofotometer (1 cm)
b. Bahan organik
Sampel sedimen diambil dari tambak kemudian dikeringkan selama 12
jamdengan oven pada suhu 60 C. Sampel diambil dari tempat oven dan
ditimbangsebanyak 10 gram. Berat sampel sedimen yang didapatkan ini sebagai berat
awal(Wo).

Sampel

yang

telah

ditimbang

ini

selanjutnya

diproses

dalam

tanur pengabuan (muffel furnace) dengan temperatur 550oC selama 4 jam. Setelah
4 jam sediemen yang ada dalam muffel furnace diambil dan ditimbang (Wt).
Bahan organik yang hilang selama pengabuan (loss on ignation) diketahui sebagai
bahan organik

total

yang

dinyatakan

dalam

persen

dengan

menggunakan

persamaan Allen et al. (1976), yaitu sebagai berikut :


Wo Wt
Li =

------------ x 100%
Wo

Dimana :
Li = loss on ignation (%)
Wo = berat awal (gram)
Wt = berat akhir (gram)
11. NUTRIEN
1. Nitrogen
Sampel air sebanyak 10 ml disaring dengan kertas saring, kemudian ditambah
bufer nitrat 0,4 ml. Sampel air ditambah dengan larutan pereduksi sebanyak 0,2 ml
(larutan hidrazin sulfate dan kupri sulfat dengan perbandingan 1:1), kemudian
dibiarkan selama satu malam. Keesokan harinya larutan ditambah dengan larutan
aceton 0,4ml kemudian dicampur dengan baik dan ditambahkan larutan sulfanilamide

0,2ml kemudian dicampur dengan baik, setelah itu larutan sampel ditambahkan
larutan nepthylenediamine 0,2ml kemudian dicampur dengan baik. Setelah 15 menit,
dilihat hasilnya pada pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543
nm (APHA, 1992).
2. Fosfor
Sampel air sebanyak 10 ml disaring kemudian memasukkannya ke dalam
erlenmeyer. Sampel air ditambahkan combined reagent masing-masing 1,6 ml, yang
terdiri dari campuran : H2SO4 5N (10ml), potasium antymonil tartrat/PAT (1ml),
Amonium molibdat (3ml), dan ascorbic acid (6 ml), kemudian larutan didiamkan
selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengamatan kerapatan optik pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 880nm (APHA, 1992).
12. SULFUR
Pertama-tama air sampel diambil sebanyak 25 ml kemudian ditambahkan
BaCl2 sebanyak satu sudip. Dilakukan hal yang sama pada larutan blando dan larutan
standar 1 ppm. Kemudian dilakukan pengukuran pada spectrometer dengan panjang
gelombang sulfat. Setelah semuanya selesai diukur, dimasukkan ke dalam rumus dan
dihitung.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Parameter kimia dari kualitas air dapat dibedakan menjadi beberapa parameter yang
memiliki perbedaan satu sama lain ataupun adakalanya saling keterkaitan antara yang satu
dengan yang lainnya.
Beberapa parameter kimia yang telah dibahas adalah salinitas, pH, alkalinitas, DO,
CO2, nutrien, sulfur, chlorin, copper, sedimen, dan lain-lain.
3.2. Saran
Dalam setiap pembuatan makalah ataupun paper sebaiknya memperhatikan dari setiap
informasi yang telah tulis. Dan seharusnya masing-masing mahasiswa dapat
memahaminya.

DAFTAR PUSTAKA

Almeida,

S.F.P. 2001.

Use

of

Diatom

for

Freshwater

Quality

Evaluation

in

Portugal. Limnetica, 20(2) : 205-213. Asociation Espanola de Limnologia, Madrid,


Spain
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Department of Fisheries and Allied
Aquacultures. Auburn University, Alabama, USA
Basmi, J. 1999. Planktonologi : Chrysophyta-Diatom Penuntun Identifikasi.
Barbour, M.T., Gerritsen, J., Snyder, B.D., Stribling, J.B. 1999. Rapid Bioassessment
Protocols for se in Stream and Wadeable Rivers : Periphyton, Benthic
Macroinvertebrates

and

Fish,

Second

Edition.

EPA 841-B-99-002.

U.S.

Environmental Protection Agency ; Office of Water; Washington D.C.


Ghosal, S. Rogers, M. and Wray, A. 2000. Turbulent Life of Phytoplankton. Proceeding of
The Summer Program 2000, Centre for Turbulence Research, pp. 1-45.
Harding, W.R., Archibald C.M., Taylorb, J.C. 2005. The Relevance of Diatom for Water
Quality Assessment in South Africa : A position paper. Water SA, 31 (1), January.
Sukran, D., Nurhayat, D., Didem, Elmaci. 2006. Relationships Among Epipelic Diatom Taxa,
Bacterial Abundances and Water Quality in a Highly Polluted Stream Catchment,
Bursa Turkey. Environmental Monitoring and Assessment, 112 ( 1-3) : 1-22.
Wasielesky, W, Bianchini, A, Sanchez, C.C, Poersch, L.H. 2003. The effect of Temperature,
Salinity and Nitrogen Products on Food Consumtion of Pink Fartantepenaeus
paulensis. Brazilian Archives of Biology and Technology. 46 : 135-141

Anda mungkin juga menyukai