24030111120005
Bayu Rusdianto
24030113130005
Ulfa Khairunisa
24030113120021
24030113120056
24030113130073
24030113140087
24030113140098
Nurul Faiqoh
24030111120002
JURUSAN KIMIA
BAB I
PENDAHULUAN
awal abad ke 20 para ahli mulai melakukan penelitian dan studi tentang biota perairan,
baik mengenai individu maupun struktur komunitas (Basmi, 2000). Pengukuran secara
kualitatif maupun kuantitatif atas biota yang menghuni suatu perairan dapat menjelaskan
kondisi kualitas air perairan tersebut. Hal ini dikarenakan faktor fisika-kimia air
berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota yang ada di dalamnya.
Salah satu jenis biota yang sering digunakan untuk keperluan analisis kualitas air
adalah plankton, yang terdiri dari dua kelompok, yaitu fitoplankton dan zooplankton.
Fitoplankton merupakan microalgae yang hidup bebas di kolom air (free living algae) dan
berfungsi sebagai sumber oksigen terlarut, pakan alami, serta shading. Fitoplankton
merupakan produsen primer di perairan karena kemampuannya melakukan proses
fotosintesis yang menghasilkan bahan organik dan oksigen (Ghosal at al., 2000).
Pemanfaatan plankton sebagai indikator kualitas air telah mengalami perkembangan yang
pesat, baik dari metode pengambilan sampling maupun analisis data. Karena hidup di
kolom air, plankton hanya dapat menggambarkan kondisi kualitas air di zona tersebut
yang merupakan habitat ikan pada umumnya.
Novotny dan Olem, 1994 (dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa sebagian besar
biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai
pH sangat mempengruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berahir jika pH rendah. Sedangkan menurut Haslam, 1995 (dalam Effendi, 2003)
menambahkan bahwa pada pH 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat
mentoleir terhadap pH rendah.
Kelarutan oksigen dalam air tergantung dai suhu air. Kelarutan oksigen dalam air akan
berkurang dari 14,74 mg/L pada suhu 0 C menjadi 7,03mg/L pada suhu 355C. Dengan
kenaikan suhu air terjadi pula penurunan kelarutan oksigen yang disertai dengan naiknya
kecepatan pernafasan organisme perairan, sehingga sering menyebabkan terjadinya
kenaikan kebutuhan oksigen yang disertai dengan turunnya kelarutan gas-gas lain
didalam air.
Peningkatan suhu sebesar 15 C meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10.
Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi kadaroksigen
terlarut hingga mencapai no. (Brown dalam Effendi, 2003).
Kasry (1995) mengemukakan bahwa tingginya tingkat CO2 bebas dalam air
dihasilkan dari proses perombakan bahan organik dan mikroba. Kadar karbondioksida
bebas yang dikehendaki tidak lebih dari 12 mg/L dan kandungan terendah adalah 2 mg/L.
Kandungan CO2 bebas diperairan tidak lebih dari 25mg/L dengan catatan kadar O2
terlarut cukup tinggi.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapt menyebabkan gangguan
status kesehatan untuk jangka panjang. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara
lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Pada dasarnya, suhu rendah
memungkinkan air mengandung O2 lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres
pernafasan pada ikan berupa penurunan laju pernafasan dan denyut jantung sehingga
dapat berlanjut dengan pingsannya ika-ikan akibat kurangnya O2. (Irianto, 2005)
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara
melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis.
Selanjutnya alir kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan air ke atmosfer
dan melalui kegiatan respirasi dari organisme. (Barus, 2003)
Sumber karbon utama dibumi adalah atmosfer dan perairan terutama laut. Laut
mengandung CO2 lima puluh kali banyak dari karbon di atmosfer. Perpindahan karbon
dari atmosfer ke laut terjadi melaui proses difusi. (Effendi, 2003).
1.2. Rumusan Masalah
Menjelaskan pengaruh parameter kimia kualitas air serta menjelaskan bagaimana cara
penentuan dari masing-masing parameter kimia tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen
lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu fisika (suhu,
kekruhan, padatan suspensi dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,
dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya)
(Effendi, 2003)
Manajemen kualitas air mempunyai peran yang sangat penting pada keberhasilan
budidaya perikanan. Ikan merupakan salah satu biota perairan yang sangat peka terhadap
perubahan kualitas lingkungan perairan (Asmawi, 1984). Air, sebagai media hidup ikan,
berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air menentukan
keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem tambak, baik terhadap
kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun ekosistem tambak
tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat menyebabkan kegagalan budidaya,
sebaliknya kualitas air yang optimal dapat mendukung pertumbuhan dan kelulushidupan
ikan.
2.1. Parameter kimia
Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan yang lain
mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan. Komposisi
dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air. Dengan demikian
apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas yang telah ditentukan dapat segera
dikendalikan. Parameter-parameter kimia yang digunakan untuk menganalisis air, antara
lain :
1. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup
untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.Disamping itu, oksigen
juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan
tersebut(Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari
beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan
udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan bahwa
kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan
berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar
oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara
bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan
terjadi penurunan kadar oksigen terlarut,karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organism terhadap oksigen
relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan
oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih sedikit apabila dibandingkan
dengan ikan pada saat bergerak atau memisah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat
menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap
perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978). Kandungan oksigen
terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar
oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigenterlarut minimum ini sudah
cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968).Idealnya, kandungan
oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan
sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970). KLH menetapkan
bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari
dan biota laut(Anonimous, 2004).
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan,
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik
dan anorganik.Selain itu, oksigen juga menentukan biologis yang dilakukan oleh
organisme aerobic atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah
untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah
nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi
anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia
menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas.Karena proses oksidasi dan
reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu
mengurangi beban pencemaran padaperairan secara alami maupun secara
perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan
rumah
tangga.Sebagaimana
diketahui
bahwa
oksigen
berperan
sebagai
pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih
sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme,
sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain
yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air
buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih
dahulu diperkaya kadar oksigennya.
Analisis oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut dapat dianalisis atau ditentukan dengan cara, yaitu :
1. Metoda titrasi dengan cara WINKLER
Metoda titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl 2
dan Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2 Dengan .menambahkan H2SO4
atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan
membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium
yangdibebaskan ini selanjutnya dititrasi denganlarutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
2. Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut denganmetoda elektrokimia adalah cara
langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip
kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda
yang direndam dalarn larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya
menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan,
elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable
terhadap oksigen.
Aliran reaksi yang terjadi dari aliran oksigen pada katoda.Difusi oksigen dari
sampel
ke
elektrodaberbanding
lurus
terhadap
konsentrasi
yangtepat.
dan
Dengan
mengikuti
standarisasitiosulfat
secara
prosedur
analitis,
penimbangan
akan
diperoleh
digital,
peranan
kalibrasi
alat
sangatmenentukan
akurasinya
hasil
tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri
aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur
oksigen terlarut dan mengurangi gas yang terlarut, sehingga sampel mendekati
kejenuhan
oksigen
terlarut.
Dengancara
pengenceran
pengukuran
BOD
pH
.
1
Ikan
Mati
3
4
5
2 3 4 5
Tumbu
Budidaya
Alkalinita
s
SO42-
12 1
H2CO3-,
-
pH
10
1
untuk Ikan mati
Ideal
h
Asam kuat Fe, Al, H2CO3,
Chlorin
Lambat
Cl
2
OC
HOCl
1
2 3 4 5
CO32+ OH-
CO2 bebas
H2PO4- & HPO4290 50 9
1
0. 6. 41.
7
suhu 28oC
10
12 1
1
3 4
Umumnya pH air kolam rendah pada pagi hari (CO 2 tinggi) dan meningkat pada sore
hari. Lebih-lebih lagi bila alkalinitasnya rendah (daya penyangga kurang)
3. ALKALINITAS
Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
menurunkan pH larutan. Alkalinitas merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman.
Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan dalam mg/l CaCO3. Penyusun utama
alkalinitas adalah anion bikarbonat (HC03 -), karbonat (CO3 2- ), hidroksida (OH-) dan
juga ion-ion yang jumlahnya kecil seperti borat (BO3 -), fosfat (P04 3-), silikat (SiO4 4-)
dan sebagainya (boyd, 1990).
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang mampu
menetralisir kemasamaan dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai
besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion bikarbonat, dan sampai
tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air.
Kapasitas pembufferan
Alam diberkahi dengan mekanisme pertahanan sedemikian rupa sehingga dapat
bertahan terhadap berbagai perubahan, begitu juga dengan pH air. Mekanisme pertahanan
pH terhadap berbagai perubahan dikenal dengan istilah kapasitas pem-buffer-an
pH. Pertahanan pH air terhadap perubahan dilakukan melalui alkalinitas dengan proses
sebagai berikut:
CO2 + H2O <==> H2CO3 <==> H+ + HCO3- <==> CO32- + 2H+
CO3 (karbonat) dalam mekanisme di atas melambangkan alkalinitas air, sedangkan
H(+) merupakan sumber kemasaman. Reaksi tersebut merupakan reaksi bolak-balik,
artinya reaksi bisa berjalan ke arah kanan (menghasilkan H+) atau ke arah kiri
(menghasilkan CO2). Oleh karena itu, apabila seseorang mencoba menurunkan pH dengan
memberikan "asam-asaman" artinya menambahkan H+ saja maka (seperti ditunjukan
mekanisme di atas). H+ tersebut akan segera diikat oleh CO3dan reaksi bergerak ke kiri
menghasilkan CO2, (CO2 ini akhirnya bisa lolos ke udara). Pada saat asam baru
ditambahkan, pH akan terukur rendah, tapi setelah beberapa waktu kemudian, ketika
reaksi mulai bergerak ke kiri, pH akan kembali bergerak ke angka semula. Itulah hukum
alam, dan karena itu pulalah kita masih bisa menemukan ikan di alam sampai saat
sekarang.
Dengan demikian penurunan pH tidak akan efektif kalau hanya dilakukan dengan
penambahan asam saja.
menurunkan
Selisih satu satuan angka pH itu menunjukkan perbedaan kosentrasinya adalah 10 kali
lipat. Dengan demikian, apabila selisih angkanya 2 maka perbedaan konsentrasinya
adalah 10 x 10 = 100 kali lipat. Sebagai contoh pH 5 menunjukkan konsentrasi ion H
sebanyak 0,00001 atau 1/100000 (seper seratus ribu) sedangkan pH 6 = 0,000001 atau
1/1000000 (seper sejuta). Jika ingin menurunkan pH dari 6 ke 5 berarti kepekatan iob
H+ harus ditingkatkan menjadi 10 kali lipat. Seandainya dimisalkan pH itu gula maka
untuk menurunkan pH dari 6 menjadi pH 5, berarti larutan tersebut harus dibuat 10 kali
lebih manis dari pada sebelumnya.
Tidak semua mahluk hidup dapat bertahan hidup terhadap perubahan nilai pH, untuk
itu alam telah menyediakan mekanisma yang unik agar perubahan tidak terjadi atau terjadi
secara perlahan. Sistem pertahanan seperti ini yang sering disebut dengan kapasitas pembuffer-an.
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH dapat mengontrol bentuk
dan laju kecepatan reaksi berbagai bahan kimia di dalam air. Beraneka jenis organisme
perairan seperti ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya dapat hidup pada selang pH
tertentu. Mengetahui nilai pH suatu perairan sangat penting apakah air tersebut sesuai atau
tidak untuk menunjang kehidupan organisme akuatik tersebut.
Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7
menunjukkan lingkungan yang basa (alkalin). Sedangkan nilai
pH = 7 disebut
sebagai netral. Fluktuasi pH suatu perairan sangat ditentukan oleh alkalinitas perairan
tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan pHnya ke nilai semula, dari setiap "gangguan" terhadap pengubahan pH. Dengan demikian
kunci dari penurunan pH terletak pada penanganan alkalinitas dan tingkat kesadahan air.
Apabila hal ini telah dikuasai maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.
Seperti disebutkan sebelumnya, pengananan atau pengubahan nilai pH akan lebih
efektif apabila alkalinitas ditanganai terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa cara
pangananan pH, yang kalau diperhatikan lebih jauh, cenderung mengarah pada
penanganan kesadahan atau alkalinitas.
Untuk menurunkan pH, pertama kali harus dilakukan pengukuran KH. Apabila nilai
KH terlalu tinggi (12 atau lebih) maka KH tersebut perlu diturunkan terlebih dahulu, yang
biasanya secara otomatis akan diikuti oleh menurunnya nilai pH. Apabila nilia pH terlalu
tinggi (lebih dari 8) sedangkan KH tergolong bagus (6 - 12) maka hal ini merupakan
petunjuk terjadinya proses keseimbangan yang buruk. Penurunan pH dapat dilakukan
dengan melalukan air melewati gambut (peat), biasanya menggunakan peat moss (gambut
yang berasal dari moss) atau dapat juga dilakukan dengan mengganti sebagaian air dengan
air yang berkesadahan rendah, air hujan atau air yang direbus, air bebas ion, atau air suling
(air destilasi). Selain itu, juga dapat dilakukan dengan menambahkan bogwood kedalam
akuairum. Bogwood adalah semacam kayu yang dapat memliki kemampuan menjerap
kesadahan atau sama fungsinya seperti daun ketapang, kayu pohon asam dan sejenisnya.
Sedangkan untuk meningkatkan pH dapat dilakukan dengan memberikan aerasi yang
intensif, melewatkan air melalui pecahan koral, pecahan kulit kerang atau potongan batu
kapur. Atau dengan menambahkan dekorasi berbahan dasar kapur seperti tufa atau pasir
koral atau dengan melakukan penggantian air.
Peranan penting alkalinitas dalam tambak udang antara lain menekan fluktuasi pH
pagi dan siang dan penentu kesuburan alami perairan. Tambak dengan alkalinitas tinggi
akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tambak
dengan nilai alkalinitas rendah (Boyd, 2002). Menurut Davis et al. (2004), penambahan
kapur dapat meningkatkan nilai alkalinitas terutama tambak dengan nilai total alkalinitas
dibawah 75 ppm.
4.
fauna (ikan, zooplankton dan sebagainya) serta flora pada malam hari (phytoplankton dan
tumbuhan air lainnya). Kadar CO2 lebih tinggi dari 10 ppm diketahui menunjukkan
bersifat racun bagi ikan, beberapa bukti menunjukkan bahwa karbon dioksida berfungsi
sebagai anestesi bagi ikan. Kadar karbon dioksida yang tinggi, juga menunjukkan
lingkungan air yang bersifat asam walaupun karbon dioksida juga diperlukan untuk proses
pem-buffer-an .
Apabila pH dalam suatu perairan atau wadah dapat dikendalikan, terutama oleh sistem
pem-buffer-an karbonat, maka hubungan pH, KH dan CO2 terlarut menunjukkan hubungan
yang tetap. Dengan demikian, salah satu dari parameter tersebut dapat diatur dengan
mengatur parameter yang lain. Sebagai contoh nilai pH dapat diatur dengan mangatur KH
atau kadar CO2. Suatu sistem CO2 injektor misalnya, dapat digunakan untuk mengatur pH
dengan cara mengatur injeksi CO2sedemikian rupa apabila nilai pH nya mencapai nilai
tertentu. Dalam hal ini KH dibuat tetap. CO2 digunakan oleh tanaman atau terdifusi ke
atmosfer, akibatnya pH naik. Dengan sistem otomatis seperti disebutkan sebelumnya
maka sistem injeksi CO2 akan berjalan sedemikian rupa di sekitar nilai pH tertentu, untuk
menjaga kadar CO2 yang memadai. Secara umum dapat dikatakan bahwa CO 2 terlarut
dalam air dengan kepadatan sedang akan berada pada selang 1-3 ppm. Untuk akuarium
tanaman pH = 6,9, KH = 4 dan CO2 = 15 ppm merupakan nilai yang ideal.
Secara ringkas alkalinitas juga merupakan kumpulan anion di dalam air yang
menggambarkan kapasitas air sebagai buffer. Satuan alkalinitas dalam mg/l yang
dinyatakan ekivalen dengan CaCO3. Semakin sadah air maka akan semakin baik
kolam/tambak tersebut untuk pemeliharaan ikan. Nilai kesadahan optimal untuk udang
120 mg/L. Peningkatan kandungan CO2 di dalam air kolam/tambak dapat menyebabkan
kematian ikan karena CO2 yang tinggi adalah racun bagi ikan.
Sedangkan peningkatan kandungan CO2 bebas dalam air kolam/tambak budidaya
perikanan akan dapat menurunkan nilai pH air. Artinya semakin tinggi CO 2maka akan
semakin tinggi keasamannya dan pH semakin rendah menyebabkan alkalinitasnya
semakin rendah. Jadi CO2 sangat erat kaitannya dengan pH maupun alkalinitas air.
5.
KESADAHAN (HARDNESS)
Kesadahan
air merupakan
dalam
di
dalam
air,
sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air
lunak merupakan air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan
magnesium, penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garamgaram bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air
dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak, sedangkan
pada air sadah, sabun tidak menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit busa. Cara yang
lebih
kompleks
adalah
melalui titrasi.
Kesadahan
air
total
dinyatakan
dalam
merupakan petunjuk yang penting dalam hubungannya dengan usaha untuk memanipulasi
nilai pH.
Secara lebih rinci kesadahan dibagi dalam dua tipe, yaitu: (1) kesadahan umum
("general hardness" atau GH) dan (2) kesadahan karbonat ("carbonate hardness" atau KH).
Disamping dua tipe kesadahan tersebut, dikenal pula tipe kesadahan yang lain yaitu yang
disebut sebagai
penjumlahan dari GH dan KH. Penggunaan paramater kesadahan total sering sekali
membingungkan, oleh karena itu, sebaiknya penggunaan parameter ini dihindarkan.
Kesadahan umum atau "General Hardness" (GH) merupakan ukuran yang
menunjukkan jumlah ion kalsium (Ca2+) dan ion magnesium (Mg2+) dalam air. Ion-ion lain
sebenarnya ikut pula mempengaruhi nilai GH, akan tetapi pengaruhnya diketahui sangat
kecil dan relatif sulit diukur sehingga diabaikan. GH pada umumnya dinyatakan dalam
satuan ppm kalsium karbonat (CaCO3), tingkat kekerasan (dH), atau dengan menggunakan
konsentrasi molar CaCO3. Satu satuan kesadahan Jerman atau dH sama dengan 10 mg
CaO (kalsium oksida) per liter air. Di Amerika, kesadahan pada umumnya menggunakan
satuan ppm CaCO3, dengan demikian satu satuan Jerman (dH) dapat diekspresikan sebagai
17,8 ppm CaCO3. Sedangkan satuan konsentrasi molar dari 1 mili ekuivalen = 2,8 dH =
50 ppm. Perlu diperhatikan bahwa kebanyakan teskit pengukur kesadahan menggunakan
satuan CaCO3. Untuk lebih jelasnya bacalah petunjuk pembacaan pada teskit yang anda
miliki untuk mengetahui dengan pasti satuan pengukuran yang digunakan, untuk
menghindari terjadinya kesalahan pembacaan. Berikut ini kriteria selang kesadahan yang
umum dipakai :
Tabel 2. kriteria selang kesadahan
Kriteria kesadahan
Sangat rendah (sangat lunak)
Rendah (lunak)
Sedang
Agak tinggi (agak keras)
Tinggi (keras)
Dalam kaitannya dengan proses biologi, GH lebih penting peranananya dibandingkan
dengan KH ataupun kesadahan total. Apabila ikan atau tanaman dikatakan memerlukan
air dengan kesadahan tinggi (keras) atau rendah (lunak), hal ini pada dasarnya mengacu
kepada GH. Ketidaksesuaian GH akan mempengaruhi transfer hara/gizi dan hasil sekresi
melalui membran dan dapat mempengaruhi kesuburan, fungsi organ dalam (seperti
ginjal), dan pertumbuhan. Setiap jenis ikan memerlukan kisaran kesadahan (GH)
tertentu untuk hidupnya. Pada umumnya, hampir semua jenis ikan dan tanaman dapat
beradaptasi dengan kondisi GH lokal. Meskipun demikian, tidak demikian halnya dengan
proses pemijahan. Pemijahan bisa gagal apabila dilakukan pada nilai GH yang tidak
tepat.
Apabila nilai GH terlalu rendah bagi suatu jenis ikan, ia dapat dinaikan dengan
menambahkan kalsium sulfat, magnesium sulfat, atau kalsium karbonat. Akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa penambahan garam-garam tersebut membawa dampak lain yang perlu
medapat perhatian. Pemberaian garam sulfat akan memberikan tambahan sulfat kedalam
air, sehingga perlu dilakukan dengan hati-hati. Sedangkan penambahan garam karbonat
akan menyumbangkan ion karbonat kedalam air sehingga akan menaikkan KH. Untuk
mendapat kondisi yang diinginkan perlu dilakukan manipulasi dengan kombinasi
pemberian yang sesuai. Penurunan nilai GH dapat dilakukan dengan perlakuan-perlakuan
yang mampu menghilangkan kadar kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dari dalam air.
Kesadahan karbonat atau KH merupakan besaran yang menunjukkan kandungan ion
bikarbonat (HCO3-) dan karbonat (CO32-) di dalam air. Dalam air tawar, pada kisaran pH
netral, ion bikarbonat lebih dominan, sedangkan pada air laut, ion karbonat lebih
berperan. KH sering disebut sebagai alkalinitas yaitu suatu ekspresi dari kemampuan air
untuk mengikat kemasaman (ion-ion yang mampu mengikat H +). Oleh karena itu, dalam
sistem air tawar, istilah kesadahan karbonat, pengikat kemasaman, kapasitas pem-bufferan
asam, dan alkalinitas sering digunakan untuk menunjukkan hal yang sama. Dalam
hubungannya dengan kemampuan air mengikat kemasaman, KH berperan sebagai agen
pem-buffer-an yang berfungsi untuk menjaga kestabilan pH. KH pada umumnya sering
dinyatakan sebagai derajat kekerasan dan diekspresikan dalam CaCO3 seperti halnya GH.
Kesadahan karbonat dapat diturunkan dengan merebus air yang bersangkutan, atau
dengan melalukan air melewati gambut. Perlakuan perebusan air tentu saja tidak praktis,
kecuali untuk wadah air ukuran kecil. Untuk menaikkan kesadahan karbonat dapat
dilakukan dengan menambahkan natrium bikarbonat (soda kue), atau kalsium
karbonat. Penambahan kalsium karbonat akan menaikan sekaligus baik KH maupun GH
dengan proporsi yang sama.
Pemberian soda kue (NaHCO3) sebanyak satu sendok teh (sekitar 6 gram) pada air
sebanyak 50 liter akan meningkatkan KH sebanyak 4 satuan tanpa disertai dengan
kenaikan nilai GH. Sedangkan pemberian satu sendok teh kalsium karbonat (CaCO 3)
(sekitar 4 gram) pada air sebanyak 50 liter akan menyebabkan kenaikan KH dan GH
secara bersama-sama, masing-masing sebanyak 4 satuan. Berpatokan pada hal ini, maka
pemberian secara kombinasi antara soda kue dan kalsium karbonat akan dapat
menghasilkan nilai KH dan GH yang diinginkan.
Mengingat pengukuran bahan kimia dalam jumlah sedikit relatif sulit dilakukan,
khususnya di rumah, maka sebaiknya gunakanlah test kit untuk memastikan nilai KH dan
GH yang telah dicapai. Pembuferan karbonat diketahui efektif pada rasio 1:100 sampai
100:1. Hal ini akan memberikan pH efektif pada selang 4,37 sampai dengan 8,37. Selang
angka ini secara kebetulan merupakan selang pH bagi hampir semua mahluk hidup
akuatik. Apabila ion bikarbonat ditambahkan, rasio basa terhadap asam akan meningkat,
akibatnya pH pun meningkat. Laju peningkatan pH ini akan ditentukan oleh nilai pH
awal. Sebagai contoh, kebutuhan jumlah ion karbonat yang perlu ditambahkan untuk
meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak apabila pH awalnya adalah 6,3,
dibandingkan apabila hal yang sama dilakukan pada pH 7,5.
Kanaikan pH yang terjadi pada saat KH ditambahkan akan diimbangi oleh kadar
CO2 terlarut dalam air. CO2 di dalam air akan membentuk sejumlah kecil asam karbonat
dan bikarbonat yang selanjutkan akan cenderung menurunkan pH. Mekanisme ini
setidaknya dapat memberikan gambaran cara mengatur dan menyiasati pH dalam air agar
dapat memenuhi kriteria yang diinginkan.
Apabila air anda terlalu keras untuk ikan atau tanaman, air tersebut dapat
dilunakan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan kesadahan. Yang paling
baik adalah dengan menggunakan reverse osmosis (RO) atau deioniser (DI). Celakanya
metode ini termasuk dalam metode yang mahal. Hasil reverse osmosismemiliki kesadahan
= 0, oleh karena itu air ini perlu dicampur dengan air keran sedemikian rupa sehingga
mencapai nilai kesadahan yang diperlukan.
Resin pelunak air komersial dapat digunakan dalam skala kecil, meskipun demikian
tidak efektif digunakan untuk skala besar. Produk-produk komersial pengolah air untuk
keperluan rumah tangga pada umumnya tidak cocok digunakan, karena mereka sering
menggunakan prinsip pertukaran kation dalam prosesnya. Dalam prosoes ini natrium (Na)
pada umumnya digunakan sebagai ion penukar, sehingga pada akhirnya natrium akan
berakumulasi pada hasil air hasil olahan. Kelebihan natrium (Na) dalam air akuarium
merupakan hal yang tidak dikehendaki.
Pengenceran dengan menggunakan air destilasi dapat juga dilakukan untuk
menurunkan kesadahan. Penurunan secara alamiah dapat pula dilakukan dengan
menggunakan jasa asam-asam organik (humik/fulvik), asam ini berfungsi persis seperti
halnya yang terjadi pada proses deionisasi yaitu dengan menangkap ion-ion dari air pada
gugus-gusus karbonil yang terdapat pada asam organik (tanian). Beberapa media yang
banyak mengandung asam-asam organik ini di antaranya adalah gambut yang berasal
dari spagnum (peat moss), daun ketapang, kulit pohon oak, dan lain-lain. Proses dengan
gambut dan bahan organik lain biasanya akan menghasilkan warna air kecoklatan seperti
air teh. Sebelum gambut digunakan dianjurkan untuk direbus terlebih dahulu, agar
organisme-organisme yang tidak dikehendaki hilang. Menurunkan kesadahan dapat pula
dilakukan dengan menanam tanaman "duck weed" atau Egeria densa. Untuk
meningkatkan kesadahan bisa dilakukan dengan memberikan dekorasi berbahan dasar
kapur, seperti tufa atau pasir koral. Atau dengan melalukan air melewati pecahan marble
(batu marmer) atau bahan berkapur lainnya.
Kesadahan Total (dalam air tawar) merupakan istilah yang digunakan untuk
meggambarkan proporsi ion Magnesium dan Calcium. Parameter ini diukur untuk
membuat kondisi kolam/tambak seperti lingkungan alaminya. Untuk air tawar, total
kesadahan harus terletak di antara 5-20o sementara untuk nilai yang idealnya adalah lebih
tinggi. Kesadahan hampir tidak berhubungan langsung dengan ikan budidaya yang
dipelihara baik di kolam maupun dalam tambak, namun hardness sangat mempengaruhi
adanya unsur-unsur hara yang diperlukan oleh fitoplankton sebagai produser primer.
Misalnya kelarutan posfat. Posfat akan tersedia/terlarut di dalam air apabila kesadahannya
di atas 20 ppm. Berdasarkan besarnya kandungan ion Ca 2+ataupun ion Mg2+, maka
dikenal :
- Air lunak
0-75 ppm
- Air medium
75-150 ppm
- Air keras
150-300 ppm
Carbonate Hardness (dalam air tawar dan laut). Carbonate Hardness merupakan
bagian dari kesadahan. Parameter ini memainkan peranan penting di dalam kestabilan pH,
yang sangat menentukan ekologi air. Variasi pH pada siang dan malam hari sangat
dipengaruhi parameter ini. Carbonate Hardness 3-150 d cocok bagi sebagian besar ikan air
tawar sementara di air laut nilai optimalnya terletak pada wilayah 7120 d.
6.
7. SEDIMEN
Managemen dasar tambak atau sedimen masih kurang diperhatikan jika dibandingkan
dengan managemen kualitas air tambak budidaya. Banyak bukti yang mengindikasikan
adanya pengaruh yang kuat pertukaran nutrien antara sedimen dengan air terhadap kualitas
air (Boyd, 2002).
Oxidized layer merupakan lapisan sedimen yang berada paling atas yang mengandung
oksigen. Lapisan ini sangat bermanfaat dan harus dipelihara keberadaannya selama siklus
budidaya (Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi dekomposisi aerobik yang
menghasilkan antara lain : CO2, air, amonia, dan nutrien yang lainnya. Pada sedimen
anaerobik, beberapa mikroorganisme menguraikan material organik dengan reaksi
fermentasi yang menghasilkan alkohol, keton, aldehida, dan senyawa organik lainnya
sebagai hasil metabolisme. Menurut Blackburn (1987) dalam Boyd (2002), beberapa
mikroorganisme anaerobik dapat memanfaatkan O2 dari nitrat, nitrit,ferro, sulfat, dan
karbon dioksida untuk menguraikan bahan organik dengan mengeluarkan gas nitrogen,
amonia, H2S, dan metan sebagai hasil metabolisme.
Beberapa produk metabolisme, khususnya H2S, nitrit, dan amonia berpotensi toksik
terhadap ikan atau udang. Lapisan oksigen yang ada pada permukaan sedimen dapat
mencegah difusi sebagian besar senyawa beracun menjadi bentuk yang tidak beracun
melalui proses kimiawi dan biologi ketika melalui permukaan yang beroksigen. Nitrit
diokdidasi menjadi nitrat, ferro dioksidasi menjadi ferri, dan H2S menjadi sulfat (Boyd,
2004c). Selanjutnya dikatakan bahwa kehilangan oksigen pada sedimen dapat disebabkan
oleh akumulasi bahan organik yang tinggi sehingga oksigen terlarut terpakai sebelum
mencapai permukaan tanah. Tingkat pemberian pakan yang tinggi dan blooming plankton
dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut.
8. NUTRIEN
Dua nutrien yang paling penting di tambak adalah nitrogen dan fosfor, karena kedua
nutrien tersebut keberadaannya terbatas dan dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton
(Boyd, 2000). Keberadaan kedua nutrien tersebut di tambak berasal dari pemupukan dan
pakan yang diberikan.
1. Nitrogen
Nitrogen biasanya diaplikasikan sebagai pupuk dalam bentuk urea atau amonium. Di
dalam air, urea secara cepat terhidrolisis menjadi amonium yang dapat langsung
dimanfaatkan oleh fitoplankton. Melalui rantai makanan, nitrogen pada fitoplankton akan
dikonversi menjadi nitrogen protein pada ikan. Sedangkan nitrogen dari pakan yang
diberikan pada ikan, hanya 20-40% yang dirubah menjadi protein ikan, sisanya tersuspensi
dalam air dan mengendap di dasar tambak (Boyd, 2002).
Nitrogen oksida adalah suatu radikal bebas (memiliki satu elektron yang belum
berpasangan) sehingga sangat reaktifObat antiangina nitrat organik sebagai vasodilator,
sekarang diketahui ternyata bekerja dengan melepaskan nitrogen oksida.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nitrogen oksida bukan saja hanya sebagai
vasodilator dan bronkhodilator tetapi juga berperan dalam sistim kekebalan dan sistim
saraf. Nitrogen oksida berfungsi sebagai messenger biologis yang penting dalam berbagai
fungsi biologis sebagai neurotransmitter, pembekuan darah, pengendalian tekanan darah,
dan pada kemampuan sistim imunitas untuk membunuh sel-sel tumor dan parasit
intraseluler. Tetapi produksi yang berlebihan pada kondisi tertentu dapat menimbulkan
keadaan patologi.
Biosintesis
Nitrogen oksida disintesis di dalam sel oleh enzim nitric oxide synthase(NOS).
Genom manusia dan tikus mengandung 3 gen yang menghasilkan tiga nitrogen oxide
synthase yang berbeda yakni (1) neuronal NOS atau nNOS ditemukan dalam neuron
(2) inducible NOS atau iNOS terdapat dalam makrofag (3) endothelial NOS atau eNOS
atau cNOS ditemukan dalam endotel yakni sel-sel yang terutama terdapat sepanjang lumen
pembuluh darah.
Metabolisme
Afinitas hemoglobin sangat tinggi terhadap nitrogen oksida (sekitar 3000 kali lebih
kuat dibanding dengan oksigen), sehingga gas nitrogen oksida dapat diberikan melalui
inhalasi, karena akan bergabung dengan hemoglobin sebelum bergabung dengan oksigen.
Dalam air dan plasma, nitrogen oksida dioksidasi menjadi nitrit, yang stabil selama
beberapa jam tetapi dalam darah, nitrit cepat berubah menjadi nitrat sehingga konsentrasi
nitrit dalam darah rendah sementara nitrat 100 kali lebih tinggi (30 mol per liter). Sintesis
nitrat endogen pada orang yang rendah asupan nitratnya meningkat pada diare dan demam
dan dua kali lipat selama latihan fisik. Konsentrasi nitrit dan nitrat meningkat dalam
plasma pasien dengan syok septik.
Nitrogen oksida juga cepat teroksidasi menjadi oksida nitrogen yang lebih tinggi dan
akan menyebabkan nitrosasi molekul-molekul yang mengandung gugus sulfhidril seperti
glutation, sistein dan albumin. Di samping itu, nitrogen oksida berinteraksi dengan protein
yang mengandung heme termasuk mioglobin, gugus prostetik dari guanylate cyclase yang
larut, dan enzim-enzim yang mengandung pusat ion besi-sulfur. Jadi, metabolisme
nitrogen oksida sangat rumit
Dalam sistim biologis nitrogen oksida cepat berubah menjadi nitrit dan nitrat, dan
reaksi ini dipicu oleh logam transisi termasuk besi. Hemoglobin menonaktifkan nitrogen
oksida dengan mengikatnya membentuk nitrosohaemoglobin, dan dengan mengubahnya
menjadi nitrat dan nitrit, akan menghasilkan methaemoglobin. Oleh karena itu darah
manusia secara normal mengandung methaemoglobin pada konsentrasi tidak melebihi 2%,
jika kadarnya meningkat menjadi 20% dapat mengganggu pengangkutan oksigen namun
masih dapat ditoleransi. Darah yang mengandung methaemoglobin yang tinggi disebut
methaemoglobinemi dengan gejala-gejala sianosis, sesak napas, mual dan muntah, dan
syok. Kematian dapat terjadi jika kadar methaemoglobin mencapai 70%
Ammonium penting untuk pertumbuhan fitoplankton, sebaliknya NH3 sangat racun
bagi ikan. Semakin tinggi pH konsentrasi ammonia akan meningkat. Sangat mudah
muncul dan berbahaya bagi ikan/udang yang dipelihara dalam kolam intensip. Setiap pH
naik satu digit, konsentrasi ammoniak akan naik hampir 10 kali lipat.Nitrogen merupakan
unsur hara yang mutlak diperlukan oleh fitoplankton. Karena keberadaannya dalam air
umumnya terbatas (merupakan limiting factor), maka unsur ini menjadi sangat penting
untuk dibahas. Nitrogen dalam air ada dalam bebagai bentuk mulai dari N yang bervalensi
N 3 sama N bervalensi +5.
Penyakit darah coklat (methemoglobin) : NO2- (akibat DO rendah) terikat oleh globin
darah methemoglobin. Bentuk-bentuk N yang langsung dimanfaatkan fitoplankton
adalah: N2, NO3-, dan NH4+.
Ammonia dalam air ada 2 bentuk, yaitu bentuk ion ammonium (NH 4+) dan bentuk gas
ammoniak (NH3). Kedua bentuk ammonia tersebut diukur sebagai total ammonia.
Ammonium terbentuk melalui penguraian produk protein dan hewani serta arus air
limbah yang mengandung Nitrogen serta iluvasi pupuk. Ammonium bebas bersifat racun
bagi ikan. Pada anak ikan, kerusakan yang parah muncul pada konsentrasi ammonium
mulai dari 0,2 mg/L. Pada ikan yang lebih besar, mulai dari 0,3 mg/L. Ikan kecil akan mati
apabila konsentrasinya 0,6 mg/L sementara yang lebih besar pada konsentrasi 1,2 mg/L.
Konsentrasi lebih dari 0,1 mg/L mempengaruhi pertumbuhan ikan.
Ammonium penting untuk pertumbuhan fitoplankton, sebaliknya NH3 sangat racun
bagi ikan. Semakin tinggi pH konsentrasi ammonia akan meningkat. Sangat mudah
muncul dan berbahaya bagi ikan/ udang yang dipelihara dalam kolam intensip.
menyimpan fosfat yang masuk keperairan dan selanjutnya menghasilan kondisi yang
mrusak keseimbangan ekologi.
Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi metabolisme sel tanaman.
Kehadiran fosfat diperairan juga tidak menimbulkan efek langsung yang yang merugikan
terhadap organisme perairan. Kandungan orthofosfat mempengaruhi tingkat kesuburan
perairan. Pada perairan alami, kandungan fosfat terlarut tidak lebih dari 0,01 ppm untuk
air tawar dan air laut 0.07 ppm, kecuali pada perairan penerima limbah rumah tangga dan
industri, serta limpahan air dari daerah pertanian yang umumnya mengalami pemupukan
fosfat. Dinitrifikasi senyawa nitrogen menyebabkan N tidak terakumulasi pada sediment.
Fosfat menyebabkan ledakan pertumbuhan alga jika terjadi peningkatan jumlah fosfat
diperairan terlebih lagi jika telah melewati ambang batas.
Unsur-unsur Nitrogen (N) dan Fosfor (P) adalah dua unsur penting dalam proses
metabolisme sel dan keberadaannya selalu menjadi patokan apakah unsur-unsur ini
merupakan faktor pembatas atau tidak. Rasio laju pengambilan unsur-unsur oleh
fitoplankton tersebut digambarkan dengan N/P rasio. Dengan menggunakan rasio ini dapat
dikatakan bahwa ketersediaan unsur nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3) harus 16 kali
lebih banyak dari unsur fosfor (PO4), rasio ini dinamakan Redfield Ratio. Bila terlihat
ratio N/P dibawah 16, maka unsur N menjadi unsur pembatas, sedangkan bila N/P rasio
lebih besar dari 16, maka unsur P merupakan unsur pembatas dari keberadaan
fitoplankton. Hal ini berdampak kepada kondisi biologi dari ekosistim seperti biomassa
fitoplankton, komposisi spesies yang kemungkinan besar terjadi dominansi jenis-jenis
tertentu dan juga pada dinamika jaring makanannya.
Merupakan unsur pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton. Bentuk P yang
dimanfaatkan langsung oleh tanaman adalah ion - ion orthofosfat (H2PO4-, HPO4- dan PO43
-
) sebagai hasil ionisasi dari asam posfat seperti diperlihatkan dalam reaksi berikut
H3PO4 <=====> H+ + H2PO4H2PO4- <=====> H+ + HPO42HPO42- <=====> H+ + PO43Fosfor yang ada yang ada dalam tambak budidaya berasal dari pupuk seperti
ammoniumfosfat dan calsiumfosfat serta dari pakan. Fosfor yang ada dalam pakan tidak
semua dikonversi menjadi daging ikan/udang. Menurut Boyd (2002), dua pertiga fosfor
dalam pakan terakumulasi di tanah dasar. Sebagian besar diikat oleh tanah dan sebagian
kecil larut dalam air. Fosfor dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam bentuk ortofosfat (PO4
3-) dan terakumulasi dalam tubuh ikan/udang melalui rantai makanan. Phosphat yang
tidak diserap oleh fitoplankton akan didikat oleh tanah. Kemampuan mengikat tanah
dipengaruhi oleh kandungan liat (clay) tanah. Semakin tinggi kandungan liat pada tanah,
semakin meningkat kemampuan tanah mengikat fosfat.
Phosphate (dalam air tawar dan laut) pemasukan Phosphate memiliki pengaruh
yang menentukan bagi pertumbuhan organisme, namun dalam jumlah besar dapat
menyebabkan pertumbuhan alga yang tidak diinginkan. Phospate umumnya berasal dari
detergen pembersih, kotoran atau agrikultur. Phytoplankton dapat berasimilasi dan
menyimpan Phospate yang memasuki perairan dan selanjutnya menghasilkan kondisi yang
merusak keseimbangan ekologi. Nilai Phosphate di badan air tawar adalah 0,01 mg/L dan
di air laut 0,07 mg/L. Peningkatan jumlah Phosphate menyebabkan ledakan pertumbuhan
alga.
9. SULFUR
Di alam sulfur banyak dijumpai sebagai sulfat. Merupakan sumber makanan bagi
bakteri anaerob. Bila direduksi oleh bakteri anaerob dapat menghasilkan H 2S yang sangat
racun bagi ikan. Semakin rendah pH, konsentrasi H 2S akan semakin meningkat. Setiap pH
turun satu digit, [H+] akan naik hampir 10 kali lipat. Jadi akan berbahaya bila pH rendah.
10. CHLORIN
Chlor dimasukkan kedalam air dapat dalam bentuk gas chlorin (Cl 2), sodium
hypochlorit (NaOCl) ataupun kalsium hypochlorite [Ca(OCl) 2] guna membersihkan air
ataupun tanki / bak air (sebagai desinfektanc). Bila gas chlor dimasukkan kedalam air,
maka akan terbentuk hydrochlorous dan asam chlorida.
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa pada pH = 7,48 [OCl] = [HOCl].
Keberadaan bentu-bentuk chlor tersebut sangat ditentukan oleh oleh pH. Pada pH rendah
(di bawah pH = 2) akan dijumpai Cl 2, semakin tinggi akan dijumpai HOCl kemudian OCl -.
Ketiga bentuk chlorine ini (Cl2, HOCl dan OCl-) disebut residu chlorine bebas (free
chlorine residual). Ketiga bentuk ini sangat racun bagi ikan. Daya racun Cl 2 diatas pH = 2
tidak nampak, karena Cl2 hanya ada pada pH dibawah 2, sedangkan keracunan chlor diatas
pH = 2 disebabkan oleh [HOCl] dan [OCl -]. Daya racun HOCl dibawah pH 7 hampir 100
kali lebih kuat dari daya racun OCl-. Semakin tinggi pH, keracunan chlorine disebabkan
oleh OCl- atau campuran HOCl dan chloramine, karena pada pH yang lebih tinggi terdapat
ammoniak, dan HOCl akan bereaksi dengan ammoniak membentuk chloramine
Daya racun chloramine lebih kecil dari daya racun HOCl, oleh karena itu untuk
membersihkan bak-bak/kolam yang pH airnya semakin tinggi akan dibutuhkan Cl 2ataupun
HOCl yang lebih banyak.
Bila air leading (yang biasanya yang mengandung chlorine) digunakan untuk mengisi
aquarium harus dibiarkan dulu beberapa jam/hari agar sisa sisa chlornya menguap
sebelum ikan dimasukkan.
11. COPPER
Copper (dalam air tawar dan laut) sebagai salah satu elemen dasar, copper merupakan
suatu elemen penting bagi tumbuhan dan hewan pada saat bersamaan memiliki potensi
sebagai racun ikan. Dosis mematikan bagi ikan air tawar adalah 0,1 mg/L. Bakteri ikan
akan rusak akibat konsentrasi jangka panjang mulai 0,03 mg/L, alga tertentu menunjukkan
kerusakan pada 0,1 hingga 10 mg/L. Copper umumnya berasal dari pipa sistem pengairan
serta dari instalasi. Jika air dibiarkan bertahan di dalam pipa Copper untuk periode yang
lama, sejumlah Copper akan larut dalam air.
2.2. Prosedur kerja atau cara penentuan
Setiap jenis-jenis parameter kimia memiliki prosedur kerja yang berbeda-beda, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. SALINITAS
Alat-alat
volume, Pipet
tetes, Buret
dan
statif.
pH
Kertas indikator pH diambil selembar dan dicelupkan ke dalam air kran
ALKALINITAS
Alat dan bahan yaitu Labu Erlenmeyer 50-125 ml, Gelas ukur 50 ml, Pipet tetes dan
pipet
skala, Karet
pengisap, Indicator
larutan
PP, Indicator
larutan
MO
(Metil
Mengambil air sampel 50 ml dan memberikan 5 tetes PP. Jika tidak berwarna,
maka tidak ada PP alkalinitas. Menambahkan MO (Metil Orange). Langkah
berikut, dititrasi dengan larutan H2SO4 dari warna kuning sampai warna
4.
Winkler, Pipet
volumesedangkan Bahan-bahannya
tetes, Perangkat
adalah Iodida
titrasi, Pipet
alkali
(perekasi
menggunakan
gelas
ukur
dan
dipindahkan
ke
dalam
labu
erlenmeyer.
Keterangan :
P = jumlah Na2CO3 yang terpakai
Q = normalitas larutan Na2CO3
22 = bobot setara CO3
6.
organik dalam air, dihitung sebagai mg/L O2. Beberapa zat organik yang tidak terurai
secara biologik antara lain asam asetat, asam sitrat, selulosa, dan lignin (zat
kayu).Prinsip : Kebanyakan jenis bahan organik dirusak oleh campuran dikromat dan asam
sulfat mendidih. Kelebihan dikromat dititrasi dengan ferro amonium sulfat. Banyaknya
bahan organik yang dioksidasi dihitung sebagai oksigen yang setara dengan kalium
dikromat yang diikat.
7.
adalah Perangkat
plate, Pipet
volume dan Pipet Mohr. Sedangkan Bahan-bahannya yaitu H2SO4 6 N, KMnO4 0,01
Ndan H2C2O4 0,01 N
Cara kerja :
1. Dipipet 25 mL sampel air, dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Tambahkan 0,5 mL H2SO4, beberapa teter KMnO4 0,01 N sampai berwarna merah
muda sedikit agar semua senyawa organik yang tingkatnya rendah dioksidasi
menjadi tingkat tinggi.
3. Dipipet 10 mL larutan KMnO4 0,01 N ke dalamnya. Warna larutan akan berwarna
merah.
4. Dididihkan larutan tersebut, catat jamnya. Warna larutan akan lebih muda, biarkan
mendidih selama 10 menit lalu diangkat.
5. Turunkan suhu 80oC, ditambahkan 10 mL asam oksalat 0,01 N dengan pipet
khusus. Larutan akan menjadi bening pada oksalat berlebih.
6. Dalam suhu 70-80oC titasi larutan dengan KMnO4 0,01 N sampai berwarna pink.
Perhitungan :
(10 + a) b (10 x c) 31,6 x 1000
dimana :
a = titrasi KMnO4
c = NH2C2O4 0,1 N
b = N KMnO4
8.
KESADAHAN TOTAL
Alat-alat yaitu Pipet volume 10,0 mL, Erlenmeyer dan Buret. SedangkanBahan-
KESADAHAN Ca
Alat-alat yaitu Pipet volume 10,0 mL, Erlenmeyer dan Buret. SedangkanBahan-
bahannya yaitu Larutan EDTA 0,01 N, Indikator Maurexide dan Larutan NaOH 1N.
Cara kerja :
1. Dipipet 10,0 mL sampel, dimasukkan dalam erlenmeyer.
2. Ditambahakan 1 mL NaOH.
3. Ditambahkam indikator Maurexide 0,1 g dan aduk sampai warnanya merah bata.
4. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai terbentuk warna ungu.
5. Catat volume EDTA yang terpakai.
Perhitungan :
mg/ L Ca = mg EDTA x faktor EDTA x 10000 / mL sampel
KESADAHAN Mg
Perhitungan :
mg/L Mg = (kesadahan total kesadahan Ca) x 0,24
10. SEDIMEN
a. Klorofil a Sedimen
Sampel sedimen (top soil) diambil 5 g, kemudian dilarutkan dengan 10
ml aceton 90%, dihomogenkan dengan menggunakan blender selama 2 menit
dalam ruangan yang sedikit cahaya. Sedimen dan larutan aceton disimpan
selama satu malam pada suhu 40C. Suspensi diambil, dimasukkan dalam
tabung reaksi, disentrifuse dengan kecepatan rendah selama 5 menit, kemudian
dilihat kerapatan optiknya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 665
nm.Penghitungan kandungan klorofil sedimen dilakukan dengan menggunakan
rumus(Vollenweider et al., 1974) :
g chlorofil a per sampel = 11,9 . D665 . v/l
D665 = kerapatan optik pada panjang gelombang 665 nm
V = volume akhir aceton (ml)
l = panjang sel spektrofotometer (1 cm)
b. Bahan organik
Sampel sedimen diambil dari tambak kemudian dikeringkan selama 12
jamdengan oven pada suhu 60 C. Sampel diambil dari tempat oven dan
ditimbangsebanyak 10 gram. Berat sampel sedimen yang didapatkan ini sebagai berat
awal(Wo).
Sampel
yang
telah
ditimbang
ini
selanjutnya
diproses
dalam
tanur pengabuan (muffel furnace) dengan temperatur 550oC selama 4 jam. Setelah
4 jam sediemen yang ada dalam muffel furnace diambil dan ditimbang (Wt).
Bahan organik yang hilang selama pengabuan (loss on ignation) diketahui sebagai
bahan organik
total
yang
dinyatakan
dalam
persen
dengan
menggunakan
------------ x 100%
Wo
Dimana :
Li = loss on ignation (%)
Wo = berat awal (gram)
Wt = berat akhir (gram)
11. NUTRIEN
1. Nitrogen
Sampel air sebanyak 10 ml disaring dengan kertas saring, kemudian ditambah
bufer nitrat 0,4 ml. Sampel air ditambah dengan larutan pereduksi sebanyak 0,2 ml
(larutan hidrazin sulfate dan kupri sulfat dengan perbandingan 1:1), kemudian
dibiarkan selama satu malam. Keesokan harinya larutan ditambah dengan larutan
aceton 0,4ml kemudian dicampur dengan baik dan ditambahkan larutan sulfanilamide
0,2ml kemudian dicampur dengan baik, setelah itu larutan sampel ditambahkan
larutan nepthylenediamine 0,2ml kemudian dicampur dengan baik. Setelah 15 menit,
dilihat hasilnya pada pembacaan spektrofotometer dengan panjang gelombang 543
nm (APHA, 1992).
2. Fosfor
Sampel air sebanyak 10 ml disaring kemudian memasukkannya ke dalam
erlenmeyer. Sampel air ditambahkan combined reagent masing-masing 1,6 ml, yang
terdiri dari campuran : H2SO4 5N (10ml), potasium antymonil tartrat/PAT (1ml),
Amonium molibdat (3ml), dan ascorbic acid (6 ml), kemudian larutan didiamkan
selama 30 menit. Setelah itu dilakukan pengamatan kerapatan optik pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 880nm (APHA, 1992).
12. SULFUR
Pertama-tama air sampel diambil sebanyak 25 ml kemudian ditambahkan
BaCl2 sebanyak satu sudip. Dilakukan hal yang sama pada larutan blando dan larutan
standar 1 ppm. Kemudian dilakukan pengukuran pada spectrometer dengan panjang
gelombang sulfat. Setelah semuanya selesai diukur, dimasukkan ke dalam rumus dan
dihitung.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Parameter kimia dari kualitas air dapat dibedakan menjadi beberapa parameter yang
memiliki perbedaan satu sama lain ataupun adakalanya saling keterkaitan antara yang satu
dengan yang lainnya.
Beberapa parameter kimia yang telah dibahas adalah salinitas, pH, alkalinitas, DO,
CO2, nutrien, sulfur, chlorin, copper, sedimen, dan lain-lain.
3.2. Saran
Dalam setiap pembuatan makalah ataupun paper sebaiknya memperhatikan dari setiap
informasi yang telah tulis. Dan seharusnya masing-masing mahasiswa dapat
memahaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Almeida,
S.F.P. 2001.
Use
of
Diatom
for
Freshwater
Quality
Evaluation
in
and
Fish,
Second
Edition.
EPA 841-B-99-002.
U.S.