TEKNOVASI INDONESIA
Vol I, No.1, Mei 2012
ISSN : 2252 911X
Pembina
Menteri Riset dan Teknologi
Pengarah
Deputi Bidang Kelembagaan Iptek
Pimpinan Redaksi
Vemmie Diana Koswara
Staff Redaksi
Yety Suyeti, Suyatno, Tati H. Manurung,
Rosmaniar Dini
Alamat Redaksi
Asdep Budaya Dan Etika Iptek
Reviewer/Editor
Benyamin Lakitan (Ristek)
Carunia M. Firdausy (LIPI)
Husni Y. Rosadi (BPPT)
Siti Herlinda (DRN)
Syaikhu Usman (SMERU)
Wahyudi Sutopo (UNS)
Sekretariat
Octa Nugroho, Sigit Setiawan &
Tiara Elgifienda
Penerbit
Asdep Budaya dan Etika Iptek
Deputi Kelembagaan Iptek
Kementerian Riset dan Teknologi
iii
SALAM REDAKSI
Kementerian Riset dan Teknologi, selaku regulator dan fasilitator kebijakan iptek nasional
memiliki peranan penting guna mendorong terwujudnya SINas. Kesetimbangan aliran
informasi dan komunikasi yang bersesuaian diantara para aktor inovasi teknologi, baik dari sisi
pengembang maupun dari sisi pengguna teknologi di dalam SINas secara berkesinambungan
perlu terus dibangun dan dikembangkan dengan berbagai upaya.
Pembenahan SINas masih diperlukan di semua aspek, termasuk pada aspek kelembagaan,
diantaranya yaitu meliputi isu tentang: pentingnya arah dan strategi pengembangan
kelembagaan dalam rangka mewujudkan SINas; penguatan jaringan penyedia dan pengguna
iptek; memantapkan peran legislasi dalam pengaturan internal kelembagaan serta
menumbuhkan budaya dan etika dalam rangka mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi
tumbuh kembangnya SINas yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Salah satu upaya dan komitmen Kementerian Riset dan Teknologi untuk mendorong
terwujudnya SINas yang efektif, produktif dan berkelanjutan, adalah dengan menyebar
luaskan informasi terkait SINas. Untuk itu dilakukan penyusunan buku Teknovasi Indonesia
yang berisi hasil kajian/studi tentang inovasi ditinjau dari berbagai aspek.
Diharapkan informasi yang terkandung dalam buku ini dapat digunakan sebagai salah satu
acuan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam upaya memformulasikan ataupun
melaksanakan kebijakan penguatan SINas.
Teknovasi Indonesia akan terbit secara berkala dua kali dalam satu tahun. Redaksi
menerima kontribusi artikel baik dilingkungan Kementerian Riset dan Teknologi, LPNK Ristek,
maupun Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah.
Masukan dan saran akan sangat bermanfaat bagi kami sebagai penyempurnaan untuk edisi
selanjutnya.
Redaksi
iv
DAFTAR ISI
Salam Redaksi................................................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................................
i
ii
39
69
99
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
a,b
c
d
e
Benyamin Lakitan
, Carunia M. Firdausy
, Syaikhu Usman
, Sonny eYuliar
,
a,b
c
d
BenyaminLakitan
,CaruniaM.Firdausy
,SyaikhuUsman
,SonnyYuliar
,Hasanuddin
f
a
Hasanuddin
, Vemmie D. Koswara
f
a
,VemmieD.Koswara
a
a Kementerian Riset dan Teknologi, Jakarta
KementerianRisetdanTeknologi,Jakarta
b
b Universitas Sriwijaya, Palembang
UniversitasSriwijaya,Palembang
c
Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta
c
LembagaIlmuPengetahuanIndonesia,Jakarta
d
d Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta
LembagaPenelitianSMERU,Jakarta
e
eInstitut Teknologi Bandung, Bandung
InstitutTeknologiBandung,Bandung
f
fUniversitas Andalas, Padang
UniversitasAndalas,Padang
Abstract
It is no possible to establish a productive and sustainable innovation system based and
focused only on research and technology development activities. It must compehensively
considerallotherinfluencingfactorssuchaseconomic,social,regulation,publicpolicy,and
political aspects. These factors may directly affect research and technology development
processesortheysignificantlyconstibuteinshapingupinnovationsystem.Slowprogressin
establishinginnovationsysteminIndonesiahasbeenassociatedmainlywithinappropriate
reseach and technology development policies that ecourage supplypush strategy and
ignorenontechologicaldimensionsoftheinnovationsystem.Therefore,amindsetchange
among innovation actors is required for ensuring new strategies could be effectively
formulated and successfully implemented. There are three fundamental changes needed:
(1)futuretechnologydevelopmentshouldbebasedandfocusedonrealneedsorproblems
(demanddriven); (2) economic, social, regulation, public policy, and political views should
beintegratedlyconsideredinestablishinginnovationsystem;and(3)Indonesiainnovation
systemshouldbedirectedtowardsatifyingdomesticmarketdemandanddesignedbased
ondomesticresources.
Abstrak
Upaya mewujudkan sistem inovasi yang produktif dan berkelanjutan tidak mungkin
dilakukan dengan hanya terfokus pada riset dan pengembangan teknologi, tetapi perlu
secara komprehensif mempertimbangkan berbagai dimensi lain yang ikut menentukan,
termasuk dimensi ekonomi, sosial, regulasi dan kebijakan publik, serta politik. Berbagai
dimensi ini dapat menjadi faktor pemengaruh langsung dalam proses pengembangan
teknologi dan dapat pula merupakan unsur pembentuk ekosistem inovasi. Kelambanan
dalammewujudkansisteminovasidiIndonesiadisinyalirkarenaselamainipengembangan
teknologinasionallebihberorientasisupplypushdanseringmengabaikanberbagaidimensi
nonteknologi.Olehsebabitu,perludilakukanperubahanmindsetagarstrategibarudapat
diformulasikan dan diimplementasikan secara efektif. Ada tiga perubahan mindset yang
dibutuhkan, yakni: (1) pengembangan teknologi perlu lebih berorientasi pada realita
kebutuhan dan persoalan (demanddriven); (2) dimensi ekonomi, sosial, regulasi dan
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
kebijakan publik, serta dinamika politik perlu diintegrasikan dalam skenario membangun
sistem inovasi; (3) sistem inovasi Indonesia perlu lebih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhanpasardomestikdanberbasispadapotensisumberdayadalamnegeriagarlebih
inklusifdanmandiri.
Katakunci:pertumbuhanekonomi,transformasisosial,risetdanpengembangan,
teknologi,demanddriven
1. Pendahuluan
OECD(2005)menggunakandefinisiinovasi
sebagai the implementation of a new or
significantly improved product (good or
service), or process, a new marketing
method,oraneworganisationalmethodin
business practices, workplace organisation
or external relations. Definisi inovasi ini
diposisikan sebagai definisi inovasi dalam
arti luas, karena mencakup implementasi
dari produk (barang atau jasa), proses,
metoda pemasaran, atau metoda
organisasi baru atau yang telah diperbaiki
secara signifikan, dalam praktek bisnis,
organisasi tempat kerja, atau hubungan
eksternal. Dengan demikian, dalam arti
luas, memang inovasi tak hanya berkaitan
denganteknologisemata.
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
Namun baru sejak Solow (1957)
menemukan bahwa selain faktor kapital
dan tenaga kerja, total produktivitas dari
kedua faktor tersebut atau yang secara
tekhnis dikenal sebagai Total Factor
Productivity (TFP) memiliki kontribusi
paling penting dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Penelitian Solow
(1957) sendiri mengungkapkan bahwa
pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat
pada awal paruh kedua abad 20 ditopang
oleh tingginya kontribusi TFP. Kontribusi
TFP yang besar tersebut terhadap
pertumbuhanekonomiterusberlanjutdan
tidak pernah tergantikan sampai saat ini,
seperti halnya di negaranegara maju di
Eropa dan beberapa negara maju Asia
terutama Jepang, Cina dan Korea Selatan.
Akibat temuan itu, pendulum strategi
pertumbuhan ekonomi yang dianut oleh
berbagai negara maju berpindah dari
modelSmithkemodelSolowsampaikini.
TentusajatinggirendahnyaTFPdarimodal
dan tenaga kerja tidak datang dengan
sendirinya. Menurut Romer (1990), hal
tersebut dipengaruhi dari hasilhasil
penelitian dan pengembangan (litbang) di
satu pihak dan kualitas sumberdaya
manusia (SDM) di lain pihak. Besarnya
peranpenelitiandanpengembanganserta
kualitas SDM yang relatif tinggi tersebut
merupakan buah dari kebijakan investasi
yang padu dalam bidang sains, teknologi,
inovasi dan human capital yang dilakukan
negaranegaramajutersebut.
2. DimensiEkonomi
Keberhasilan negaranegara maju dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pendapatanperkapitapenduduknyatelah
mendorong negaranegara berkembang
untuk mencari tahu faktor dominan
penyebab keberhasilan tersebut. Pada
pertengahan revolusi industri, faktor
dominan yang menyebabkan negara maju
berhasil mensejahterakan penduduknya
yaknidisebabkanolehfaktormodal(K)dan
tenaga kerja (L) (Smith, xxxx). Temuan ini
kemudian menjadi model utama strategi
pertumbuhan ekonomi di berbagai negara
dalam
meningkatkan
kesejahteraan
penduduknyaselamabertahuntahun.
ISSN : 2252-911X
2.1. PelajarandariAsiaTimur.
Inovasi bagi negara berkembang nyaris
tidak berasal dari hasil penelitian dan
pengembangan. Kontribusi inovasi dari
hasil penelitian dan pengembangan di
3
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
negara berkembang diperkirakan hanya
mencapai20persen,sedangkan80persen
sisanya bersumber dari negara maju
(Brahmbhatt dan Hu, 2007). Di antara
negara di Asia Timur yang inovasinya
bersumber dari hasil litbangadalah Korea
Selatan, Singapore dan Cina. Bahkan
ketiga negara ini telah memiliki institusi
litbangdan jumlah paten sekelas negara
maju.Haliniantaralainkarenadanauntuk
pengembangan litbangdi ketiga negara ini
telahmenyamainegaramajuyangberkisar
antara 1,5 sampai 2 persen dari total
Pendapatan Nasional Bruto (PDB). Oleh
karenaitu,tidakanehjikaketiganegaraini
mampu mencapai pertumbuhan ekonomi
tinggi dan penduduk yang lebih sejahtera
dibandingkan negara berkembang Asia
Timurlainnya.
Sebagaicontoh,peningkataninovasiKorea
Selatan yang sangat pesat dalam kurun
waktu tiga dekade (1960an sampai
dengan 1980an) yang kemudian
menempatkan Korea Selatan sebagai
bangsa yang berdaya saing tinggi, lebih
banyak ditentukan oleh pembentukan
berbagai institusi pengembang pendidikan
dan pelayanan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mendukung sektor industri
dalam melakukan pembelajaran teknologi
melaluialihteknologiasing.
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
dilakukan oleh perusahaan swasta,
lembaga litbang publik, perguruan tinggi,
maupun lembaga litbang lainnya
(BrahmbhattdanHu,2007).
Adapuncaraperusahaandinegaradengan
pendapatan rendah dan sedang di Asia
Timur khususnya dalam menyerap
pengetahuan atau teknologi yang berasal
dari luar negeri umumnya didominasi
dengancaramemasukanteknologimelalui
impor mesin atau peralatan baru.
Sedangkan cara dominan kedua yakni
dengan melakukan kerjasama dengan
perusahaan dari negara maju maupun
dengan cara memperkerjakan para ahli
yang berasal dari negara maju tersebut.
Detail persentase dari perusahaan di
negara Asia Timur dengan pendapatan
rendah dan sedang berdasarkan cara
inovasiyangdilakukandisajikanpada
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
Tabel1.Carainovasiyangdilakukanbeberapanegaraasiatimurdenganpendapatan
sedangdanrendah(persentase)
CaraInovasiyang
dilakukan
Cambodia
Indonesia
Malaysia
Philipina
Thailand
Ratarata
Tercakupdalam
paketpengadaan
42.1
48.7
49.9
43.0
33.1
43.4
Bekerjasama
denganrekanan
11.9
15.1
8.6
9.7
17.2
12.5
Mempekerjakan
tenagaahli
14.5
17.9
11.4
14.2
3.0
12.2
Dikembangkan
sendiri
16.1
4.7
7.2
8.3
19.4
11.1
Ditransferdari
perusahaaninduk
6.0
2.7
11.0
4.3
11.8
7.2
Dikembangkan
bersamapemasok
1.6
7.0
5.2
5.0
7.2
5.2
Lainnya
7.8
3.9
6.7
15.5
8.2
8.4
Sumber:BankDunia(2005)InvestmentClimateSurveysdalamBrahmbhattandHu(2007).
Selainmetodamembanguninovasidiatas,
terdapat empat cara lain yang dilakukan
dalammembanguninovasiyangdilakukan
di negara Asia Timur. Empat cara
dimaksud adalah memanfaatkan teknologi
impor, pembelajaran dari eksporproduk,
lisensi, dan pemanfaatan investasi
langsung asing (Foreign DirectInvestment,
FDI).Caramemanfaatkanteknologiimpor
dilakukan antara lain dengan reverse
engineering dari teknologi impor.
Sedangkan
metoda
inovasi
yang
bersumber dari pembelajaran ekspor
dilakukan antara lain dengan melakukan
kerjasama dengan konsumen di negara
negara maju khususnya dalam ekspor
peralatanmesindantransportasi.
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
gencar juga diikuti oleh perusahan
manufakturCinabelakanganini(Hobday,
1995).
Pengembangan
inovasi
dengan
memanfaatkanmasuknyainvestasiasingdi
negara Asia Timur juga tidak kalah
pentingnya. Singapura, misalnya,
membuka penanaman modal asing (PMA)
dimaksudkan
untuk
mempercepat
pembangunanteknologidinegaranya.Hal
yang sama juga dilakukan Cina dengan
penekanan melalui cara usaha patungan
(joint ventures). Begitu pula dengan
negaraAsiaTimurlainnyasepertiMalaysia,
Philipina, Indonesia dan Thailand. Namun
khusus untuk keempat negara ini, tingkat
inovasi yang dilakukan lebih rendah dan
nyaris seluruhnya berasal dari teknologi
luar negeri tanpa sentuhan teknologi
domestik(Firdausy,2010).
Dari uraian singkat tentang pengalaman
dan pelajaran di atas jelas bahwa negara
negara berkembang dengan pendapatan
per kapita rendah dan sedang di Asia
Timurbelumbanyakmenghasilkaninovasi
yang bersumber dari litbangdomestik.
Oleh karena itu, masuk akal jika tingkat
pertumbuhanekonomidinegarainisangat
rentan terhadap krisis ekonomi yang
terjadi di dalam negeri, apalagi terhadap
krisisglobal.
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa
kemampuaninovasinasionalsecararelatif
menunjukkan perbaikan. Namun
demikian, capaian ini masih perlu terus
ditingkatkan serta diimbangi dengan
peningkatan kapasitas adopsi para
pengguna teknologi dalam negeri, agar
dapat memberikan sumbangan nyata bagi
pembentukan
keunggulan
posisi
(positionaladvantage)Indonesiaditengah
dinamika perdagangan global saat ini.
Tabel2.PeringkatDayaSaingIndonesia20092010dan20082009
GCI200910
GCI2008
09
Ranking
Skor
Ranking
5.60
United
States
5.59
Singapore
5.55
Sweden
5.51
Denmark
Finland
Germany
GCI200910
GCI200809
Ranking Skor
Ranking
19
5.00
13
24
4.87
21
Israel
27
4.80
23
China
29
4.74
30
5.46
Brunei
32
4.64
39
5.43
Thailand
36
4.56
34
5.37
Kuwait
39
4.53
35
5.37
Puerto
Rico
42
4.48
41
5.33
10
South
Africa
45
4.34
45
Netherlands 10
5.32
India
49
4.30
50
Taiwan,
China
5.20
17
54
4.26
55
Negara
Switzerland
Japan
Canada
12
Negara
Korea,
Rep.
Malaysia
Indonesia
Sumber:dicuplikdariWEF(2010)
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
teknologi ini, Malaysia telah jauh
meninggalkan Indonesia, yakni berada di
peringkat 37, dan bahkan Indonesia saat
ini berada di bawah Vietnam (peringkat
73). Oleh karena itu perhatian untuk
memperbaiki ketiga indikator di atas
diperlukan agar kemampuan inovasi dan
posisidayasaingnasionalmeningkat.
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
terbatasnyajumlahSDMdilembagalitbang
swasta atau industri dibandingkan dengan
kualitas dan ketersediaan SDM di
lembagalitbangpublik.Tingkatpendidikan
SDM di litbang publik jauh lebih baik
daripadatingkatpendidikanSDMdilitbang
perusahaan swasta (Tabel 3). Tercatat
lebih dari 34 persen peneliti di lembaga
litbang publik berpendidikan minimum
magister (strata 2), sementara hanya 3,7
persen peneliti di litbang perusahaan
swasta yang berpendidikan minimum
magister.
Tabel3.Perbandingankualifikasipendidikan
SDMdilembagalitbangpublikdanswasta
Jenjang
Pendidikan
KomposisiSDM(%)
Litbang
Publik
Litbang
Swasta
S3
8,62
0,24
S2
25.65
3,43
S1
36,55
54,21
Diploma
29,17
42,12
Keempat,isuyangmenyangkutrendahnya
kemampuaninovasiindustridalamnegeri.
Selama 10 tahun terakhir tercatat
kemampuan inovasi industri dalam negeri
belum menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Dari hasil survei LIPI (2009) di
industri manufaktur tercatat bahwa
intensitasteknologidiindustrimanufaktur
didominasioleh industriteknologirendah,
yaknilebihdari50persendaritotalluaran
yang dihasilkan industri manufaktur (LIPI,
2009). Kondisi ini menunjukkan betapa
rendahnya anggaran litbang yang
dikeluarkan pihak industri, sementara
upaya untuk membentuk kondisi
kemitraan inovasi antara lembaga litbang
publik dan litbang industri juga belum
optimal.
Sumber:LIPI(2010)
10
10
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
kemampuan
inovasi
dan
alokasi
pembiayaan litbang industri yang tinggi.
Sebagai contoh, secara nasional alokasi
dana untuk membiayai kegiatan litbang di
Jepang mencapai sekitar 3,3% GDPnya,
dimana kurang dari 0,8% saja yang
bersumber dari dana pemerintah,
selebihnya (lebih dari 2,5%) dibiayai oleh
industri. Israel sebagai negara dengan
alokasi dana litbang tertinggi (sekitar
4,25% dari GDP), juga hanya sekitar 0,6%
yang bersumber dari dana pemerintah.
Fenomenayangsamajugaterjadidisemua
negaraanggotaOECD(OECD,2011).
3.DimensiSosial.
Pengembangan teknologi perlu dirancang
seimbang
antara
mendukung
pertumbuhan ekonomi dan menyiapkan
proses transformasi sosial, sehingga
keduanya dapatberjalan secara paralel.
Kegiatan litbang dapat dikategorikan
suksesjikamampumenghasilkanteknologi
yang secara nyata dan signifikan
11
11
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
memberikan
kontribusi
terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional dan
sekaligus juga berdampak positif terhadap
kesejahteraan sosial masyarakat (Gambar
1).
Secara
teoritis,
teknologi
dapat
mendorong transformasi sosial, misalnya
jenis teknologi yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kualitas layanan publik di
sektor
pemerintahan,
pendidikan,
kesehatan, dan keagamaan. Teknologi
informasi dan komunikasi dapat sangat
bermanfaat
dalam
mendorong
transparansi dan akuntabilitas instansi
pemerintah, selain untuk mendukung
peningkatan kualitas pendidikan dalam
rangka
meningkatkan
kecerdasan
intelektual dan spiritual; serta berbagai
teknologi
kesehatan
yang
dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Namun proses transformasi sosial yang
didorongolehteknologiinisecaradefacto
sangat tidak mungkin untuk diisolir dari
kemungkinan dampak tidak langsungnya
terhadappembangunanekonomi.
Tinggi
Ketergantungan
Sukses
Rendah
Pertumbuhan
Ekonomi
Gagal
Rendah
Tinggi
TransformasiSosial
Gambar1.Kuadranteknologi
berdasarkankontribusinyaterhadap
pertumbuhanekonomidantransformasi
sosial(Usman,2011)
12
12
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
sering terjadi akibat: (1) introduksi
teknologi tidak memperhatikan kapasitas
adopsimasyarakatsebagaicalonpengguna
potensialnya; (2) kapasitas adopsi
penggunahanyadilihatdaridimensiteknis
semata,
dengan
mengabaikan
pertimbangan ekonomi dan sosiokultural;
(3) semua dimensi kapasitas adopsi sudah
diperhatikantetapiteknologiyangditawar
tidak mempunyai prospek untuk
memberikan keuntungan tambahan bagi
penggunanya, baik berupa keuntungan
finansial
maupun
dalam
bentuk
kemudahan dan kenyamanan dalam
melaksanakankegiatanekonomiataunon
ekonomi.
3.1. Introduksiteknologiperludibarengi
dengantransformasisosial.
Pada era perdagangan yang semakin
terbuka serta didukung kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi yang
sedemikian pesat sehingga upaya
mengaksesinformasitelahmenjadimudah
dan murah, maka introduksi teknologi
hanya akan berpeluang untuk diadopsi
olehparapenggunajikateknologitersebut
handalsecarateknisdankompetitifsecara
ekonomi. Namun demikian, kalaupun
kedua dimensi keunggulan teknologi ini
(teknis dan ekonomis) telah dimiliki, tetap
saja tidak menjamin secara otomatis
bahwa teknologi tersebut akan digunakan
oleh industri, masyarakat, maupun
pemerintah.
13
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
3.2. Ketergantunganmasyarakatakibat
lambannyatransformasisosial.
berbagi
informasi
dengan
pihak
pengembangteknologi,dipadukandengan
sensitivitasdankesungguhanpengembang
teknologi untuk memahami kebutuhan
dan/atau persoalan para pengguna
teknologi;sedangkanprasyaratyangkedua
dimulai dengan pengembangan paket
teknologi
yang relevan terhadap
kebutuhan dan sesuai dengan kapasitas
adopsipadapenggunapotensialnya.
Jikateknologihanyamampuberkontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi
tidak diimbangi dengan transformasi
sosial, maka dapat berdampak pada
meningkatnya ketergantungan masyarakat
pada sumber pengembang teknologi
tersebut untuk aplikasi selanjutnya
(Usman, 2011). Jika introduksi teknologi
tersebut difasilitasi oleh atau ada bentuk
campur tangan lainnya dari pemerintah,
maka tumpuan masyarakat untuk
keberlanjutan implementasi teknologi
tersebut akan bergantung pada peran
pemerintah. Secara kumulatif, kondisi
yang seperti ini dapat menyebabkan
akumulasi beban pemerintah yang
semakinlamaakansemakinberat.
14
14
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
negaradan/ataupersentasepopulasiyang
menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi.
Asumsi dasarnya adalah mutu pendidikan
tinggi dipelihara standarnya dan tidak
dikorbankan untuk kepentingan lain yang
bersifatnonakademik.
Transformasibudayayangdimaksuddalam
konteks padanan dari perkembangan
teknologi adalah sebagaimana yang
diilustrasikandiatasmelaluihubungandan
ketergantungan
timbalbalik
antara
keduanya, serta nilai dan norma yang ada
di dalamnya. Memahami bahwa untuk
membangun sistem inovasi dibutuhkan
baik pengembang teknologi yang kreatif
dan handal maupun para pengguna
teknologi dengan kapasitas adopsi yang
sebanding, maka isu transformasi sosial
harusnya tidak luput dari formulasi
skenario besar upaya peningkatan
kontribusi
teknologi
terhadap
pembangunan ekonomi, jika keberhasilan
yang diharapkan selain menjadi lebih
mungkin dicapai (achievable) tetapi juga
dapatdipeliharasecaraberkesinambungan
(sustainable).
15
15
Keb
bijakanRiset,
Teknologi,d
danInovasi1((2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni
2012
minasi, mengganggap nilaai yang
terkontam
dimilikite
elahketinggalanzaman,danpada
saat bersamaan nilai kemajuan itu
u sendiri
mpumerekarraih.Jikasinyyalemen
tidakmam
yangdikemu
ukakanolehH
Hasanuddin(2
2011)
ini benar daan tersebar meluas di ne
egara
ini, maka kiita sedang mengalami
m
tragedi
sosialyangsangatserius.
Gambaar2.Karakte
erbangsa,traadisi,budaya,danlingkun
ngansebagaifondasiSiste
em
InovasiN
NasionalJepaang(MEXT,2002)
Pengembangan teknologi di In
ndonesia
hendaknyya tetap berrbasis pada potensi
sumberdaaya sendiri, termasuk: (1) potensi
sumberdaaya alam yan
ng dimiliki di seluruh
wilayah nusantara,
n
(2
2) SDM yangg dididik
untuk me
engelola secara arif dan produktif
p
potensisu
umberdayaalamtersebut,,dan(3)
budaya, tradisi, dan
n karakter bangsa
sendiri dalam
d
rangka memakssimalkan
keterlibattan dan up
paya pembe
erdayaan
seluruh lapisan
l
masyyarakat. Te
eknologi
tidak boleh menggan
ntikan tradisii, tetapi
ntegrasikan dengan
teknologi perlu diin
b
dan diserasikan dengan
budaya bangsa
nilainilai luhur yang membentuk
m
karakter
bangsaIndonesia.
Teknologimemangterlah
hirdarirahim
milmu
pengetahuan
n dan lebih didorong untuk
u
memenuhi kebutuhan jasmaniah,
j
t
tetapi
manusiasejaatinyatidakp
pernahpuash
hanya
dengankenyyamananfisikksemata.Co
ontoh
sederhananyya adalah pad
da saat seseo
orang
16
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
nonteknologinya
masyarakat.
selera
ISSN : 2252-911X
dengan
17
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
upayamendapatkanpengakuanakademis,
misalnya dalam bentuk perolehan angka
kredit yang dijadikan indikator kinerja
sebagai bahan pertimbangan dalam
promosijabatanfungsional.
3.4.BudayaKerjaAktorInovasiIndonesia
Orientasi kerja akademisi, peneliti,
perekayasa, dan profesi lain yang terkait
dengan pengembangan teknologi saat ini
masih
belum
sepenuhnya
untuk
menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau
teknologi yang bermanfaat nyata bagi
masyarakat atau para pengguna teknologi
lainnya;mayoritasmasihberorientasipada
18
18
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
pengguna. Sebagai akibatnya kontribusi
teknologiterhadappertumbuhanekonomi
Indonesiajugamasihbelumkentara.
Lembagabisnisdanindustripadadasarnya
tentu berorientasi pada keuntungan
ekonomi. Namun demikian, dalam
konteksmewujudkansisteminovasi,maka
karakteristik yang ingin ditonjolkan adalah
terkait dengan jenis usaha dan kebutuhan
teknologinya, perspektif komunitas ini
terhadap kelayakan teknologi nasional
untuk digunakan dalam kegiatan usaha,
dan kapasitas adopsi teknologi dari
lembagabisnisdanindustritersebut.
3.5.EtikaIlmuPengetahuandanTeknologi.
Isuetikasemakinmenarikperhatiandalam
pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sebagai contoh, UNESCO
membentukkomisikhususyangmenelaah
unsur etika dalam pembangunan iptek,
yakni World Commission on the Ethics of
Scientific Knowledge and Technology
(COMEST). Persoalan etika banyak
mendapat
perhatian
baik
dalam
pembangunan iptek secara umum;
maupun secara spesifik, terutama terkait
pembangunan
iptek
di
bidang
bioteknologi, antisipasi perubahan iklim,
dannanoteknologi.
19
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
Walaupun disadari pula bahwa tidak akan
ada exhaustively accurate examination of
possibleoutcomesdantidakakanadajuga
formulakebijakanyangdapatmenetapkan
pilihanyangincontestable.Pertimbangan
etikasangatdibutuhkandalamperumusan
kebijakan yang prudent, knowledge
driven, and reflexive. Upaya menyisipkan
etika dalam kebijakan praktis dapat
dilakukan antara lain melalui pendidikan
dankegiatanpeningkatanawareness.
Sebagaicontoh,persoalanperubahaniklim
takmungkinbisadiatasidengantepatdan
memadai jika dimensi etika tidak
diperhatikan, tidak dipahami, dan tidak
disertakan dalam keputusan untuk
menyikapinya.Lebihjauh,tantangansaat
ini adalah bukan hanya sekedar
menjadikan isu perubahan iklim sebagai
isu etika, tetapi bagaimana memposisikan
etikasebagaiintidanunsuresensialdalam
setiapkebijakantentangperubahaniklim.
20
AlvaresLaso,P.2011.WelcomeAddressat
the Seventh Ordinary Session of COMEST.
Doha,912October2011
20
IntroductorystatementatGeneral
DiscussionofWorkPlanandObjectiveat
theSeventhOrdinarySessionofCOMEST.
Doha,912October2011
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
sedangkanduabutiramanahyangterakhir
(3 dan 4) merupakan petunjuk arah dan
tujuan dari pembangunan iptek, yakni
untuk memajukan peradaban bangsa dan
menyejahterakanrakyatIndonesia.
Perjalanansejarahbanyakbangsadidunia
ini menunjukkan bahwa peningkatan
kesejahteraan dan kemajuan peradaban
umumnya berinteraksi secara positif.
Masyarakat yang sejahtera cenderung
mampu
mendorong
kemajuan
peradabannya; sebaliknya masyarakat
yang miskin cenderung tidak berkembang
peradabannya. Oleh sebab itu, untuk
mencapai dua tujuan yang diamanahkan
UndangUndang Dasar 1945, maka
pembangunan iptek perlu diarahkan agar
dapat secara langsung maupun tidak
langsung berkontribusi nyata terhadap
pembangunanekonomi.
4.DimensiRegulasidanKebijakan
Aspek yang paling fundamental tetapi
seringdilupakandalampembangunanilmu
pengetahuan dan teknologi adalah
amanah UndangUndang Dasar 1945,
dimana pada Pasal 31 ayat (5) dinyatakan
bahwa: Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilainilai agama dan
persatuan bangsa untuk memajukan
peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Amanah konstitusi ini tegas menyatakan
bahwa pembangunan iptek wajib: (1)
menjunjung tinggi nilainilai agama
sehingga tidak boleh ada teknologi yang
dikembangkan yang bertentangan dengan
keyakinan dan ajaran agama; (2)
memelihara dan memperkokoh persatuan
bangsa, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI); serta ditujukan untuk (3)
memajukan peradaban bangsa, sehingga
dapat dihormati dan dihargai dalam
pergaulan global; dan (4) meningkatkan
kesejahteraanumatmanusiasecaraumum
danrakyatIndonesiapadakhususnya.
Duabutiramanahyangpertama(1dan2)
merupakan warning agar pembangunan
iptektetapberadadalamkoridordantidak
bertentangan dengan ajaran agama yang
diakui di Indonesia dan harus pula selaras
dengan upaya untuk memperkokoh
persatuan bangsa dan keutuhan NKRI;
ISSN : 2252-911X
21
21
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
4.1. Keberpihakan
Nasional.
pada
Teknologi
Pasal6PP35/2007mengaturbahwaBadan
Usaha yang mengalokasikan sebagian
pendapatan
untuk
peningkatan
kemampuan perekayasaan, inovasi, dan
difusi teknologi dapat diberikan insentif
(ayat1),dalambentukinsentifperpajakan,
kepabeanan, dan/atau bantuan teknis
penelitian dan pengembangan (ayat 2).
Namun demikian, PP35/2007 ini belum
dapat diimplementasikan karena terganjal
pada aturan dalam peraturan pemerintah
inisendiri,yangmenyatakanbahwabesar
dan jenis insentif perpajakan dan
kepabeanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diberikan sepanjang diatur
dalam ketentuan Peraturan Perundang
undangan di bidang perpajakan dan
kepabeanan (ayat 3). Pengaturan
sebagaimana dimaksud, karena bersifat
teknis (tentang besar dan jenis insentif)
maka diharapkan dapat ditetapkan dalam
bentuk Peraturan Menteri Keuangan
(PMK). Namun sampai sekarang PMK
dimaksudbelumterbit.Persoalaninitelah
diidentifikasi sebagai salah satu kendala
yang perlu debottlenecking oleh Komite
22
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
EkonomiIndonesia(KP3EI).
PP93/2010 mengatur antara lain bahwa
sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan oleh
lembaga penelitiandan pengembangan di
wilayah
RepublikIndonesia
dapat
dikurangkan sampaijumlah tertentu dari
penghasilan
bruto
dalam
rangkapenghitungan penghasilan kena
pajak bagi wajib pajak (Pasal 1 butir b).
Besarnya nilai sumbangan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
untuk1(satu)tahundibatasitidakmelebihi
5% (lima persen) dari penghasilan neto
fiskalTahunPajaksebelumnya(Pasal3).
PelaksanaanteknisdariPP93/2010initelah
diaturmelaluiPeraturanMenteriKeuangan
Nomor 76/Pmk.03/2011 tentangTata Cara
Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan
Penanggulangan
Bencana
Nasional,
SumbanganPenelitiandanPengembangan,
Sumbangan
Fasilitas
Pendidikan,
Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan
Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial
yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan
Bruto. Namun demikian, karena PMK ini
masihbarudiberlakukan(sejakTahunPajak
2010), maka pemberian insentif ini masih
perlu waktu untuk mengetahui apakah
akancukupmenarikbagiduniausaha.
Bentukinsentiflainnyaadalahpembebasan
bea masuk dan cukai atas impor barang
untuk
keperluan
penelitian
dan
pengembangan ilmu pengetahuan (Pasal
25 ayat (1) butir g UndangUndang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan (UU 10/1995).
UU10/1995 ini telah diubah dengan UU
17/2006, namun substansi terkait
pembebasan bea masuk dan cukai untuk
ISSN : 2252-911X
23
barang
keperluan
penelitan
dan
pengembangan
tidak
mengalami
perubahan. Selanjutnya, ketentuan
tentangpembebasanbeamasukdancukai
ini (sebagaimana diamanahkan pada Pasal
25ayat(3))telahdiaturlebihlanjutmelalui
Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor : 143/KMK.05/1997
tentangPembebasanBeaMasukdanCukai
atas Impor Barang untuk Keperluan
Penelitian dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan(KMK143/1997).
KMK 143/1997 mempertegas bahwa yang
dimaksud dengan barang untuk keperluan
penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan adalah barang yang benar
benar digunakan untuk memajukan ilmu
pengetahuan
termasuk
untuk
penyelenggaraan penelitian dengan tujuan
untuk mempertinggi tingkat ilmu
pengetahuan yang ada (Pasal 1).
Perguruantinggi,lembagadanbadanyang
dapat diberikan pembebasan bea masuk
dan cukai ditetapkan oleh Menteri
Keuangan(Pasal3).
Daftarlembagadanbadanyangditetapkan
berhak untuk mengajukan pembebasan
bea masuk dan cukai telah diperbarui
dengan Keputusan Menteri Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
373/KMK.04/2004 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan
Bea Masuk dan Cukai atas Barang untuk
Keperluan Penelitian dan Pengembangan
IlmuPengetahuan(KMK373/2004).Semua
Lembaga Pemerintah NonKementerian
(LPNK) yang menyelenggarakan kegiatan
penelitian dan pengembangan di bawah
koordinasi Kementerian Riset dan
Teknologisertaunitkerjastrukturalterkait
23
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA
Vol. 1, No. 1, Juni 2012
litbang di kementerian teknis telah masuk
dalamdaftarlampiranKMK373/2004.
Usahadankeberpihakanpemerintahuntuk
mendorong penggunaan teknologi atau
produk teknologi dalam negeri telah
dilakukan, misalnya sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor :
11/MInd/Per/3/2006 tentang Pedoman
TeknisPenggunaanProduksiDalamNegeri.
Pasal 2 ayat (1) Permen ini mengatur agar
Setiap pengadaan barang/jasa oleh
Departemen, Lembaga Non Departemen,
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
Kabupaten/Kota, Badan Hukum Milik
Negara (BHMN), Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS), Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dan anak perusahaannya yang
dibiayai dengan dana dalam negeri atau
dilakukan dengan pola kerjasama antara
pemerintah dengan badan usaha, wajib
memaksimalkan penggunaan produksi
dalamnegeri.
Selanjutnya pada ayat (2) Pasal 2
diterangkan
bahwa
Kewajiban
memaksimalkan penggunaan produksi
dalam negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi wajib menggunakan
produksi dalam negeri apabila didalam
negeri sudah terdapat perusahaan yang
memiliki barang/jasa dengan penjumlahan
TKDN dan Nilai BMP mencapai minimal
40% (empat puluh persen). Tingkat
Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah
besarnya komponen dalam negeri pada
barang,jasadangabunganbarangdanjasa;
sedangkan manfaat perusahaan terhadap
perekonomian nasional yang dinyatakan
dengan Nilai Bobot Manfaat Perusahaan
(Nilai BMP) adalah nilai penghargaan
kepada perusahaan karena berinvestasi di
24
4.2. KebijakanuntukMeningkatkanPeran
TeknologiNasional.
Pemahaman tentang pentingnya peran
teknologi
dalam
memajukan
perekonomian dirasakan sudah meluas di
kalangan para pembuat kebijakan publik.
Semangat untuk mendorong peran
teknologi untuk berkontribusi terhadap
pembangunanekonomijugasudahtampak
24
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
20112025 (Pasal 4 ayat 1) yang dipimpin
langsung oleh Presiden (Pasal 5 ayat 1),
serta untuk membantu pelaksanaan tugas
KP3EI telah pula dibentuk Tim Kerja. Tim
Kerja bidang SDM dan Iptek diketuai oleh
WakilMenteriPendidikanNasional.
4.3. PersoalanBukanpadaKonsepsi,tapi
padaTahapImplementasinya.
Skenario besar pengembangan teknologi
nasional saat ini adalah menggunakan
kerangkaSINasyangberbasispadapotensi
sumberdaya nasional (termasuk potensi
spesifik daerah) dan diarahkan untuk
memenuhi permintaan pasar domestik.
Pilihan orientasi pengembangan teknologi
ini selaras dengan arahan Presiden untuk
menyelenggarakan pembangunan yang
bersifat inklusif dengan mengikutsertakan
UntukkoordinasipelaksanaanMP3EItelah
dibentukKomitePercepatandanPerluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI)
ISSN : 2252-911X
25
25
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
dibutuhkan
umumnya
merupakan
teknologi sederhana, tetapi perlu tetap
handalsecarateknisdanaffordablesecara
ekonomi.Komoditaspertaniandiproduksi
secara masif tetapi secara umum
mempunyai nilai ekonomi yang rendah,
sehingga sangat tepat jika juga
dikembangkan
teknologi
untuk
meningkatkannilaitambahhasilpertanian
tersebut, terutama teknologi yang
dibutuhkanuntukpengolahanpascapanen
untukmemproduksiprodukolahandengan
volume yang lebih kecil tapi mempunyai
nilaiekonomiyanglebihtinggi.
ditargetkan.
Boardman (2009) mengingatkan bahwa
tantangan manajerial yang paling
26
26
ISSN : 2252-911X
KebijakanRiset,Teknologi,danInovasi1(2012):126
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
belum terintegrasi dengan lembaga
lembaga pengguna teknologi. Oleh sebab
itu, dalam skenario untuk menjadikannya
sebagai ISTP, maka direncanakan untuk
menghadirkan industri berbasis teknologi
dan lembaga intermediasi di kawasan ini.
Dengan kedekatan secara fisik ini
diharapkan akan memicu dan memacu
interaksi dan komunikasi antara lembaga
pengembangdanpenggunateknologiyang
difasilitasi oleh lembaga intermediasi
(Gambar4).
4.5.TransformasiInstitusional.
Idealnya interaksi dan komunikasi antara
pihak pengembang dan pengguna
teknologidapatterjalinsecaraintensifdan
produktif, sehingga aliran informasi
kebutuhan
dan
persoalan
yang
membutuhkan solusi teknologi dapat
mengalir dari para pengguna ke pihak
pengembang teknologi. Jika aliran
informasi ini tidak terjadi maka akan sulit
diharapkan bahwa teknologi yang
dikembangkan relevan dengan kebutuhan
dan sesuai dengan kapasitas adopsi para
pengguna teknologi. Yuliar (2011)
meyakini bahwa transformasi kultural dan
kelembagaan
diperlukan
untuk
memungkinkan
perluasan
interaksi
interaksi(Gambar3).
ISSN : 2252-911X
27
27
Gambar 3. Memperluas interaksi dari hanya antar-pelaku litbang menjadi interaksi antara
para pelaku litbang dengan pelaku non-litbang (Yuliar, 2011)
28
ISSN : 2252-911X
5. Dimensi Politik
Pada saat ini mungkin hampir semua
kebijakan
pemerintah
mengalami
distorsi akibat adanya kepentingan
politik. Walaupun intervensi politik tak
selalu negatif, namun kecenderungan
saat ini lebih banyak mengarah pada
ketidak-efektifan dalam implementasi
kebijakan (intervensi politik cenderung
menyebabkan bias sasaran kebijakan ke
kelompok tertentu secara diskriminatif
29
dan
menjauh
dari
kepentingan
masyarakat umum yang seharusnya
menjadi sasaran setiap kebijakan publik);
dan ketidak-efisienan dalam pengelolaan
sumberdaya,
karena
cenderung
membutuhkan extracost dalam proses
mencapai kesepakatan para pihak
terkait dalam penetapan kebijakan dan
implementasinya.
Kementerian Riset dan Teknologi telah
menetapkan kebijakan terkait arah
penguatan SINas untuk meningkatkan
kontribusi iptek terhadap pembangunan
nasional (Kepmenristek No. 246/M/Kp/
IX/2011) yang lebih mengarahkan agar
pengembangan teknologi disesuaikan
dengan realita kebutuhan (demand-driven)
dan/atau persoalan yang membutuhkan
solusi teknologi dari para pihak pengguna
teknologi, baik pemerintah, industri,
maupun masyarakat.
Secara global, kecenderungan untuk
mengubah orientasi pengembangan iptek
dari dominan bersifat supply-push atau
berbasis kesimbangan supply-demand,
menjadi lebih bersifat demand-driven
pada dekade terakhir ini sedang bergulir.
Fenomena ini didasarkan pada realita
bahwa saat ini walaupun kemajuan
teknologi berkembang pesat, tetapi
SINas pada negara-negara tersebut masih
terkendala, karena hanya sedikit teknologi
yang berhasil dikembangkan yang diadopsi
dalam proses produksi barang/jasa
yang dibutuhkan konsumen. Kontribusi
teknologi
terhadap
pertumbuhan
ekonomi belum signifikan, sebagaimana
diindikasikan dari nilai Total Factor
Productivity (TFP) yang masih rendah.
Cervantes (2011) menyebut fenomena ini
sebagai innovation paradox.
30
ISSN : 2252-911X
Kebutuhan
teknologi
pemerintah
cenderung bersifat spesifik, misalnya
teknologi pertahanan untuk menjaga
kedaulatan dan keutuhan wilayah;
teknologi keamanan untuk mewujudkan
rasa aman bagi rakyat dan lingkungan yang
kondusif bagi berbagai kegiatan produktif
di dalam negeri; dan teknologi untuk
mendukung upaya peningkatan kualitas
layanan publik, terutama teknologi
informasi dan komunikasi. Dimensi politik
akan sangat mempengaruhi kebutuhan
dan pilihan teknologi yang potensial
untuk diadopsi oleh pemerintah.
Sebagai pengguna teknologi, masyarakat
negara berkembang seperti Indonesia
umumnya
membutuhkan
teknologi
yang terjangkau secara ekonomi, mudah
diaplikasikan secara teknis, dan tidak
terlalu senjang secara sosio-kultural.
Ketiga dimensi pertimbangan ini secara
kumulatif akan menjadi ukuran dari
kapasitas adopsi teknologi masyarakat.
Walaupun demikian, rentang kebutuhan
teknologi masyarakat di negara manapun
akan mempunyai spektrum yang sangat
lebar sebagai akibat kesenjangan
ekonomi yang sangat tinggi antara lapisan
masyarakat kaya dan miskin.
Karakteristik masing-masing kelompok
pengguna teknologi yang diuraikan di atas
memberikan penegasan bahwa kebutuhan
teknologi akan sangat beragam dan tidak
hanya murni karena pertimbangan teknis,
tetapi juga secara nyata dipengaruhi
oleh berbagai dimensi lainnya, termasuk
dimensi ekonomi, sosio-kultural, regulasi
dan kebijakan publik, serta politik.
Dengan
demikian,
pengembangan
teknologi yang sesuai kebutuhan tidak
boleh hanya mempertimbangkan dimensi
teknisnya semata, tetapi perlu juga
ISSN : 2252-911X
36
ISSN : 2252-911X
Daftar Pustaka
Ayyagari, M., A. Demiurgic-Kunt and V.
Maksimovic, 2006. Firm Innovation
in Emerging Markets: Role of
Government and Finance, the World
Bank, Washington D.C.
Bloch, D. 2011. Procurement for
Innovation in the United States.
Presented at China-OECD Roundtable
on Innovation Policies, Beijing, 18-19
October 2011
Boardman, P.C. 2009. Government
centrality to universityindustry
interactions: University research
centers and the industry involvement
of academic researchers. Research
Policy 38:15051516
Bottazi, L. and G. Peri, 2005. The
International Dynamics of R&D and
Innovation in the Short Run and the
long run, NBER Working Paper 11524.
Brahmbhatt, M. and A. Hu. 2007. Ideas
and Innovation in East Asia. World
Bank Policy Research Working Paper
No. 4403
Cervantes, M. 2011. Demand-side Policies
for Innovation: insights from the latest
OECD Work. Presented at China-OECD
Roundtable on Innovation Policies,
Beijing, 18-19 October 2011
Cohen, W.M dan D.A. Levinthal, 1989.
Innovation and Learning:the two faces
of R&D. Economic Journal 99:569-596.
Eaton, J. and S. Kortum, 1996. Trade in
Ideas: patenting and productivity in
the OECD, Journal of International
Economics 40:251-278.
ISSN : 2252-911X
37
38
ISSN : 2252-911X
39
Kementerian (LPNK), dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menangani bidang
litbang (Bappeda/Balitbangda). Setelah dilakukan validasi, ditetapkan 250 lembaga litbang
yang datanya diproses untuk komponen objektif kondisi belanja litbang, SDM, sarana
prasarana dan keluaran; dan 204 lembaga litbang untuk komponen subjektif tentang
persepsi lembaga tentang kondisi realita saat ini. Pendekatan yang digunakan dalam
merumuskan rekomendasi kebijakan pengembangan lembaga litbang yang difokuskan pada
peningkatan kualitas tatakelola adalah Metode Balance Score Card (BSC). Hasil analisis data
survei menunjukkan bahwa: (1) berdasarkan perspektif keuangan dan ekonomi, terindikasi
bahwa relevansi produk dan peningkatan kapasitas litbang pemerintah masih belum
optimal, tetapi kapasitas outsourcing terindikasi sudah berjalan; (2) berdasarkan perspektif
pelanggan dan pemangku kepentingan, terindikasi bahwa kesesuaian paket produk litbang,
layanan diseminasi produk, dan hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan pemangku
kepentingan tergolong masih rendah; (3) berdasarkan perspektif pembelajaran dan inovasi
terindikasi bahwa peningkatan kompetensi dan lingkungan kerja masih belum optimal, tetapi
kondisi infrastruktur pendukung dianggap sudah memadai; dan (4) berdasarkan perspektif
proses bisnis internal terindikasi bahwa efektivitas dan efisiensi operasional kegiatan
penunjang pada lemlitbang LPK masih belum memadai, tetapi sudah cukup memadai untuk
lemlitbang LPNK, sedangkan untuk pelaksanaan regulasi dan kebijakan baik lemlitbang LPK
maupun LPNK dipersepsikan masih rendah.
Kata kunci: pengembangan kelembagaan, barang modal, industri, SINas
1. Pendahuluan
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
mempunyai peran penting bagi kemajuan
bangsa
dan
kesejahteraan
rakyat.
Peran iptek ini bisa diwujudkan, jika
iptek yang dikuasai dan dikembangkan
dapat didayagunakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan/atau menjadi
solusi bagi permasalahan nyata yang
dihadapi pemerintah maupun masyarakat.
Fakta yang terjadi di berbagai negara di
dunia telah membuktikan bahwa iptek
memegang peran penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional masingmasing negara. Di Indonesia, konstitusi
dasar negara yakni Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 Pasal 31 ayat (5) telah
mengamanatkan pemajuan iptek bagi
40
peningkatan
sensitivitas
lemlitbang
dalam merespon kebutuhan teknologi
dan keterbukaan/keinginan dari lembaga
pengguna teknologi untuk berbagi; serta
(4) peningkatan kontribusi lemlitbang
untuk perkuatan SINas sehingga produk
lemlitbang mampu memberikan kontribusi
bagi peningkatan kemanfaatan atau
keuntungan lembaga pengguna teknologi
secara optimal.
Peningkatan kualitas lembaga-lembaga
litbang yang ada merupakan kebutuhan
mutlak dan mendesak. Untuk mengetahui
kondisi terkini lembaga-lembaga litbang
yang ada perlu dilakukan kegiatan
pemetaan terhadap lembaga/intitusi
yang ada. Melalui pelaksanaan survei
tata kelola lembaga litbang diharapkan
akan dihasilkan berbagai rekomendasi
yang mencakup pengembangan program/
kegiatan lembaga litbang, pengembangan
sumber daya litbang (SDM, infrastruktur,
dana), pengembangan proses bisnis utama
dalam mekanisme pelaksanaan tupoksi
lembaga litbang dengan berbagai Standard
Operating Procedure (SOP) pendukung,
serta pengembangan kebijakan/regulasi
nasonal sehingga berbagai proses bisnis
utama yang dilakukan dapat terintegrasi
sesuai dengan business functions dan
business area dari SINas.
2.2. Metode Survei
Survei dilakukan dengan menyebarkan
377 kuisioner kepada unit kerja
pemerintah yang terdiri dari Lembaga
Pemerintah Non Kementerian (LPNK),
Lembaga Penelitian Kementerian (LPK)
dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD) yang menangani bidang litbang
(Bappeda/Balitbangda). Kuisioner terdiri
dari dua bagian yakni: Bagian A, terdiri
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
45
Litbang
Definisi
Perspektif
Keuangan &
Ekonomi
Perspektif
Customers &
Stakeholders
Perspektif
Proses Bisnis
Internal
Perspektif
Pembelajaran
& Inovasi/
Pertumbuhan
Sasaran Strategis
48
ISSN : 2252-911X
54
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
55
Advokasi
kebijakan
pengembangan
kelembagaan terutama terkait pada
tahapan
perumusan
rekomendasi
kebijakan, dilakukan berdasarkan kondisi
eksisting kualitas tatakelola lemlitbang
nasional hasil analisa ukuran kinerja dari
masing-masing tujuan pada perspektif
Metode BSC. Kondisi eksisting tersebut
memberikan gambaran secara holistik
dari kondisi kualitas tatakelola lemlitbang
nasional pada saat ini. Kondisi tersebut
merupakan suatu dashboard (panel
instrumentasi) yang memetakan kondisi
tatakelola lemlitbang nasional dalam suatu
kerangka hubungan sebab akibat yang
terefleksi pada empat perspektif Metode
BSC.
Berdasarkan kendala yang teridentifikasi
selanjutnya dicarikan enabler factors yang
memungkinkan kendala tersebut dapat
diatasi serta aksi yang perlu dilakukan
dalam implementasi advokasi kebijakan
yang dilakukan. Perumusan kebijakan
peningkatan kualitas tatakelola lemlitbang
nasional dilakukan berdasarkan pada
enabler factors yang teridentifikasi serta
aksi menggunakan enabler factors tersebut.
Peta
kualitas
lemlitbang
nasional
memudahkan penentu kebijakan untuk
menentukan prioritas kebijakan yang akan
dilakukan berdasarkan data faktual yang
dihadapi di lapangan. Peta kualitas tatakelola
lemlitbang yang sudah tersegmentasi dalam
empat perspektif Metode BSC dengan tujuan
masing-masing yang ingin dicapai serta
ukuran-ukuran kinerja dari masing-masing
tujuan tersebut akan membantu pembuat
kebijakan
untuk
mengkomunikasikan
dengan berbagai pihak terkait.
Disamping
itu,
dengan
informasi
yang sudah fokus maka pemanfaatan
ISSN : 2252-911X
57
Pelaksanaan
tahapan
ini
akan
menghasilkan
prioritas
terhadap
rekomendasi kebijakan yang telah
dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan
beserta rencana aksinya. Disamping itu,
penyempurnaan ukuran kinerja dari
masing-masing tujuan pada perspektif
Metode BSC juga dilakukan pada tahapan
ini dengan memperhatikan dinamika
perubahan lingkungan yang terjadi
baik internal lembaga berupa kebijakan
Kemenristek dan Restra Program Kegiatan
Kemenristek, maupun eksternal lembaga
berupa program prioritas nasional seperti
program kegiatan pada Masterplan
Perluasan dan Percepatan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI);
Langkah-3, Penyusunan Peta Stratejik
Metode BSC berdasarkan hasil dari
tahapan ke-1 dan ke-2 sehingga didapatkan
peta stratejik yang komprehensif dengan
keterwakilan kepentingan dari segenap
stakeholders kebijakan pengembangan
kelembagaan Iptek yang berorientasi pada
peningkatan kualitas tatakelola lemlitbang
nasional.
ISSN : 2252-911X
66
ISSN : 2252-911X
Daftar Pustaka
Bell, M., Pavitt, K. 1993. Technological
accumulation and industrial growth:
Contrasts between developed and
developing countries. Industrial and
Corporate Change 2:157-209.
Boekholt, P. 2010. The evolution of
innovation paradigms and their
influence on research, technological
development and innovation policy
instruments. In Smits et al. (eds): The
Theory and Practice of Innovation
Policy. Edward Elgar Publishing,
Cheltenham, UK.
Kaplan, R. S. and Norton, D. P. 1992. The
Balanced Scorecard: Measures that
drive ferformance, Harvard Business
Review 69 (1): 71-79.
Kaplan, R.S., Norton, D.P. 1996. Alignment:
Using the Balanced Scorecard to Create
Corporate Synergies. Harvard Business
School Pess, Boston.
ISSN : 2252-911X
67
ISSN : 2252-911X
69
1. Pendahuluan
Pemetaan legislasi dalam kegiatan
perekayasaan, inovasi dan difusi teknologi
merupakan upaya koherensi kebijakan dan
penggalangan kompetisi dan kerjasama
untuk membangkitkan industri hasil
inovasi.Peningkatan pengelolaan dan
interaksi antar elemen pendukungnya,
seperti lembaga pengembang teknologi,
seperti
lembaga
penelitian
dan
pengembangan Lembaga Pemerintah
Non Kementerian (LPNK), kementerian,
daerah serta perguruan tinggi, maupun
melakukan interaksi ke luar dengan dunia
usaha dan industri sebagai pengguna atau
pengembang teknologi.
Upaya tersebut semestinyadapat dilakukan
sehingga inovasi dapat mewujud dalam
penyediaan barang dan jasa yang
bermanfaat bagi masyarakat. Upaya untuk
mewujudkan inovasi secara bersistem inilah
yang dapat disebut dengan penguatan
Sistem Inovasi Nasional (SINas). Pada
dasarnyapenguatan SINas dilakukan untuk
tujuan peningkatankemampuan daya
saing nasional, yaitu dengan melakukan
transformasi bertahapdari perekonomian
yang berbasis keunggulan komparatif
sumber daya alam menjadi perekonomian
kreatif yang berkeunggulan kompetitif.
Melalui penguatan SINas, berbagai aktor
yang terlibat dalam kegiatan penelitian,
pengembangan dan penerapan iptek
diharapkan berkolaborasi dalam satu
jaringan, sehingga inovasi iptek yang
dihasilkan dapat diterapkan dalam
aktivitas keseharian dan bernilai guna bagi
masyarakat.
Namun sebagaimana diketahui kegiatan
sinergi atau kolaborasi, baik antar aktor,
maupun kelembagaan pelaku litbang,hingga
70
Inovasi
dan
Difusi
ISSN : 2252-911X
b) Iptek
Dalam bidang iptek, upaya optimalisasi
regulasi yang ada terus dilakukan dan
dikembangkan
untuk
mendukung
kegiatan penelitian, pengembangan,
dan penerapan iptek. Melalui UU No.
18 Tahun 2002 beserta peraturanperaturan pelaksanaannya, ditentukan
peran dan tanggung jawab tiap-tiap
unsur kelembagaan iptek. Dari perguruan
tinggi dan lembaga litbang, badan
usaha dan industri, pemerintah, sampai
lembaga penunjang, kesemuanya sudah
diarahkan peran dan tanggung jawab yang
diembannya. Bahkan, agar kesemua unsur
kelembagaan tersebut menghasilkan
kinerja yang maksimal, ditekankan pula
pentingnya suatu jaringan hubungan
interaktif, dan diarahkan pula pola
hubungan dalam jaringan tersebut.
Namun demikian, karena kegiatan
penelitian, pengembangan, dan penerapan
teknologi itu sangat bergantung pada
kemauan dan kesanggupan pihakpihak yang terlibat, maka keberadaan
legislasi tentu sekedar mengarahkan saja.
Terkecuali pada kegiatan yang, setidaknya
sebagiannya, didanai oleh pemerintah
ataupun pemerintah daerah, atau juga
diberikan fasilitas dan insentif tertentu,14
maka pemerintah tidak bisa memaksakan
14 Sebagai contoh, inventor yang telah
diberikan
paten,
oleh
pemerintah
dilindungi hak-hak eksklusifnya dalam
menggunakan invensinya itu. Di sini,
karena inventor mendapatkan fasilitas
dan insentif dari pemerintah, yaitu berupa
jaminan perlindungan dalam penggunaan
penemuannya, maka pemerintah punya
kuasa untuk memaksa inventor untuk
melaksanakan penemuannya itu di
Indonesia.
ISSN : 2252-911X
Infrastuktur
lainnya
yang
sangat
memengaruhi
kegiatan
penelitian,
pengem-bangan dan penerapan teknologi,
ialah berkenaan dengan fasilitas penelitian
dan pengembangan iptek. Penyediaan
fasilitas penelitian dan pengembangan
iptek yang lebih memadai, karenanya
perlu diupayakan. Terhadap pusat-pusat
penelitian yang dipunyai pemerintah, yang
memiliki kelengkapan fasilitas, sebaiknya
harus diperluas lagi penggunaannya
oleh masyarakat. Keberadaan Pusat
Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Puspiptek), misalnya, mesti diperluas
penggunaannya. Meski sudah ada
Peraturan Menteri Riset dan Teknologi
yang mengatur penggunaan penggunaan
Puspiptek, yaitu Permenristek No. 02/M/
PER/IV/2010, masih banyak yang belum
mengetahui keberadaan Puspiptek. Oleh
karenanya, sosialisasi, semisal dalam
bentuk pameran, yang dimaksudkan untuk
mengenalkan Puspitek perlu dilakukan,
terutama di perguruan-perguruan tinggi
dan komunitas-komunitas peneliti dan
pencinta ilmu pengetahuan. Pengenalan
berbagai produk iptek yang dikelola
Puspitek dalam acara berlabelkan Ranking
1 di salah satu stasiun televisi swasta
nasional, bisa dimaknai sebagai bagian
dari upaya mengenalkan Puspitek kepada
masyarakat luas.
menjadi
solusi
dalam
menjawab
keterbatasan fasilitas pendukung di
sebagian besar lembaga penelitian dan
perguruan tinggi. Dalam hal ini, penelitipeneliti yang tersebar dalam berbagai
perguruan tinggi dan lembaga litbang,
dapat memanfaatkan fasilitas penelitian
yang ada di pusat-pusat penelitian yang
memadai itu.
f) Pendidikan
Anies Baswedan menggambarkan peran
penting pendidikan itu sebagai eskalator
sosial ekonomi dan sebuah instrumen
rekayasa struktural masyarakat masa
depan.30 Maju dan tidaknya suatu
masyarakat dan bangsa, secara sosial
maupun ekonomi, sangat ditentukan
oleh pendidikan yang dikembangkan di
masyarakat dan bangsa itu.
Peranan pendidikan yang demikian itu
sangat terlihat sekali dalam jenjang
pendidikan tinggi. Dalam pendidikan tinggi,
perguruan tinggi punya kewajiban untuk
menyelenggarakan kegiatan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat,
selain juga kewajiban dalam bidang
pengajaran. Ketiganya, yang merupakan
bidang yang harus diselenggarakan setiap
perguruan tinggi, dikenal sebagai tridarma
perguruan tinggi. Hanya saja memang, dari
ketiga bidang tersebut, bidang pengajaran
masih menjadi yang paling menonjol
dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi. Sampai-sampai dikenali
perguruan tinggi itu sebagai universitas
pengajaran
(teaching
university).
Agaknya belum terlalu lama di Indonesia
orientasi kegiatan di perguruan tinggi
diarahkan pada bidang penelitian. Istilah
30 Kompas ekstra, 25 April 2011, edisi
pendidikan.
92
a. Permasalahan
b. Berbagai
94
ISSN : 2252-911X
95
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
96
Website
H tt p : / / w w w. b p pt . g o . i d / i n d ex .
php?option=com_content&view=arti
cle&id=397:sistem-inovasi-nasionaluntuk-menjawab-tantangan-pasarglobal&catid=46:umum, diakses 10 Juli
2011.
Http://www.dgip.go.id, diakses pada tahun
2007 dan September 2011.
ISSN : 2252-911X
H t t p : / / w w w.t e m p o i n t e r a k t i f. c o m /
hg/layanan_publik/2011/10/15/
brk,20111015361505,id.html, diakses
15 Oktober 2011.
Publikasi Kegiatan
www.ristek.go.id, Berita Kegiatan Ristek,
tanggal 25 April 2011 di Kementerian
Ristek.
www.ristek.go.id, Berita Kegiatan Ristek,
tanggal 24 Mei 2011 di Kalimantan
Tengah.
www.ristek.go.id, Berita Kegiatan Ristek,
tanggal 31 Mei 2011 di LPPM USU
Medan.
www.ristek.go.id, Berita Kegiatan Ristek,
tanggal 24 Juli 2011 di FH Unair
Surabaya.
ISSN : 2252-911X
97
ISSN : 2252-911X
99
1. Pendahuluan
Ketidakcermatan Indonesia dalam berbagai
perjanjian dan kesepakatan baik di tingkat
ASEAN, APEC, dan global telah berakibat
kurangnya keleluasaan pemerintah dalam
menerapkan berbagai bentuk hambatan
tarif atau hambatan teknis perdagangan,
sehingga pelaku bisnis di Indonesia akan
berhadapan dengan persaingan bebas,
baik di pasar domestik, regional, maupun
global.
Persaingan bebas tersebut sangat
dipengaruhi oleh penguasaan sistem
ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge
base economy) yang menggarisbawahi
pentingnya kemampuan inovasi sebagai
faktor utama daya saing ekonomi.
Untuk dapat memperoleh keuntungan
dari persaingan tersebut, Indonesia
harus membentuk sistem ekonomi yang
efisien dan persaingan pasar yang sehat.
Pemerintah dan semua elemen bangsa
harus memiliki komitmen dan konsistensi
dalam membangun ekonomi yang
inovatif dan responsif untuk menghadapi
berbagai bentuk persaingan dan dinamika
permintaan pasar.
Upaya mewujudkan ekosistem yang
kondusif dan penerapan berbagai inisiatif
untuk menstimulasi perkembangan sistem
inovasi nasional harus dilaksanakan secara
sungguh-sungguh.
Saat ini sangat dibutuhkan berbagai
kebijakan
pemerintah
yang
dapat
menstimulasi perkembangan kemampuan
inovasi di sektor bisnis, juga dapat
mendorong efektivitas sektor penelitian
dan pendidikan dalam mengembangkan
potensi iptek serta memasok iptek ke dunia
bisnis, baik melalui penyediaan tenaga
kerja iptek, informasi ilmiah, maupun
100
102
ISSN : 2252-911X
Gambar 1. Nilai VS Risiko Komersialisasi Teknologi (diadopsi dari APAX Partners, 2005)
104
ISSN : 2252-911X
penelitian,
untuk
ditransformasikan
ke dalam teknologi/produk komersial.
Kegiatan ini difokuskan pada pembuktian
dalam skala laboratorium, bahwa hasil
penelitian dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan teknologi/ produk baru
yang memiliki prospek pasar. Pada tahap ini
sukar diharapkan partisipasi pembiayaan
dari pelaku bisnis, baik produsen maupun
investor. Apabila perguruan tinggi atau
lembaga litbang tidak menyediakan
sumber pembiayaan mereka sendiri, akan
sulit untuk mengkomunikasikan prospek
komersial hasil litbang.
2.2.2. Validate Techno-Economic
Feasibility
Tujuan tahap ini adalah menganalisis
kelayakan teknis dan menggali berbagai
aspek komersial yang terkait dengan
komersialisasi hasil penelitian. Kegiatan,
difokuskan pada pendefinisian kinerja
dan spesifikasi teknis dari teknologi/
105
ISSN : 2252-911X
107
ISSN : 2252-911X
117
Keberhasilan
perusahaan
spin-off
memerlukan prasyarat sebagai berikut:
Pertama, hasil penelitian yang akan
dikomersialkan
harus
berpotensi
dikembangkan menjadi teknologi atau
produk yang memiliki nilai pasar yang
tinggi. Karenanya kekayaan intelektual
tersebut
merupakan
satu-satunya
aset perusahaan yang berharga, harus
diproteksi agar perusahaan lain tidak
dapat menggunakan khususnya bila
keberhasilan komersialnya terbukti.
Kedua, keikutsertaan peneliti utama dalam
perusahaan ini, untuk mengembangkan
hasil penelitian lebih lanjut, juga karena
diperlukan keahlian dan komitmen yang
kuat.
Ketiga,
permodalan
tidak
hanya
diperlukan untuk menggali dan validasi
kelayakan tekno-ekonomi hasil penelitian,
namun juga untuk mempersiapkan dan
melaksanakan produksi, pemasaran,
distribusi, dan penjualan.
Keempat, keberadaan tim manajemen
yang memiliki kualifikasi baik karena
kesediaan
investor
menyediakan
permodalan
tidak
semata-mata
dilandaskan pada prospek komersial hasil
penelitian yang akan dikapitalisasi, namun
juga pada kemampuan perusahaan
mengelola
manajemen
perusahaan,
finansial, pemasaran, dan penjualan.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa
peran lembaga dimana penelitian
dilakukan sangat penting, tanpa dukungan
kebijakan lembaga tersebut tidak mungkin
bagi para peneliti memanfaatkan hasil
penelitian mereka dan terlibat secara
langsung dalam pembentukan dan
pengembangan perusahaan spin-off.
ISSN : 2252-911X
peningkatan
dilepaskan.
yang
besar
pada
saat
120
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
126
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
127
128
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
129
130
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
133
134
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
136
ISSN : 2252-911X
Gambar
11
memberikan
ilustrasi
perkembangan
perusahaan
spin-off.
Perusahaan ini memerlukan seed capital
ISSN : 2252-911X
137
138
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
141
Daftar Pustaka
Allott, S., 2006. From science to growth:
What exactly is the mechanism by
which scientific research turns into
economic growth. Lecture delivered
at Hughes Hall, Cambridge, 6th March
2006. Downloadable via http://www.
trinamo.com/news/articles.htm.
Asisten Deputi Bidang Perkembangan
Sipteknas. 2008. Laporan Akhir
Analisis Kebijakan Lingkungan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Tahun
2008. Kementerian Negara Riset dan
Teknologi, Jakarta
Asisten Deputi Bidang Perkembangan
Sipteknas. 2009. Laporan Akhir
Analisis Kebijakan Lingkungan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Tahun
2009. Kementerian Negara Riset dan
Teknologi, Jakarta
Association of Universities and Colleges
of Canada. 2001. Commercialization
of University Research. Viewed 31
August
2008,
<http://www.aucc.
ca/_pdf/english/reports/2001/
commerc_05_25_e.pdf>.
Aubert, J.E., 2004. Promoting Innovation
In Developing Countries: A Conceptual
Framework. World Bank, July 2004
AusIndustry and Australian Taxation Office.
2010. Guide to the R&D Tax Concession,
Part A - Introduction, Version 4.3
AusIndustry and Australian Taxation Office.
2008. Guide to the R&D Tax Concession,
Part B Research and Development
Activities, Version 4.2, July 2008
142
ISSN : 2252-911X
ISSN : 2252-911X
143