Anda di halaman 1dari 24

TUGAS

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...........................................................................................................

Daftar Isi ......................................................................................................................

BAB I : Pendahuluan
I.1. Latar Belakang .................................................................................................

I.2. Rumusan Masalah..............................................................................................

I.3. Tujuan ........... . ..................................................................................................

BAB II : Pembahasan
II.1. Defenisi Obesitas............................................................................................

II.2. Penentuan Obesitas.............. ............................................................................

II.3. Tipe-tipe Obeseitas.........................................................................................

II.4. Resiko Obesitas................................... ...........................................................

II.5. Faktor yang Menyebabkan Obesitas Secara Langsung....................................

10

II.6. Faktor yang Menyebabkan Obesitas Secara Tidak Langsung...........................

12

II.7. Transisi Epidemiologi Gizi...............................................................................

14

II.8. Surveilans Gizi.................................... ...........................................................

15

II.9.Tujuan Surveilans Gizi......................... ...........................................................

16

II.10. Kegiatan Surveilans Gizi...............................................................................

17

II.11. Indikator yang Digunakan Dalam Surveilans GIzi..........................................

18

II.12. Sumber Data Surveilans Gizi..........................................................................

18

II.13. Penanganan Pada Penderita Obes....................................................................

20

Bab III : Penutup


III.1. Kesimpulan ...................................................................................................

23

III.2. Saran...............................................................................................................

23

Daftar Pustaka.............................................................................................................

24

BAB I
PENDAHULUAN
SURVEILANS OBESITAS
I.1. LATAR BELAKANG
Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah
gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi lebih.
Kelebihan gizi yang menimbulkan obesitas dapat terjadi baik pada anak-anak hingga usia
dewasa. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk
dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung terus
menerus (positive energy balance) dalam jangka waktu cukup lama, maka dampaknya adalah
terjadinya obesitas. Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang
berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya.
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO
menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas sudah
merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani. Prevalensi obesitas pada
anak meningkat dari tahun ke tahun, baik di negara maju maupun negara yang sedang
berkembang. Disamping itu, obesitas pada anak berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa
dewasa dan berpotensi menderita penyakit metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian
hari (Wildanul, 2012). Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering
3

ditemukan di berbagai negara. Prevalensi overweight dan obes pada anak di dunia meningkat
dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1%
di tahun 2020. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 didapatkan
prevalensi obesitas pada (1) anak balita di tahun 2007, 2010, dan 2013 berdasarkan berat
badan menurut tinggi badan lebih dari Z score menggunakan baku antropometri anak balita
WHO 2005 berturut-turut 12,2%, 14,0%, dan 11,9%, serta (2) anak berusia 5-12, 13-15, dan
16-18 tahun berturut turut 8,8%, 2,5%, dan 1,6% berdasarkan indeks massa tubuh menurut
umur lebih dari Z score menggunakan baku antropometri WHO 2007 untuk anak berumur 518 tahun.
Berdasarkan data yang ditemukan pada Riskesdas 2013, beberapa penelitian yang
telah dilakukan mengenai prevalensi anak dan remaja obes serta komorbiditas yang
menyertai di Indonesia, dan kecenderungan anak obes menjadi dewasa obes yang diperberat
dengan kejadian obesitas pada orangtua, maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
menganggap perlu dibuat rekomendasi diagnosis, tata laksana, dan pencegahan obesitas pada
anak dan remaja. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuandokter spesialis anak
dalam mendeteksi, mengelola, serta mencegah obesitas dan komorbiditas yang menyertainya.
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan
jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan. Obesitas terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Sedangkan menurut
Dariyo (2004) yang dimaksud dengan obesitas adalah kelebihan berat badan dari ukuran
normal sebenarnya. Menurut Papalia Olds, Feldma dan Rice (dalam Galih Tri Utomo 2012)
ada tiga penyebab obesitas yakni, faktor fisiologis, faktor psikologis dan faktor kecelakaan.
Faktor fisiologis adalah faktor yang muncul dari berbagai variabel, baik yang bersifat
herediter maupun non herediter. Dilihat dari faktor-faktor yang menyebabkan obesitas, dari
faktor-faktor tersebut salah satunya adalah pola makan atau jenis makanan yang dikonsumsi
danjenis kegiatan yang dilakukan.
Makalah ini akan membahas tentang obesitas, tipe-tipe obesitas, resiko dari obesitas,
faktor yang menyebabkan obesitas secara langsung dan tidak langsung, transisi epidemiologi
gizi, surveilans gizi, tujuan surveilans gizi, indikator yang digunakan dalam surveilans gizi,
sumber data dalam surveilans gizi, dan penanganan pada penderita obes.

I.2. RUMUSAN MASALAH


4

1. Apa defenisi obesitas?


2. Penentuan obesitas
3. Tipe-tipe obesitas
4. Apa resiko dari obesitas?
5. Faktor yang menyebabkan obesitas secara langsung dan tidak langsung
6. Transisi epidemiologi gizi
7. Surveilans gizi dan tujuannya
8. Indikator yang digunakan dalam surveilans gizi
9. Sumber data surveilans gizi
10. Penanganan pada penderita obesitas

I.3. TUJUAN PENULISAN


Adapun makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Surveilans
Epidemiologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan informasi tentang
obesitas, tipe-tipe obesitas, resiko dari obesitas, faktor yang menyebabkan obesitas secara
langsung dan tidak langsung, transisi epidemiologi gizi, surveilans gizi, tujuan surveilans
gizi, indikator yang digunakan dalam surveilans gizi, sumber data dalam surveilans gizi, dan
penanganan pada penderita obes. Semoga makalah ini dapat menambah ilmu pembaca
tentang obesitas.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. DEFENISI OBESITAS
Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam
jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam
jaringan organnya (Misnadierly, 2007). Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan
ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga
terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009).Terjadinya
obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu sedikitnya aktivitas atau
latihan fisik, maupun keduanya (Misnadierly, 2007). Dengan demikian tiap orang perlu
memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan kebutuhan tenaga sehari
-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan. Perhatian lebih besar mengenai kedua hal ini
terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari keluarga obesitas, berjenis

kelamin wanita, pekerjaan banyak duduk, tidak senang melakukan olahraga, serta
emosionalnya labil.
Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obes) yang
disebabkan penumpukan adipose (adipocytes: jaringan lemak khusus yang disimpan tubuh)
secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang
lebih berat dibandingkan berat idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan lemak di
tubuhnya.

II.2. PENENTUAN OBESITAS


Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan
lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi
dengan kwadrat tinggi badan dalam ukuran meter (Arisman,2007).
Rumus menentukan IMT : IMT = BB / TB
II.3. TIPE-TIPE OBESITAS
Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat digolongkan Dalam beberapa tipe (Purwati,
2001) yaitu :
1) Tipe Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi karena jumlah sel yang lebih banyak
dibandingkan kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai dengan ukuran sel normal
terjadi pada masa anak-anak. Upaya menurunkan berat badan ke kondisi normal pada masa
anak-anak akan lebih sulit.
2) Tipe Hipertropik, kegemukan ini terjadi karena ukuran sel yang lebih besar dibandingkan
ukuran sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia dewasa dan upaya untuk
menurunkan berat akan lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe hiperplastik.
3) Tipe Hiperplastik dan Hipertropikkegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan ukuran sel
melebihi normal. Kegemukan tipe ini dimulai pada masa anak -anak dan terus berlangsung
sampai setelah dewasa. Upaya untuk menurunkan berat badan pada tipe ini merupakan yang
paling sulit, karena dapat beresiko terjadinya komplikasi penyakit, seperti penyakit
degeneratif.
Berdasarkan penyebaran lemak didalam tubuh, ada dua tipe obesitas yaitu:
a). Tipe buah apel (Adroid), pada tipe ini ditandai dengan pertumbuhanlemak yang berlebih
dibagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar dada, pundak, leher, dan muka. Tipe ini pada

umumnya dialami pria dan wanita yang sudah menopause. Lemak yang menumpuk adalah
lemak jenuh.
b). Tipe buah pear (Genoid), tipe ini mempunyai timbunan lemak pada bagian bawah, yaitu
sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Tipe ini banyak diderita oleh perempuan. Jenis
timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh.
II.4. RESIKO OBESITAS
Dari segi fisik, orang yang mengalami obesitas akan mengalami rendah diri dan merasa
kurang percaya diri. Sehingga seringkali akan mengalami tekanan, baik dari dirinya sendiri
maupun dari lingkungannya ( Purwati, 2001). Kelebihan penimbunan lemak diatas 20% berat
badan idial, akan menimbulkan permasalahan kesehatan hingga terjadi gangguan fungsi
organ tubuh (Misnadierly, 2007). Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit
degeneratif. Penyakit penyakit tersebut antara lain :
a)Hipertensi
Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap Penyakit hipertensi.
Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia 20 39 tahun orang obesitas
mempunyai resiko dua kali lebih besar terserang hipertensi dibandingkan dengan orang yang
mempunyai berat Badan normal (Wirakusumah, 1994).
b) Jantung koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat penyempitan pembuluh darah
koroner. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 500 penderita kegemukan, sekitar 88 %
mendapat resiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya factor resiko penyakit
jantung koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat badan seseorang. Penelitian lain
juga menunjukkan kegemukan yang terjadi pada usia 20 -40 tahun ternyata berpengaruh lebih
besar terjadinya penyakit jantung dibandingkan kegemukan yang terjadi pada usia yang lebih
tua (Purwati, 2010).
c) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut tidak selalu timbul
jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih dari 90 % penderita diabetes mellitus tipe
serangan dewasa adalah penderita kegemukan. Pada umumnya penderita diabetes mempunyai
kadar lemak yang abnormal dalam darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes yang
ingin menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi konsumsi bahan
8

makanan sumber lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi serat (Purwati,
2001)
d) Gout
Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang sendi yang lebih serius
jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal. Penderita obesitas yang juga
menderita gout harus menurunkan berat badannya secara perlahan-lahan (Purwati, 2001)
e) Batu Empedu
Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih tinggi karena ketika tubuh
mengubah kelebihan lemak makanan menjadi lemak tubuh, cairan empedu lebih banyak
diproduksi didalam hati dan disimpan dalam kantong empedu. Penyakit batu empedu lebih
sering terjadi pada penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan
mengobati penyakit batu empedu, tetapi hanya membantu dalam pencegahannya. Sedangkan
untuk mengobati batu empedu harus menggunakan sinar ultrasonic maupun melalui
pembedahan (Andrianto, 1990).
f) Kanker
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki dengan obesitas akan beresiko terkena
kanker usus besar, rectum, dan kelenjar prostate. Sedangkan pada wanita akan beresiko
terkena kanker rahim dan kanker payudara.
Untuk mengurangi resiko tersebut konsumsi lemak total harus dikurangi. Pengurangan lemak
dalam makanan sebanyak 20 25 % perkilo kalori merupakan pencegahan terhadap resiko
penyakit kanker payudara (Purwati, 2001).

II.5. FAKTOR YANG MENYEBABKAN OBESITAS SECARA LANGSUNG


a. Genetik
Yang dimaksud factor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang tuanya.
Pengaruh faktor tersebut sebenarnya belum terlalu jelas sebagai penyebab kegemukan.
Namun demikian, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa factor genetic merupakan
factor penguat terjadinya kegemukan (Purwati, 2001). Menurut penelitian , anak-anak dari
orang tua yang mempunyai berat badan normal ternyata mempunyai 10 % resiko kegemukan.
Bila salah satu orang tuanya menderita kegemukan , maka peluang itu meningkat menjadi 40
50 %. Dan bila kedua orang tuanya menderita kegemukan maka peluang factor keturunan
menjadi 7080% (Purwati, 2001).
b. Hormonal
9

Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormone tiroid didalam tubuhnya akan
menurun. Oleh karena itu kemampuan untuk menggunakan energi akan berkurang. Terlebih
lagi pada usia ini juga terjadi penurunan metabolisme basal tubuh, sehingga mempunyai
kecenderungan untuk meningkat berat badannya (Wirakusumah, 1997).Selain hormon tiroid
hormone insulin juga dapat menyebabkan kegemukan. Hal ini dikarenakan hormone insulin
mempunyai peranan dalam menyalurkan energi kedalam sel-sel tubuh. Orang yang
mengalami peningkatan hormone insulin, maka timbunan lemak didalam tubuhnyapun akan
meningkat. Hormon lainnya yang berpengaruh adalah hormone leptin yang dihasilkan oleh
kelenjar pituitary, sebab hormone ini berfungsi sebagai pengatur metabolisme dan nafsu
makan serta fungsi hipotalmus yang abnormal, yang menyebabkan hiperfagia (Purwati,
2001).
c. Obat-obatan
Saat ini sudah terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat lapar didalam tubuh.
Dengan demikian orang yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut, nafsu makannya akan
meningkat, apalagi jika dikonsumsi dalam waktu yang relative lama, seperti dalam keadaan
penyembuhan suatu penyakit, maka hal ini akan memicu terjadinya kegemukan (Purwati,
2001).
d.Asupan makan
Asupan makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi seseorang. Asupan Energi
yang berlebih secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih (over
weight), dan obesitas. Makanan dengan kepadatan Energi yang tinggi (banyak mengandung
lemak dan gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan
sebagian besar keseimbangan energi yang positip ini (Gibney, 2009) Perlu diyakini bahwa
obesitas hanya mungkin terjadi jika terdapat kelebihan makanan dalam tubuh, terutama bahan
makanan sumber energi. Dan kelebihan makanan itu sering tidak disadari oleh penderita
obesitas (Moehyi, 1997). Ada tiga hal yang mempengaruhi asupan makan, yaitu kebiasaan
makan, pengetahuan, dan ketersediaan makanan dalam keluarga. Kebiasaan makan berkaitan
dengan makanan menurut tradisi setempat, meliputi hal-hal bagaimana makanan diperoleh,
apa yang dipilih, bagaimana menyiapkan, siapa yang memakan, dan seberapa banyak yang
dimakan. Ketersediaan pangan juga mempengaruhi asupan makan, semakin baik ketersediaan
pangan suatu keluarga, memungkinkan terpenuhinya seluruh kebutuhan zat gizi (Soekirman,
2000). Ketersediaan pangan sangat dipengaruhi oleh pemberdayaan keluarga dan
10

pemanfaatan sumberdaya masyarakat. Sedangkan kedua hal tersebut sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan kemiskinan. Kecukupan gizi menurut Recommended dietary
Allowanie (RDA) tahun 1989 adalah banyaknya zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan
mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
aktifitas, berat badan, tinggi badan, genetic, dan keadaan hamil dan menyusui. Kecukupan
gizi yang dianjurkan berbeda dengan kebutuhan gizi (Karyadi, 1996). Kebutuhan energi total
untuk orang dewasa diperlukan untuk metabolisme basal, aktivitas fisik, dan efek makanan
atau pengaruh dinamik khusus (SDA). Kebutuhan energi terbesar diperlukan untuk
metabolisme basal (Almatsier, 2005). Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa
menurut hasil penelitian keseimbangan nitrogen yaitu 0,75 gr/kg berat badan, berupa protein
patokan tinggi yaitu protein telur. Angka ini dinamakan safe level of intake atau taraf asupan
terjamin (Almatsier, 2005).
e.Aktivitas Fisik
Obesitas juga dapat terjadi bukan hanya karena makan yang berlebihan, tetapi juga
dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan energi. Beberapa hal
yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain adanya berbagai fasilitas yang
memberikan berbagai kemudahan yang menyebabkan aktivitas fisik menurun. Faktor lainnya
adalah adanya kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan yang mendorong masyarakat
untuk menempuh kehidupan yang tidak memerlukan kerja fisik yang berat. Hal ini
menjadikan jumlah penduduk yang melakukan pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi
semakin banyak, sehingga obesitas menjadi lebih merupakan masalah kesehatan (Moehyi,
1997).
II.6. FAKTOR YANG MENYEBABKAN OBESITAS SECARA TIDAK LANGSUNG
a. Pengetahuan gizi.
Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam menggunakan pangan dengan baik
sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup Pengetahuan ibu dipengaruhi oleh
pendidikannya.Tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki sangat
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seseorang
akan lebih banyak memperoleh informasi dalam menentukan pola makan bagi dirinya
maupun keluarganya . Menurut Notoatmojo (1993), Pengetahuan merupakan hasil tahu dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan
diperoleh dari pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan ibu tentang
11

kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikannya. Pengetahuan
tidak hanya diperoleh melalui pendidikan formal, namun juga dari informasi orang lain,
media massa atau dari hasil pengalaman orang lain.
b. Pengaturan Makan
Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat gizi tenaga, zat pembangun,
dan zat pengatur yang dikonsumsi seseorang dalam waktu satu hari sesuai dengan kecukupan
tubuhnya (Departemen Kesehatan RI, 1996). Makanan sumber karbohidrat kompleks
merupakan sumber energi utama. Bahan makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padipadian (beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong ubi jalar dan kentang), dan bahan
makanan lain yang mengandung banyak karbohidrat seperti pisang dan sagu. Gula tidak
mengenyangkan tetapi cenderung dikonsumsi berlebih, konsumsi gula berlebihan
menyebabkan kegemukan. Oleh karena itu konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5% dari
jumlah kecukupan energi atau 3-4 sendok makan setiap harinya. Konsumsi zat tenaga yang
melebihi kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan, bila keadaan ini berlanjut
akan menyebabkan obesitas yang biasanya disertai dengan gangguan kesehatan lainnya.
Berat badan merupakan petunjuk utama apakah seseorang kekurangan atau kelebihan energi
dari makanan (Karyadi, 1996). Obesitas dapat terjadi jika konsumsi makanan dalam tubuh
melebihi kebutuhan, dan penggunaan energi yang rendah (Wirakusumah, 1997).
Beberapa penyebab yang menjadikan seseorang makan melebihi kebutuhan adalah :
1)Makan berlebih
Tidak bisa mengendalikan nafsu makan merupakan kebiasaan merupakan kebiasaan buruk,
baik dilakukan dirumah, restoran, saat pesta, maupun pada pertemuan-pertemuan. Apabila
sudah merasa kenyang, janganlah sekali-kali menambah porsi makanan meskipun makanan
yang tersedia sangat lezat. Faktor ini sangat berhubungan erat dengan rasa lapar dan nafsu
makan. Begitu juga saat terjadi stress (rasa takut, cemas), beberapa orang dalam
menghadapinya akan mengalihkan perhatiaannya pada makanan.
2)Kebiasaan mengemil makanan ringan
Mengemil adalah kebiasaan makan yang dilakukan di luar waktu makan, dan makanan yang
dikonsumsi berupa makanan kecil yang rasanya gurih, manis manis dan biasanya digoreng.
Bila kebiasaan ini tidak dikontrol akan dapat menyebabkan kegemukan, karena jenis

12

makanan tersebut termasuk tinggi kalori. Namun jika rasa lapar sulit untuk ditahan, maka
makanlah makanan yang rendah kalori dan tinggi serat seperti sayuran dan buah-buahan.
3)Suka makan tergesa-gesa
Makan secara terburu-buru akan menyebabkan efek kurang menguntungkan bagi pencernaan,
selain dapat mengakibatkan rasa lapar kembali. Begitu pula dengan kebiasaan mengunyah
makanan yang kurang halus. Padahal makan dengan tidak terburu-buru dan mengunyah
makanan yang halus akan memelihara kesehatan gigi dan gusi.
4)Salah memilih dan mengolah makanan
Faktor ini biasanya disebabkan karena ketidaktahuan. Tetapi banyak juga orang yang memilih
makanan hanya karena prestise semata. Misalnya, banyak orang yang lebih memilih makanan
yang cepat saji, padahal makanan tersebut banyak mengandung lemak, kalori dan gula yang
berlebih, sedangkan kandungan seratnya rendah. Selain makanan tersebut, masyarakat juga
menyukai makanan goreng-gorengan ataupun yang bersantan. Padahal minyak dan santan
selain tinggi kalori, juga merupakan lemak yang mengandung ikatan jenuh sehingga sulit
untuk dipecah menjadi bahan bakar. Oleh karena itu, biasakanlah memasak dengan cara
membakar, merebus, mengukus, memanggang dan mengetim.
II.7. TRANSISI EPIDEMIOLOGI GIZI
Kesehatan adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk memperoleh tubuh yang
sehat diperlukan makanan yang sehat dan bergizi. Makanan sehat dan bergizi akan
memberikan zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi tubuh dengan normal.
Pemilihan bahan makanan dan makanan yang tidak baik mengakibatkan tubuh kekurangan
zat-zat gizi esensial tertentu. Pemenuhan kebutuhan gizi dalam tubuh ini akan memberikan
status gizi seseorang yaitu gizi baik/optimal, gizi kurang dan gizi lebih (arali, 2008).
Menurut Mariani (2011), Gizi baik/optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat
gizi dan digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan untuk bekerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.
Sedangkan gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi
esensial, hal ini dapat menyebabkan menurunnya pertahanan tubuh terhadap penyakit infeski
seperti diare. Sebaliknya gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau dapat membahayakan kesehatan. Gizi
lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energy yang dikonsumsi disimpan
13

dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan satu factor resiko terjadinya
berbagai penyakit degenerative seperti hipertensi, DM, jantng koroner, penyakit hati dan
kantong empedu.
Di Indonesia terdapat dua masalah gizi yang umumnya terjadi dimasyarakat yaitu
masih banyaknya masyarakat yang mengalami gizi kurang dan terjadinya peningkatan
masyarakat dengan gizi lebih. Gaya hidup masyarakat yang berubah membuat permasalahan
gizi mengalami perubahan baik dari segi bentuknya maupun akibat penyakit yang akan
ditimbulkan. Transisi epidemiologi gizi ini membuat beberapa masyarakat mengalami gizi
lebih (over nutrition).
Disamping itu, jumlah orang yang mengalami gizi lebih juga semakin meningkat. Hal
ini dapat dilihat dari jumlah kasus penyakit degenerative. Penyakit degenerative adalah istilah
medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel
tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Penyakit yang masuk dalam kelompok
ini antara lain diabetes melitus, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas, dislipidemia
dan sebagainya.
World Health Organization (WHO) menyatakan akan ada satu miliar orang di dunia,
khususnya di wilayah perkotaan yang di bayangi akan menderita obesitas atau kegemukan.
Jumlah ini juga di prediksi oleh WHO tetap akan meningkat pada 2015 mendatang dengan
jumlah penderita obesitas sebanyak 1,5 miliar orang. Hal ini di anggap wajar terjadi, pasalnya
masyarakat perkotaan yang hidup di bawah tuntutan ekonomi di paksa melupakan gaya hidup
yang sehat.
Kepadatan rutinitas merupakan satu faktor utama pergeseran masyarakat untuk
berolah raga dan makan makanan yang sehat (Pusat Promosi Kesehatan Departemen
Kesehatan, 2009). Menurut WHO, penyakit degenerative menjadi pembunuh manusia
terbesar. Angka kematian tertinggi ada di negara-negara dengan pendapatan nasional rendah
ataupun tinggi.

II.8. SURVEILANS GIZI


Surveilans gizi merupakan salah satu bagian dari surveilans epidemiologi masalah
kesehatan. Menurut Depkes RI (2008) Surveilans gizi adalah proses pengamatan berbagai
masalah yang berkaitan dengan upaya perbaikan gizi masyarakat secara terus-menerus
baikpada situasi normal maupun darurat dan informasi yang dihasilkan dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan dalam rangka mencegah memburuknya status gizi masyarakat,
14

menentukan intervensi yang diperlukan, manajemen program, dan evaluasi dari program
yang sedang dan telah dilaksanakan.
Sedangkan menurut NAS (National Academy of Science) dalam Adi dan Mukono
(2000) surveilans gizi adalah kegiatan pengamatan terhadap status gizi yang bertujuan agar
pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan program dapat terarah kepada
perbaikan gizi masyarakat golongan miskin. Informasi harus dikumpulkan secara teratur dan
harus digunakan oleh para penentu kebijakan dan perencana program. Institusi yangterlibat
harus mempunyai hubungan yang erat dengan mekanisme perencanaan dan intervensi.
Surveilans gizi berbeda dengan surveilans penyakit pada umumnya. Meskipun antara
keduanya memiliki kesamaan dalam hal kegiatan mengumpulkan informasi untuk kebijakan
program dan tindakan, tetapi terdapat beberapa perbedaan yang menjadi ciri tersendiri dari
surveilans gizi. Beberapa perbedaan tersebut antara lain (Adi dan Mukono 2000):
1. Masalah yang dihadapi oleh kegiatan surveilans gizi lebih rumit dari surveilans penyakit.
Hal ini disebabkan masalah gizi mempunyai penyebab yang multi faktor dan sangat erat
kaitannya dengan masalah kemiskinan.
2. Identifikasi gejala dan cara penanggulangan masalah gizi lebih sulit dari pada masalah
penyakit
3. Dalam penanganan masalah gizi jauh lebih sulit dibandingkan dengan masalah penyakit
karena dalam penggulangan masalah gizi melibatkan lintas sektor yang lebih luas.
Syarat pertama dari kegiatan surveilans adalah pengumpulan informasi secara teratur.
Dengan demikian, suatu pengkajian yang tidak didasarkan atau dikaitkan dengan data yang
dikumpulkan secara periodik tidak disebut sebagai suatu surveilans. Syarat kedua adalah data
yang dikumpulkan secara periodik dan setelah dianalisis harus dapat digunakan sebagai
bahan pengambilan keputusan dalam pengelolaan program perbaikan gizi masyarakat.
Oleh karena itu, data yang dikumpulkan harus merupakan data yang bersifat tetap dan
siap untuk digunakan sesuai tujuan tersebut. Disamping itu harus terdapat hubungan yang
erat antara instansi-instansi yang bertanggung jawab dalam hal surveilans dan perencanaan
atau penentu kebijakan (Adi dan Mukono 2000).

II.9. TUJUAN SURVEILANS GIZI

15

Sebagai sebuah sistem, surveilans gizi merupakan suatu proses berkelanjutan yang
mempunyai tujuan sebagai berikut (Adi dan Mukono 2000):
1. Menentukan status gizi penduduk dengan merujuk secara khusus pada kelompok penduduk
yang diketahui sedang dalam keadaan menderita atau berisiko. Penentuan status gizi tersebut
meliputi tanda-tanda dan luasnya masalah gizi yang ada dan gambaran tentang trend kejadian
Menyediakan informasi yang dapat digunakan untuk menganalisa tentang sebab-sebab dan
faktor-faktor yang terkait. Hasil kajian tersebut digunakan dalam menentukan tindakan
pencegahan yang dilaksanakan.
2. Menyediakan informasi bagi pemerintah untuk menentukan prioritas yang sesuai dengan
tersedianya sumber daya dalam memperbaiki status gizi penduduk baik dalam situasi normal
maupun darurat.
3. Memberikan peramalan tentang perkembangan masalah gizi yang akan datang berdasarkan
analisis perkembangan (trend) yang telah dan sedang terjadi dan dilengkapi dengan informasi
tentang potensi kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Hasil dari peramalan tersebut
akan membantu perumusan kebijakan yang tepat.Melakukan pemantauan (monitoring)
program-program gizi serta menilai (evaluasi) tentang efektifitasnya.

II.10. KEGIATAN SURVEILANS GIZI


Kegiatan surveilans dapat dilaksanakan melalui beberapa tahapan tergantung pada
kebutuhan-kebutuhan yang spesifik (Adi dan Mukono 2000):
Penilaian Pendahuluan
Sebelum menentukan desain suatu sistem surveilans gizi, maka perlu terlebih dahulu
dilakukan penilaian keadaan dan kondisi suatu tempat. Penilaian ini mencakup beberapa hal
berikut:
1. Jenis, tingkat dan waktu terjadinya masalah gizi
Penilaian terhadap masalah gizi yang meliputi jenis, tingkat keparahan dan juga waktu
terjadinya harus sedapat mungkin berdasarkan pengambilan sampel yang memenuhi syarat
statistik dan mencakup penduduk dengan resiko masalah gizi yang paling gawat. Hasil
penilaian akan sangat berguna jika dapat membedakan kelompok-kelompok beresiko menurut
pola waktu, misalnya kejadian berulang (insiden siklis) dan kejadian tak tentu (insiden acak).
2. Pengenalan dan penggambaran kelompok-kelompok yang khusus mempunyai resiko

16

Proses untuk mengenal dan menggambarkan sifat-sifat kelompok resiko dimulai dengan
menggambarkan kelompok berisiko. Sebagai contoh adalah Balita yang hidup di suatu daerah
yang mempunyai curah hujan rata-rata tahunan rendah. Makanan terutama berasal dari hewan
peliharaan. Contoh lain adalah anak-anak dari penduduk yang bermigrasi ke daerah perkotaan
dan orang tuanya tidak bekerja. Suatu pendekatan dalam menggambarkan kelompok berisiko
dapat digunakan tiga klasifikasi berikut ini:
a. Keadaan biologis, meliputi: umur, jenis kelamin, status faal (hamil), penyakit menular atau
gangguan kesehatan lain.
b. Situasi fisik, meliputi: jenis daerah (kota/desa), ekologi, jenis pangan, geografis, sanitasi
dan penyakit endemis.
c. Sosio-ekonomis dan budaya, meliputi: kelompok etnis atau budaya, pekerjaan, pelayanan
kesehatan.
Ketelitian dalam mengenal dan menggambarkan kelompok berisiko sangat tergantung pada
kecermatan analisis terhadap keterangan yang tersedia. Keterangan yang dihasilkan dari
sistem surveilans gizi akan membantu dalam identifikasi kelompok berisiko sehingga
penggambaran tersebut menjadi lebih tepat.
II.11. INDIKATOR YANG DIGUNAKAN DALAM SURVEILANS GIZI
Setelah dilaksanakan penilaian pendahuluan tentang masalah gizi yang akan dihadapi
oleh suatu sistem surveilans gizi, maka langkah berikutnya adalah mempertimbangkan dan
memilih indikator-indikator yang akan digunakan dalam sistem tersebut.
Dalam menentukan suatu indikator darus dipertimbangkan beberapa hal berikut:
a. Mudah dalam melakukan pengukuran
Data yang dapat dikumpulkan dengan mudah dengan peralatan yang minimal dan sedikit
memerlukan pengolahan serta dapat dianalisis dengan mudah lebih baik dari pada data yang
memerlukan metode yang rumit dalam pengumpulan maupun interpretasinya.
b. Kecepatan dan frekuensi ketersediaan data
Bila data yang dihasilkan bersifat berkesinambungan, maka indikatornya mempunyai
kelebihan dalam hal waktu. Hal ini sangat penting bagi penemuan dini perubahan yang
mungkin
17

terjadi. Nilai indikator dapat ditingkatkan dengan semakin seringnya frekuensi pengumpulan
data, tetapi harus dipertimbangkan tambahan biaya yang diperlukan.
c. Biaya
Biaya dalam pengumpulan data merupakan salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam
memilih indikator yang akan dipergunakan. Dana berkaitan erat dengan sifat-sifat indikator
diatas. Oleh karena itu harus diperhatikan dengan seksama keseimbangan antara nilai data
dan biaya untuk mencapainya.
II.12. SUMBER DATA SURVEILANS GIZI
Pada penilaian pendahuluan data yang telah dikumpulkan dapat dipergunakan untuk
menggambarkan kelompok berisiko. Pada waktu yang bersamaan sumber data lain yang ada
harus pula diidentifikasi sambil menentukan syarat-syarat sebuah sumber data. Sumber data
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Data yang dicatat belum lama berselang atau tersedia secara potensial dalam rangka sistem
pengumpulan yang sedang dilaksanakan.
b. Data tambahan/baru yang didapat melalui dinas-dinas yang ada (dinas pertanian,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya).
Tipe-tipe data dari sumber yang ada dan biasa digunakan dalam sistem surveilans gizi dapat
diperlihatkan pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Sumber Data dan Variabel Surveilans Gizi

No
1

Sumber
Klinik kesehatan

Variabel
Actual
BB, TB, umur,

Potensial
Pekerjaan, jarak

prevalensi

klinik

penyakit, cakupan
imunisasi
2

Sekolah

BB, TB, umur

Jarak sekolah

Laporan administrasi

Angka kelahiran

dari rumah
Pekerjaan, BB

18

dan kematian
4

Sensus, demografi, perumahan,

Demografi, sosial

pertanian

ekonomi, petanian,

lahir

lingkungan
5

Survey rumah tangga

Variabel sosial

BB,TB, umur

ekonomi
6

Laporan pertanian

Produksi pertanian

Sumber daya

(hasil, area)

pertanian

Prinsip Umum Pelaksanaan Surveilans Gizi


WHO (2002) menjelaskan bahwa prinsip umum pelaksanaan surveilans terdiri dari kegiatan
pengumpulan data dari kejadian dan peristiwa kesehatan yang terjadi dimasyarakat kemudian
dilakukan analisis dan interpretasi terhadap data yang telah dikumpulkan untuk menghasilkan
informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan intervensi yang akan dilakukan
terhadap keadaan yang terjadi. Kegiatan umpan balik (feedback) dari informasi yang
dihasilkan kepada unit pelapor dilakukan guna pengambilan keputusan di daerah masingmasing.
II.13. PENANGANAN PADA PENDERITA OBESITAS
a. Pengukuran tingkat Obesitas
Untuk mengetahui tingkat kegemukan seseorang, umumnya dilakukan pengukuran lermak
tubuh dengan berbagai cara antara lain:
1. Pinch Test
Pengukuran lernak dilakukan dengan mencubit lipatan lemak dibawah kulit pada lengan
belakang (triceps) menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, selanjutnya mintalah orang lain me
ngukur ketebalan lemak pada cubitan tersebut menggunakan mistar, atau menggunakan alat
yang berupa Skin Fold calipers. Apabila ketebalan lemak mencapai 3 cm, atau lebih berarti
yang bersangkutan termasuk kategori gemuk.
2. Rasio Pinggang panggul
Pengukuran ini dilakukan dengan membandingkan lingkar pinggang dengan lingkar panggul,
jika diperoleh angka 0,6 berarti ukuran tubuh sangat ideal, mamun jika diperoleh angka 0,8
19

atau lebih, berarti kegemukan dan berpotensi terkena gangguan kesehatan,misalnya


hipertensi, sakit jantung dll.
3. Mengukur ketebalan lemak
Pengukuran obesitas secara lebih akurat dapat dilakukan dengan mengukur ketebalan lemak
di beberapa bagian tubuh mengggunakan fat kalipers (Skin Fold calipers), pada urnumnya 4
tempat yakni biceps, triceps, subscapula dan suprailliaca.
4. Mengukur tubuh idealnya
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui ukuran ideal seseorang. Ukuran tubuh seseorang
biasanya dikaitkan rasio antara lean body fat (lemak) dengan lean body mass ( otot dan
tulang), semakin tinggi prosentase lemak tubuh, semakin kurang ideal dan memiliki
kecendrungan menderita obesitas. Seseorang Pria dikategorikan bertubuh normal jika
memiliki lemak tubuh 15%-20% sedang putri 20%-25%.

b. Terapi fisik
1. Diet Perampingan
Pengaturan makan (diet) untuk merampingkan tubuh yang aman adalah dengan cara
mengurangi asupan makan 25 % dan kebutuhan energi sehari-hari ( calori expenditure).
Besarnya kebutuhan energi/hari dapat dihitung dengan menambahkan BMR(Basal Metalik
Rate) dengan faktor aktivitas. BMR adalah energi minimal yang diperlukan seseorang/hari,
untuk orang dewasa besarnya BMR = Bearat badan (KG) X 1 Kalori X 24 Jam.
2. Olahraga
Olahraga merupakan latihan yang paling efektif untuk mengurangi obesitas yang berfungsi
membakar lemak tubuh, untuk itu ciri-ciri, takaran, jenis dan model latihan olahraganya
adalah sebagai berikut :
a. Ciri-ciri gerak melibatkan otot besar, dilakukan secara kontinyu dengan gerakan ritmis.
b. Takaran latihan : intensitasnya 65 % - 75 % detak jantung maksimal, durasi 20-60 menit,
Frekuensi 3-5 kali/minggu. Dengan intensitas 65%-75% akan terjadi penurunan berat badan
secara optimal, sebab lebih dan 50 energi yang diperlukan untuk aktivitas berasal dan
pembakaran lemak tubuh dan setiap berlatih pembakaran lemak yang aman adalah 500-1000
kalori.
20

c. Jenis latihannya adalah latihan aerobik.


d. Model Iatihannya dapat dipilih antara lain jalan, jogging, bersepeda, renang, dan semam
aerobic. Berbagai model latihan tersebut dapat di kerjakan di alam terbuka atau di pusat-pusat
kebugaran. Agar Penurunan berat badan untuk mengatasi obesitas dapat optimal, selain
latihan diatas perlu dilengkapi dengan latihan beban untuk mengencangkan otot-otot tubuh
dengan takaran 15 repetisi, di kerjakan sebanyjak 2-3 set untuk setiap otot recovery 30 detik
antar set.
3. Terapi Psikologis
a. Dengan menggunakan CBT ( Cognitif Behavioral Treatment) terapi ini dapat digunakan
seperti halnya dalam mengatasi bulimia nervosa. Terapi kognitif-perilaku (CBT) merupakan
terapi yang mendasarkan pada teori kognitif perilaku yang menekankan pada kesaling
terkaitan antara pikiran, perasaan dan perilaku, Menurut teori ini psikopatologi terjadi bila
terdapat ketidak sesuaian antara tuntutan-tuntutan lingkungan dengan kapasitas adaptif
individu. Teoari ini sangat efektif karena penderita telah memiliki kesadaran bahwa mereka
memiliki berat badan yang berlebih, pola makan yang tidak normal. Namun mereka tidak
berdaya untuk mengendalikan dorongan makan pada saat perut terasa lapar sehingga
diperlukan penyadaran pikiran dan perasaan agar subjek mampu mengenali dan kemudian
mengevaluasi atau rnengubah cara berfikir, keyakinan dan perasaannya (mengenali diri
sendiri dan lingkungan) yang salah, dapat mengubah perilaku maladaptive dengan cara
mempelajari ketrampilan pengendalian diri dan staregi pemecahan masalah yang efektif
(Okun, 1990). Misalnya subjek diminta untuk melakukan latihan-latihan menantang pikiran
yang negative seperti membandingkan gambar-gambar wanita atau pria yang mempunyai
tubuh gemuk dan yang mempunyai tubuh ramping dengan tujuan mernbangkitkn persepsi
yang berhubungan dengan body image-nya.
b. Self Monitoring
Self monitoring ini berhubungan dengan lingkungan di sekitarnya dalam hal ini adalah
keluarga dan terapis. Keluarga berhubungan dengan pengaturan segala jenis makanan yang
dikonsumsi, pengatur waktu makan dan aktivitas diri. serta keluarga berperan dalam
meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri. Sedangkan terapis berperan dalam mengontrol
kemajuan-kemajuan selama perlakuan diberikan dan target-target yang harus dicapai oleh
penderita.

21

BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
1. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh penimbunan
jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan.
2. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obes) yang
disebabkan penumpukan adipose (adipocytes: jaringan lemak khusus yang disimpan
tubuh) secara berlebihan. Jadi obesitas adalah keadaan dimana seseorang memiliki
berat badan yang lebih berat dibandingkan berat idealnya yang disebabkan terjadinya
penumpukan lemak di tubuhnya.
3. Surveilans gizi adalah proses pengamatan berbagai masalah yang berkaitan dengan
upaya perbaikan gizi masyarakat secara terus-menerus baikpada situasi normal
maupun darurat dan informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam rangka mencegah memburuknya status gizi masyarakat, menentukan
intervensi yang diperlukan, manajemen program, dan evaluasi dari program yang
sedang dan telah dilaksanakan.
22

III.2. SARAN
Perubahan pola kesehatan dan pola penyebab kematian mengakibatkan munculnya
masalah gizi baru, tidak hanya maslah gizi kurang, namun masalah gizi lebih juga menjadi
prioritas yag harus diselesaikan. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan pola gaya hidup
yang lebih baik, untuk mengatasi masalah gizi. Perlu juga adanya upaya perbaikan gizi
masyarakat oleh pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis Tata Laksana dan Remaja. 2014. Ukk Nutrisi dan Penyakit Metabolisme,
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diakses Tanggal 11 Desember 2015.
Draft Pedoman Surveilans Penyakit Tidak Menular (12 Desember 2013). 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jederal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan , Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular 2013. Diakses Tanggal 11 Desember 2015.
Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas Pada Anak Sekolah.
2012. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses Tanggal 11 Desember
2015.
Permatasari, Ika Rosaria Indah. 2013. Analisa Riwayat Orangtua Sebagai Faktor Resiko
Obesitas Pada Anak SD di Kota Manado. Jurnal Keperawatan. Program Studi Ilmu
Keperawatan FK Universitas Sam Ratulangi Manado: Vol 1, No 1, Agustus 2013.

23

Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2011. Faktor Resiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia.
Jurnal Kesehatan. Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI: Vol 15, No 1, Juni
2011.
Wijayanti, Dewi Nur. 2013. Analisis Faktor Penyebab Obesitas dan Cara Mengatasi
Obesitas Pada Remaja Putri (skripsi). Semarang: Jurusan Ilmu Keolahragaan,
Fakultas Ilmu Keolahragaan, universitas Negeri Semarang.

24

Anda mungkin juga menyukai