PENDAHULUAN
Limbah dapat diartikan merupakan bahan yang terbuang atau bahan yang
dibuang karena sudah tidak digunakan lagi, dengan kata lain merupakan produk
sampingan dari suatu industri pengolahan atau merupakan sampah. Setiap industri
dapat menghasilkan limbah baik dalam keadaan cair ataupun padat.
Limbah yang dihasilkan oleh industri tahu umumnya merupakan limbah
cair. Limbah cair industri tahu mengandung bahan organik yang tinggi terutama
protein yang mengandung padatan tersuspensi (TSS) sebesar 1500 mg/l dan
padatan terlarut (TDS) 6060 mg/l (Astuti dkk, 2005). Besarnya volume limbah
yang melebihi daya dukung lingkungan dapat menimbulkan efek negatif seperti
bau busuk, gatal dan diare.
Setiap limbah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan harus diolah terlebih
dahulu agar saat limbah tersebut dibuang ke lingkungan tidak akan mengganggu
atau merusak keadaan lingkungan di sekitar industri pengolahan. Limbah cair tahu
dapat diolah dengan berbagai macam cara, namun karena limbah tahu ini
menggandung protein yang banyak maka sulit jika digunakan mikroorganisme,
maka digunakanlah cara kimia dengan koagulan.
Koagulan alami seperti serbuk biji kelor dan biji asam jawa dapat
digunakan sebagai koagulan alternatif pengganti tawas. Koagulan alami ini sudah
pernah diterapkan namun secara terpisah yaitu dengan biji kelor saja atau dengan
biji asam jawa saja.
Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai kombinasi serbuk biji kelor
dan biji asam jawa, dan hal ini telah dilakukan seperti yang telah dipaparkan
dalam jurnal yang berjudul Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan
Kombinasi Serbuk Kelor (Moringa oleifera) dan Asam Jawa (Tamarindus
indica). Tujuan dilakukan penelitian ini adalah menentukan dosis kombinasi
terbaik dan mengetahui efektivitas kombinasi serbuk biji kelor (M. oleifera) dan
biji asam jawa (T. indica) dalam memperbaiki kualitas limbah cair tahu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip-prinsip penanganan limbah adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
vakum)
5. Desinfeksi (contoh: menurunkan/ menghilangkan mikroba pathogen)
6. Penanganan lanjutan (contoh: pupuk tanaman, dll)
Penanganan limbah secara kimia dapat dilakukan dengan cara
a. Desinfeksi
Tujuan: Mereduksi konsentrasi bakteri air minum
Menghilangkan bakteri pathogen
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit (patogenitas): konsentrasi,
virulensi, resistensi
Efisiensi definfeksi dapat diukur dengan kehadiran koliform (AS:
b. Pengendapan kimia
Pengendapan partikel koloidal secara kimiawi
Dapat mereduksi kebutuhan oksigen dalam limbah
Tidak cocok untuk bahan organic yang larut, cocok untuk anorganik
komponen limbah
Jenis-jenis koagulan: alum (alumunium sulfat/ Al2 (SO4)3), feri sulfat
(Fe2(SO4)3), feri klorida (FeCl3), kapur
- Alum + bahan (basa) Al(OH)2 (tidak larut, koagulasi partikel)
- Kapur + bikarbonat CaCO3 (mengendap)
- Garam feri: meningkatkan daya endap Fe(OH2), meningkatkan
sedimentasi
nonionic polielektrolit
Faktor penentu jumlah bahan kimia yang digunakan: pH,
alkalinitas, kadar padatan, konsentrasi fosfat, dan lain-lain
Contoh: untuk limbah air peternakan dibutuhkan 500mg/ L alum
diikuti sedimentasi 1 jam. BOD dan padatan tersuspensi tereduksi
2.1
Koagulasi - Flokulasi
Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilitasi partikel koloid
sekitar 1nm (10-7 cm) hingga 0,1 nm (10-8 cm). partikel-partikel ini tidak dapat
mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan
proses perlakuan fisika biasa (Enrico, 2008).
Menurut Davis dan Cornwell, (1991) dalam proses flokulasi, kecepatan
penggumpalan dari agregat ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel
yang terjadi serta keefektifan benturan tersebut. Dalam hal ini, tubrukan antar
partikel terjadi melalui tiga cara, yakni:
1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang dikenal
sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini
disebut flokulasi perikinetik.
2. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media (air), misalnya
karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan fluida ini
disebut flokulasi ortokinetik.
3. Kontak yang terjadi akibat perbedaan laju pengendapan dari masingmasing partikel.
2.2
Koagulan
Senyawa koagulan adalah senyawa yang mempunyai kemampuan
padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar
dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang
dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada
4
tahap proses penggumpaan dan penyaringan yang disebut air dadih. Sumber
limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit,
pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah
cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan pengguanan
air untuk pemrosesannya (Enrico , 2008)
Bahan-bahan organik yang terkandugn di dalam buangan
industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air
buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. Di antara
senyawa-senyawa tersebut, protein, dan lemaklah yang jumlahnya paling besar
(Nurhasan dan Pramudyanto, 1991), yang mencapai 40% - 60% protein, 25-50%
karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1994). Semakin lama jumlah dan jenis
bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan
limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air
limbah tahu tersebut (Enrico, 2008).
2.4
Biji Kelor
Moringa oleifera di Indonesia dikenal sebagai kelor. Tumbuhan ini
termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7-11
meter. Pohon kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan
cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna
kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada
daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut.
Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya
5
berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak.
Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Buahnya berbentuk seperti kacang
panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120 cm. Bunga kelor
berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan buahnya menggantung
sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga (Schwarz,
2000).
Kulit dari biji Moringa oleifera mengandugn molekul protein larut air
dengan berat molekul yang rendah. Protein ini akan bermuatan positif jika
dilarutkan dalam air. Fungsi protein akan bekerja seperti bahan sintetik yang
bermuatan positif dan dapat digunakan sebagai koagulan polimer sintetik. Ketika
Moringa oleifera yang sudah diolah (serbuk) dimasukkan ke dalam air kotor,
protein yang terdapat dalam Moringa oleifera akan mengikat partikulat-partikulat
yang bermuatan negatif, partikulat ini menyebabkan kekeruhan.
Efektivitas koagulasi dari biji kelor ditentukan oleh kandungan protein
kationik bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6,5 k Dalton. Zat aktif
yang terkandung dalam biji kelor yaitu 4 L-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate
(Sutherland dkk, 1990; Muyibi dan Evison, 1995)
Bahan koagulan biji kelor adalah protein kationik yang larut dalam air.
Potensial zeta larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah sekitar +6 mV
(Ndabigengesere dkk, 1995). Menurut Nurasiah, dkk (2002) biji kelor diketahui
mengandung polielektrolit kationik dan flokulan alamiah dengan komposisi kimia
berbasis polipeptida yang mempunyai berat molekul 6.000 16.000 dalton,
mengandung 6 asam-asam amino sehingga dapat mengkoagulasi dan flokulasi
kekeruhan air. Polielektrolit membantu koagulasi dengan menetralkan muatanmuatan partikel koloid tetapi polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid
dapat juga digunakan sebagai koagulan dengan menjembatani antar partikel
(Stevens, 2001).
BAB III
PEMBAHASAN
Jurnal yang dibahas pad amakalah ini berjudul Pengolahan Limbah Cair
Tahu Menggunakan Kombinasi Serbuk Kelor (Moringa oleifera) dan Asam Jawa
(Tamarindus indica). Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam limbah
industri tahu yakni karakteristik fisika, kimia, dan biologi. Karakteristik fisika
meliputi padatan terlarut, padatan tersuspensi dan bau. Karakteristik kimia
meliputi bahan organik dan anorganik. Karakteristik biologi meliputi jumlah total
bakteri. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu
limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40 oC sampai
46oC. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruji kehidupan
biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan
permukaan.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu
pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawasenyawa tersebut, protein dan lemak yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan
Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 50% karbohidrat,
dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik
ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena
beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu
tersebut.
Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang
digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air
buangan biasanya rendah (Nurhasan dan Prmudya, 1987). Pada umumnya
konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam.
Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06
sampai 434,78 mg/l sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan
akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut. Gas-gas yang biasa
ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N 2), oksigen (O2), hidrogen sulfida
(H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode jar tes. Jar tes yang
K 1 : A1
K 2 : A1
K 1 : A2
10
Aroma Limbah
Aroma yang dihasilkan juga merupakan salah satu parameter kualitas
limbah cair tahu. Pengukuran aroma limbah dilakukan dengan memasukkan
sampel ke dalam beaker glass. Selanjutnya sampel dicium dengan indera
penciuman dan dicatat strandar aroma limbah (berbau busuk dan tidak
berbau).Penciuman aroma limbah dilakukan oleh salah satu penguji.
DerajatKeasaman (pH)
Pengukuran
derajat
keasaman
limbah
dapat
dilakukan
dengan
mencelupkan kertas pH universal ke dalam sampel limbah cair tahu. Setelah itu
dibiarkan selama 2 menit, kemudian diamati perubahan warna pada kertas pH dan
dicatat hasilnya.
OksigenTerlarut (DO)
Pengujian oksigen terlarut yang terdapat pada limbah dapat dilakukan
dengan memasukkan sampel limbah cair tahu ke dalam botol Winkler 68 ml.
Kemudian larutan MnSO4 ditambahkan sebanyak 10 tetes, KOH-KI 10 tetes
hingga terbentuk endapan. Selanjutnya, ditambahkan H2SO4 pekat 10 tetes.
Kemudian larutan dititrasi dengan Na2S2O3 (0,025N) hingga terbentuk warna
kuning muda dan ditetesi amilum sebagai indicator hingga warna biru, kemudian
dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai berwarna putih. Volume Na2S2O3
dimasukkan ke dalam rumus :
DO =
Total Bakteri
11
x 100%
Keterangan :
Ps :Hasil pengukuran awal
Po : Hasil pengukuran akhir
3.2
perlakuan masing-masing sebesar 1232 mg/l dan 8432 mg/l, sedangkan setelah
diberi perlakuan nilai TSSdan TDS terjadi penurunan masing-masing berkisar
antara 151-232 mg/l dan 2794-5556 mg/l. Berikut adalah tabel pengamatan nilai
TSS dan TDS sebelum dan sesudah perlakuan :
Tabel 1. Rerata Nilai Padatan Tersuspensi (TSS) dan Padatan Terlarut (TDS)
Sebelum dan Setelah Perlakuan Menggunakan Kombinasi Serbuk
Biji Kelor dan Asam Jawa
Perlakuan
TSS Awal
TSS Akhir
TDS Awal
TDS Akhir
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
Kontrol
1232
1040
8432
7818
K 1 : A1
1232
211
8432
5556
K 2 : A1
1232
151
8432
2794
K 1 : A2
1232
232
8432
3432
Keterangan :
Kontrol = Tanpa Pemberian Serbuk
K 1 : A 1 = Serbuk Kelor 100 mg dan asam jawa 100 mg
K 2 : A 1 = Serbuk kelor 133,3 mg dan asam jawa 66,7 mg
K 1 : A 2 = Serbuk kelor 66,7 mg dan asam jawa 133,3 mg
12
13
Meskipun nilai TSS yang dihasilkan telah memenuhi standar baku mutu
untuk limbah cair, penurunan TDS pada penelitian ini belum mencapai standar
baku mutu yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup. Berdasarkan tabel
diatas, nilai akhir TDS terbaik hanya mencapai 2794 ml/g, sedangkan standar
baku mutu TDS adalah 2000 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa
pengolahan yang dilakukan dengan proses koagulasi belum mampu untuk
menurunkan TDS. Agar memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh
Menteri Lingkungan Hidup perlu dilakukan pengolahan lanjutan seperti filtrasi.
Pengolahan limbah cair secara filtrasi dan koagulasi dapat menurunkan TDS
sebesar 97,8% (Agusti, 2011).
Penurunan TDS yang terjadi karena serbuk kelor memiliki protein yang
bermuatan positif yang akan mengikat muatan-muatan negatif pada limbah cair
tahu. Jika kekeruhan menurun mengindikasikan bahwa nilai TDS pun menurun.
Penurunan
kekeruhan
pada
limbah
cair
disebabkan
karena
terjadinya
penggabungan muatan antara protein biji kelor yang bermuatan positif dengan
partikel penyebab kekeruhan air yang bermuatan negatif, sehingga flok yang
dihasilkan semakin membesar dan akan terendapkan.
Selain terjadi penurunan nilai TDS dan TSS, terjadi pula penurunan
jumlah bakteri. Berikut adalah tabel nilai total bakteri sebelum dan sesudah
perlakuan menggunakan kombinasi serbuk biji kelor dan asam jawa :
Tabel 2. Rerata Nilai Total Bakteri Sebelum dan Setelah Perlakuan
Menggunakan Kombinasi Serbuk Biji Kelor dan Asam Jawa
Perlakuan
Total Bakteri Awal
Total Bakteri Akhir
(cfu/ml)
(cfu/ml)
Kontrol
2,7 x 107
2,2 x 107
K 1 : A1
2,7 x 107
7,5 x 106
7
K 2 : A1
2,7 x 10
4,2 x 106
K 1 : A2
2,7 x 107
3,1 x 106
Dilihat dari tabel diatas, nilai total bakteri sebelum perlakuan sebesar 2,7 x
107 cfu/ml, sedangkan setelah diberi perlakuan serbuk biji kelor dan asam jawa,
nilai total bakteri berkisar antara 3,1 x 106-7,5 x 106 cfu/ml. Dosis K 1 : A 2
mampu menurunkan nilai total bakteri hingga 3,1 x 106.
Perlakuan terbaik dalam menurunkan total bakteri limbah cair tahu adalah
menggunakan dosis K 1 : A 2 ( kelor 66,7 mg dan asam jawa 133,3 mg).
14
Penurunan total bakteri selain karena adanya pengadukan kecepatan tinggi dan
rendah juga adanya kandungan senyawa tannin pada biji asam jawa dan senyawa
benzil-isothiocyanate pada serbuk kelor yang dapat mengganggu permeabilitas sel
dan membran sel bakteri. Ajizah (2004) menyatakan bahwa tannin dapat
mengkerutkan dan merusak dinding sel bakteri sehingga mengganggu
permeabilitas
sel, akibatnya
aktivitas
dan
15
16
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Dosis kombinasi K 2 : A 1 (serbuk kelor 133,3 mg dan asam jawa 66,7 mg)
merupakan dosis terbaik untuk menurunkan kadar TSS dan TDS serta
2.
3.
17
DAFTAR PUSTAKA
Davis, M.L. and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Enviromental Engineering.
2nd ed. McGraw-Hill Inc., New York.
Eckenfelder, W.W., 2000, Industrial Water Pollution Control 3 rd ed., McGraw Hill
Book Co-Singapore.
Enrico, B. 2008. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) Sebagai
Koagulan Alternatif Dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tahu.
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Farooq, S., and Velioglu, S.G., 1989, Physico-Chemical Treatment of Domestic:
Wastewater, Encyclopedia of Enviromental Control Technology, Volume
3: Wastewater Treatment Technology, Cheremisinoff P.N (editor), Gult
Publishing Co., Houston.
Januardi, R., T.R. Setyawati, dan Mukarlina. 2014. Pengolahan Limbah Cair Tahu
Menggunakan Kombinasi Serbuk Kelor (Moringa oleifera) dan Asam
Jawa (Tamarindus indica). J. Protobiont 3 (1) hlm. 41 45.
Kristijarti, A.P., I. Suharto, dan Marieanna. 2013. Laporan Penelitian Penentuan
Jenis Koagulan dan Dosis Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi
Sedimentasi dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Jamu X.
LPPM Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Mishra A., Bajpai M. 2005. The Flocculation Performance of Tamarindus
mucilange in Relation to Removal of Vat and Direct Dyes. Department of
Chemistry, University Institue of Engineering and Technology, CSJM
University, India.
Muyibi, S.A & Evison, L.M., 1995, Moringa Oleifera Seeds for Softening
Hardwater, J.Water Research, 29(4), hlm 1099-1105.
Nurhasan dan Pramudyanto, B.B., 1991. Penanganan Air limbah Tahu, Yayasan
Bina Karya Lestari, Jakarta. http://www.menlh.go.id/usaha-kecil
Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Proses Biofilter
Aerobik.
18
19