Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Limbah dapat diartikan merupakan bahan yang terbuang atau bahan yang
dibuang karena sudah tidak digunakan lagi, dengan kata lain merupakan produk
sampingan dari suatu industri pengolahan atau merupakan sampah. Setiap industri
dapat menghasilkan limbah baik dalam keadaan cair ataupun padat.
Limbah yang dihasilkan oleh industri tahu umumnya merupakan limbah
cair. Limbah cair industri tahu mengandung bahan organik yang tinggi terutama
protein yang mengandung padatan tersuspensi (TSS) sebesar 1500 mg/l dan
padatan terlarut (TDS) 6060 mg/l (Astuti dkk, 2005). Besarnya volume limbah
yang melebihi daya dukung lingkungan dapat menimbulkan efek negatif seperti
bau busuk, gatal dan diare.
Setiap limbah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan harus diolah terlebih
dahulu agar saat limbah tersebut dibuang ke lingkungan tidak akan mengganggu
atau merusak keadaan lingkungan di sekitar industri pengolahan. Limbah cair tahu
dapat diolah dengan berbagai macam cara, namun karena limbah tahu ini
menggandung protein yang banyak maka sulit jika digunakan mikroorganisme,
maka digunakanlah cara kimia dengan koagulan.
Koagulan alami seperti serbuk biji kelor dan biji asam jawa dapat
digunakan sebagai koagulan alternatif pengganti tawas. Koagulan alami ini sudah
pernah diterapkan namun secara terpisah yaitu dengan biji kelor saja atau dengan
biji asam jawa saja.
Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai kombinasi serbuk biji kelor
dan biji asam jawa, dan hal ini telah dilakukan seperti yang telah dipaparkan
dalam jurnal yang berjudul Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan
Kombinasi Serbuk Kelor (Moringa oleifera) dan Asam Jawa (Tamarindus
indica). Tujuan dilakukan penelitian ini adalah menentukan dosis kombinasi
terbaik dan mengetahui efektivitas kombinasi serbuk biji kelor (M. oleifera) dan
biji asam jawa (T. indica) dalam memperbaiki kualitas limbah cair tahu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip-prinsip penanganan limbah adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Penanganan pendahluan (contoh: penyaringan partikel)


Penanganan primer (contoh: pengendapan atau penggumapalan)
Penanganan sekunder (contoh: degradasi mikroba)
Penanganan tersiser (contoh: penyaringan pasir, multimedia, mikro,

vakum)
5. Desinfeksi (contoh: menurunkan/ menghilangkan mikroba pathogen)
6. Penanganan lanjutan (contoh: pupuk tanaman, dll)
Penanganan limbah secara kimia dapat dilakukan dengan cara
a. Desinfeksi
Tujuan: Mereduksi konsentrasi bakteri air minum
Menghilangkan bakteri pathogen
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit (patogenitas): konsentrasi,

virulensi, resistensi
Efisiensi definfeksi dapat diukur dengan kehadiran koliform (AS:

koliform dalam air <1/100 ml


Metode desinfeksi: pemberian klorin, yodium, ozon, senyawa
ammonium kuartener, lampu UV.

b. Pengendapan kimia
Pengendapan partikel koloidal secara kimiawi
Dapat mereduksi kebutuhan oksigen dalam limbah
Tidak cocok untuk bahan organic yang larut, cocok untuk anorganik

yang larut (contoh: fosfat)


90% padatan hilang, mengurangi 50-70%BOD Rumah Tangga
Treatment intermediet, umum untuk industri
Faktor-faktor yang mempengaruhi: bahan, jenis bahan kimia, pH, jenis

komponen limbah
Jenis-jenis koagulan: alum (alumunium sulfat/ Al2 (SO4)3), feri sulfat
(Fe2(SO4)3), feri klorida (FeCl3), kapur
- Alum + bahan (basa) Al(OH)2 (tidak larut, koagulasi partikel)
- Kapur + bikarbonat CaCO3 (mengendap)
- Garam feri: meningkatkan daya endap Fe(OH2), meningkatkan
sedimentasi

Sedimentasi: proses pemisahan partikel mengendap dari pelarut/


cairan
- Jenis kogaulan dari bahan kimia organik: anionik, kationik,
-

nonionic polielektrolit
Faktor penentu jumlah bahan kimia yang digunakan: pH,
alkalinitas, kadar padatan, konsentrasi fosfat, dan lain-lain
Contoh: untuk limbah air peternakan dibutuhkan 500mg/ L alum
diikuti sedimentasi 1 jam. BOD dan padatan tersuspensi tereduksi

sebesar 30% dan 70%


Limbah fosfat:
Diendapkan dengan kapur, alum, dan garam feri
Kapur + ortofosfat hidroksilapatida (Kristal Ca5 (OH) (PO4)3)
pH > 9,0
Alum + ortofosfat kompleks Al(PO4). pH > 6,3
Ion feri + fosfat feri fosfat . pH > 7

2.1

Koagulasi - Flokulasi
Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilitasi partikel koloid

bermuatan dengan cara penambahan ion-ion bermuatan berlawanan (koagulan) ke


dalam koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat
beraglomerasi satu sama lain membentuk mikroflok. Selanjutnya mikroflokmikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat mengalami
penggabungan menghasilkan makroflok (flokulasi), sehingga dapat dipisahkan
dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi (Eckenfelder, 2000;
Farooq dan Velioglu, 1989)
Flokulasi biasanya dilakukan dengan pengadukan lambat (slow mix)
secara hati-hati. Flokulasi merupakan factor paling penting yang mempengaruhi
efisiensi penghilangan partikel. Tujuan flokulasi adalah untuk membawa partikelpartikel ke dalam kontak sehingga mereka bertubrukan, tetap bersatu, dan tumbuh
menjadi satu ukuran yang siap mengendap. Pengadukan yang cukup harus
diberikan untuk membawa flok ke dalam kontak. Terlalu banyak pengadukan
dapat membubarkan flok sehingga ukurannya menjadi kecil dan terdispersi halus
(Davis dan Cornwell, 1991).
Koagulasi/ flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah
berbentuk suspensi atau koloid. Koloid merupakan partikel-partikel berdiameter
3

sekitar 1nm (10-7 cm) hingga 0,1 nm (10-8 cm). partikel-partikel ini tidak dapat
mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan
proses perlakuan fisika biasa (Enrico, 2008).
Menurut Davis dan Cornwell, (1991) dalam proses flokulasi, kecepatan
penggumpalan dari agregat ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel
yang terjadi serta keefektifan benturan tersebut. Dalam hal ini, tubrukan antar
partikel terjadi melalui tiga cara, yakni:
1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang dikenal
sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini
disebut flokulasi perikinetik.
2. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media (air), misalnya
karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan fluida ini
disebut flokulasi ortokinetik.
3. Kontak yang terjadi akibat perbedaan laju pengendapan dari masingmasing partikel.
2.2

Koagulan
Senyawa koagulan adalah senyawa yang mempunyai kemampuan

mendestabilitasi koloid dengan cara menetralkan muatan listrik pada permukaan


koloid sehingga koloid dapat bergabung satu sama lain membentuk flok dengan
ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap (Kristijarti, Suharto, dan
Marieanna,2013).
Koagulan dapat berupa garam-garam logam (anorganik) atau polimer
(organik). Koagulan polimer ada yang kationik (bermuatan positif), anionik
(bermuatan negatif), atau nonionik (bermuatan netral). Sedangkan koagulan
anorganik mencakup bahan-bahan kimia umum berbasis alumunium atau besi
(Kristijarti, Suharto, dan Marieanna,2013).
2.3

Karakteristik limbah industri tahu


Limbah cair industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan

padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar
dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang
dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada
4

tahap proses penggumpaan dan penyaringan yang disebut air dadih. Sumber
limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit,
pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah
cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan pengguanan
air untuk pemrosesannya (Enrico , 2008)
Bahan-bahan organik yang terkandugn di dalam buangan
industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air
buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. Di antara
senyawa-senyawa tersebut, protein, dan lemaklah yang jumlahnya paling besar
(Nurhasan dan Pramudyanto, 1991), yang mencapai 40% - 60% protein, 25-50%
karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1994). Semakin lama jumlah dan jenis
bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan
limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air
limbah tahu tersebut (Enrico, 2008).
2.4

Biji Asam Jawa


Asam jawa (Tamarindus indica) termasuk ke dalam suku Fabaceae

(Leguminosae). Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga Tamarindus.


Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atas Dgalactose, D-glucose, dan D-xylose yang merupakan flokulan alami. Flokulan
alami terutama polisakarida, lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan
koagulan organik dan anorganik (Mishra dan Bajpai, 2005).
2.5

Biji Kelor
Moringa oleifera di Indonesia dikenal sebagai kelor. Tumbuhan ini

termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7-11
meter. Pohon kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan
cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna
kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada
daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut.
Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya
5

berwarna hijau. Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak.
Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang. Buahnya berbentuk seperti kacang
panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120 cm. Bunga kelor
berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan buahnya menggantung
sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat, tetapi bersayap tiga (Schwarz,
2000).
Kulit dari biji Moringa oleifera mengandugn molekul protein larut air
dengan berat molekul yang rendah. Protein ini akan bermuatan positif jika
dilarutkan dalam air. Fungsi protein akan bekerja seperti bahan sintetik yang
bermuatan positif dan dapat digunakan sebagai koagulan polimer sintetik. Ketika
Moringa oleifera yang sudah diolah (serbuk) dimasukkan ke dalam air kotor,
protein yang terdapat dalam Moringa oleifera akan mengikat partikulat-partikulat
yang bermuatan negatif, partikulat ini menyebabkan kekeruhan.
Efektivitas koagulasi dari biji kelor ditentukan oleh kandungan protein
kationik bertegangan rapat dengan berat molekul sekitar 6,5 k Dalton. Zat aktif
yang terkandung dalam biji kelor yaitu 4 L-rhamnosyloxy-benzyl-isothiocyanate
(Sutherland dkk, 1990; Muyibi dan Evison, 1995)
Bahan koagulan biji kelor adalah protein kationik yang larut dalam air.
Potensial zeta larutan 5% biji kelor tanpa kulit adalah sekitar +6 mV
(Ndabigengesere dkk, 1995). Menurut Nurasiah, dkk (2002) biji kelor diketahui
mengandung polielektrolit kationik dan flokulan alamiah dengan komposisi kimia
berbasis polipeptida yang mempunyai berat molekul 6.000 16.000 dalton,
mengandung 6 asam-asam amino sehingga dapat mengkoagulasi dan flokulasi
kekeruhan air. Polielektrolit membantu koagulasi dengan menetralkan muatanmuatan partikel koloid tetapi polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid
dapat juga digunakan sebagai koagulan dengan menjembatani antar partikel
(Stevens, 2001).

BAB III
PEMBAHASAN
Jurnal yang dibahas pad amakalah ini berjudul Pengolahan Limbah Cair
Tahu Menggunakan Kombinasi Serbuk Kelor (Moringa oleifera) dan Asam Jawa
(Tamarindus indica). Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam limbah
industri tahu yakni karakteristik fisika, kimia, dan biologi. Karakteristik fisika
meliputi padatan terlarut, padatan tersuspensi dan bau. Karakteristik kimia
meliputi bahan organik dan anorganik. Karakteristik biologi meliputi jumlah total
bakteri. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu
limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40 oC sampai
46oC. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruji kehidupan
biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan
permukaan.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu
pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawasenyawa tersebut, protein dan lemak yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan
Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 50% karbohidrat,
dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik
ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena
beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu
tersebut.
Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang
digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air
buangan biasanya rendah (Nurhasan dan Prmudya, 1987). Pada umumnya
konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam.
Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06
sampai 434,78 mg/l sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan
akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut. Gas-gas yang biasa
ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N 2), oksigen (O2), hidrogen sulfida
(H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut

berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air


buangan.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah limbah cair tahu adalah dengan
menggunakan koagulasi. Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dalam
limbah cair dengan menambahan bahan kimia (koagulan). Koagulan ditambahkan
untuk menetralkan keadaan atau mengurangi partikel kecil yang tercampur dalam
limbah cair melalui pengendapan (Sugiharto, 2987). Koagulan yang biasa
digunakan merupakan koagulan kimia, antara lain aluminium sulfat atau tawas,
polyaluminium klorida, ferri klorida, ferri sulfat dan polymer kation. Meskipun
koagulan kimia lebih efektif daripada koagulan alami, tetapi koagulan tersebut
relatif mahal. Selain itu penggunaan koagulan kimia pada akhir proses pengolahan
menghasilkan endapan yang lebih sulit untuk ditangani.
Oleh karena itu, koagulan alami seperti kombinasi serbuk kelor (Moringa
oeifera) dan asam jawa (Tamarindus indica) merupakan altrenatif sebagai
pengganti koagulan kimia.
3.1

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode jar tes. Jar tes yang

dilakukan adalah untuk membandingkan kinerja koagulan yang digunakan untuk


mengendapkan partikel koloid yang terdapat pada air limbah tahu. Metode ini
pada prinsipnya menggunakan pengadukan cepat dalam waktu yang singkat
kemudian dilanjutkan dengan melakukan pengadukan dengan kecepatan yang
lebih rendah dalam waktu yang lebih lama.
Dalam melakukan percobaan penentuan dosis kombinasi terbaik dan
mengetahui efektivitas kombinasi sebuk biji kelor (M. oleifera) dan biji asam jawa
(T. indica) dalam memperbaiki kualitas limbah cair tahu, dilakuakn rancangan
acak kelompok yang terdiri dari 4 perlakuan dan terbagi dari 3 kelompok waktu
pengambilan sampel. Perlakuan yang diberikan sebagai berikut :
Kontrol

= tanpa pemberian serbuk

K 1 : A1

= serbuk kelor 100 mg dan asam jawa 100 mg

K 2 : A1

= serbuk kelor 133,3 mg dan asam jawa 66,7 mg

K 1 : A2

= serbuk kelor 66,7 mg dan asam jawa 133,3 mg


8

Terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan


penelitian terhadap penentuan dosis yang terbaik dalam pengolahan limbah cair
tahu. Tahap-tahap tersebut adalah :
Pembuatan Serbuk Biji Kelor dan Asam Jawa
Biji asam Jawa diambil dari Desa Galang Kecamatan Sungai Pinyuh. Biji
asam Jawa berasal dari buah asam Jawa yang matang (usia 5 bulan), kering dan
berwarna coklat tua. Biji dikeringkan terlebih dahulu selama satu hari. Biji asam
Jawa kering ditumbuk dan diblender hingga halus dan diayak dengan ayakan 140
mesh.
Buah kelor yang digunakan adalah buah kelor yang sudah tua dan kering
secara alami di pohonnya lalu diambil bijinya dan dipisahkan dari daging
buahnya. Biji dengan cangkangnya tersebut dibersihkan lalu diblender hingga
menjadi serbuk dan diayak dengan ukuran partikel 140 mesh. Jika dihasilkan
serbuk yang kurang kering dapat ditambahkan perlakuan yaitu dengan
mengeringkan dalam oven panas pada suhu 105oC selama 30 menit untuk
menghomogenkan dan menurunkan kadar airnya hingga konstan kurang 10 %.
Setelah serbuk biji asam jawa dan serbuk biji kelor didapatkan, kedua
serbuk ini dimasukkan ke dalam kemasan plastik steril dan dicampurkan hingga
homogen.
Pengambilan Sampel Limbah
Sampel limbah cair tahu diambil sebanyak tiga kali pada waktu yang
berbeda. Sampel berasal dari industri tahu di Jalan Parit Pangeran Sungai Sahang
Tiga Kecamatan Siantan Hulu.
Proses Koagulasi
Sampel limbah cair tahu sebanyak 1000 ml dimasukkan ke dalam
gelasbeker.Serbuk kelor dan asam jawa dengan perbandingan yang berbeda
dimasukkan ke dalam pembungkus serbuk dan diikat pada pengaduk magnetic,
setelah itu diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan tinggi 156
rpm selama 10 menit dan kecepatan rendah 40 rpm selama 15 menit,
kemudiansampeldidiamkanselama 120 menit. Untuk memisahkan flok yang
9

terbentuk dengan air dapat dilakukan dekantasi. Dekantasi adalah suatu


pemisahan cairan dan partikel dari bahan yang tidak tercampur atau yang berbeda
berat jenis dengan cara penuangan. Setelah itu diukur parameter kualitas limbah
cair tahu. Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran parameter kualitas
limbah padatan tersusupensi (TSS), padatan terlarut (TDS), aroma limbah, derajat
keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), dan total bakteri.
Pengukuran Parameter KualitasLimbahPadatanTersuspensi (TSS)
Padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 m atau lebih besar
dari ukuran partikel koloid. Bahan yang digunakan pada pengukuran parameter
kualitas limbah padatan terlarut adalah kertas saring jenis Whatman yang
merupakan jenis kertas saring yang biasa digunakan pada pengujian TSS.
Kertas saring Whatman dibilas dengan akuades dan dikeringkan di dalam
oven selama 1 jam pada suhu 105oC. Selanjutnya kertas saring dimasukkan ke
dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai berat yang konstan.Sampel
limbah cair tahu disaring dengan kertas saring Whatman dan dikeringkan dalam
oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator
dan ditimbang. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS).
Tahapan pengeringan ke dalam oven diulangi hingga berat konstan.Pengukuran
TSS dihitung menggunakan rumus :
Nilai TSS (mg/l) =
Keterangan :
A = Beratkertassaring + residukering (mg)
B = Beratkertas
PadatanTerlarut (TDS)
Gelas beker 100 ml dipanaskan ke dalam oven pada suhu 105 oC selama 1
jam kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang
beratnya. Hasil saringan padatan tersuspensi dimasukkan ke dalam beaker glass
dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050C hingga kering.Setelah itu

10

didinginkan dalam desikator dan ditimbang sehingga didapatkan berat yang


konstan.Pengukuran TDS dihitung dengan menggunakan rumus :
Nilai TDS (mg/l) =

Aroma Limbah
Aroma yang dihasilkan juga merupakan salah satu parameter kualitas
limbah cair tahu. Pengukuran aroma limbah dilakukan dengan memasukkan
sampel ke dalam beaker glass. Selanjutnya sampel dicium dengan indera
penciuman dan dicatat strandar aroma limbah (berbau busuk dan tidak
berbau).Penciuman aroma limbah dilakukan oleh salah satu penguji.
DerajatKeasaman (pH)
Pengukuran

derajat

keasaman

limbah

dapat

dilakukan

dengan

mencelupkan kertas pH universal ke dalam sampel limbah cair tahu. Setelah itu
dibiarkan selama 2 menit, kemudian diamati perubahan warna pada kertas pH dan
dicatat hasilnya.
OksigenTerlarut (DO)
Pengujian oksigen terlarut yang terdapat pada limbah dapat dilakukan
dengan memasukkan sampel limbah cair tahu ke dalam botol Winkler 68 ml.
Kemudian larutan MnSO4 ditambahkan sebanyak 10 tetes, KOH-KI 10 tetes
hingga terbentuk endapan. Selanjutnya, ditambahkan H2SO4 pekat 10 tetes.
Kemudian larutan dititrasi dengan Na2S2O3 (0,025N) hingga terbentuk warna
kuning muda dan ditetesi amilum sebagai indicator hingga warna biru, kemudian
dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai berwarna putih. Volume Na2S2O3
dimasukkan ke dalam rumus :
DO =

Total Bakteri
11

Sampel limbah cair tahu diencerkan mulai dari pengenceran 10 -1 sampai


10-5. Sebanyak 0,1 ml sampel dipipet ke dalam cawan petri dan ditambahkan 15
ml media nutrient agar (NA) kemudian dihomogenkan. Selanjutnya diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 370C. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah
koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri menggunakan colony counter.
PerhitunganEfektivitas
Efektivitas penurunan TSS, TDS, dan total bakteri dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
% efektivitas =

x 100%

Keterangan :
Ps :Hasil pengukuran awal
Po : Hasil pengukuran akhir
3.2

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, nilai TSS dan TDS sebelum

perlakuan masing-masing sebesar 1232 mg/l dan 8432 mg/l, sedangkan setelah
diberi perlakuan nilai TSSdan TDS terjadi penurunan masing-masing berkisar
antara 151-232 mg/l dan 2794-5556 mg/l. Berikut adalah tabel pengamatan nilai
TSS dan TDS sebelum dan sesudah perlakuan :
Tabel 1. Rerata Nilai Padatan Tersuspensi (TSS) dan Padatan Terlarut (TDS)
Sebelum dan Setelah Perlakuan Menggunakan Kombinasi Serbuk
Biji Kelor dan Asam Jawa
Perlakuan
TSS Awal
TSS Akhir
TDS Awal
TDS Akhir
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
Kontrol
1232
1040
8432
7818
K 1 : A1
1232
211
8432
5556
K 2 : A1
1232
151
8432
2794
K 1 : A2
1232
232
8432
3432
Keterangan :
Kontrol = Tanpa Pemberian Serbuk
K 1 : A 1 = Serbuk Kelor 100 mg dan asam jawa 100 mg
K 2 : A 1 = Serbuk kelor 133,3 mg dan asam jawa 66,7 mg
K 1 : A 2 = Serbuk kelor 66,7 mg dan asam jawa 133,3 mg

12

Berdasarkan tabel diatas, perlakuan terbaik dalam penurunan TSS limbah


cair tahu adalah pada dosis K 2 : A 1 (serbuk kelor 133,3 mg dan asam jawa 66,7
mg) dengan nilai akhir TSS sebesar 151 mg/l. Nilai standar baku mutu TSS pada
limbah cair industri yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup adalah
200 mg/l. Jika dibandingkan dengan nilai standar baku mutu, maka kandungan
TSS limbah cair tahu yang diberi kombinasi serbuk kelor dan asam jawa telah
memenuhi standar baku mutu untuk limbah cair industri.
Penurunan TSS terjadi karena serbuk biji kelor memiliki kandungan
protein yang mampu mengikat dan menetralkan koloid yang terdapat pada limbah
cair tahu. Menurut Hidayat (2006), biji kelor memiliki kandungan protein
bermuatan positif yang berperan sebagai polielektrolit. Protein tersebut dapat
membantu proses koagulasi dengan cara menetralkan muatan-muatan pasrtikel
koloid.
Selain kandungan yang terdapat pada serbuk biji kelor, serbuk biji asam
juga memiliki senyawa pati yang dapat mempercepat pembentukan flok, dengan
cara menghubungkan partikel muatan positif pada kombinasi koagulan dan
muatan negatif pada limbah cair tahu. Senyawa pati yang terdapat pada biji asam
jawa berfungsi sebagai penghubung antar partikel muatan positif dan negatif
melalui proses adsorbsi.
Mekanisme penghubungan partikel muatan positif dan muatan negatif oleh
senyawa pati pada biji asam jawa ini disebut dengan jembatan antar partikel.
Dalam mekanisme ini, ion-ion atau koloid bermuatan positif yang digunakan
bersumber dari polimer. Polimer adalah senyawa karbon rantai panjang (linier
atau bercabang). Polimer memiliki banyak tempat aktif sepanjang rantainya
dimana partikel koloid dapat bernteraksi dan teradsorbsi. Apabila dua atau lebih
partikel teradsorbsi sepanjang rantai polimer, suatu jembatan partikel akan
dibentuk. Jembatan partikel tersebut kemudian akan jalin menjalin dengan
jembatan partikel lain selama proses flokulasi dan mengendap dengan mudah
sebagai suatu hasil dari pertambahan ukuran. Polimer yang digunakan dalam
proses destabilisasi partikel koloid sering disebut dengan polielektrolit. (Farooq
dan Velioglu, 1989)

13

Meskipun nilai TSS yang dihasilkan telah memenuhi standar baku mutu
untuk limbah cair, penurunan TDS pada penelitian ini belum mencapai standar
baku mutu yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup. Berdasarkan tabel
diatas, nilai akhir TDS terbaik hanya mencapai 2794 ml/g, sedangkan standar
baku mutu TDS adalah 2000 mg/l. Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa
pengolahan yang dilakukan dengan proses koagulasi belum mampu untuk
menurunkan TDS. Agar memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh
Menteri Lingkungan Hidup perlu dilakukan pengolahan lanjutan seperti filtrasi.
Pengolahan limbah cair secara filtrasi dan koagulasi dapat menurunkan TDS
sebesar 97,8% (Agusti, 2011).
Penurunan TDS yang terjadi karena serbuk kelor memiliki protein yang
bermuatan positif yang akan mengikat muatan-muatan negatif pada limbah cair
tahu. Jika kekeruhan menurun mengindikasikan bahwa nilai TDS pun menurun.
Penurunan

kekeruhan

pada

limbah

cair

disebabkan

karena

terjadinya

penggabungan muatan antara protein biji kelor yang bermuatan positif dengan
partikel penyebab kekeruhan air yang bermuatan negatif, sehingga flok yang
dihasilkan semakin membesar dan akan terendapkan.
Selain terjadi penurunan nilai TDS dan TSS, terjadi pula penurunan
jumlah bakteri. Berikut adalah tabel nilai total bakteri sebelum dan sesudah
perlakuan menggunakan kombinasi serbuk biji kelor dan asam jawa :
Tabel 2. Rerata Nilai Total Bakteri Sebelum dan Setelah Perlakuan
Menggunakan Kombinasi Serbuk Biji Kelor dan Asam Jawa
Perlakuan
Total Bakteri Awal
Total Bakteri Akhir
(cfu/ml)
(cfu/ml)
Kontrol
2,7 x 107
2,2 x 107
K 1 : A1
2,7 x 107
7,5 x 106
7
K 2 : A1
2,7 x 10
4,2 x 106
K 1 : A2
2,7 x 107
3,1 x 106
Dilihat dari tabel diatas, nilai total bakteri sebelum perlakuan sebesar 2,7 x
107 cfu/ml, sedangkan setelah diberi perlakuan serbuk biji kelor dan asam jawa,
nilai total bakteri berkisar antara 3,1 x 106-7,5 x 106 cfu/ml. Dosis K 1 : A 2
mampu menurunkan nilai total bakteri hingga 3,1 x 106.
Perlakuan terbaik dalam menurunkan total bakteri limbah cair tahu adalah
menggunakan dosis K 1 : A 2 ( kelor 66,7 mg dan asam jawa 133,3 mg).
14

Penurunan total bakteri selain karena adanya pengadukan kecepatan tinggi dan
rendah juga adanya kandungan senyawa tannin pada biji asam jawa dan senyawa
benzil-isothiocyanate pada serbuk kelor yang dapat mengganggu permeabilitas sel
dan membran sel bakteri. Ajizah (2004) menyatakan bahwa tannin dapat
mengkerutkan dan merusak dinding sel bakteri sehingga mengganggu
permeabilitas

sel, akibatnya

sel tidak dapat melakukan

aktivitas

dan

pertumbuhannya menjadi terhambat.


Grabow, et al (1985) menyatakan bahwa biji kelor memiliki senyawa aktif
benzil-isothiocyanate yang berperan aktif sebagai bahan anti mikroba yang dapat
menghambat pertumbuhan dan mematikan bakteri dengan cara mengganggu
sintesis membran sel bakteri. Serbuk biji kelor membantu dalam proses penurunan
total bakteri melalui aktivitas bakterisida. Hal ini didukung oleh penelitian
Januardi, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa serbuk biji kelor dapat
menurunkan jumlah bakteri Escheria coli pada limbah cair domestik sebesar
77,67%.
Oksigen terlarut (DO) dan derajat keasaman (pH) juga digunakan sebagai
parameter kualitas limbah cair tahu. Berikut merupakan tabel rerata nilai oksigen
terlarut, derajat keasaman, dan aroma limbah cair tahu sebelum dan sesudah
perlakuan :
Tabel 3. Rerata Nilai Oksigen Terlarut (DO), Derajat Keasaman (pH), dan
Aroma Limbah Cair Tahu Sebelum dan Setelah Perlakuan
Menggunakan Kombinasi Serbuk Biji Kelor dan Asam Jawa
Perlakuan DO Awal DO Akhir pH
pH akhir Aroma
Aroma
(ppm)
(ppm)
awal
awal
akhir
Kontrol
1,34
1,75
4,00
4,00
Bau
Bau
busuk
busuk
K 1 : A 1 1,34
3,12
4,00
4,67
Bau
Tidak
busuk
berbau
K 2 : A 1 1,34
3,67
4,00
5,00
Bau
Tidak
busuk
berbau
K 1 : A 2 1,34
3,09
4,00
5,00
Bau
Tidak
busuk
berbau
Oksigen terlarut (DO) limbah cair tahu sebelum perlakuan adalah 1,34
ppm dan nilai pH 4. Setelah limbah cair tahu diberi perlakuan, nilai DO berkisar
antara 3,09 3,67 ppm dan nilai pH 4,67-5,00. Aroma limbah cair tahu sebelum

15

perlakuan bebau busuk sedangkan setelah diberi perlakuan menggunakan


kombinasi biji kelor dan asam jawa menjadi tidak berbau busuk.
Oksigen terlarut (DO) limbah cair tahu sebelum perlakuan menunjukkan
nilai yang rendah yaitu 1,34 ppm. Peningkatan nilai DO terbaik terjadi pada
perlakuan dosis K 2 : A 1 (kelor 133,3 mg dan asam jawa 66,7 mg) yang mencapai
3,67 ppm. Peningkatan nilai DO terjadi karena adanya proses difusi antara air
dengan udara bebas. Kecepatan difusi oksigen dari udara tergantung dari beberapa
faktor seperti kekeruhan air dan TSS. Menurut Anita dan Azizah (2005), nilai TSS
yang rendah dapat meningkatkan oksigen terlarut dalam air.
Nilai derajat keasaman (pH) sebelum perlakuan sangat rendah yaitu 4,
setelah pemberian kombinasi serbuk biji kelor dan asam jawa nilai pH meningkat
menjadi 5. Meningkatnya nilai pH diduga karena adanya senyawa tannin pada biji
asam jawa. Rao (2005), menyatakan bahwa tanin mampu menetralkan pH air dan
membentuk senyawa kompleks melalui ikatan hidrogen.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa aroma limbah cair tahu sebelum
perlakuan berbau busuk sedangkan setelah diberi perlakuan bau busuk menjadi
berkurang. Hal ini disebabkan adanya minyak essensial pada serbuk biji asam
jawa yang dapat mengurangi aroma limbah cair tahu yang berbau busuk. Rao
(2005) menyatakan bahwa biji asam jawa memiliki minyak esensial yang dapat
mengurangi bau yang tidak sedap.

16

BAB IV
KESIMPULAN
1.

Dosis kombinasi K 2 : A 1 (serbuk kelor 133,3 mg dan asam jawa 66,7 mg)
merupakan dosis terbaik untuk menurunkan kadar TSS dan TDS serta

2.

meningkatkan kadar DO.


Dosis kombinasi K 1 : A 2 ( kelor 66,7 mg dan asam jawa 133,3 mg)

3.

merupakan dosis terbaik untuk menurunkan total bakteri pada limbah


Kombinasi koagulan alami serbuk kelor dan serbuk asam jawa mampu
menurunkan kadar TSS dan TDS, meningkatkan kadar DO, menurunkan total
bakteri, mengubah aroma limbah menjadi tidak berbau busuk serta
meningkatkan pH.

17

DAFTAR PUSTAKA
Davis, M.L. and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Enviromental Engineering.
2nd ed. McGraw-Hill Inc., New York.
Eckenfelder, W.W., 2000, Industrial Water Pollution Control 3 rd ed., McGraw Hill
Book Co-Singapore.
Enrico, B. 2008. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) Sebagai
Koagulan Alternatif Dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tahu.
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Farooq, S., and Velioglu, S.G., 1989, Physico-Chemical Treatment of Domestic:
Wastewater, Encyclopedia of Enviromental Control Technology, Volume
3: Wastewater Treatment Technology, Cheremisinoff P.N (editor), Gult
Publishing Co., Houston.
Januardi, R., T.R. Setyawati, dan Mukarlina. 2014. Pengolahan Limbah Cair Tahu
Menggunakan Kombinasi Serbuk Kelor (Moringa oleifera) dan Asam
Jawa (Tamarindus indica). J. Protobiont 3 (1) hlm. 41 45.
Kristijarti, A.P., I. Suharto, dan Marieanna. 2013. Laporan Penelitian Penentuan
Jenis Koagulan dan Dosis Optimum untuk Meningkatkan Efisiensi
Sedimentasi dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah Pabrik Jamu X.
LPPM Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Mishra A., Bajpai M. 2005. The Flocculation Performance of Tamarindus
mucilange in Relation to Removal of Vat and Direct Dyes. Department of
Chemistry, University Institue of Engineering and Technology, CSJM
University, India.
Muyibi, S.A & Evison, L.M., 1995, Moringa Oleifera Seeds for Softening
Hardwater, J.Water Research, 29(4), hlm 1099-1105.
Nurhasan dan Pramudyanto, B.B., 1991. Penanganan Air limbah Tahu, Yayasan
Bina Karya Lestari, Jakarta. http://www.menlh.go.id/usaha-kecil
Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Proses Biofilter
Aerobik.
18

Schwarz D. 2000. Water Clarification Using Moringa oleifera. Technical


Information Wle, Gate Information Service, Eschborn, Germany.
http://www.gtz.de/gate/gateid.afp
Sugiharto, 1994, Desain dan Analisis Eksperimen. Tarsito, Bandung.
Sumanti, D.M. dan Tita Rialita. 2010. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Jurusan Teknologi Industri Pangan Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran, Bandung-Sumedang.
Sutherland, J.P, Folkard G.K, dan Grant W.D., 1990, Natural Coagulant for
Appropriate Water Treatment, a Novel Approach, J. Waterlines, (4), hlm
30-32.

19

Anda mungkin juga menyukai