Anda di halaman 1dari 76

Kepala Sekolah dan Optimalisasi Kompetensi Guru

Posted on 14 Mei 2010 by M Mursyid PW


Mencermati isu seputar pendidikan akhir-akhir ini tak urung membuat saya (guru biasa)
merasa harus lebih banyak lagi membaca guna memperoleh banyak referensi ketika harus
berargumentasi. Dari hasil baca-baca tersebut lalu mengkomparasikannya dengan realita yang
ada maka saya terbitkan entri ini dengan berkeyakinan bahwa kita, pemangku kepentingan di
bidang pendidikan, sudah tidak lagi anti saran dan alergi terhadap kritik.
Tulisan ini sama sekali bukan dalam rangka menohok seseorang, melainkan tidak lebih dari
sekedar untuk mengingatkan diri sendiri dan kita semua bahwa suatu sekolah agar dapat
menjalankan fungsi pelayanan pendidikan yang baik terhadap masyarakat sangat dipengaruhi
di antaranya oleh kadar kompetensi kepala sekolah yang memimpinnya. Salah satu factor
yang paling menentukan adalah sejauh mana seorang kepala sekolah mampu berkontribusi
dalam rangka mengoptimalkan kompetensi guru yang dipimpinnya.
Jika guru memiliki kompetensi yang optimal sudah barang tentu akan dapat menjalankan
tugas dan fungsi pokoknya secara optimal pula. Untuk dapat berperan dalam mengoptimalkan
kompetensi guru kepala sekolah harus menguasai dulu kompetensi kepala sekolah juga
kompetensi guru mengingat kepala sekolah juga seorang guru.
Peran ganda kepala sekolah (sebagai pimpinan dan guru) memang bukan hal yang boleh
dikatakan sepele karena ini justru bisa menjadi buah simalakama. Kepala sekolah dituntut
harus mampu menjadi guru yang lebih dari guru biasa. Kepala sekolah harus mampu menjadi
model bagi guru lain dalam hal apa saja, apalagi dalam hal menyampaikan materi pelajaran di
ruang kelas. Jika kini pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM sedang jadi trend, kepala
sekolah harus yang pertama dapat menjadi contoh. Jika kepala sekolah harus menagih
administrasi mengajar guru, tunjukkan bahwa administrasi mengajarnya sendiri juga telah
selesai dikerjakan. Kepala sekolah dalam konteks kekinian zaman tidak cukup hanya dengan
tiba di sekolah paling awal dan pulang paling akhir. Wah, jadi kepala sekolah kok ternyata
ribet amat, ya? O ya jelas, donk. Ini baru sebagian kecil, pekerjaan administrasi sekolah yang
lain masih seabreg yang harus di selesaikan. Resiko!
Pendek kata untuk dapat benar-benar berperan dalam mengoptimalisasi kompetensi guru
seorang kepala sekolah seyogyanya juga seorang guru yang benar-benar berkompeten baik
dalam kapasitasnya sebagai pimpinan maupun sebagai guru sehingga dapat dijadikan model.
Maka tidak sepatutnya seorang kepala sekolah marah-marah dan berperangai sewot
berlebihan dengan melontarkan kata-kata menyakitkan pada guru ketika hasil UN jeblok,
karena sesungguhnya kegagalan UN juga merupakan kegagalan seorang kepala sekolah
dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Juga, sebagai guru biasa, kita jangan membenamkan diri pada kondisi yang biasa-biasa saja.
Maksudnya, kita harus lebih banyak lagi bercermin pada kode etik guru dan berpedoman
pada tugas pokok dan fungsi kita sebagai guru dengan penuh semangat kreatif dan inovatif
sesuai tuntutan profesi sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pasal 35 ayat 1, sekalipun kita sedang dalam kondisi dipimpin oleh seorang
kepala sekolah yang menurut kita kurang dapat dijadikan teladan.

Memang yang saya urai di atas terkesan sangat ideal, dan saya sungguh menyadari bahwa
yang ideal itu tidak mungkin 100% dapat dicapai, ya harapannya; setidaknya jangan
terlampau jauh dari kategori itu-lah!
http://mmursyidpw.wordpress.com/download/

Tolak Integrated Citarum Water Resource Management


Investment Program

Submitted by misan on Tue, 20/01/2009 - 13:04

Petisi
Pesan untuk Dewan Direktur Bank Pembangunan Asia (ADB): Agar tidak
menyetujui ICWRMIP (Integrated Citarum Water Resource Management
Investment Program) sampai terjadi perbaikan-perbaikan yang terukur.
Dokumen-dokumen pelindung dan persiapan proyek tidak sesuai dengan
kebijakan-kebijakan ADB sendiri. Resiko sosial jauh lebih besar daripada
potensi keuntungan dari rencana hutang ini.
ADB dan Sungai Citarum
Sungai Citarum adalah salah satu daerah aliran sungai (DAS) penting di
Indonesiam yang berlokasi di Jawa Barat. DAS ini seluas lebih dari 13,000
Km persegi, yang merupakan ruang hidup bagi 10 juta penduduk. DAS
Citarum adalah merupakan pemasok 80 persen kebutuhan air bersih bagi
penduduk Jakarta, sumber air irigasi bagi 240,000 hektar sawah dan
pertanian, serta sumber energi listrik sebesar 1,400 MW.
Dengan maksud untuk mengatasi tantangan rumit dalam pengelolaan
sumber air Citarum, ADB menawarkan paket bantuannya yang dinamai
Integrated Citarum Water Resource Management Investment Project/
Proyek Investasi Pengelolaan Lingkungan dan sumber-sumber Air yang
Terintegrasi (ICWRMIP). Program ini bermaksud untuk menawarkan
pengintegrasian sumber-sumber air dengan pengelolaan lingkungan di DAS

Citarum yang akan menuju pada konservasi air dan alokasinya. ICWRMIP
memiliki berbagai proyek yang meliputi pengelolaan daerah aliran sungai,
pertanian pasokan air dan pasokan energi.
Dengan pendanaan lebih dari US$ 600 juta, ICWRMIP adalah proyek
pertama ADB yang menggunakan metode Multi-tranche Financing Facility
(MFF), yang akan berjalan selama 15 tahun. ADB telah menandatangani
perjanjian dengan pemerintah Indonesia untuk Bantuan Teknis persiapan
ICWRMIP. 4 Desember 2008, Dewan direktur ADB dijadwalkan untuk
menyetujui proyek proyek berikut yang menjadi bagian pendanaan
ICWRMIP, yaitu:

Bantuan Teknis memperkuat pengelolaan sumber-sumber air di 6 DAS

(Ciliwung, Cisadane, Progo-opak Oyo, Ciujung, Bengawan Solo, Citarum)

MFF konsep fasilitas: : Multitranche Financing Facility - Integrated

Citarum Water Resources Management Investment Program

Hutang - Integrated Citarum Water Resources Management Investment

Program - Project 1
Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARUM) adalah jaringan masyarakat sipil di
Jakarta dan Jawa Barat yang melakukan pemantauan persiapan proyek
ICWRMIP sejak Pebruari 2008. ARUM telah membangun kontak dengan
pengelola proyek di ADB dan Bappenas sebagai usaha untuk mendapatkan
informasi atas rencana ICWRMIP ini. ARUM telah melakukan penilaian
kolektif atas ICWRMIP berdasarkan misi pencari-fakta, pertemuan dengan
tim pengelola proyek ADB, meninjau dokumen-dokumen proyek, studi
materi lain yang relevan termasuk kebijakan-kebijakan ADB. Juga
melakukan pengujian integrated water resource management (IWRM),
strategi jender, dan anti korupsi dari ICWRMIP dan resiko-resikonya.
Tujuan dari penilaian (assessment) ini adalah untuk mengidentifikasikan
potensi dampak dari ICWRMIP, terutama fase I, terhadap penghidupan
mereka yang langsung maupun tidak langsung terkena dampak.
Rencana Penggusuran (Resettlement Plan) dalam fase I hutang: penuh
resiko

Hutang Fase pertama mencakup rehabilitasai Kanal Tarum Barat sepanjang


68,3 km yang mengalihkan sebagian badan Sungai Citarum yang digunakan
untuk air irigasi, industri dan rumah tangga di Jawa Barat dan metropolitan
Jakarta. Total hutang untuk sub-proyek ini adalah US$50 juta yang
merupakan bagian dari total pendanaan MFF US$500 Juta.
Rehabilitasi Kanal Tarum Barat ini akan menggusur 872 rumah tangga dan
memberi dampak tidak langsung bagi penduduk di tiga Kabupaten lainnya:
Bekasi, Karawang dan Kota Bekasi. Namun, Rencana Penggusuran ini
(yang sampai sekarang masih dalam tahap rancangan) memiliki banyak
kejanggalan yang serius dan resiko sosial yang tinggi. Rencana
Penggusuran tidak memenuhi kebijakan penggusuran ADB dan
persyaratan-persyaratan implementasinya.
Temuan-temuan kunci dari penilaian ini adalah sebagai berikut:
Mengenai rancangan Rencana Pemukiman (Resetlement Plan)

Ketidakcocokan dalam jumlah manusia yang terkena dampak proyek.

Ketidakjelasan dalam mekanisme untuk melihat kelangkaan lahan dan

isu-isu kepemilikan
Tidak ada kompensasi yang layak, dan ukuran-ukuran bantuan
rehabilitasi dan pemulihan penghidupan (LRP).
Tidak ada jaminan restorasi penghidupan kepada masyarakat yang
terkena dampak, mengingat adanya kesenjangan dalam ukuran-ukuran
bantuan tersebut. Strategi persiapan sosial tidak jelas dan tidak dapat
diterima.

Proses pemukiman tidak jelas dan tidak partisipatoris.

Program pemulihan penghidupan (LRP) tidak memberikan mekanisme

yang memadai dan jaminan memenuhi tujuan proyek ini.


Ada jurang yang lebar antara tujuan proyek (yaitu untuk mengisi setiap
kekosongan di mana peraturan daerah ataupun Undang-undang tidak dapat
memberikan jaminan bagi rumah-tangga yang terkena dampak dapat
merehabilitasi dirinya agar setidaknya sama dengan kondisi sebelum
proyek) dan desain dari Program Pemulihan Penghidupan (LRP) tidaklah

menjamin masyarakat yang terkena dampak lebih buruk kehidupannya dari


kehidupan mereka sebelum dimukimkan kembali, mengingat tempat
relokasi masih belum diketahui dan program-program pelatihan hanya
didasarkan pada asumsi-asumsi.

Secara keseluruhan, LRP sangat sempit, superfisial, tidak komprehensif,

dan kabur. LRP tidak memiliki tujuan dan rencana spesifik untuk
meningkatkan atau setidaknya memperbaiki kapasitas produktif mereka,
termasuk untuk petani yang akan terkena dampak yang tidak memiliki hak
atas penggunaan lahan.
Mengenai praktik transparansi dan konsultasi
Tidak memadainya keterbukaan informasi bagi publik dan konsultasi,
terutama bagi keluarga yang terkena dampak dan pemerintah-pemerintah
daerah.
Mengenai strategi IWRM, jender dan anti-korupsi

Rencana pemukiman tidak memiliki strategi jender yang jelas vis-avis

kebijakan Jender ADB. Dokumen itu gagal untuk melihat mekanisme yang
mewajibkan setiap pimpinan proyek dan penasehat proyek untuk melihat
komponen penting dari isu jender dan pembangunan. Jika proyek ini terus
berlangsung tanpa penilaian yang dalam atas kebutuhan yang berbeda dan
dampak dari proyek terhadap perempuan, kebijakan jender ADB dan IPSA
(Penilaian awal sosial dan kemiskinan), ini berarti ketimbang
mempromosikan keberlanjutan, proyek ini malah akan memiskinkan
perempuan yang hidup di sepanjang kanal tersebut.

Kerangka Anti-korupsi dan bagaimana ia akan diterapkan tidak jelas.

Tawarannya tidak mencakup mekanisme yang jelas untuk mencegah dan


memerangi praktik-praktik korupsi di tingkat lokal maupun nasional.
Tidak ada bukti empiris yang memaparkan keberhasilan apapun dari
proyek-proyek IWRM di Indonesia maupun di Asia Tenggara. Dengan
kondisi ini, tampaknya strategi yang diterapkan dalam proyek ini sungguh
tidak mempertimbangkan persoalan biaya transaksi dari pengalokasian yang
tidak inklusif kepada para pihak yang berbeda di hulu dan hilir (mengingat
adanya pembagian kekuasaan dan kompetisi pengklaiman terhadap sumber

air dan alokasinya) didalam manajemen proyek dan pembuatan keputusan.


Di Indonesia, telah ada beberapa kontroversi yang terkait dengan
pembuatan Dewan Daerah Aliran Sungai yang mandatnya lintas batas
kabupaten dan propinsi, karena beberapa pemerintahan local menolak
otoritasnya dalam manajemen sungai (contohnya untuk mengenakan dan
mengumpulkan biaya dari pengguna air) didelegasikan ke Dewan Daerah
Aliran Sungai karena akan mempengaruhi pendapatan daerah mereka.
ICWRMIP tidak memiliki strategi yang jelas tentang bagaimana
menyelesaikan persoalan atau konflik vertikal maupun horisontal terkait
dengan manajemen sungai Citarum.

Rehabilitasi Tarum Kanal Barat gagal memahami persoalan yang

kompleks dari berkurangnya akses petani-petani terhadap air di Citarum


untuk keperluan irigasi di lahan pertanian mereka hanya karena
meningkatnya alokasi air kepada konsumsi air minum maupun untuk
keperluan industri.
Kesimpulan
Rancangan Rencana Penggusuran dari fase pertama proyek ini memiliki
banyak kesalahan. Rancangan tersebut tidak memiliki mekanisme yang
tepat dan jelas yang pasti bagi pihak yang melakukan komplain melalui
Kebijakan Pengaman- Penggusuran ADB (Involuntary Resettlement Policy
ADB) di tahap formulasi maupun implementasi proyek. Ketidakadanya
strategi yang eksplisit, dapat diverifikasi, dapat dimonitor, maupun strategi
jender, anti korupsi, maupun IWRM menyebabkan potensi resiko yang
serius terhadap percikan-percikan konflik horisontal dan vertikal di area
proyek. Rancangan Rencana Penggusuran dan aktifitas persiapan
perlindungan (safeguard) di project 1 memiliki indikasi kuat akan jaminan
bahwa orang terkena dampak tidak akan dijamin keberlangsungan
hidupnya. Resiko akan proses pemiskinan lebih jauh juga menjadi
meningkat dengan dilaksanakannya proyek ini. Ditambah lagi, hal yang
paling kritis dan penting bagi keberlanjutan penyediaan air dan alokasi air
yang adalah rehabilitasi hulu Citarum dan perencanaan yang terintegrasi
serta pengambilan keputusan yang melibatkan seluruh pemangku

kepentingan serta komunitas yang ada di hulu dan hilir, bukan rehabilitasi
Tarum Kanal Barat.
Tuntutan Kami
Karena ICWRMIP tidak cukup mendapat dukungan dari masyarakat dan
pemangku kepentingan, dan mengingat resiko politik serta pemiskinan yang
tinggi, Dewan Direktur ADB harus sungguh-sungguh mempertimbangkan
untuk menarik investasinya di MFF-ICWRMIP kecuali dilakukan
penilaian-ulang yang signifikan, bermakna, kuat dan meluas terhadap
seluruh rencana program. Jika Dewan tetap melakukan persetujuannya
tanpa melakukan penilaian-ulang, ini membuktikan bahwa Dewan
menyetujui program yang jelas melanggar kebijakan perlindungan ADB
dan kebijakan lainnya serta prosedur-prosedur operasional lainnya.
Kami menuntut agar Dewan Direktur ADB harus segera menunda
persetujuan MFF-ICWRMIP dan Fase 1 proyek pada 4 Desember, 2008
sampai terjadinya perbaikan-perbaikan yang signifikan dari proyek yang
tunduk pada kebijakan ADB sendiri, dan praktik-praktik terbaik
berdasarkan standar internasional. Dokumen-dokumen penting yang
dihasilkan proyek ini harus terbuka untuk publik, dan menjadi subyek untuk
dikonsultasikan ke para pemangku kepentingan, dan kepada masyarakat
yang secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak.
Tugas utama sekarang bukanlah tentang penyuntikan dana tetapi
meneguhkan agar terjadinya tata pemerintahan sumber-sumber daya sungai
citarum yang layak. Kami meyakini bahwa rencana program ini akan
berujung pada buruknya hutang (bad debt), yang membebankan rakyat
Indonesia dengan pinjaman yang tidak menjamin akses berkesinambungan
terhadap sungai Citarum. ICWRMIP adalah inisiatif yang didisain oleh para
teknokrat yang dapat menghambat inisiatif pemerintah daerah dan
masyarakat dalam mengelola sumber daya publik mereka.
Jakarta, 2 Desember
Penandatangan Petisi:

Signatories (Name/Organization - Country)


1.

Diana Gultom, debtWATCH Indonesia Indonesia

2. Arimbi Heroepoetri, Environmental Law Alliance Worldwide (ELAW


Indonesia) Indonesia
3.

Hamong Santono, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA)

Indonesia
4.

Dadang Sudardja, Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARUM) Indonesia

5.

Novita Merdriana Tantri, Perkumpulan Boemi-Indonesia

6.

Jefry Rohman, Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK), Bandung-

Indonesia
7.

Koalisi Ornop Jawa Barat, Indonesia

8.

Ogie, WALHI Jawa Barat, Indonesia

9.

Siti Fatimah, Bandung Institute of Governance Studies (BIGS)-

Indonesia
10.

Huyogo Gabriel Yohanes Simbolon, Ikatan Mahasiswa Ilmu

Komunikasi Indonesia, West Java, Indonesia


11. Amrullah, elKAIL, Bekasi-Indonesia
12.

Berry Nahdian Forqan, WALHI Eksekutif Nasional/ Friends of the

Earth Indonesia, Indonesia


13.

Syamsul Ardiansyah, INDIES, Jakarta-Indonesia

14. Andiko, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum berbasis


Masyarakat dan Ekologis (HUMA), Jakarta, Indonesia
15.

Farah Sofa, Ketua Badan Pengurus INFID, Indonesia

16.

Fabby Tumiwa, Institute for Essential Service Reform (IESR) -

Indonesia
17.

Chris Wangkay, Gerakan Aliansi Rakyat untuk Penghapusan Utang

(GARPU) Indonesia
18.

Jimmy Pandjaitan, Konservasi Alam dan Lingkungan Hidup (KALI),

Sumatra Utara Indonesia


19. Adzkar Ahsinin, Yayasan Pemantau Hak Anak(YPHA) Indonesia
20.

Chabibullah, Serikat Tani Merdeka (SETAM), Yogyakarta-Indonesia

21.

Imam Cahyono, Perkumpulan Prakarsa, Indonesia

22. Abetnego Tarigan, Sawit Watch-Indonesia

23.

Beka Ulung Hapsara, Perguruan Rakyat Merdeka (PRM)-Indonesia

24.

Dede K, Kabut Riau-Indonesia

25.

Estu Fanani, LBH Apik Jakarta-Indonesia

26.

M. Teguh Surya, WALHI Eksekutif Nasional-Indonesia

27. Wawan Suwandi, KOAGE-Indonesia


28.

Mohammad Djauhari, KpSHK, Bogor-Indonesia

29.

Shaban Setiawan, WALHI-Kalimantan Barat-Indonesia

30. Ari Sunarijati, Bupera, FSPSI Reformasi-Indonesia


31. Tubagus Haryo Karbyanto, FAKTA-Indonesia
32. Ahmad Zazali, Scale Up-Indonesia
33.

Sulaiman Zuhdi Manik, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA),

Aceh-Indonesia
34.

Muhamad Usman, Yayasan Sanak-Jambi-Indonesia

35.

Ika Kartika Dewi, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Jakarta-

Indonesia
36. Athoillah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Surabaya-Indonesia
37.

Feri Irawan, Dewan Nasional WALHI-Indonesia

38. Yohanna T. Wardhani, LBH Apik Jakarta, Jakarta-Indonesia


39.

Siti Maemunah, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)-Indonesia

40.

Sarah Lery Mboeik, PIAR-Indonesia

41.

Dewi Rana Rasyidi, Lingkar Belajar untuk Perempuan, Palu-

Indonesia
42.

Masruchah, Sekretariat Nasional Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)-

Indonesia
43.

Kencana, KePPak Perempuan-Indonesia

44.

Dahniar, Perkumpulan Bantaya, Palu-Indonesia

45. Ahmad Syarifudin, Environmental Task Force-Indonesia


46.

Irfan, Yayasan Kapeta-Indonesia

47.

Roman Ndau Lendong, Inspra, Flores, NTT-Indonesia

48.

Caroline Pintauli, Bina Insani, Sumatera Utara-Indonesia

49.

Ema, Institute of Community Justice, Makasar-Indonesia

50.

Supartono, KIKIS-Indonesia

51.

Mohamad Hamdin, Yayasan Tanah Merdeka, Palu-Indonesia

52.

Marthen Salu, Lembaga Advokasi Hukum dan HAM, Atambua-

Indonesia
53.

Nur Hidayati, CSF-Indonesia

54.

Hanni Adiati, CSF- Indonesia

55.

Max Binur, Belantara Papua, Sorong-Indonesia

56. Azas Tigor Nainggolan, FAKTA-Indonesia


57.

Mamiek, Lembayung Institute, Jakarta-Indonesia

58. Tri Chandra Aprianto, Fakultas Sastra, Universitas Jember-Indonesia


59.

Egi Neobeni, Yayasan Kiper-HAM, Flores-Indonesia

60.

Nedhy Priscilla, YKMF, Flores, Indonesia

61. Yayasan Kebudayaan Masyarakat Adat (Yakema) Maumere-Indonesia


62.

Chalid Muhammad, Institut Hijau Indonesia-Indonesia

63. Alfina Mustafainah, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sulawesi


Selatan-Indonesia
64.

Midaria Novawanty, KIARA-Indonesia

65.

Dwi Astuti, Bina Desa, Indonesia

66.

Risma Umar, Solidaritas Perempuan-Indonesia

67. Titi Suntoro, NADI-Indonesia


68.

Indri, Semarak Cerlang Nusa (SCN)-Indonesia

69.

Saifuddin Gani, SH, SBSS&Partners Lawfirm, Banda Aceh-Indonesia

70.

Koesnadi Wirasapoetra, Sarekat Hijau-Indonesia

71.

Khalisah Khalid, Sarekat Hijau Indonesia

72.

Rian, Setara, Jambi, Indonesia

73.

Nila Ardhianie, AMRTA Institute, Indonesia

74.

Bowo Usodo, Jaringan Radio Komunitas-Indonesia

75. Adi Rusprianto, Serikat Buruh Indonesia


76.

John Pluto Sinulingga, Bina Desa Sadajiwa, Meulaboh, Aceh Barat-

Indonesia
77.

Budiman Maliki, LPMS, Poso-Indonesia

78.

Gustav Dupe, Perhimpunan Pelayanan Penjara

79. Yayasan Pendidikan dan Swadaya Indonesia


80.

Forum Komunikasi Kristiani, Jakarta, Indonesia

81. AD Eridani, Yayasan Rahima, Indonesia


82.

Eri Andriani, Forum Refleksi Emansipasi Jember, Indonesia

83.

Didi Novrian, SAINS (Sajogyo Institute), Bogor, Jawa Barat,

Indonesia
84.

Budi Laksana, Kelompok Nelayan Cirebon, Jawa Barat, Indonesia

85.

Gunawan, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice-

Indonesia
86.

Ella Uran, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES), Labuan

Bajo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur- Indonesia


87.

Ferdy M. Manu, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES),

Nusa Tenggara Timur- Indonesia


88.

Dian Pratiwi P, Kediri Bersama Rakyat (KIBAR), Jawa Timur,

Indonesia
89.

Baya, SETARA, Jambi- Indonesia

90. Wahyu, Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesia


91. Wildasari, Koalisi Anti Utang (KAU), Indonesia
92.

John Erryson, Forum Tanah Air, Indonesia

93.

Sutrisno, Serikat Buruh Indonesia- Indonesia

94.

Erpan Faryadi, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Indonesia

95. Widji Sri Rahayu, Solidaritas Perempuan Jabodetabek- Indonesia


96.

Ridwan Darmawan, Indonesian Human Rights Committee for Social

Justice-Indonesia
97.

Idham Arsyad, Konsorsium Pembaruan Agraria, Indonesia

98.

Rahma, LBH Semarang, Indonesia

99. Yeni Roslaini Izi, Womens Crisis Centre, Palembang, South


Sumatera, Indonesia
100.

Musri Nauli, Yayasan Keadilan Rakyat, Jambi, Indonesia

101.

Lusia Palulungan, LBH APIK Makassar, South Sulawesi- Indonesia

102.

Rena Herdiyani, Kalyanamitra, Jakarta-Indonesia

103. Adnan Balfaz, Komisi Orang Miskin Indonesia untuk Keadilan


(KOMIK)- Indonesia
104. Azmar Exwar, Jurnal Celebes, Makassar-Indonesia
105.

Herdianto, Bohotokong Generasi Muda-X-Onderneming, Central

Sulawesi, Indonesia
106.

Sugeng, Himpunan Petani Organik Banyumas (HIPORMAS),

Central Java, Indonesia


107.

Rukiyah, SPN-SU (Serikat Perempuan Nelayan Sumatera Utara),

North Sumatera- Indonesia


108. Ali Azhar Akbar, ELAW Indonesia- Indonesia
109.

Firman, Jaringan Kerja Bumi, Makassar- Indonesia

110.

Gustaf George, Pro Era Media Suara Komunitas Agraris

(PERETAS), Central Sulawesi, Indonesia


111.

Ismar Indarsyah, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

(LMND), Indonesia
112.

Dani Setiawan, Koalisi Anti Utang, Indonesia

113. Tasnim Yusuf, YSIK-Indonesia


114.

Datuk Usman Gumanti, Aliansi Komunitas Adat, Jambi- Indonesia

115.

Hariansyah Usman, Jikalahari, Riau- Indonesia

116.

Zohra Andi Baso, Forum Pemerhati Masalah Perempuan, South

Sulawesi- Indonesia
117. Yayasan Lembaga Konsumen, Sulsel-Indonesia
118. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)- Indonesia
119. Abdul Gofur, GAPPRI, Indonesia
120.

Sudarno, Perserikat Rakyat, Jakarta-Indonesia

121.

Serikat Nelayan Merdeka (SNM), Sumatera Utara- Indonesia

122.

Serikat Buruh Kebun (SERBUK), Serdang Bedagai, Sumut-

Indonesia
123.

Isal Wardhana, WALHI Kalimantan Timur- Indonesia

124.

Beauty Erawati, LBH APIK NTB- Indonesia

125.

INNA, Jaringan Indonesia Timur, Indonesia

126.

Ismar Indarsyah, LMND, Indonesia

127. Ari, FISIP USU, Sumatera Utara, Indonesia


128.

Sri Murtopo, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Indonesia

129.

Iswan Kaputra, BITRA Indonesia- Indonesia

130.

Himpunan Mahasiswa Islam KOM FISIP Universitas Sumatera

Utara- Indonesia
131.

Syafrudin Ali, Front Perjuangan Rakyat Miskin, Indonesia

132. Agus Arifin, Solidaritas Buruh Sumatera Utara, Indonesia


133.

Shabri Abdul Rahman, Komite Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia

Universitas Sumatera Utara, Indonesia


134. Anto, Serikat Buruh Carrefour Medan (SBCM-SBSU), Sumatera

Utara, Indonesia
135. Abdul Sani, SBCM-SBSU, Indonesia
136.

Bambang, SBCM-SBSU, Indonesia

137.

Boy Dirgantara, SBCM-SBSU, Indonesia

138.

M. Fadli Siregar, Ketua SBCM-SBSU, Indonesia

139.

Ganda, Ketua SBCM-SBSU, Indonesia

140. Winston Rondo, Perkumpulan Relawan CIS Timor, Indonesia


141.

Rahwanto, Himpunan Mahasiswa Islam UMSU, Sumatera Utara,

Indonesia
142.

Maharani Caroline, LBH Menado, North Sulawesi, Indonesia

143.

Desmiwati, Manager Region Jawa Kalimantan WALHI Eksekutif

Nasional, Indonesia
144.

Desiana, PP PMKRI, Indonesia

145.

Baginda, Serikat Buruh Medan Independen Sumatera Utara (SBMI-

SUMUT), Indonesia
146.

Johny Setiawan Mundung, WALHI Riau, Indonesia

147.

JAPESDA (Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam),

Indonesia
148.

HIMBUNGA (Kelompok Kerja untuk Perdamaian), Indonesia

149.

Ulfah Mutiah Hizma, Yayasan Rahima, Indonesia

150.

Ririn Sefsani, Commitment Democratic Governance and Social

Justice, Solo, Indonesia


151.

Dwi Ayu Kartikasari, Komunitas Anti Globalisasi Ekonomi,

Indonesia
152.

SARI, Solo, Indonesia

153.

Khadafi, Bina Desa, Meulaboh, Aceh, Indonesia

154.

Edy Maryono, Asoh Meulaboh, Aceh, Indonesia

155.

Oma Arianto, FK GEMAB, Indonesia

156.

Green Forum of Nanggroe Aceh, Aceh, Indonesia

157. Yayasan Bungoeng Jeumpa, Aceh, Indonesia


158.

Ida Fitriawati, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West

Java, Indonesia
159.

Sri Arpiati, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java,

Indonesia

160. Ayi Zakaria, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java,
Indonesia
161. Yayan, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java,
Indonesia
162.

Patimah, Solidaritas Buruh Migran Cianjur (SBMC), West Java,

Indonesia
163.

Meth Kusumahadi, MERTI Yogya, Jogjakarta, Indonesia

164. Abdul Jalil, Grassroots Society Forum, Meulaboh, Aceh, Indonesia


165.

Surahmat, Lembaga Bantuan Hukum Serikat Petani Pasundan, West

Java, Indonesia
International
166.

Chad Dobson, Bank Information Center (BIC), USA

167.

NGO Forum on ADB, Manila

168.

Milo Tanchuling, Freedom from Debt Coalition, Philippines

169.

Prabin Man Singh, Collective Initiative for Research and Action

(CIRA), Nepal
170.

Zakir Kibria, BanglaPraxis (Bangladesh)

171.

Janaka, Green Movement of Srilanka, Srilanka

172.

Charles Santiago, Monitoring Sustainability of Globalization-MSN,

Malaysia
173. Vimalbhai, Matu Peoples Organization, India
174. Wilfred Dcosta, Indian Social Action Forum - INSAF, India
175.

Souparna Lahiri, National Forum of Forest People & Forest Workers,

India
176. Water & Energy Users' Federation-Nepal (WAFED), Nepal
177.

Himalayan & Peninsular Hydro-Ecological Network - HYPHEN

178.

Nepal Policy Institute NPI, Nepal

179.

Ekoloji Kolektifi Trkiye

180.

Gaye Yilmaz, Platform "No to commercialization of water", Turkey

181. Acacia Rose, Alpine Riverkeepers Australia, Australia


182.

Sarah Siddiqi, citizens' alliance in reforms for equitable and efficient

development, Pakistan
183.

11.11.11, Belgium

Akademisi
184.

Benny D Setianto, Post Graduate Program on Environment and

Urban Studies Soegijapranata Catholic University-Indonesia


185. Tri Chandra Aprianto, Fakultas Sastra, Universitas Jember-Indonesia
186. Wijanto Hadipuro, Post Graduate Program on Environment and
Urban Studies Soegijapranata Catholic University- Indonesia
187.

Hotmauli Sidabalok, Post Graduate Program on Environment and

Urban Studies Soegijapranata Chatolic University-Indonesia


Individu
188. Yulia Siswaningsih, Jakarta, Indonesia
189. Adhi Prasetyo, Jakarta, Indonesia
190. Anik Wusari, Jakarta, Indonesia
191. Tandiono Bawor Purbaya, Jakarta, Indonesia
192.

Siti Aminah, Jakarta, Indonesia

193.

Syafruddin K., Donggala

194.

Boedhi Widjarjo, Jakarta Indonesia

195.

I Wayan Suwardana

196.

Dete Aliyah, Jakarta, Indonesia

197.

Hedar Laudjeng, Palu, Indonesia

198.

BJD. Gayatri, Jakarta, Indonesia

199.

Bambang Budiono, Jawa Barat, Indonesia

200.

Ratna Yunita, Jakarta, Indonesia

201.

Latief Madafaku, Dompu, Indonesia

202.

Husnaeni Nugroho, Indonesia

203.

Jevelina Punuh, Indonesia

204.

Rini Yuni Astuti, Yogyakarta Indonesia

205.

Ida Candradiana, Kediri Indonesia

206.

Erina Mursanti, Bekasi Indonesia

207.

Bibit Waluyo, Lampung Indonesia

208.

Muhammad Reza, Jakarta Indonesia

209. Tini Sastra, Yogyakarta Indonesia

Pengertian Optimalisasi
Dalam matematika dan ilmu komputer, optimasi atau optimalisasi mengacu pada pemilihan
elemen terbaik dari beberapa set alternatif yang tersedia.
Dalam kasus yang paling sederhana, ini berarti memecahkan masalah-masalah dimana orang
berusaha untuk meminimalkan atau memaksimalkan fungsi dengan sistematis memilih nilainilai variabel integer atau real dari dalam set yang diperbolehkan.
http://oktavita.com/pengertian-optimalisasi.htm

Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan


Kompetensi Guru

Posted Sab, 04/10/2008 - 13:52 by akhmadsudrajat

KOMPETENSI GURU DAN PERAN KEPALA SEKOLAH


Oleh : Akhmad Sudrajat*))
Abstrak : Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan,
kompetensi guru merupakan salah satu faktor yang amat penting.
Kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
personal, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Upaya untuk
meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan melalui optimalisasi peran
kepala stsekolah, sebagai : educator, manajer, administrator, supervisor,
leader, pencipta iklim kerja dan wirausahawan.
Kata kunci : kompetensi guru, peran kepala sekolah
A. Pendahuluan
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah
khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai

perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang
sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada
dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha
pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia.
Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)
mengemukakan bahwa educational change depends on what teachers do
and think. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan
pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada what teachers do
and think . atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi
guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya
masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu
ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan
kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa
kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan
kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang
komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
Tulisan ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan
bagaimana upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dilihat dari
peran kepala sekolah. Dengan harapan kiranya tulisan ini dapat dijadikan
sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan pendidikan.
B.
Hakekat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003)
mengemukakan bahwa competency has been defined in the light of actual
circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari
Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992)

menyebutkan bahwa : A competence is a description of something which


a person who works in a given occupational area should be able to do. It is
a description of an action, behaviour or outcome which a person should be
able to demonstrate.
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa
kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang
seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu
pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat
ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu
saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang
sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini
kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang
seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan
pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat
ditunjukkan..
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad
Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi
yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar
di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa,
sesama guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut
diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang
pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani

Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah


telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum

dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan, yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan
kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan
(g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang:
(a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f)
berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
(h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b)
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c)
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun
dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep,
struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren
dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c)
hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsepkonsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara
profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan
budaya nasional.

Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill


(2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang
menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan
rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya
terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup :
(a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b)
pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan
guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam
memperluas cakrawala berfikir siswa.
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects
to Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi
mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata
pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi

pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan


dengan berbagai cara (multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning
mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan
pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting
kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran
(reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara
teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from
Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk
memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak
lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk
meningkatkan praktek pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru
memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi
dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua
orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber
daya masyarakat.

Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya


perbedaan yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara
pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan
oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi
profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya pengelompokan
jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek
kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru
pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru
untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian
penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif
dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa
mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed
terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan
berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan
satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru
tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian
cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan
kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun masyarakat.

Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir


secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan
ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung
terhadap efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan
dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran
yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru
mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil
penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan
pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan
konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang
berlangsung.
C. Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut
memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya.
Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari
setiap jenis kompetensi, sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun
dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya untuk menjadi guru yang
kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan
meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh
dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran
kepala sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000)
mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas
mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi
profesional guru. Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan
kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan
materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi
sebagaimana telah dipaparkan di atas.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006),


terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator
(pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5)
leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh
Depdiknas di atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan
antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru.
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru
merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala
sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap
pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya
tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki
gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan
mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan
kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif
dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus
dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya
dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para
guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui
berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di
sekolah, seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi
profesional dan sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau
mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk
tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya.
Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan
kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi

para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat


mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan
kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran,
secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang
dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses
pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan
metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui
kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran,
tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya
diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru
dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan
keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002)
mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi perubahanperubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi
pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan
bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini, mengandung
makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang
kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan
saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak
menguasainya dengan baik
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuhsuburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan
kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal
dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas
dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan
kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk
dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono

(2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul
terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala
sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan
kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifatsifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4)
berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang
stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru
lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang
disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam
upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru
akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan
menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan
diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia
bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut,
(3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4)
pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu
hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosiopsiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari
pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E.
Mulyasa, 2003)
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan
peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat
menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan
berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat
akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya,
termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.

Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara


langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek
terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya
dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik
berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi
personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab
guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut
guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian
penguasaan kompetensinya.
4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer,
administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun
sebagai wirausahawan.
5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang
diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya
dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sumber Bacaan :
Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan
Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah
Dasar. (abstrak) Ilmu Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik
Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK,SD, SMP, SMA,
SMK & SLB, Jakarta : BP. Cipta Karya

. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan. http://www.depdiknas.go.id/ inlink. (accessed 9 Feb
2003).
Louise Moqvist. 2003. The Competency Dimension of Leadership:
Findings from a Study of Self-Image among Top Managers in the Changing
Swedish Public Administration. Centre for Studies of Humans, Technology
and Organisation, Linkping University.
Mary E.Dilworth & David G. Imig. Professional Teacher Development and
the Reform Agenda. ERIC Digest. 1995. . (Accessed 31 Oct 2002 ).
National Board for Professional Teaching Standards. 2002 . Five Core
Propositions. NBPTS HomePage.. (Accessed, 31 Oct 2002).
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan
Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan
Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.

APLIKASI TEORI KEBUTUHAN MASLOW DI


SEKOLAH

Posted Sel, 20/04/2010 - 08:40 by akhmadsudrajat

Oleh:AKHMAD SUDRAJAT
Pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu sudah dikenal
luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah
tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka
pencapaian

perkembangan

diri

siswa,

sekolah

seyogyanya

dapat

menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.


Berikut ini ringkasan tentang beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan
di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow.
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis:

Menyediakan program makan siang yang murah atau bahkan gratis.

Menyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang memadai dan temperatur yang
tepat

Menyediakan kamar mandi/toilet dalam jumlah yang seimbang.

Menyediakan ruangan dan lahan untuk istirahat bagi siswa yang representatif.

2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:

Sikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan terhadap siswanya,


dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.

Adanya ekspektasi yang konsisten

Mengendalikan perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistem


pendisiplinan siswa secara adil.

Lebih banyak memberikan penguatan perilaku (reinforcement) melalui pujian/


ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas
perilaku negatif siswa.

3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:


a. Hubungan Guru dengan Siswa:

Guru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian : empatik, peduli dan intereres terhadap
siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.

Guru dapat menerapkan pembelajaran individua dan dapat memahami siswanya


(kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)

Guru lebih banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positif dari pada
yang negatif.

Guru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, pendapat dan keputusan
setiap siswanya.

Guru dapat menjadi penolong yang bisa diandalkan dan memberikan kepercayaan
terhadap siswanya.

b. Hubungan Siswa dengan Siswa:

Sekolah mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja sama


mutualistik dan saling percaya di antara siswa

Sekolah dapat menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum, seperti


olah raga atau kesenian.

Sekolah mengembangkan diskusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan


pembelajaran.

Sekolah mengembangkan tutor sebaya

Sekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler yang beragam.

4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:


a. Mengembangkan Harga Diri Siswa

Mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar pengetahuan yang dimiliki


siswanya (scaffolding)

Mengembangkan sistem pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa

Memfokuskan pada kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswa

Mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi

Selalu siap memberikan bantuan apabila para siswa mengalami kesulitan

Melibatkan seluruh siswa di kelas untuk berpartisipai dan bertanggung jawab.

Ketika harus mendisiplinkan siswa, sedapat mengkin dilakukan secara pribadi, tidak
di depan umum.

b. Penghargaan dari pihak lain

Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiap siswa dapat
saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.

Mengembangkan program star of the week

Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasi yang


diperoleh siswa.

Mengembangkan kurikulum yang dapat mengantarkan setiap sisiwa untuk memiliki


sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.

Berusaha melibatkan para siswa dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait
dengan kepentingan para siswa itu sendiri.

c. Pengetahuan dan Pemahaman

Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengeksplorasi bidang-bidang


yang ingin diketahuinya.

Menyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan intelektual melalui


pendekatan discovery-inquiry

Menyediakan topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragam

Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir filosofis dan berdiskusi.

d. Estetik

Menata ruangan kelas secara rapi dan menarik

Menempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, termasuk di dalamnya


memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.

Ruangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan

Memelihara sarana dan pra sarana yang ada di sekeliling sekolah

Ruangan yang bersih dan wangi

Tersedia taman kelas dan sekolah yang tertata indah

5. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri

Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang terbaiknya

Memberikan kekebasan kepada siswa untuk menggali dan menjelajah kemampuan


dan potensi yang dimilikinya

Menciptakan pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupan nyata.

Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas meta kognitif


siswa.

Melibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan self expressive dan kreatif

KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH


A. Kompetensi Kepribadian
1. Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin :

Selalu konsisten dalam berfikir, bersikap, berucap, dan berbuat dalam


setiap melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi

Memiliki komitmen/loyalitas/ dedikasi/etos kerja yang tinggi dalam setiap


melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi.

Tegas dalam dalam mengambil sikap dan tindakan sehubungan dengan


pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.

Disiplin dalam melaksanakan suatu tugas pokok dan fungsi.

2.Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala


sekolah:

Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap kebijakan, teori, praktik


baru sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsinya.

Mampu secara mandiri mengembangkan diri sebagai upaya pemenuhan


rasa keingintahuannya terhadap kebijakan, teori, praktik baru sehubungan
dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.

3. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi:

Kecenderungan untuk selalu menginformasikan secara tranparan dan


proporsional kepada orang lain atas segala rencana, proses pelaksanaan,
dan keefektifan, kelebihan dan kekurangan pelaksanaan suatu tugas
pokok dan fungsi

Terbuka atas saran dan kritik yang disampikan oleh atasan, teman
sejawat, bawahan, dan pihak lain atas pelaksanaan suatu tugas pokok dan
fungsi.

4.Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan


sebagai kepala sekolah:

Memiliki stabilitas emosi dalam setiap menghadapi masalah sehubungan


dengan suatu tugas pokok dan fungsi

Teliti, cermat, hati-hati, dan tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan suatu


tugas pokok dan fungsi

Tidak mudah putus asa dalam menghadapai segala bentuk kegagalan


sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas pokok dan fungsi.

5.Memiiki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan:

Memiliki minat jabatan untuk menjadi kepala sekolah yang efektif

Memiliki jiwa kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah

B. Kompetensi Manajerial
1.Mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan
perencanaan:

Menguasai teori perencanaan dan seluruh kebijakan pendidikan nasional


sebagai landasan dalam perencanaan sekolah, baik perencanaan
strategis, perencanaan orpariosanal, perencanaan tahunan, maupun
rencana angaran pendapatan dan belanja sekolah,

Mampu menyusun rencana strategis (renstra) pengembangan sekolah


berlandaskan kepada keseluruhan kebijakan pendidikan nasional, melalui
pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan strategis yang
memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencara strategis baik

Mampu menyusun rencana operasional (Renop) pengembangan sekolah


berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis yang telah disusun,
melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan renop
yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana operasional
yang baik.

Mampu menyusun rencana tahunan pengembangan sekolah berlandaskan


kepada keseluruhan rencana operasional yang telah disusun, melalui
pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan tahunan yang
memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana tahunan yang baik.

Mampu menyusun rencana anggaran belanja sekolah (RAPBS)


berlandaskan kepada keseluruhan rencana tahunan yang telah disusun,
melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan RAPBS yang
memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan RAPBS yang baik.

Mampu menyusun perencanaan program kegiatan berlandaskan kepada


keseluruhan rencana tahunan dan RAPBS yang telah disusun, melalui
pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan program
kegiatan yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan perencanaan
program yang baik.

Mampu menyusun proposal kegiatan melalui pendekatan, strategi, dan


proses penyusunan perencanaan program kegiatan yang memegang
teguh prinsip-prinsip-prinsip penyusunan proposal yang baik.

2.Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan:

Menguasai teori dan seluruh kebijakan pendidikan nasional dalam


pengorganisasian kelembagaan sekolah sebagai landasan dalam
mengorganisasikan kelembagaan maupun program insidental sekolah.

Mampu mengembangkan struktur organisasi formal kelembagaan sekolah


yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan melalui pendekatan,
strategi, dan proses pengorganisasian yang baik.

Mampu mengembangkan deskripsi tugas pokok dan fungsi setiap unit


kerja melalui pendekatan, strategi, dan proses pengorganisasian yang
baik.

Menempatkan personalia yang sesuai dengan kebutuhan

Mampu mengembangan standar operasional prosedur pelaksanaan tugas


pokok dan fungsi setiap unit kerja melalui pendekatan, strategi, dan
proses pengorganisasian yang baik

Mampu melakukan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan sesuai


dengan prinsip-prinsip tepat kualifikasi, tepat jumlah, dan tepat
persebaran.

Mampu mengembangkan aneka ragam organisasi informal sekolah yang


efektif dalam mendukung implementasi pengorganisasian formal sekolah
dan sekaligus pemenuhan kebutuhan, minat, dan bakat perseorangan
pendidikan dan tenaga kependidikan

3.Mampu memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya
manusia secara optimal:

Mampu mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, sasaran, dan program


strategis sekolah kepada keseluruhan guru dan staf.

Mampu mengkoordinasikan guru dan staf dalam merelalisasikan


keseluruhan rencana untuk mengapai visi, mengemban misi, mengapai
tujuan dan sasaran sekolah

Mampu berkomunikasi, memberikan pengarahan penugasan, dan


memotivasi guru dan staf agar melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
masing-masing sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah
ditetapkan

Mampu membangun kerjasama tim (team work) antar-guru, antar- staf,


dan antara guru dengan staf dalam memajukan sekolah

Mampu melengkapi guru dan staf dengan keterampilan-keterampilan


profesional agar mereka mampu melihat sendiri apa yang perlu dilakukan
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing

Mampu melengkapi staf dengan ketrampilan-ketrampilan agar mereka


mampu melihat sendiri apa yang perlu dan diperbaharui untuk kemajuan
sekolahnya

Mampu memimpin rapat dengan guru-guru, staf, orangtua siswa dan


komite sekolah

Mampu melakukan pengambilan keputusan dengan menggunakan strategi


yang tepat

Mampu menerapkan manajemen konflik

4.Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya
manusia secara optimal:

Mampu merencanakan kebutuhan guru dan staf berdasarkan rencana


pengembangan sekolah

Mampu melaksanakan rekrutmen dan seleksi guru dan staf sesuai tingkat
kewenangan yang dimiliki oleh sekolah

Mampu mengelola kegiatan pembinaan dan pengembangan profesional


guru dan staf

Mampu melaksanakan mutasi dan


kewenangan yang dimiliki sekolah

Mampu mengelola pemberian kesejahteraan kepada guru dan staf sesuai


kewenangan dan kemampuan sekolah

5.Mampu

mengelola

sarana

dan

promosi

prasarana

guru

sekolah

dan

staf

dalam

sesuai

rangka

pendayagunaan secara optimal:

Mampu merencanakan kebutuhan fasilitas (bangunan, peralatan, perabot,


lahan, infrastruktur) sekolah sesuai dengan rencana pengembangan
sekolah

Mampu mengelola pengadaan fasilitas sesuai dengan peraturan yang


berlaku.

Mampu mengelola pemeliharaan fasilitas baik perawatan


maupun perawatan terhadap kerusakan fasilitas sekolah

Mampu mengelola kegiatan inventaris sarana dan prasarana sekolah


sesuai sistem pembukuan yang berlaku.

Mampu mengelola kegiatan penghapusan barang inventaris sekolah

preventif

6.Mampu mengelola hubungan sekolah masyarakat dalam rangka pencarian


dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah:

Mampu merencanakan kerjasama dengan lembaga pemerintah, swasta


dan masyarakat

Mampu melakukan pendekatan-pendekatan dalam rangka mendapatkan


dukukungan dari lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat

Mampu memelihara hubungan kerjasama dengan lembaga pemerintah,


swasta dan masyarakat

7. Mampu mengelola kesiswaan, terutama dalam rangka penerimaan siswa baru,


penempatan siswa, dan pengembangan kapasitas siswa:

Mampu mengelola penerimaan siswa baru terutama dalam hal


perencanaan dan pelaksanaan penerimaan siswa baru sesuai dengan
kebutuhan sekolah

Mampu mengelola penempatan dan pengelompokan siswa dalam kelas


sesuai dengan maksud dan tujuan pengelompokan tersebut.

Mampu mengelola layanan bimbingan dan konseling dalam membantu


penguatan kapasitas belajar siswa

Mampu menyiapkan layanan yang dapat mengembangkan potensi siswa


sesuai dengan kebutuhan, minat, bakat, kreativitas dan kemampuan

Mampu menetapkan dan melaksanakan tata tertib sekolah dalam


memelihara kedisiplinan siswa

Mampu mengembangkan sistem monitoring terhadap kemajuan belajar


siswa

Mampu mengembangkan sistem


kepada siswa yang berprestasi

penghargaan

dan

pelaksanaannya

8.Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar sesuai


dengan arah dan tujuan pendidikan nasional:

Menguasai seluk beluk tujuan nasional, tujuan pembangunan nasional,


dan tujuan pendidikan nasional, regional, dan lokal secara tepat dan
kompherensif sehingga memiliki sikap positif akan pentingnya tujuantujuan tersebut sebagai arah penyelenggaraan pendidikan dan terampil
menjabarkannya menjadi kompetensi lulusan dan kompetensi dasar.

Memiliki wawasan yang tepat dan komprehensif tentang kedirian peserta


didik sebagai manusia yang berkarakter, berharkat, dan bermartabat, dan
mampu mengembangan layanan pendidikan sesuai dengan karakter,
harkat, dan martabat manusia.

Memiliki pemahaman yang komprehensif dan tepat, dan sikap yang benar
tentang esensi dan tugas profesional guru sebagai pendidik

Menguasai seluk beluk kurikulum dan proses pengembangan kurikulum


nasional sehingga memiliki sikap positif terhadap kebaradaan kurikulum
nasional yang selalu mengalami pembaharuan, serta terampil dalam
menjabarkannya menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan

Mampu mengembangkan rencana dan program pembelajaran sesuai


dengan kompetensi lulusan yang diharapkan

Menguasai metode pembelajaran efektif yang dapat mengembangkan


kecerdasan intelektual, spritual, dan emosional sesuai dengan materi
pembelajaran

Mampu
mengelola kegiatan
pengembangan
sumber dan
alat
pembelajaran di sekolah dalam mendukung pembelajaran aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan

Menguasai teknik-teknik penilaian hasil belajar dan menerapkannya dalam


pembelajaran

Mampu menyusun program pendidikan per tahun dan per semester

Mampu mengelola penyusunan jadwa pelajaran per semester

Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi program pembelajaran dan


melaporkan hasil-hasilnya kepada stakeholders sekolah.

9. Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang


akuntabel, transparan, dan efisien:

Mampu merencanakan kebutuhan keuangan sekolah sesuai dengan


rencana pengembangan sekolah, baik untuk jangka pendek maupun untuk
jangka panjang.

Mampu mengupayakan sumber-sumber keuangan terutama


bersumber dari luar sekolah dan dari unit usaha sekolah.

Mampu mengkoordinasikan pembelanjaan keuangan sesuai dengan


peraturan dan perundang-undangan berdasarkan asas prioritas dan
efisiensi

Mampu mengkoordinasikan kegiatan pelaporan


peraturan dan perundang-undangan yang berlaku

keuangan

yang

sesuai

10.Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung kegiatankegiatan sekolah:

Mampu mengelola administrasi surat masuk dan surat keluar sesuai


dengan pedoman persuratan yang berlaku

Mampu mengelola administrasi sekolah yang meliputi administrasi


akademik, kesiswaan, sarana/prasarana, keuangan, dan hubungan
sekolah-masyarakat

Mampu mengelola administrasi kearsipan sekolah baik arsip dinamis


maupun arsip lainnya

Mampu mengelola administrasi akreditasi sekolah sesuai dengan prinsipprinsip tersedianya dokumen dan bukti-bukti fisik

11.Mengelola

unit

layanan

khusus

sekolah

dalam

mendukung

kegiatan

pembelajaran dan kegiatan kesiswaan di sekolah:

Mampu mengelola laboratorium sekolah agar dapat dimanfaatkan secara


optimal bagi kepentingan pembelajaran siswa

Mampu mengelola bengkel kerja agar dapat dimanfaatkan secara optimal


bagi kepentingan pembelajaran keterampilan siswa

Mampu mengelola usaha kesehatan sekolah dan layanan sejenis untuk


membantu siswa dalam pelayanan kesehatan yang diperlukan

Mampu mengelola kantin sekolah berdasarkan prinsip kesehatan, gizi, dan


keterjangkauan

Mampu mengelola koperasi sekolah baik sebagai unit usaha maupun


sebagai sumber belajar siswa

Mampu mengelola perpustakaan sekolah dalam menyiapkan sumber


belajar yang diperlukan oleh siswa

12.Mampu

menerapkan

prinsip-prinsip

kewirausahaan

dalam

menciptakan

inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah:

Mampu bertindak kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaan


melalui cara berpikir dan cara bertindak

Mampu memberdayakan potensi sekolah secara optimal ke dalam


berbagai kegiatan-kegiatan produktif yang menguntungkan sekolah

Mampu menumbuhkan jiwa kewirausahaan


produktif) di kalangan warga sekolah

(kreatif,

inovatif,

dan

13.Mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif bagi pembelajaran
siswa:

Mampu menata lingkungan fisik sekolah sehingga menciptakan suasana


nyaman, bersih dan indah

Mampu membentuk suasana dan iklim kerja yang sehat melalui


penciptaan hubungan kerja yang harmonis di kalangan warga sekolah

Mampu menumbuhkan budaya kerja yang efisien, kreatif, inovatif, dan


berorientasi pelayanan prima

14.Mampu mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan


program dan pengambilan keputusan:

Mampu mengembangkan prosedur dan mekanisme layanan sistem


informasi

Mampu menyusun format data base sekolah sesuai kebutuhan

Mampu mengkoordinasikan penyusunan data base sekolah baik sesuai


kebutuhan pendataan sekolah

Mampu menerjemahkan
pengembangan sekolah

15.Terampil

dalam

data

memanfaatkan

base

untuk

kemajuan

merencanakan

teknologi

program

informasi

bagi

peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah:

Mampu memanfaatkan
manajemen sekolah

Mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komukasi dalam


pembelajaran, baik sebagai sumber belajar maupun sebagai alat
pembelajaran

16.Terampil

mengelola

teknologi

kegiatan

informasi

produksi/jasa

dan

dalam

komunikasi

mendukung

dalam

sumber

pembiayaan sekolah dan sebagai sumber belajar sisiwa:

Mampu merencanakan kegiatan produksi/jasa sesuai dengan potensi


sekolah

Mampu membina kegiatan produksi/jasa sesuai dengan prinsip-prinsip


pengelolaan yang profesional dan akuntabel

Mampu melaksanakan pengawasan kegiatan produksi/jasa dan menyusun


laporan

Mampu mengembangkan kegiatan produksi/jasa dan pemasarannya

17. Mampu melaksana-kan pengawasan terhadap pelaksana-an kegiatan sekolah


sesuai standar pengawasan yang berlaku:

Memahami peraturan-peraturan
standar pengawasan sekolah

pemerintah

yang

berkaitan

dengan

Melakukan pengawasan preventif dan korektif terhadap pelaksanaan


kegiatan sekolah

C. Kompetensi Supervisi
1. Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknik-teknik
yang tepat:

Mampu merencanakan supervisi sesuai kebutuhan guru

Mampu melakukan supervisi bagi guru dengan menggunakan teknikteknik supervisi yang tepat

Mampu menindaklanjuti hasil supervisi kepada guru melalui antara lain


pengembangan profesional guru, penelitian tindakan kelas, dsb.

2.Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan program pendidikan


sesuai dengan prosedur yang tepat:

Mampu menyusun standar kinerja program pendidikan yang dapat diukur


dan dinilai.

Mampu melakukan monitoring dan evaluasi kinerja program pendidikan


dengan menggunakan teknik yang sesuai

Mampu menyusun laporan sesuai dengan standar pelaporan monitoring


dan evaluasi

D. Kompetensi Sosial
1.Terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang
saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah:

Mampu bekerja sama dengan atasan bagi pengembangan dan kemajuan


sekolah

Mampu bekerja sama dengan guru, staf/karyawan, komite sekolah, dan


orang tua siswa bagi pengembangan dan kemajuan sekolah

Mampu bekerja sama dengan sekolah lain dan instansi pemerintah terkait
dalam rangka pengembangan sekolah

Mampu bekerja sama dengan dewan pendidikan kota/kabupaten dan


stakeholders sekolah lainnya bagi pengembangan sekolah

2. Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan:

Mampu berperan aktif dalam kegiatan informal di luar sekolah

Mampu berperan aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan

Mampu berperan aktif dalam kegiatan keagamaan, kesenian, olahraga


atau kegiatan masyarakat lainnya

Mampu melibatkan diri dalam pelaksanaan program pemerintah

3. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain:

Mampu menggali persoalan dari lingkungan sekolah (berperan sebagai


problem finder)

Mampu dan kreatif menawarkan solusi (sebagai problem solver)

Mampu melibatkan tokoh agama, masyarakat, & pemerintah dalam


memecahkan masalah kelembagaan

Mampu bersikap obyektif/tidak memihak dalam mengatasi konflik internal


sekolah

Mampu bersikap simpatik/tenggang rasa terhadap orang lain

Mampu bersikap empatik/sambung rasa terhadap orang lain,

Sumber :
http://www.tendik.org/

Guru dalam Pendidikan Islam Kategori : Pendidikan | Oleh: Imam Suprayoga | Tgl posting:
21/07/2009 | Jumlah komentar: 0
Sementara orang menganggap bahwa pendidikan Islam adalah sebatas proses belajar mengajar
terkait dengan ilmu tertentu. Seringkali pendidikan Islam dirumuskan dalam pengertian yang sangat
sempit. Pendidikan hanya dimaknai sebatas kegiatan mendapatkan pengetahuan tentang cara-cara
ibadah dalam pengertian sederhana. Oleh karena itu, ayat-ayat al Quran maupun hadits nabi yang
terkait dengan pendidikan dianggap berjumlah sedikit saja. Seolah-olah al Quran tidak banyak
memperhatikan pendidikan.
Saya sangat berbeda dengan pemikiran itu. Saya berpandangan bahwa sesungguhnya al Quran dan
hadits nabi secara keseluruhan adalah pendidikan. Tidak ada sepotong ayat al Quran pun yang tidak
memiliki kaitan atau nuansa pendidikan. Oleh karena itu memilah-milah adanya ayat pendidikan dan
ayat-ayat al Quran yang bukan pendidikan adalah kurang tepat. Dan sungguh, adalah keliru yang
mendasar.
Al Quran diturunkan ke muka bumi agar dibaca dan dipahami oleh manusia, agar manusia
menempuh jalan yang benar, tidak sesat dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat. Al
Quran ditegaskan sebagai al-huda, at-tibyan, al-furqon, al-rahmah, al-syifa, dan lain-lain, yang
semua itu arahnya adalah untuk menjadikan manusia berkualitas, ialah memiliki akal yang cerdas,
hati yang lembut, akhlak mulia, dan memiliki ketrampilan sebagai bekal hidupnya.
Sehingga al Quran itu sendiri secara keseluruhan adalah berisi tentang pendidikan.
Kitab suci yang diturunkan oleh Allah berupa al Quran agar diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Al Quran menjadi sebuah jalan hidup yang benar dan lurus, dan menyelamatkan. Jika al
Quran dijadikan pegangan maka kebahagiaan itu akan diraih, mulai hari ini di dunia hingga nanti di
akherat. Sebagai contoh implementasi al Quran adalah kehidupan Rusulullah, yang disebut sebagai
hadits Nabi. Oleh karena itu, ditegaskan bahwa sepanjang manusia berpegang pada al Quran dan
hadits Nabi maka akan selamat hidupnya, dan sebaliknya tidak tersesat.
Oleh karena itu, semestinya pendidikan Islam dipahami sebagai upaya membentuk manusia unggul
melalui al Quran dan hadits Nabi. Pemahaman seperti ini, membawa kita pada pengertian yang luas.
Pendidikan Islam tidak sebatas berupa kegiatan belajar mengajar di kelas, atau kuliah di kampus.
Kalau pun tokh itu semua disebut pendidikan, sesungguhnya adalah bagian kecil dari lingkup
pendidikan itu sendiri.
Dalam pendidikan Islam, guru seharusnya benar-benar menjadi uswah, bukan hanya sebatas
sebagai penyampai informasi atau pengetahuan. Pendidikan menurut Islam bukan hanya sebatas
kegiatan menstransfer informasi atau ilmu pengetahuan, melainkan lebih dari itu ialah meliputi
kegiatan menstransfer kepribadian. Terkait dengan ini, guru sesungguhnya bukan sembarang

pekerjaan. Melainkan, adalah pekerjaan yang palakunya memerlukan persyaratan, baik terkait
dengan akhlak, pengetahuan dan ketrampilan.
Guru yang tugasnya menstrasfer kepribadian -----akhlak, spiritual, ilmu dan ketrampilan, tidak akan
bisa dibentuk secara mendadak, dengan bekal seadanya. Guru atau ulama adalah pewaris Nabi.
Maka guru adalah manusia yang terpilih, yang memiliki kelebihan dari yang lain. Tugas sebagai guru
tidak sederhana. Posisi mulia ini semestinya memang dipersiapkan secara matang.
Guru semestinya dipilih dari sekian banyak orang yang mencalonkan diri, dan diambil yang
memenuhi syarat. Inilah guru yang mulia, sebagai pewartis Nabi itu. Tugas guru bukan sebatas
penyampai mata pelajaran ke sana kemari,------dari satu kampus ke kampus berikutnya.
Semestinya kita harus jujur, jika bangsa Indonesia yang saat ini belum bangkit, dan bahkan justru
bebannya bertambah adalah sebagai akibat dari mempercayakan guru kepada orang-orang yang
bukan semstinya. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas guru. Sebagai contoh
sederhana, kita harus pahami bahwa jika kita tidak pintar silat, bukan kemudian hanya menyalahkan
para muridnya sulit diajari silat, lapangan latihan yang kurang lengkap, tetapi hal itu disebabkan,
selama itu ia salah tatkala memilih guru silat.
Guru yang lembek akan menghasilkan lulusan yang lembek pula. Oleh karena itu memperbaiki
bangsa ini tidak akan mungkin bisa ditempuh hanya dengan waktu lima tahunan sebagaimana yang
dituntut banyak orang. Memperbaiki bangsa harus ditempuh melalui pendidikan.
Sedangkan meningkatkan pendidikan harus dimulai dari upaya-upaya meningkatkan kualitas guru.
Para guru atau pendidik bukan sebatas sebagai pekerja, melainkan sebagaimana seorang Nabi
adalah sebagai penyampai wahyu dan sekaligus tauladan kehidupan dalam lingkup yang luas dan
menyeluruh. Inilah tugas guru yang amat strategis dan mulia. Wallahu alam.

Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik


Ibrahim http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=229

GURU BERMUTU PENDIDIKAN JUGA BERMUTU


Sebuah Harapan Sekaligus Tantangan bagi Lembaga Pendidikan Islam
Oleh: Arni Hayati, S.Pd.
Abstak
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu
pendidikan di suatu lembaga pendidikan Islam sangat ditentukan oleh kemampuan yang
dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Guru merupakan faktor penentu bagi
keberhasilan pendidikan di lembaga pendidikan Islam, karena guru merupakan sentral serta
sumber kegiatan belajar mengajar. Rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini
guru lembaga pendidikan Islam di wilayah Jakarta disebabkan oleh kompetensi profesional
guru itu sendiri yang rendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap
guru yang negatif terhadap pekerjaannya. Ini juga berimplikasi pada mutu pendidikan yang
dilaksanakan di lembaga pendidikan tersebut. Tulisan ini berupaya untuk menganalisis

bagaimana pengaruh profesionalisme seorang guru di lembaga pendidikan Islam di Wilayah


Jakarta

Pendahuluan
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan
sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran
normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah pada era reformasi ini sangat serius
menangani bidang pendidikan, karena dengan menerapkan sistem pendidikan yang baik serta
ditunjang pula oleh guru yang bermutu dan profesional diharapkan muncul generasi penerus
bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang dilandasi oleh semangat keberagamaan
Penyelenggaraan pendidikan pada hakekatnya memiliki tujuan utama untuk
menghasilkan dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Di samping itu pula
menghasilkan lulusan dan anak didik yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Untuk dapat
melakukan hal itu, sekolah-sekolah tidak akan bisa menghindari diri dari berbagai tantangan
masa depan yang sulit sekali untuk diramalkan, serta selalu mengalami perubahan. Oleh
karena itu, dunia pendidikan di Indonesia juga akan menghadapi ketidakpastian akibat dari
adanya perubahan-perubahan, baik yang bersifat internal maupun eksternal, lembagalembaga pendidikan Islam ikut merasakan dampaknya. Perubahan-perubahan yang terjadi
yang mempunyai dampak negatif di masa depan tidak akan memiliki pola yang jelas.
Dengan

diterapkannya

reformasi

pendidikan

pada

lembaga-lembaga

sekolah

merupakan respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk
mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia
untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang, dan ini menjadi pertimbangan
bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk meresponsnya. Melalui reformasi pendidikan,
pendidikan harus berwawasan masa depan yang bisa memberikan jaminan bagi perwujudan

hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal
guna kesejahteraan hidup rakyat Indonesia di masa depan.
Menjadi Guru yang Bermutu
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan.[1] Dalam proses
pendidikan di sebuah sekolah, misalnya sekolah Islam, guru memegang tugas ganda yaitu
sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan
pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing
dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, mandiri, dan
berakhlak mulia. Syaiful Bahri Djamarah dalam Psikologi Belajar berpendapat bahwa baik
mengajar maupun mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga
profesional.[2] Oleh sebab itu, tugas yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya
dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itu mutu
pendidikan di suatu lembaga pendidikan Islam sangat ditentukan oleh kemampuan yang
dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Zainal Aqib, guru merupakan
faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di lembaga pendidikan Islam, karena guru
merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar.[3] Lebih lanjut dia menyatakan
bahwa guru merupakan komponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu suatu proses
pendidikan di lembaga pendidikan Islam.[4] Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan atau
kompetensi profesional dari seorang guru sangat menentukan mutu pendidikan. Kompetensi
profesional guru dalam hal ini guru lembaga pendidikan Islam, termasuk Madrasah Ibtidaiyah
negeri maupun swasta di wilayah Jakarta masih relatif rendah. Berdasarkan hasil Tes
Kompetensi Guru yang dilakukan Depertemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama yang bekerja sama
dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003, menunjukkan bahwa rata-rata nilai

kompetensi guru di wilayah Jakarta hanya mencapai 42,25 %. Angka ini masih relatif jauh di
bawah standar nilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75 %.
Sikap, Mutu, dan Profesionalisme Guru
Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam
guru itu sendiri, yakni bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban.
Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensi profesional seorang
guru, yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pemimpin guru
di lembaga pendidikan, termasuk sekolah-sekolah Islam.
Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenai pekerjaan
yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada guru
tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu sesuai pilihannya. Sikap
guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakan guru tersebut dalam menjalankan aktivitas
kerjanya. Bilamana seorang guru memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah
barang tentu guru akan menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan
pendidik di lembaga pendidikan Islam dengan penuh rasa tanggung jawab.
Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memiliki sikap negatif terhadap
pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas rutinitas
belaka. Untuk itu, amatlah perlu kiranya ditanamkan sikap positif dan profesionalisme guru
terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkungan pendidikan dalam hal ini
lembaga pendidikan Islam amatlah sentral.
Sikap guru terhadap pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk persepsi dan kepuasaannya
terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yang ditampilkan. Guru yang
memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu akan menampilkan persepsi
dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaan-nya maupun motivasi kerja yang tinggi, yang

pada akhirnya akan mencerminkan seorang guru yang mampu bekerja secara profesional dan
memiliki kompetensi profesionalisme yang tinggi.[5]
Sikap positif maupun negatif seorang guru terhadap pekerjaan tergantung dari guru
bersangkutan maupun kondisi lingkungan. Menurut Walgito, sikap yang ada pada diri
seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta faktor
eksternal, yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, normanorma, dan berbagai hambatan
maupun dorongan yang ada dalam masyarakat.[6]
Lembaga pendidikan sebagai organisasi, di dalamnya terhimpun unsur-unsur yang
masing-masing baik secara perseorangan maupun kelompok melakukan hubungan keja sama
untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur yang dimaksud, tidak lain adalah sumber daya manusia
yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf, peserta didik atau siswa, dan orang tua
siswa. Tanpa mengenyampingkan peran dari unsur-unsur lain dari lembaga pendidikan Islam,
kepala sekolah dan guru merupakan personil intern yang sangat berperan penting dalam
menentukan keberhasilan pendidikan di sebuah lembaga pendidikan Islam. Keberhasilan
suatu lembaga pendidikan pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan
seorang kepala sekolah dan profesionalisme gurunya.[7]
Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan
dan proses belajar mengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.[8] Dalam
hal ini kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk menyelenggarakan
pendidikan di sekolah, guru harus bertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Guru
diharapkan menjadi inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas keberhasilan pendidikan
Islam merupakan hal yang signifikan bagi keberhasilan lembaga pendidikan Islam.
Wahjosumidjo mengemukakan bahwa: kebehasilan seorang dalam mendidik merupakan
prestasi atau sumbangan yang amat berharga, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang
terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan sekolah. Mutu pendidikan pada sebuah

lembaga pendidikan islam ditentukan oleh faktor profesionalitas, sifat dan keterampilan,
perilakuguru dalam mengajar serta mendidik anak muridnya. Menurut Wahjosumidjo, agar
fungsi guru sekolah berhasil dalam memberdayakan segala sumber daya lembaga pendidikan
Islam untuk mencapai tujuan sesuai dengan situasi, diperlukan seorang guru yang memiliki
kemampuan profesional yaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan
pengetahuan profesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.[9]
Kemampuan profesional seorang guru sebagai penyelenggara pendidikan yaitu
bertanggung jawab dalam menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang kondusif,
sehingga dapat melaksanakan suasan pembelajaran dengan baik dan peserta didik dapat
belajar dengan tenang.[10] Di samping itu, guru dituntut untuk dapat bekerja sama dengan
guru-guru lainnya serta atasannya, dalam hal ini kepala sekolah. Kepemimpinan kepala
sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas pengadaan sarana dan prasarana dan kurang
memperhatikan guru dalam melakukan tindakan, dapat menyebabkan guru sering melalaikan
tugas sebagai pengajar dan pembentuk nilai moral.[11] Hal ini dapat menumbuhkan sikap
yang negatif dari seorang guru terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada akhirnya
berimlikasi terhadap mutu pendidikan dan prestasi siswa di sekolah.
Guru sebagai ujung tombak dalam penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan
Islam secara keseluruhan, dan kepala sekolah sebagai pemimpin formal pendidikan di
sekolahnya harus bersinergi dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya. Dalam
suatu lingkungan pendidikan di sekolah Islam misalnya, guru bertanggung jawab penuh
untuk mengelola dan memberdayakan para murid agar terus meningkatkan kemampuan
intelektualnya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu,
maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja dalam berbagai bidang kegiatan
pendidikan, serta dapat berupaya menampilkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan
meningkatkan kompetensi profesionalnya.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan profesionalisme guru terhadap pekerjaannya merupakan faktor yang cukup
menentukan tingkat kompetensi dan mutu guru. Sehingga dapat diasumsikan bahwa masih
rendahnya kompetensi profesional guru dalam hal ini guru lembaga pendidikan Islam di
wilayah Jakarta disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yang rendah,
kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yang negatif terhadap
pekerjaannya. Ini juga berimplikasi pada mutu pendidikan yang dilaksanakan di lembaga
pendidikan tersebut. Dengan demikian mutu guru sebagai ujung tombak dalam
penyelenggaraan pendidikan akan sangat menentukan mutu pendidikan yang dilaksanakan di
sekolahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal.
Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia. 2002.

Anwar, Qomari dan Syaiful Sagala.


Profesi Jabatan: Kependidikan dan Guru Sebagai Upaya Menjamin Kualitas
Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA Press. 2004.

Djamarah, Syaiful Bahri.

Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.

Nata, Abuddin.
Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo. 2001.

Pranarka, A.M.W.
Tinjauan Kritikal Terhadap Upaya Membangun Sistem Pendidikan Nasional Kita,
dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto. Mencari Strategi Pengembangan
Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: PT. Grasindo. 1991.

Tilaar, H.A.R.
Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. 2004.

Walgito, Bimo.
Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2001.

Wahjosumidjo.
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 2002.

Arni Hayati, S.Pd. adalah alumni Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan STKIP Arrahmaniyah
Depok.
[1]A.M.W. Pranarka, Tinjauan Kritikal Terhadap Upaya Membangun Sistem Pendidikan Nasional
Kita, dalam Conny R. Semiawan dan Soedijarto, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional
Menjelang Abad XXI (Jakarta: PT. Grasindo, 1991), h. 64.
[2]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 74.

[3]Zainal Aqib, Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran (Surabaya: Cendekia, 2002), h. 22.

[4]Ibid., h. 32.
[5]H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 4.

[6]Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Suatu Pengantar (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2001), h. 115-116.

[7]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 349.

[8]H.A.R. Tilaar, op.cit., h. 5.

[9]Ibid., h. 431.

[10]Qomari Anwar dan Syaiful Sagala, Profesi Jabatan: Kependidikan dan Guru Sebagai Upaya
Menjamin Kualitas Pembelajaran (Jakarta: UHAMKA Press, 2004), h. 119.

[11]Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 69.

http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=61

METODE PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Bunyamin

Abstrak

Dalam kehidupan modern sekarang ini telah terjadi distorsi nilai rohaniyah, seolaholah nilai kemanusiaan telah mati, alat-alat diubah menjadi tujuan, produksi dan
konsumsi barang-barang menjadi tujuan hidup, sekarang ini banyak manusia
menjadi sangat sulit untuk tergetar hatinya ketika disebut nama Allah SWT, tidak lagi
merasa takut apabila disebutkan tentang azab neraka, ini menunjukkan bahwa
pendidikan tidak dapat membawa barokah dalam kehidupan manusia, padahal
sesungguhnya sebuah pendidikan harus dapat menghidupkan kehidupan spiritual
manusia, menumbuhkan suara kemanusiaan dan ketuhanan dalam suara batinnya, di
samping mengembangkan manajerial untuk memenuhi kebutuhan obyektifnya.
Konsepsi keimanan dan ketaqwaan belum dijabarkan kedalam pengertian
operasional kependidikan sehingga belum dapat diinternalisasikan melalui berbagai
potensi kejiwaan yaitu potensi psikologis yang bercorak berkeselarasan antara akal
kecerdasan dengan perasaan yang melahirkan prilaku yang akhlakulkarimah dalam
hidup berbangsa dan bernegara.

Pendahuluan

Manusia dalam kenyataan hidupnya menunjukan bahwa ia membutuhkan suatu proses


belajar yang memungkinkan dirinya untuk menyatakan eksistensinya secara utuh dan
seimbang. Manusia tidak dirancang oleh Allah SWT. untuk dapat hidup secara langsung
tanpa proses belajar terlebih dahulu untuk memahami jati dirinya dan menjadi dirinya.
Dalam proses belajar itu seseorang saling tergantung dengan orang lain. Proses belajar itu
dimulai dengan orang terdekatnya. Proses belajar itulah yang kemudian menjadi basis
pendidikan.
Aktivitas pendidikan terkait dengan perubahan yang secara moral bersifat lebih baik,
ciri perubahan atau kemajuan secara fundamental adalah terjadinya perkembangan internal
diri manusia yaitu keimanan dan ketaqwaan, bukan hanya perubahan eksternal yang
cenderung bersifat material yang dapat menghancurkan keimanan dan ketaqwaan manusia.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, produk pendidikan sering hanya diukur
dari perubahan eksternal yaitu kemajuan fisik dan material yang dapat meningkatkan
pemuasan kebutuhan manusia. Masalahanya adalah bahwa manusia dalam memenuhi
kebutuhan sering bersifat tidak terbatas, bersifat subyektif yang sering justru dapat
menghancurkan harkat kemanusiaan yang paling dalam yaitu kehidupan rohaninya. Produk
pendidikan berubah menghasilkan manusia yang cerdas dan terampil untuk melakukan
pekerjaannya, tetapi tidak memiliki kepedulian dan perasaan terhadap sesama manusia. Ilmu
pengetahuan yang dikembangkan menjadi instrumen kekuasaan dan kesombongan untuk
memperdayai orang lain, kecerdikannya digunakan untuk menipu dan menindas orang lain,
produk pendidikan berubah menghasilkan manusia yang serakah dan egois.
Ketidakberhasilan tertanamnya nilai-nilai rohaniyah (keimanan dan ketaqwaan)
terhadap peserta didik (murid) dewasa ini sangat terkait dengan dua faktor penting dalam
proses pembelajaran di samping banyak faktor-faktor yang lain, kedua faktor tersebut adalah
strategi pembelajaran serta orang yang menyampaikan pesan-pesan ilahiyah (guru). Dalam
sistem pendidikan Islam seharusnya menggunakan metode pendekatan yang menyeluruh
terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriyah dan batiniyah), di samping
itu keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat ditunjang oleh kepribadian setiap
penyampai pesan (guru).
Dari banyak faktor yang menyebabkan gagalnya pendidikan, metode pembelajaran
dan mentalitas pendidik memerlukan perhatian khusus. Sebagus apapun tujuan pendidikan,
jika tidak didukung oleh dua faktor tersebut, yaitu metode yang tepat dan mentalitas pendidik
yang baik, sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi
sampai tidaknya suatu informasi secara memuaskan atau tidak, bahkan sering disebutkan cara
atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh karena itu pemeliharaan
metode pendidikan Islam harus dilakukan secara cermat disesuaikan dengan berbagai faktor
terkait sehingga hasil pendidikan memuaskan.[1]
Nabi Muhammad SAW. sebagai manusia terakhir yang dipilih Allah SWT. untuk
menyampaikan risalahNya, sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan
metode pendidikan Islam yang benar terhadap para sahabatnya, strategi pembelajaran yang
beliau lakukan sangat akurat, dalam menyampaikan ajaran Islam beliau sangat
memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, Rasulullah SAW. merupakan sosok

guru yang ideal dan sempurna, sehingga nilai-nilai Islam dapat dengan baik ditransfer kepada
murid.
Nabi Muhammad SAW. Sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga
beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau
senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah SWT. dan syariatNya sehingga
terpelihara fitrah manusia melalui pembinaan diri setahap demi setahap, penyatuan
kecenderungan hati dan pengarahan potensi menuju derajat yang lebih tinggi, lewat cara
seperti itulah beliau membawa masyarakat kepada kebangkitan dan ketinggian derajat.

Pembahasan
A. Pengertian Metode Pendidikan Islam
Salah satu komponen penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan dalam
mencapai tujuan adalah ketepatan menentukan metode, sebab tidak mungkin materi
pendidikan dapat diterima dengan baik kecuali disampaikan dengan metode yang tepat.
Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian
tujuan, tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efesien dan
efektif dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani metodos, kata ini
terdiri dari dua suku kata yaitu metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos
yang berarti jalan atau cara. Metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai
tujuan.[2] Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti
metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang
sehingga terlihat dalam pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami, selain itu metode
dapat membawa arti sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan
ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.[3]
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu
polipragmatis dan mono pragmatis. Polipragmatis bilamana metode mengandung
kegunaan yang serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi
tertentu dapat digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung
pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai alat,
sebaliknya monopragmatis bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk
satu macam tujuan. Penggunaan mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan
kebermaknaan menurut kondisi sasarannya mengingat sasaran metode adalah manusia,
sehingga pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.
Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran
jalannya proses belajar mengajar, sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia.
Oleh karena itu metode yang diterapkan oleh seorang guru, baru berdaya guna dan
berhasil guna jika mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai
nilai yang intrinsik dan eksrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional
dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan
pendidikan Islam.[4]
Dari rumusan-rumusan di atas dapat di maknai bahwa metode pendidikan Islam
adalah berbagai macam cara yang digunakan oleh pendidik agar tujuan pendidikan dapat
tercapai, karena metode pendidikan hanyalah merupakan salah satu aspek dari
pembelajaran, maka dalam menentukan metode apa yang akan digunakan, harus selalu

mempertimbangkan aspek aspek lain dari pembelajaran, seperti karakter peserta didik,
tempat, suasana dan waktu .

B. Prinsip Metode Pendidikan Islam


Agar proses pembelajaran tidak menyimpang dari tujuan pendidikan Islam, seorang
pendidik dalam meggunakan metodenya harus berpegang kepada prinsip-prinsip yang
mampu mengarahkan dan kepada tujuan tersebut. Dengan berpegang kepada prinsipprinsip tersebut, seorang pendidik diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dan
cocok sesuai dengan kebutuhannya.
Dengan berlandaskan kepada ayat-ayat al-Quran dan al-Hadis, M. Arifin
menetapkan sembilan (9) prinsip yang harus dipedomani dalam menggunakan metode
pendidikan Islam, kesembilan prinsip tersebut adalah:[5] prinsip memberikan suasana
kegembiraan, prinsip memberikan layanan dengan lemah lembut, prinsip kebermaknaan,
prinsip prasyarat, prinsip komunikasi terbuka, prinsip pemberian pengetahuan baru,
prinsip memberikan model prilaku yang baik, prinsip pengamalan secara aktif, prinsip
kasih sayang

C. Metode Pendidikan Islam


Sebelum Nabi Muhammad SAW. memulai tugasnya sebagai Rasul, yaitu
melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah SWT. telah mendidik dan
mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui
pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam kehidupan masyarakat dan
lingkungan budayanya, dengan potensi fitrahnya yang luar biasa.[6]
Dalam diri Nabi Muhammad SAW., seolah-olah Allah SWT. telah menyusun suatu
metodologi pendidikan Islam yang sempurna, suatu bentuk yang hidup dan abadi selama
sejarah kehidupan manusia masih berlangsung. Berbagai kepribadian terpuji terkumpul di
dalam satu pribadi, yang masing-masing melengkapi bagian-bagian lain, seakan-akan
pribadi itu sesuatu yang mempunyai banyak sisi yang berbeda, kemudian dipertautkan
menjadi suatu benda yang lebih luas, tersusun rapi menjadi suatu lingkaran yang sangat
sempurna dengan unsur-unsur pribadi yang disusun dengan baik dan teratur.
Sebagai manusia pilihan yang sudah dipersiapkan oleh Allah SWT. untuk
menyampaikan risalah Islam, tentu saja dalam melaksanakan tugas tersebut selalu berada
di bawah pengawasan dan bimbinganNya, akan tetapi sebagai manusia biasa yang
diberikan akal, hati dan indra lainnya, Rasulullah SAW. adalah manusia yang sangat
cerdas, kreatif, inovatif dalam menyampaikan risalah Islam yang sekaligus sebagai materi
dari pendidikan yang menjadi tugas utama Nabi.
Sebagai pribadi, Rasulullah SAW. memiliki kepribadian dan nilai-nilai
kepemimpinan serta pola manajemen yang baik, sehingga strategi pembelajaran
Rasulullah SAW. dapat dilaksanakan dan berhasil dengan baik. Tidak dapat dipungkiri,
bahwa Rasulullah SAW. adalah seorang Rasulullah yang tentunya berbeda dengan
manusia biasa yang segala sikap dan tingkah laku serta perbuatannya sangat dipengaruhi
bahkan selalu dalam bimbingan wahyu. Tetapi sebagai manusia, Rasulullah memang telah
memiliki kepribadian yang terpuji sehingga beliau memperoleh predikat al-amin
artinya yang jujur, begitupun dengan kemampuan beliau sebagai seorang pemimpin dan
kombinasi dari kemampuan dan sikapnya yang mulia serta didukung oleh bimbingan
Allah SWT. yang terus menerus, pembelajarannya dapat berhasil dengan baik.

Berdasarkan Hadis-Hadis yang ada, dalam kontek pembelajaran, Nabi Muhammad


SAW. sangat kaya dengan strategi dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikannya,
sehingga tujuan pendidikan yang dikehendaki dapat tercapai dengan baik. Beberapa
strategi pembelajaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. antara lain :

1.

Mendidik dengan Contoh Teladan


Nabi Muhammad SAW. Merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang
ingin diajarkan melalui tindakannya, dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke
dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah SWT., bagaimana bersikap sederhana,
bagaimana duduk dalam shalat dan doa, bagaimana sujud dengan penuh perasaan,
bagaimana tunduk, bagaimana nangis kepada Allah SWT. di tengah malam,
bagaimana makan, bagaimana tertawa, bagaimana berjalan- semuanya itu dilakukan
oleh Rasulullah SAW.[7] Seluruh perilaku Rasulullah SAW. tersebut kemudian
menjadi acuan bagi para sahabat sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak
langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah salah satu strategi pembelajaran
yang dianggap besar pengaruhnya, hal ini sudah dibuktikan oleh Nabi Muhammad
SAW. Sebagai hasilnya, apapun yang diajarkan dapat diterima dengan segera dari
dalam keluarga dan oleh masyarakat pengikutnya, karena ucapannya menembus ke
hati mereka. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupannya
merupakan cerminan kandungan al-Quran secara utuh, sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. Al-Ahzab: 21.
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Beberapa prilaku Nabi Muhammad SAW. yang menjadi uswah hasanah antara
lain :
a. Tentang Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW.
Dalam kedudukannya seperti itu, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah
menganggap dirinya lebih besar dan lebih hebat dibandingkan dengan orang lain,
ia tidak gila penghormatan dari orang lain, ia hidup dan berpakaian seperti orang
paling miskin, ia duduk dan makan bersama-sama dengan masyarakat (termasuk
budak dan hamba sahaya), tidurnya beralaskan tikar yang terbuat dari pelepah
daun kurma, sehingga ketika ia bangun dari tidurnya masih nampak goresangoresan tikar di pipinya.
Kerendahan hati adalah salah satu sifat teragung Nabi Muhammad SAW. Dia
mencapai derajat tertinggi setiap harinya, dia terus bertambah rendah hati dan
tunduk kepada Allah SWT. Satu ketika Nabi Muhammad menggambarkan tentang
bagaimana seharusnya seorang beriman hidup di dunia, dalam kata-katanya yang
sangat pendek namun penuh makna, seperti Hadis riwayat Ahmad, Muslim dan
Turmuzi dari Abu Hurairah berikut ini :
Dunia itu penjara bagi orang yang beriman dan syurga bagi orang kafir

Nabi Muhammad SAW. tidak pernah tergoda untuk hidup bersenang-senang


di dunia ini, ia telah mewakafkan seluruh kehidupannya untuk mengajak orang
lain kembali kepada jalan yang benar, keyakinan bahwa dunia bersifat sementara
untuk menuju kehidupan yang abadi di akhirat ia wujudkan dalam gaya hidup
kesehariannya, sehingga Rasulullah SAW. benar-benar telah memberikan
ketauladanan dalam kesederhanaan hidup di dunia ini.

b.

Tentang Kedermawanan Nabi Muhammad SAW.


Rasulullah SAW. selama hayatnya dikenal sebagai manusia yang sangat
dermawan, ia suka memberikan apa saja yang dimilikinya, dia ikut dalam
berdagang sampai ia menjadi Nabi dan mendapatkan banyak harta kekayaan,
setelah itu dia dan isterinya membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT,
sehingga ketika Hadijah istrinya meninggal dunia, tidak ada uang untuk membeli
kain kafan. Rasulullah harus meminjam uang untuk biaya pemakaman istrinya.[8]
Rasulullah SAW. diutus untuk membimbing manusia menuju kebenaran,
karenanya ia menghabiskan hidup dan hartanya untuk tujuan tersebut. Jika ia mau,
Rasulullah SAW. dapat menjadi orang terkaya di Mekkah, tetapi dia tidak pernah
berpikir untuk diri sendiri, yang selalu ia pikirkan adalah umatnya. Rampasan
perang yang diperolehnya tidak pernah dikuasai untuk kepentingannya, bahkan
yang menjadi haknyapun diberikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW. selalu memberi kepada setiap orang yang meminta
kepadanya, ia tidak pernah mengatakan tidak kepada siapa saja yang
membutuhkan pemberiannya, bahkan ketika ada yang meminta sesuatu dan
Rasulullah SAW. dalam keadaan tidak memiliki apa-apa, Rasulullah SAW.
memberikan janji untuk memberi permintaan tersebut jika dirinya sudah memiliki
Rasulullah SAW. juga selalu memberikan keyakinan kepada para sahabat,
bahwa sifat dermawan tidak akan menyebabkan diri menjadi miskin, karena
sesungguhhnya kekayaan yang paling berharga adalah kekayaan yang
dinafkahkan di jalan Allah SWT. seperti Nabi pernah bersabda kepada Bilal,
karena Bilal menyimpan persediaan makanan, dengan dasar takut tidak ada
makanan dikemudian hari.

Bersedekahlah hai Bilal, jangan engkau takut dari (Allah) yang mempunyai
Arsy menjadi berkekurangan (miskin)

Dalam hal kedermawanan, Rasulullah SAW. benar-benar telah memberikan


suri tauladan yang dapat dipedomani, sehingga ketika beliau menganjurkan orang
lain agar mau bersodaqah dan memiliki sifat pemberi, sesungguhnya beliau telah
mencontohkan dalam kehidupannya sehari-hari.

c.

Tentang tertawa Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW. tidak saja menjadi contoh dalam persoalanpersoalan yang besar, tetapi dalam hal-hal yang dianggap tidak begitu penting
oleh sebagian besar manusia, Rasulullah SAW. tetap saja merupakan sosok yang
patut diteladani. Dalam berbagai riwayat diceritakan bahwa Rasulullah SAW.
adalah sosok manusia yang tidak pernah tertawa terbahak-bahak seperti layaknya
kebanyakan orang, apabila menemui sesuatu yang lucu atau dalam keadaan
gembira suka tertawa terbahak-bahak dalam waktu yang cukup lama, sampaisampai sakit perutnya karena tertawa tersebut.
Rasulullah SAW. tidak pernah tertawa kecuali terseyum, senyum Rasulullah
SAW. sangat mempesona, penuh dengan makna dan menjadikan dirinya semakin
berkharisma, jika ia terlanjur tertawa maka Rasulullah segera menutupkan tangan
ke mulutnya.Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir ibn Samurah ra. ia berkata :
Adalah Rasulullah SAW. Itu lama diamnya, sedikit tertawanya

d.

Senda Gurau Nabi Muhammad SAW.


Sebagai manusia biasa yang bergaul dengan masyarakat luas, Rasulullah
SAW. tidak bisa melepaskan diri untuk tidak menyesuaikan suasana kehidupan
bermasyarakat. Nabi Muhammad SAW. bukanlah seorang pemimpin yang kaku
dan serba formal dalam bergaul, justru sebaliknya ia dapat hidup dengan sangat
luwes dengan berbagai kalangan. Salah satu warna kehidupan bermasyarakat
adalah suasana rileks dengan bersenda gurau, dalam hal demikian Nabi
Muhammad SAW. ternyata pandai bersenda gurau, bahkan gurauan Nabi
Muhammad SAW. adalah gurauan yang penuh dengan makna pendidikan.
Diriwayatkan oleh Al-Turmuzi dari Hasan al-Bisri, ia berkata : pada suatu
hari ada seorang perempuan tua datang menghadap kepada Nabi lalu berkata; Ya
Rasulallah, mohonkanlah kepada Allah, supaya Dia memasukan aku ke dalam
sorga., mendengar permohonan itu, beliau bersabda hai ummu Fulan,
sesungguhnya surga itu tidak akan dimasuki oleh seorang perempuan tua.
Perempuan itu lalu berpaling dan menangis, oleh karenannya Nabi mengerti
bahwa perempuan tadi salah mengerti terhadap perkataan beliau, maka beliau
memerintahkan kepada para sahabat (yang kebetulan ada waktu itu):
Beritahukanlah olehmu pada perempuan itu, sesungguhnya ia tidak akan
masuk surga, karena ia seorang perempuan tua, karena Allah berfirman:
bahwa sanya Kami menjadikan mereka (para perempuan) itu dengan
kejadian yang baru ; maka Kami menjadikan mereka itu gadis-gadis remaja
putri, berkasih-kasihan dengan suami serta bersamaan usia

Rasulullah adalah seorang yang bersifat ramah, sewaktu-waktu ia bersenda


gurau dengan orang disekelilingnya, akan tetapi senda gurau Rasulullah adalah,
tidak hanya sekedar melucu yang menyebabkan pendengarnya tertawa terbahak
bahak, melainkan dalam senda gurau itu terdapat pesan-pesan kebenaran sebagai
mana sabdanya bahwasanya aku, sekalipun suka bersenda gurau dengan kamu,
tetapi aku tidak akan berkata melainkan yang benar (HR. Turmuzi dari Abi
Hurairah ra.)
Biasanya para raja dan para pemimpin besar yang sangat dihormati dan
disegani orang banyak, tidaklah meraka suka tertawa dan bergura dengan rakyat

atau orang yang di bawah pimpinannya, karena untuk menjaga kehormatan dan
kehebatannya, tetapi Nabi Muhammad SAW. sebagai pemimpin umat yang hakiki,
tidaklah demikian, beliau tidak khawatir akan hilangnya kehormatan dan
kehebatan dirinya lantaran tertawa dan senda gurau itu. Bahkan senda gurau yang
bersih, yang benar, yang pantas dan yang sopan itu menambahkan keeratan
perhubungan beliau dengan para sahabatnya.[9]

e.

Pergaulan Nabi Muhammad SAW.


Nabi Muhammad SAW. adalah manusia ideal yang patut dijadikan teladan
dalam segala hal. Sebagai seorang pemimpin ia tidak pernah menyombongkan diri
walaupun kepada orang yang lebih rendah darinya. Dalam pergaulan, Nabi
Muhammad SAW. tidak pernah membedakan orang lain dari kedudukannya, ia
memberikan penghormatan kepada semua orang, ia menghargai pendapat semua
orang, ia bebicara lemah lembut kepada semua orang, baginya kemuliaan orang
itu hanya akan dibedakan dihadapan Allah SWT.
Dalam pergaulan dengan orang lain, Nabi Muhammad SAW. tidak pernah
mengucapkan perkataan-perkataan yang kurang sedap didengar dan mungkin
menyinggung perasaan orang lain. Seperti diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
dari Anas ibn Malik ra., ia berkata:
Aku melayani Rasulullah SAW., dalam waktu sepuluh tahun, demi Allah
sekali kali beliau belum pernah berkata kepadaku :uff dan tidak pula
beliau pernah berkata kepadaku yang ku kerjakan; mengapa kamu
mengerjakan demikian dan mengapa kamu tidak mengerjakan demikian?

Hadis di atas sebagai bukti bahwa Rasulullah SAW. tidak pernah menyakiti
orang lain dengan perkataannya, sekalipun kepada orang yang lebih rendah
daripadanya, Anas ibn Malik merasa sangat tersanjung, karena Rasulullah SAW.
tidak pernah mencela pekerjaannya.

2.

Mendidik dengan Targhib dan Tarhib


Kata targhib berasal dari kata kerja ragghaba yang berarti; menyenangi,
menyukai dan mencintai, kemudian kata itu diubah menjadi kata benda targhib yang
mengandung makna :suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan
kebahagiaan. Semua itu dimunculkan dalam bentuk janji-janji berupa keindahan dan
kebahagiaan yang dapat merangsang/mendorong seseorang sehingga timbul harapan
dan semangat untuk memperolehnya. Secara psikologi, cara itu akan menimbulkan
daya tarik yang kuat untuk menggapainya. Sedangkan istilah tarhib berasal dari kata
rahhaba yang berarti; menakut nakuti atau mengancam. Lalu kata itu diubah menjadi
kata benda tarhib yang berarti; ancaman hukuman.
Untuk kedua istilah itu, Al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang dimaksud
dengan targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan yang membuat senang
terhadap suatu yang maslahat, terhadap kenikmatan atau kesenangan akhirat yang
baik dan pasti serta suka kepada kebersihan dari segala kotoran, yang kemudian
diteruskan dengan melakukan amal saleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang

mengandung bahaya dan perbuatan buruk. Sementara tarhib ialah suatu ancaman atau
siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah SWT., atau
akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW. dalam rangka menyampaikan pendidikan kepada
masyarakat terkadang dengan ungkapan yang bersifat pemberian rangsangan
(targhib) atau dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat ancaman (tarhib), kedua sifat
ungkapan ini dilakukan oleh Rasulullah SAW. semata-mata sebagai sebuah strategi,
agar pesan-pesan pendidikan dapat sampai kepada obyek pendidikan.
Beberapa bentuk dari targhib dan tarhib yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
antara lain adalah :
a.
Bentuk-bentuk Targhib (rangsangan)
1) Rangsangan untuk mau menolong antar sesama
Hadis riwayat Muslim dari Abu Qatadah ;
Barang siapa yang ingin diselamatkan Allah dari kesulitan kesulitan
hari kiamat, maka hendaklah dia meringankan beban orang yang susah,
atau mengapus utangnya.

2) Rangsangan agar mau selalu beribadah


Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah
dari Tsauban dan Abu Darda.
hendaklah kamu banyak sujud kepada Allah, sebab tidaklah kamu sujud
satu kali sujud kepada Allah, kecuali Allah mengangkatmu satu derajat
dan menghapusnya dari kamu satu kesalahan

3) Rangsangan untuk bersikap sabar


Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi dari Abu Hurairah
Sederhanalah dan berlaku luruslah, maka di dalam setiap musibah yang
menimpa seseorang muslim adalah kafarah (penebus dosa) sampai
kepada sebuah petaka yang menimpanya atau sebuah duri yang
menusuknya

4) Rangsangan untuk beramal kebaikan


Hadis riwayat Bukhari dari Maqal ibn Yassar ra.
Barang siapa menyingkirkan duri dari jalan dituliskan kebaikan
baginya dan barang siapa diterima daripadanya suatu kebaikan niscaya
dia masuk surga

5) Rangsangan untuk selalu bekerja keras


Hadis riwayat Imam Ahmad dan Thabrany dari Abu Darda ra.

Barang siapa menanam bibit tanaman (sekalipun) yang tidak dimakan


oleh manusia dan tidak pula oleh makhluk Allah melainkan Allah
menuliskan sedekah untuknya
Dari beberapa ucapan Rasulullah SAW. di atas, sangat terlihat usaha
Rasulullah SAW. untuk dapat membangkitkan semangat berbuat kebaikan bagi
setiap manusia.

b. Bentuk-bentuk Tarhib (ancaman)


1) Ancaman bagi orang yang sombong
Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan
tidak menghormati yang besar

2) Ancaman bagi orang yang bersumpah palsu


Hadis riwayat Imam Ahmad dari Ahnaf ibn Qais ra.
Sesungguhnya tidalah seorang hamba atau seorang laki-laki memotong
(mengambil) harta orang lain dengan sumpahnya, melainkan dia akan
menemui Allah nanti pada hari yang dia menemuiNya dalam keadaan
terpotong (cacat tubuhnya).

3) Ancaman bagi yang memfitnah


Hadis riwayat Buhari Muslim dari Hudzaifah ra.
Tidak akan masuk sorga seorang yang memfitnah (mengadu-adu)

4) Ancaman bagi yang berlaku zalim


Hadis riwayat Abd ibn Humaid dari Said al-Khudri ra.
Wahai manusia, taqwalah kalian kepada Allah, demi Allah tidaklah
seorang mukmin berlaku zalim kepada mukmin yang lain, melainkan Allah
akan menyiksanya pada hari kiamat.
Ucapan-ucapan Rasulullah SAW. di atas menggambarkan, betapa
Rasulullah SAW. berusaha untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan
dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan ancaman. Metode dengan
ancaman perlu dilakukan, mengingat bahwa manusia memiliki tingkat
kesadaran yang berbeda-beda. Ada orang yang sudah tersadarkan dan mau
berbuat hanya dengan sebuah nasihat, tetapi ada tipe orang yang tidak bisa
tersadarkan dan tidak mau berbuat sesuatu kecuali setelah ia memperoleh
rangsangan (motivasi) atau memperoleh ancaman.

3.

Mendidik dengan Perumpamaan (Amtsal)


Perumpamaan dilakukan oleh Rasulullah SAW. sebagai salah satu strategi
pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada obyek sasaran materi

pendidikan semudah mungkin, sehingga kandungan maksud dari suatu materi


pelajaran dapat dicerna dengan baik, strategi ini dilakukan dengan cara menyerupakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang
lebih konkrit.
Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah SAW. sebagai salah satu strategi
pembelajaran selalu syarat dengan makna sehinga benar-benar dapat membawa
sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar
dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
Beberapa contoh pendidikan Rasulullah SAW. yang menggunakan
perumpamaan sebagai salah satu strateginya, antara lain sebagai berikut :
a. Perumpamaan orang bakhil dan dermawan
Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah ra.
Rasulullah SAW. telah memberikan contoh perumpamaan orang yang bakhil
dan orang dermawan, bagaikan dua orang yang memakai jubah (baju) besi
yang berat bagian tangan ke teteknya dan tulang bahunya, maka yang
dermawan tiap ia bersedekah makin melebar bajunya itu sehingga dapat
menutupi hingga ujung jari kakinya dan menutupi bekas-bekas kakinya,
sedang si bakhil jika ingin sedekah mengkerut dan tiap pergelangan makin
seret dan tidak berubah dari tempatnya. Abu Hurairah berkata; Saya telah
melihat Nabi SAW. ketika mencontohkan dengan tangannya keadaan bajunya
dan andaikan ia ingin meluaskannya tidak dapat
b. Perumpamaan orang yang suka memberi dan suka meminta
Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abdullah ibn Umar ra.
Ketika Nabi berkhutbah di atas mimbar dan menyebut sedekah dan mintaminta, maka bersabda; Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di
bawah, tangan yang di atas itu yang memberi dan yang di bawah yang
meminta
c. Perumpamaan Kawan baik dan jelek
Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Musa ra.
Perumpamaan duduk dengan orang baik-baik dibandingkan dengan duduk
beserta orang-orang, bagaikan pemilik kasturi dengan dapur tukang besi;
Engkau tidak akan lepas dari pemilik kasturi , adakalanya engkau membeli
kasturi itu atau sekurang-kurangnya mencium baunya. Sedangkan dapur
tukang besi membakar tubuhmu atau sekurang-kurangnya engkau mencium
bau busuk
Ketika Rasulullah SAW. memperagakan dengan baju yang dikenakannya
untuk mengumpamakan antara orang dermawan dengan orang yang bakhil akan
sangat mudah dipahami oleh orang yang mendengar dan melihat, karena
perumpamaannya sangat konkrit (sudah dikenal), pesan ini tentu saja diarahkan
agar manusia menjadi orang dermawan, karena dengan sifat dermawan itulah
Allah SWT. akan memberikan balasan, sebaliknya sifat bakhil hanya akan
mempercepat kemiskinan.
Dalam memberikan pendidikan untuk mengarahkan agar manusia senantiasa
berteman dengan orang-orang yang shalih, Rasulullah mengumpamakan bahwa
bergaul dengan orang shalih bagaikan orang yang membawa minyak kasturi,
artinya selalu wangi (orang yang bergaul dengan orang yang shalih akan terbawa
nama baiknya) dan akan timbul sifat saling memberi dan menolong. Sedangkan
orang yang jahat diumpamakan dengan pandai besi (jika tidak mempengaruhi
kejahatannya paling tidak akan terbawa dengan identitas jeleknya).

Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua orang dapat melakukan analisa
seperti yang dilakukan oleh Najib Khalid di atas, karena kemampuan orang dalam
menangkap pesan-pesan sangat tergantung kepada kecerdasannya, akan tetapi
tanpa melakukan analisa seperti yang dilakukan Najib Khalid sekalipun
perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. sangat bisa dipahami oleh
umat manusia walaupun hanya garis besarnya saja.
Perumpamaan-perumpamaan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. jika
dimaknai dengan kesungguhan akan banyak ditemukan kandung hikmah yang
sangat dalam, sehingga kalimat-kalimat singkat dan sederhana yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW. tersebut mengandung banyak makna tetapi dapat dicerna
dengan baik oleh siapapun yang mendengarkannya.

4.

Mendidik dengan Nasihat


Nabi Muhammad SAW. sering sekali kedatangan masyarakat dari berbagai
kalangan, mereka datang kepada Nabi Muhammad SAW. khusus untuk meminta
nasihat tentang berbagai hal, siapa saja yang datang untuk meminta nasihat kepada
Rasulullah SAW., beliau selalu memberikan nasihat sesuai dengan permintaan,
selanjutnya nasihat tersebut dijadikan pegangan dan landasan dalam kehidupan
mereka.
Dari banyak peristiwa tentang pemberian nasihat Nabi Muhammad SAW.
kepada yang meminta nasihat (seperti tersebar dalam beberapa buku Hadis), penulis
kemukakan beberapa contoh pembelajaran Nabi melalui nasihat antara lain sebagai
berikut :
a. Nasihat tentang menjaga amanat
Hadis riwayat Bukhari , Abu Dawud, Al-Tirmizi dari Abu Hurairah
Tunaikan amanat itu untuk orang yang memberi kepercayaan kepadamu
dan jangan engkau khianat terhadap orang yang telah berkhianat kepadamu
Amanat adalah hak yang wajib dipelihara dan disampaikan kepada yang
berhak menerimanya, memelihara amanat buah dari iman, jika iman berkurang,
berkurang juga amanat, menunaikan amanat hukumnya wajib. Sebaliknya khianat
hukumnya haram sekalipun terhadap yang mengkhianati kita, hal ini menunjukan
bahwa kita terlarang bekerjasama dengan cara saling mengkhianati.[10] Betapa
Rasulullah SAW. memperhatikan persoalan amanah ini, hingga dalam kesempatan
lain beliau bersabda yang menegaskan bahwa orang yang tidak melaksanakan
amanah dengan benar termasuk salah satu ciri orang munafiq.
b. Nasihat tentang memelihara ucapan
Hadis riwayat Ibnu Asakir dari Shashaah ibn Najiyah ra.
Kendalikanlah lidahmu
Nasihat ini diberikan kepada Haris, ketika Haris bertanya perihal yang dapat
memeliharanya, lalu Nabi menjawab seperti bunyi Hadis di atas.[11] Lidah atau
ucapan jika tidak dikendalikan dengan baik bisa menjadi masalah dalam
kehidupan seseorang, sehingga hal ini termasuk yang sangat diperhatikan oleh
Rasulullah SAW. dalam Hadis yang lain Rasulullah SAW. berpesan, jika kita tidak
dapat berkata-kata yang bermanfaat lebih baik diam. Artinya, hendaklah setiap
perkataan yang keluar dari mulut seseorang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun
orang lain, sehingga dengan perkataannya itu ia terpelihara, sebaliknya orang akan
celaka jika tidak mampu menguasai lidahnya, sepeti kata seorang bijak lidahmu
adalah harimaumu yang sewaktu-waktu siap menerkam dirimu sendiri

c. Nasihat tentang kesadaran akan dosa


Hadis riwayat al-Turmuzi dari Uqbah ibn Amir
Kuasailah lidahmu, lapangkanlah rumahmu, dan menangislah atas
kesalahanmu
Nasihat ini diberikan oleh Rasulullah SAW. kepada Uqbah ibn Amir ketika
ia bertanya tentang arti keselamatan, lalu Nabi Muhammad SAW. menjawab
seperti Hadis di atas. Menguasai lidah berarti mengendalikannya sehingga tidak
membawa kepada kecelakaan, menjauhi fitnah dan menangis penuh penyesalan
karena dosa yang dilakukan, karena Allah SWT. menyukai orang-orang yang
bertaubat.[12]
Banyak di antara manusia yang bisa berubah perilakunya dari yang kurang
baik kepada prilaku yang lebih baik hanya karena ia mendengarkan nasihat,
apalagi nasihat tersebut ia minta niscaya akan benar-benar dipedomani. Jika
diamanati nasihat-nasihat Rasulullah SAW. di atas sangat pendek dan ringkas
namun menunjukan kelugasan, sehingga penerima nasihat tidak perlu menafsirkan
ucapan-ucapan Rasulullah SAW. tersebut. Kalimatnya pendek namun jelas tertuju
kepada suatu masalah, seperti masalah pentingnya menjaga amanat, masalah
bagaimana berbicara yang baik, masalah budi pekerti, masalah penyadaran akan
dosa-dosa, semua disampaikan oleh Rasulullah SAW. dengan tidak bertele-tele.

5.

Mendidik dengan cara memukul


Dalam hal tertentu, khususnya untuk membiasakan mengerjakan shalat bagi
setiap muslim sejak dini, Rasulullah SAW. menganjurkan kepada setiap orang tua
untuk menyuruh (dengan kata-kata) kepada setiap anaknya, ketika mereka berusia
tujuh tahun agar mau melaksanakan ibadah shalat, selanjutnya Rasulullah SAW.
menganjurkan jika anak pada usia sepuluh tahun belum mau melaksanakan shalat
maka pukullah ia.
Perintah memukul ini mengandung makna yang sangat dalam, mengingat
Rasulullah SAW. sendiri dalam kontek pendidikan, tidak pernah memukul (dengan
tangan) selama hidupnya. Perintah ini hanyalah menunjukan ketegasan Rasulullah
SAW. untuk menanamkan kebiasaan positif yang harus dimulai sejak anak-anak.
Hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Amir ibn Syuaib dari ayahnya dari
kakeknya berkata ;
Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan shalat di kala mereka berumur
tujuh tahun, dan pukullah mereka karena mereka tidak mengerjakannya di kala
mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya
Memukul dalam hal ini tidak dilandasi oleh emosional dan kemarahan, tetapi
sebaliknya memukul dalam konteks Hadis di atas harus dilandasi dengan kasih
sayang, keikhlasan dan dengan tujuan semata-mata karena Allah SWT. Dalam
peristiwa yang lain (bukan dalam hal shalat) Rasulullah SAW. bersabda; bahwa
sebaiknya pukulan itu dilakukan tidak berkali-kali, bahkan cukup satu kali saja.
Hadis riwayat Bukhari dari Anas ibn Malik ra.
Sesungguhnya kesabaran itu ketika pukulan pertama

Rasulullah SAW. sangat berhati-hati dalam setiap perkataannya, sehingga setiap


orang yang mendengarkan sabdanya tidak salah dalam menafsirkan, dalam persoalan

memukul Rasulullah SAW. membedakan antara pukulan dengan maksud


pendidikan shalat (seperti Hadis di atas) dengan pukulan pada hukuman yang
memang seharusnya dilakukan, seperti bunyi Hadis berikut ini. Hadis riwayat Bukhari
Muslim dari Abu Burdah ra., bahwa Nabi bersabda
Tidak boleh dipukul dari sepuluh kali kecuali dalam had yang telah ditentukan
hukum had oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW. tidak bermaksud memukul untuk menyakiti, karenanya
beliau tidak memperkenankan memukul di bagian-bagian vital seperti muka, kepala
dan dada. Sikap Rasulullah SAW. ini terbukti ketika dalam sebuah peristiwa perang
terjadi perkelahian yang saling memukul muka (pipi), Rasulullah SAW. sangat
khawatir dengan pemandangan itu kemudian bersabda :
Apakah kau biarkan tangannya dimulutmu dan kau pecahkan dia seperti
memecahkan kepala binatang (H.R. al-Thahawi dan Atha dari Shafwan ibn
Yala ibn Umayah)
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa perintah memukul hanya
dalam masalah shalat, hal ini menggambarkan bahwa shalat adalah salah satu ibadah
yang paling pokok dan tidak boleh diabaikan seperti juga sabda beliau bahwa Shalat
itu merupakan tiang agama, barang siapa yang telah medirikan shalat maka ia telah
mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan shalat maka ia telah
menghancurkan agama, di sisi lain hal ini juga menggambarkan ketegasan
Rasulullah SAW. dalam menerapkan kebiasaan beribadah sejak dini.
Dari beberapa ucapan Rasulullah SAW. berkenaan dengan memukul, dapat
juga dimaknai bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW. tidak menghendaki pemukulan
itu terjadi pada diri anak, ucapan ini hanyalah merupakan ancaman, karena dalam
konteks pendidikan ada tipe anak yang memerlukan ancaman agar dapat
melaksanakan perintah tentang kebenaran. Rasulullah SAW. adalah sosok manusia
yang tegas dalam kata-kata dan lembut dalam perbuatan, walaupun ia menyuruh
memukul, di sisi lain tidak ditemukan bukti-bukti bahwa Rasulullah SAW. pernah
melakukan pemukulan terhadap peserta didiknya. Bukti-bukti yang ada justru
menerangkan betapa Rasulullah SAW. memiliki perilaku yang lemah lembut dan
dengan cara-cara yang baik dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Jangankan
pemukulan yang melukai, menyinggung perasaan dengan kata-kata saja beliau tidak
pernah melakukannya.

Penutup
Islam memandang bahwa segala fenomena alam ini adalah hasil ciptaan Allah dan
sekaligus tunduk kepada hukum hukumNya, oleh karena itu manusia harus dididik agar
mampu menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam hukum Allah tersebut. Manusia harus
mampu mengorientasikan hidupnya kepada kekuatan atau kekuasaan yang berada di balik
ciptaan alam raya serta mengaktualisasikan hukum hukum Allah melalui tingkah laku
dalam kegiatan hidupnya.
Sebagai agama rahmatan lil alamin, Islam mengandung prinsip-prinsip moralitas yang
memandang manusia sebagai pribadi yang mampu melaksanakan nilai-nilai moral agama
dalam hidupnya. Oleh karena dengan tanpa nilai-nilai tersebut kehidupannya akan
menyimpang dari fitrah Allah yang mengandung nilai Islam yaitu doktrin Islam itu sendiri
yang harus dijadikan dasar dari proses pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat. Jadi
dengan demikian pola dasar yang membentuk dan mewarnai sistem pendidikan Islam adalah
pemikiran konseptual yang berorientasi kepada nilai-nilai keimanan, nilai-nilai kemanusiaan,

serta nilai-nilai moral (akhlak) yang secara terpadu membentuk dan mewarnai tujuan
pendidikan Islam, sedangkan usaha pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan pola dasar
tersebut berlangsung dalam satu strategi pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Damsyiqi, Al-Hanafi, Ibnu Hamzah Al-Husaini, Asbab al-Wurud, Jakarta: Kalam


Mulia, 2003
Anwar, Qomari Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: Uhamka Press,
2003
Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1994
Gulen, M. Fethullah, Versi Teladan: Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. (Terj.),
Jakarta: PT. Rosda Karya, 2002.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001
Zuhairimi, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997

Penulis adalah dosen FAI Uhamka


[1] Qomari Anwar, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta: UHAMKA Press, 2003, h. 42
[2] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, h. 61
[3]Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, h. 91

[4] Arifin, op. cit. h. 197


[5] Ibid. h. 199
[6] Zuhairimi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: BUmi Aksara, 1997, h. 18
[7] M. Fathullah Gulen, Versi Teladan: Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW., Jakarta: Rosda Karya,
2002, h. 197
[8] Gulen, Ibid. 311
[9] Munawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW., Jakarta: Bulan Bintang, 1994, h. 49
[10] Ibn Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-Damsyiqi, Asbab al-Wurud, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h. 69
[11] Al-Damsyiqi, Ibid., h. 379
[12] Al-Damsyiqi, Ibid., h. 378

http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=56

Mengajar Dengan Hati Kategori : Pendidikan | Oleh: Komaruddin Hidayat | Tgl posting:
27/07/2010 | Jumlah komentar: 0

SAYA berharap kolom ini bisa menjadi tip bagi guru atau praktisi pendidikan, tapi
sesungguhnya juga bagi kita semua, bahwa komunikasi akan efektif kalau dilakukan dengan
sepenuh hati.
Artinya, hatinya penuh dengan ketulusan dan kesungguhan. Pekerjaan apa pun yang tidak
menyertakan hati akan terasa hambar. Hati ini di sini memiliki konotasi positif, hati yang
bening sesuai dengan kodratnya. Bagi seorang guru, ketika datang ke sekolah setidaknya
mesti memiliki tiga bekal primer. Pertama, mesti siap dengan materi yang akan diajarkan.
Tanpa kesiapan dan penguasaan materi, apa yang hendak disampaikan kepada siswa? Ini juga
berlaku bagi seorang dosen.
Terlebih ketika menghadapi siswa atau mahasiswa yang kritis, guru atau dosen yang miskin
penguasaan materi pasti akan ketahuan dan menurunkan wibawanya di depan kelas. Guru
atau dosen yang baik tak kalah rajin belajarnya ketimbang siswa atau mahasiswanya. Hanya
saja cara belajarnya berbeda. Namun, prinsipnya, guru atau dosen yang berhenti belajar
berarti dia juga harus berhenti mengajar.
Hubungan guru-murid jauh berbeda dari hubungan antara montir dan kendaraan rusak yang
hendak diperbaiki. Sehebat-hebat dan semahal-mahal harga mobil mutakhir, tak akan mampu
mengalahkan kepintaran montirnya sekalipun gajinya rendah karena mobil adalah benda
mati, tidak tumbuh dan tidak berkembang. Namun, yang dihadapi seorang guru adalah anakanak dengan potensi besar dan bakat berbeda-beda.
Anak-anak datang dengan mimpi, cita-cita besar, dan membawa harapan orang tuanya untuk
membangun masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu seorang guru, termasuk orang
tua,mesti menjadi pendengar dan pemerhati yang baik bagi anak-anak. Mesti selalu
menambah wawasan tentang perkembangan psikologi anak dan berbagai temuan metode
yang baru dan cocok untuk diterapkan pada anak-anak. Bekal kedua bagi seorang guru ketika
masuk kelas adalah keterampilan menerapkan metode pembelajaran yang tepat, efektif, dan
menyenangkan.
Saya sendiri punya pengalaman, pernah memperoleh seorang dosen yang ilmunya dalam dan
luas dalam mata kuliah yang dipegang, tetapi mengajarnya kurang efektif. Tidak menarik dan
tidak efisien. Miskin dalam aspek metodenya.Jadi guru yang baik bukan saja yang menguasai
materi ajar, tapi tak kalah penting adalah metode pengajarannya tepat sehingga anakanak
akan senang menerimanya.
Dalam sebuah penelitian psikologi pembelajaran disebutkan, jika suasana belajar
menyenangkan, daya serap anak akan meningkat, bahkan berlipat. Coba saja perhatikan,
belajar bahasa sambil menyanyi hasilnya akan lebih baik ketimbang model hafalan yang
menjemukan. Ini berlaku terutama bagi anak-anak.Anak-anak biasanya lebih cepat pintar
diajar guru privat profesional ketimbang diajar orang tua sendiri yang mudah marah-marah
tidak sabaran.
Dalam suasana bosan dan tegang, otak akan menciut,daya serapnya sedikit. Berdasarkan
prinsip di atas, maka terkenal konsep joyful learning. Sebuah pembelajaran yang
menyenangkan, tetapi bukan berarti santai, tidak serius.Yang ditekankan adalah metodenya
menyenangkan agar materi yang telah disiapkan terserap secara optimal. Sejalan dengan
konsep ini, ruang kelas pun hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga terasa indah dan
nyaman.

Ruang kelas yang semrawut dan warna cat temboknya kusam akan memengaruhi pikiran dan
hati siswa juga ikut semrawut. Bekal ketiga, di samping penguasaan materi dan metode,
adalah kesiapan mental berupa cinta kepada anak-anak. Seorang guru yang baik ketika masuk
ruang kelas mesti dengan hati. Dengan energi dan vibrasi cinta kepada anak-anak. Mengajar
tanpa hati akan terasa hambar. Anak-anak pun tidak akan mendengarkan dengan hati.
Kita semua pasti punya pengalaman, guru-guru yang mengajar dengan hati pasti kesannya
akan lebih mendalam sekalipun telah berlalu puluhan tahun. Oleh karena itu, pandaipandailah mengatur dan menjaga hati. Ketika dari rumah atau di jalanan muncul rasa kesal,
misalnya, maka ketika kaki menginjak halaman sekolah mesti mampu menata hati agar rasa
kesal itu tidak terbawa masuk ruangan kelas. Mengajar dengan hati kesal pengaruhnya akan
dirasakan langsung oleh anak-anak.
Akan dirasakan oleh teman-teman sejawat. Pengaruhnya akan terlihat pada air mukanya,
pada tutur katanya, dan pada perilakunya yang ujungnya proses dan suasana pembelajaran
tidak efektif. Oleh karena itu, penting sekali seorang guru memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi dan psikologi komunikasi. Bahwa dalam komunikasi yang berlangsung tidak sekadar
tukar-menukar kata dan ide, tetapi faktor emosi juga akan sangat memengaruhi.(*)
http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=288

Esensi Pendidikan Kategori : Pendidikan | Oleh: Prof. Dr. H. Imam Suprayogo | Tgl posting:
22/05/2009 | Jumlah komentar: 0
Perbincangan tentang pendidikan, akhir-akhir ini hanya mengarah di seputar besarnya APBN untuk
pendidikan, buku teks, sarana pendidikan yang kurang memadai, Ujian Nasional, gaji guru. Masih
terkait di seputar itu, akhir-akhir ini dibicarakan tentang serifikasi guru dan dosen, dan telah
disetujuinya oleh DPR UU-BLU dan selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden sebagai UndangUndang RI nomor 9 pada tanggal 16 Januari 2009 yang lalu.
Hal yang sesungguhnya lebih esensial terkait dengan persoalan pendidikan, tetapi justru kurang
banyak mendapatkan perhatian, adalah tentang hasil atau produk pendidikan dalam pengertian yang
lebih dalam. Orang biasanya belum peduli terhadap makna pendidikan yang sesungguhnya itu. Jika
pendidikan itu dimaksudkan adalah sebagai upaya melakukan perubahan pada diri seseorang, maka
ternyata belum banyak pihak yang mempertanyakan sesungguhnya apa yang sudah berubah pada
diri seorang anak tatkala telah menyelesaikan program pendidikan pada jenjang tertentu. Sudah
menjadi kebiasaan, bahwa setelah dinyatakan lulus, para siswa melakukan pesta, dengan cara yang
belum tentu sesuai dengan nilai-nilai pendidikan, misalnya dengan melakukan kebut-kebutan di jalan
raya, melakukan corat-coret di baju seragam dan lain-lain yang kurang pantas.
Keadaan seperti itu, lembaga pendidikan tidak berkuasa mencegahnya. Hal yang bisa dilakukan
hanyalah mengurangi terjadinya gejala yang tidak pantas itu. Misalnya, mengirim laporan hasil ujian
ke rumah masing-masing siswa. Atau menyerahkannya langsung kepada orang tua. Selain itu
meminta bantuan pihak kepolisian untuk mengamankan berbagai kegiatan para siswa yang baru
dinyatakan lulus itu yang sekiranya dianggap merugikan. Hingga perlu melibatkan pihak keamanan
segala, karena tidak jarang ekspresi kegembiraan para siswa yang baru dinyatakan lulus,
membahayakan orang lain.
Hal seperti itu sesungguhnya sangat kontradiktif dari makna pendidikan yang susungguhnya.
Pendidikan dimaksudkan untuk mengantarkan para siswa memiliki akhlak yang luhur, cerdas, trampil,
percaya pada diri sendiri, maka dengan ekspresi kegembiraan yang melebihi batas itu justru
menunjukkan bahwa esensi pendidikan menjadi hilang, tidak membekas. Pendidikan seolah-olah

hanya mengantarkan para anak didik mendapatkan selembar ijazah. Padahal ijazah tersebut
semestinya dijadikan petunjuk atau simbol bahwa tujuan pendidikan telah selesai.
Persoalan lainnya, dapat dilihat dan dirasakan bahwa tatkala para siswa dihadapkan pada kehidupan
nyata di tengah-tengah masyarakat, ternyata masih gagap . Mereka setelah lulus, tidak sedikit yang
belum mampu beradaptasi dan menjawab persoalan kehidupannya sendiri di tengah masyarakat.
Sekalipun sudah lulus perguruan tinggi, sementara mereka masih harus menganggur, kesulitan
mencari pekerjaan. Sebagai alternatif yang bisa dipilih, mereka bekerja apa saja yang bisa dilakukan,
walaupun sesungguhnya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang diperolehnya. Atau, jika
ada jalan mereka ikut pergi ke luar negeri mencari pekerjaan di sana.
Dari selintas gambaran itu, seolah-olah masih ada jarak yang sedemikian jauh antara apa yang
diprogram di sekolah dengan tuntutan di tengah masyarakat. Di sekolah diajarkan tentang biologi,
fisika, kimia, bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan ilmu sosial, tetapi ternyata seolah-olah mata
pelajaran tersebut belum ada rerevansinya dengan kehidupan nyata di masyarakat. Para siswa telah
dinyatakan lulus ujian, baik ujian sekolah atau ujian nasional. Tetapi, apa yang didapat itu ternyata
belum bisa dijadikan bekal hidupnya di tengah-tengah masyarakat.
Pendidikan kemudian menjadi sebatas agenda atau jadwal kehidupan yang harus dilalui oleh setiap
anak bangsa, tetapi masih minus makna atau esensi yang sebenarnya. Pendidikan terasa belum
berhasil mengantarkan siswa agar mampu hidup di tengah masyarakat. Akhirnya, pendidikan baru
sebatas sebagai pemenuhan kewajiban, dan sebaliknya belum benar-benar berhasil mengantarkan
siswa menjalani hidupnya secara mandiri dan bertanggung jawab.
Persoalan-persoalan tersebut, rasanya belum mendapatkan perhatian secara cukup oleh mereka
yang berwenang dan apalagi masyarakat luas. Pendidikan yang seharusnya mengantarkan peserta
didik menjadi warga negara yang baik, berakhlak mulia, berwawasan luas dan memiliki ketrampilan
dan seterusnya, ternyata rumusan indah itu belum semua berhasil dicapai. Sayangnya, kegagalan
dari aspek yang justru bersifat esensial atau inti pendidikan tersebut belum banyak dirasakan oleh
kalangan luas. Pada umumnya orang masih sedemikian percaya dengan ijazah, sekalipun selembar
kertas yang dianggap penting itu sesunguhnya belum tentu bermakna apa-apa.
Tulisan singkat dan sederhana ini bukan dimaksudkan mengajak agar tidak mempercayai lembaga
pendidikan yang sudah ada, melainkan ingin mengintakan kembali pada pembaca tentang pesan
pendidikan yang sesungguhnya. Tatkala berbicara pendidikan, semestinya dipahahami secara kritis
dan mendalam makna pendidikan yang paling dalam itu, sehingga selanjutnya menjadi kekuatan
pendorong terhadap peningkatan kualitas pendidikan yang sebenarnya.
Pendidikan sesungguhnya bukan hanya sebatas kegiatan mempelajari mata pelajaran -----biologi,
kimia, fisika, bahasa dan lain-lain, lebih dari itu dimaksudkan adalah untuk memperkaya,
menumbuhkan dan bahkan mengubah jiwa, pikiran dan ketrampilan si terdidik. Pendidikan bukan
hanya sebatas rangkaian program yang harus dilewati oleh semua warga negara. Tetapi pendidikan
memiliki tujuan terkait dengan kehidupan anak manusia pada masa depannya. Setelah melewati dan
mengikuti program yang disebut dengan istilah pendidikan itu, maka yang seharusnya dipertanyakan
adalah dampak apa, atau apa sesungguhnyha yang telah berubah pada diri si terdidik setelah
mengikuti proses pendidikan, serta apa makna apa yang telah diperolehnya dari serangkaian proses
itu untuk kehidupan mereka itu. Pertanyaan seperti ini penting untuk dijawab bersama tatkala kita
memikirkan tentang esensi pendidikan yang sesungguhnya. Wallahu a'lam.
Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=219

MENGKRITISI RUU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Kategori : Pendidikan | Oleh: Ki


Gunawan | Tgl posting: 05/05/2009 | Jumlah komentar: 0

MENGKRITISI RUU SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL


Oleh Ki Gunawan
Tanpa banyak terliput oleh media massa dan agak luput dari perhatian kalangan pendidikan,
Komisi VI DPR RI saat ini tengah membahas RUU Sistem Pendidikan Nasional. RUU ini
naskah awalnya digarap oleh Komite Reformasi Pendidikan Badan Pengembangan dan
Penelitian Departemen Pendidikan Nasional (KRP Balitbang Depdiknas).
Dengan pemikiran UU Sisdiknas mempunyai arti sangat penting dalam memberi landasan
yang kukuh bagi pembangunan pendidikan nasional di samping fungsinya sebagai pemberi
kepastian hukum dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan, senyampang RUU tersebut masih
dalam proses pembahasan, penulis mencoba untuk mengangkat beberapa hal penting sebagai
masukan bagi DPR.
Pendidikan Dasar
Sejak dahulu dan kemudian berlanjut sampai sekarang secara sadar kita semua mengalami
kekacauan dalam tata nama jenjang pendidikan pada jalur pendidikan sekolah. Sebelum UU
No. 2/1989 dan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) Sembilan Tahun
diberlakukan, Pemerintah menamai jenjang pendidikan terendah sebagai Sekolah Dasar (SD),
kemudian jenjang berikutnya Sekolah Menengah Pertama (SMP), lalu Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan nama-nama khusus bagi sekolah menengah kejuruan. Dalam
perkembangannya, setelah UU No. 2/1989 dan Wajar Dikdas diberlakukan, nama SMP
diubah menjadi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), SMA menjadi Sekolah Menengah
Umum (SMU), dan sekolah-sekolah kejuruan cukup dengan nama Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK). Walaupun dasar penggantian nama SMP menjadi SLTP adalah karena SMP
merupakan bagian dari pendidikan dasar, nama baru ini tetap mencerminkan kekacauan
berpikir karena nama SLTP mengesankan adanya jenjang di atasnya yang bernama SLTK
(Sekolah Lanjutan Tingkat Kedua) dan seterusnya. Mestinya nama yang tepat adalah Sekolah
Dasar Lanjutan (SDL) yang menunjukkan dengan jelas kedudukan jenjang pendidikan
tersebut dalam sistem pendidikan nasional kita.
Anehnya, dalam naskah RUU yang dibahas pada 5 Desember 2001 Komisi VI menyebut
Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau yang
sederajat yang terdiri atas enam tingkat (pasal 17 ayat 2), kemudian Pendidikan menengah
tingkat pertama berbentuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs)
atau yang sederajat dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs) terdiri atas tiga tingkat (Pasal 19 ayat 2 dan 3). Berikutnya, dalam pasal 20 ayat 3
disebutkan bahwa Pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA)
dan Madrasah Aliyah (MA), dan pada ayat 4 Pendidikan menengah vokasional berbentuk
Sekolah Menengah Vokasional (SMV).
Di samping sistem tata nama yang kacau, terdapat kekacauan dan kemunduran berpikir yang
sangat mendasar para wakil rakyat di Komisi VI yaitu dengan mengembalikan jenjang
pendidikan sekolah setelah SD ke dalam jenjang pendidikan menengah yang disebut sebagai
pendidikan menengah tingkat pertama. Apalagi dalam pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa
Pendidikan menengah tingkat pertama bertujuan untuk mengembangkan kepribadian, sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja atau untuk
mengikuti pendidikan lebih lanjut (kursif dari penulis). Pasal ini jelas-jelas memberikan
legalitas formal dan pengakuan kepada dunia bahwa Indonesia mengizinkan dunia usaha
mempekerjakan anak-anak berusia muda sebagai buruh karena usia lulusan jenjang

pendidikan setelah SD tersebut adalah sekitar 15 tahun. Sungguh tidak masuk akal,
keberanian politik Pemerintah di masa lalu yang untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia menetapkan jenjang pendidikan dasar berlangsung sembilan tahun dimentahkan
oleh para wakil rakyat di era reformasi. Kenyataan cukup banyak anak-anak berusia muda
menjadi buruh atau mencari nafkah bagi keluarganya tentunya tidak harus membuat negara
mencabut komitmennya dalam mencerdaskan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia
melalui pendidikan.
Dalam hal penjenjangan dan penetapan tujuan pendidikan, UU No. 2/1989 justru lebih
progresif karena dengan jelas menyebutkan jenjang pendidikan dasar berlangsung selama
sembilan tahun dan jelas-jelas tidak memasukkan kesiapan memasuki dunia kerja sebagai
salah satu tujuan pendidikannya. Naskah terakhir KRP Balitbang Depdiknas pun (27 Juni
2001) memasukkan jenjang pendidikan dasar selama sembilan tahun dengan menyebut
pendidikan dasar terdiri atas sekolah dasar dan sekolah dasar lanjutan.
Pendidikan Keagamaan
Dalam naskah RUU, baik naskah dari KRP Balitbang Depdiknas maupun naskah
pembahasan Komisi VI, muncul sesuatu yang baru yaitu masuknya secara eksplisit madrasah
dan pesantren. Di samping menempel dalam pasal-pasal tentang jenjang pendidikan yang
salah satunya menyebut pendidikan keagamaan, dalam naskah KRP Balitbang Depdiknas
ketentuan tentang madrasah dan pesantren tercantum dalam satu pasal khusus yang berisi
empat ayat (pasal 17 ayat 1 s.d. 4). Dalam naskah pembahasan Komisi VI ketentuan tersebut
muncul dalam salah satu pasal di bawah judul Pendidikan keagamaan yaitu pasal 26 yang
secara eksplisit menyebut jenis pendidikan keagamaan Islam. Di samping itu, Komisi VI
memasukkan secara eksplisit nama madrasah sesuai dengan jenjangnya dalam pasal-pasal
yang menyebutkan nama suatu jenjang pendidikan (pasal 17, 18, 19, dan 20).
Menurut hemat penulis, dengan pemikiran bahwa UU ini berlaku untuk semua warga negara
tanpa membedakan agama, tentunya akan lebih bijaksana untuk tidak mencantumkan secara
eksplisit ketentuan-ketentuan yang sangat spesifik menunjuk agama tertentu. Atau bila hal
tersebut memang sangat diperlukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap jenis dan
jenjang pendidikan yang berciri khas agama tertentu, akan lebih baik jika jenis dan jenjang
sekolah yang sangat khas yang diselenggarakan oleh pemeluk masing-masing agama dapat
dicantumkan semua. Pasal 25 naskah pembahasan Komisi VI sebenarnya sudah cukup
mengakomodasikan hal tersebut sehingga pencantuman nama jenjang sekolah yang sangat
spesifik menunjuk kepada jenis pendidikan yang diselenggarakan oleh pemeluk agama
tertentu menjadi tidak perlu.
Peguruan Swassta
Satu hal yang cukup mengecewakan dalam RUU pembahasan Komisi VI adalah pengakuan
terhadap perguruan swasta. Seperti halnya UU No. 2/1989 yang menempatkan eksistensi
perguruan swasta dalam pasal buncit, naskah pembahasan Komisi VI pun sama saja (pasal 47
dari 59 pasal dalam UU No. 2/1989 dan pasal 49 dan 59 dari 67 pasal dalam naskah Komisi
VI) dan keduanya pun tidak secara eksplisit menyebut perguruan swasta. Tentang bantuan
pembiayaan bagi perguruan swasta pun keduanya menggunakan bahasa yang mengambang.
UU No. 2/1989 menyebut Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku dan naskah
pembahasan Komisi VI menyebut Biaya penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat dapat
bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, dan/atau sumber lain yang tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku (kursif dari penulis).

Tampaknya, pemahaman akan hak peserta didik sebagai warga negara yang bersekolah di
lembaga pendidikan swasta tetap belum berubah dari tahun ke tahun. Harus dipahami bahwa
jumlah sekolah dan siswa lembaga pendidikan swasta, terutama di jenjang pendidikan dasar
dan menengah cukup besar untuk dapat diabaikan begitu saja.
Anggaran Pendidikan
Satu hal yang menarik dalam naskah pembahasan Komisi VI adalah dicantumkannya secara
eksplisit pengalokasian dana Pemerintah yaitu 20% dari APBN, 20% dari APBD Provinsi,
dan 20% dari APBD Kota/Kabupaten, semuanya di luar alokasi dana bagi gaji guru (naskah
KRP Balitbang Depdiknas menyebut angka 6% PDB dan masing-masing 20% APBD
Provinsi dan Kota/Kabupaten). Suatu kemajuan yang cukup berarti karena apabila RUU ini
berhasil diundangkan tanpa revisi dalam hal pendanaan, pembangunan pendidikan akan kian
membaik.
Di samping hal-hal yang penulis kemukakan di atas, masih banyak hal yang perlu
pembahasan dan masukan dari berbagai pihak agar RUU ini dapat memenuhi keinginan kita
semua dalam membangun sebuah sistem pendidikan nasional yang kuat. Untuk itu, Komisi
VI seyogyanya rajin mencari masukan dari masyarakat dan berbagai kalangan yang memiliki
perhatian kepada perkembangan dunia pendidikan melalui semacam public hearing dan
sebagainya.(gg)
http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=200

kemampuan manajerial kepala sekolah Kategori : Pendidikan | Oleh:


admin | Tgl posting: 06/06/2008 | Jumlah komentar: 2

Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses


manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut
untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan
pendidikan. Wayan Koster mengemukakan bahwa dalam konteks MPMBS,
kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan: (1) menjabarkan
sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses belajar
mengajar, (2) kepala administrasi, (3) sebagai manajer perencanaan dan
pemimpin pengajaran, dan (4) mempunyai tugas untuk mengatur,
mengorganisir dan memimpin keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas
pendidikan di sekolah. Dikemukakan pula bahwa sebagai kepala
administrasi, kepala sekolah bertugas untuk membangun manajemen
sekolah serta bertanggungjawab dalam pelaksanaan keputusan manajemen
dan kebijakan sekolah. Sementara itu, menurut pendapat Sanusi yang
dikutip M. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2002) bahwa :
Perubahan dalam peranan dan fungsi sekolah dari yang statis di jaman

lampau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era globalisasi,


membawa tanggung jawab yang lebih luas kepada sekolah, khususnya
kepada administrator sekolah. Pada mereka harus tersedia pengetahuan
yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat serta kesediaan dan
keterampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang
terjadi di masyarakat sehingga sekolah melalui program-program
pendidikan yang disajikannya dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan
kebutuhan baru dan kondisi baru . Diisyaratkan oleh pendapat tersebut,
bahwa kepala sekolah sebagai salah satu kategori administrator pendidikan
perlu melengkapi wawasan kepemimpinan pendidikannya dengan
pengetahuan dan sikap yang antisipatif terhadap perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat, termasuk perkembangan kebijakan makro
pendidikan. Wujud perubahan dan perkembangan yang paling aktual saat
ini adalah makin tingginya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, dan
gencarnya tuntutan kebijakan pendidikan yang meliputi peningkatan aspekaspek pemerataan kesempatan, mutu, efisiensi dan relevansi.
Pada bagian lain, Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2002) dengan
mengutip

dari

Dirawat

mengemukakan tentang

pemikiran

Bogdan bahwa dalam perspektif peningkatan mutu pendidikan


terdapat empat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin pendidikan, yaitu : (1) kemampuan mengorganisasikan
dan membantu staf di dalam merumuskan perbaikan pengajaran
di sekolah dalam bentuk program yang lengkap; (2) kemampuan
untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri
sendiri dari guru-guru dan anggota staf sekolah lainnya; (3)
kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam
mengajukan dan melaksanakan program-program supervisi; dan
(4) kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru
serta segenap staf sekolah lainnya agar mereka dengan penuh
kerelaan dan tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada
setiap

usaha-usaha

sekolah

sekolah itu sebaik-baiknya.

untuk

mencapai

tujuan-tujuan

Wildavsky (Sudarwan Danim, 2002) mengemukakan bahwa salah


satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi kepala sekolah
atau calon kepala sekolah, bahwa kompetensi minimal seorang
kepala sekolah adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan
dalam bidang keadministrasian sekolah; keterampilan hubungan
manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan keterampilan
teknis

instruksional

dan

non

instruksional.

Hal

serupa

dikemukakan oleh Kantz dalam Segiovanni (Sudarwan Danim,


1995) bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen
sekolah

sebagai

proses

sosial, mengemukan

tiga

jenis

keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh kepala sekolah,


yaitu

(1)

keterampilan

teknis,

yakni

keterampilan

yang

berhubungan dengan pengetahuan, metode, dan teknik-teknik


tertentu

dalam

menyelesaikan

tugas-tugas

tertentu;

(2)

keterampilan manusiawi yakni keterampilan yang menunjukkan


kemampuan seorang manajer di dalam bekerja dengan orang lain
secara efektif dan efisien; (3) keterampilan konseptual yakni
keterampilan yang berkenaan dengan cara kepala sekolah
memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan struktur di
atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta
program kerja sekolah secara keseluruhan.
Dilain

pihak,

Fred

keterampilan

Luthans (1995)

yang

dibutuhkan

mengemukakan
oleh

seorang

lima

jenis

manajer,

yang mencakup : (1) Cultural flexibility; (2) Communication


skills (3) Human Resources Development skills ; (4) Creativity ;
dan (5) Self Management of learning. Kelima keterampilan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Cultural flexibility merupakan keterampilan yang merujuk kepada
kesadaran dan kepekaan budaya, di mana seorang manajer
dituntut untuk dapat menghargai nilai keberagaman kultur yang
ada di dalam organisasinya. Kepala sekolah selaku manajer di
sekolah sangat mungkin akan dihadapkan dengan warga sekolah,
dengan latar kultur yang beragam, baik guru, tenaga administrasi
maupun siswa. Oleh karenanya, kepala sekolah diuntut untuk
dapat menghargai keberagaman kultur ini.

Communication

skill

merupakan

keterampilan

manajer

yang

berkenaan dengan kemampuan untuk berkomunikasi, baik dalam


bentuk

lisan,

tulisan

maupun

non

verbal.

Keterampilan

komunikasi amat penting bagi seorang kepala sekolah, karena


hampir sebagian besar tugas dan pekerjaan kepala sekolah
senantiasa melibatkan dan berhubungan orang lain. Komunikasi
yang efektif akan sangat membantu terhadap keberhasilan
organisasi secara keseluruhan.
Human Resources Development skills
manajer

yang

berkenaan

merupakan

dengan

keterampilan

pengembangan

iklim

pembelajaran (learning climate), mendesain program pelatihan,


pengembangan

informasi

dan

pengalaman

kerja,

penilaian

kinerja, penyediaan konseling karier, menciptakan perubahan


organisasi,

dan

penyesuaian

bahan-bahan

pembelajaran.

Dalam perspektif persekolahan, kepala sekolah dituntut untuk


memiliki keterampilan dalam mengembangkan sumber daya
manusia yang tersedia di sekolahnya, sehingga mereka benarbenar dapat diberdayakan dan memberikan kontribusi terhadap
pencapaian tujuan pendidikan di sekolah
Creativity merupakan keterampilan manajer yang tidak hanya
berkenaan dengan pengembangan kreativitas dirinya sendiri,
akan tetapi juga keterampilan untuk menyediakan iklim yang
mendorong semua orang untuk menjadi kreatif. Sehubungan
dengan hal ini, seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki
keterampilan dalam menciptakan iklim kreativitas di lingkungan
sekolah

yang mendorong

seluruh

warga

sekolah

untuk

mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas


dan pekerjaannya.
Self- management of learning merupakan keterampilan manajer yang
merujuk kepada kebutuhan akan belajar yang berkesinambungan
untuk mendapatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan
baru. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk senantiasa
berusaha memperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya.

http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=126

Mutu Lulusan Pendidikan dan Dunia Kerja


28 Apr 2010

Koran Tempo

Opini

Ninasapti Triaswati, staf pengajar fakultas ekonomi universitas indonesia,


anggota dewan riset nasional komisi teknis sosial kemanusiaan )
Membangun manusia Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat
merupakan visi besar yang hendak dicapai para pendiri bangsa Indonesia.
Salah satu program yang diperlukan adalah pendidikan bermutu yang
selaras dengan dunia kerja. Uraian ini akan mencoba menjawab tiga
pertanyaan berikut apakah mutu lulusan pendidikan sudah selaras dengan
dunia kerja? Apa saja peran pemerintah dan swasta maupun masyarakat
luas agar dapat mendorong pendidikan di Indonesia menjadi bermutu dan
selaras dengan dunia kerja? Bagaimana agar pemerintah efektif
melaksanakan kebijakannya supaya dapat meningkatkan mutu pendidikan
sehingga selaras dengan dunia kerja?
Beberapa data tentang ketenagakerjaan dapat menggambarkan kesenjangan
antara lulusan pendidikan dan dunia kerja. Pertama, data Badan Pusat
Statistik pada Agustus 2009 menggambarkan bahwa tingkat pengangguran
terbuka pekerja lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah
kejuruan masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 14 persen. Adapun untuk
lulusan diploma dan universitas lebih dari 13 persen. Secara keseluruhan,
jumlah penganggur terbuka di Indonesia pada Agustus 2009 masih cukup
besar, yaitu sekitar 9 juta orang, sedangkan setengah penganggur sebesar
31,6 juta orang (15,4 juta terpaksa menjadi setengah penganggur dan 16
juta sukarela menjadi setengah penganggur). Kedua, sebagian besar (tiga
perempat) dari semua pekerja Indonesia pada Agustus 2009 didominasi oleh

lulusan sekolah dasar (55,21 persen) dan sekolah menengah pertama (19,39
persen).
Hal ini berarti "mutu" sebagian besar pekerja Indonesia masih
rendah.Berdasarkan data BPS yang dipublikasikan pada Desember 2009
tersebut dapat disimpulkan, walaupun tingkat pengangguran menurun dari
8,4 persen pada Agustus 2008 menjadi 7,9 persen pada Agustus 2009,
jumlah penganggur masih cukup besar, yaitu hampir mencapai 9 juta orang
pada Agustus 2009. Jumlah tersebut menurun dibanding pada Agustus 2008
sebanyak 9,39 juta orang. Di sisi lain, data setengah pengangguran terpaksa
meningkat secara konsisten dari Agustus 2008 sampai Agustus 2009, yaitu
dari 14,9 juta menjadi 15,4 juta orang. Hal ini merupakan fenomena
menarik dari sisi ekonomi karena jumlah peningkatan setengah
pengangguran terpaksa, yaitu sekitar 500 ribu orang pada periode setahun
terakhir, hampir sa-ma dengan jumlah penurunan pengangguran terbuka
sebesar 390 ribu orang pada periode yang sama. Jadi masih diperlukan
berbagai usaha agar mereka dapat sepenuhnya bekerja, tidak lagi berstatus
penganggur terbuka maupun setengah penganggur terpaksa.
Pemerintah Indonesia dapat mendorong percepatan peningkatan mutu dan
keselarasan dengan dunia kerja melalui dua hal berikut. Pertama,
menyediakan dana pendidikan yang secara efektif dapat meningkatkan
mutu pendidikan. Pada pendidikan sekolah secara formal, tingkat
efektivitas dana pendidikan untuk program wajib belajar dapat diukur
dengan peningkatan angka partisipasi kasar untuk semua tingkat
pendidikan. Pada pendidikan nonformal dan informal, tingkat efektivitas
dapat diukur dengan peningkatan, keterampilan para pekerja. Sehingga
secara keseluruhan, peningkatan dana pendidikan diharapkan secara efektif
dapat menurunkan tingkat pengangguran.Kedua, mengembangkan
kurikulum pendidikan agar sesuai dengan kompetensiyang dibutuhkan oleh
dunia usaha sehingga selaras dengan dunia kerja. Dengan demikian,
diharapkan para lulusan dapat segera memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kompetensinya. Hal ini tidak hanya kurikulum sekolah, namun juga

bagi paket belajar untuk pendidikan kesetaraan tingkat SD, SMP, dan SMA,
homeschoolmg, maupun lembaga pelatihan/kursus.
Pihak pengusaha dan masyarakat luas juga perlu secara efektif
meningkatkan mutu pendidikan melalui pertama, pengembangan lembaga
pendidikan swasta, baik berupa sekolah (yaitu pendidikan formal) maupun
berupa pendidikan nonformal dan informal. Hal ini antara lain dapat
dilakukan swasta dengan mendorong pengusaha untuk menggunakan dana
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk pengembangan pendidikan
secara keseluruhan, yaitu membangun sekolah maupun pendidikan
nonformal dan informal.
Kedua, mendorong pengusaha agar membelanjakan dana untuk tujuan riset
dan pengembangan sehingga mampu men-dorong pembangunan teknologi
yang sesuai dengan kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia. Ketiga,
mendorong kesadaran masyarakat luas akan pentingnya "belajar sepanjang
hidup", yaitu berupa kemampuan berbahasa asing; kemampuan teknologi
informasi dan komunikasi (komputer, penggunaan Internet); serta
kemampuan pemahaman finansial, yaitu mampu melakukan alokasi belanja
untuk kebutuhan jangka pendek dan alokasi investasi keuangan untuk
kebutuhan jangka panjang; khususnya di pasar uang dan modal.
Pemerintah Indonesia sudah menyediakan anggaran pendidikan yang cukup
besar, 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara, yaitu pada
tahun anggaran 2010 (RAPBN-P) diusulkan sekitar Rp 221,4 triliun, lebih
besar dari APBN-P 2010 yang berjumlah Rp 209 triliun. Jumlah
pengeluaran pendidikan ini dapat meningkat lebih besar lagi di masa yang
akan datang jika pemerintah Indonesia dapat meningkatkan sisi penerimaan
pajak dan bukan pajak.Diperlukan peningkatan akuntabilitas publik dana
pendidikan agar anggaran yang besar ini dapat meningkatkan jumlah dan
mutu pekerja yang berkualitas. Antara lain dapat dilakukan melalui
pertama, proses perencanaan harus efektif terhadap tujuan meningkatkan
mutu sekaligus keselarasan dengan kebutuhan di pasar tenaga kerja serta
didukung oleh proses monitoring dan evaluasi yang efektif terhadap target
kinerja.

Kedua, proses penganggaran dan implementasi juga perlu sangat efektif


agar mencapai sasaran peningkatan mutu maupun peningkatan keselarasan
untuk masuk dunia kerja sehingga mampu menurunkan tingkat
pengangguran. Diperlukan kerja keras kepala daerah, baik gubernur
maupun bupati, untuk menyusun program implementasi yang secara
langsung dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas bagi para lulusan
sekolah, terutama melalui peningkatan kualitas penyusunan program dan
alokasi anggaran, khususnya program kewirausahaan dan beasiswa bagi
lulusan terbaik yang berasal dari keluarga tidak mampu.) Artikel ini ditulis
kembali berdasarkan makalah pada Seminar Sehari "Pembiayaan
Pendidikan Bermutu Hak untuk Semua" dalam rangkaian Pekan Aksi
Global Pendidikan untuk Semua, yang diselenggarakan Kementerian
Pendidikan Nasional di Jakarta pada 22 April 2010.
Entitas terkaitAdapun | Artikel | BPS | Diperlukan | Indonesia |
Jumlah | Membangun | Ninasapti | Uraian | Dunia Kerja |
Pemerintah Indonesia | Seminar Sehari | Badan Pusat
Statistik | Kementerian Pendidikan Nasional | Mutu
Lulusan Pendidikan | Pekan Aksi Global Pendidikan |
Pembiayaan Pendidikan Bermutu Hak | Ringkasan Artikel Ini
Pada pendidikan sekolah secara formal, tingkat efektivitas
dana pendidikan untuk program wajib belajar dapat
diukur dengan peningkatan angka partisipasi kasar untuk
semua tingkat pendidikan. Pihak pengusaha dan
masyarakat luas juga perlu secara efektif meningkatkan
mutu pendidikan melalui pertama, pengembangan
lembaga pendidikan swasta, baik berupa sekolah (yaitu
pendidikan formal) maupun berupa pendidikan nonformal
dan informal. Jumlah pengeluaran pendidikan ini dapat
meningkat lebih besar lagi di masa yang akan datang jika
pemerintah Indonesia dapat meningkatkan sisi
penerimaan pajak dan bukan pajak.Diperlukan
peningkatan akuntabilitas publik dana pendidikan agar
anggaran yang besar ini dapat meningkatkan jumlah dan
mutu pekerja yang berkualitas. Diperlukan kerja keras

kepala daerah, baik gubernur maupun bupati, untuk


menyusun program implementasi yang secara langsung
dapat menciptakan lapangan kerja berkualitas bagi para
lulusan sekolah, terutama melalui peningkatan kualitas
penyusunan program dan alokasi anggaran, khususnya
program kewirausahaan dan beasiswa bagi lulusan
terbaik yang berasal dari keluarga tidak mampu.) Artikel
ini ditulis kembali berdasarkan makalah pada Seminar
Sehari "Pembiayaan Pendidikan Bermutu Hak untuk
Semua" dalam rangkaian Pekan Aksi Global Pendidikan
untuk Semua, yang diselenggarakan Kementerian
Pendidikan Nasional di Jakarta pada 22 April 2010.

http://bataviase.co.id/node/187844

Anda mungkin juga menyukai