PK 2
PK 2
I.
Tujuan Percobaan
I.1 Mampu menjelaskan tanda-tanda reaksi kimia
I.2 Mampu menetukan laju dan orde reaksi
II.
Dasar Teori
II.1
Kinetika Kimia
Kinetika kimia merupakan pengkajian laju dan mekanisme reaksi
kimia. Besi lebih cepat berkarat dalam udara lembab dari pada dalam
udara kering, makanan lebih cepat membusuk bila tidak di dinginkan,
kulit lebih cepat menjadi gelap dalam musim panas daripada dalam
musim dingin. Ini merupakan tiga contoh yang lazim dari perubahan
kimia yang kompleks dengan laju yang beraneka menurut kondisi reaksi.
(Keenan, 1998)
II.2
Reaksi Kimia
Reaksi kimia adalah pembentukan ikatan baru. Reaksi yann
terjadi karena materi awal (reaktan) bersama-sama putus atau secara
bergantian untuk membentuk atau beberapa materi yang berbeda
(produk).
(Miller, 1997)
Reaksi-reaksi kimia, ditandai dengan gejala :
a. Timbulnya gas
Contoh : 2 H2O (e) + Mg (s)
Mg(OH)2(aq) + H2 (g)
b. Terbentuknya endapan
Contoh :
Pb(CH3COO)2(aq) + H2SO4(aq)
CH3COOH(aq)+ PbSO4 (s)
c. Perubahan suhu
Contoh : NaOH (aq) + H2SO4 (aq)
Na2SO4(aq) + 2 H2O(aq)
d. Perubahan warna
Contoh : 2 HCl (aq) + CuSO4 (aq)
H2SO4 (aq) + CuCl2 (aq)
(Keenan, 1992)
II.3
(Vogel, 1985)
Reaksi penetralan yaitu reaksi antara asam dan basa. Menurut
Arhenius reaksi penetralan adalah reaksi antara 1 ion H + dan 1 ion
OHH+ + OH-
H2O
OHbasa 2
H2O
+
basa 1
H2O
asam 2
(Rivai, 1995)
II.4
II.5
atau
- IAJ
t
(Chang, 2004)
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi
II.5.1 Luas Permukaan Bidang Sentuh
Semakin luas permukaan bidang sentuh, reaksi semakin
cepat. Karena bidang sentuh yang luas akan memungkinkan
molekul bertabrakan dengan molekul lain. Hal ini menyebabkan
zat yang terbantuk serbuk reaksinya akan semakin lebih cepat
dari pada reaksi zat yang berbantuk kepingan besar.
(Oxtoby, 2001)
II.5.2 Suhu
II.6
Laju reaksi
Laju reaksi
Apabila dilakukan pengukuran akan terlihat bahwa
reaksi laju reaksi, sehingga k k k.
memperoleh persamaan laju reaksi yang seragam,
perjanjian ditetapkannya laju reaksi yang didasarkan
atau produk tersebut dalam persamaan reaksi, jadi :
Laju reaksi
Untuk reaksi umum :
aA + bB
cC + Dd
(Keenan, 1990)
2.7
Orde Reaksi
Orde reaksi dapat didefinisikan sebagai jumlah satu eksponen
yang menyatakan hubungan antara konsentrasi dengan kecepatan reaksi.
Orde reaksi dikenal dengan tingkat reaksi. Untuk reaksi umum A+B
C. Maka kecepatan reaksi ditentukan oleh konsentrasi A dan B. Orde
reaksi total yang perlu diperhatikan :
1. Data eksperimen harus pada suhu konstan agar harga V tetap.
2. Metode mencari orde reaksi :
a) Metode Logika
Metode logika menggunakan rumus bahwa
ax = b dengan a = perbesaran konsentrasi
ay = b
b = perbesaran laju reaksi
Metode ini memiliki kelemahan, yaitu hanya bisa digunakan jika ada
data yang sama.
b) Metode Komparatif (Perbandingan)
Metode ini membandingkan persamaan kecepatan reaksi
Harga K1 dan K2 (tetapan laju reaksi) pada suhu konstan adalah sama,
sehingga dapat dihilangkan. Dengan demikian perbandingan
konsentrasi zat yang berubah dipangkatkan orde reaksinya masing
masing sama dengan perbandingan kecepatan reaksinya.
c) Metode Grafik
Bila berupa garis lurus (linear) merupakan orde reaksi satu garis
lengkung (parabola) merupakan orde reaksi dua. Jika berupa garis
lengkung, tetapi bukan bentuk kuadrat orde reaksinya 3,4 dan
seterusnya.
2.7.1
(Khopkar,1990)
2.7.2
[A]
2.7.3
(Khopkar, 1990)
[A
]
2.8
(Khopkar, 1990)
Hukum Laju dan Kostanta Laju
Laju reaksi terukur seringkali sebanding dengan konsentrasi
reaktan suatu pangkat. Contihnya mungkin saja laju itu sebanding
dengan konsentrasi dua reaktan A dan B, sehingga :
V = K [A] [B]
Koefisien K disertai konsentrasinya yang tidak bergantung pada
konsentrasi, tetapi bergantung pada temperature. Persamaan sejenis ini
yang ditentukan secara eksperimen disebut hokum laju reaksi. Secara
formal hukum laju reaksi adalah persamaan yang menyamakan laju
reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesien yang ada termasuk
produknya.
Hukum laju reaksi memiliki dua penerapan utama, penerapan
praktisnya setelah kita mengetahui hukum laju dan komposisi campuran.
Penerapan teoritis hukum laju ini adalah hokum laju menerapkan
pemandu untuk mekanisme reaksi. Setiap mekanisme yang dilanjutkan
harus konstan dengan hukum laju yang diamati.
(Atkins, 1993)
2.9
Teori Tumbukan
Laju reaksi dapat diperoleh dengantiga faktor berikut :
1) Faktor Energi Tumbukan
Jumlah keseluruhan tumbukan antara partikel reaktan dalam volume
dari waktu yang diberikan.
2) Faktor Energi Tumbukan
Fraksi partikel reaktan yang menumbuk dengan energi aktivasi yang
cukup untuk memulai reaksi.
3) Faktor Geometri Tumbukan
Fraksi partikel yang menumbuk dengan orientasi yang benar
sehingga atom dapat memindahkan atom membagi elektron valensi
secara terarah ketka mereka melakukan kontak satu sama lain.
(Miller,
1987)
2.10 Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi atau
hasil reaksi persatuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju
berkurangnya konsentrasi suatu reaktan atau bertambahnya suatu produk.
Dapat ditulis :
V=
Dengan
V=
V
[A]
[B]
t
(Sastrohamidjojo, 2001)
2.11
Energi Aktivasi
Reaksi kimia berlangsung sebagai akibat tumbukan antara molekulmolekul yang bereaksi. Akan tetapi tidak semua tumbukan menghasilkan
reaksi. Dari segi energi ada semacam energi tumbukan minimum yang
harus tercapai agar reaksi terjadi. Untuk bereaksi molekul yang
bertumbukan harus memiliki energi kinetic total sama dengan atau lebih
besar daripada energy aktivasi, molekul utuh dan tidak ada perubahan
akibat tumbukan. Spes yang terbentuk sementara oleh molekul reaktan
sebagai akibat tumbukan sebelum membentuk produk dinamakan
kompleks teraktifkan (keadaan transisi).
(Chang, 2004)
2.12
Analisa Bahan
2.12.1 Logam Mg
Berwarna putih mengkilap
Pada suhu biasa mudah diserbukkan
o
o
Pada suhu tinggi (450 C 550 C) amat lunak
Larut dalam asam encer
Mudah dioksidasi, mudah terbakar
Nyala dalam cahaya yang menyilaukan
2Mg(s) + O2(g) 2MgO(s)
(Basri, 1996)
2.12.2 Asam Klorida (HCl)
Merupakan asam kuat
Tidak berwarna
Mudah larut dalam air
Baunya menusuk hidung hingga berbahaya bagi pernapasan
Tidak larut dalam alcohol
Dapat melarutkan logam-logam mulia
Bahan baku membuat plastic
Hg(s) + 2HCl(g) MgCl2(aq) + H2(g)
(Vogel, 1985)
2.12.3 KMnO4
Berwarna ungu
Titik dekomposis
Larut dalam air
Digunakan dalam volumetrik dan agen oksida
(Bird,1987)
2.12.4 Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam organik dan bersifat toksik
Merupakan zat padat hablur
Tidak berwarna
Titik leleh 100oC
Dapat bereaksi dengan basa menghasilkan garam dan air
(Basri, 2000)
2.12.5 Aquadest
Sifat fisik :
Berbentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, titik
didih 100oC, titik beku 0oC
Sifat kimia :
Senyawa dengan formula H2O,elektrolit lemah,terionisasi menjadi
H3O+ dan OH- dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen sebagai
bahan pelarut dalam kebanyakan senyawa dan sumber listrik.
(Basri, 2000)
III. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Percobaan
3.1.1
Alat
Tabung reaksi
Erlenmeyer
Gelas beker
Gelas ukur
Pipet tetes
Stopwatch
Labu ukur
3.1.2 Bahan
Pita Mg
HCl
H2C2O4
KMnO4
Aquadest
Gelas beker
Gelas ukur
tabung reaksi
labu ukur
Pipet tetes
Buret
stopwatch
elenmeyer
10 mL HCl 2 M
10 mL HCl 2 M
Labu ukur
Labu ukur
Pengenceran menjadi
1,6 M
Penuangan 10 mL
HCl
10 mL HCl 1,6 M
Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Pemasukan pita Mg
10 mL HCl 2 M
10 mL HCl 2 M
Labu ukur
Labu ukur
Pengenceran menjadi
1,2 M
Pengenceran menjadi 1, 4M
Penuangan 10 mL HCl
10 mL HCl 1,4 M
Gelas beker
Penuangan 10 mL
HCl
10 mL HCl 1,2 M
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai Mg
habis
hasil Perulanga 2 kali
Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai
Mg habis
hasil Perulanga 2 kali
10 mL HCl 2 M
10 mL HCl 2 M
Labu ukur
Labu ukur
Pengenceran menjadi
0,8 M
Penuangan 10 mL
HCl
10 mL HCl 0,8 M
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai Mg
habis
hasil Perulanga 2 kali
Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai
Mg habis
hasil Perulanga 2 kali
10 mL HCl 2 M
Labu ukur
Pengenceran menjadi 0,6 M
Penuangan 10 mL HCl
10 mL HCl 0,6 M
Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai Mg
habis
hasil Perulanga 2 kali
10 ml H2C2O4 + 12 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
Penyiapan buret yang berisi KMnO4 0,1 M
Penggoyangan campuran hingga homogen
Penambahan 2 ml KMnO4 0,1 M
Pencatatan waktu sampai terjadi perubahan warna
Pengamatan
hasil
Erlenmeyer 2
20 ml H2C2O4 + 2 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
Penyiapan buret yang berisi KMnO4 0,7 M
Penggoyangan campuran hingga homogen
Penambahan 2 ml KMnO4 0,1 M
Pencatatan waktu sampai terjadi perubahan warna
Pengamatan
hasil
Erlenmeyer 3
10 ml H2C2O4 + 10 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
Penyiapan buret yang berisi aquadest
Penggoyangan campuran hingga homogen
Penambahan 2 ml KMnO4 0,1 M
Pencatatan waktu sampai terjadi perubahan warna
Pengamatan
hasil
PERCOBAAN III
LARUTAN DAN KELARUTAN : EKSTRAKSI PELARUT
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1. Mengetahui perbedaan daya larut zat terlarut dalam pelarut berbeda.
1.2. Mengenal dan mampu menentukan konsentrasi dengan metode ekstraksi pelarut.
Disebut homogen, karena susunan dapat begitu seragam, sehingga tak dapat
diamati adanya bagian-bagian yang berlainan. Medium pelarut disebut (solvent) dan zat
terlarut disebut zat pelarut (solute).
Kelarutan suatu zat yang melarut adalah kuantitas zat tersebut yang menghasilkan
suatu larutan jenuh dengan sejumlah tertentu pelarut.
(Keenan, 1984)
C2
=
C1
= Kd
2.4.1 Ekstraksi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem ion
berasosiasi
Berlangsung jika terdapat pembentukan khelat (struktur cincin).
Contoh :
Pada ekstraksi pelarut, kita mempunyai P=2, yaitu fase air dan organik, C=1,
yaitu zat terlarut didalam pelarut dan fase air pada temperatur dan tekanan tetap sehingga
V=1.
Jadi didapatkan :
2 + 1 = 1 + 2, yaitu P + V = C + 2
(Khopkar, 1990)
Hukum Distribusi Nearnst menyatakan bahwa :
Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur
sedemikian rupa, sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah
konstanta pada suatu temperatur tertentu :
[A
=1]tetapan
[A2]
Dimana, [A1] = menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair I.
[A2] = menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair II.
(Underwood, 1999)
2.6. Mekanisme Reaksi
Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap, yaitu :
1. Pembentukan kompleks tidak bermuatan.
2. Distribusi dari kompleks yang terekstraksi.
3. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik.
(Khopkar, 1990)
pengocokan, sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada
kedua lapisan. Setelah ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan.
b. Ekstraksi kontinu
Digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil, sehingga untuk pemisahan
yang kuantitatif diperlukan berapa tahap ekstraksi.
c. Ekstraksi kontinu counter current
Fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan larutan
yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan untuk pemisahan zat,
isolasi ataupun pemurnian.
(Khopkar, 1990)
2.9. Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang
pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan suatu larutan lain yang konsentrasinya
diketahui. Pada suatu titrasi salah satu larutan yang mengandung suatu pereaksi
dimasukkan kedalam buret, larutan dalam buret disebut penitrasi dan selama titrasi,
larutan ini diteteskan perlahan-lahan melalui kran kedalam labu erlenmeyer yang
mengandung pereaksi-pereaksi lain. Larutan penetrasi ditambahkan sampai seluruh reaksi
selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warnanya indikator, suatu zat yang umumnya
ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan yang mengalami suatu macam
perubahan warna. Perubahan warna ini menandakan tercapainya titik akhir titrasi.
(Brady, 1999)
2.12.1. Struktur PP :
C
C
OH
OH + H 2 O
O
OH
C
O
OH
O + H 3O+
OH
Ir2-, merah
(Underwood, 1998)
Sabun
Garam natrium atau kalium dari asam karboksil rantai panjang (asam
lemak), yang mempunyai sifat khas dapat mendispersikan zat organik non polar
ke dalam air.
(Pudjaatmaka, 2002)
2.13.2.
Aquades (H2O)
Cairan tidak berwarna, titik leleh 00C, titik didih 1000C. Dalam fase gas,
air terdiri dari satu molekul H2O dengan sudut H-O-H 1050.
(Daintith, 1994)
2.13.3.
Alkohol
Senyawa organik yang mengandung gugus OH, reaksinya dengan asam
menghasilkan ester dan dehidrasi menghasilkan alkena dan eter.
(Daintith, 1994)
2.13.4.
Kloroform
Cairan haloform atsiri, berbau manis, tanpa warna, CH 3Cl3. Kloroform
merupakan anestik yang ampuh, tetapi dapat merusak hati, digunakan sebagai
pelarut dan bahan dasar untuk membuat senyawa lain.
(Daintith, 1994)
2.13.5.
NaOH
Padatan lembah-cair bening yang berwarna putih larut dalam air dan
etanol, tetapi tidak larut dalam eter, bersifat sangat basa dan sangat korosif
terhadap jaringan tubuh dan membahayakan mata.
(Daintith, 1994)
2.13.6.
2.13.7.
NaCl
Padatan kristalin tanpa warna, larut dalam air dan sedikit larut dalam
etanol. Sifat kelarutannya dalam air menarik, karena hanya berubah sedikit sesuai
dengan kenaikan suhu.
(Daintith, 1994)
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
- Buret
- Gelas ukur
- Gelas beker
- Labu ukur
- Penangas
- Corong pemisah
- Corong pemisah
- Stopwatch
- Pengaduk
3.1.2. Bahan
- Sabun
- Aquades
- Kloroform
- NaCl
- Alkohol
- NaOH
- Phenolptalein (PP)
Neraca / timbangan
Labu ukur
corong gelas
Corong pemisah
buret
Erlenmeyer
Gelas beker
gelas ukur
pemanas
Pengaduk
Stopwatch
Pipet tetes
20 mL Larutan Sabun
Corong Pemisah
-
Penambahan 10 mL kloroform
Pengocokan
Penambahan 10 mL NaCL
Ekstraksi sebanyak 3x
Lapisan air
Lapisan Kloroform
Corong pemisah
Lapisan air
Lapisan Kloroform
Corong pemisah
-
Lapisan Kloroform
Penambahan 20 mL etanol
Ekstraksi
Lapisan Alkohol
Erlenmeyer
-
Hasil
0,05 g Sabun
Gelas beker
-
10 mL Larutan Sabun
Corong Pemisah
-
Penambahan 10 mL kloroform
Pengocokan
Penambahan 10 mL NaCL
Ekstraksi sebanyak 3x
Lapisan air
Lapisan Kloroform
Corong pemisah
Lapisan Kloroform
Lapisan air
Corong pemisah
Penambahan 20 mL etanol
Ekstraksi
Lapisan Alkohol
Lapisan Kloroform
Erlenmeyer
Hasil
PERCOBAAN 4
ABSORPSI CAHAYA OLEH MOLEKUL :
SPEKTROFOTOMETRI
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui bahwa molekul dapat menyerap cahaya
2. Mengenal dan mampu menentukan konsentrasi larutan dengan metode
penyerapan cahaya
2.2 Spektrofotometer
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Suatu
spektrofotometer tersusun dari spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi
untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
sampel dan blanko ataupun pembanding.
(Khopkar, 1990)
celah dan suatu unsur dispersif. Monokromator juga memencilkan pita sempit panjang
gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
c. Sel absorpsi
Dapat berupa cuvet kaca atau cuvet kaca cara, sedang di daerah UV digunakan sel
kuasa.
d. Detektor
Berupa transduser yang mengubah energi cahaya menjadi suatu syarat listrik detektor
diharapkan memiliki kepekaan tinggi dalam daerah spektra yang diamati, respon linier
terhadap gaya radiasi, waktu respon cepat, dapat digandakan dan kestabilan tinggi.
e. Wadah untuk sampel
f.
Penggandaan / amplifier dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik ini
memadai untuk dibaca.
Suatu sinar yang melewati larutan dengan ketebalan b cm dan konsentrasi zat
penyerap sinar c, maka akan mengalami sebuah pengurangan. Jika sinar yang akan masuk
dilambangkan Po, maka sebagai akibat interaksi diantara cahaya dan partikel partikel penyerap
/ pengabsorbsi merupakan berkurangnya sinar dari P o ke P. Transmitansi larutan T merupakan
bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan, sehingga :
T= P
Po
Transmitan (T) sering dinyatakan sebagai presentase (% T). Absorbansi (A) dari suatu larutan
dinyatakan sebagai persamaan :
A = - log T = log Po
P
Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap larutan yang disebut absorban A dengan
jumlah zat-zat c dengan persamaannya adalah :
A = a.b.c
Dimana, a adalah tetapan untuk semua jenis zat dan b merupakan tebal / tinggi larutan yang
ilalui oleh cahaya / sinar.
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak secara visual
dengan kepekatan warna yang sama.
A1 = a.b1.c1
dan
A2 = a.b2.c2
sehingga :
c2 = b1.c1
b2
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer yang dilengkapi dengan fotosel.
( Brady, 1984 )
2.3 Hukum Bougner Lambert
Hubungan antara serapan radiasi dan panjang jalan melewati medium yang menyerap
mula-mula dirumuskan oleh Bougner
Lambert (1768). Jika suatu berkas radiasi monokromatik (radiasi dengan panjang gelombang
tunggal) diarahkan menembus medium itu, ternyata setiap lapisan menyerap fraksi yang sama
besar. Misalnya bila lapisan pertama fraksi yang separuh radiasi yang memasuki lapisan
tersebut, maka lapisan kedua akan menyerap separuh dari radiasi yang memasuki lapisan keluar
dari lapisan kedua ini akan menjadi seperempat dari daya aslinya, dan lapisan ketiga
seperdelapan dan seterusnya.
Penemuan Bougner-Lambert dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :
- dP
= ki.P
db
dimana, dP = daya absorbsi (absorbansi)
db
ki = koefisien ekstengsi molar larutan
P = tebal larutan / lapisan yang dilewati cahaya pada medium
Tanda () menunjukan daya itu berkurang karena penyerapan.
dengan mengintegrasi antara Po dan P serta b maka :
Po
dP
P
dP
ab d b
ki
- (ln P ln Po) = ki.b
ln Po P
= ki.b
ln Po
= ki.b
P
log Po
P
= ki.b
(Underwood, 1996)
= ki.P
dc
dPo
Po
dc d
ki
- (ln P ln Po) = ki.c
ln Po ln P = ki.c
ln Po
= ki.c
P
log Po
= ki.c
P
Dimana, log Po
P
ki
= konsentrasi larutan
Hukum Beer dapat iterapkan benar-benar untuk radiasi monokromatik dimana sifat dasar
spesies penyerap tabung berubah sepanjang jangka konsentrasi yang diselidiki.
(Underwood, 1996)
dan
(Hukum Lambert)
(Hukum Beer)
= f(b).c
f(c)
= f(b)
f(c)
= f(b)
sehingga dihasilkan :
log Po
= f(c).b
= .b.c
= f(b).c
= .b.c
P
log Po
P
Rumus tersebut menjadi :
A = .b.c
log Po = f [b].c
Sinar sinar x
10-11 10-9
UV
Gelombang radio
10-1
107 109
101
103
105
Sedangkan spectrum cahaya tampak dan warna-warna komplementer ditunjukan pada table
berikut :
Panjang gelombang
(mm)
warna
warna komplementer
400-435
violet
kuning - hijau
435-480
biru
kuning
480-490
hijau biru
orange
490-500
biru hijau
merah
500-560
hijau
ungu
560-580
kuning hijau
violet
580-595
kuning
biru
595-610
orange
hijau - biru
610-750
merah
biru - hijau
(Underwood, 1999)
berbeda (spektrometri)
d. Dibelokkan
e. Diubah sudut getarnya (polarimetri)
(Handayana,1994)
Po
dimana
= L.cm
-1
mol-1
(Handayana, 1994)
dianalisis.
c. Syarat cahaya
Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul monokromatik
(cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang).
d. Syarat kejernihan
Kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid, menyebabkan
penyimpangan. Sebagian cahaya akan dihamburkan oleh partikel koloid
akhirnya kekuatan cahaya diabsorbsi berkurang.
Supaya hokum Beer dapat dipakai dengan baik maka :
a. konsentrasi rendah
b. zat yang diukur harus stabil
c. cahaya yang dipakai harus monokromatis
d. larutan yang diukur harus jernih
(Handayana,1994)
2.12 Spektrum absorbsi
Spektum anbsorbsi suatu senyawa yang ditetapkan dengan spektrofotometer, dapat
dianggap sebagai indikasi identitas yang lebih elegan, obyektif dan andal. Spectrum absorbsi
tergantung tidak hanya sifat dasar kimia dari senyawa tersebut, namun juga factor-faktor lain.
Perubahan pelarut sering menghasilkan geseran dari pita serapan ribuan senyawa dan bahan
telah direkam dan mencari spectra-spektra yang cocok untuk pembanding sehubungan dengan
suatu problem khusus dapat merupakan kesukaan terdapat data empiris dalam literatur yang
menunjukkan efek subsituen terhadap panjang gelombang pita serapan dalam spectra molekul
induk.
(Underwood, 1994)
2.13 Hukum dasar spektroskopi absorbansi
Lambert (1760) dan Beer (1852) dan juga Bougner menujukkan hubungan :
T = Pt
Po
log (T) = log Pt
= -a.b.c
Po
log 1 = log Po
T
= a.b.c
=A
Pt
Jika terang intensitas Io pada panjang gelombang ditentukan melalui suatu solusi
yaitu suatu jenis zat yang dapat menyerap cahaya. Cahaya yang muncul dengan intensitas I
mungkin terukur oleh suatu defektor yang sesuai.
Hukum Lambert-Beer:
Log
Io = A = a.b.c
I
Dimana : A = absorbansi
a = absortivitas molar
b = panjang
c = konsentrasi
(Pavia, 1991)
Mekanismenya:
- Transfer elektron terjadi pemindahan elektron dari ato satu ke yang lain.
- Transfer atom, reduktor dan oksidator terikat dengan jembatan atom ion
melalui jembatan elektron berpindah dari atom satu ke atom yang lain.
(Brown, 1997)
2.17 Analisis Bahan
2.17.1 K3Fe(SCN)6
Berupa kristal berwarna merah darah, larut dalam suhu 0C, bersifat racun,
merupakan suatu oksidator, dalam lingkungan basa, dapat berubah menjadi kalium ferosianida,
dipakai dalam pemotretan dan reagen di laboratorium.
(Pringgodigdo, 1990)
2.17.2 Aquadest
Berupa cairan tidak berwarna, tidak berasa, berat molekul 18,016 titik beku 0C,
titik didih 100C, ineks bias 1,333 , bersifat polar, merupakan senyawa netral dengan pH 7,
berat jenis 1 gram/cm 2, ikatan hydrogen membentuk sudut 109,2 , alcohol dan etil eter,
merupakan pelarut / pengencer yang baik, larut dalam K 3Fe(SCN)6, termasuk elektrolit lemah,
pemurniannya dengan penyulingan koagulasi.
(Pringgodigdo, 1990)
III. Metode percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- spektrometer
- tabung reaksi
- kuvet
3.1.2 Bahan
- K3Fe(SCN)6 0,01 N
- Aquadest
Pipet tetes
cuvet
Spektrofotometer
gelas beker
tabung reaksi
Hasil
konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil
4 mL K3Fe(SCN)6 + 6 mL aquades
Tabung reaksi 4
konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil
6 mL K3Fe(SCN)6 + 4 mL aquades
Tabung reaksi 5
Penggojogan hingga homogen
Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7
Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui
konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil
8 mL K3Fe(SCN)6 + 2 mL aquades
Tabung reaksi 6
konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil
10 mL K3Fe(SCN)6
Tabung reaksi 7
PERCOBAAN V
REAKSI KIMIA II: SINTESA DAN STOIKIOMETRI
I.
TUJUAN PERCOBAAN
I.1
I.2
II.
DASAR TEORI
2.1
Stoikiometri
Rendemen Teoritis
Rendemen
teoritis
adalah
banyaknya
suatu
hasil
reaksi
yang
Rendemen Nyata
Rendemen nyata merupakan suatu hasil reaksi yang didapat dari penelitian
atau praktek. Rendemen nyata pada suatu percobaan biasanya lebih kecil dari
rendemen teoritis. Hal ini disebabkan karena adanya kesetimbangan reaksi dan
terdapat beberapa jenis hasil reaksi. Perbandingan rendemen teoritis dengan
rendemen nyata biasanya disebut rendemen prosentase.
(Keenan,1991)
2.2
x 100 %
Rendeman
nyata
Rendeman
teoritis
(Keenan, 1994)
2.3
Aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam
jarum. Dalam
pembuatan aspirin tidak akan dihasilkan produk yang baik jika suasananya
berair, karena asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam
salisilat berair. Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat
dengan katalisator H2SO4 pekat. Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H
pada gugus OH dan asam salisilat dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat.
Karena asam salisilat adalah desalat phenol, maka reaksinya adalah asetilasi
destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang kuat dari phenol,
tetapi tergantung pada pemakaian, pemisahan ikatan OH. Jika dipakai asam
karboksilat untuk asetilasi biasanya rendemen rendah. Hasil yang diperoleh akan
lebih baik. Jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester
asetat. Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol (karena doperoleh dari
esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat).
Struktur Aspirin:
O
C
(Mulyono, 2008)
CH 3
2.4
C
OH
( Fisher, O
C OH
OH
C CH3
H2SO4
O
O
Asam Salisilat
C OH
C CH3
1957 )
O
O C CH 3
panas
O
H 3 C C OH
Asam Asetat
Aspirin
2.5
2.5.1
Sifat Fisik
2.5.2
Sifat Kimia
O
O
CH 3
OH
NaOH
CH3COONa
COOH
COOH
O
O
CH3
H3C
H2
C
H2
C
CH3
C 2H 5
OH
H 2O
COOH
O
Dengan air terhidrolisis menjadi asam salisilat bebas dan asam asetat
O
O
CH3
OH
CH3COOH
H 2O
COOH
COOH
Tidak terhidrolisis dalam asam lemak, karena dalam lambung tidak diserap
dahulu. Setelah dalam usus halus, dalam suasana basa dapat terhidrolisis
menghasilkan asam salisilat bebas.
(Fieser, 1987)
2.6
Stabilitas Aspirin
Uji stabilitas adalah suatu usaha untuk mengetahui perubahan konsentrasi zat
aktif obat setelah obat tersebut mengalami perlakuan tertentu, misalnya
penyimpanan, pemanasan, penyinaran dan pencampuran dengan bahan lain (Martin
et al, 1993). Untuk mengetahui teori stabilitas ini diperlukan pengetahuan tentang
kinetika kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain
adalah konsentrasi, temperatur, solven, katalis, dan cahaya. (Martin et al, 1993)
Stabilitas parasetamol telah dipelajari oleh Koshy dan Lach. Hidrolisis yang spontan
ditemukan karena kesalahan yang tidak disengaja.
(Austin, 1955)
2.7
1.
2.
3.
4.
5.
Mengeringkan kristal
(Wilcox, 1995)
2.8
Reaksi Asetilasi
Reaksi asetilasi merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung
fungsi amin pertama hes N-asetilasi tidak banyak meningkatkan kelarutan air.
Fungsi utama reaksi asetilasi adalah membuat senyawa menjadi tidak aktif dan
untuk diefektifikasi. Kadang-kadang hasil N-asetilasi bersifat lebih reaktif
daripada senyawa induk. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi asetilasi
adalah pemanasan. Dengan adanya pemanasan sampai suhu tertentu, molekul
akan putus ikatannya dan terionisasi. Faktor lainnya adalah adanya perbedaan
aktivasi enzim.
(Wilcox, 1995)
2.9
Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya
perubahan permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan
kecepatan reaksi. Katalis dibedakan menjadi 2 macam :
a.
b.
pereaksi.
dengan
pereaksi.
(Keenan, 1991)
2.10
Analisa Bahan
2.10.1 Asam salisilat
Berupa hablur putih, berbentuk kristal, tidak berbau, rasanya manis, tidak
larut dalam air dingin, larut dalam air panas dan mudah larut dalam alkohol.
Eternya metal salisilat adalah minyak gandapura, juga terdapat dalam tambahan
lain. Dapat menurunkan suhu badan dan menghilangkan rasa nyeri. Asam
salisilat mempunyai berat molekul 138 g/ mol dan titik leleh: 154oC
Kegunaan: sebagai bahan pengawet karena mencegah pertumbuhan
bakteri, asetatnya (aspirin) digunakan sebagai antiseptik dan pembasmi kuman,
dalam pembuatan zat celup.
(Pringgodigdo, 1990)
2.10.2
untuk
(asetat).
tidak berwarna, titik didih: 340oC. berat molekul 58 g/mol, titik leleh:
104,49oC. Asam sulfat pekat digunakan sebagai pengering, sebagai
oksidator, dalam penghilangan minyak bumi, pembuatan sabun buatan, obat-
obatan dan pengolahan logam, industri cat dan warna, industry bahan
pelarut.
(Pringgodigdo,1990)
2.10.4
Etanol
Cairan encer, tidak berwarna, bersifat higroskopis dan larut sempurna
dalam air, mudah terbakar, digunakan sebagai pelarut, bahan bakar dan
farmasi.
(Pudjaatmaka, 2003)
2.10.5
Aquades
Cairan tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, titik leleh 0 oC,
titik didih 100oC, bersifat polar sehingga merupakan pelarut yang baik.
(Pudjaatmaka,2003)
2.10.6
FeCl3
Bersifat asam sehingga melarutkan besi menjadi FeCl2. Mudah larut dalam
air, alkohol, dan eter. Dalam perdagangan dapat diperoleh sebagai hablur
kuning yang mengandung 6 mol air atau sebagai larutan pekat berwarna
coklat karena terjadi hidrolisis yang kuat.
(Pringgodigdo, 1990)
2.10.7
Iodine
Hablur iod berwarna hitam kelabu, berbentuk lempeng dan mengkilap
seperti logam. Mudah menyublim menjadi uap, ungu, dan berbau tajam seperti gas
klor. Iod itu sedikit larut dalam air, mudah larut dalam KI, etanol, eter, gliserol, dan
asam asetat. Uap iod yang berwarna ungu dapat menggores selaput lendir mewarnai
kulit menjadi coklat tua dan dengan larutan pati akan menghasilkan warna ungu.
Berat molekul 253,8 g/mol , energi disosiasi pada 25oC = 36,16 kkal.
(Pringgodigdo, 1990)
III.
METODE PERCOBAAN
3.1
3.1.1
1.
Kertas Saring
2.
Hot Plate
3.
Pengaduk
4.
Gelas Ukur
5.
Termomete
6.
Droplate
7.
Erlenmeyer
8.
Pipet Tetes
9.
Corong
10.
Penangas
11.
12.
Gelas Beker
3.1.2
3.2
Alat
Bahan
1.
Asam salisilat
2.
Asam sulfat
3.
Etanol
4.
FeCl3
5.
Iodine
6.
Aquades
7.
Asam asetat
Gambar Alat
3.3
Skema kerja
2.5 gram asam
salisilat
Labu Ukur
- Penambahan 5 mL asam asetat
anhidrat
- Penambahan 2 tetes asam sulfat dan penggojogan
- Pemanasan dan pengadukan pada suhu 50-60 oC
- Pendinginan dan pengadukan
- Penambahan 37,5 mL aquades
- Pengadukan
- Penyaringan
Filtrat
Residu
- Pelarutan kedalam 7,5 mL
etanol panas
-
Penambahan
17,5
mL
air
hangat
- Pengadukan
- Pendinginan pelan-pelan
-
Pemisahan
kristal
dengan
penyaringan
Residu
Filtrat
-Penimbangan
-Perhitungan
prosentase
Hasil
rendemen
teoritis
dan
rendemen
Percobaan 6
Reaksi Asam-Basa : Asam Ploikromatik
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal ion polikromatik karbonat dan bikarbonat dalam larutan
Mampu menentukan banyaknya komponen ion polikromatik karbonat dan bikarbonat
dalam larutan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Asam Basa
basa. Asam lewis adalah zat yang dapat menerima sepasang elektron. Sedangkan
basa Lewis adalah zat yang dapat memberikan sepasang elektron.
(Fessenden, 1986)
Asam Poliprotik
Salah satu contoh asam poliprotik adalah asam karbonat dengan dua anion yaitu
ion karbonat dan ion bikarbonat. Kedua anion tersebut sering berada bersama-sama dalam
larutan. Keberadaannya dapat dibuktikan secara kualitatif dan kuantitatif. Ion karbonat dan
bikarbonat mempunyai ciri-ciri tersendiri misalnya dengan indikator PP, larutan yang
mengandung ion karbonat akan berwarna merah muda, sedangkan larutan yang
mengandung ion bikarbonat akan menjadi jernih. Asam karbonat bersifat tidak stabil dan
mudah terurai menjadi air dan CO2
H2CO3 (aq) H2O(l) + CO2(g)
Asam yang ditambahkan ke suatu larutan karbonat seperti Na 2CO3 cuplikan
karbonat yang mudah larut atau ke dalam larutan karbonat yang sukar larut seperti CaCO 3
akan dibebaskan CO2 tersebut sangat kecil. Jika reaksinya merupakan zat yang
kelarutannya cukup besar, konsentrasi dari ion-ionnya harus besar agar tercapai tingkat
lewat jenuh dari garam tersebut.
(Brady, 1999)
Titrasi Asidimetri
Asidimetri adalah penentuan kadar basa dalam suatu larutan dengan larutan asam
yang telah diketahui konsentrasinya sebagai titran. Syarat-syarat titrasi dapat dipakai
sebagai dasar titran:
1. Reaksi harus berlangsung cepat. Kadang-kadang reaksi dipercepat dengan pemanasan
atau penambahan katalis yang tepat
2. Reaksi harus stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping
3. Salah satu sifat dan system yang bereaksi harus mengalami perubahan yang besar
4. Harus ada indikator yang digunakan untuk menunjukkan perubahan tersebut
Dalam asidimetri berlaku ketentuan titik ekuivalen yaitu dimana jumlah gram
ekuivalen asam sama dengan jumlah gram ekuivalen basa. Dalam hal ini, 1 grek sebading
dengan mol yang dibutuhkan/dilepaskan dalam reaksi. Jika hubungan antara grek dengan
mol bergantung pada reaksi, misalnya :
Na2CO3 + 2 HCl 2 NaCl + H2O + CO3
Na2CO3 manangkap 2 mol H+ untuk menjadi NaCl, maka 1 mol NaCO32- 2 grek.
Na2CO3 + HCl NaHCO3 + NaCl
Ion Karbonat
Ion karbonat merupakan ion berbentuk planar berisi kation yang berkaitan dalam
tiga atom oksigen pada sudut segitiga sama sisi.
Struktur ion karbonat:
-1
O
C
O
-2
O
C
-3
O
C
Ion karbonat dapat dibuat dengan mereaksikan 1 mol CO 2 dengan 2 mol NaOH, dengan
reaksi:
Kelarutan semua karbonat netral atau normal, kecuali karbonat dari logam alkali serta
amonium tidak larut dalam air.
(Vogel, 1995)
Ion Bikarbonat
Ion bikarbonat dapat dibentuk/dibuat dengan mereaksikan karbonat bikarbonat
dengan kalsium. Mereka terbentuk karena reaksi asam karbonat yang berlebihan terhadap
karbonat normal, baik dalam larutan air atau suspensi dan terurai pada pendidihan larutan.
Reaksi:
CaCO3 + H2O Ca2+ + 2 HCO3-
2.5.1
2.5.2
Reaksi:
dalam
CH
CH 2
OH
CH2
CH
C
H
H
C
OH
HC
HC
H 2C
C
H
CH
Struktur fenolftalein
(Basri, 1996)
2.6.2 Indikator Ftalein
Dibuat dengan kondensasi anhidrat ftalein dengan phenol yaitu PP pada pH 8-9,8
berubah warna menjadi merah.
2.6.3 Indikator Sulfoftalein
Dibuat dari kondensasi anhidrat ftalein dengan sulforat. Yang termasuk didalamnya
yaitu thymol blue, m-eresol purple, denofenolred.
Perubahan warna
Rentang pH
Metil orange
Merah ke kuning
3,1 - 4,4
Metil merah
Merah ke kuning
4,2 - 6,2
Lakmus
Merah ke biru
5,0 - 8,0
Metil ungu
Ungu ke hijau
4,8 - 5,4
Fenolftalein
8,0 - 9,6
(Underwood, 1999)
Titrasi
Pengertian Titrasi
Suatu metode penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh
tertentu yang akan dianalisis. Dalam analisis larutan asam-basa, titrasi melibatkan
pengurangan yang seksama volume suatu asam dan basa yang tepat saling
menetralkan.
(Keenan, 1990)
Titrasi Karbonat
Ketika CO2 diabsorbsi oleh sebuah larutan standar NaOH normalitas dari larutan
akan terpengaruh jika indikator fenolftalein digunakan. Diutarakan juga bahwa
campuran dari karbonat dan hidroksida, atau karbonat, dapat ditentukan melalui
titrasi dengan menggunakan indikator fenolftalein dan metil orange.
pKa asam karbonat yang pertama adalah 6,34 dan yang kedua adalah 10,36,
sehingga perbedaannya adalah 4,02 satuan. Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai
basa dengan sebuah titran asam kuat, dimana dalam kasus ini jelas didapat:
CO32- + H3O+ HCO3- + H2O
HCO3- + H3O+ H2CO3 + H2O
Fenolftalein dengan skala pH 3,0 sampai 9,6 adalah indikator yang cocok untuk
titik akhir pertama, karena pH sebuah larutan NaHCO 3 adalah (pKa1 + pKa2) atau
atau 8,35.
Metil orange dengan skala pH 3,1-4,4 cocok untuk titik akhir yang kedua. Sebuah
larutan CO2 jenuh mempunyai pH sekitar 3,9. tidak satupun titik akhir terlihat
tajam, namun yang kedua dapat secara luas ditingkatkan dengan menghilangkan
CO2. biasanya sample-sample yang hanya mengandung sodium karbonat (soda abu)
dinetralisasi sampai titik metil orange dan asam yang berlebihan ditambahkan. CO 2
dihilangkan dengan mendidihkan larutan dan asam yang berlebih tersebut dititrasi
dengan basa standar.
(Underwood, 1999)
Reaksi Pengendapan
Reaksi pengendapan yaitu reaksi yang sangat berkaitan dengan hasil kali kelarutan
(Ksp). Jika hasil kali konsentrasi dengan pangkat yang semestinya antara dua ion melebihi
nilai dari hasil kali kelarutan yang bersangkutan, maka kombinasi kation dan anion
tersebut akan mengendap dalam larutan kembali mencapai nilai hasil kali kelarutan.
Reaksi:
2 NO3PO4(l) + 3 BaCl2(aq) Na3(PO4)2(s) + NaCl(aq)
(Rosenberg, 1989)
Analisa Bahan
CaCl2
Senyawa putih lembab, cair, larut dalam air. Berat jenis 2,15, titik leleh 772 oC, titik
didih 7600 oC . ada sejumlah bentuk terhidrasi, antara lain monohodrat (CaCl 2,
H2O), dihidrat (CaCl2, 2 H2O). kebanyakan kalsium klorida dibentuk sebagai hasil
samping.
(Daintith, 1994)
NH3
Gas tidak berwarna, bau menyengat, titik leleh -74 oC, titik didih -30,9 oC. sangat
larut dalam air dan alcohol. Dapat dibuat dengan mereaksikan garam amonium
dengan basa seperti kalsium hidroksida atau dengan hidrolisa suatu hidrida.
(Basri, 1996)
HCl
Merupakan asam kuat dan elektrolit kuat, tidak berwarna, titik didih -85,03 oC, titik
leleh -114,19 oC, dapat digunakan sebagai agen pereduksi.
(Daintith, 1994)
Metil Orange
Zat warna organik yang digunakan dalam indikator asam-basa. Berubah merah
dibawah pH 3,1 dan menjadi kuning di atas pH 4,4 (25 oC) digunakan pada titrasi
yang melibatkan basa lemah. Merupakan suatu basa dan berwarna kuning dalam
bentuk molekulnya.
Na
O3
S
Na
O3
S
N
N
N(CH3 )2 + H3 O
N(CH3)2 + H2O
(Basri, 1996)
Fenolftalein
Zat warna yang digunakan sebagai indikator asam-basa, tidak berwarna dibawah pH
8 dan berwarna merah di atas pH 9,6. senyawa ini digunakan dalam titrasi yang
melinatkan asam lemah dan basa kuat dan digunakan pula sebagai pencahar.
(Daintith, 1994)
Aquades
Merupakan persenyawaan hidrogen dan oksigen, tidak berbau dan tidak berasa,
tidak berwarna, titik beku 0 oC, titik didih 100 oC, bersifat polar.
(Basri, 1996)
III.
METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat
- gelas beker
- pipet tetes
- gelas ukur
- corong
- kertas saring
- pengaduk
- buret
- statif
- erlenmeyer
3.1.2
Bahan
- CaCl2
- Fenolftalein (PP)
- NH3
- HCl
- Metil orange
- Aquades
Gambar Alat
Gelas beker
Corong
Erlenmeyer
Gelas ukur
Pengaduk
Statif
Pipet
Buret
Kertas saring
Rangkaian alat titrasi
10 mL cuplikan
Gelas beker
Penambahan CaCl2
Endapan kalsium karbonat
Penyaringan
Endapan
Filtrat
Penambahan sedikit amonia
Larutan menjadi keruh dan
terbentuk endapan putih
10 mL cuplikan
Erlenmeyer 100 mL
Penambahan 3 tetes indikator PP
Titrasi dengan larutan standar 0,1 N HCl
Pencatatan volume HCl
10 mL cuplikan
Erlenmeyer 100 mL
PERCOBAAN 7
REAKSI KIMIA III : KATALIS ENZIMATIS
I. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi.
b. Untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai katalis.
c. Untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis enzimatis.
II. Dasar Teori
2.1. Enzim
Kata enzim berarti dalam ragi. Manusia telah menggunakan enzim sejak zaman
prasejarah dalam memproduksi anggur, cuka dan keju. Suatu enzim adalah suatu katalis
biologis. Hewan tingkat tinggi mengandung ribuan enzim. Enzim merupakan katalis
yang lebih efisien dari pada kebanyakan katalis laboratorium atau industri. Enzim juga
memungkinkan suatu selektivitas pereaksi dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak
dimungkinkan oleh kelas katalis lain. Semua enzim adalah protein. Untuk aktivitas
biologis, beberapa enzim memerlukan gugus-gugus prostetik atau kofaktor.
(Fessenden, 1986)
Enzim merupakan polimer biologis yang mengkatalisis lebih dari satu proses
dinamik yang memungkinkan kehidupan. Sebagai determinan yang menentukan
kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan peran
sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok
energy serta unsur-unsur kimia pembangun tubuh (building blocks); perakitan building
block tersebut menjadi protein, membrane sel. Serta DNA yang mengkodekan informasi
genetic; dan akhirnya peeenggunaan energy untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini
dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat.
(Murray, 2001)
2.2. Klasifikasi Enzim
International Union of Biochemistry (IUB) membagi enzim menjadi 6 kelas, yaitu:
Oksidoreduktase : mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, dan biasanya
menggunakan koenzim :
NAD+
2.
NADP+
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Dehidrogenase, Oksidase, dan
Hidroksilase
1.
Transferase : mengkatalisis pemindahan gugus tertentu, seperti gugus 1karbon, gugus aldehid dan keton, gugus asil, gugus glikosil, gugus fosfat
b. Koenzim
Adalah bagian enzim yang bukan protein.
Sifat: - tahan terhadap panas
- mampu melewati membran dialis.
Holoenzim adalah gabungan antara apoenzim dan koenzim yang terikat satu sama lain.
Koenzim, kofaktor, gugus prostetik merupakan kokatalis. Gugus prostetik terikat erat pada
apoenzim sedangkan kofaktor tidak begitu erat. Gugus prostetik adalah bagian dari enzim yang
berbentuk molekul organic. Koenzim adalah suatu bagian yang bertindak sebagai penerima
hydrogen atau akseptor hidrogen seperti NAD/ATP.
( Winarno, 1986 )
Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, disamping itu terdapat pula bagian
yang bukan protein yang penting untuk aktivitas katalitik. Bagian yang bukan protein ini disebut
kofaktor. Koenzim adalah bentuk tertentu dari kofaktor.
Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu : gugus prostetik, koenzim dan ion
metal. Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi dengan apoenzim dan bersifat
sewaktu (tidak permanen), biasanya pada saat berlangsung katalisis. Selanjutnya koenzim yang
sama dapat menjadi kofaktor pada enzimyang berbeda. Pada umumnya koenzim tidak hanya
membantu enzim memecah substrat, tetapi juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk
produk yang terjadi. Kebanyakan komponen kimia koenzim adalah vitamin.
(Shahib, 1992)
a. Inhibitor Enzim
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim,
misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa.
Inhibitor dapat dikelompokkanmenjadi tiga macam yaitu inhibitor
kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik.
(Poedjiadi, 1994)
Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat (katalitik).
Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya menyerupai struktur
kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara
reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya membentuk kompleks EnzS,
justru membentuk kompleks enzim inhibitor (Enzl).
Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat persaingan antara S dan I.
struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip dengan struktur S dan
dapat dianggap berkaitan dengan domain yang berbeda pada enzim. Inhibitor
merubah
suatu
atau
reaksi
3) Konsentrasi Enzim
Laju meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim jenuh lebih
sedikit dari konsetrasi substrat.
4) Konsentrasi Substrat
Laju reaksi yang mengkatalisasikan dengan enzim mula mula berada pada
kesetimbangan, namun seiring konsentrasi substrat dinaikkan lebih lanjut atau berlebih
akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum suatu reaksi hingga pada saat
penambahan substrat lebih lanjut tidak mempengaruhi reaksi (kinetika penjenuhan).
( Petrucci, 1997 )
E+
S
Keterangan :
ES
E+P
E+S
= enzim + substrat
ES
E+P
= enzim + produk
Bentuk yang diubah dari produk menyebabkan kompleks itu berdisosiasi dan
permukaan enzim siap menerima substrat lain. Teori aktivitas enzim ini disebut Teori
Kesesuaian Terimbas (Induced-Fit Theory).
( Fessenden, 1983 )
37o C
Temperatur
( suhu optimum )
Gambar Grafik
Hubungan temperatur dengan aktivitas
(Underwood, 1994)
enzim
Aktivitas
Enzim
pH
( suhu optimum )
Gambar Grafik
Hubungan pH dengan aktivitas enzim
(Poedjiadi, 1994)
Dalam reaksi yang dikatalis enzim semacam S, disebut substrat atau senyawa yang
transformasinya dikatalis oleh enzim. Pada reaksi ini panah baliknya dihapuskan karena
kesetimbangan reaksinya jauh cenderung menuju ke hasilnya atau sebab beranjak dari
konsentrasi hasil nol (hanya meninjau tahap awal reaksi sebelum hasil yang memadai
terkumpul). Hal ini berarti bahwa jumlah dari bentuk hasilnya tidak penting. Jadi dengan model
ini dapat pula dicakup peningkatan banyaknya reaksi enzim. Dan dengan hasil ini dapat di
tuliskan :
S+A
Amilum
Sifat Fisik : Merupakan polisakarida yang terbentuk dari cara sintesa banyak terdapat pada
tanaman.
Sifat Kimia : Campuran 10 -20% amilosa dan 80-90% amilopeptin. Jika bereaksi dengan
iodine membentuk warna hijau.
(Basri, 1996)
2.
Iodin
Sifat Fisik
: Berat atom 126,90 gram/mol, nomor atom 53, berwarna hitam kebiruan
dengan uap ungu,digunakan sebagai bahan antiseptic, katalis dan lain-lain.
Sifat Kimia : Larut dalam alkohol, kloform, eter, gliserol, dan karbon disulfida, tidak larut
dalam air.
(Basri, 1996)
Cu(NO3)2
Sifat Fisik
3.
4.
Sifat Fisik
: Densitas 5,44, titik leleh 280,7C, titik didih 302C, beracun dan korosif,
digunakan untuk antiseptik, mengawetkan kayu.
Pb(NO3)2
Sifat Fisik : Senyawa tidak berwarna, densitas 4,53, titik dekomposisi 233C.
Sifat Kimia : Berbahaya bagi lingkungan, larut dalam air, digunakan sebagai reagen,
pewarna industri tekstil.
(Pringgodigdo, 1973)
Aquades
5.
6.
Sifat Fisik : titik didih 100C, titik beku 0C, memiliki Kb = 0,51 gram/mol.
Sifat Kimia : Memiliki rumus molekul H2O, merupakan senyawa
berwarna.
(Mulyono, 2005)
Larutan Buffer
Larutan yang mempunyai sifat dapat mempertahankan pH lingkungannya
baik oleh pengaruh penambahan sedikit asam atau basa maupun oleh
pengenceran, merupakan campuran yang terdiri dari pasangan konjugasi asam basa
(misalnya : CH3COOH/CH3COO , NH4OH/NH4+). Larutan buffer ada 2 yaitu:
a.Buffer pH 5 (untuk pH agak asam)
b. Buffer pH 7 (untuk pH netral).
(Mulyono, 2005)
8. Saliva
7.
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1 1,2 liter
saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri dari 99,24% air dan 0,58% terdiri atas
ion Ca2+, Na+, K+, PO4-, Cl, HCO3, SO4
2-
ptyalin.
(Milller,1993)
9.
Enzim Amilase
Gelas Beker
Tabung Reaksi
Kertas Saring
Penangas air
Drup plate
Termometer
Pipet Tetes
Corong
Gelas ukur
Penjepit
3.1.2. Bahan
Larutan Amilum 1%
Larutan I dalam KI
Cu(NO3)2
HgCl2
Pb(NO3)2
Larutan buffer pH 5
Larutan buffer pH 7
Aquadest
Gelas beker
Tabung Reaksi
Kertas Saring
Penangas Air
Drup Plate
Termometer
Pipet Tetes
Corong
Penjepit
Gelas ukur
Filtrat
Residu
Hasil
Larutan Amilum
Tabung 1a,2a,3a
Tabung 1b,2b,3b
Campuran
Tabung 1b
Penangas air 37 C
Penambahan setiap 3 menit 1-2 tetes
pada KI
Hasil
b. T = 70C
Larutan Amilum
Tabung 1a,2a,3a
Tabung 1b,2b,3b
Campuran
Tabung 1b
Penangas air 70 C
Penambahan setiap 3 menit 1-2 tetes
pada KI
Hasil
b. Larutan buffer 7
Hasil
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan 3 tetes larutan HgCl2
Penempatan kedalam penangas air 37 C
Penambahan Amilum 1% yang sudah dipanaskan
Pengadukan
c.
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan 3 tetes larutan Pb(NO3)2
Penempatan kedalam penangas air 37 C
Penambahan Amilum 1% yang sudah dipanaskan
Pengadukan
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
PERCOBAAN 8
REAKSI REDOKS
I.
Tujuan Percobaan
Mempelajari beberapa reaksi redoks
II.
Dasar Teori
2.1 Reaksi Kimia
Reaksi kimia adalah zat yang mula-mula terdapat dan kemudian diubah
selama reaksi kimia. Suatu reaksi kimia menunjukkan umur atau lama bereaksi.
Banyaknya atom diruas kiri dan kanan anak panah adalah sama. Misalnya,
persamaan berimbang untuk reaksi antara H2 dan O2 yang menghasilkan air,ditulis
dengan persamaan reaksi:
2H 2 + O2
2H2O
Rumus H2 menyatakan bahwa sebuah molekul hydrogen dari 2 atom itu adalah
diatom sama seperti molekul O2. Molekul air merupakan molekul triatom karena
terdiri dari 3 atom. Persamaan ini menyatakan 2 molekul H2 bereaksi dengan satu
molekul O2 menghasilkan 2 molekul air.
(Keenan,1986)
2.1.1 Reaksi Redoks
Terdapat sejumlah reaksi saat keadaan oksidasi berubah yang
disertai dengan pertukaran electron antara pereaksi. Ini disebut reaksi
oksidasi reduksi atau reaksi redoks. Dari sejarahnya dapat diketahui
bahwa oksidasi dianggap sebagai proses oksigen diambil dari suatu
zat,sedangkan penangkapan hydrogen disebut reduksi.
Reaksi oksidasi adalah suatu perubahan kimia dimana suatu zat
memberikan
atau
melepas
electron,mengalami
penambahan
Persamaan biasa:
Zn (s) + CuSO4
2.2
Bilangan Oksidasi
Dalam reaksi redoks ada perbedaan dalam bilangan oksidasi atau keadaan
oksidasi. Istilah ini digunakan untuk memperlihatkan sesuatu yang saling mengubah dari dua
atau lebih unsur. Misalnya reaksi antara magnesium dengan oksigen:
Terlihat bahwa biloks Mg berubah dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi oksigen berubah
dari 0 menjadi -2. Dengan demikian, oksidasi Mg diikuti dengan bertambahnya biloks. Reduksi
O2 sebaliknya diikuti dengan berkurangnya biloks. Dengan demikian,hal ini memberikan
kepada kita cara lebih umum untuk mendefinisikan oksidasi dan reduksi berkaitan dengan
perubahan dalam bilangan oksidasi dan reduksi.
(Brady,1994)
2.3 Penyetaraan Reaksi Redoks
Banyak reaksi redoks yang sulit disetarakan dengan cara menebak. Reaksi seperti itu
dapat disetarakan dengan metode setengah reaksi ataupun bilangan oksidasi. Metode setengah
reaksi atau metode ion elektron in didasarkan pada pengertian jumlah elektron yang dilepaskan
pada setengah reaksi redoks. Proses penyetaraan in berlangsung melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
Contoh : K2Cr2O7 + HCl KCl + CrCl3 + Cl2 + H2O
Langkah I : menulis kerangka dasar dari dari setengah reksi oksidasi dan setengah
reaksi reduksi secara terpisah dalam bentuk ion.
Oksidasi : Cl- Cl2
Reduksi : Cr2O72- 2Cr3+
Langkah III : jika ada spesies lain selain unsur yang mengalami perubahan bilanagna
oksidasi O2 dan H2, maka penyetaraannya dengan menambahkan spesies yang
bersangkutan pada ruas yang lainnya.
Dalam reaksi in tidak ada.
Langkah V : menyetarakan jumlah elektron yang diserap pada setengah reaksi reduksi
dengan elektron tinggi yang dibebaskan pada setengah reaksi oksidasi denagn cara
memberi koefisien yang sesuai kemudian menjumlahkan kedua setengah reaksi
tersebut.
Reaksi redoks yang setara :
x3
x1
Hasil :
Oksidasi : 6Cl- 3Cl2 +6e
Reduksi : Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O +
o
Persamaan reaksi ion tersebut sudah dianggap cukup. Apabila diperlukan, reaksi redoks
yang setara dapat ditunjukkan dari reaksi ionnya sehingga menjadi :
K2CrO7 + 14 HCl 2 CrCl3 + 3Cl2 + 2KCl + 7H2O
(Petrucci, 1992)
b.
logam bersifat reduktor. Ada sebagian logam yang bersifat reduktor kuat dan reduktor lemah
(mudah teroksidasi).
Reduktor kuat sampai lemah :
Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, H2O2, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, H +, Sb, Bs, Cu,
Hg, Ag, Pb, Au.
Deret volta tersbut, semakin ke kanan sifat reduktornya makin kuat dan oksidasinya makin
lemah. Oleh karena itu, anggota deret volta yang lebih ke kanan melalui reduksi. Reaksi ini
disebut reaksi pendesakan logam.
(Rivai,1995)
2.6 potensial elektroda
Potensial elektroda dapat diukur dalam larutan yang mengandung bentuk
pengoksidasi dan pereduksi dalam konsentrasi yang ekuimolar. Elektroda standar yakni yang
bersentuhan dengan larutan-larutan yang kadar ionya 1M dan tekanan 1 atm. Pengukuran suatu
sel volta adalah pengukuran gaya dorong dari reaksi redoks. Elektroda hydrogen standar
digunakan sebagai elektroda pembanding standar karena harga voltanya nol. Potensial elektroda
standar diukur secara langsung, namun potensial antara dua elektroda standar ideal dapat
dihitung dari pengukuran yang dilakukan terhadap larutan yang lebih encer.
Voltage sel keseluruhan diberikan kepada elektode disebut potensial reduksi standar.
Reaksi katode(reduksi) kebalikan dan elektroda yang sebagai anode dan menjalankan oksidasi.
(keenan,1991)
Table Potensial Reduksi.
Li+(aq) + e- -----> Li(s)
-3.05
-2.93
-2.9
-2.89
-2.87
-2.71
-2.37
-1.85
-1.66
-1.18
-0.83
-0.76
-0.74
-0.44
-0.4
-0.31
-0.28
-0.25
-0.14
-0.13
0.13
0.13
0.2
0.22
0.34
0.4
0.53
0.59
0.68
0.77
0.8
0.85
0.92
0.96
1.07
1.23
1.23
1.33
1.36
1.5
1.51
1.61
1.7
1.77
1.82
2.07
2.87
(ln reduksi)
(Fessenden,1995)
Jika 0 adanya positif, maka reaksi ke kanan akan terjadi seperti yang ditulis dalam
tabel elektroda akan bertindak sebagai katode dari elektrode hidrogen sebagai anode. Jika
tanda ini negatif, reaksi ke kiri akan berlangsung sertamerta dan elektrode hidrogen akan
bertindak sebagai katode (mengambil reduksi) bila sebuah elektrode hidrogen.
a. bertindak sebagai katode, reaksinya adalah
2H+ + 2 H2
(reduksi)
(oksidasi)
Potensial reduksi bertambah untuk lithium sampai flou. Ini berarti bahwa terdapat
kecenderungan yang meningkat dan atas ke bawah untuk memperoleh (mengalami
reduksi) dan kecenderungan yang melepas (mengalami oksidasi). Volta sel merupakan
jumlah aljabar dari potensial oksidasi dan potensial reduksi.
Voltase standar untuk sel:
E0 sel : E0 reduksi+ E0 oksidasi
Jika voltase sel yang dihitung itu positif, reaksi sel itu akan berlangsung serta merta.
(Keenan,1986)
2.9 Agen-Agen Pengoksidasi
Agen-agen pengoksidasi adalah zat yang mengambil elektron dari zat yang
dioksidasi, denagn cara itu menyebabkan terjadinya oksidasi.
(Brady, 1999)
2.9.1 Natrium dan hidrogen peroksida (Na dan H2O2)
Hidrogen peroksida (H2O2) adalah senyawa pengoksidasi yang baik dengan
potensial standar positif yang besar.
H2O2 + 2H+ +2e- 2H2O E = +1,77 V
Dalam larutan yang bersifat asam, senyawa in akan mengoksidasi Fe 2+ menjadi Fe3+. Dalam
larutan alkali, akan mengoksidasi Cr3+ menjadi Cr2O72- dan Mn2+ menjadi MnO2.
Reagen ini digunakan untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dalam sampel yang telah
dilarutkan dalam HCl
(Brady,1999)
3. Ion Tiosulfat (S2O32-)
Ion tiosulfat bila direaksikan dengan oksidator kuat maka S 2O32- akan teroksidasi
menjadi ion sulfat (SO42-) misalnya bila gas klor dialirkan pada larutan Na2SO4 ,
maka akan terjadi reaksi:
4Cl2 + S2O32- + 5H2O 8Cl- + 2SO42- + 10H+
(Brady,1999)
4. Besi (II)
Larutan besi(II) dalam 0,5-1 N H 2sO4 dioksidasi secara lambat dan dipergunakan
sebagai larutan standar . Larutan permanganate, serium(IV), dan dikromat cocok
dalam titrasi larutan besi (III)
5. Kromium(II)
Kromium merupakan agen pereduksi yang kuat
Reaksi:
CFr3+ + e Cr2+
E0 = -0,14V
(Brady,1999)
6. Titanium(III)
Adalah agen pereduksi yang kuat yang berasal dari garam-garamnya.
Reaksi:
TiO2+ +2H+ + e Ti3+ + H2O
E0=+0.104V
7. Oksalat dan arsenic(III)
Larutan standar asam oksalat cukup stabil larutan standar dari sodium oksalat lebih
baik, tidak stabil.
(Brady,1999)
8. Sulfit dan bisulfit
Garam0garam yang mengandung ion sulfat atau bisulfit biasanya dipakai sebagai
reduktor. Anionnya didapat dari netralisasi asam sulfat sebagian atau seluruhnya.
Bila suasananya basa, maka pereaksinya menjadi ion sulfat, baik untuk zat yang
asalnya mengandung ion sulfuit ataupun bisulfit.
(Brady,1999)
2.11 Analisa Bahan
1.
CuSO4
Berwarna biru dan bersifat Higroskopis, digunakan sebagai fungisada, bahan
pewarna dan pengawet kayu
(Sarjoni, 2003)
2.
Logam Alumunium
Berat atom 26,9315 , Tititk lebur 6600C dan titik didih 24500C , ringan dan
berwarna keperakan. Digunakan dalam industry pembuatan pesawat terbang,
alat rumah tangga, merupakan konduktor yang baik
(Sarjoni,2003)
3.
Logam Zn
Berwarna putih kebiruan, tidak larfut dalam air dan larut dalam larutan asam
sulfat
(Sarjoni, 2003)
4.
Logam Cu
Berat atom 63,564. Merupakan konduktor yang baik dan tahan karat
Sarjoni, 2003)
5.
Pb(NO3)2
Kristalnya berwarna putih, beracun, larut dalam air, alcohol, dan methanol
(Sarjoni, 2003)
6.
Logam Fe
Bersifat magnet dan lunak. Terdapat di alam dalam bentuk karbonan sulfide
(The Merck Index,1976)
7.
NaNO3
Memiliki berat molekul 85,04, tidak berwarna, kristalnya bening, butiran atau
bubuknya berwarna putih. Titik leburnya 3080C, Larutannya bersifat netral
(The Merck Index,1976)
8.
H2O2
Berat molekulnya 34,02 tidak berwarna, kurang stabil, dapat membakar kulit.
Tititk lebur -0,430C titik didih 1520C, dapat larut dalam eter, mamapu diuraikan
oleh beberapa pelarut organic.
(The Merck Index,1976)
9.
MnO2
Warnanya hitam, berbentuk Kristal, tidak larut dalam air, berfungsi sebagai
katalis
(Parker,1986)
10.
H2SO4
Berbentuk cair, berminyak, berwarna cokelat gelap, sangat korosif, beracun,
dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kilit, mampu melarutkan semua logam.
(Sarjoni 2003)
11.
KI
Berat molekul 116,02 berwarna putih, kristalnya berbentuk kubus, butiran atau
bubuknya berwarna putih, dapat larut dalam air, alcohol, methanol, aseton,
gliserol dan glikol.
(The Merck Index,1976)
12.
ZnSO4
Merupakan Kristal putih, deret volta 1,9 larut dalam air Digunakan sebagai
skiptik
(Basri,1996)
13.
Zn(NO3)2
Berupa larutan tidak berwarna, Larut dalam air dan alcohol,, tidak berbau,
bersifat asam, keasaman 5% adalah 5,1. Massa molekul 189,35 titik leleh 36 0C
Densitas 2,065
(Basri1996)
14.
FeCL3
Berupa Kristal berwarna cokelat, Lrut dalam ait, alcohol dan gliserol.
(Basri, 1996)
15.
Kanji
Karbohidrat berwarna putih, tanpa bau, tanpa rasa, dan sangat penting bagi
tumbuhan, dihasilkan melalui proses fotosintesis. Adanya kanji dapat
dibuktoikan dengan iodine
(Basri,1996)
3.2
-Pb(NO3)
-Logam Zn
-Logam Cu
-Logam Al
-Logam Fe
-Pb(NO3)2
-H2SO4
-Kanji
-FeCl3
-NaNO3
-KI
-MnO2
Gambar Alat
Tabung reaksi
3.3
gelas beker
kaki tiga
gelas ukur
pipet
Cara Kerja
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
sepotong
Fe
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi
Hasil
Hasil
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi
Hasil
Hasil
tetes
H2SO4 1M
Penambahan 10 tetes KI 0.1M
Penambahan 1 tetes larutan kanji
Pengamatan
Hasil
Pengamatan
Pemanasan
Penambahan 1 tetes larutan kanji
Pengamatan
Hasil