Anda di halaman 1dari 111

PERCOBAAN II

REAKSI KIMIA : KINETIKA KIMIA

I.

Tujuan Percobaan
I.1 Mampu menjelaskan tanda-tanda reaksi kimia
I.2 Mampu menetukan laju dan orde reaksi

II.

Dasar Teori
II.1
Kinetika Kimia
Kinetika kimia merupakan pengkajian laju dan mekanisme reaksi
kimia. Besi lebih cepat berkarat dalam udara lembab dari pada dalam
udara kering, makanan lebih cepat membusuk bila tidak di dinginkan,
kulit lebih cepat menjadi gelap dalam musim panas daripada dalam
musim dingin. Ini merupakan tiga contoh yang lazim dari perubahan
kimia yang kompleks dengan laju yang beraneka menurut kondisi reaksi.
(Keenan, 1998)
II.2

Reaksi Kimia
Reaksi kimia adalah pembentukan ikatan baru. Reaksi yann
terjadi karena materi awal (reaktan) bersama-sama putus atau secara
bergantian untuk membentuk atau beberapa materi yang berbeda
(produk).
(Miller, 1997)
Reaksi-reaksi kimia, ditandai dengan gejala :
a. Timbulnya gas
Contoh : 2 H2O (e) + Mg (s)
Mg(OH)2(aq) + H2 (g)
b. Terbentuknya endapan
Contoh :
Pb(CH3COO)2(aq) + H2SO4(aq)
CH3COOH(aq)+ PbSO4 (s)
c. Perubahan suhu
Contoh : NaOH (aq) + H2SO4 (aq)
Na2SO4(aq) + 2 H2O(aq)
d. Perubahan warna
Contoh : 2 HCl (aq) + CuSO4 (aq)
H2SO4 (aq) + CuCl2 (aq)
(Keenan, 1992)

II.3

Macam-macam Reaksi Kimia


Berdasarkan gejala yang ditimbulkan, reaksi kimia dibedakan
atas:
II.3.1 Reaksi Netralisasi
Reaksi netralisasi yaitu reaksi antara suatu asam dan basa
yang banyaknya secara kimiawi sama. Reaksi antara asam dan basa
pada umumnya membentuk garam dan air.

(Vogel, 1985)
Reaksi penetralan yaitu reaksi antara asam dan basa. Menurut
Arhenius reaksi penetralan adalah reaksi antara 1 ion H + dan 1 ion
OHH+ + OH-

H2O

Menurut teori Bronsted Lowry, reaksi netralisasi dapat dirumuskan :


H3O+
asam 1

OHbasa 2

H2O
+
basa 1

H2O
asam 2
(Rivai, 1995)

II.3.2 Reaksi Pembentukan Endapan


Terjadi jika larutan terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan. Pada reaksi ini, terjadi penggabungan ion positif
dari basa atau garam pereaksi yang bereaksi dengan ion negative
dari asam atau basa pereaksi. Pada akhir reaksi terbantuklah
endapan pada dasar tabung reaksi, contoh :
NaCl + AgNO3
NaNO3 + AgCl
(Vogel, 1985)
II.3.3 Reaksi Pembentukan Gas
Dalam beberapa kasus zat tertentu, dalam suatu reaksi
dapat berupa zat yang tidak larut, yaitu gas atau zat yang
mengurai dan akan menguap sebagai gas. Misalnya. Jika HCl
ditambahkan larutan Na2S menghasilkan H2S (elektrolit lemah)
dan kelarutannya dalam air sangat kecil sehingga mudah
menguap. Reaksi molekulnya adalah sebagai berikut :
2 HCl (aq) + 2 Na2S (aq)
H2S + 2 NaCl
Gejala lain dalam reaksi ialah terbantuknya elektrolit yang sangat
kecil daya analisanya.
(Brady, 1994)
II.3.4 Reaksi Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks dalam analisa kuantitatif sering
terlihat dan digunakan untuk pemisahan atau identifikasi ion
kompleks jika ada perubahan warna larutan. Misalnya :
AgCl (g) + 2 NH3
Ag + [(NH3)2]+ + Cl(Vogel, 1985)
Sering dipakai untuk pemisahan atau identifikasi bila ion
kompleks terbentuk maka terjadi karena dalam larutan
pembantukan kompleks merupakan penyebab pelarutnya endapan
dari reagensia yang berlebih.
(Brady, 1994)
II.3.5 Reaksi Pertukaran Muatan

II.4

Reaksi yang bersifat asam dengan logam adalah sifat dari


golongan lebih luas yaitu satu unsur akan menggantikan unsur
lain dari suatu senyawa. Misalnya:
Zn (s) + CuSO4 (aq)
Cu (s) + ZnSO4 (aq)
Reaksi ini sama dengan reaksi antara senyawa dengan ion
hydrogen yaitu :
Zn (s) + 2 H+ (g)
H2 (g) + Zn2+ (aq)
Reaksi tersebut dapat terjadi jika logam yang dimasukkan
kedalam larutan memiliki daya oksidasi yang besar, sehingga
dapat mereduksi ion logam dalam larutan.
(Vogel, 1985)
II.3.6 Reaksi Redoks
Dalam setiap reaksi redoks, perbandingan polar antara zat
yang dioksidasi dan zat yang direduksi didapat dari persamaan
yang memenuhi jumlah electron yang dilepas sama dengan yang
diikat. Contoh :
5 Fe2+ + MnO4- + 8H+
5Fe3+ + 6Mn2+ + 4H2O
(Underwood, 1990)
Laju Reaksi
Laju reaksi yaitu perubahan konsentrasi konsentrasi reaktan atau
produk terhadap waktu (m/s). Setiap reaksi dapat dinyatakan dengan
persamaan umum,
Reakta
Produk
Persamaan ini, memberitahukan bahwa selama berlangsungnya suatu
reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk.
A
B
Menurut jumlah molekul A dan meningkanya jumlah molekul B sering
dengan waktu yang diperlihatkan dalam sebuah grafik. Secara umum
akan lebih mudah apabila dinyatakan laju dalam perubahan konsentrasi
terhadap waktu. Jadi untuk reaksi diatas dapat dinyatakan lajunya
sebagai :
Laju = - IAJ
t

II.5

atau

- IAJ
t

(Chang, 2004)
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi
II.5.1 Luas Permukaan Bidang Sentuh
Semakin luas permukaan bidang sentuh, reaksi semakin
cepat. Karena bidang sentuh yang luas akan memungkinkan
molekul bertabrakan dengan molekul lain. Hal ini menyebabkan
zat yang terbantuk serbuk reaksinya akan semakin lebih cepat
dari pada reaksi zat yang berbantuk kepingan besar.
(Oxtoby, 2001)
II.5.2 Suhu

Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya suhu.


Dengan naiknya suhu bukan hanya molekul-molekul lebih sering
bertabrakan, tetapi mereka juga bertabrakan dengan bantuan yang
lebih berat karena mereka bergerak lebih cepat.
(Keenan, 1990)
II.5.3 Sifat Dasar Pereaksi
Zat-zat berbeda secara nyata, dalam lajunya mereka
mengalami perubahan kimia. Molekul-molekul hydrogen dan
fluorida bereaksi secara spontan bahkan pada temperature kamar
dengan menghasilkan hydrogen fluoride.
H2 + F2 2 HF (sangat cepat pada suhu kamar)
Pada kondisi serupa, molekul hydrogen dan oksigen
bereaksi sangat lambat, sehingga tak Nampak pertubahan
kimianya.
H2 + O2 2 H2O (sangat lambat pada suhu kamar)
(Keenan, 1990)
II.5.4 Katalis

II.6

Katalis adalah zat yang mempercepat reaksi tanpa


mengalami perubahan kimiayang permanen. Suatu katalis
mempengaruhi kecepatan reaksi dengan jalan:
1. Pembentukan senyawa antara (katalis homogen)
2. Absorbsi (katalis heterogen)
II.5.5 Konsentrasi
Perubahan kimia timbul sebagai akibat dari tumbukan
molekul. Semakin banyak tumbukan yang terjadi, semakin besar
laju reaksinya. Jika konsentrasi reaktan semakin tinggi maka
tumbukan juga akan semakin besar.
(Keenan, 1990)
Persamaan Laju Reaksi
Reaksi : 2N2O3 4NO2 + O2
Laju reaksi sebanding dengan konsentrasi N2O5 dan dapat ditulis :
Laju reaksi [N2O5]
Laju reaksi k [N2O5]
K disebut konstanta laju reaksi orde pertama. Laju reaksi diatas dapat
diukur baik dengan berdasarkan penurunan [N2O5] atau berdasarkan pada
[O2] [NO2] [N2O5] akan menghasilkan persamaan yang berbeda.
Laju reaksi

Laju reaksi

Laju reaksi
Apabila dilakukan pengukuran akan terlihat bahwa
reaksi laju reaksi, sehingga k k k.
memperoleh persamaan laju reaksi yang seragam,
perjanjian ditetapkannya laju reaksi yang didasarkan
atau produk tersebut dalam persamaan reaksi, jadi :

laju reaksi laju


Karena itu untuk
maka berdasarkan
oleh suatu reaktan

Laju reaksi
Untuk reaksi umum :
aA + bB
cC + Dd
(Keenan, 1990)
2.7

Orde Reaksi
Orde reaksi dapat didefinisikan sebagai jumlah satu eksponen
yang menyatakan hubungan antara konsentrasi dengan kecepatan reaksi.
Orde reaksi dikenal dengan tingkat reaksi. Untuk reaksi umum A+B
C. Maka kecepatan reaksi ditentukan oleh konsentrasi A dan B. Orde
reaksi total yang perlu diperhatikan :
1. Data eksperimen harus pada suhu konstan agar harga V tetap.
2. Metode mencari orde reaksi :
a) Metode Logika
Metode logika menggunakan rumus bahwa
ax = b dengan a = perbesaran konsentrasi
ay = b
b = perbesaran laju reaksi
Metode ini memiliki kelemahan, yaitu hanya bisa digunakan jika ada
data yang sama.
b) Metode Komparatif (Perbandingan)
Metode ini membandingkan persamaan kecepatan reaksi

Harga K1 dan K2 (tetapan laju reaksi) pada suhu konstan adalah sama,
sehingga dapat dihilangkan. Dengan demikian perbandingan
konsentrasi zat yang berubah dipangkatkan orde reaksinya masing
masing sama dengan perbandingan kecepatan reaksinya.
c) Metode Grafik
Bila berupa garis lurus (linear) merupakan orde reaksi satu garis
lengkung (parabola) merupakan orde reaksi dua. Jika berupa garis
lengkung, tetapi bukan bentuk kuadrat orde reaksinya 3,4 dan
seterusnya.
2.7.1

Reaksi Orde Nol (0)

Reaksi orde nol mempunyai laju yang tidak bergantung


pada konsentrasi reaktan. Sebagai contoh, dekomposisi lebih
pada walform panas bertekanan tinggi mempunyai laju pH 3
terdekomposisi pada laju tetap sampai habis seluruhnya. Hanya
reaksi yang heterogenyang mempunyai hukum laju dengan orde
nol secara keseluruhan.rumus laju reaksi menjadi V.K.

(Khopkar,1990)
2.7.2

Reaksi Orde Satu


Jika laju suatu reaksi kimia berlangsung lurus dengan
konsentrasi jika suatu pereaksi V = K [A]. Maka reaksi itu
dikatakan sebagai reaksi orde pertama jika dinyatakan dengan
grafik, maka laju reaksi dengan orde pertama berupa garis lurus
liniear.
V

[A]

2.7.3

(Khopkar, 1990)

Reaksi Orde Kedua


Jika laju reaksi sebanding dengan pangkat dua suatu
pereaksi atau pangkat satu konsentrasi dua pereaksi V = K [A] 2.
Maka reaksi itu dikatakan sebagai reaksi beranak 2 jika
dinyatakan dengan grafik, maka laju reaksi dengan orde reaksi
dua berupa garis lengkung.
V

[A
]

2.8

(Khopkar, 1990)
Hukum Laju dan Kostanta Laju
Laju reaksi terukur seringkali sebanding dengan konsentrasi
reaktan suatu pangkat. Contihnya mungkin saja laju itu sebanding
dengan konsentrasi dua reaktan A dan B, sehingga :
V = K [A] [B]
Koefisien K disertai konsentrasinya yang tidak bergantung pada
konsentrasi, tetapi bergantung pada temperature. Persamaan sejenis ini
yang ditentukan secara eksperimen disebut hokum laju reaksi. Secara
formal hukum laju reaksi adalah persamaan yang menyamakan laju
reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi semua spesien yang ada termasuk
produknya.
Hukum laju reaksi memiliki dua penerapan utama, penerapan
praktisnya setelah kita mengetahui hukum laju dan komposisi campuran.
Penerapan teoritis hukum laju ini adalah hokum laju menerapkan
pemandu untuk mekanisme reaksi. Setiap mekanisme yang dilanjutkan
harus konstan dengan hukum laju yang diamati.
(Atkins, 1993)

2.9

Teori Tumbukan
Laju reaksi dapat diperoleh dengantiga faktor berikut :
1) Faktor Energi Tumbukan
Jumlah keseluruhan tumbukan antara partikel reaktan dalam volume
dari waktu yang diberikan.
2) Faktor Energi Tumbukan
Fraksi partikel reaktan yang menumbuk dengan energi aktivasi yang
cukup untuk memulai reaksi.
3) Faktor Geometri Tumbukan
Fraksi partikel yang menumbuk dengan orientasi yang benar
sehingga atom dapat memindahkan atom membagi elektron valensi
secara terarah ketka mereka melakukan kontak satu sama lain.
(Miller,
1987)
2.10 Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi atau
hasil reaksi persatuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju
berkurangnya konsentrasi suatu reaktan atau bertambahnya suatu produk.
Dapat ditulis :
V=
Dengan

V=
V
[A]
[B]
t

= kecepatan laju reaksi


= konsentrasi A
= konsentrasi B
= waktu

(Sastrohamidjojo, 2001)
2.11

Energi Aktivasi
Reaksi kimia berlangsung sebagai akibat tumbukan antara molekulmolekul yang bereaksi. Akan tetapi tidak semua tumbukan menghasilkan
reaksi. Dari segi energi ada semacam energi tumbukan minimum yang
harus tercapai agar reaksi terjadi. Untuk bereaksi molekul yang
bertumbukan harus memiliki energi kinetic total sama dengan atau lebih
besar daripada energy aktivasi, molekul utuh dan tidak ada perubahan
akibat tumbukan. Spes yang terbentuk sementara oleh molekul reaktan
sebagai akibat tumbukan sebelum membentuk produk dinamakan
kompleks teraktifkan (keadaan transisi).
(Chang, 2004)

2.12

Analisa Bahan
2.12.1 Logam Mg
Berwarna putih mengkilap
Pada suhu biasa mudah diserbukkan
o
o
Pada suhu tinggi (450 C 550 C) amat lunak
Larut dalam asam encer
Mudah dioksidasi, mudah terbakar
Nyala dalam cahaya yang menyilaukan
2Mg(s) + O2(g) 2MgO(s)
(Basri, 1996)
2.12.2 Asam Klorida (HCl)
Merupakan asam kuat
Tidak berwarna
Mudah larut dalam air
Baunya menusuk hidung hingga berbahaya bagi pernapasan
Tidak larut dalam alcohol
Dapat melarutkan logam-logam mulia
Bahan baku membuat plastic
Hg(s) + 2HCl(g) MgCl2(aq) + H2(g)
(Vogel, 1985)
2.12.3 KMnO4
Berwarna ungu
Titik dekomposis
Larut dalam air
Digunakan dalam volumetrik dan agen oksida
(Bird,1987)
2.12.4 Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam organik dan bersifat toksik
Merupakan zat padat hablur

Tidak berwarna
Titik leleh 100oC
Dapat bereaksi dengan basa menghasilkan garam dan air
(Basri, 2000)
2.12.5 Aquadest
Sifat fisik :
Berbentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, titik
didih 100oC, titik beku 0oC
Sifat kimia :
Senyawa dengan formula H2O,elektrolit lemah,terionisasi menjadi
H3O+ dan OH- dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen sebagai
bahan pelarut dalam kebanyakan senyawa dan sumber listrik.
(Basri, 2000)
III. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Percobaan
3.1.1

Alat

Tabung reaksi
Erlenmeyer
Gelas beker
Gelas ukur
Pipet tetes
Stopwatch
Labu ukur

3.1.2 Bahan

3.2 Gambar Alat

Pita Mg
HCl
H2C2O4
KMnO4
Aquadest

Gelas beker

Gelas ukur

tabung reaksi

labu ukur

Pipet tetes

Buret

3.3 Skema Kerja


3.2.1 Kinetika Reaksi logam Mg dengan HCl
10 mL HCl 2 M
Gelas beker
Penambahan pita Mg
Pencatatan waktu
Pengulanga 2 kali
hasil

stopwatch

elenmeyer

10 mL HCl 2 M

10 mL HCl 2 M

Labu ukur

Labu ukur
Pengenceran menjadi
1,6 M

Pengenceran menjadi 1,8 M


Penuangan 10 mL HCl
10 mL HCl 1,8 M
Gelas beker

Penuangan 10 mL
HCl
10 mL HCl 1,6 M
Gelas beker

Pemasukan pita Mg

Pemasukan pita Mg

Pencatatan waktu sampai Mg


habis

Pencatatan waktu sampai


Mg habis

hasil Perulanga 2 kali

hasil Perulanga 2 kali

10 mL HCl 2 M

10 mL HCl 2 M

Labu ukur

Labu ukur
Pengenceran menjadi
1,2 M

Pengenceran menjadi 1, 4M
Penuangan 10 mL HCl
10 mL HCl 1,4 M
Gelas beker

Penuangan 10 mL
HCl

10 mL HCl 1,2 M

Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai Mg
habis
hasil Perulanga 2 kali

Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai
Mg habis
hasil Perulanga 2 kali

10 mL HCl 2 M

10 mL HCl 2 M

Labu ukur

Labu ukur
Pengenceran menjadi
0,8 M

Pengenceran menjadi 1,0 M


Penuangan 10 mL HCl
10 mL HCl 1,0 M
Gelas beker

Penuangan 10 mL
HCl

10 mL HCl 0,8 M

Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai Mg
habis
hasil Perulanga 2 kali

Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai
Mg habis
hasil Perulanga 2 kali

10 mL HCl 2 M
Labu ukur
Pengenceran menjadi 0,6 M
Penuangan 10 mL HCl
10 mL HCl 0,6 M
Gelas beker
Pemasukan pita Mg
Pencatatan waktu sampai Mg
habis
hasil Perulanga 2 kali

3.3.2 Kinetika reaksi ion permanganat dengan asam oksalat


Erlenmeyer 1

10 ml H2C2O4 + 12 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
Penyiapan buret yang berisi KMnO4 0,1 M
Penggoyangan campuran hingga homogen
Penambahan 2 ml KMnO4 0,1 M
Pencatatan waktu sampai terjadi perubahan warna
Pengamatan
hasil

Erlenmeyer 2
20 ml H2C2O4 + 2 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
Penyiapan buret yang berisi KMnO4 0,7 M
Penggoyangan campuran hingga homogen
Penambahan 2 ml KMnO4 0,1 M
Pencatatan waktu sampai terjadi perubahan warna
Pengamatan
hasil
Erlenmeyer 3
10 ml H2C2O4 + 10 ml
aquadest
Erlenmeyer 50 ml
Penyiapan buret yang berisi aquadest
Penggoyangan campuran hingga homogen
Penambahan 2 ml KMnO4 0,1 M
Pencatatan waktu sampai terjadi perubahan warna
Pengamatan
hasil

PERCOBAAN III
LARUTAN DAN KELARUTAN : EKSTRAKSI PELARUT

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1. Mengetahui perbedaan daya larut zat terlarut dalam pelarut berbeda.
1.2. Mengenal dan mampu menentukan konsentrasi dengan metode ekstraksi pelarut.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Larutan dan Kelarutan
Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom, ataupun ion dari dua zat
atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran, karena suasananya dapat berubah-ubah.

Disebut homogen, karena susunan dapat begitu seragam, sehingga tak dapat
diamati adanya bagian-bagian yang berlainan. Medium pelarut disebut (solvent) dan zat
terlarut disebut zat pelarut (solute).
Kelarutan suatu zat yang melarut adalah kuantitas zat tersebut yang menghasilkan
suatu larutan jenuh dengan sejumlah tertentu pelarut.
(Keenan, 1984)

2.2. Ekstraksi Pelarut


Merupakan pemisahan satu komponen dari campuran dengan melarutkannya
dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat dilarutkan dalam pelarut tersebut.
Proses ini biasanya dilakukan dalam fase cair, sehingga disebut juga ekstraksi cair-cair.
Dalam ekstraksi cair-cair, larutan yang mengandung komponen yang diinginkan harus
bersifat tak campur dengan cairan lainnya. Proses ini banyak digunakan dalam pemisahan
minyak dari bahan yang mengandung minyak.
(Daintith, 1994)
2.3. Hukum Distribusi
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan, bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua pelarut yang tak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang
konstan untuk tiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara
kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain
apapun yang mungkin ada.
Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat
terlarut dan temperatur.
Konsentrasi zat terlarut dalam fase cair I

C2
=

Konsentrasi zat terlarut dalam fase cair II

C1

= Kd

Tetapan Kd disebut sebagai koefisien distribusi atau partisi.


(Vogel, 1990)
2.4. Klasifikasi Ekstraksi

2.4.1 Ekstraksi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau sistem ion
berasosiasi
Berlangsung jika terdapat pembentukan khelat (struktur cincin).
Contoh :

Ekstraksi uranium dengan 8-hidroksi kuinilin pada kloroform.

Ekstraksi besi dengan cupferrom pada pelarut karbon tetraklorida.

2.4.2 Ekstraksi melalui solvasi


Sebab spesies ekstraksi disolvasi ke fase organik.
Contoh :

Ekstraksi besi (III) dari asam hidroklorida dengan dietil eter.

2.4.3 Ekstraksi yang melibatkan pasangan ion


Berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan
diekstraksi ke fase organik.
Contoh :

Ekstraksi skandium dengan trioklilamin

2.4.4 Ekstraksi sinergis


Adanya efek saling memperkuat yang berakibat penambahan ekstraksi
dengan memanfaatkan pelarut pengekstraksi.
(Khopkar, 1990)
2.5. Prinsip Dasar Ekstraksi Pelarut
Hukum fase Gibbs menyatakan bahwa :
P+V=C+2
Dimana, P = fase
V = derajat kebebasan
C = komponen

Pada ekstraksi pelarut, kita mempunyai P=2, yaitu fase air dan organik, C=1,
yaitu zat terlarut didalam pelarut dan fase air pada temperatur dan tekanan tetap sehingga
V=1.
Jadi didapatkan :
2 + 1 = 1 + 2, yaitu P + V = C + 2
(Khopkar, 1990)
Hukum Distribusi Nearnst menyatakan bahwa :
Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur
sedemikian rupa, sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah
konstanta pada suatu temperatur tertentu :
[A
=1]tetapan
[A2]
Dimana, [A1] = menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair I.
[A2] = menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair II.
(Underwood, 1999)
2.6. Mekanisme Reaksi
Proses ekstraksi pelarut berlangsung tiga tahap, yaitu :
1. Pembentukan kompleks tidak bermuatan.
2. Distribusi dari kompleks yang terekstraksi.
3. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik.
(Khopkar, 1990)

2.7. Teknik Ekstraksi


Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah :
a. Ekstraksi bertahap
Merupakan cara yang paling sederhana. Caranya dengan menambahkan pelarut
pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan

pengocokan, sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada
kedua lapisan. Setelah ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan.
b. Ekstraksi kontinu
Digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil, sehingga untuk pemisahan
yang kuantitatif diperlukan berapa tahap ekstraksi.
c. Ekstraksi kontinu counter current
Fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan larutan
yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan untuk pemisahan zat,
isolasi ataupun pemurnian.
(Khopkar, 1990)

2.8. Salting Out


Dalam ekstraksi, pelarut lebih efektif apabila digunakan sedikit pelarut dengan
ekstraksi berulang-ulang daripada menggunakan pelarut yang banyak dengan sekali
ekstraksi. Banyak senyawa organik dan air bernilai lebih besar dari empat, sehingga
pada umumnya dua atau tiga kali ekstraksi meningkatkan pemisahan senyawa organik
dari air.
Ketika senyawa terlarut dalam air dan mempunyai K lebih kecil dari satu, maka
dapat diperkirakan bahwa sangat sedikit senyawa itu akan dihasilkan dalam ekstraksi.
Koefisien distribusi suatu senyawa organik antara pelarut organik dengan air dapat diubah
dengan penambahan NaCl dalam pelarut air dapat meningkatkan distribusi senyawa
organik itu dalam pelarut organik. Akibat semacam itu disebut Salting Out senyawa
organik.
(Fessenden, 1982)

2.9. Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur jumlah yang
pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan suatu larutan lain yang konsentrasinya
diketahui. Pada suatu titrasi salah satu larutan yang mengandung suatu pereaksi

dimasukkan kedalam buret, larutan dalam buret disebut penitrasi dan selama titrasi,
larutan ini diteteskan perlahan-lahan melalui kran kedalam labu erlenmeyer yang
mengandung pereaksi-pereaksi lain. Larutan penetrasi ditambahkan sampai seluruh reaksi
selesai yang dinyatakan dengan berubahnya warnanya indikator, suatu zat yang umumnya
ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan yang mengalami suatu macam
perubahan warna. Perubahan warna ini menandakan tercapainya titik akhir titrasi.
(Brady, 1999)

2.10. Titik Ekivalen, Titik Akhir dan Kesalahan Titik Akhir


Volume pada jumlah reagen yang ditambahkan tepat sama dengan yang
diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis disebut titik ekivalen.
Sedangkan volume dimana perubahan warna indikator nampak oleh pengamat disebut
titik-titik akhir titrasi. Titik ekivalen diharapkan sama dengan titik akhir titrasi, perbedaan
atau selisih antara titik ekivalen dan titik akhir titrasi disebut kesalahan.
Kesalahan titik akhir adalah kesalahan kesalahan acak yang berbeda untuk setiap
sistem bersifat aditif dan determinan dan nilainya dapat dihitung. Dengan menggunakan
metode potensiometer dan kondukmetri, kesalahan titik akhir dapat ditekan sampai nol.
(Khopkar, 1990)
2.11. Indikator Asam-Basa
Salah satu cara untuk mengetahui dengan tepat berupa volume basa yang
ditambahkan dari buret ke asam dalam labu ialah dengan menambahkan beberapa tetes
indikator asam-basa, kelarutan asam saat awal titrasi. Tidak semua indikator berubah
warna pada pH yang sama, jadi pilihan indikator untuk titrasi tertentu bergantung pada
sifat asam dan basa yang digunakan dalam titrasi. Fenolptalein merupakan salah satu
indikator.
(Chang, 2005)

2.12. Indikator Phenolphtalein (PP)

Phenolphthalein atau yang sering disebut dengan indikator PP merupakan


senyawa hablur putih. Indikator ini akan menunjukkan warna merah dalam larutan basa.
Dan tidak berwarna dalam larutan asam.
(Rivai, 1995)

2.12.1. Struktur PP :

C
C

OH

OH + H 2 O
O

OH

C
O

HIr, tidak berwarna

OH

O + H 3O+

OH

Ir2-, merah

(Underwood, 1998)

2.13. Analisa Bahan


2.13.1.

Sabun
Garam natrium atau kalium dari asam karboksil rantai panjang (asam
lemak), yang mempunyai sifat khas dapat mendispersikan zat organik non polar
ke dalam air.
(Pudjaatmaka, 2002)

2.13.2.

Aquades (H2O)
Cairan tidak berwarna, titik leleh 00C, titik didih 1000C. Dalam fase gas,
air terdiri dari satu molekul H2O dengan sudut H-O-H 1050.

(Daintith, 1994)

2.13.3.

Alkohol
Senyawa organik yang mengandung gugus OH, reaksinya dengan asam
menghasilkan ester dan dehidrasi menghasilkan alkena dan eter.
(Daintith, 1994)

2.13.4.

Kloroform
Cairan haloform atsiri, berbau manis, tanpa warna, CH 3Cl3. Kloroform
merupakan anestik yang ampuh, tetapi dapat merusak hati, digunakan sebagai
pelarut dan bahan dasar untuk membuat senyawa lain.
(Daintith, 1994)

2.13.5.

NaOH
Padatan lembah-cair bening yang berwarna putih larut dalam air dan
etanol, tetapi tidak larut dalam eter, bersifat sangat basa dan sangat korosif
terhadap jaringan tubuh dan membahayakan mata.
(Daintith, 1994)

2.13.6.

Indikator Phenolptalein (PP)


Berupa kristal tidak berwarna, larut dalam alkohol dan pelarut organik,
digunakan sebagai indikator asam dan basa, tak berwarna dalam larutan asam dan
merah muda pada larutan basa, trayek pH 8,2 - 10,00.
(Mulyono, 2005)

2.13.7.

NaCl
Padatan kristalin tanpa warna, larut dalam air dan sedikit larut dalam
etanol. Sifat kelarutannya dalam air menarik, karena hanya berubah sedikit sesuai
dengan kenaikan suhu.
(Daintith, 1994)

III. METODE PERCOBAAN


3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
- Timbangan

- Erlenmeyer

- Pipet tetes

- Buret

- Gelas ukur

- Gelas beker

- Labu ukur

- Penangas

- Corong pemisah

- Corong pemisah

- Stopwatch

- Pengaduk

3.1.2. Bahan
- Sabun
- Aquades
- Kloroform
- NaCl
- Alkohol
- NaOH
- Phenolptalein (PP)

3.1.3. Gambar Alat

Neraca / timbangan

Labu ukur

corong gelas

Corong pemisah

buret

Erlenmeyer

Gelas beker

gelas ukur

pemanas

Pengaduk

Stopwatch

Pipet tetes

3.2. Skema Kerja


0,1 g SabunGelas
beker
-

Penambahan 50 mL aquades + 3 tetes PP


Pemanasan hingga mendidih
Pendinginan
Pengenceran menjadi 100 mL

20 mL Larutan Sabun
Corong Pemisah
-

Penambahan 10 mL kloroform
Pengocokan
Penambahan 10 mL NaCL
Ekstraksi sebanyak 3x

Lapisan air

Lapisan Kloroform
Corong pemisah

Lapisan air

Penambahan 10 mL H2O + 2 tetes PP


Pengocokan

Lapisan Kloroform
Corong pemisah
-

Lapisan Kloroform

Penambahan 20 mL etanol
Ekstraksi

Lapisan Alkohol
Erlenmeyer
-

Titrasi dengan NaOH

Hasil

0,05 g Sabun
Gelas beker
-

Penambahan 50 mL aquades + 3 tetes PP


Pemanasan hingga mendidih
Pendinginan
Pengenceran menjadi 100 mL

10 mL Larutan Sabun
Corong Pemisah
-

Penambahan 10 mL kloroform
Pengocokan
Penambahan 10 mL NaCL
Ekstraksi sebanyak 3x

Lapisan air

Lapisan Kloroform
Corong pemisah

Penambahan 10 mL H2O + 2 tetes PP


Pengocokan

Lapisan Kloroform

Lapisan air

Corong pemisah

Penambahan 20 mL etanol
Ekstraksi

Lapisan Alkohol

Lapisan Kloroform

Erlenmeyer

Titrasi dengan NaOH

Hasil

PERCOBAAN 4
ABSORPSI CAHAYA OLEH MOLEKUL :
SPEKTROFOTOMETRI

I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui bahwa molekul dapat menyerap cahaya
2. Mengenal dan mampu menentukan konsentrasi larutan dengan metode
penyerapan cahaya

II. Dasar Teori


2.1 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan analisa kimia kuantitatif di dalam kimia analisis dengan
mengukur berapa jauh energi radiasi yang diserap oleh absorbansi terisolasi suatu panjang
gelombang. Cara untuk mengetahui zat kimia adalah dengan bantuan warna yang ditambahkan
pada benda yang kita lewatkan cahaya pada suatu medium tertentu (zat kimia) yang akan
tampak cahaya yang diabsorbsi dan diteruskan untuk mendeteksi gugus fungsional,
mengidentifikan senyawa yang mengalisis campuran.
(Vogel, 1985)

2.2 Spektrofotometer
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer
dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer
dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Suatu
spektrofotometer tersusun dari spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi
untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara
sampel dan blanko ataupun pembanding.
(Khopkar, 1990)

Spektrofotometer tersusun dari:


a. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum
yang mana instrumen itu dirancang untuk beroperasi.
b. Monokromator
Yaitu suatu alat untuk memencilkan berkas radiasi dari sumber berkesinambungan
(menghasilkan sumber sinar yang monokromatis). Komponennya adalah suatu sistem

celah dan suatu unsur dispersif. Monokromator juga memencilkan pita sempit panjang
gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
c. Sel absorpsi
Dapat berupa cuvet kaca atau cuvet kaca cara, sedang di daerah UV digunakan sel
kuasa.
d. Detektor
Berupa transduser yang mengubah energi cahaya menjadi suatu syarat listrik detektor
diharapkan memiliki kepekaan tinggi dalam daerah spektra yang diamati, respon linier
terhadap gaya radiasi, waktu respon cepat, dapat digandakan dan kestabilan tinggi.
e. Wadah untuk sampel
f.

Penggandaan / amplifier dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik ini
memadai untuk dibaca.

g. Sistem kaca, dimana pergerakan besarnya isyarat listrik.


(Underwood, 1992)

Suatu sinar yang melewati larutan dengan ketebalan b cm dan konsentrasi zat
penyerap sinar c, maka akan mengalami sebuah pengurangan. Jika sinar yang akan masuk
dilambangkan Po, maka sebagai akibat interaksi diantara cahaya dan partikel partikel penyerap
/ pengabsorbsi merupakan berkurangnya sinar dari P o ke P. Transmitansi larutan T merupakan
bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan, sehingga :
T= P
Po

Pengurangan kekuatan sinar oleh larutan pengabsorbsi

Transmitan (T) sering dinyatakan sebagai presentase (% T). Absorbansi (A) dari suatu larutan
dinyatakan sebagai persamaan :
A = - log T = log Po
P
Hubungan antara jumlah zat / cahaya yang diserap larutan yang disebut absorban A dengan
jumlah zat-zat c dengan persamaannya adalah :
A = a.b.c
Dimana, a adalah tetapan untuk semua jenis zat dan b merupakan tebal / tinggi larutan yang
ilalui oleh cahaya / sinar.
Dua jenis larutan dari zat yang sama dengan absorbannya akan tampak secara visual
dengan kepekatan warna yang sama.
A1 = a.b1.c1

dan

A2 = a.b2.c2

Apabila kepekaan sama maka A1 = A2

sehingga :
c2 = b1.c1
b2
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer yang dilengkapi dengan fotosel.
( Brady, 1984 )
2.3 Hukum Bougner Lambert
Hubungan antara serapan radiasi dan panjang jalan melewati medium yang menyerap
mula-mula dirumuskan oleh Bougner

(1729) meskipun kadang-kadang dikaitkan kepada

Lambert (1768). Jika suatu berkas radiasi monokromatik (radiasi dengan panjang gelombang
tunggal) diarahkan menembus medium itu, ternyata setiap lapisan menyerap fraksi yang sama
besar. Misalnya bila lapisan pertama fraksi yang separuh radiasi yang memasuki lapisan
tersebut, maka lapisan kedua akan menyerap separuh dari radiasi yang memasuki lapisan keluar
dari lapisan kedua ini akan menjadi seperempat dari daya aslinya, dan lapisan ketiga
seperdelapan dan seterusnya.
Penemuan Bougner-Lambert dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut :
- dP

= ki.P

db
dimana, dP = daya absorbsi (absorbansi)
db
ki = koefisien ekstengsi molar larutan
P = tebal larutan / lapisan yang dilewati cahaya pada medium
Tanda () menunjukan daya itu berkurang karena penyerapan.
dengan mengintegrasi antara Po dan P serta b maka :

Po

dP
P

dP

ab d b

ki
- (ln P ln Po) = ki.b
ln Po P

= ki.b

ln Po

= ki.b

P
log Po
P

= ki.b

(Underwood, 1996)

2.4 Hukum Beer


Hubungan antara konsentrasi larutan dan tingkat absorbsi dirumuskan oleh Beer
(1859). Hukum Beer analog dengan hokum Lambert-Bougner memberikan pernyataan
berkurangnya secara eksponen daya radiasi yang diteruskan dengan pertambahan aritmatik
konsentrasi.
Secara matematis dirumuskan :
- dP

= ki.P

dc

dPo

Po

dc d

ki
- (ln P ln Po) = ki.c
ln Po ln P = ki.c
ln Po

= ki.c

P
log Po

= ki.c

P
Dimana, log Po

= daya serap cahaya oleh larutan (absorbansi)

P
ki

= tetapan (koefisien ekstengsi molar larutan)

= konsentrasi larutan

Hukum Beer dapat iterapkan benar-benar untuk radiasi monokromatik dimana sifat dasar
spesies penyerap tabung berubah sepanjang jangka konsentrasi yang diselidiki.

(Underwood, 1996)

2.5 Hukum Lambert-Beer


Hukum ini adalah gabungan antara hukum Bougner-Lambert dengan Beer. Dalam
memperhatikan atau mempelajari efek konsentrasi yang berubah-ubah terhadap absorbsi, tebal
larutan diusahakan agar konstan namun hasil didapat akan bergantung pada besarnya nilai
konstan itu. Dengan kata lain, hukum dasar Beer yang ditulis dengan ki = f [b] serupa hukum
Lambert

ki = f [c], sehingga dapat diperoleh :


log Po = f [c].b

dan

(Hukum Lambert)

(Hukum Beer)

Jika keduanya disubstitusi, perumusannya :


f(c).b

= f(b).c

f(c)

= f(b)

f(c)

= f(b)

sehingga dihasilkan :
log Po

= f(c).b

= .b.c

= f(b).c

= .b.c

P
log Po
P
Rumus tersebut menjadi :
A = .b.c

log Po = f [b].c

Dimana : A = daya serap cahaya oleh larutan


b = tebal dari larutan
c = konsentrasi larutan

= koefisien ekstingsi larutan


Daya serap cahaya oleh larutan (A) dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu :
1. panjang jalan melewati larutan ( tebal larutan / b )
2. Konsentrasi larutan (c)
3. Koefisien ekstingsi molar larutan ()
(Underwood, 1966)

2.6. Klasifikasi perkiraan spectrum elektromagnetik


Spectrum elektromagnetik menyeluruh dikelompokkan kira-kira ditunjukan dalam
gambar berikut :

Sinar sinar x

10-11 10-9

UV

10-7 10-5 10-3

cahaya tampak inframerah

Gelombang radio

10-1

107 109

101

103

105

Sedangkan spectrum cahaya tampak dan warna-warna komplementer ditunjukan pada table
berikut :

Panjang gelombang
(mm)

warna

warna komplementer

400-435

violet

kuning - hijau

435-480

biru

kuning

480-490

hijau biru

orange

490-500

biru hijau

merah

500-560

hijau

ungu

560-580

kuning hijau

violet

580-595

kuning

biru

595-610

orange

hijau - biru

610-750

merah

biru - hijau
(Underwood, 1999)

2.7 Keabsahan Hukum Beer


Cahaya yang digunakan harus monokromatis, bila tidak demikian, maka akan
diperoleh dua nilai absorbansi pada dua panjang gelombang. Hukum Beer tidak diikuti oleh
larutan yang pekat. Konsentrasi lebih tinggi untuk beberapa garam tak berwarna. Jika selama
pengukuran pada larutan encer terjadi reaksi kimia seperti polimerisasi, hidrolisis, atau disosiasi
maka hukum Beer tidak berlaku.
(Underwood, 1999)

2.8 Spektroskopi searah


Secara mendasar metode-metode spektroskopi ini didasarkan pada interaksi antara
cahaya dengan materi. Bila materi disinari, kemungkinan cahaya :
a. Diserap
b. Dihamburkan (nefelometri dan turbidimetri)
c. Diserap dan dipancarkan kembali dengan panjang gelombang yang sama /

berbeda (spektrometri)
d. Dibelokkan
e. Diubah sudut getarnya (polarimetri)
(Handayana,1994)

2.9 Aspek kuantitatif absorbansi


Spectra serapan dapat diperoleh dengan menggunakan sample dalam berbagai bentuk
gas, lapisan tipis cairan, larutan dalam pelarut dan bahkan zat padat. Kebanyakan kerja analisis
melibatkan larutan dan hubungan konsentrasi suatu larutan dan kemampuan menyerap radiasi.
Serapan juga bergantung pada jarak yang diarungi radiasi melawati larutan itu, panjang
gelombang radiasi dan sifat dasar spesies molekul dalam larutan.
(Unerwood,2001)

2.10 Transmintansi dan absorbansi


T= P
Po
t

Po

Gb.pengaruh kekuatan sinar oleh pengabsorbsi


Gambar tersebut memperlihatkan kekuatan sinar sebelum (Po) dan sesudah (P) melewati larutan
yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap sinar c. Sebagai pelarut interaksi
diantara cahaya dan partikel penyerap (pengabsorbsi) adalah berkurangnya kekuatan sinar dari
Po ke P.

Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui


larutan, jadi
T = P1
Po
Berbeda dengan transmintasi, absorbsi larutan bertambah dengan pengurangan
kekuatan sinar. Bila ketebalan benda atau kensentrasi materi yang dilewati cahaya bertambah
maka cahaya diserap lebih banyak. Absorbsi berbanding lurus dengan ketebalan (b) dan
konsentrasi (c).
Dimana A adalah konstanta absorbtivitas harga a bergantung pada satuan yang
digunakan untuk b dan c. bila konsentrasi dinyatakan dalam absorbtivitas molar dan diberi
symbol jadi :
A = .b.c

dimana

= L.cm

-1

mol-1
(Handayana, 1994)

2.11 Syarat Hukum Beer


Ada beberapa persyaratan yang diperhatikan supaya hokum Lambert Beer dapat
dipakai yaitu syarat konsentrasi, syarat kimia dan syarat cahaya.
a. Syarat konsentrasi
Pada konsentrasi tinggi (0,01 M) jarak rata-rata diantara zat pengabsorbsi
menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan ke
tetanggannya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorbsi.
Oleh karena itu konsentrasi ini bergantung konsentrasi yang menyebabkan
penyimpangan dari kelinieran hubungan absorbansi dan konsentrasi.
b. Syarat kimia
Zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi atau bereaksi dengan pelarut
menghasilkan produk pengabsorbsi spectrum yang berbeda dari zat yang

dianalisis.
c. Syarat cahaya
Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul monokromatik
(cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang).
d. Syarat kejernihan
Kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid, menyebabkan
penyimpangan. Sebagian cahaya akan dihamburkan oleh partikel koloid
akhirnya kekuatan cahaya diabsorbsi berkurang.
Supaya hokum Beer dapat dipakai dengan baik maka :
a. konsentrasi rendah
b. zat yang diukur harus stabil
c. cahaya yang dipakai harus monokromatis
d. larutan yang diukur harus jernih
(Handayana,1994)
2.12 Spektrum absorbsi
Spektum anbsorbsi suatu senyawa yang ditetapkan dengan spektrofotometer, dapat
dianggap sebagai indikasi identitas yang lebih elegan, obyektif dan andal. Spectrum absorbsi
tergantung tidak hanya sifat dasar kimia dari senyawa tersebut, namun juga factor-faktor lain.
Perubahan pelarut sering menghasilkan geseran dari pita serapan ribuan senyawa dan bahan
telah direkam dan mencari spectra-spektra yang cocok untuk pembanding sehubungan dengan
suatu problem khusus dapat merupakan kesukaan terdapat data empiris dalam literatur yang
menunjukkan efek subsituen terhadap panjang gelombang pita serapan dalam spectra molekul
induk.
(Underwood, 1994)
2.13 Hukum dasar spektroskopi absorbansi

Lambert (1760) dan Beer (1852) dan juga Bougner menujukkan hubungan :
T = Pt
Po
log (T) = log Pt

= -a.b.c

Po
log 1 = log Po
T

= a.b.c

=A

Pt

Jika terang intensitas Io pada panjang gelombang ditentukan melalui suatu solusi
yaitu suatu jenis zat yang dapat menyerap cahaya. Cahaya yang muncul dengan intensitas I
mungkin terukur oleh suatu defektor yang sesuai.
Hukum Lambert-Beer:
Log

Io = A = a.b.c
I

Dimana : A = absorbansi
a = absortivitas molar
b = panjang
c = konsentrasi
(Pavia, 1991)

2.14 Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi


Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi adalah :
a. jenis pelarut
b. pH larutan
c. suhu

d. konsetrasi elektrolit yang tinggi


e. adanya zat pengganggu
Keberhasilan juga akan mempengaruhi absorbansi termasuk bekas jari pada dinding tabung
harus dibersihkan dengan kertas tissue dan hanya memegang bagian ujung atas tabung sebelum
pengukuran.
(Handayana,1994)
2.15 Pengenceran
Pengenceran adalah pencampuran larutan pekat dengan pelarut
tambahan untuk mendapatkan larutan yang lebih encer / kurang pekat dalam pengenceran
jumlah zat terlarut tetap tetapi konsentrasinya berubah karene banyaknya mol zat terlarut tetap
sama selama pengenceran, maka :
N1.V1 = N2.V2
Dengan N1 = konsentrasi awal / normalitas awal
N2 = konsentrasi / normalitas sesudah pengenceran
V1 = volume awal
V2 = volume sesudah pengenceran
(Brady, 1999)
2.16 Senyawa kompleks
Senyawa kompleks digunakan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi. Senyawa
kompleks terdiri dari ion pusat dan ligan. Ion pusat adalah ion-ion dari unsur transisi dan
bermuatan positif, sedangkan ligan adalah molekul-molekul atau ion yang mengelilingi pusat.
Contoh : Fe(SCN)2+ maka Fe2+ sebagai pusat, SCN- sebagai ligan. Reaksi-reaksi senyawa
kompleks dibedakan atas :
a. Reaksi Substitusi
Dengan mekanisme proses disso-dacive dan displacement.
b. Reaksi Redoks

Mekanismenya:
- Transfer elektron terjadi pemindahan elektron dari ato satu ke yang lain.
- Transfer atom, reduktor dan oksidator terikat dengan jembatan atom ion
melalui jembatan elektron berpindah dari atom satu ke atom yang lain.
(Brown, 1997)
2.17 Analisis Bahan
2.17.1 K3Fe(SCN)6
Berupa kristal berwarna merah darah, larut dalam suhu 0C, bersifat racun,
merupakan suatu oksidator, dalam lingkungan basa, dapat berubah menjadi kalium ferosianida,
dipakai dalam pemotretan dan reagen di laboratorium.
(Pringgodigdo, 1990)
2.17.2 Aquadest
Berupa cairan tidak berwarna, tidak berasa, berat molekul 18,016 titik beku 0C,
titik didih 100C, ineks bias 1,333 , bersifat polar, merupakan senyawa netral dengan pH 7,
berat jenis 1 gram/cm 2, ikatan hydrogen membentuk sudut 109,2 , alcohol dan etil eter,
merupakan pelarut / pengencer yang baik, larut dalam K 3Fe(SCN)6, termasuk elektrolit lemah,
pemurniannya dengan penyulingan koagulasi.
(Pringgodigdo, 1990)
III. Metode percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- spektrometer
- tabung reaksi
- kuvet
3.1.2 Bahan

- K3Fe(SCN)6 0,01 N
- Aquadest

3.2 Skema Alat

Pipet tetes

cuvet

Spektrofotometer

gelas beker

tabung reaksi

3.3 Skema kerja


10 mL aquades
Tabung reaksi 1

Penggojogan hingga homogen


Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7

Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui


konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil

1mL K3Fe(SCN)6 0,01 N + 9 mL aquades


Tabung reaksi 2
Penggojogan hingga homogen
Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7
Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui
konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil
2 mL K3Fe(SCN)6 0,01 N + 8 mL aquades
Tabung reaksi 3

Penggojogan hingga homogen


Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7
Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui

Hasil

konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil

4 mL K3Fe(SCN)6 + 6 mL aquades
Tabung reaksi 4

Penggojogan hingga homogen


Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7
Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui

konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil

6 mL K3Fe(SCN)6 + 4 mL aquades
Tabung reaksi 5
Penggojogan hingga homogen
Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7
Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui
konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil

8 mL K3Fe(SCN)6 + 2 mL aquades
Tabung reaksi 6

Penggojogan hingga homogen


Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7
Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui

konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil

10 mL K3Fe(SCN)6
Tabung reaksi 7

Penggojogan hingga homogen


Penghidupan spektrofotometer
Pengukuran panjang gelombang max pada tabung 4
Pengukuran serapan larutan standard 1-7
Pengukuran serapan larutan yang belum diketahui
konsentrasinya
Pencucian dan pengeringan kuvet
Hasil

PERCOBAAN V
REAKSI KIMIA II: SINTESA DAN STOIKIOMETRI

I.

TUJUAN PERCOBAAN
I.1

Mampu menerapkan prinsip-prinsip stoikiometri dalam sintesa senyawa.

I.2

Mampu menentukan rendeman prosentase sintesa aspirin dari asam asetat.

II.

DASAR TEORI
2.1

Stoikiometri

Stoikiometri merupakan suatu hubungan kuantitatif antara pereaksi dan


produk dalam suatu persamaan kimia yang berimbang. Stoikiometri sangat
penting peranannya bagi ilmu kimia dimana segala aspek kuantitatif baik yang
berhubungan dengan pereaksi maupun produk dalam bentuk mol, molaritas
maupun normalitas. Yang paling penting adalah rendemen teoritis.
a.

Rendemen Teoritis
Rendemen

teoritis

adalah

banyaknya

suatu

hasil

reaksi

yang

diperhitungkan jika suatu reaksi berjalan sempurna, sesuai dengan konsep


stoikiometri.
b.

Rendemen Nyata
Rendemen nyata merupakan suatu hasil reaksi yang didapat dari penelitian
atau praktek. Rendemen nyata pada suatu percobaan biasanya lebih kecil dari
rendemen teoritis. Hal ini disebabkan karena adanya kesetimbangan reaksi dan
terdapat beberapa jenis hasil reaksi. Perbandingan rendemen teoritis dengan
rendemen nyata biasanya disebut rendemen prosentase.
(Keenan,1991)

2.2

Rendeman Teoritis dan Rendeman Nyata


Rendeman teoritis adalah banyaknya suatu hasil reaksi yang

diperhitungkan, jika suatu reaksi berjalan sempurna sesuai konsep stoikiometri.


Sedangkan rendeman nyata merupakan hasil reaksi yang didapat dari hasil reaksi
yang didapat dari hasil penelitian dan praktek. Rendeman nyata pada suatu
percobaan biasanya lebih kecil dari rendeman teoritis. Hal ini disebabkan karena
adanya reaksi keseimbangan dan terdapat beberapa jenis hasil reaksi.
Perbandingan rendeman nyata dengan rendeman teoritis disebut dengan
rendeman prosentase.
Rendeman Prosentase =

x 100 %
Rendeman
nyata
Rendeman
teoritis

(Keenan, 1994)

2.3

Aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat merupakan senyawa derivatif dari asam

salisilat. Aspirin berupa kristal putih dan berbentuk seperti

jarum. Dalam

pembuatan aspirin tidak akan dihasilkan produk yang baik jika suasananya
berair, karena asam salisilat yang terbentuk akan terhidrolisa menjadi asam
salisilat berair. Aspirin diperoleh dengan proses asetilasi terhadap asam salisilat
dengan katalisator H2SO4 pekat. Asetilasi adalah terjadinya pergantian atom H
pada gugus OH dan asam salisilat dengan gugus asetil dari asam asetil anhidrat.
Karena asam salisilat adalah desalat phenol, maka reaksinya adalah asetilasi
destilat phenol. Asetilasi ini tidak melibatkan ikatan C-O yang kuat dari phenol,
tetapi tergantung pada pemakaian, pemisahan ikatan OH. Jika dipakai asam
karboksilat untuk asetilasi biasanya rendemen rendah. Hasil yang diperoleh akan
lebih baik. Jika digunakan suatu derivat yang lebih reaktif menghasilkan ester
asetat. Nama lain aspirin adalah metil ester asetanol (karena doperoleh dari
esterifikasi asam salisilat sehingga merupakan asam asetat dan fenilsalisilat).
Struktur Aspirin:
O
C

Mekanisme Pembuatan Aspirin

(Mulyono, 2008)

CH 3

2.4

C
OH

Pembuatan aspirin dengan mereaksikan asam salisilat dan asam asetat


anhidrat dengan bantuan katalisator H2SO4 pekat :
H2SO4 dalam larutan akan terurai menjadi H+ dan SO4-. Proton H2SO4 akan
diikat oleh asam salisilat pada gugus OH nya. Sehingga asam salisilat
bermuatan positif dalam keadaan ini ikatan H+ lebih kuat dibanding ikatan H
pada OH sehingga dengan adanya gugus asetil dari asam asetat anhidrat akan
tersubtitusi.
Adapun reaksinya adalah:

( Fisher, O
C OH
OH

C CH3

H2SO4

O
O

Asam Salisilat

C OH

C CH3

Asam Asetat Anhidrid

1957 )
O

O C CH 3

panas

O
H 3 C C OH
Asam Asetat

Aspirin

2.5

Sifat Fisik dan Sifat Kimia Aspirin

2.5.1

Sifat Fisik

Bentuk kristal seperti jarum

Berwarna putih mengkilat

Dalam alkohol panas larut

Titik leleh 135-136 o C

Bilangan molekul: 180 g/mol

2.5.2

Sifat Kimia
O
O

CH 3

OH

NaOH

CH3COONa

COOH

COOH

Dengan NaOH 10% terhidrolisa menjadi asam salisilat bebas

O
O

CH3
H3C

H2
C

H2
C

CH3

C 2H 5

OH

H 2O

COOH
O

Dengan air terhidrolisis menjadi asam salisilat bebas dan asam asetat
O
O

CH3

OH

CH3COOH

H 2O
COOH

COOH

Tidak terhidrolisis dalam asam lemak, karena dalam lambung tidak diserap
dahulu. Setelah dalam usus halus, dalam suasana basa dapat terhidrolisis
menghasilkan asam salisilat bebas.
(Fieser, 1987)
2.6

Stabilitas Aspirin

Uji stabilitas adalah suatu usaha untuk mengetahui perubahan konsentrasi zat
aktif obat setelah obat tersebut mengalami perlakuan tertentu, misalnya
penyimpanan, pemanasan, penyinaran dan pencampuran dengan bahan lain (Martin
et al, 1993). Untuk mengetahui teori stabilitas ini diperlukan pengetahuan tentang
kinetika kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain
adalah konsentrasi, temperatur, solven, katalis, dan cahaya. (Martin et al, 1993)
Stabilitas parasetamol telah dipelajari oleh Koshy dan Lach. Hidrolisis yang spontan
ditemukan karena kesalahan yang tidak disengaja.
(Austin, 1955)

2.7

Kristalisasi dan Rekristalisasi

Sebuah produk kristal yang berpisah dari campuran reaksi biasanya


terkontaminasi dengan zat-zat tidak murni. Pemurnian dilakukan dengan jalan
kristalisasi dari sebuah pelarut yang tepat. Secara garis besar proses kristalisasi
terdiri dari beberapa langkah:
1. Melarutkan zat dalam pelarut suhu tinggi.
2. Menyaring larutan panas untuk menghilangkan zat tidak murni yang tidak
dapat larut.
3. Melewatkan larutan panas pada kristal zat dingin dan yang berupa endapan.
4. Mencuci kristal untuk yang menghilangkan zat-zat pengotor yang masih
melekat.
5. Mengeringkan kristal untuk menghilangkan bekas akhir dari pelarut.

Rekristalisasi sebenarnya hanyalah sebuah proses lanjut dari kritalisasi apabila


hasil dari kristalisasi tidak memuaskan. Rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan
pelarut yang tepat. Zat terlarut harus relatif tidak larut dalam pelarut pada suhu kamar
namun dapat larut dalam suhu lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat-zat yang tidak
murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanya kristal murni. Sesuai
dengan konsep Like Dissolve Like. Sebuah pelarut yang mempunyai polaritas sama
pada zat terlarut akan dapat melarutkan zat dengan baik. Umumnya zat terlarut sangat
polar dan tidak larut pada sebuah pelarut non polar. Ada 5 langkah rekristalisasi:

1.

Melarutkan zat pada pelarut.

2.

Melakukan filtrasi gravity.

3.

Mengambil kristal zat terlarut.

4.

Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vakum.

5.

Mengeringkan kristal
(Wilcox, 1995)

2.8

Reaksi Asetilasi
Reaksi asetilasi merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung

fungsi amin pertama hes N-asetilasi tidak banyak meningkatkan kelarutan air.
Fungsi utama reaksi asetilasi adalah membuat senyawa menjadi tidak aktif dan
untuk diefektifikasi. Kadang-kadang hasil N-asetilasi bersifat lebih reaktif
daripada senyawa induk. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi asetilasi
adalah pemanasan. Dengan adanya pemanasan sampai suhu tertentu, molekul
akan putus ikatannya dan terionisasi. Faktor lainnya adalah adanya perbedaan
aktivasi enzim.
(Wilcox, 1995)

2.9

Katalis

Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya
perubahan permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan
kecepatan reaksi. Katalis dibedakan menjadi 2 macam :
a.
b.

Katalis homogen: Jenis katalis yang berfase sama dengan


Katalis heterogen: Jenis katalis yang tidak berfase sama

pereaksi.
dengan

pereaksi.
(Keenan, 1991)
2.10
Analisa Bahan
2.10.1 Asam salisilat
Berupa hablur putih, berbentuk kristal, tidak berbau, rasanya manis, tidak
larut dalam air dingin, larut dalam air panas dan mudah larut dalam alkohol.
Eternya metal salisilat adalah minyak gandapura, juga terdapat dalam tambahan
lain. Dapat menurunkan suhu badan dan menghilangkan rasa nyeri. Asam
salisilat mempunyai berat molekul 138 g/ mol dan titik leleh: 154oC
Kegunaan: sebagai bahan pengawet karena mencegah pertumbuhan
bakteri, asetatnya (aspirin) digunakan sebagai antiseptik dan pembasmi kuman,
dalam pembuatan zat celup.
(Pringgodigdo, 1990)

2.10.2

Asam asetat anhidrid


Asam yang digunakan

untuk

menghasilkan selulosa etanoat

(asetat).

Senyawa berwarna jernih (tidak berwarna), dapat berupa cairan / padatan


mengkilap. Titik leleh 16,7oC, titik didih 118,5oC.
(Daintith, 1996)
2.10.3

Asam sulfat pekat


Merupakan cairan kental, sangat higroskopis, asam anorganik keras,

tidak berwarna, titik didih: 340oC. berat molekul 58 g/mol, titik leleh:
104,49oC. Asam sulfat pekat digunakan sebagai pengering, sebagai
oksidator, dalam penghilangan minyak bumi, pembuatan sabun buatan, obat-

obatan dan pengolahan logam, industri cat dan warna, industry bahan
pelarut.
(Pringgodigdo,1990)
2.10.4

Etanol
Cairan encer, tidak berwarna, bersifat higroskopis dan larut sempurna

dalam air, mudah terbakar, digunakan sebagai pelarut, bahan bakar dan
farmasi.
(Pudjaatmaka, 2003)
2.10.5

Aquades
Cairan tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, titik leleh 0 oC,

titik didih 100oC, bersifat polar sehingga merupakan pelarut yang baik.
(Pudjaatmaka,2003)

2.10.6

FeCl3

Bersifat asam sehingga melarutkan besi menjadi FeCl2. Mudah larut dalam
air, alkohol, dan eter. Dalam perdagangan dapat diperoleh sebagai hablur
kuning yang mengandung 6 mol air atau sebagai larutan pekat berwarna
coklat karena terjadi hidrolisis yang kuat.
(Pringgodigdo, 1990)
2.10.7

Iodine
Hablur iod berwarna hitam kelabu, berbentuk lempeng dan mengkilap

seperti logam. Mudah menyublim menjadi uap, ungu, dan berbau tajam seperti gas
klor. Iod itu sedikit larut dalam air, mudah larut dalam KI, etanol, eter, gliserol, dan
asam asetat. Uap iod yang berwarna ungu dapat menggores selaput lendir mewarnai
kulit menjadi coklat tua dan dengan larutan pati akan menghasilkan warna ungu.
Berat molekul 253,8 g/mol , energi disosiasi pada 25oC = 36,16 kkal.
(Pringgodigdo, 1990)

III.

METODE PERCOBAAN
3.1

Alat dan Bahan

3.1.1
1.

Kertas Saring

2.

Hot Plate

3.

Pengaduk

4.

Gelas Ukur

5.

Termomete

6.

Droplate

7.

Erlenmeyer

8.

Pipet Tetes

9.

Corong

10.

Penangas

11.

Labu Alas Bulat

12.

Gelas Beker

3.1.2

3.2

Alat

Bahan

1.

Asam salisilat

2.

Asam sulfat

3.

Etanol

4.

FeCl3

5.

Iodine

6.

Aquades

7.

Asam asetat

Gambar Alat

3.3

Skema kerja
2.5 gram asam
salisilat
Labu Ukur
- Penambahan 5 mL asam asetat
anhidrat
- Penambahan 2 tetes asam sulfat dan penggojogan
- Pemanasan dan pengadukan pada suhu 50-60 oC
- Pendinginan dan pengadukan
- Penambahan 37,5 mL aquades
- Pengadukan
- Penyaringan

Filtrat

Residu
- Pelarutan kedalam 7,5 mL
etanol panas
-

Penambahan

17,5

mL

air

hangat
- Pengadukan
- Pendinginan pelan-pelan
-

Pemisahan

kristal

dengan

penyaringan

Residu

Filtrat

-Penimbangan
-Perhitungan
prosentase
Hasil

rendemen

teoritis

dan

rendemen

Percobaan 6
Reaksi Asam-Basa : Asam Ploikromatik

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal ion polikromatik karbonat dan bikarbonat dalam larutan
Mampu menentukan banyaknya komponen ion polikromatik karbonat dan bikarbonat
dalam larutan

II.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Asam Basa

Teori asam basa Arrhenius


Arhenius menyatakan bahwa asam basa mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat
mempermudah untuk mengenalnya. Bersifat asam jika zat itu bereaksi dengan air
sehingga melepas ion H+ dan bersifat basa jika zat tersebut bereaksi denga air
membentuk ion OH(Brady, 1999)
Teori asam basa Brownsted Lowry
Menurut konsep Brownsted Lowry mengenai asam dan basa, asam adalah zat yang
dapat memberikan ion hidrogen yang bermuatan positif atau proton (H +) Contohnya
HCl dan HNO3. sedangkan basa didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat
menerima proton (H+), contohnya OH- dan NH3
(Fessenden, 1986)
Teori asam basa Lewis
Meskipun banyak reaksi asam basa mencakup perpindahan proton dari asam ke
basa, beberapa reaksi asam basa tidak mencakup perpindahan proton. Dengan
alasan ini, telah dikembangkan konsep Lewis yang lebih umum mengenai asam dan

basa. Asam lewis adalah zat yang dapat menerima sepasang elektron. Sedangkan
basa Lewis adalah zat yang dapat memberikan sepasang elektron.
(Fessenden, 1986)
Asam Poliprotik
Salah satu contoh asam poliprotik adalah asam karbonat dengan dua anion yaitu
ion karbonat dan ion bikarbonat. Kedua anion tersebut sering berada bersama-sama dalam
larutan. Keberadaannya dapat dibuktikan secara kualitatif dan kuantitatif. Ion karbonat dan
bikarbonat mempunyai ciri-ciri tersendiri misalnya dengan indikator PP, larutan yang
mengandung ion karbonat akan berwarna merah muda, sedangkan larutan yang
mengandung ion bikarbonat akan menjadi jernih. Asam karbonat bersifat tidak stabil dan
mudah terurai menjadi air dan CO2
H2CO3 (aq) H2O(l) + CO2(g)
Asam yang ditambahkan ke suatu larutan karbonat seperti Na 2CO3 cuplikan
karbonat yang mudah larut atau ke dalam larutan karbonat yang sukar larut seperti CaCO 3
akan dibebaskan CO2 tersebut sangat kecil. Jika reaksinya merupakan zat yang
kelarutannya cukup besar, konsentrasi dari ion-ionnya harus besar agar tercapai tingkat
lewat jenuh dari garam tersebut.
(Brady, 1999)

Titrasi Asidimetri
Asidimetri adalah penentuan kadar basa dalam suatu larutan dengan larutan asam
yang telah diketahui konsentrasinya sebagai titran. Syarat-syarat titrasi dapat dipakai
sebagai dasar titran:
1. Reaksi harus berlangsung cepat. Kadang-kadang reaksi dipercepat dengan pemanasan
atau penambahan katalis yang tepat
2. Reaksi harus stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping
3. Salah satu sifat dan system yang bereaksi harus mengalami perubahan yang besar
4. Harus ada indikator yang digunakan untuk menunjukkan perubahan tersebut
Dalam asidimetri berlaku ketentuan titik ekuivalen yaitu dimana jumlah gram
ekuivalen asam sama dengan jumlah gram ekuivalen basa. Dalam hal ini, 1 grek sebading

dengan mol yang dibutuhkan/dilepaskan dalam reaksi. Jika hubungan antara grek dengan
mol bergantung pada reaksi, misalnya :
Na2CO3 + 2 HCl 2 NaCl + H2O + CO3

Na2CO3 manangkap 2 mol H+ untuk menjadi NaCl, maka 1 mol NaCO32- 2 grek.
Na2CO3 + HCl NaHCO3 + NaCl

Na2CO3 menangkap 1 mol H+ maka 1 mol NHCO32- 7 grek


Titrasi asidimetri menggunakan dasar reaksi netralisasi. Oleh karena itu reaksi
dapat digolongkan menjadi :
1. Reaksi antara asam kuat dengan basa kuat
2. Reaksi antara asam kuat dengan basa lemah
3. Reaksi antara asam lemah dengan basa kuat
4. Reaksi antara asam kuat dengan garam dari asam lemah
5. Reaksi antara basa kuat dengan garam dari asam lemah
(Underwood, 1994)

Ion Karbonat
Ion karbonat merupakan ion berbentuk planar berisi kation yang berkaitan dalam
tiga atom oksigen pada sudut segitiga sama sisi.
Struktur ion karbonat:

-1

O
C
O

-2

O
C

-3

O
C

Ion karbonat dapat dibuat dengan mereaksikan 1 mol CO 2 dengan 2 mol NaOH, dengan
reaksi:

CO2 + OH- CO32- + H2O

Kelarutan semua karbonat netral atau normal, kecuali karbonat dari logam alkali serta
amonium tidak larut dalam air.
(Vogel, 1995)
Ion Bikarbonat
Ion bikarbonat dapat dibentuk/dibuat dengan mereaksikan karbonat bikarbonat
dengan kalsium. Mereka terbentuk karena reaksi asam karbonat yang berlebihan terhadap
karbonat normal, baik dalam larutan air atau suspensi dan terurai pada pendidihan larutan.
Reaksi:
CaCO3 + H2O Ca2+ + 2 HCO3-

2.5.1

Reaksi bikarbonat dengan MgSO4


Penambahan MgSO4 ke larutan bikarbonat yang dingin tidak menimbulkan
endapan, sedangkan endapan putih kalsium karbonat terbentuk dengan karbonat
normal.
Reaksi:

2.5.2

Mg2+ + 2 HCO3- MgCO3 + H2O + CO2

Uji terhadap bikarbonat


Dengan adanya karbonat normal yaitu dengan menambahkan kalsium klorida yang
berlebih pada suatu campuran karbonat. Bikarbonat diendapkan secara kuantitatif.
CO32- + Ca2+ CaCO3

Reaksi:

Dengan menyaring larutannya dengan tepat, ion-ion bikarbonat lolos kedalam


filtrat. Setelah penambahan amina pada filtrat, maka akan terbentuk endapan.
Reaksi:
2 NHCO3- + 2 Ca2+ + 2 NH3 2 CaCO3 + 2 NH4+
(Vogel, 1985)

Indikator Asam Basa

Indikator adalah pasangan asam-basa konjugasi yang terdapat dalam konsentrasi


molar kecil sehingga tidak mempengaruhi pH larutan keseluruhan. Disamping itu, bentuk
asam dan bentuk basanya mempunyai warna yang berbeda yang disebabkan oleh resonansi
isomer elektron.
(Rosenberg, 1989)
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda, hal ini akan
menyebabkan perubahan warna pada proyek pH yang beda. Macam-macam indikator
asam-basa :
2.6.1 Indikator PP (fenolftalein)
Merupakan indikator dari golongan ftalein yang banyak digunakan

dalam

pelaksanaan pemeriksaan kimia. Indikator PP merupakan senyawa hablur putih


yang mempunyai kerangka faktor sukar larut dalam air tetapi dapat berinteraksi
dengan air sehingga cincinnya terbuka dan membentuk asam yang berwarna merah
dalam keadaan basa.

CH

CH 2

OH

CH2

CH
C
H
H
C

OH

HC
HC

H 2C

C
H

CH

Struktur fenolftalein
(Basri, 1996)
2.6.2 Indikator Ftalein
Dibuat dengan kondensasi anhidrat ftalein dengan phenol yaitu PP pada pH 8-9,8
berubah warna menjadi merah.
2.6.3 Indikator Sulfoftalein

Dibuat dari kondensasi anhidrat ftalein dengan sulforat. Yang termasuk didalamnya
yaitu thymol blue, m-eresol purple, denofenolred.

2.6.4 Metil Orange


Berwarna orange kemerahan, dalam larutan asam dengan pH kurang dari 3,1. dalam
larutan basa dengan pH di atas 4,4. zat ini berwarna kuning. Dalam larutan asam,
metil orange terdapat sebagai hibrida resonansi dari suatu struktur terprotonkan.
Hibrida resonansi ini berwarna orange kemerahan. Nitrogen tidak bersifat basa kuat
dan gugus terprotonkan melepaskan ion hidrogen pada pH sekitar 4,4. kehilangan
proton ini mengubah struktur elektronik senyawa tersebut yang melibatkan
perubahan warna dari orange kemerahan menjadi kuning.
(Fessenden, 1986)

Beberapa indikator asam-basa


Indikator

Perubahan warna

Rentang pH

Metil orange

Merah ke kuning

3,1 - 4,4

Metil merah

Merah ke kuning

4,2 - 6,2

Lakmus

Merah ke biru

5,0 - 8,0

Metil ungu

Ungu ke hijau

4,8 - 5,4

Fenolftalein

Tidak berwarna ke merah

8,0 - 9,6
(Underwood, 1999)

Titrasi
Pengertian Titrasi
Suatu metode penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh

tertentu yang akan dianalisis. Dalam analisis larutan asam-basa, titrasi melibatkan
pengurangan yang seksama volume suatu asam dan basa yang tepat saling
menetralkan.
(Keenan, 1990)
Titrasi Karbonat
Ketika CO2 diabsorbsi oleh sebuah larutan standar NaOH normalitas dari larutan
akan terpengaruh jika indikator fenolftalein digunakan. Diutarakan juga bahwa
campuran dari karbonat dan hidroksida, atau karbonat, dapat ditentukan melalui
titrasi dengan menggunakan indikator fenolftalein dan metil orange.
pKa asam karbonat yang pertama adalah 6,34 dan yang kedua adalah 10,36,
sehingga perbedaannya adalah 4,02 satuan. Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai
basa dengan sebuah titran asam kuat, dimana dalam kasus ini jelas didapat:
CO32- + H3O+ HCO3- + H2O
HCO3- + H3O+ H2CO3 + H2O
Fenolftalein dengan skala pH 3,0 sampai 9,6 adalah indikator yang cocok untuk
titik akhir pertama, karena pH sebuah larutan NaHCO 3 adalah (pKa1 + pKa2) atau
atau 8,35.
Metil orange dengan skala pH 3,1-4,4 cocok untuk titik akhir yang kedua. Sebuah
larutan CO2 jenuh mempunyai pH sekitar 3,9. tidak satupun titik akhir terlihat
tajam, namun yang kedua dapat secara luas ditingkatkan dengan menghilangkan
CO2. biasanya sample-sample yang hanya mengandung sodium karbonat (soda abu)
dinetralisasi sampai titik metil orange dan asam yang berlebihan ditambahkan. CO 2
dihilangkan dengan mendidihkan larutan dan asam yang berlebih tersebut dititrasi
dengan basa standar.
(Underwood, 1999)
Reaksi Pengendapan
Reaksi pengendapan yaitu reaksi yang sangat berkaitan dengan hasil kali kelarutan
(Ksp). Jika hasil kali konsentrasi dengan pangkat yang semestinya antara dua ion melebihi
nilai dari hasil kali kelarutan yang bersangkutan, maka kombinasi kation dan anion
tersebut akan mengendap dalam larutan kembali mencapai nilai hasil kali kelarutan.

Reaksi:
2 NO3PO4(l) + 3 BaCl2(aq) Na3(PO4)2(s) + NaCl(aq)
(Rosenberg, 1989)
Analisa Bahan
CaCl2
Senyawa putih lembab, cair, larut dalam air. Berat jenis 2,15, titik leleh 772 oC, titik
didih 7600 oC . ada sejumlah bentuk terhidrasi, antara lain monohodrat (CaCl 2,
H2O), dihidrat (CaCl2, 2 H2O). kebanyakan kalsium klorida dibentuk sebagai hasil
samping.
(Daintith, 1994)
NH3
Gas tidak berwarna, bau menyengat, titik leleh -74 oC, titik didih -30,9 oC. sangat
larut dalam air dan alcohol. Dapat dibuat dengan mereaksikan garam amonium
dengan basa seperti kalsium hidroksida atau dengan hidrolisa suatu hidrida.
(Basri, 1996)
HCl
Merupakan asam kuat dan elektrolit kuat, tidak berwarna, titik didih -85,03 oC, titik
leleh -114,19 oC, dapat digunakan sebagai agen pereduksi.
(Daintith, 1994)
Metil Orange
Zat warna organik yang digunakan dalam indikator asam-basa. Berubah merah
dibawah pH 3,1 dan menjadi kuning di atas pH 4,4 (25 oC) digunakan pada titrasi
yang melibatkan basa lemah. Merupakan suatu basa dan berwarna kuning dalam
bentuk molekulnya.

Na

O3
S

Na

O3
S

N
N

N(CH3 )2 + H3 O

N(CH3)2 + H2O

(Basri, 1996)

Fenolftalein
Zat warna yang digunakan sebagai indikator asam-basa, tidak berwarna dibawah pH
8 dan berwarna merah di atas pH 9,6. senyawa ini digunakan dalam titrasi yang
melinatkan asam lemah dan basa kuat dan digunakan pula sebagai pencahar.
(Daintith, 1994)
Aquades
Merupakan persenyawaan hidrogen dan oksigen, tidak berbau dan tidak berasa,
tidak berwarna, titik beku 0 oC, titik didih 100 oC, bersifat polar.
(Basri, 1996)

III.

METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan

Alat
- gelas beker
- pipet tetes

- gelas ukur
- corong

- kertas saring

- pengaduk

- buret

- statif

- erlenmeyer
3.1.2

Bahan
- CaCl2

- Fenolftalein (PP)

- NH3

- HCl

- Metil orange

- Aquades

Gambar Alat

Gelas beker

Corong

Erlenmeyer

Gelas ukur

Pengaduk

Statif

Pipet

Buret

Kertas saring
Rangkaian alat titrasi

3.3. Skema Kerja


3.3.1. Mengenali adanya ion karbonat dan bikarbonat dalam larutan

10 mL cuplikan
Gelas beker
Penambahan CaCl2
Endapan kalsium karbonat
Penyaringan

Endapan

Filtrat
Penambahan sedikit amonia
Larutan menjadi keruh dan
terbentuk endapan putih

3.3.2. Menghitung banyaknya ion karbonat dan bikarbonat dalam larutan

10 mL cuplikan
Erlenmeyer 100 mL
Penambahan 3 tetes indikator PP
Titrasi dengan larutan standar 0,1 N HCl
Pencatatan volume HCl

10 mL cuplikan
Erlenmeyer 100 mL

Penambahan 2 tetes metil orange


Titrasi dengan larutan standar 0,1 N HCl
Pencatatan volume HCl
Kadar ion karbonat dan
bikarbonat

PERCOBAAN 7
REAKSI KIMIA III : KATALIS ENZIMATIS

I. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi.
b. Untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai katalis.
c. Untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis enzimatis.
II. Dasar Teori
2.1. Enzim
Kata enzim berarti dalam ragi. Manusia telah menggunakan enzim sejak zaman
prasejarah dalam memproduksi anggur, cuka dan keju. Suatu enzim adalah suatu katalis
biologis. Hewan tingkat tinggi mengandung ribuan enzim. Enzim merupakan katalis
yang lebih efisien dari pada kebanyakan katalis laboratorium atau industri. Enzim juga
memungkinkan suatu selektivitas pereaksi dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak
dimungkinkan oleh kelas katalis lain. Semua enzim adalah protein. Untuk aktivitas
biologis, beberapa enzim memerlukan gugus-gugus prostetik atau kofaktor.
(Fessenden, 1986)
Enzim merupakan polimer biologis yang mengkatalisis lebih dari satu proses
dinamik yang memungkinkan kehidupan. Sebagai determinan yang menentukan
kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim memainkan peran
sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan makanan untuk memasok
energy serta unsur-unsur kimia pembangun tubuh (building blocks); perakitan building
block tersebut menjadi protein, membrane sel. Serta DNA yang mengkodekan informasi
genetic; dan akhirnya peeenggunaan energy untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini
dimungkinkan dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat.
(Murray, 2001)
2.2. Klasifikasi Enzim
International Union of Biochemistry (IUB) membagi enzim menjadi 6 kelas, yaitu:
Oksidoreduktase : mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, dan biasanya
menggunakan koenzim :
NAD+
2.
NADP+
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Dehidrogenase, Oksidase, dan
Hidroksilase
1.

Transferase : mengkatalisis pemindahan gugus tertentu, seperti gugus 1karbon, gugus aldehid dan keton, gugus asil, gugus glikosil, gugus fosfat

dan gugus mengandung S.


Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Amino transferase, asil karnitin
transferase, transkarboksilase dan glukinase.
Hidrolase : meningkatkan pemecahan ikatan antara karbon dengan atom
lainnya dengan penambahan air.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : esterase, amidase,
peptidase,fosfatase dan glikosidase.
Liase : mengkatalisis pemecahan karbon-karbon, karbon-sulfur dan karbonnitrogen.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : dekarboksilase, aldolase, sintase
dan deaminase.
Isomerase : mengkatalisis raseminasi optic atau isomer geometric dan
reaksi oksidasi reduksi intramolekular tertentu.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : epimerase, mutase dan isomerase.
Liase : mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan karbon,
karbon dengan sulfur, karbon dengan nitrogen dan karbon dengan oksigen.
Untuk pembentukan ikatan tersebut diperlukan energi yang berasal dari ATP.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Sintetase dan Karboksilase.
(Shahib, 1992)
2.3. Komponen Enzim
Enzim terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Protein
2. Gugus Prostetik (Koenzim)
Bagian apoenzim menyebabkan kekhasan pada enzim. Bagian gugus prostetik dapat
berupa kofaktor. Kofaktor yaitu senyawa anorganik yang diperlukan oleh enzim untuk aktivitas
biologisnya. Kofaktor dapat berupa ion logam seperti unsur besi, mangan, magnesium dan
natrium. Koenzim yaitu senyawa organik, misalnya vitamin B 1, B2 dan B6.
(Fessenden, 1986)
Komponen Enzim meliputi :
a. Apoenzim
Adalah bagian enzim yang terdiri dari protein.
Sifat: - tidak tahan panas
- tidak mampu melewati membran dialysis.

b. Koenzim
Adalah bagian enzim yang bukan protein.
Sifat: - tahan terhadap panas
- mampu melewati membran dialis.
Holoenzim adalah gabungan antara apoenzim dan koenzim yang terikat satu sama lain.
Koenzim, kofaktor, gugus prostetik merupakan kokatalis. Gugus prostetik terikat erat pada
apoenzim sedangkan kofaktor tidak begitu erat. Gugus prostetik adalah bagian dari enzim yang
berbentuk molekul organic. Koenzim adalah suatu bagian yang bertindak sebagai penerima
hydrogen atau akseptor hidrogen seperti NAD/ATP.
( Winarno, 1986 )
Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, disamping itu terdapat pula bagian
yang bukan protein yang penting untuk aktivitas katalitik. Bagian yang bukan protein ini disebut
kofaktor. Koenzim adalah bentuk tertentu dari kofaktor.
Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu : gugus prostetik, koenzim dan ion
metal. Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi dengan apoenzim dan bersifat
sewaktu (tidak permanen), biasanya pada saat berlangsung katalisis. Selanjutnya koenzim yang
sama dapat menjadi kofaktor pada enzimyang berbeda. Pada umumnya koenzim tidak hanya
membantu enzim memecah substrat, tetapi juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk
produk yang terjadi. Kebanyakan komponen kimia koenzim adalah vitamin.

(Shahib, 1992)
a. Inhibitor Enzim
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim,
misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa.
Inhibitor dapat dikelompokkanmenjadi tiga macam yaitu inhibitor
kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik.
(Poedjiadi, 1994)
Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat (katalitik).
Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya menyerupai struktur
kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut dapat berikatan secara
reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya membentuk kompleks EnzS,
justru membentuk kompleks enzim inhibitor (Enzl).
Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat persaingan antara S dan I.
struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip dengan struktur S dan
dapat dianggap berkaitan dengan domain yang berbeda pada enzim. Inhibitor

nonkompetitif reversible menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh


pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah), tetapi biasanya tidak
mempengaruhi nilai Km.
(Murray,2001)
b. Sifat-Sifat Enzim
Secara umum, sifat-sifat enzim sebagai berikut:
Sebagai biokatalisator yaitu dapat menggiatkan atau kadangkadang dapat menyebabkan memuainya proses dalam sel.
Enzim bekarja spesifik artinya untuk

merubah

mereaksikan suatu zat tertentu memerlukan enzim tertentu pula.


Enzim dapat bekerja bolak-balik artinya

suatu

atau
reaksi

memerlukan enzim yang sama juga mempengaruhinya adalah jumlah substrat


dan jumlah produksi.
Enzim bekerja sangat cepat.
Enzim tidak ikut bereaksi artinya enzim tidak berubah dan
dapat dipakai kembali setelah reaksi enzimatis berlangsung.
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu.
Enzim sensitif terhadap pH.
(Murray, 2001)
2.4. Kekhasan Enzim
Nama enzim disesuaikan dengan substratnya dengan penambahan ase di
belakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim.
Contoh: enzim menguraikan substrat (urea) disebut urease.
Kelompok enzim yang mempunyai fungsi sejenis diberi nama menurut fungsinya.
Misalnya, hidrolase adalah kelompok enzim yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam
proses hidrolisis. Disamping nama trival (biasa) maka oleh Commision On Enzimes of The
International Union of Biochemistry telah ditetapkan nama yang sistematis dan disesuaikan
dengan pembagian dan penggolongan enzim berdasar fungsi.
Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Asam amino tertentu
sebagai substrat dapat mengalami berbagai reaksi dengan enzim.
( Poedjiadi, 1994 )

2.5. Dasar Kerja Enzim


Pada umumnya terdapat dua mekanisme kerja enzim yang mempengaruhi reaksi katalis.
Mekanismenya adalah :
a) Enzim meningkatkan kemungkinan molekul molekul yang bereaksi saling bertemu
dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi karena enzim mempunyai
suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan mempunyai kemampuan mengikatnya
walaupun bersifat sementara. Penyatuan antara substrat dengan enzim tidak seenaknya,
melainkan substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa sehingga setiap substrat
terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
b) Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan non kovalen) antara substrat
dengan enzim menimbulkan penyebaran ini menyebabkan suatu regangan pada ikatan
kovalen spesifik dalam molekul substrat sehingga ikatan kovalen tersebut menjadi
mudah pecah. Dapat disimpulkan bahwa enzim mempercepat laju reaksi agar
keseimbangan reaksi tercapai, tetapi tidak mempengaruhi konstanta keseimbangan.
Banyak faktor yang mempengaruhi laju reaksi suatu enzim diantaranya yang penting
adalah konsentrasi baik substrat maupun enzim. Faktor utama lainnya antara lain : suhu, pH,
kekuatan ikatan ionik dan adanya inhibitor (penghambat reaksi). Faktor faktor yang
mempengaruhi laju reaksi enzim yaitu
1) Suhu
Laju reaksi meningkat seiiring bertambahnya suhu, namun apabila suhu terlalu
tinggi, maka enzim akan rusak sehingga reaksi berjalan optimal. Suhu normal untuk
aktivitas enzim berkisar antara 25 - 370C.
2) Derajat Keasamam (pH)
Pengaruh pH terhadap suatu reaksi enzim menjadi rumit oleh beberapa faktor yang
dapat saling bersaing apabila aktifitas enzim mencapai maksimum jika pH mencapai
optimum, maka laju reaksi akan berkurang di kedua sisi pH optimum. Untuk setiap
kombinasi dari 3 aturan yang mungkin :

Protein enzim terdenaturasi akibat pH ekstrem tinggi atau rendah.


Protein enzim dapat memerlukan gugus gugus amino yang terionisasikan
pada rantai samping yang mungkin di titik hanya pada satu keadaan ionisasi.
Substrat dapat memperoleh protein dalam satu bentuk muatan.

3) Konsentrasi Enzim
Laju meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim jenuh lebih
sedikit dari konsetrasi substrat.
4) Konsentrasi Substrat
Laju reaksi yang mengkatalisasikan dengan enzim mula mula berada pada
kesetimbangan, namun seiring konsentrasi substrat dinaikkan lebih lanjut atau berlebih
akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum suatu reaksi hingga pada saat
penambahan substrat lebih lanjut tidak mempengaruhi reaksi (kinetika penjenuhan).
( Petrucci, 1997 )

2.6. Fungsi dan Cara Kerja Enzim


2.6.1. Fungsi Enzim
Adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam maupun di luar sel.
Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 10 6 1011 kali lebih cepat dari pada bila reaksi tersebut
berlangsung tanpa katalis.
( Poedjiadi, 1994 )
2.6.2. Cara Kerja Enzim
Enzim diduga menyesuaikan diri di sekitar substrat ( molekul yang akan dikerjakan )
untuk membentuk kompleks enzim substrat. Ikatan menjadi tegang oleh gaya terik antara
substrat dan enzim. Ikatan tegang mempunyai energi dam mudah terpatahkan sehingga reaksi
berlangsung lebih mudah dan menghasilkan kompleks enzim substrat.

E+
S
Keterangan :

ES

E+P

E+S

= enzim + substrat

ES

= kompleks enzim substrat

E+P

= enzim + produk

Bentuk yang diubah dari produk menyebabkan kompleks itu berdisosiasi dan
permukaan enzim siap menerima substrat lain. Teori aktivitas enzim ini disebut Teori
Kesesuaian Terimbas (Induced-Fit Theory).
( Fessenden, 1983 )

2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktor-faktor tersebut dapat
bersifat fisik atau bersifat kimia yaitu :
2.7.1. Suhu atau Temperatur
Laju reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan adanya penurunan suhu.
Pada suhu transisi aktivitas enzim menurun tajam. Kenaikan kecepatan dibawah temperatur
optimal disebabkan oleh kenaikan energi kinetika molekul yang bereaksi. Bila suhunya
dinaikkan terus, energi kinetika menjadi besar sehingga melampaui penghitung energi untuk
memecahkan ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam bentuk aslinya. Akibatnya
struktur sekunder dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologis.
(Mayes, 1992)
Aktivitas
Enzim

37o C

Temperatur

( suhu optimum )
Gambar Grafik
Hubungan temperatur dengan aktivitas
(Underwood, 1994)
enzim

2.7.2. Konsentrasi Substrat


Bila konsentrasi substrat (s) naik sedangkan semua keadaan lainya dipertahankan tetap,
kecepatan tetap, keceepatan awal yang diukur v naik sampai nilai maksimum v berhenti. Efek
konsentrasi substrat pada kecepatan reaksi yang dikatalis enzim.
Kecepatan akan naik bila konsentrasi substrat dinaikkan sampai konsentrasi enzim
dikatakan telah jenuh dengan substrat. Jumlah substrat masih melebihi jumlah enzim dengan
persamaan molar yang besar. Apabila titik A dan B, Kenaikkan atau penurunan jumlah enzim
tergabung dengan substrat dan v akan tergantung pada (s). Pada C, semua enzim tergabung
dengan substrat sehingga kenaikkan selanjutya dari S. Walau ini menaikkan konsentrasi
benturan anatar enzim dan substrat tidak dapat menaikkan kecepatan reaksi karena tidak ada
enzim yang terdapat unsur bereaksi.
.2.7.3. Pengaruh pH
Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH
optimum, yang umumnya antara pH 4,5 8,0. suatu enzim tertentu mempunyai pH optimum
sangat ekstrim , misalnya pepsin pada pH 1,8 dan organisme pada pH 10,0.
Kisaran pH yang ekstrim, baik asam maupun basa terjadi aktivasi, yang irreversible.
Pada kisaran pH selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi, tetapi bersifat reversible. Perlu
diketahui pada enzim yang sama, sering pH umumnya berbeda, tergantung asal enzim tersebut.
Misalnya metal esterase yang diperoleh dari kapan mempunyai pH optimum sekitar 5,0 sedang
enzim yang sama yang diperoleh dari kacang merah mempunyai pH sekitar 8,5.

Aktivitas
Enzim

pH

( suhu optimum )
Gambar Grafik
Hubungan pH dengan aktivitas enzim

(Poedjiadi, 1994)

2.7.4. Pengaruh Ion Logam


Lebih dari 25% dari keseluruhan enzim mengandung ion logam yang terikat erat atau
membutuhkan ion logam bagi aktivitasnya. Metal enzim mengandung ion logam fungsional
dalam jumlah pasti yang dipertahankan selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh
logam memperlihatkan ikatan dengan logam yang kurang erat, namun memerlukan logam
tambahan. Dengan demikian perbedaan metaloenzim dan enzim yag diaktifkan oleh logam
terletak pada afinitas enzim terhadap ion logam. Mekanisme yang diinginkan ion logam untuk
melaksanakan fungsinya tampak serupa dengan metaloenzim dan enzim yang diaktifkan oleh
logam.
(Murray, 1997)
2.8. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya perubahan
permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi.
Katalis dibedakan menjadi:
a) Katalis Homogen
Katalis homogen adalah jenis katalis yang berfase sama dengan pereaksi.
b) Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah jenis katalis yang tidak berfase sama dengan pereaksi.
(Keenan, 1984)

2.9. Katalis Enzimatis


Banyak reaksi dalam kimia sistem organik dilakukan dengan enzim sebagai katalis.
Enzim merupakan protein yang terdiri dari berbagai asam amino sama seperti molekul lain.
Katalis enzimatik melibatkan ikatan-ikatan kimia yang digunakan dengan ikatan-ikatan pada
reaksi kimia organik biasa. Dalam pelaksanaannya, katalis enzimatik menggunakan struktur
yang dibentuk oleh berbagai gugus asam amino dan prostestik. Sejumlah protein bertindak cepat
sebagai katalis yang sangat reaktif, lebih reaktif dari senyawa lsin yang dapat mempercepat
sejumlah reaksi karena protein mampu dirakit menjadi beberapa bentuk.
Dasar fungsi enzim adalah keefektifan katalis asam amino, gugus karboksil dan gugus
pengikat lain dinaikkan beberapa puluh kaki lipat dengan menempatkannya dalam ruang
tertentu sehingga dapat mengunci senyawa yang dipengaruhi.
Suatu senyawanya dapat mengkatalis reaksi dari beberapa substrat yang berbeda. Falam
reaksi enzimatik gugus pengikat dan gugus-gugus katalistik dan enzim bergabung dengan
substrat membentuk kompleks enzim substrat/ kemampuan enzim prostate.
Enzim aktivasi pembentukan kompleks enzim senyawa antara pada reaksi enzimatik
jauh lebih rendah dari pada energi aktivasi pada reaksi kimia tanpa enzim. Suatu enzim
merupakan suatu katalis yang dapat dibentuk sehingga mudah melakukan katalis dari suatu arah
dan agak sulit melakukan katalisis kearah berikutnya.
( Poedjiadi, 1994 )
2.10. Kinetika Katalis Enzim
Salah satu reaksi kimia yang paling sederhana adalah pengubahan suatu molekul zat S,
menjadi suatu molekul hasilnya P, dengan laju reaksi k. Reaksi ini dapat dituliskan sebagai :
S

Dalam reaksi yang dikatalis enzim semacam S, disebut substrat atau senyawa yang
transformasinya dikatalis oleh enzim. Pada reaksi ini panah baliknya dihapuskan karena
kesetimbangan reaksinya jauh cenderung menuju ke hasilnya atau sebab beranjak dari
konsentrasi hasil nol (hanya meninjau tahap awal reaksi sebelum hasil yang memadai
terkumpul). Hal ini berarti bahwa jumlah dari bentuk hasilnya tidak penting. Jadi dengan model
ini dapat pula dicakup peningkatan banyaknya reaksi enzim. Dan dengan hasil ini dapat di
tuliskan :

S+A

Jika terdapat sejumlah besar A dibandingkan dengan S sehingga konsentrasinya dapat


dianggap tetap sebelum reaksi. Dalm hal ini konstanta K sama dengan K kali konsentrasi A
yang tak berubah. Misalnya semua reaksi hidrolisis, termasuk jenis ini dengan A ialah air.
Apabila tidak ada enzim pada kebanyakan reaksi hidrolase, laju pembentukan hasilnya
diabaikan (atau penekanan substrat). Biasanya laju reaksi semacam itu disebut kecepatan (V)
reaksi.
V = -d [S] / dt
= K [S]
Akan tetapi dengan enzim dan konsentrasi substrat pada persamaan ini tidak berlaku, K
tidak lagi konstan tetapi sebanding dengan konsentrasi enzim.
d [S] / dt = -K [S]
(Poedjiadi, 1994)

2.11. Analisa Bahan


1.

Amilum
Sifat Fisik : Merupakan polisakarida yang terbentuk dari cara sintesa banyak terdapat pada
tanaman.
Sifat Kimia : Campuran 10 -20% amilosa dan 80-90% amilopeptin. Jika bereaksi dengan
iodine membentuk warna hijau.
(Basri, 1996)

2.

Iodin
Sifat Fisik

: Berat atom 126,90 gram/mol, nomor atom 53, berwarna hitam kebiruan
dengan uap ungu,digunakan sebagai bahan antiseptic, katalis dan lain-lain.

Sifat Kimia : Larut dalam alkohol, kloform, eter, gliserol, dan karbon disulfida, tidak larut
dalam air.
(Basri, 1996)

Cu(NO3)2
Sifat Fisik

3.

: Merupakan larutan Berwarna biru laut, titik dekomposisi 170C, titik


leleh 115C.
Sifat Kimia : Larut di dalam air merupakan reagen untuk mendeteksi Oksigen.
(Basri, 1996)
HgCl2

4.

Sifat Fisik

: Densitas 5,44, titik leleh 280,7C, titik didih 302C, beracun dan korosif,
digunakan untuk antiseptik, mengawetkan kayu.

Sifat Kimia : Dapat larut dalam air, berbahaya bagi lingkungan.


(Pringgodigdo, 1973)

Pb(NO3)2
Sifat Fisik : Senyawa tidak berwarna, densitas 4,53, titik dekomposisi 233C.
Sifat Kimia : Berbahaya bagi lingkungan, larut dalam air, digunakan sebagai reagen,
pewarna industri tekstil.
(Pringgodigdo, 1973)
Aquades

5.

6.

Sifat Fisik : titik didih 100C, titik beku 0C, memiliki Kb = 0,51 gram/mol.
Sifat Kimia : Memiliki rumus molekul H2O, merupakan senyawa

berfasa cair, tidak

berwarna.
(Mulyono, 2005)

Larutan Buffer
Larutan yang mempunyai sifat dapat mempertahankan pH lingkungannya
baik oleh pengaruh penambahan sedikit asam atau basa maupun oleh
pengenceran, merupakan campuran yang terdiri dari pasangan konjugasi asam basa
(misalnya : CH3COOH/CH3COO , NH4OH/NH4+). Larutan buffer ada 2 yaitu:
a.Buffer pH 5 (untuk pH agak asam)
b. Buffer pH 7 (untuk pH netral).
(Mulyono, 2005)
8. Saliva
7.

Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1 1,2 liter
saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri dari 99,24% air dan 0,58% terdiri atas
ion Ca2+, Na+, K+, PO4-, Cl, HCO3, SO4

2-

dan zat zat organic, seperti enzim amilase dan

ptyalin.
(Milller,1993)
9.

Enzim Amilase

Termasuk kelompok enzim hidrolase, yaitu enzim yang mengkatalis hidrolisa


substrat dengan molekul air. Enzim amilase, dapat memecah ikatan peptide dalam
amilum sehingga terbentuk maltose. Macam macam enzim amilase, amilase,
amilase, terdapat dalam saliva dari pankreas. Enzim ini memecah ikatan yang
terdapat dalam amilum disebut enzim endoamilase sebab enzim ini memecah bagian
dalam bagian tengah molekul amilum.
(Poedjiadi, 1994)
III. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1. Alat

Gelas Beker

Tabung Reaksi

Kertas Saring

Penangas air

Drup plate

Termometer

Pipet Tetes

Corong

Gelas ukur

Rak tabung reaksi

Penjepit

3.1.2. Bahan

Larutan Amilum 1%

Larutan I dalam KI

Cu(NO3)2

HgCl2

Pb(NO3)2

Larutan buffer pH 5

Larutan buffer pH 7

Aquadest

3.2 Gambar Alat

Gelas beker

Tabung Reaksi

Kertas Saring

Penangas Air

Drup Plate

Termometer

Pipet Tetes

Corong

Rak tabung reaksi


3.3.Skema Kerja

Penjepit

Gelas ukur

3.3.1. Pengumpulan Saliva encer


Air Kumur
Gelas Beker
Pengocokan kuat-kuat
penyaringan

Filtrat

Residu

3.3.2. Penyediaan Larutan Iod


Larutan Iod dalam KI
Penetesan pada drup plate

Hasil

3.3.3. Pengaruh Temperatur terhadap aktivitas Enzim Amilase


a. T = 37 C

Larutan Amilum

Larutan Amilum encer

Tabung 1a,2a,3a

Tabung 1b,2b,3b

Pemanasan dalam penangas suhu 37C

Campuran
Tabung 1b
Penangas air 37 C
Penambahan setiap 3 menit 1-2 tetes
pada KI
Hasil

b. T = 70C

Larutan Amilum

Larutan Amilum encer

Tabung 1a,2a,3a

Tabung 1b,2b,3b

Pemanasan dalam penangas suhu 70 C

Campuran
Tabung 1b
Penangas air 70 C
Penambahan setiap 3 menit 1-2 tetes
pada KI
Hasil

3.4.4. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase


a. Larutan buffer 5
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan larutan buffer pH 5
Penempatan kedalam penangas air 37 C
Penambahan Amilum 1%
Pengadukan

Larutan Saliva Encer


Tabung Reaksi

Penempatan ke penangas air 37 C


Penambahan 1-2 tetes pada KI setiap 3 menit
Hasil

b. Larutan buffer 7

Larutan Saliva Encer


Tabung Reaksi
Penambahan larutan buffer pH 7

Penempatan kedalam penangas air 37 C


Penambahan Amilum 1%
Pengadukan

Larutan Saliva Encer


Tabung Reaksi

Penempatan ke penangas air 37 C


Penambahan 1-2 tetes pada KI setiap 3 menit
Hasil

3.4.5. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase


a.
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi

Penambahan 3 tetes larutan Cu(NO3)2


Penempatan kedalam penangas air 37 C
Penambahan Amilum 1% yang sudah dipanaskan
Pengadukan

Larutan Saliva Encer


Tabung Reaksi

Penempatan ke penangas air 37 C

Penambahan 3 tetes KI pada drup plate setiap 3


menit
b.

Hasil
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan 3 tetes larutan HgCl2
Penempatan kedalam penangas air 37 C
Penambahan Amilum 1% yang sudah dipanaskan
Pengadukan

Larutan Saliva Encer


Tabung Reaksi

Penempatan ke penangas air 37 C


Penambahan 3 tetes KI pada drup plate setiap 3
menit
Hasil

c.
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan 3 tetes larutan Pb(NO3)2
Penempatan kedalam penangas air 37 C
Penambahan Amilum 1% yang sudah dipanaskan
Pengadukan
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi

Penempatan ke penangas air 37 C


Penempatan ke penangas air 37 C
Penambahan 3 tetes KI pada drup plate setiap 3
menit
Hasil
d.
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penempatan kedalam penangas air 37 C
Penambahan Amilum 1% yang sudah dipanaskan
Pengadukan

Larutan Saliva Encer


Tabung Reaksi

Penempatan ke penangas air 37 C


Penambahan 3 tetes KI pada drup plate setiap 3
menit
Hasil

PERCOBAAN 8
REAKSI REDOKS

I.

Tujuan Percobaan
Mempelajari beberapa reaksi redoks

II.

Dasar Teori
2.1 Reaksi Kimia

Reaksi kimia adalah zat yang mula-mula terdapat dan kemudian diubah
selama reaksi kimia. Suatu reaksi kimia menunjukkan umur atau lama bereaksi.
Banyaknya atom diruas kiri dan kanan anak panah adalah sama. Misalnya,
persamaan berimbang untuk reaksi antara H2 dan O2 yang menghasilkan air,ditulis
dengan persamaan reaksi:
2H 2 + O2

2H2O

Rumus H2 menyatakan bahwa sebuah molekul hydrogen dari 2 atom itu adalah
diatom sama seperti molekul O2. Molekul air merupakan molekul triatom karena
terdiri dari 3 atom. Persamaan ini menyatakan 2 molekul H2 bereaksi dengan satu
molekul O2 menghasilkan 2 molekul air.
(Keenan,1986)
2.1.1 Reaksi Redoks
Terdapat sejumlah reaksi saat keadaan oksidasi berubah yang
disertai dengan pertukaran electron antara pereaksi. Ini disebut reaksi
oksidasi reduksi atau reaksi redoks. Dari sejarahnya dapat diketahui
bahwa oksidasi dianggap sebagai proses oksigen diambil dari suatu
zat,sedangkan penangkapan hydrogen disebut reduksi.
Reaksi oksidasi adalah suatu perubahan kimia dimana suatu zat
memberikan

atau

melepas

electron,mengalami

penambahan

biloks/tingkat oksidasi,terjadi di anoda pada suatu sel elektrokimia.


Sedangkan reaksi reduksi adalah suatu perubahan kimia dimana suatu
zat menerima atau menangkap electron,mengalami pengurangan
biloks,dan terjadi di katoda pada suatu sel elektrokimia.
(Svehla,1985)
2.1.2 Oksidasi dan Reduksi
Oksidasi dan reduksi dapat didefinisikan sebagai istilah berkurangnya
atau bertambahnya satu atau lebih elemen. Oksidasi didefinisikan sebagai
kehilangan satu atau lebih electron secara jelas oleh unsure terkecil yang
terlibat dalam suatu reaksi. Sedangkan reduksi didefinisikan sebagai
bertambahnya satu atau lebih electron secara jelas oleh unsure terkecil yang
terdapat dalam suatu reaksi. Reaksi redoks adalah suatu reaksi transfer
electron yang mana electron dari suatu unsure dioksidasi dengan kehilangan
satu atau lebih electron ke unsur lain yang direduksi ketika berperan sebagai
sebuah penerima electron. Jumlah electron yang hilang harus sama dengan
jumlah electron yang bertambah. Dalam reaksi karena terdapat transfer satu
atau lebih electron dalam satu unsur ke unsure yang lain.

Persamaan biasa:

Zn (s) + CuSO4

ZnSO4 (aq) + Cu (s)

Dalam reaksi redoks melibatkan campuran kovalen yang mana tidak


terdapat transfer electron. Walauoun satu atau lebih electron valensi dibagi
antara dua atom dengan pembagian pasangan electron ditarik lebih dekat ke
atom yang lebih elektronegatif pada masing-masing ikatan kovalen.
(Miller,1987)
2.1.3 Oksidator dan Reduktor
Reduktor adalah zat yang mengalami oksidasi. Sedangkan oksidator
adalah zat yang mengalami reduksi.

2.2

Bilangan Oksidasi
Dalam reaksi redoks ada perbedaan dalam bilangan oksidasi atau keadaan

oksidasi. Istilah ini digunakan untuk memperlihatkan sesuatu yang saling mengubah dari dua
atau lebih unsur. Misalnya reaksi antara magnesium dengan oksigen:

Terlihat bahwa biloks Mg berubah dari 0 menjadi +2 dan bilangan oksidasi oksigen berubah
dari 0 menjadi -2. Dengan demikian, oksidasi Mg diikuti dengan bertambahnya biloks. Reduksi
O2 sebaliknya diikuti dengan berkurangnya biloks. Dengan demikian,hal ini memberikan
kepada kita cara lebih umum untuk mendefinisikan oksidasi dan reduksi berkaitan dengan
perubahan dalam bilangan oksidasi dan reduksi.
(Brady,1994)
2.3 Penyetaraan Reaksi Redoks
Banyak reaksi redoks yang sulit disetarakan dengan cara menebak. Reaksi seperti itu
dapat disetarakan dengan metode setengah reaksi ataupun bilangan oksidasi. Metode setengah
reaksi atau metode ion elektron in didasarkan pada pengertian jumlah elektron yang dilepaskan

pada setengah reaksi redoks. Proses penyetaraan in berlangsung melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
Contoh : K2Cr2O7 + HCl KCl + CrCl3 + Cl2 + H2O
Langkah I : menulis kerangka dasar dari dari setengah reksi oksidasi dan setengah
reaksi reduksi secara terpisah dalam bentuk ion.
Oksidasi : Cl- Cl2
Reduksi : Cr2O72- 2Cr3+

Langkah II : masing-masing setengah reaksi tersebut disetarakan agar jumlah atom


sebelah kiri sama dengan sebelah kanan.
Oksidasi : 2Cl- Cl2
Reduksi : Cr2O72+ + 14H+ 2Cr3+ + 7H2O

Langkah III : jika ada spesies lain selain unsur yang mengalami perubahan bilanagna
oksidasi O2 dan H2, maka penyetaraannya dengan menambahkan spesies yang
bersangkutan pada ruas yang lainnya.
Dalam reaksi in tidak ada.

Langkah IV : menyetarakan muatan denangan menambahkan elektron pada ruas yang


jumlah muatannya lebih besar.
Oksidasi : 2Cl- Cl2 +2eReduksi : Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O

Langkah V : menyetarakan jumlah elektron yang diserap pada setengah reaksi reduksi
dengan elektron tinggi yang dibebaskan pada setengah reaksi oksidasi denagn cara
memberi koefisien yang sesuai kemudian menjumlahkan kedua setengah reaksi
tersebut.
Reaksi redoks yang setara :

Oksidasi : 2Cl- Cl2 + 2e

x3

Reduksi : Cr2O72- + 14H+ +6e 2Cr3+ + 7H2O

x1

Hasil :
Oksidasi : 6Cl- 3Cl2 +6e
Reduksi : Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O +
o

Cr2O72- + 6Cl- + 14 H + 2Cr3+ + 3Cl2 + 7H2O

Persamaan reaksi ion tersebut sudah dianggap cukup. Apabila diperlukan, reaksi redoks
yang setara dapat ditunjukkan dari reaksi ionnya sehingga menjadi :
K2CrO7 + 14 HCl 2 CrCl3 + 3Cl2 + 2KCl + 7H2O
(Petrucci, 1992)

2.4 Reaksi Disproporsionasi


Reaksi disproporsionasi adalah reaksi redoks yang terjadi simultan oleh suatu spesies.
Spesies ini mengandung unsur yang mempunyai bilangan oksidasi diantara bilangan oksidasi
tertinggi dan terendah. Atau denagn kata lain, suatu jenis atom ytang mengalami redoks atau
suatu jenis atom yang bilangan oksidasinya berubah. Reaksi disproporsionasi disebut juga
reaksi autoredoks.
Contoh :
a.

Cl2(g) + 2OH-(aq) ClO-(aq) + Cl-(aq) + H2O(l)

b.

2H+(aq) + 3NO2(aq) NO3(aq) + 2NO(g) + H2O(l)


(Lange, 1967)

2.5 Pendesakan Logam


Unsure logam cenderung mengalami oksidasi

(melepas electron), sehingga semua

logam bersifat reduktor. Ada sebagian logam yang bersifat reduktor kuat dan reduktor lemah
(mudah teroksidasi).
Reduktor kuat sampai lemah :

Li, K, Ba, Ca, Na, Mg, Al, Mn, H2O2, Zn, Cr, Fe, Cd, Co, Ni, Sn, Pb, H +, Sb, Bs, Cu,
Hg, Ag, Pb, Au.
Deret volta tersbut, semakin ke kanan sifat reduktornya makin kuat dan oksidasinya makin
lemah. Oleh karena itu, anggota deret volta yang lebih ke kanan melalui reduksi. Reaksi ini
disebut reaksi pendesakan logam.
(Rivai,1995)
2.6 potensial elektroda
Potensial elektroda dapat diukur dalam larutan yang mengandung bentuk
pengoksidasi dan pereduksi dalam konsentrasi yang ekuimolar. Elektroda standar yakni yang
bersentuhan dengan larutan-larutan yang kadar ionya 1M dan tekanan 1 atm. Pengukuran suatu
sel volta adalah pengukuran gaya dorong dari reaksi redoks. Elektroda hydrogen standar
digunakan sebagai elektroda pembanding standar karena harga voltanya nol. Potensial elektroda
standar diukur secara langsung, namun potensial antara dua elektroda standar ideal dapat
dihitung dari pengukuran yang dilakukan terhadap larutan yang lebih encer.
Voltage sel keseluruhan diberikan kepada elektode disebut potensial reduksi standar.
Reaksi katode(reduksi) kebalikan dan elektroda yang sebagai anode dan menjalankan oksidasi.

(keenan,1991)
Table Potensial Reduksi.
Li+(aq) + e- -----> Li(s)

-3.05

K+(aq) + e- -----> K(s)

-2.93

Ba2+(aq) + 2 e- -----> Ba(s)

-2.9

Sr2+(aq) + 2 e- -----> Sr(s)

-2.89

Ca2+(aq) + 2 e- -----> Ca(s)

-2.87

Na+(aq) + e- -----> Na(s)

-2.71

Mg2+(aq) + 2 e- -----> Mg(s)

-2.37

Be2+(aq) + 2 e- -----> Be(s)

-1.85

Al3+(aq) + 3 e- -----> Al(s)

-1.66

Mn2+(aq) + 2 e- -----> Mn(s)

-1.18

2 H2O + 2 e- -----> H2(g) + 2 OH-(aq)

-0.83

Zn2+(aq) + 2 e- -----> Zn(s)

-0.76

Cr3+(aq) + 3 e- -----> Cr(s)

-0.74

Fe2+(aq) + 2 e- -----> Fe(s)

-0.44

Cd2+(aq) + 2 e- -----> Cd(s)

-0.4

PbSO4(s) + 2 e- -----> Pb(s) + SO42-(aq)

-0.31

Co2+(aq) + 2 e- -----> Co(s)

-0.28

Ni2+(aq) + 2 e- -----> Ni(s)

-0.25

Sn2+(aq) + 2 e- -----> Sn(s)

-0.14

Pb2+(aq) + 2 e- -----> Pb(s)

-0.13

2 H+(aq) + 2 e- -----> H2(g)

Sn4+(aq) + 2 e- -----> Sn2+(aq)

0.13

Cu2+(aq) + e- -----> Cu+(aq)

0.13

SO42-(aq) + 4 H+(aq) + 2 e- -----> SO2(g) + 2 H2O

0.2

AgCl(s) + e- -----> Ag(s) + Cl-(aq)

0.22

Cu2+(aq) + 2 e- -----> Cu(s)

0.34

O2(g) + 2 H2 + 4 e- -----> 4 OH-(aq)

0.4

I2(s) + 2 e- -----> 2 I-(aq)

0.53

MnO4-(aq) + 2 H2O + 3 e- -----> MnO2(s) + 4 OH-(aq)

0.59

O2(g) + 2 H+(aq) + 2 e- -----> H2O2(aq)

0.68

Fe3+(aq) + e- -----> Fe2+(aq)

0.77

Ag+(aq) + e- -----> Ag(s)

0.8

Hg22+(aq) + 2 e- -----> 2 Hg(l)

0.85

2 Hg2+(aq) + 2 e- -----> Hg22+(aq)

0.92

NO3-(aq) + 4 H+(aq) + 3 e- -----> NO(g) + 2 H2O

0.96

Br2(l) + 2 e- -----> 2 Br-(aq)

1.07

O2(g) + 4 H+(aq) + 4 e- -----> 2 H2O

1.23

MnO2(s) + 4 H+(aq) + 2 e- -----> Mn2+(aq) + 2 H2O

1.23

Cr2O72-(aq) + 14 H+(aq) + 6 e- -----> 2 Cr3+(aq) + 7 H2O

1.33

Cl2(g) + 2 e- -----> 2 Cl-(aq)

1.36

Au3+(aq) + 3 e- -----> Au(s)

1.5

MnO4-(aq) + 8 H+(aq) + 5 e- -----> Mn2+(aq) + 4 H2O

1.51

Ce4+(aq) + e- -----> Ce3+(aq)

1.61

PbO2(s) + 4 H+(aq) + SO42-(aq) + 2 e- -----> PbSO4(s) + 2 H2O

1.7

H2O2(aq) + 2 H+(aq) + 2 e- -----> 2 H2O

1.77

Co3+(aq) + e- -----> Co2+(aq)

1.82

O3(g) + 2 H+(aq) + 2 e- -----> O2(g) + H2O

2.07

F2(g) + 2 e- -----> F-(aq)

2.87

2.7 Indikator Redoks


Merupakan senyawa organik yang mempunyai sifat berbalik perubahan warnanya
apabila oksidasi maupun reduksi.
n oksidasi + n = n reduksi
Keterangan: n oksidasi : bentuk teroksidasi dari indikator
n reduksi : bentuk tereduksi dari indikator
Potensial elektrodanya adalah:
ln 0 ln + 0,059 100 (ln oksidasi)
X

(ln reduksi)
(Fessenden,1995)

2.8 Penentu Potensial Elektroda

Jika 0 adanya positif, maka reaksi ke kanan akan terjadi seperti yang ditulis dalam
tabel elektroda akan bertindak sebagai katode dari elektrode hidrogen sebagai anode. Jika
tanda ini negatif, reaksi ke kiri akan berlangsung sertamerta dan elektrode hidrogen akan
bertindak sebagai katode (mengambil reduksi) bila sebuah elektrode hidrogen.
a. bertindak sebagai katode, reaksinya adalah
2H+ + 2 H2

(reduksi)

b. bertindak sebagai anode, reaksinya adalah


H2 2H+ + 2

(oksidasi)

Potensial reduksi bertambah untuk lithium sampai flou. Ini berarti bahwa terdapat
kecenderungan yang meningkat dan atas ke bawah untuk memperoleh (mengalami
reduksi) dan kecenderungan yang melepas (mengalami oksidasi). Volta sel merupakan
jumlah aljabar dari potensial oksidasi dan potensial reduksi.
Voltase standar untuk sel:
E0 sel : E0 reduksi+ E0 oksidasi
Jika voltase sel yang dihitung itu positif, reaksi sel itu akan berlangsung serta merta.
(Keenan,1986)
2.9 Agen-Agen Pengoksidasi
Agen-agen pengoksidasi adalah zat yang mengambil elektron dari zat yang
dioksidasi, denagn cara itu menyebabkan terjadinya oksidasi.
(Brady, 1999)
2.9.1 Natrium dan hidrogen peroksida (Na dan H2O2)
Hidrogen peroksida (H2O2) adalah senyawa pengoksidasi yang baik dengan
potensial standar positif yang besar.
H2O2 + 2H+ +2e- 2H2O E = +1,77 V
Dalam larutan yang bersifat asam, senyawa in akan mengoksidasi Fe 2+ menjadi Fe3+. Dalam
larutan alkali, akan mengoksidasi Cr3+ menjadi Cr2O72- dan Mn2+ menjadi MnO2.

2.9.2 Kalium dan amonium proksedisulfat


Ion peroksedisulfat adalah senyawa pengoksidasi yang kuat dalam larutan yang
bersifat asam.
S2O22- + 2e- 2SO42- E = +2,01V
Senyawa in akan mengoksidasi Cr3+ menjadi Cr2O72-, Ce3+ menjadi Ce4+ dan Mn2+ menjadi
MnO4-. Reaksi biasanya dikatalis oleh sejumlah kecil ion perak (I), setelah oksidasi selesai,
kelebihan regen dapat dihilangkan dengan mendidihkan larutan.
2S2O22- + 2H2O 4SO42- + O2 +4 H+
2.9.3 Kalium permanganat
Keuntungan kalium permanganat adalah mudah diperoleh, tidak mahal, dan tidak
perlu indikator tertentu, kecuali pada laritan yang amat encer.
Reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O
2.9.4 Senyawa-senyawa dari Serium
Senyawa ini merupakan agen pengoksidasi yang kuat dan menkjalani reaksi
tunggal.
Reaksi :
Ce4+ + e- Ce3+
2.9.5 Kalium dikromat
Kalium dikromat merupakan pengoksidasi yang kuat.
Reaksi :
Cr2O72- + 14H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O
2.9.6 Iodin
Iodin merupakan pengoksidasi yang kuat.
Reaksi :

I2 + 2e- 2I2.9.7 Asam perodat


Senyawa asam paraperiodat (H5IO6) merupakan agen pengoksidasi yang kuat.
Reaksi :
H5IO6 + 6H+ + 2e- IO3- + 3H2O

2.9.8 Kalium bromat


Merupakan agen pengoksidasi yang kuat.
Reaksi :
BrO3- + 6H+ + 6e- Br- + 3H2O
2.9.9 Brimustat
Merupakan agen pengoksidasi yang kuat, mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO 4-, Cr
(II) menjadi Cr2O72-, dan Cr (II) menjadi Cr (IV), Brimustat direduksi menjadi Bi (III)
(Underwood, 1992)
2.10 Agen Pereduksi
Agen-agen pereduksi adalah zat yang memeberi electron pada suatu zat lainnya yang
direduksi dengan cara menyebabkan terjadinya reduksi
(Brady,1999)

1. Sulfur dioksida dan hydrogen sulfide


Kedua zat tersebut merupakan agen-agen pereduksi yang relatif lambat
SO42- + 4H+ +2e
H2SO3 + H2O
S + 2H+
H2S
Keduanya dapat menyebabkan Fe3+ menjadi Fe2+, V3+ menjadi V2+ .
(Brady,1999)
2. Timah (II) Klorida

Reagen ini digunakan untuk mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dalam sampel yang telah
dilarutkan dalam HCl
(Brady,1999)
3. Ion Tiosulfat (S2O32-)
Ion tiosulfat bila direaksikan dengan oksidator kuat maka S 2O32- akan teroksidasi
menjadi ion sulfat (SO42-) misalnya bila gas klor dialirkan pada larutan Na2SO4 ,
maka akan terjadi reaksi:
4Cl2 + S2O32- + 5H2O 8Cl- + 2SO42- + 10H+
(Brady,1999)
4. Besi (II)
Larutan besi(II) dalam 0,5-1 N H 2sO4 dioksidasi secara lambat dan dipergunakan
sebagai larutan standar . Larutan permanganate, serium(IV), dan dikromat cocok
dalam titrasi larutan besi (III)
5. Kromium(II)
Kromium merupakan agen pereduksi yang kuat
Reaksi:
CFr3+ + e Cr2+
E0 = -0,14V
(Brady,1999)

6. Titanium(III)
Adalah agen pereduksi yang kuat yang berasal dari garam-garamnya.
Reaksi:
TiO2+ +2H+ + e Ti3+ + H2O
E0=+0.104V
7. Oksalat dan arsenic(III)
Larutan standar asam oksalat cukup stabil larutan standar dari sodium oksalat lebih
baik, tidak stabil.
(Brady,1999)
8. Sulfit dan bisulfit
Garam0garam yang mengandung ion sulfat atau bisulfit biasanya dipakai sebagai
reduktor. Anionnya didapat dari netralisasi asam sulfat sebagian atau seluruhnya.

Bila suasananya basa, maka pereaksinya menjadi ion sulfat, baik untuk zat yang
asalnya mengandung ion sulfuit ataupun bisulfit.
(Brady,1999)
2.11 Analisa Bahan
1.

CuSO4
Berwarna biru dan bersifat Higroskopis, digunakan sebagai fungisada, bahan
pewarna dan pengawet kayu
(Sarjoni, 2003)

2.

Logam Alumunium
Berat atom 26,9315 , Tititk lebur 6600C dan titik didih 24500C , ringan dan
berwarna keperakan. Digunakan dalam industry pembuatan pesawat terbang,
alat rumah tangga, merupakan konduktor yang baik
(Sarjoni,2003)

3.

Logam Zn
Berwarna putih kebiruan, tidak larfut dalam air dan larut dalam larutan asam
sulfat
(Sarjoni, 2003)

4.

Logam Cu
Berat atom 63,564. Merupakan konduktor yang baik dan tahan karat
Sarjoni, 2003)

5.

Pb(NO3)2
Kristalnya berwarna putih, beracun, larut dalam air, alcohol, dan methanol
(Sarjoni, 2003)

6.

Logam Fe
Bersifat magnet dan lunak. Terdapat di alam dalam bentuk karbonan sulfide
(The Merck Index,1976)

7.

NaNO3
Memiliki berat molekul 85,04, tidak berwarna, kristalnya bening, butiran atau
bubuknya berwarna putih. Titik leburnya 3080C, Larutannya bersifat netral
(The Merck Index,1976)

8.

H2O2
Berat molekulnya 34,02 tidak berwarna, kurang stabil, dapat membakar kulit.
Tititk lebur -0,430C titik didih 1520C, dapat larut dalam eter, mamapu diuraikan
oleh beberapa pelarut organic.
(The Merck Index,1976)

9.

MnO2
Warnanya hitam, berbentuk Kristal, tidak larut dalam air, berfungsi sebagai
katalis
(Parker,1986)

10.

H2SO4
Berbentuk cair, berminyak, berwarna cokelat gelap, sangat korosif, beracun,
dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kilit, mampu melarutkan semua logam.
(Sarjoni 2003)

11.

KI
Berat molekul 116,02 berwarna putih, kristalnya berbentuk kubus, butiran atau
bubuknya berwarna putih, dapat larut dalam air, alcohol, methanol, aseton,
gliserol dan glikol.
(The Merck Index,1976)

12.

ZnSO4
Merupakan Kristal putih, deret volta 1,9 larut dalam air Digunakan sebagai
skiptik
(Basri,1996)

13.

Zn(NO3)2

Berupa larutan tidak berwarna, Larut dalam air dan alcohol,, tidak berbau,
bersifat asam, keasaman 5% adalah 5,1. Massa molekul 189,35 titik leleh 36 0C
Densitas 2,065
(Basri1996)
14.

FeCL3
Berupa Kristal berwarna cokelat, Lrut dalam ait, alcohol dan gliserol.
(Basri, 1996)

15.

Kanji
Karbohidrat berwarna putih, tanpa bau, tanpa rasa, dan sangat penting bagi
tumbuhan, dihasilkan melalui proses fotosintesis. Adanya kanji dapat
dibuktoikan dengan iodine
(Basri,1996)

III. METODE PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
a. Alat
-Tabung reaksi
-Gelas ukur
-Kertas amplas
-Pipet
-Tabung spirtus
-Penjepit
-Kaki tiga
-Gelas beker
b. Bahan
-CuSO4
-ZnSO4

3.2

-Pb(NO3)
-Logam Zn

-Logam Cu

-Logam Al

-Logam Fe
-Pb(NO3)2
-H2SO4
-Kanji

-FeCl3
-NaNO3
-KI
-MnO2

Gambar Alat

Tabung reaksi

3.3

gelas beker

kaki tiga

gelas ukur

pipet

Cara Kerja

2ml CuSO4 0.5M


Tabung Reaksi
Pemasukan logam Zn
Pencatatan waktu dan hasil yang terjadi
Penjelasan dengan menggunakan tabel potensial elektroda

Hasil

2ml ZnSO4 0.5M


Tabung Reaksi
Pemasukan logam Cu
Pendiaman
Pencatatan hasil reaksi
Penjelasan dengan menggunakan tabel potensial elektroda

Hasil

larutan Pb(NO3)2 0.5ml


tabung reaksi
Pemasukan lsepotong Al
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

Larutan ZnSO4 0.5M


Tabung reaksi
Pemasukan lsepotong Al
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

Larutan NaNO3 0.5M


Tabung Reaksi
Pemasukan lsepotong Al
Pengamatan

Penyusunan logam logam menurut kereaktifan


Penulisan persamaan reaksi

Hasil

larutan Pb(NO3)2 0.5ml


Tabung Reaksi
Pemasukan lsepotong Fe
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

Larutan ZnSO4 0.5M


Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong Fe
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

Larutan NaNO3 0.5M


Tabung Reaksi
Pemasukan

sepotong

Fe
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

larutan Pb(NO3)2 0.5ml


Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong Cu
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

Larutan ZnSO4 0.5M


Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong Cu

Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

Larutan NaNO3 0.5M


Tabung Reaksi
Pemasukan sepotong Cu
Pengamatan
Penyusunan logam logam menurut kereaktifan
Penulisan persamaan reaksi

Hasil

10 tetes H2O2 0.1M


Tabung Reaksi
Penambahan MnO
Pengamatan
Hasil

5 tetes H2O2 0.1M


Tabung Reaksi
Penambahan

tetes

H2SO4 1M
Penambahan 10 tetes KI 0.1M
Penambahan 1 tetes larutan kanji
Pengamatan

Hasil

5 tetes FeCl3+10 tetes H2SO4+10 tetes KI


Tabung Reaksi
Pemasukan 5 tetes FeCl3
Pengamatan
Pemanasan
Penambahan 1 tetes larutan kanji
Pengamatan
Hasil

5 tetes FeCl3+10 tetes H2SO4+10 tetes KI


Tabung Reaksi
Pemasukan 5 tetes H2SO4

Pengamatan
Pemanasan
Penambahan 1 tetes larutan kanji
Pengamatan
Hasil

5 tetes FeCl3+10 tetes H2SO4+10 tetes KI


Tabung Reaksi
Pemasukan 5 tetes KI
Pengamatan
Pemanasan
Penambahan 1 tetes larutan kanji
Pengamatan
Hasil

Anda mungkin juga menyukai