Anda di halaman 1dari 89

1

BAB 1

REAKSI KIMIA

KOMPETENSI UMUM:

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu kimia
serta dapat menyebutkan contoh-contoh penerapannya

KOMPETENSI KHUSUS:

Setelah mempelajari Bab Reaksi Kimia mahasiswa dapat mengidentifikasi terjadinya reaksi
dan menjelaskan jenis-jenis reaksi

Jika kita perhatikan perubahan yang terjadi pada es yang mencair dan kertas yang dibakar, ada
perbedaan yang dapat diamati. Es yang telah mencair menjadi air dapat dikembalikan lagi menjadi es
dengan cara membekukannya di tempat yang yang sangat dingin, misalnya referrigator (lemari
pendingin). Tetapi kertas yang terbakar menjadi abu atau arang tidak dapat dikembalikan lagi menjadi
kertas dalam waktu yang relatif singkat. Peristiwa perubahan es menjadi air merupakan perubahan
fisika, sedangkan yang terjadi pada kertas yang terbakar merupakan perubahan kimia. Dari
susunannya es maupun air mempunyai rumus molekul yang sama, yaitu H2O; sedangkan kertas sangat
berbeda molekulnya dari arang maupun abu. Perubahan kimia disebut juga reaksi kimia.

Besi banyak terdapat di alam, mudah untuk dibentuk ketika dipanaskan, dan relatif kuat, terutama
ketika dicampur dengan karbon sebagai baja. Dari waktu ke waktu, benda yang dibuat dari besi akan
berkarat jika dibiarkan di udara. Berkarat adalah suatu perubahan kimia. Pada bagian ini akan
dipelajari cara untuk mengenali perubahan kimia dan untuk membedakannya dari perubahan fisika.

Kemampuan suatu unsur untuk mengalami suatu perubahan kimia secara spesifik disebut suatu sifat
kimia. Sifat kimia dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu unsur. Tetapi sifat kimia dapat
diamati hanya ketika suatu unsur mengalami suatu perubahan bahan kimia. Pada perubahan kimia,
komposisi atau identitas bahan berubah. Suatu zat baru terbentuk. Berbeda dengan suatu perubahan
fisika. Pada perubahan fisika komposisi zat-zat tetap sama.
Perbedaan antara perubahan fisika dan perubahan dapat dicontohkan dengan membandingkan
antara campuran dan reaksi kimia berikut.

Campuran:

Serbuk besi dan serbuk belerang bila dicampur pada temperatur kamar akan menghasilkan
perubahan (campuran) fisika, karena serbuk besi yang mengkilap dan serbuk belerang yang
berwarna kuning masih dapat diamati. Serbuk besi dapat dipisahkan kembali dari campuran ini
dengan magnet.
2

Reaksi:

Suatu campuran serbuk besi dan belerang dipanaskan (dibakar). Besi dan belerang bereaksi dan
membentuk besi sulfide yang berwarna hitam (pirit). Ini adalah suatu contoh suatu perubahan
bahan kimia.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa reaksi kimia adalah perubahan zat yang menghasilkan suatu
senyawa atau zat baru yang mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dari sifat zat
semula

1.1. Macam-Macam Reaksi Kimia

Reaksi kimia secara umum dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:

1. Reaksi asam-basa: adalah reaksi pertukaran ion-ion, dan pada reaksi ini tanpa disertai
perubahan bilangan oksidasi. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi penetralan, yaitu reaksi antara
asam dan basa, menghasilkan garam dan air yang bersifat netral

Contoh:

NaOH(aq) + HCl(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)

2. Reaksi Reduksi dan Oksidasi (redoks): adalah reaksi yang disertai dengan perubahan
bilangan oksidasi. Salah satu contoh reaksi redoks adalah reaksi pembakaran. Reaksi ini
merupakan reaksi suatu senyawa dengan oksigen yang menghasilkan panas:

C2H5OH(l) + 3½ O2(g) → 2CO2(g) + 3H2O(g)

Secara lebih khusus reaksi kimia dibedakan menjadi empat tipe reaksi yaitu:

1. Reaksi penggabungan (sintesis)

Reaksi penggabungan adalah reaksi dari unsur-unsur yang sederhana menjadi suatu senyawa atau dari
senyawa dengan susunan yang sederhana menjadi senyawa dengan susunan yang lebih kompleks
a. Reaksi antara unsur-unsur menghasilkan senyawa
Contoh:

Fe(s) + S(s) → FeS(s)

2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l)

b. Reaksi antara dua senyawa menghasilkan senyawa yang lebih kompleks

Contoh:
SO2(g) + H2O(g) → H2SO3(g)

Na2O(s) + H2O(l) → 2 NaOH(s)

SO2(g) + K2O(s) → K2SO3(s)


3

2. Reaksi penguraian (dekomposisi)

Reaksi penguraian adalah reaksi yang menghasilkan dua atau lebih zat yang terbentuk dari suatu
zat tunggal, dengan mengubah senyawa menjadi unsur-unsur pembentuknya atau dari senyawa yang
kompleks menjadi senyawa senyawa dengan susunan yang lebih sederhana.

Contoh:

2H2O(l) → 2H2(g) + O2(g)

KClO3(s) → KCl(s) + O2(g)

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)

3. Reaksi penggantian tunggal (Single Replacement reaction)

Pada reaksi penggantian (substitusi) tunggal ini hanya satu bagian dari salah satu senyawa yang
mengalami penggantian atau satu unsur menggantikan unsur yang lain
Contoh:

Contoh:

2 Na+ 2 H2O → 2NaOH + H2

Fe(s) + H2SO4(aq) → FeSO4(aq) + H2(g)

Cl2(g) + KI(aq) → I2(s) + KCl(aq)

4. Reaksi penggantian ganda (Double Replacement reaction)

Pada reaksi penggantian (substitusi) ganda ini kedua pereaksi mengalami perubahan dengan saling
mempertukarkan bagian dari masing-masing senyawa. Reaksi terjadi karena adanya pertukaran ion-
ion positif dari dua senyawa.

Contoh:

Mg(OH)2 + H2SO4 → 2H2O + MgSO4

CaCl2(aq) + Na2SO4(aq) → CaSO4(s) + 2NaCl(aq)

1.2. Tanda-tanda Terjadinya Reaksi


a. Terbentuk endapan. Endapan adalah padatan yang terbentuk dan menempati bagian bawah
dari suatu campuran (larutan)

Contoh:

AgNO3(aq) + NaCl(aq)  AgCl(s) + NaNO3(aq)

Larutan perak nitrat bila ditetesi dengan larutan natrium klorida akan terbentuk endapan putih
perak klorida.

b. Timbul gelembung-gelembung gas

Contoh:
4

CaCO3(s) + 2HCl(aq)  CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)

Batu kapur (kalsium karbonat) dalam larutan asam klorida menghasilkan gelembung gas
karbon dioksida

c. Terjadu perubahan warna

Contoh:

2KMnO4(aq) + 5H2C2O4(aq) + 3H2SO4(aq)  2MnSO4(aq) + K2SO4 + 8H2O(l) +


10CO2(g)

Warna larutan kalium permanganat (ungu) akan menghilang bila direaksikan dengan asam
oksalat dalam suasana asam.

d. Perubahan (transfer) energi

Contoh:

CH4(g) + 2O2(g)  CO2(g) + 2H2O(g) + q kJ

Pembakaran (reaksi dengan oksigen) terhadap gas metana menghasilkan energi


(melepaskan panas).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perubahan (reaksi) kimia:

 Perubahan kimia disebut juga dengan reaksi kimia


 Satu atau lebih zat berubah menjadi zat baru selama terjadinya reaksi kimia
 Zat yang ada pada awal/sebelum reaksi disebut pereaksi (reactant).
 Zat yang dihasilkan dalam proses reaksi dinamakan hasil reaksi (product).
 Proses reaksi: Reactant  Product
 Dalam reaksi penata ulangan (rearrangement), atom-atom dan ikatan-ikatan dalam
molekul disusun kembali untuk membentuk suatu isomer dari senyawa asalnya

X-Y=Z → X=Y-Z

 Dalam reaksi redoks tertentu, satu pereaksi lehilangan elektron (teroksidasi), pereaksi
Iainnya menerima elektron (tereduksi). Pe reaksi yang teroksidasi disebut reduktor,
sedangkan pereaksi yang tereduksi disebut oksidator.
A + B → A+ + B–
 Reaksi pergantian tunggal merupakan salah satu jenis reaksi redoks.
 Dalam reaksi kimia tidak terjadi perubahan pada inti atom (nucleus), hanya interaksi
awan-awan elektron dari atom-atom yang terlibat reaksi. (Perubahan komposisi dalam
inti atom disebut reaksi inti atau reaksi nuklir, dan tidak dianggap reaksi kimia, walaupun
reaksi kimia kemungkinan diikuti tranformasi inti)
 Reaksi kimia hampir selalu melibatkan perubahan energi, biasanya diukur sebagai panas
reaksi. Selisih energi antara keadaan “sebelum” dan “sesudah” reaksi dapat dihitung
secara teoritis menggunakan tabel data. Jika temperatur sistem sesudah reaksi lebih
5

tinggi daripada temperatur sebelumnya, disebut reaksi eksotermis, sebaliknya jika


temperatur sistem sesudah reaksi lebih rendah daripada temperatur sebelumnya, disebut
reaksi endotermis

Kedapat balikan reaksi (Reversibility)

Setiap reaksi kimia, dalam teori, pada dasarnya dapat dibalikkan “arahnya”. Pada reaksi maju,
reaktant diubah menjadi produk. Pada reaksi balik produk diubah menjadi reaktan.

Kesetimbangan kimia adalah keadaan pada saat laju reaksi maju sama dengan laju reaksi
balik, sehingga jumlah reaktan dan produk tidak berubah. Tetapi reaksi setimbang dapat
didorong ke arah maju atau arah sebaliknya dengan mengubah kondisi reaksi, misalnya
temperatur atau tekanan

Meskipun semua reaksi dapat dikatakan merupakan reaksi dapat balik, beberapa reaksi dapat
digolongkan sebagai reaksi tidak dapat balik (irreversible), yaitu reaksi yang “berlansung
sempurna”. Artinya hampir seluruh reaktan digunakan untuk membentuk produk. Reaksi ini
sangat sulit untuk dibalikkan bahkan pada kondisi ekstrim.

Katalisator

Katalisator merupakan zat/bahan untuk meningkatkan laju reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi yang diperlukan untuk berlangsungnya suatu reaksi, dan memberikan energi yang
cukup agar reaksi terjadi. Katalisator tidak mengalami kerusakan atau perubahan selama
proses reaksi, sehingga dapat diperoleh kembali.

SOAL-SOAL LATIHAN

1. Tentukan jenis reaksi berikut dan setarakan persamaannya:


a. BaCl2 + H2SO4  BaSO4 + HCl

b. C6H12 + O2  CO2 + H2O

c. Zn + CuSO4  ZnSO4 + Cu

d. Cs + Br2  CsBr

e. FeCO3  FeO + CO2

2. Apakah perubahan-perubahan berikut ini selalu merupakan perubahan kimia?


6

BAB 2

STOIKIOMETRI
KOMPETENSI UMUM:

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu kimia
serta dapat menyebutkan contoh-contoh penerapannya

KOMPETENSI KHUSUS:

Setelah mempelajari Bab Stoikiometri mahasiswa dapat menghitung zat-zat yang terlibat
dalam reaksi berdasarkan hukum-hukum dasar ilmu kimia

Kata aslinya adalah “STOICHIOMETRY” yang artinya “mengukur unsur”, berasal dari
Bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu STOICHION (unsur: bisa berarti
atom, molekul, ion, juga partikel pembentuk atom) dan METREIN (mengukur: bisa berarti
menimbang atau menghitung).

Stoikiometri merupakan bagian ilmu kimia yang mempelajari kuantitas pereaksi dan produk
yang terlibat dalam reaksi kimia. Jika diketahui jumlah pereaksi –pereaksi yang tersedia,
maka dengan stoikiometri dapat dihitung produk yang akan dihasilkan. Data-data yang
diperlukan unyuk menyelesaikan perhitungan secara stoikiometri meliputi: jumlah mol atau
massa, bobot atom, bobot molekul, dan jenis (type) persamaan reaksi. Stoikiometri tidak
terlepas dari Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia

1.1 Konsep Mol

Bobot Atom dan Bobot Molekul

Partikel Atom terdiri dari sejumlah proton yang bermuatan positif, elektron yang
bernuatan negative, dan neutron yang bersifat netral. Sehingga bobot sebuah atom sama
dengan jumlah bobot (massa) ketiga partikel yang ada di dalam atom tersebut, kecuali
atom hydrogen yang hanya mempunyai proton dan electron. Karena bobot elektron jauh
lebih kecil dibandingkan dengan bobot proton maupun neutron, bobot atom ditentukan
berdasarkan jumlah proton dan neutron yang dimilikinya.

Table Partikel-partikel penyusun atom

Partikel Muatan (coulomb) Massa (kg)

Proton +1,602176 x 10-19 1,672621 x 10-27

Neutron 0 1,674927 x 10-27

Elektron -1,602176 x 10-19 9,109382 x 10-31


7

Massa proton dan neutron sedemikian kecilnya sehingga kurang praktis untuk digunakan
dalam perhitungan. Oleh karena itu diusulkan suatu satuan yang dinamakan satuan massa
atom (atomic mass unit, amu). Satu satuan massa atom (1 amu) setara dengan 1,660539 x
10-27 kg. Satuan ini dapat ditulis sebagai u (unified atomic mass unit) atau Da (dalton).
Massa ini sama dengan 1/12 massa isotop 12C netral dan bebas dalam keadaan dasar
(groundstate).

Massa Atom Relatif (Ar)

Massa atom relatif adalah angka banding (ratio) bobot atom rata-rata yang terdapat di
alam sebagai unsur (tercantum pada Tabel Periodik Unsur) terhadap satu-per-duabelas
(1/12) massa atom karbon-12 (12C). Nama ini merupakan sebutan baru dari bobot atom
(BA)

Massa Molekul Relatif (Mr)

Massa Molekul Relatif adalah jumlah massa atom relatif dari atom-atom yang ada dalam
satu molekul; Mr juga merupakan angka banding (ratio) dari suatu komposisi isotop
suatu senyawa terhadap satu-per-duabelas (1/12) massa atom karbon-12 (12C). Nama ini
merupakan sebutan baru dari bobot molekul (BM)

ISOTOP

Isotop adalah unsur atau atom yang mempunyai nomor atom sama tetapi
mempunyai bilangan massa yang berbeda. Sebagai contoh: atom karbon di
alam terdapat sebagai 12C dan 13C. Isotop 14C dapat dibuat di laboratorium.

Massa atom relatif (Ar) yang tercantum pada Tabel Periodik adalah massa rata-
rata isotop yang ada di alam dibandingkan dengan 1/12 massa isotop 12C. Pada
Tabel Periodik karbon memiliki Ar = 12.08, karena komposisi unsur karbon
yang stabil di alam adalah 12C : 99% dan 13C : 1.0%.

Satuan Mol

Satu mol suatu materi adalah menyatakan banyaknya gram materi tersebut yang sesuai
dengan Bobot Atom Relatif (Ar) atau Bobot Molekul Relatif (Mr) dan di dalamnya
terkandung partikel sebanyak bilangan Avogadro (6,02 x 1023)

Misal: Ar Fe = 56; Ar S = 32

Satu mol Fe = 56 gram dan di dalamnya terkandung 6,02 x 1023 partikel (atom) Fe

Satu mol FeS = 88 gram dan di dalamnya terkandung 6,02 x 1023 partikel (molekul) FeS
8

Karena 1 mol Fe= 56 gram Fe  1 gram Fe= 1/56 mol

Secara umum dapat ditulis:


a
a gram unsur X = Ar mol
X

Karena 1 mol FeS= 88 gram FeS  1 gram FeS= 1/88 mol

Secara umum dapat ditulis

𝑏
b gram senyawa Y= mol
𝑀𝑟𝑌

1.2 Hukum-hukum Dasar Kimia


1.2.1 Hukum Kekekalan Massa, dikemukakan oleh Lavoisier

Setiap terjadi proses kimia massa zat sebelum dan sesudahnya selalu sama, atau dengan kata
lain massa zat-zat yang direaksikan sama dengan massa zat-zat hasil reaksinya.

Contoh:

1. Pada pembakaran yang dilakukan terhadap campuran yang berisi serbuk besi dan serbuk
belerang menghasilkan senyawa Ferrosulfida

Fe + S  FeS

1 mol Fe + 1 mol S  1 mol FeS

56 gram Fe + 32 gram S  88 gram FeS

- Massa zat sebelum reaksi = massa zat sesudah reaksi yaitu 88 gram

- Oleh karena massa zat sebelum dan sesudah reaksi tetea (sama), berarti jumlah atom-
atom yang ada di dalam zat-zat yang bereaksi dan zat-zat hasil reaksi juga harus tetap
sama

2. Dalam proses pembentukan amoniak dari unsur-unsurnya

N2(g) + H2(g)  NH3(g)

Agar persamaan tersebut memenuhi hukum Lavoisier untuk menyamakan/menyetarakan


jumlah setipa jenis atomnya perlu ditambahkan dengan bilangan-bilangan koefisien.

N2(g) + 3 H2(g)  2 NH3(g)

Ada 3 cara pengisian bilangan koefisien pada reaksi:

1. Pengisian secara langsung (ini untuk reaksi yang sederhana/pendek)

2 Al(s) + 3 H2SO4(aq)  Al2(SO4)3(aq) + 3 H2(g)

2. Pengisian secara tidak langsung (ini untuk reaksi yang kompleks/panjang)

KMnO4(aq) + HCl(aq)  KCl(aq) + MnCl2(aq) + H2O(l) + Cl2(g)


9

Langkah-langkahnya:

1. Memisalkan bilangan-bilangan koefisien dengan variable

2. Menyusun persamaan-persamaan tentang jumlah setiap atom unsur yang ada dalam reaksi

3. Memberi nilai pada variable yang paling banyak muncul

4. Menyelesaikan persamaan-persamaan tersebut

a KMnO4 + b HCl  c KCl + d MnCl2 + e H2O + f Cl2

I. K :a=c

II. Mn: a =d

III. O : 4a = e

IV. H : b = 2e

V. Cl : b = c + 2d + 2f

Misal, a = 1

I. a=c

c=1

II. d=1

III. e=4

IV. b = 2e = 8

V. 8 = 1 + 2 + 2f

2f = 5

f=2½

semua dikalikan 2 :

2 KMnO4(aq) + 16 HCl(aq)  2 KCl(aq) + 2 MnCl2(aq) + 8 H2O(l) + 5 Cl2(g)

3. Pengisian secara Redoks (bila reaksinya tergolong redoks)

1.2.2 Hukum Ketetapan Perbandingan, dikemukakan oleh Proust

Dari penelitian yang dilakukannya, Proust menyatakan: setiap persenyawaan kimia


terbentuk/tersusun dari unsur-unsurnya dengan perbandingan massa tertentu dan tetap.
10

Contoh:

 Pembentukan senyawa Ferrosulfida dari unsur-unsurnya

Fe + S  FeS

56 gr 32 gr 88 gr

7 gr 4 gr 11 gr

Perbandingan massa Fe : S = 7 : 4

 Pembentukan CaCO3 dari unsur-unsurnya

1 mol Ca + 1 mol C + mol O2  CaCO3

40 gr 12 gr 48 gr

Perbandingan massa Ca : C : O dalam CaCO3 = 10 : 3 : 16

Dari hukum Proust ini juga dapat digunakan untuk menentukan/menghitung


kadar/persentase unsur di dalam suatu senyawa

Kadar unsure (%) =

1.2.3 Hukum Perbandingan Berganda, dikemukakan oleh Dalton

Bila dua macam unsur dapat membentuk lebih dari satu macam senyawa maka perbandingan
massa unsure yang bersenyawa dengan unsur lain yang massanya tetap merupakan bilangan
bulat dan mudah.

Contoh: dalam reaksi pembakaran karbon kemungkinan ada yang sempurna dan ada yang
tidak sempurna.

C + O2  CO (bila tidak sempurna)

C + O2  CO2 (bila sempurna)

Perbandingan massa C : O dalam CO = 12 : 16

Perbandingan massa C : O dalam CO2 = 12 : 32

Karena massa C dalam CO sama dengan massa C dalam CO2,

maka perbandingan massa OI : OII = 16 : 32

 perbandingan massa ini setara dengan bilangan indeks pada atom dalam senyawa yang
dibentuk.

1.2.4 Hukum Perbandingan Volume, dikemukakan oleh Gay Lussac

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukannya terhadap zat-zat yang fasenya gas Gay
Lussac mengemukakan hukum ini sebagai berikut:
11

Volume gas-gas yang bereaksi dan gas hasil bila diukur pada kondisi (suhu dan tekanan) yang
sama, sebagai bilanagan-bilangan bulat dan mudah (sederhana).

Contoh soal:

Reaksi gas hydrogen dengan gas oksigen yang menghasilkan uap air

2H2 + O2  2H2O

10 Lt 5 Lt 10 Lt

2 Lt 1 Lt 2 Lt

Perbandingan volume gas-gas dalam reaksi tersebut

Perbandingan gas H2 : gas O2 : H2O(uap) = 2 : 1 : 2

Perbandingan ini setara dengan bilangan-bilangan koefisien pada reaksi

 perbandingan volume  perbandingan bil. koefisien  perbandingan mol

Dari kesetaraan ini bila diubah/ dinyatakan menjadi suatu pernyataan sebagai berikut:

V = volume gas

N = mol gas

1.2.5 Hukum Avogadro


Bersamaan dengan percobaan-percobaan yang dilakukan Gay Lussac, Avogadro
mengemukakan hipotesanya berbunyi: gas-gas yang volumenya sama bila diukur pada suhu
dan tekanan yang sama mengandung molekul yang sama pula.
Contoh soal:
Pada pembakaran 10 liter campuran yang berisi campuran gas metana dan gas etana
diperlukan 26 liter gas oksigen. Jika campuran gas ini diukur pada suhu dan tekanan yang
sama, tentukan volume setiap gas serta berapa banyak kandungan molekul pada masing-
masing gas.

Jawab:
Misalkan volume gas CH4 = x liter
Gas C2H6 = (10-x) liter
Reaksinya:

1. 𝐶𝐻4 + 2𝑂2 → 𝐶𝑂2 + 2𝐻2 𝑂

𝑥 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝐶𝐻4 ~ 2𝑥 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑂2


12

7
2. 𝐶2 𝐻6 + 𝑂2 → 2𝐶𝑂2 + 3𝐻2 𝑂
2
7
(10 − 𝑥)𝐿𝑡 𝐶2 𝐻6 ~ (10 − 𝑥)𝐿𝑡 𝑂2
2

Persamaan untuk volume gas O2:

Jadi volume gas CH4 = 6 liter

gas C2H6 = 4 liter

Volume Molar :
Volume gas yang diukur pada kondisi suhu 0C dan tekanan 76 cmHg (1 atm). Dari data
percobaan massa 1 liter pada berbagai macam gas
1. Massa 1 liter gas O2 = 1,4286 gram
Volume 1 gram gas O2 = 0,69999 liter
Volume 32 gram (1 mol) gas O2 = 22.3995 liter
2. Massa 1 liter gas CO2 = 1,9643 gram
Volume 1 gram gas CO2 = 0,5091 liter
Volume 44 gram (1 mol) gas CO2 = 22,3998 liter
3. Massa 1 liter gas H2O = 0,8036 gram
Volume 1 gram gas H2O = 1,2444 liter
Volume 18 gram (1 mol) gas H2O = 22,3992 liter

Kesimpulan:
Volume 1 mol setiap gas yang diukur pada suhu 0C dan tekanan1 atm (keadaan standar)
adalah 22,4 liter.
Pengukuran gas yang dilakukan pada kondisi/ keadaan tidak pada suhu 0C atau tidak pada
tekanan 1 atm dapat menggunakan:

1. Hukum gas ideal, dengan rumus


PV=nRT
P = tekanan (atmosfer)
V = volume (liter)
n = mol zat
R = konstanta Rydburg (0,082 Lt atm/K mol)
T = suhu (K)
13

2. Hukum Boyle-Gay Lussac

Contoh:
Hitung volume oksigen pada 20C dan 745 mmHg yang diperlukan untuk membakar
satu gallon (2655 gram) heptana dengan sempurna

Penyelesaian berdasarkan gas ideal:


PV=nRT

RUMUS EMPIRIS DAN RUMUS MOLEKUL


Pengertian
Rumus Empiris adalah rumus yang menyatakan perbandingan atom-atom dari berbagai
unsure yang menyusun suatu senyawa. Rumus empiris dapat ditentukan jika diketahui:
- Macam unsur yang ada dalam suatu senyawa
- Persen komposisi unsur
- Massa atom unsur-unsur tersebut
Rumus Molekul adalah rumus yang menyatakan jenis dan jumlah atom dari tiap unsur.
Rumus Molekul dapat ditentukan jika diketahui R. Empiris dan Mr senyawa tersebut.ereaksi

PEREAKSI PEMBATAS DAN PEREAKSI BERLEBIH

Secara praktis dalam mereaksikan zat-zat pereaksi tidak selalu menggunakan perbandingan kuantitas
sebagaimana yang tertulis sebagai koefisien-koefisien reaksi (stoikiometrik). Untuk reaksi antara dua
yang berjalan “sempurna”, dengan perbandingan kuantitas yang tidak stoikiometrik, salah satu
pereaksi akan habis bereaksi, sedangkan pereaksi yang lainnya tidak mengalami perubahan. Pereaksi
yang habis bereaksi disebut pereaksi pembatas, sedang yang tersisa disebut pereaksi berlebih.

Misalnya pada reaksi antara 10 mol gas hidrogen (H2) dan 4 mol gas oksigen (O2) dengan persamaan
reaksi berikut:

2 H2(g) + O2(g) → 2 H2O(l)

Secara stoikiometrik perbandingan mol antara gas hidrogen dengan gas oksigen yang bereaksi adalah
2 : 1. Karena gas oksigen yang tersedia 4 mol, maka gas hidrogen yang dapat bereaksi sempurna
14

dengan gas oksigen tersebut sebanyak 8 mol. Sehingga terdapat 2 mol gas hidrogen yang tersisa.
Dalam reaksi ini gas oksigen sebagai pereaksi pembatas, dan gas hidrogen sebagai pereaksi berlebih.

EFISISIENSI PROSES REAKSI ()

Sebagian besar reaksi kimia dalam kenyataannya tidak dapat berlangsung secara sempurna. Ada
sebagian pereaksi yang tidak mengalami perubahan dalam proses reaksi. Perbandingan antara hasil
reaksi secara nyata dengan hasil reaksi stoikiometrik (teoritis) disebut sebagai efisiensi (proses) reaksi.

Sebagai contoh pada pembuatan batu gamping (CaO) dari batu kapur (CaCO3) dengan proses
pemanasan menurut reaksi sebagai berikut:
Δ
CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g)

Misalkan dari tiap ton CaCO3 dapat diperoleh CaO sebanyak 500 kg., satu ton CaCO3 setara dengan
10 kmol. Secara teoritis (stoikiometri) CaO yang diperoleh adalah 10 kmol atau 10 kmol x 56 g/mol =
560 kg.

Jadi efisiensi proses pembakaran tersebut sebesar:

500
 = 560 x 100% = 89,39%

SOAL-SOAL LATIHAN

1. Dalam reaksi 2C8H18 + 25O2  16CO2 + 18 H2O, berapakah ratio volume O2


terhadap CO2?

2. Jika 27,3 g C8H18 dibakar, berapa massa air yang terbentuk?

3. Berapa molekule CO2 yang dihasilkan?

4. Berapa atom hidrogen (H) dalam 2 mol C8H18?

5. Berapa persen (massa) hidrogen (H) dalam 2 mol C8H18? C8H18?


15

BAB 4

LARUTAN

KOMPETENSI UMUM:

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu kimia
serta dapat menyebutkan contoh-contoh penerapannya

KOMPETENSI KHUSUS:
Setelah mempelajari Bab Larutan mahasiswa dapat membedakan antara larutan dengan
campuran, dapat menghitung konsentasi larutan, dapat membedakan larutan elektrolit dan non
elektrolit, dapat menghitung pH larutan

1. Pengertian Larutan
Larutan adalah campuran homogen atau serba sama dari dua atau lebih zat. Jika fasenya sama, zat
yang jumlahnya lebih sedikit disebut zat terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih
banyak disebut pelarut, atau solven. Larutan dapat berwujud gas, contohnya udara, dapat
berwujud cair, contohnya air laut, dan juga dapat berwujud padat, misalnya baja yang merupakan
paduan antara besi dan unsur-unsur lain seperti karbon, nikel dan krom. Dalam bab ini hanya akan
dibahas mengenai larutan dengan pelarut air.

2. Larutan elektrolit dan larutan non elektrolit


Semua larutan yang terbuat dari zat yang terlarut dalam air termasuk dalam salah satu dari dua
golongan berikut ini, yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Zat-zat yang larut di dalam
air dan membentuk larutan elektrolit disebut sebagai zat elektrolit. Sebaliknya zat-zat yang larut
dalam air dan membentuk larutan non eletrolit disebut sebagai zat non elektrolit. Ciri dari larutan
elektrolit adalah dapat menghantarkan arus listrik. Jadi zat elektrolit adalah suatu zat yang ketika
dilarutkan di dalam air akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
Sebaliknya zat non elektrolit adalah suatu zat yang ketika dilarutkan di dalam air menghasilkan
larutan yang tidak menghantarkan arus listrik.

Gambar 1. Larutan elektrolit menghantarkan arus listrik

Air murni adalah penghantar arus listrik yang buruk. Jika arus sebuah rangkaian listrik yang
dihubunglan dengan sebuah lampu pijar dilewatkan melalui air murni maka lampu tidak akan
menyala atau menyala sangat redup. Pelarutan sedikit garam dapur ke dalam air murni tersebut
segera akan meningkatkan intensitas nyala lampu pijar. Peningkatan intensitas nyala lampu
menunjukkan adanya peningkatan daya hantar larutan. Air murni yang semula tidak
16

menghantarkan arus listrik atau menghantarkan arus listrik dengan sangat lemah, menjadi lebih
mudah menghantarkan arus setelah ke dalam air murni tersebut dilarutkan garam dapur. Hal ini
disebabkan karena garam dapur (NaCl) ketika terlarut akan terurai menjadi ion-ion Na+ dan ion-
ion Cl–. Semua senyawa ionik jika dilarutkan di dalam air akan terurai menjadi ion-ion negatif dan
ion-ion positif. Ketika ke dalam larutan elektrolit dicelupkan sepasang elektroda yang
dihubungkan dengan sebuah baterai, maka ion-ion positif akan bergerak menuju elektroda negatif
dan ion-ion negatif akan bergerak menuju elektroda positif. Pergerakan ion-ion di dalam larutan
inilah yang meneruskan aliran arus listrik dalam suatu rangkaian listrik tertutup.

-+ Lampu

← Na+ Cl– →

Gambar 2. Arus listrik di dalam larutan adalah aliran ion-ion (???)

Air murni mengalami ionisasi menjadi ion H+ dan ion OH–. Akan tetapi karena hanya sebagian
kecil saja dari molekul H2O yang mengalami ionisasi maka air murni hampir tidak dapat
menghantarkan arus listrik. Sementara itu di dalam larutan yang mengandung sedikit garam dapur,
semua padatan NaCl terurai menjadi ion-ion Na+ dan Cl–. Keadaan terurai sempurna seperti larutan
garam dapur ini menyebabkan larutan dapat meneruskan arus listrik dengan sangat baik. Dari sifat
dapat terurai sempurna ini NaCl tergolong sebagai elektrolit kuat, sedangkan air murni adalah
elektrolit lemah.

Tabel. 1. Penggolongan zat terlarut dalam pelarut air

Elektrolit Kuat Elektrolit lemah Non elektrolit

HCl CH3COOH (NH2)2CO urea


HNO3 HF CH3OH methanol
HClO4 HNO2 C2H5OH etanol

H2SO4 NH3 C6H12O6 glukosa


NaOH H2O C12H22O11 sukrosa
Ba(OH)2
NaCl
CaCl2
dsb
17

Elektrolit kuat adalah zat yang apabila dilarutkan di dalam air akan terdisosiasi sempurna, atau
derajat disosiasinya 100%. Disosiasi adalah penguraian senyawa menjadi kation dan anion. Proses
pelarutan natrium klorida di dalam air dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi sebagai berikut.

NaCl(s) H2O
Na+(aq) + Cl–(aq)

Air merupakan pelarut yang sangat efektif untuk senyawa-senyawa ionik. Walaupun H2O
merupakan molekul yang bermuatan netral, namun memiliki sisi-sisi atau kutub positif (atom H)
dan sisi atau kutub negatif (atom O). Karena itulah air sering disebut sebagai pelarut polar. Ketika
senyawa elektrolit, yang sering kali juga disebut dengan senyawa ionik, larut dalam air, susunan
tiga dimensi dari ion-ion dalam padatan akan rusak, ion-ion positif dan negatif akan terpisahkan
satu sama lain. Dalam larutan, setiap ion positif akan dikelilingi oleh molekul-molekul air yang
mengarahkan kutub negatifnya ke arah kation tersebut, sedangkan setiap ion negatif akan
dikelilingi oleh molekul-molekul air yang mengarahkan kutub positifnya ke arah anion tersebut.
Proses yang menghasilkan keadaan seperti ini disebut sebagai sebagai hidrasi. Hidrasi membantu
menstabilkan ion-ion dalam larutan dan mencegah kation untuk bergabung kembali dengan anion.
Asam dan basa juga merupakan elektrolit. Beberapa asam, termasuk asam klorida (HCl) dan asam
nitrat (HNO3), merupakan elektrolit kuat. Asam-asam ini mengalami ionisasi sempurna dalam air.
Sebagai contoh, pada saat gas asam klorida larut dalam air maka terbentuklah ion-ion H+ dan Cl–

HCl(g) H2O
H+(aq) + Cl–(aq)

Dengan kata lain, semua molekul HCl yang terlarut akan terpisah menjadi ion-ion H+ dan Cl– yang
terhidrasi dalam larutan. Oleh karena itu ketika kita menuliskan HCl(aq) berarti di dalam larutan
itu hanya mengandung ion-ion H+(aq) dan Cl–(aq) dan tidak ada molekul HCl yang terhidrasi.

Di lain pihak, beberapa asam tertentu, seperti asam asetat (CH3COOH), mengalami ionisasi
sebagian. Ionisasi asam asetat dinyatakan dengan persamaan reaksi

CH3COOH (aq) CH3COO–(aq) + H+(aq)

Penguraian asam dan basa menjadi ion-ion positif dan negatif hanya disebut dengan istilah
ionisasi, sedangkan istilah disosiasi berlaku untuk penguraian senyawa-senyawa selain asam dan
basa.

Tanda panah rangkap dalam persamaan reaksi di atas berarti bahwa reaksi tersebut
berlangsung reversibel; artinya dapat berlangsung dalam dua arah. Awalnya, sejumlah molekul
CH3COOH terurai menghasilkan ion-ion H+ dan CH3COO–. Seiring berjalannya waktu beberapa
ion H+ dan CH3COO– bergabung kembali membentuk molekul CH3COOH. Akhirnya tercapai
suatu keadaan di mana kecepatan penguraian molekul asam menjadi ion-ionnya sama dengan
kecepatan penggabungan kembali ion-ion menjadi molekul asam. Keadaan kimiawi semacam ini,
di mana tidak ada lagi perubahan menyeluruh yang dapat teramati, walaupun aktivitas yang
berkesinambungan terus berlangsung dalam tingkat molekuler, disebut dalam keadaan
kesetimbangan kimia. Gejala seperti yang dialami asam asetat ini berlaku juga untuk zat-zat lain
yang tergolong elektrolit lemah, yang mengalami ionisasi tidak sempurna.
18

Percobaan:

Dengan tiga jenis larutan yang mengandung jumlah molar yang sama zat-zat terlarut dari ketiga
jenis kategori kekuatan eletrolit tersebut, misalnya (1) larutan HCl, (2) larutan CH3COOH, dan
(3) larutan urea; perbandingan intensitas nyala lampu dapat digunakan untuk membuktikan adanya
perbedaan kekuatan elektrolit tersebut. Dalam percobaan dapat digunakan rangkaian menurut
gambar 1.

3. Konsentrasi larutan
Konsentrasi larutan menyatakan jumlah zat terlarut yang terkandung dalam sejumlah larutan. Ada
berbagai cara menyatakan konsentrasi, antara lain:
a. Konsentrasi molar disebut juga molaritas, menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam satu
liter larutan. Simbol dari konsentrasi molar adalah M. Sebuah larutan, misalnya larutan H2SO4
1 M, menunjukkan bahwa satu liter larutan tersebut mengandung 1 mol atau 98 gram asam
sulfat. Angka 98 adalah massa molekul asam sulfat.
b. Konsentrasi normal disebut juga normalitas, menyatakan jumlah mol ekuivalen zat terlarut
dalam satu liter larutan. Konsentrasi ini digunakan khususnya untuk larutan asam dan basa,
serta zat terlarut yang digunakan untuk reaksi redoks.
Untuk larutan asam dan basa normalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut yang ekuivalen
atau setara dengan jumlah mol ion H+ dalam reaksi penetralan.
Asam klorida, yang dalam air setiap molekul HCl terionisasi menjadi sebuah ion H+ dan dan
sebuah ion Cl–, berarti besarnya konsentrasi normal (normalitasnya) sama dengan konsentrasi
molar (molaritasnya). Hal yang sama berlaku juga untuk semua asam berbasa satu, seperti
asam nitrat, HNO3, dan asam asetat, CH3COOH.
Asam sulfat yang dalam air mengalami ionisasi dengan persamaan sebagai berikut,
H2SO4 (l) → 2H+(aq) + SO4–2(aq)
menunjukkan bahwa setiap penguraian sebuah molekul H2SO4 menghasilkan dua buah ion H+.
Ini berarti bahwa besarnya konsentrasi normal adalah dua kali konsentrasi molar.
Natrium hidroksida yang di larutkan dalam air mengalami ionisasi sebagai berikut;
NaOH(s) H2O
Na+(aq) + OH–(aq)

Menurut persamaan reaksi ionisasi tersebut jumlah mol ion OH– yang dihasilkan sama dengan
jumlah mol Natrium hidroksida yang dilarutkan. Dalam reaksi penetralan, sejumlah ion H+
dibutuhkan untuk menetralkan keadaan basa yang disebabkan oleh adanya ion OH–, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut
H+(aq) + OH–(aq) → H2O
Dari persamaan reaksi tersebut nampak bahwa jumlah ion H+ yang dibutuhkan sama dengan
jumlah ion OH–. Jadi untuk larutan NaOH, dan juga basa berasam satu lainnya, seperti KOH
dan NH4OH atau larutan NH3(aq) berlaku ketentuan bahwa normalitas basa tersebut sama
dengan molaritasnya.
Untuk basa berasam dua, misalnya Ca(OH)2 ketika dilarutkan di dalam air akan mengalami
ionisasi sebagai berikut:
Ca(OH)2(s) H2O
Ca+2(aq) + 2OH–(aq)

Dari persamaan reaksi ionisasi tersebut ditunjukkan bahwa jumlah ion OH– yang dihasilkan
adalah dua kali lebih besar dari pada jumlah molekul Ca(OH)2 yang dilarutkan, dan dalam
19

reaksi penetralannya membutuhkan jumlah ion H+ yang sama dengan jumlah ion OH–. Jadi
konsentrasi normal basa berasam dua adalah dua kali konsentrasi molarnya. Sebagai contoh,
normalitas larutan Ba(OH)2 1M adalah 2N.

Untuk larutan yang digunakan dalam titrasi redoks normalitas menyatakan jumlah mol zat
terlarut yang ekuivalen dengan jumlah mol elektron dalam reaksi oksidasi reduksi. Sebagai
contoh dalam titrasi redoks penentuan besi, yang menggunakan KMnO4 sebagai larutan
penitran, sekaligus sebagai oksidator. Titrasi dilakukan dengan memberi suasana asam.
Persamaan reaksi redoks dalam titrasi tersebut adalah sebagai berikut:
MnO4– + 5Fe2+ + 8H+ → Mn2+ + 5Fe3+ + 4H2O
Dalam persamaan reaksi redoks di atas bilangan oksidasi mangan (Mn) berubah dari +7
menjadi +2. Berarti bahwa dalam titrasi tersebut setiap mol MnO4– akan melibatkan 5 mol
elektron. Oleh karena itu normalitas larutan KMnO4 adalah kelipatan lima dari konsentrasi
molarnya. Sebagai contoh, normalitas larutan KMnO4 1M adalah 5N.

c. Konsentrasi molal (m)


Konsentrasi molal menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut. Larutan
dengan konsentrasi molar biasanya digunakan dalam mempelajari sifat koligatif larutan,
khususnya kenaikan titik didih dan penurunan titik beku. Oleh karena itu biasanya pelarut
yang digunakan adalah air.
d. Kosentrasi molfraksi, atau fraksi mol (X)
Pembuatan larutan dengan konsentrasi yang dinyatakan dengan satuan molfraksi atau fraksi
mol biasanya diterapkan untuk campuran dua jenis pelarut. Biasanya digunakan untuk
mempelajari bagaimana sifat biner yang menghubungkan antara tekanan uap parsial, tekanan
uap total dan dalam hubungannya dengan komposisi larutan. Juga adanya gejala penurunan
tekanan uap pelarut sehubungan dengan pelarutan padatan non volatile (tak menguap), yang
ada hubungannya dengan penurunan titik didih suatu zat cair. Mengenai hal ini akan
dijelaskan lagi dalam sub bab larutan biner dan sifat koligatif larutan.
Konsentrasi molfraksi zat A dalam sebuah larutan yang dibuat dengan melarutan sejumlah a
mol zat A dengan b mol zat B dinyatakan sebagai berikut:
a
XA =
(a+b)

sedangkan konsentrasi molfraksi zat B dalam larutan tersebut adalah

b
XB =
(a+b)
e. Konsentrasi %
Ada beberapa cara menyatakan konsentrasi dalam persen antara lain:
1. Persen volume per volume atau %V/V
Konsentrasi ini biasanya digunakan untuk larutan yang dibuat dengan mencampurkan dua
atau lebih zat cair atau gas. Contohnya udara menngandung 21% oksigen artinya dari 100
liter udara yang merupakan campuran homogen gas-gas, mengandung 21 liter oksigen.
2. Persen berat per volume atau % W/V
20

Konsentrasi ini digunakan untuk menyatakan kadar zat padat atau zat cair dalam pelarut
cair. Contohnya: kelarutan butanol dalam air pada suhu 27°C adalah 4 gram dalam 100
ml;
3. Persen berat per berat atau % W/W
Konsentrasi ini menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan. Contohnya
kadar larutan pekat asam klorida, HCl, adalah 36% artinya dalam 100 gram larutan pekat
HCl mengandung 36 gram HCl murni.

4. Larutan jenuh dan larutan lewat jenuh


Sering kali kita mendapatkan kenyataan suatu zat terlarut dengan jumlah yang terbatas dalam
sejumlah tertentu pelarut. Khususnya hal ini terjadi pada zat terlarut padat dalam pelarut cair.
Sebagai contoh, jika kita melarutkan dan mengocok kuat-kuat 36 gram KCl dalam 100 gram H2O
pada 25oC, ternyata hanya 35,5 gram padatan KCl yang dapat larut. Jika kemudian suhu kita
naikan maka semua padatan akan terlarut, akan tetapi jika suhu diturunkan kembali menjadi 25 oC
maka 0,5 gram padatan KCl yang terlarut tadi akan kembali mengendap, meninggalkan yang 35,5
gram tetap berada dalam larutan. Terhadap gejala ini kita dapat mengatakan bahwa pada suhu
25oC kelarutan KCl adalah 35,5 gram dalam 100 gram H2O. Larutan dengan komposisi semacam
ini kita sebut sebagai larutan jenuh (saturated solution).
Di bawah kondisi lingkungan tertentu dimungkinkan juga dibuat suatu larutan yang mengalami
penyimpangan dengan komposisi zat terlarut lebih besar dari pada komposisi larutan jenuh.
Larutan semacam ini kita sebut sebagai larutan lewat jenuh (supersaturated solution). Contoh
yang mudah dibuat untuk larutan lewat jenuh ini adalah larutan Na2S2O3, larutan Natrium tiosulfat
yang kelarutannya pada 25oC adalah 50 gram per 100 gram H2O. Tetapi jika kita melarutkan 70
gram kristal Na2S2O3 dalam 100 gram air panas, kemudian larutan didinginkan menjadi 25oC
biasanya 20 gram kelebihan kristal itu tidak mengendap. Larutan ini adalah larutan lewat jenuh,
dan sebagai akibatnya ketidak jenuhan itu juga tidak stabil. Terhadap larutan ini dapat dilakukan
pembibitan kristal atau seedling, yaitu ditambahkan sebutir kristal Na2S2O3 , maka kelebihan
garam akan segera mengkristal sambil melepaskan kalor. Setelah suhu menjadi 25 oC larutan yang
ada di atas kristal itu adalah larutan jenuh, yang mengandung 50 gram Na2S2O3 per 100 gram H2O.

Latihan:
1. Bagaimana cara membuat larutan 100ml HCl 0,1 M dari larutan induk HCl 2M yang sudah
disediakan?
2. Berapakah konsentrasi molar dan konsentrasi normal sebuah larutan yang dibuat dengan
melarutkan 4 gram NaOH dalam 250 ml akuades.
3. Berapakah konsentrasi molar dan konsentrasi normal sebuah larutan yang dibuat dengan
melarutkan 4 gram padatan NaOH yang kemurniannya 90% dalam 250 ml akuades?
4. Bagaimana cara membuat 1000 ml larutan HCl 2M dari HCl pekat dengan kadar 36% W/W
yang berat jenisnya 1,19 gram/cm3?

5. Sifat koligatif larutan.


Sifat koligatif larutan adalah sifat-sifat larutan yang hanya dipengaruhi oleh konsentrasi larutan itu
dan bukan oleh jenis zat yang terlarut di dalam larutan tersebut. Sifat koligatif larutan meliputi:
21

a. Kenaikan titik didih


b. Penurunan titik beku, dan
c. Tekanan osmosis.

Sebelum dijelaskan mengenai bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap kenaikan titik didih
terlebih dahulu akan kita pelajari bagimana hubungan antara komposisi komponen-komponen
larutan dan komposisi komponen-komponen yang sama dalam fase gas. Perlu diingat kembali
bahwa dalam segala keadaan selalu terjadi proses penguapan zat cair yang berada di dalam ruang
terbuka. Jika zat cair berada dalam ruang tertutup maka penguapan akan ‘berhenti’ pada tingkat
tekanan tertentu. Tekanan uap dalam ruang tertutup itu akan berubah mengikuti perubahan suhu
ruangan. Tekanan uap dalam ruang tertutup ini disebut sebagai tekanan uap jenuh. Sebenarnya
proses penguapan tidak benar-benar terhenti melainkan setiap terjadi penguapan selalu diikuti
dengan proses pengembunan dengan laju yang sama. Keadaan ini disebut sebagai keadaan
setimbang.

Hukum Raoult
Tekanan uap jenuh suatu larutan tersusun atas tekanan uap jenuh komponen-komponen murni
penyusun larutan tersebut secara proporsional. Sebuah larutan yang tersusun atas dua komponen-
komponen yang molekul-molekulnya sangat mirip, misalnya antara benzena dan toluena, tekanan
uapnya dapat dinyatakan sebagai berikut:
Plarutan = pbenzena + ptoluena
= (P obenzena Xbenzena)+ (P otoluena  Xtoluena)

dengan Plarutan = tekanan uap larutan


pbenzena = tekanan uap partial benzena
P obenzena = tekanan uap benzena murni

Xbenzena = fraksi mol benzena


Larutan benzene-toluena yang mempunyai sifat dan keadaan demikian disebut sebagai larutan
ideal, karena sesuai dengan hukum Raoult yang secara umum dinyatakan sebagai berikut: “Jika
dua zat yang molekul-molekulnya sangat mirip membentuk sebuah larutan, tekanan uap
campurannya terhubung secara sederhana dengan tekanan uap komponen-komponen murni larutan
tersebut.
Benzena murni pada suhu 79,6oC Jika komposisi dan tekanan uap larutan benzene-toluena
digambarkan dalam bentuk grafik, maka akan diapatkan sebuah garis lurus.

Gambar 3. Grafik tekanan uap larutan vs komposisi, (a) benzene-toluen pada 79,6oC, (b)
aseton-kloroform pada 35oC, (c) benzene-metanol pada 55oC.
22

Larutan yang membentuk keadaan tidak sesuai dengan hukum Raoult disebut sebagai larutan
tidak ideal. Pada Gambar di atas, gambar (a) adalah kurva tekanan uap untuk larutan ideal
benzene-toluena, gambar (b) menunjukkan keadaan larutan yang mengalami deviasi negatif
sedangkan gambar (c) adalah larutan yang mengalami deviasi positif.

Penjelasan mengenai sifat koligatif larutan:


a. Kenaikan titik didih
Keadaan mendidih adalah keadaan zat cair yang berada dalam keadaan kesetimbangan dengan fase
uapnya, yang mempunyai tekanan sama dengan tekanan uap udara. Di bawah tekanan udara 760
mmHg air murni mendidih pada suhu 100oC, karena tekanan yang disebabkan oleh molekul-
molekul gas H2O pada suhu tersebut adalah 760 mmHg.
Larutan zat padat di dalam air pada umumnya membentuk larutan ideal. Karena zat padat yang
larut dalam air pada umumnya tidak mudah menguap, maka tekanan uap larutan pada suhu 100 oC
dapat dihitung sebagai berikut. Misalnya molfraksi zat padat itu, misalnya adalah garam dapur 0,1;
jadi molfraksi air adalah 0,9. Tekanan uap H2O di atas larutan itu, P = 0,9  760 mmHg = 684
mmHg; suatu tekanan yang masih berada di bawah tekanan udara. Larutan belum mendidih. Agar
larutan mendidih tekanan uap H2O di atas larutan itu harus mencapai 760 mmHg, dan keadaan itu
dapat dicapai dengan memperbanyak jumlah uap atau dengan menaikkan suhu larutan. Jadi adanya
padatan terlarut menyebabkan kenaikan titik didih. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Berikut:

pelarut larutan 1 larutan 2


760 mmHg

tekanan (mmHg)

t1= titik didih larutan 1


t2= titik didih larutan 2

titik didih t1 t2
pelarut murni
Gambar 4. Penngaruh zat terlarut terhadap titik didih

Dalam praktek di laboratorium penelitian tentang hubungan antara konsentrasi dan kenaikan titik
didih dipelajari dengan percobaan empirik menggunakan larutan dengan berbagai konsentrasi
molal (jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut). Grafik yang menghubungkan kenaikan
titik didih pada setiap konsentrasi molal menghasilkan rumus:

∆Tb = Kb  m

dengan ∆Tb = Kenaikan titik didih


m = konsentrasi molal larutan
Kb = Konstanta kenaikan titik didih yang merupakan slope
dari grafik berikut ini

∆Tb  α}
23

m→
Gambar 5. Penentuan konstanta kenaikan titik didih

b. Penurunan titik beku


Dalam proses pembekuan molekul-molekul air menyusun diri membentuk sistem kristal.
Kehadiran molekul lain, misalnya zat terlarut, akan menghalangi terbentuknya kristal es. Oleh
karena itu dalam pembentukan kristal es, akan terjadi kebalikan dari proses dispersi yaitu keluarnya
zat terlarut dari sistem larutan, paling tidak secara parsial, untuk memberi kesempatan molekul-
molekul zat terlarut membentuk sistem kristal. Proses ini memerlukan perubahan energi yang
menyebabkan penurunan titik beku larutan.
Kenyataan ini dapat ditemukan adanya rasa manis dan asin yang tidak merata pada es lilin yang
menunjukkan penyebaran yang tidak merata dari gula dan garam, akibat proses pembekuan.
Penurunan titik beku juga dapat dijelaskan menggunakan kesetimbangan padat-cair-gas pada
diagram fase H2O.

Gambar 5. Diagram Fase Air


Sebuah larutan dalam air yang mengandung zat terlarut non-volatil, pada 0oC akan mempunyai
tekanan uap lebih rendah dari pada tekanan uap air (0,006 atm atau 4,6 mmHg). Sebagai akibatnya
tidak akan terjadi kesetimbangan es dengan larutan. Jika suhu diturunkan tekanan uap es turun
lebih cepat dari pada larutannya, sehingga akan tercapai kesetimbangan pada suhu mana es dan
larutan mempunyai tekanan uap yang sama. Kedua fase (wujud) itu berada dalam kesetimbanga
pada suhu di bawah 0oC, yang merupakan titik beku larutan. Sebagai contoh, sebuah percobaan
yang menggunakan larutan sukrosa dengan molfraksi 0,02; menunjukkan titik beku larutan -
2,02oC. Dapat dikatakan bahwa penurunan titik beku larutan tersebut, ∆Tf, adalah 2,02 K.
Dalam percobaan di laboratorium hubungan antara konsentrasi dan penurunan titik beku digunakan
rumus empiris

∆Tf = Kf m

dengan ∆Tf = Penurunan titik beku


m = konsentrasi molal larutan
Kb = Konstanta penurunan titik beku
24

c. Tekanan osmosis
Larutan gula pekat dimasukkan ke dalam corong yang ditutup dengan sekat semipermeabel,
kemudian dimasukkan ke dalam bejana berisi air, dan dibiarkan dengan posisi yang tetap untuk
beberapa saat, seperti pada gambar berikut ini; maka molekul-molekul pelarut, yaitu air murni
akan mengalir dari bejana masuk ke dalam corong melalui sekat semipermeabel. Akibatnya
akan tejadi kenaikkan permukaan air pada corong setinggi h. Peristiwa ini disebut sebagai
peristiwa osmosis. Tekanan osmosis disefinisikan sebagai tekanan yang harus diberikan agar
tidak terjadi proses osmosis. Besarnya tekanan osmosis, π, dapat dihitung dari perubahan
kenaikan permukaan larutan, h. dengan ρ adalah massa jenis larutan, dan g adalah percepatan
gravitasi
Untuk memperkecil terjadinya perubahan konsentrasi, diusahakan agar lubang saluran corong
sekecil mungkin (kapiler).
Dalam percobaan, tekanan osmosis didapatkan dengan perhitungan yang tetap tunduk pada
hukum gas ideal, PV=nRT, dalam bentuk yang disesuaikan menjadi
π.V = nRT

π = ρ.g.h

dengan n adalah jumlah zat terlarut dalam V liter pelarut. Dalam praktek akan menjadi lebih
mudah jika persamaan tersebut diubah sedemikian sehingga kita dapat menggunakan parameter
konsentrasi larutan yaitu n/V, atau c mol/lt ; sehingga persamaan berubah menjadi
n
π= RT
V
π = c RT

pelarut murni larutan

Gambar 6. Peristiwa osmosis


Reverse Osmosis
Aplikasi di bidang teknik yang berhubungan dengan sifat koligatif larutan adalah proses
reverse osmosis, atau osmosis balik. Proses ini biasanya banyak digunakan dalam industri-
industri yang memerlukan penyediaan air tawar yang cukup banyak dengan bahan dasar air
laut, misalnya industri pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang banyak di dirikan di daerah
pantai. Prinsip dari reverse osmosis adalah kebalikan dari proses osmosis. Larutan yang berada
dalam suatu ruang bersekat membran semipermeabel apabila dikenai tekanan akan
menyebabkan pelarutnya menembus dinding membran, dan di balik dinding akan dihasilkan
pelarut murni.
25

air laut air tawar


(pelarut)

Gambar 7. Prinsip proses RO

Alat RO yang digunakan di PLTU Paiton khususnya unit 7 dan 8 menggunakan polimer
sebagai membran yang disusun seperti Gambar 8 berikut ini.

semipermeable membrane
brine outlet
brine inlet 50000 ppm
40000 ppm
Fresh water
Gambar 8. Diagram system RO di PLTU Paiton unit 7 dan 8

Sifat koligatif larutan elektrolit


Larutan elektrolit adalah larutan yang dibuat dengan melarutkan bahan-bahan ionik ke dalam
air. Zat terlarut ini di dalam larutan akan terurai menjadi ion-ion positif (kation) dan ion-ion
negatif (anion). Sifat koligatif larutan yang terdiri dari ion-ion ini ternyata berbeda dengan
yang diperlihatkan oleh larutan nonelektrolit. Bila zat elektrolit yang dipelajari bersifa
nonvolatile akan tampak bahwa penurunan tekanan uap dan kenaikan titik didih yang terjadi
lebih besar dari pada yang diharapkan. Demikian juga dengan tekanan osmosis dan penurunan
titik beku.

Untuk menyatakan besarnya penyimpangan dari sifat-sifat ideal dapat digunakan factor van’t
Hoff, i, yang didefinisikan sebagai berikut

nilai sifat koligatif yang teramati


i = ––––––––––––––––––––––––––
nilai sifat koligatif normal

Untuk larutan nonelektrolit, pada semua konsentrasi, i akan bernilai satu, tetapi untuk
elektrolit, nilai i selalu lebih besar dari pada satu. Besarnya nilai i bergantung pada elektrolit
yang digunakan. Misalnya saja nilai i untuk barium klorida lebih besar dari pada nilai i untuk
kalium klorida. Juga semakin encer larutan, nilai i akan semakin besar (α = koefisien ionisasi,
akan semakin besar) dan akan mencapai maksimum pada pengenceran tak terhingga. Nilai i
maksimum untuk barium klorida adalah tiga, sedangkan untuk natrium klorida, nilai i
maksimumnya adalah dua. Nilai juga akan semakin besar dengan meningkatnya suhu, oleh
karena itu sifat koligatif yang dihitung berdasarkan nilai i hanya berlaku pada suhu pada saat i
diukur.
26

Contoh perhitungan
Suatu larutan yang terdiri atas 2 gram NaOH dalam 100 gram air membeku pada – 1,7oC.
Berapa faktor van’t Hoff untuk larutan ini? (Kf air = 1,86)
Jawab:?
Konsentrasi molal larutan ini adalah 0,50 m. Titik beku normal untuk larutan dengan
konsentrasi 0,50 m adalah - 0,93oC
∆Tf = Kf.×m = 1,86 × 0,5 = 0,93
Jadi i dapat dihitung sebagai berikut
digunakan factor van’t Hoff, i, yang didefinisikan sebagai berikut

nilai sifat koligatif yang teramati 1,7oC


i = –––––––––––––––––––––––––– = –––––– = 1,8
nilai sifat koligatif normal 0,93 oC

Hubungan koefisien disosiasi, α, dan faktor van’t Hoff i


Karena sifat koligatif hanya terganrtung pada jumlah partikel zat terlarut yang terdapat dalam
larutan, dapat disimpulkan bahwa dengan semakin besarnya nilai i umtuk suatu larutan
elektrolit, jumlah partikel zat terlarut yang terdapat dalam larutan ini akan semakin besar.
Karena dalam larutan elektrolit partikel yang terdapat di dalamnya adalah ion, maka dapat
disimpulkan bahwa sifat koligatif larutan elektrolit bergantung pada banyaknya ion yang
terdapat dalam larutan. Jadi untuk larutan elektrolit biner seperti NaCl dapat diharapkan bahwa
penurunan titik beku larutan ini akan dua kali penurunan titik beku larutan non elektrolit
dengan konsentrasi yang sama, dengan asumsi bahwa elektrolit tersebut berdisosiasi sempurna
(α=1)
Faktor van’t Hoff dapat didefinisikan kembali sebagai berikut:

jumlah partikel sebenarnya dalam larutan


i = ––––––––––––––––––––––––––––––––––––
jumlah patikel sebelum disosiasi

Untuk elektrolit yang berdisosiasi tidak sempurna, hubungan antara i dan α dapat diturunkan
sebagai berikut:
Bila dalam larutan terdapat n molekul elektrolit AB, maka bila α adalah derajat disosiasi pada
kesetimbangan akan diperoleh
AB ⇋ A z  + B z 
n(1 – α) nγ+α nγ –α
dari persamaan sebelumnya maka diperoleh
n(1 – α) + nγ+α + nγ –α
i = –––––––––––––––––––––––
n
n – nα + nγ+α + nγ –α
i = –––––––––––––––––––––––
n

Bila γ = γ + + γ – , maka nγα adalah jumlah total partikel dalam larutan

Jadi:
n – nα + nγ α
i = ––––––––––––––
27

i=1–α+γα

Dengan penyusunan kembali akan diperoleh


i 1
α=
 1

Contoh perhitungan
Penurunan titik beku larutan 0,1 m CH3COOH adalah 0,188oC.
Hitung α untuk larutan asam asetat tersebut (Kf H2O = 1,86)
Bila diasumsikan bahwa asam asetat tidak berdisosiasi, maka penurunan titik bekunya adalah,

∆Tf = Kf m

= 1,86  0,1
= 0,186
1,88
i = = 1,01
1,86
Oleh karena asam asetat berdisosiasi menghasilkan dua ion per molekul, maka nilai γ = 2.
Dengan menggunakan persamaan xx akan diperoleh:

i  1 1,01  1
α= = = 0,01
 1 2 1

Contoh soal untuk latihan.


Dalam penyediaan air umpan boiler, sebuah PLTU di Paiton menggunakan proses reverse
osmosis, dengan skema seperti pada Gambar 8. Tentukan berapa tekanan yang dibutuhkan agar
disepanjang lorong aliran brine terjadi proses reverse osmosis. (R=0,082 lt.atm.mol-1K-1
T=27oC). Anggaplah garam yang terkandung dalam brine hanya NaCl; Mr NaCl = 58,5

6. Larutan asam basa


Pengertian asam dan basa menurut tiga konsep
a. Konsep Arhenius (1887)
Asam adalah semua zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepas-kan ion H+,
HCl(l) H2O
H+(aq) + Cl–(aq)
H2O
CH3COOH(l) H+(aq) + CH3COO–(aq)
Basa adalah semua zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepas-kan ion OH,

NaOH(s) H2O
Na+(aq) + OH–(aq)

H2O
NH3(g) NH4+(aq) + OH–(aq)

Dari contoh-contoh di atas, contoh pertama adalah asam dan basa kuat, yaitu asam dan basa
yang seluruh molekulnya terionisasi. Sedangkan contoh kedua adalah asam dan basa lemah,
yaitu asam dan basa yang molekul-molekulnya hanya terionisasi sedikit.
b. Konsep Brønsted-Lowry.
Pada tahun 1923, di tempat terpisah, J.N. Brønsted di Denmark dan T.M. Lowry di Inggris,
menyarankan cara lain dalam menyatakan asam dan basa. Dalam konsep yangh selanjutnya
dikenal sebagai konsep Brønsted-Lowry didefinisikan:
28

Asam adalah zat yang berfungsi sebagai pendonor proton


Basa adalah zat yang berfungsi sebagai akseptor /penerima proton
HCl(l) + H2O (l) H3O+(aq) + Cl–(aq)
asam basa
CH3COOH(l) + H2O (l) H3O+(aq) + CH3COO–(aq)
asam basa asam konjugat basa konjugat

Larutan asam dan basa di dalam air (aquous solution of acid and bases)
Menurut konsep Brønsted-Lowry asam adalah zat penyumbang proton dan basa dan adalah zat
penerima proton. Jika secara umum asam dilambangkan sebagai HA, ketika terlarut dalam air
terionisasi menghasilkan proton, H+, dan A– yang menyatakan anion seperti Cl–, NO3–, CH3COO–.
Di dalam air proton akan segera diikat oleh molekul air denngan persamaan reaksi sebagai berikut:

HA + H2Ö∶ → [H2Ö∶H]+ + A–
asam basa
Sebagai konsekuensi dari konsep Brønsted-Lowry maka molekul-molekul H2O yang mengikat
proton adalah basa.
Apabila reaksi berlangsung dapat balik, maka pada reaksi pelepasan kembali proton oleh air yang
akan bergabung kembali dengan ion A– menjadi HA , air terprotonasi adalah asam dan A– adala
basa.

[H2Ö∶H]+ + A– → HA + H2Ö∶
asam basa
gabungan kedua persamaan reaksi tersebut di atas menghasilkan persamaan reaksi antara asam1 dan
basa2 pada sisi kiri menghasilkan asam2 dan basa2 di sisi kanan yang merupakan konjugat dari
asam1 dan basa2.

HA + H2Ö∶ ⇋ [H2Ö∶H]+ + A–
asam1 basa2 asam2 basa2
konjugat
konjugat
basa yang dihasilkan bila suatu asam menyumbangkan protonnya disebut basa konjugat dari asam
tersebut. Dalam persamaan reaksi umum di atas dari kiri ke kanan, A– merupakan basa konjugat
dari asam HA; dan untuk reaksi kebalikannya H2O adalah basa konjugat dari asam H3O+. Asam
yang dihasilkan bila suatu basa menerima proton adalah asam konjugat dari basa tersebut. Dalam
persamaan reaksi umum di atas dari kanan ke kiri, H3O+ adalah asam konjugat dari H2O, dan
untuk reaksi kebalikannya, HA adalah asam konjugat dari A–. Jadi H3O+ dan H2O, serta HA dan
A– adalah pasangan-pasangan asam-basa konjugat.

Asam1 Basa2 Asam2 Basa1

HCl + H2O ⇋ H3O+ + Cl–


CH3COOH + H2O ⇋ H3O+ + CH3COO–
NH4+ + H2O ⇋ H3O+ + NH3
H2SO4 + CH3COOH ⇋ CH3COOH2 +
+ HSO4–
29

Asam-asam di atas disebut asam monoprotik karena setiap molekulnya dapat menyumbangkan
satu proton kepada molekul sebuah air.

Asam yang setiap molekulnya dapat menyumbangkan lebih dari satu proton disebut sebagai asam
poliprotik. Asam sulfat dalam air terionisasi dalam dua tahap, dan oleh karena itu disebut sebagai
aasam diprotik.

H2SO4 + H2O ⇋ H3O+ + HSO4–


asam1 basa2 asam2 basa1

HSO4– + H2O ⇋ H3O+ + SO42–


asam1 basa2 asam2 basa1

Reaksi ionisasi tahap pertama asam sulfat dapat berlangsung sempurna, tetapi reaksi ionisasi tahap
kedua berlangsung jauh dari sempurna. Oleh karena itu meskipun asam sulfat merupakan asam
kuat tetapi HSO4– adalah asam lemah. Mari kita perhatikan ion HSO4– dalam kedua persamaan
reaksi ionisasi asam sulfat tersebut. Pada tahap pertama HSO4– merupakan basa, sedangkan pada
tahap kedua ia berfungsi sebagai asam. Molekul seperti itu dikatakan mempunyai sifat amfiprotik,
karena ia dapat menyumbangkan atau menerima proton.

Soal latihan:
Tulislah persamaan reaksi untuk tahap-tahap pengionan asam tripotik H3PO4. Tandai setiap pasangan
asam basa sebagai asam1-basa1, asam2-basa2.

Larutan basa dalam air


Sifat yang lazim untuk larutan basa dalam air adalah adanya ion hidroksida (OH–) suatu basa
menurut konsep Arhenius. Senyawa-senyawa hidroksida dari golongan IA adalah basa-basa kuat.
NaOH dan KOH dapat memberikan satu mol ion OH– untuk setiap mol senyawa. Maka basa-basa
itu disebut sebagai basa monohidroksi. Sedangkan basa-basa Ca(OH)2 dan Ba(OH)2 disebut
sebagai basa dihidroksi karena setiap mol senyawa dapat memberikan dua mol ion OH–. Molekul
kovalen yang dapat bertindak sebagai basa Brønsted-Lowry (penerima proton) dapat bereaksi
dengan air dalam suatu reaksi pengionan menghasilkan ion hidroksida. Amonia merupakan contoh
yang paling kita kenal:
H2O + NH3 ⇋ NH4+ + OH–
asam1 basa2 asam2 basa1
Dalam reaksi pengionan ini air bertindak sebagai asam, pada hal dalam reaksi pengionan asam air
bereaksi sebagai suatu basa. Jadi air bersifat amfiprotik.
Larutan ammonia dalam air mengalami sedikit sekali reaksi pengionan, dan dengan demikian
merupakan suatu basa lemah. Dalam suatu reaksi kesetimbangan, molekul kovalen ammonia dan
air berada dalam jumlah yang melimpah, sebaliknya ion NH4+ dan OH– berada dalam kuantitas
yang relative kecil. Bau yang merangsang larutan ammonia disebabkan oleh gas ammonia yang
lepas dari larutan.
Banyak ion merupakan basa Brønsted-Lowry yang dapat bereaksi dengan air menghasilkan ion
hidroksida, misalnya ion asetat dan ion sianida:

H2O + CH3COO– ⇋ CH3COOH + OH–


asam1 basa2 asam2 basa2
H2O + CN – ⇋ HCN + OH–
asam1 basa2 asam2 basa2
30

Kekuatan relatif Asam dan Basa


Kekuatan suatu larutan asam HA dalam air adalah ukuran kecenderungan untuk menyumbangkan
sebuah proton kepada seb uah molekul air.

HA + H2O → H3O+ + A–
Sejauh reaksi tersebut berlangsung, juga terjadi kecenderungan ion A– menerima kembali proton
dari H3O+

H3O+ + A– → HA + H2O

Jika kecenderungan yang ditunjukkan oleh reaksi pertama lebih besar dari pada reaksi kedua dari
reaksi-reaksi terseburt di atas, maka HA adalah suatu asam kuat, sedangkan A– adalah suatu basa
lemah. Satu contoh asam kuat adalah HCl, dan dapat disimpulkan bahwa Cl– adalah basa lemah.
Contoh asam lemah CH3COOH dan HCN, sehingga dapat disimpulkan bahwa CH3COO– dan CN–
adalah basa yang relatif kuat.
Perbandingan kekuatan asam dan basa diurutkan dalam table berikut ini. Azas yang mendasar bagi
tingkat kekuatan asam basa, semakin kuat suatu asam, maka basa konjugasinya semakin lemah.

Tabel Kekuatan relatif Asam dan Basa

Asam Basa konjugat

HClO3 asam kuat ClO3– Basa lemah



HCl Cl
H2SO4 HSO4–
HNO3 NO3–
H3O+ H2O
H2SO3 HSO3–
HSO4– SO4 2–
H3PO4 H2PO4–
HI I–
CH3COOH kekuatan CH3COO– kekuatan

H2CO3 menurun HCO3 meningkat
H2S HS–
HSO3– HSO32–
HCN CN–
NH4+ NH3
HCO3– CO32–
HS– S2–
H2O OH–
NH3 NH2–
OH– asam lemah O2– basa kuat

Dalam pelarut non air HClO4 merupakan asam yang lebih kuat dari pada HNO3. Tetapi dalam
pelarut air keempat asam yang tercantum pertama dalam tabel sebagai asam-asam yang lebih kuat
dari pada H3O+, membentuk larutan dengan kuat asam yang praktis sama, karena air merupakan
31

basa yang cukup kuat untuk menarik proton dari masing-masing asam yang lebih kuat daripada
H3O+. Untuk asam kuat apa saja, HA, pengionannya dalam air:

HA + H2O → H3O+ + A–
pada hakekatnya berlangsung sempurna. Ini berarti bahwa asam apa saja yang lebih kuat daripada
H3O+ akan begitu saja membentuk H3O+ dalam air. Jadi H3O+ merupakan asam terkuat yang dapat
berada dalam larutan air.

Sebaliknya terhadap basa apa saja, yang kebasaannya lebih besar dari pada OH– air juga akan
bereaksi dengan basa tersebut menghasilkan OH–, karena OH– m erupakan basa terkuat yang ada
dalam larutan air.

Contohnya, jika Natrium amida, NaNH2, bersentuhan dengan air, akan berlangsung reaksi berikut

NH2– + H2O → NH3 + OH–

Reaksi suatu pelarut untuk mengurangi kekuatan reagensia lain dan menjadi sama kuat disebut
sebagai efek pendataran (leveling effect).

c. Konsep Lewis
Asam menurut konsep Lewis adalah zat yang berfungsi sebagai akseptor pasangan elektron
bebas, sedangkan basa adalah zat yang berfungsi sebagai pendonor pasangan elektron bebas.
Pelarutan gas amonia di dalam air akan terbentuk ion ammonium, yang merupakan
penggabungan dari molekul ammonia yang memiliki satu pasang elektron bebas dengan
sebuah proton hasil penguraian molekul air. Dalam reaksi ini amoniak bertindak sebagai basa
karena menyediakan pasangan elektron bebas, sedangkan proton adalah asam karena
menerima pasangan elektron bebas.

H+ + :NH3 → (H→NH3)+
Definisi Lewis taat-azas dengan pandangan Brønsted-Lowry, karena proton dapat dipandang
sebagai suatu penerima pasangan electron. Suatu zat yang menerima proton dapat dipandang
sebagai donor pasangan electron. Ini dapat dilukiskan oleh reaksi berikut:

H+ + OH– → H2O
asam basa

H+ + H2O → H3O+
asam basa

Suatu keuntungan konsep Lewis adalah bahwa konsep ini mengenali zat-zat tertentu sebagai
asam yang tak mengandung hidrogen tetapi mempunyai sebagai asam berhidrogen biasa.
Contoh-contoh dari reaksi asam-basa yang tidak melibatkan transfer proton tetapi sesuai
dengan definisi Lewis antara lain:

SO3 + O2– → SO42–


asam basa .

SO3 + OH– → HSO4–


asam basa .

AlCl3 + Cl– → AlCl4–


asam basa .

Ag+ + Cl– → AgCl


32

asam basa .

Penetralan
Bila sejumlah mol yang sama dari suatu asam kuat seperti HCl dan basa kuat seperti NaOH
dicampur dalam suatu larutan dalam air, ion hidronium dari asam dan ion hidroksida dari basa
akan bersenyawa membentuk air. Reaksi ini dikenal sebagai penetralan. Persamaan ion
lengkapnya adalah

H3O+ + Cl – + Na+ + OH – → Na+ + Cl – + 2H2O

atau lebih sederhananya

H+ + Cl – + Na+ + OH – → Na+ + Cl – + H2O

persamaan ion nettonya

H3O+ + OH – → 2H2O

atau lebih sederhana

H+ + OH – → H2O

Bila spesi asam dan basa bereaksi, dikatakan spesi-spesei ini saling menetralkan.

Meskipun ion-ion Na+ dan Cl – tidak terlibat dalam reaksi penetralan tetapi dapatlah dikatakan
bahwa larutan NaCl terbentuk sebagai akibat reaksi asam-basa.

Meskipun reaksi penetralan pada dasarnya adalah reaksi antara ion-ion hidronium dan hidroksida
tetapi penulisan persamaan reaksi cara lama masih sering digunakan. Dalam cara lama ini reaksi
penetralan dituliskan sebagai reaksi antara asam (ditulis rumus molekul asam) dan basa (dituliskan
rumus molekul basa). Contoh cara penulisan lama antara lain:

HNO3 + KOH → KNO3 + H2O

H2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2H2O

Asam kuat basa lemah


Meskipun reaksi penetralan lazim digunakan untuk asam dan basa apa saja, akan tetapi
ternyata hasil reaksi tidak selalu benar-benar netral. Hasil reaksi antara sejumlah ekuimolar
asam dan basa akan benar-benar netral jika keduanya mempunyai kekuatan yang sama. Mari
kita perhatikan apa yang terjadi jika asam kuat seperti HCl dan basa lemah NH3 dicampur
dalam air. Persamaan reaksi berikut ini dapat digunakan untuk memaparkan kasus ini

Cara lama: HCl + NH4OH → NH4Cl + HOH


asam basa garam air

Cara baru: H3O+ + Cl – + NH3 → NH4+ + Cl – + HOH


Larutan ammonium klorida yang diperoleh bersifat agak asam, bukannya netral, karena ion
NH4+ berfungsi sebagai suatu asam dalam larutan air.

Asam lemah dan basa kuat


Reaksi dalam larutan air dari asam lemah seperti asam asetat, dengan basa kuat dapat
dinyatakan denngan persamaan reaksi berikut:
Cara lama: CH3COOH + NaOH → CH3COONa + HOH
asam basa garam air
Cara baru : CH3COOH + Na+ + OH– → Na+ + CH3COO– + HOH
33

Larutan Natrium asetat yang dihasilkan bersifat agak basa, bukannya netral karena ion asetat
dalam larutan air berfungsi sebagai basa.

Asam lemah dan basa lemah


Sebagai contoh terakhir dari proses penetralan, mari kita perhatikan reaksi penetralan asam
asetat, CH3COOH, dan ammonia, NH3, dalam air. Keduanya adalah asam dan basa lemah.
Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:
Cara lama: CH3COOH + NH4OH → CH3COONH4 + HOH
asam basa garam air
Cara baru: CH3COOH + NH3 → NH4+ + CH3COO–
Larutan Amoniuma asetat yang dihasilkan praktis netral, karena kekuatan asam dari ion NH 4+
tepat sama dengan kekuatan basa dari ion CH3COO– .
Ringkasan untuk penetralan
Reaksi asam dan basa yang sama kekuatannya akan menghasilkan larutan netral.
Reaksi asam dan basa dengan kekuatan berbeda akan menghasilkan larutan yang bersifat
sebagai asam lemah atau basa lemah, bergantung kekuatan asam konjugat dan basa konjugat
yang dihasilkan. Jika asam yang dihasilkan itu lebih kuat daripada basanya, maka diperoleh
larutan asam lemah, sebaliknya jika basa yang dihasilkan lebih kuat daripada asamnya akan
diperoleh larutan basa lemah.

Titrasi Asam dan Basa.


Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui
dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan
dianalisis. Contoh yang akan dianalisis ini disebut sebagai sampel atau cuplikan. Prosedur
analisis yang melibatkan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui disebut sebagai
analisis volumetri.
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama volume-
volume suatu asam dan suatu basa yang tepat dan saling menetralkan.
Andaikan kita ingin menentukan konsentrasi suatu sampel larutan asam klorida, sementara di
laboratorium tersedia larutan basa kuat dengan konsentrasi 0,1 N. Analisa dapat dilakukan
sebagai berikut:
 Sebagian larutan basa yang diketahui konsentrasinya dimasukkan dalam buret.
 Dengan menggunakan pipet dengan bola hisap, diambil sejumlah volume tertentu, VA,
misalnya 25 ml larutan asam yang akan ditentukan dalam sebuah erlenmeyer.
 Suatu indicator, misalnya fenolftalein, PP, diteteskan kedalam larutan asam dalam
erlenmeyer itu.
 Basa dalam buret kemudian dialirkan ke dalam erlenmeyer, mula-mula agak cepat,
kemuadian pelahan-lahan dan akhirnya setes demi setetes sampai tetes terakhir yang
menyebabkan indicator dalam erlemeyer berubah warna.
Perubahan warna itu merupakan tanda bahwa sejumlah basa yang telah ditambahkan
sudah mencapai jumlah ekuivalen dengan banyaknya asam dalam erlenmeyer tersebut.
Besarnya volume basa dapat dibaca pada skala buret. Misalkan saja volume basa, VB, itu
adalah 20 ml. Artinya bahwa 20 ml basa 0,1 N tepat menetralkan 25 ml larutan asam
klorida yang konsentrasinya tidak diketahui.
34

Perhatikan data percobaan berikut:


Basa asam
Volume 20 ml 25 ml
Konsentrasi 0,1N ?

Dari data tersebut dapatlah dilihat bahwa konsentrasi basa lebih pekat karena volumenya
lebih kecil. Untuk masing-masing larutan berlaku, perkalian antara volume dan
konsentrasi normalitas adalah banyaknya ekuivalen dari spesi yang bereaksi.
VA × NA = ekivalen asam
VB × NB = ekivalen basa.
Dalam reaksi penetralan banyaknya ekivalen asam sama dengan banyaknya ekivalen basa,
sehingga dapatlah ditulis
VA × NA = VB × NB
Karena parameter volume muncul pada kedua ruas persamaan, maka satuan apa saja dapat
digunakan dalam persamaan ini, asal keduanya dinyatakan dengan satuan yang sama,
misalnya keduanya dalam liter atau dalam mili liter.
Dengan persamaan yang terakhir ini konsentrasi asam dapat dihitung sebagai berikut:
25 ml × NA = 20 ml × 0,1N
20 ml × 0,1N
NA = ――――――― = 0,8 N
25 ml.

7. Kesetimbangan dalam larutan Asam dan Basa


Di dalam pelarut air, pengionan beberapa molekul kovalen polar seperti HCl. HNO3, H2SO4, dan
HClO4 pada hakekatnya berlangsung sempurna. Karena hampir tidak ada molekul yang tak
terionkan yang membentuk kesetimbangan, persamaan untuk reaksi pengionannya umumnya ditulis
dengan satu anak panah tunggal ke kanan. Bila dikatakan asam klorida 0,50M, diandaikan bahwa
konsentrasi ion H+ dan Cl– masing-masing adalah 0,50M, dan konsentrasi HCl yang tak terionkan
praktis 0,00 M.
Sebaliknya untuk asam lemah seperti asqam asetat, CH3COOH, atau basa lemah seperti ammonia,
NH3, transfer proton ke atau dari air tidak berjalan secara sempurna. Persamaan untuk reaksi
pengionan ini ditulis dengan anak panah rangkap, untuk menekankan bahwa sistem
kesetimbangannya bersifat reversibel.

Dalam larutan asam dan basa, perhitungan-perhitungan diarahkan pada perhitungan konsentrasi ion
H+ dari larutan itu karena tidak ada ion yang lebih penting dari pada ion H+. Metode yang sangat
umum dan nyaman untuk menyatakan konsentrasi ion H+ adalah menggunakan skala pH. pH
adalah nilai negatif dari logaritma aktivitas ion H+. Untuk larutan encer aktivitas dapat dianggap
sama dengan konsentrasi. atau

pH = - log [H+]

pH merupakan derajat keasaman atau derajat kebasaan suatu larutan. Konsep ini pertama kali
diperkenalkan oleh kimiawan Denmark, Søren Peder Lauritz Sørensen pada tahun 1919.
35

Air murni bersifat netral, pada 25C air terdisosiasi menghasilkan ion hidrogenium (H+) dan ion
hidroksida (OH–) dengan konsentrasi sekitar 10–7 mol/liter, atau pH = 7.

Tetapan pengionan asam lemah


Asam monoprotik lemah
Mari kita perhatikan pengionan asam monoprotik lemah, HA dalam larutan air.
HA + H2O ⇌ H3O+ + A–
Persamaan kesetimbangannya dapat diturunkan secara matematik sebagai berikut:
[H3O+][A–]
Kc = —————
[HA][H2O]
untuk semua larutan encer, konsentrasi molar dari air, [H2O], praktis sama yaitu 55,56M. Dengan
demikian persamaan di atas dapat ditulis sebagai:
[H3O+][A–]
Kc = —————
[HA](55,56)
Lambang [H3O+] dan [H+] adalah dua cara yang berbeda untuk menyatakan parameter yang sama
yaitu konsentrasi proton dalam air. Setelah lambang [H3O+] diganti dengan [H+] dan persamaan
ditata-ulang, didapatkan konstanta kesetimbangan asam, Ka

[H+][A–]
Ka = Kc  55,56 = ————
[HA]
Hasil kali antara Kc dan 55,56 diungkapkan denngan tetapan Ka yang disebut sebagai tetapan
ionisasi asam.
Reaksi pengionan seringkali ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana dengan menghilangkan
molekul air. Untuk asam monoprotik lemah, HA, persamaan ionisasi yang disederhanakan adalah:
HA ⇌ H+ + A– . Dari persamaan reaksi sederhana ini dapat langsung diturunkan nilai Ka, akan
tetapi tetapi tetaplah harus diingat bahwa di dalam tetapan Ka mencakup konsentrasi molar air.
Sebagai contoh asam asetat, yang reaksi ionisasinya dapat disederhanakan menjadi:
CH3COOH ⇌ H+ + CH3COO–
tetapan ionisasi asamnya dapat dirumuskan sebagai
[H+][CH3COO–]
Ka = ————————
[CH3COOH]
Pengionan asam poliprotik lemah berlangsung dengan cara bertahap. Tiap tahap pengionan
melibatkan rumus untuk tetapan pengionan yang berlainan. Untuk pengionan asam diprotik, dalam
contoh ini asam karbonat, persamaan kesetimbangan yang disederhanakan untuk tahap-tahap itu
dan rumus tetapan pengionannya adalah:
Tahap I
[ H+][HCO3–]
H2CO3 ⇌ H+ + HCO3– Ka = ——————
[H2CO3]
Tahap II
[H+][CO32–]
HCO3 ⇌ H + CO3
– + 2–
Ka = ——————
[HCO3–]
36

Kuat suatu asam dihubungkan dengan derajat pengionannya, yang besarnya dicerminkan oleh
harga tetapan pengionan seperti ditunjukkan oleh tabel berikut ini. Makin kecil harga Ka,
menunjukkan asam yang makin lemah.
Tabel Tetapan pengionan asam-asam dalam larutan air pada 25oC
No Nama Reaksi pengionan yang disederhanakan Ka
1 Asam klorida HCl ⇌ H+ + Cl– Besar
2 Asam sulfat H2SO4 ⇌ H+ + HSO4– besar
HSO4– ⇌ H+ + SO42– 1,2 10–2
3 Asam sulfit H2SO3 ⇌ H+ + HSO3– 1,3 10–2
HSO3– ⇌ H+ + SO32– 6,3 10–8
4 Asam klorit HClO2 ⇌ H+ + ClO2– 1,1 10–2
5 Asam fosfat H3PO4 ⇌ H+ + H2PO4– 7,5 10–3
H2PO4– ⇌ H+ + HPO42– 6,2 10–8
HPO42– ⇌ H+ + PO43– 4,4 10–13
6 Asam fluorida HF ⇌ H+ + F– 6,6 10–4
7 Asam nitrit HNO2 ⇌ H+ + NO2 – 5,1 10–4
8 Asam format HCOOH ⇌ H+ + HCOO– 1,8 10–4
9 Asam asetat CH3COOH ⇌ H+ + CH3COO– 1,8 10–5
10 Asam karbonat H2CO3 ⇌ H+ + HCO3– 4,3 10–7
HCO3– ⇌ H+ + CO32– 5,6 10–11
11 Asam sulfida H2S ⇌ H+ + HS– 1,1 10–7
HS– ⇌ H+ + S2– 1,0 10–14
12 Asam hipoklorit HClO ⇌ H+ + ClO– 3,0 10–8
13 Asam sianida HCN ⇌ H+ + CN– 6,2 10–10
Asam sangat kuat Ka lebih besar dari pada 1 103
Kuat Ka antara 1,0 103 s/d 1 10–2
lemah Ka antara 1 10–2 s/d 1 10–7
Sangat lemah Ka kurang dari 1 10–7

Tetapan pengionan asam lemah


Rumus untuk tetapan pengionan basa lemah dalam air dapat diperoleh dengan cara yang sama
seperti untuk asam lemah dalam air. Mari kita perhatikan persamaan ionisasi basa Brønsted-Lowry
berikut ini
B + H2O ⇌ BH+ + OH–
[BH+][ OH–]
Kc = ——————
[B][ H2O]
untuk larutan encer dengan konsentrasi air 55,56
[BH+][ OH–]
Kb = Kc  (55,56) = ——————
[B]
Sebagai contoh untuk tetapan ionisasi basa lemah yaitu NH3 dalam air, dari persamaan pengionan
NH3 + H2O ⇌ NH4+ + OH–
dapat diperoleh nilai Kb
[NH4+][OH–]
Kb = ———————
[NH3]
Tabel Tetapan pengionan beberapa basa dalam larutan air pada 25oC

No Nama basa Reaksi pengionan yang disederhanakan Ka

1 dimetilamin (CH3)2NH + H2O ⇌ (CH3)2NH2+ + OH– 5,9 10–4


2 metilamin CH3NH2 + H2O ⇌ CH3NH3+ + OH– 4,2 10–4
3 etilenadiamin H2NCH2CH2NH2 + H2O ⇌ 3,6 10–4
37

H2NCH2CH2NH3+ + OH–
H2NCH2CH2NH3+ + H2O ⇌ 5,4 10–7
2+ –
H3NCH2CH2NH3 + OH
4 trimetilamin (CH3)3N + H2O ⇌ (CH3)3NH+ + OH– 6,3 10–5
5 amonia NH3 + H2O ⇌ NH4+ + OH– 1,8 10–5
6 hidrazina N2H4 + H2O ⇌ N2H5+ + OH– 9.8 10–7
N2H5+ + H2O ⇌ N2H62+ + OH– 1,3 10–13
7 hidroksilamin HONH2 + H2O ⇌ HONH3+ + OH– 9,110–9

Pengionan air, pH larutan Asam dan Basa


Pengionan air
Pengukuran konduktivitas air membeuktikan bahwa air mengalami ionisasi secara terbatas sesuai
dengan persamaan sebagai berikut
2H2O ⇌ H3O+ + OH– atau H2O ⇌ H+ + OH–
pengukuran daya hantar listrik terhadap air murni pada 25oC secara cermat menunjukkan bahwa
konsentrasi ion dalam air
[H3O+] = 1,0 10–7
[OH – ] = 1,0 10–7
Rumus tetapan kesetimbangan untuk air
[H3O+][OH–]
Kc = ——————
[H2O]2
[H3O+][OH–]
Kc = ——————
[55,56]2
Kw = Kc  {55,56] = [H3O+][OH–]
Karena pengionan air seringkali dinyatakan sebagai HOH ⇌ H+ + OH– dan [H+] = [OH–] maka
hasil kali ion untuk air dapat dinyatakan sebagai
Kw = [H+][OH–]
Kw = (1,0 10–7)(1,0 10–7) = 1,010–14

Konsentrasi ion hidrogen dalam larutan asam dan basa


Tetapan Kw disebut sebagai hasil kali ion-ion untuk air. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam air,
baik air murni maupun di dalam larutan berpelarut air, selalu ada ion hidrogen dan ion hidroksida.
Di dalam larutan asam mengandung ion hidroksida yang sangat kecil, sebaliknya di dalam larutan
basa kandungan ion hidrogennya sangat kecil. Labih jauh lagi jika konsentrasi salah satu ion
diketahui, maka konsentrasi ion yang lain dapat dihitung; Karena hasil kali kedua ion itu adalah
suatu tetapan, untuk suhu 25oC adalah 1,010–14.
Larutan HCl dengan konsentrasi 0,01 M mengandung ion H+ sebesar 0,01 atau 10–2 M. Pada suhu
25oC kandungan ion OH– dalam larutan itu dapat dihitung sebagai berikut
Kw =[H+][OH–]
[OH–] = Kw/[H+
= 1,010–14./ 10–2 = 10–12
Sebaliknya untuk larutan NaOH dengan konsentrasi 0,01 M mengandung ion OH– sebesar 0,01
atau 10–2 M. Pada suhu 25oC kandungan ion H+ dalam larutan itu dapat dihitung sebagai berikut
38

Kw =[H+][OH–]
[H+] = Kw/[OH–]
= 1,010–14./ 10–2 = 10–12
pH larutan asam dan basa
Cara menyatakan konsentrasi ion H+ yang lebih praktis dan mudah adalah dengan menggunakan
skala pH. Seperti sudah kita ketahui definisinya, pH adalah negatif dari logaritma konsentrasi ion
H+.
Berdasarkan definisi ini maka pH untuk larutan asam HCl 0,01M di atas yang mengandung ion H+
dengan konsentrasi 10–2 atau [H+] = 10–2 maka pHnya adalah – log10–2 = 2
dan untuk basa NaOH 0,01M yang mengandung ion H+ dengan konsentrasi 10 –12, pHnya adalah –
log10–12 = 12

Contoh soal
1. Hitung pH larutan asam lemah CH3COOH 0,1M dalam air jika konstanta kesetimbangan
asamnya, Ka, pada suhu 25oC adalah 1,8 10–5!
Penyelesaian:
Di dalam air asam asetat akan mengalami ionisasi sebagai berikut:
CH3COOH ⇌ H+ + CH3COO–
Dari persamaan ionisasi di atas dapat diturunkan harga
[H+][ CH3COO–]
Ka = ———————
[CH3COOH]
Dalam pelarut air murni ionisasi asam asetat menghasilkan kuantitas ion hidrogen dan ion asetat
yang terbentuk adalah sama, atau [H+]= [CH3COO–], sehingga rumus di atas dapat dimodifikasi
menjadi
[H+][ H+] [ H+]2
Ka = ——————— = —————
[CH3COOH] [CH3COOH]
[H+] = (Ka  [CH3COOH] )½
Jadi pH = - log [H+]
= - log (Ka  [CH3COOH] )½
= - log (1,8 10–5  10–1) ½
= - log (1,8 10–6 ) ½
= - log 0.0013416408
= 2,87

2. Hitung pH larutan basa lemah NH3 0,1M di dalam air jika konstanta kesetimbangan basanya, Kb,
pada suhu 25oC adalah 1,8 10–5!
Penyelesaian:
Dari persamaan reaksi ionisasi NH3 + H2O ⇌ NH4+ + OH– didapatkan
NH4+][OH–] [OH–]2
Kb = —————— = ———
[NH3] [NH3]
[OH–] = (Kb [NH3] )½
[OH–] = (1,8 10–5 10–1)½
= 0.0013416408
39

Selanjutnya ada dua cara menghitung pH


a. pH = - log [H+] = - log (10–14/[OH–])
= - log (10–14/0.0013416408)
= 11,1276

b. Dari definisi pH, kita kembangkan definisi untuk pOH= - log [OH–]
pOH = - log 0.0013416408 = 2,87
pH = 14 – pOH
= 14 – 2,87
= 11,1276

pH larutan garam dalam air.


Kebanyakan garam dapat larut sempurna di dalam air. Larutan garam yang berasal dari asam kuat
dan basa kuat, atau asam dan basa lemah yang kekuatannya sama, praktis netral, pHnya adalah
7,0. Akan tetapi untuk larutan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat, maka anion
yang berasal dari asam, biasanya disebut sebagai sisa asam, akan bersifat sebagai basa.
CH3COONa H2O CH3COO– + Na+
CH3COO– + H2O ⇌ CH3COOH + OH–
Reaksi antara ion asetat dengan air disebut sebagai reaksi hidrolisis, yang merupakan reaksi
membentuk keadaan kesetimbangan. Konstanta hidrolisis dapat diturunkan dari persamaan reaksi
tersebut.
[CH3COOH][OH–]
Kc = —————————
[CH3COO–][H2O]
[CH3COOH][OH–]
Kh = Kc  [H2O]= —————————
[CH3COO–]

Untuk mendapatkan hubungan antara Kh, dengan Ka dan Kw rumus tersebut di atas ditata ulang
sebagai berikut,
[CH3COOH][OH–] [H+]
Kh = —————————  ———
[CH3COO] [H+]
[CH3COOH]
Kh = ———————  [OH–][H+]
[CH3COO–][H+]

1
Kalau kita perhatikan pada ruas kanan dari persamaan terakhir di atas, suku pertama adalah
Ka
sedangkan suku kedua adalah Kw. Maka hubungan antara Kh dengan Ka dan Kw adalah
Kw
Kh =
Ka
Dalam reaksi hidrolisis konsentrasi molekul asam asetat, CH3COOH, dan ion hidroksida, OH–,
yang merupakan produk hidrolisis adalah sama, sehingga dari persamaan:
[CH3COOH][OH–]
Kh = —————————
[CH3COO–]
dapat diturunkan persamaan berikut ini:
40

[OH–]2
Kh = ——————
[CH3COO–]
karena ion CH3COO– merupakan produk ionisasi sempurna garam CH3COONa, maka konsentrasi
ion asetat, [CH3COO–], besarnya sama dengan konsentrasi garam atau [G], sehingga didapatkan
[OH– ] = √𝐾ℎ × [𝐺]

𝐾𝑤
=√ × [𝐺]
𝐾𝑎

Dengan cara yang sama untuk larutan garam dari asam kuat dan basa kuat akan di dapatkan

𝐾𝑤
[H+] = √ × [𝐺]
𝐾𝑏

Dari [OH–] dan [H+] dapat dihitung pH masing-masing larutan.

pH larutan penyangga (buffer)

Larutan penyangga adalah larutan yang pada pengenceran pHnya tidak berubah. Larutan ini dibuat
dengan mencampurkan:

a. garam dari basa kuat – asam lemah dan asamnya, atau


b. garam dari asam kuat – basa lemah dan basanya.

Larutan penyangga 1
Dibuat dengan mencampurkan larutan CH3COONa dan CH3COOH. Di dalam air kedua zat ini
akan mengalamai reaksi pengionan sebagai berikut:
garam: CH3COONa H2O CH3COO– + Na+
asam : CH3COOH ⇌ H+ + CH3COO–
dalam campuran larutan tersebut satu-satunya sistem kesetimbanngan yang ada adalah
kesetimbangan antara ion hidrogen, ion asetat dan molekul asam asetat, seperti yang terjadi dalam
larutan asam asetat,

[H+][CH3COO–]
Ka = ————————
[CH3COOH]
Akan tetapi berbeda dengan pelarutan asam asetat dalam air murni, yang menghasilkan ion asetat
semata-mata berasal dari hasil pengionan asam, dalam sistem larutan penyangga ini ion asetat juga
berasal dari pengionan sempurna garam Na-asetat. Jumlah ion asetat yang berasal dari pengionan
asam dibandingkan dengan yang berasal dari pengionan garam sangatlah kecil, sehingga dapat
diabaikan, maka [CH3COO–]=[ CH3COONa]= [G]
Maka konsentrasi ion hidrogen dalam larutan penyangga adalah
[CH3COONa] [G]
[H+] = Ka  —————— = Ka  ——
[CH3COOH] [HA]
[G ]
Perbandingan konsentrasi garam terhadap asam, , tidak dipengaruhi oleh volume larutan
[ HA]
atau jumlah pelarut. sehingga larutan penyangga ini adalah larutan yang berfungsi sebagai
penyetabil pH dalam suatu proses kimia.
41

Tugas:
Turunkan rumus untuk menghitung konsentrasi ion hidrogen larutan penyangga yang dibuat dari
campuran garam ammonium klorida dan ammonia.
42

KESETIMBANGAN KIMIA

KOMPETENSI UMUM:

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu kimia
serta dapat menyebutkan contoh-contoh penerapannya

KOMPETENSI KHUSUS:

Setelah mempelajari Bab Kesetimbangan mahasiswa dapat menjelaskan prinsip-prinsip


kesetimbangan dan penerapannya pada industri

Bila pereaksi-pereaksi dicampurkan hingga terjadi reaksi kimia, maka didalam


keberlangsungan reaksi tadi ada 2 kemungkinan:

1. Misalnya pencampuran antara larutan Na2CO3 dengan HCl, yang reaksinya ditulis
Na2CO3 + HCl  NaCl + H2O + CO2
Begitu gas CO2 tidak terbentuk lagi menunjukkan bahwa reaksi telah berhenti dan
menandakan kedua pereaksi atau salah satunya telah habis. Reaksi semacam ini
digolongkan sebagai reaksi berkesudahan atau reaksi satu arah atau reaksi irreversible.
2. Misalnya pencampuran antara gas N2 dengan gas H2 yang reaksinya dituliskan
N2 + H2  2NH3

Begitu terbentuk NH3 maka NH3 tersebut segera terurai menjadi gas N2 dan gas H2

2NH3  N2 + H2

Reaksi semacam ini digolongkan sebagai reaksi dua arah atau reaksi dapat balik, reaksi
kesetimbangan atau reaksi reversible. Reaksinya dituliskan sebagai berikut:

N2(g) + H2(g)  2NH3

Keadaan Kesetimbang

Suatu contoh bentuk kesetimbangan

A(g) + B(g)  C(g) + D(g)

Pada permulaan percobaan konsentrasi awal A dan B tergantung pada jumlah mol masing-
masing dan volume tempat. Bila reaksi berlangsung, maka konsentrasi A dan B akan
berkurang. Mula-mula konsentrasi berkurang cepat yang kemudian lambat dan akhirnya
konsentrasi A maupun B menjadi tetap walaupun tidak sama. Sedangkan konsentrasi C dan D
yang semula tidak ada, karena terjadinya reaksi antara A dengan B maka konsentrasi C dan D
naik dengan cepat pada permulaan tetapi kemudian menjadi tetap karena sebagian C dan D
yang terbentuk tadi saling bereaksi membentuk A dan B.
43

3 [C] = [D]

2 [A]

1 [B]

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
44

Kedua reaksi kekanan (kearah pembentukan C dan D) maupun sebaliknya masing-masing


memiliki kecepatan tertentu

V1
A + B  C + D
V2

Pada saat waktu t, dimana V1 = V2 maka tercapai keadaan setimbang

𝑘1 [𝐴][𝐵] = 𝑘2 [𝐶][𝐷]
𝑘1 [𝐶][𝐷]
= [𝐴][𝐵]
𝑘2

K = tetapan kesetimbangan

(nilainya merupakan fungsi suhu, selama suhu tetap nilai K akan tetap)

Bila gas-gas yang bereaksi dan hasil reaksinya semua fasenya gas (kesetimbangan homogen),
maka K ada dua macam

A(g) + B(g)  C(g) + D(g)

[𝐶][𝐷]
𝐾𝑐 = [𝐴][𝐵] dan

Kc = tetapan kesetimbangan dalam konsentrasi

Kp = tetapan kesetimbangan dalam tekanan

Dan bila fase zat-zat yang bereaksi dan hasil reaksinya tidak sama semua (kesetimbangan
heterogen), maka nilai tetapan kesetimbangannya hanya ditentukan oleh zat-zat yang fasenya
gas saja

2C(s) + O2(g)  2CO(g)

Perubahan-Perubahan Kesetimbangan

Bila pada suatu sistem dalam keadaan kesetimbangan diganggu, maka akan terjadi reaksi.

Menurut hukum Raoult dinyatakan bahwa jika pada sistem dalam keadaan kesetimbangan
diberi atau dikenai aksi maka akan terjadi reaksi yang berupa pergeseran kesetimbangan
45

kearah sedemikian rupa agar aksi tersebut terjadi sekecil mungkin hungga terbentuk
kesetimbangan yang baru.

Dalam reaksi:

N2(g) + H2(g)  2NH3 + 22 kkal

- Jika konsentrasi N2 atau H2 ditambah atau NH3 diambil, terjadi pergeseran kesetimbangan
kearah pembentukan NH3 (ke kanan)
- Jika konsentrasi N2 atau H2 dikurangi atau NH3 ditambah, terjadi pergeseran
kesetimbangan kearah penguraian NH3 (ke kiri)
- Jika volume diperbesar atau tekanan diperkecil terjadi pergeseran kesetimbangan kearah
penguraian NH3 (ke kiri)
- Jika volume diperkecil atau tekanan diperbesar terjadi pergeseran kesetimbangan kearah
pembentukan NH3 (ke kanan)
- Jika suhu dinaikkan, terjadi pergeseran kesetimbangan kearah penguraian NH3 (reaksi
endoterm)
- Jika suhu diturunkan, terjadi pergeseran kesetimbangan kearah pembentukan NH3 (reaksi
eksoterm)
46

BAB 5

REAKSI REDOKS
DAN ELEKTROKIMIA

KOMPETENSI UMUM:

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu kimia
serta dapat menyebutkan contoh-contoh penerapannya

KOMPETENSI KHUSUS:

Setelah mempelajari Bab Reaksi Redoks dan Elektrokimia mahasiswa dapat menjelaskan
prinsip reaksi redoks dan terapannya pada industri dan kehidupan sehari-hari. Dapat
menjelaskan konsep elektrokimia dan penerapannya.

Pengertian Oksidasi dan Reduksi

Pengertian reaksi redoks dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu dari keterlibatan oksigen,
dari perubahan bilangan oksidasi, atau dari transfer elektron antar atom yang terlibat dalam
reaksi redoks.

Definisi I: Ditinjau dari keterlibatan atom oksigen

Oksidasi dari segi bahasa berarti pembentukan oksida, karena oksigen (O2) merupakan
oksidator pertama yang dikenal. Reaksi oksidasi dapat terjadi apabila suatu unsur bereaksi
dengan oksigen (O2). Dalam istilah termokimia reaksi suatu bahan dengan oksigen disebut
sebagai reaksi pembakaran. Pada pembakaran karbon akan dihasilkan karbon dioksida,
pembakaran bahan bakar minyak (hidrokarbon) akan dihasilkan karbon dioksida dan air
(H2O).Reaksi oksidasi dapat berlangsung lebih dari satu tahap. Misalnya pada pembakaran
hidrokarbon, bila jumlah oksigen yang direaksikan terbatas akan terbentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sedangkan pada pembakaran dengan jumlah oksigen yang berlebih akan
terjadi pembakaran sempurna yang menghasilkan karbon dioksida. Pembakaran terhadap
belerang (sulfur, S) pertama kali akan menghasilkan belerang dioksida (SO2) dan reaksi
dengan oksigen lebih lanjut akan menghasilkan belerang trioksida (SO3). Reaksi antara SO2
dengan O2 yang menghaasilkan SO3 merupakan reaksi kesetimbangan (SO3 merupakan bahan
untuk membuat asam sulfat, H2SO4).

Contoh-contoh reaksi:

Pembentukan oksida logam,


47

4 Al(s) + 3 O2(g) → 2 Al2O3(s)

Aluminium Aluminium oksida

Fe(s) + O2(g) → FeO(s)

Besi Besi(II) oksida

Mg(s) + O2(g) → MgO(s)

Magnesium Magnesium oksida

Pembentukan oksida non logam

C(s) + ½ O2(g) → CO(g)

Karbon Karbon monoksida

CO(g) + ½ O2(g) → CO2(g)

Karbon monoksida Karbon dioksida

S(s) + O2(g) → SO2(g)

Belerang Belerang dioksida

SO2(g) + O2(g)  SO3(g)

Belerang dioksida Belerang trioksida

Reduksi secara bahasa berarti pengurangan. Awalnya kata reduksi dimaksudkan untuk
hilangnya massa zat akibat pemanasan suatu bijih logam sebagai suatu oksida logam untuk
mengekstrak logam.

Dengan kata lain, massa bijih "dikurangi " untuk menjadi logam. Lavoisier menunjukkan
bahwa hilangnya massa zat disebabkan oleh hilangnya oksigen dalam fase gas.

Dalam hal reaksi redoks reduksi merupakan pengurangan atau pelepasan oksigen dari suatu
senyawa oksida, misalnya pada proses-proses metalurgi untuk mengubah bijih-bijih logam
yang berupa oksida menjadi logam-logam murni.

Contoh-contoh reaksi:

2 Fe2O3(s) + 3 C(s) → 4 Fe(s) + 3 CO2(g)

Tereduksi teroksidasi

FeO(s) + CO(g) → Fe(s) + CO2(g)

Tereduksi teroksidasi

Reaksi oksidasi menurut definisi ini dapat berlangsung antara suatu unsur dengan oksigen.
Dalam hal ini oksigen berperan sebagai oksidator dan unsur/senyawa yang dioksidasi sebagai
48

reduktor. Tidak seperti reaksi oksidasi untuk reaksi reduksi harus melibatkan unsur/senyawa
lain untuk terjadinya proses reduksi. Unsur/senyawa terakhir ini ternyata mengalami oksidasi.
Jadi reaksi oksidasi tidak dapat berlangsung sendiri, selalu disertai reaksi oksidasi, sehingga
dikenal istilah reaksi reduksi-oksidasi yang seringkali disebut sebagai reaksi redoks.

Definisi II : Ditinjau dari perubahan bilangan oksidasi

Bilangan oksiasi adalah muatan efektif suatu atom dalam senyawa, dihitung menurut aturan
yang telah ditetapkan. Pada reaksi oksidasi yang melibatkan oksigen terlihat bahwa zat yang
dioksidasi mengalami peningkatan bilangan oksidasi (dahulu valensi), sedangkan oksigen
yang netral berubah menjadi oksigen dengan muatan -2. Perubahan bilangan oksidasi tersebut
ternyata tidak selalu melibatkan atom oksigen, sehingga definisi reaksi redoks dapat diperluas.
Zat yang mengalami oksidasi, bilangan oksidasinya naik; sedangkan yang mengalami
reduksi, bilangan oksidasinya turun. Zat yang mengalami oksidasi dinamakan reduktor dan
zat yang mengalami reduksi disebut oksidator.
Aturan menentukan bilangan oksidasi suatu atom adalah sebagai berikut:

1. Atom sebagai unsur (netral) mempunyai bilangan oksidasi 0 (nol).


Contoh:
Bilangan oksidasi pada O2, H2, N2, logam Fe, logam Al masing-masing nol.
2. Ion mempunyai bilangan oksidasi sama dengan muatannya. Ion-ion logam aktif
(golongan IA, IIA, dan IIIA) bilangan oksidasinya sesuai dengan golongannya
(positif).
Contoh:
Bilangan oksidasi Na+ = +1; Al3+ = +3; SO42- = -2; PO43- = -3.
3. Atom hidrogen dalam molekul biasanya mempunyai bilangan oksidasi +1, tetapi
dalam beberapa hal bilangan oksidasinya -1 (misalnya dalam senyawa hidrida)
Contoh:
Bilangan oksidasi hydrogen dalam C2H6, H2O, atau HNO3 adalah + 1.
Bilangan oksidasi hydrogen dalam LiH atau CaH2 adalah -1.
4. Oksigen biasanya mempunyai bilangan oksidasi -2, kecuali dalam senyawa peroksida
bilangan oksidasinya -1.
Contoh:
Dalam H2O, H2SO4, dan Al2O3 bilangan oksidasi oksigen -2; dalam H2O2, atau
Na2O2 bilangan oksidasi oksigen -1.
5. Total bilangan oksidasi dari semua atom dalam molekul atau ion sama dengan muatan
totalnya.
49

Contoh perhitungan bilangan oksidasi:

Bilangan oksidasi S dalam H2SO4:

Atom/ Bilangan Jumlah Total Bilangan


molekul oksidasi atom oksidasi

H +1 2 2 x (+1) = +2

O -2 4 4 x (-2) = -8

H2SO4 0 - s+2–8=0

S s/1 = +6 1 s = +8 - 2

Bilangan oksidasi S dalamNa2S2O3

Atom/ Bilangan Jumlah Total Bilangan


molekul oksidasi atom oksidasi

Na +1 2 2 x (+1) = +2

O -2 3 3 x (-2) = -6

Na2S2O3 0 - s+2–6=0

S s/2 = +2 2 s = +6 - 2
50

Contoh cara menentukan oksidator dan reduktor pada reaksi redoks berdasarkan perubahan
bilangan oksidasi:

Perhatikan reaksi redoks berikut:

Na2S2O3 + I2  Na2S4O6 + NaI

Pada reaksi tersebut atom-atom natrium dan oksigen tidak mengalami perubahan bilangan
oksidasi, sehingga dapat ditulis perubahan yang terjadi pada masing-masing pereaksi.

Perubahan I:

I2  NaI

Iod Na-iodida

Pada perubahan ini iod yang mempunyai bilangan oksidasi 0 (nol) berubah menjadi iodida
dengan bilangan oksidasi -1. Jadi pada reaksi redoks tersebut iod berperan sebagai oksidator
yang mengalami reduksi.

Na2S2O3  Na2S4O6

Na-tiosulfat Na-tetrationat

Pada perubahan ini S pada tiosulfat mempunyai bilangan oksidasi +2 berubah menjadi
tetrationat dengan bilangan oksidasi +2,5. Jadi pada reaksi redoks tersebut tiosulfat berperan
sebagai reduktor yang mengalami oksidasi

Definisi III

Perkembangan dari definisi reaksi redoks menunjukkan bahwa perubahan bilangan oksidasi
berhububgan dengan pelepasan dan pengambilan elektron oleh suatu zat. Oksidasi: yang
merupakan proses pelepasan elektron akan menyebabkan terjadinya kenaikan bilangan
oksidasi; sedangkan penambahan elektron pada suatu zat akan mengakibatkan penurunan
muatan (bilangan oksidasi) sehingga terjadi proses reduksi. Secara alami logam-logam
(kecuali logam-logam mulia) cenderung mengalami oksidasi dengan melepaskan elektron (-
elektron)-nya, sehingga mempunyai bilangan oksidasi (muatan) positif.

Pakar elektrokimia, John Bockris telah menggunakan kata electronation dan deelectronation
untuk menjelaskan proses reduksi dan oksidasi berturut-turut ketika proses itu terjadi pada
elektrodes-elektrode. Kata-kata ini merupakan analogi bagi protonation dan deprotonation,
tetapi tidak digunakan secara luas oleh para ahli kimia.

Contoh:

Oksidasi (pelepasan elektron)

Fe  Fe2+ + 2e-

Reduksi: (pengambilan elektron)


51

MnO4- + 3e-  MnO2

The term "hydrogenation" could be used instead of reduction. Hydrogen is a primary or


defining reducing agent. But unlike oxidation, which has been generalized beyond its root
element, hydrogenation has maintained is specific connection to reactions which "add"
hydrogen to another substance (i.e., the hydrogenation of unsaturated fats into saturated fats,
R-CH=CH-R + H2 = R-CH2-CH2-R).
52

Penyetaraan Reaksi Redoks

Untuk menentukan berapa zat-zat yang diperlukan dalam reaksi redoks secara stoikiometri,
reaksi redoks harus disetarakan. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menyetarakan
reaksi, yaitu:

(1) Dengan sistem persamaan linear


(2) Berdasarkan perubahan bilangan oksidasi oksidator dan reduktor
(3) Menghitung jumlah elektron yang dilepaskan/diterima

Cara (1) - sistem persamaan linear:

Pada cara ini digunakan variabel-variabel untuk memisalkan koefisien-koefisien persamaan re


aksi redoks. Selanjutnya disusun sistem persamaan linear dan dicari penyelesaiannya. Cara
yang paling sering digunakan untuk penyelesaian sistem persamaan linear adalah dengan
eliminasi (penyederhanaan) persamaan.

Contoh:

Setarakan persamaan reaksi redoks berikut:

Cr2(SO4)3 + KIO4 + KOH  K2CrO4 + KIO3 + K2SO4 + H2O

Penyelesaian:

Langkah I: memisalkan koefisien-koefisien persamaan reaksi

a Cr2(SO4)3 + b KIO4 + c KOH  d K2CrO4 + e KIO3 + f K2SO4 + g H2O

Langkah II: menyusun sistem persamaan linear berdasarkan zat-zat yang terlibat reaksi redoks

Cr : 2a = d (1)

SO4 : 3a = f (2)

K : b + c = 2d + e + 2f (3)

I : b = e (4)

H : c = 2g (5)

O : 4b + c = 4d + 3e + g (6)

Langkah III: menghitung nilai-nilai variabel dengan eliminasi.

Dimisalkan a = 1,

dari pers. (1)  d = 2,

dari pers. (2)  f = 3,

dari pers. (3) dan (4)  c = 10,


53

dari pers. (5)  g = 5,

dari pers. (6)  b = e = 3

 Persamaan reaksi yang setara:

Cr2(SO4)3 + 3 KIO4 + 10 KOH  2 K2CrO4 + 3 KIO3 + 3 K2SO4 + 5 H2O


54

Cara (2): Perubahan bilangan oksidasi

Cr2(SO4)3 + KIO4 + KOH  K2CrO4 + KIO3 + K2SO4 + H2O

Langkah I: cari atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi:

Cr2(SO4)3  K2CrO4

KIO4  KIO3

Langkah II: beri koefisien reaksi agar atom yang berubah menjadi setara

Cr2(SO4)3  2 K2CrO4

KIO4  KIO3

Langkah III: hitung bilangan oksidasi sebelum dan sesudah reaksi

Cr ; 2 x (+3) = +6  2 x (+6) = +12  BO = +6


(oksidasi)

I: +7  +5  BO = -2 (reduksi)

Langkah IV: berikan perubahan ilangan oksidasi sebagai koefisien yang berlawanan. Bila
perlu dapat disederhanakan

2Cr2(SO4)3 + 6KIO4 + KOH  4K2CrO4 + 6 KIO3 + K2SO4 + H2O

Disederhanakan menjadi

Cr2(SO4)3 + 3 KIO4 + KOH  2 K2CrO4 + 3 KIO3 + K2SO4 + H2O

Berdasarkan koefisien ini, langkah selanjutnya menghitung koefisien yang lain, misalnya
dimulai dari koefisien untuk K2SO4 dapat dihitung dari jumlah ionsulfat dalam Cr2(SO4)3,
yaitu 3. Berikutnya menentukan koefisien KOH dengan menghitung jumlah atom kalium pada
ruas kanan persamaan, yaitu 10. Dan terakhir menentukan koefisien H2O berdasarkan jumlah
atom hidrogen pada KOH di ruas kiri persamaan.

Diperoleh persamaan reaksi yang setara:

Cr2(SO4)3 + 3KIO4 + 10KOH  2K2CrO4 + 3KIO3 + 3K2SO4 + 5H2O

Cara (3) : Berdasarkan pelepasan/penerimaan elektron

Cr2(SO4)3 + KIO4 + KOH  K2CrO4 + KIO3 + K2SO4 + H2O

Langkah I: hilangkan ion-ion yang tidak mengalami perubahan bilangan oksidasi, sehingga
tersisa ion atau atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi

Cr3+ + IO4-  CrO42- + IO3-

Langkah II: tuliskan perubahan masing-masing dan tambahkan elektron di ruas kiri atau
kanan persamaan sesuai dengan perubahan bilangan oksidasi ion atau atom
55

Cr3+  CrO42- + 3 e-

IO4- + 2 e-  IO3-

Langkah III: setarakan muatan di ruas kiri dan ruas kanan persamaan dengan menambahkan
ion H+ atau ion OH- dan molekul H2O. Samakan jumlah elektron pada kedua persamaan
tersebut.

Cr3+ + 8 OH-  CrO42- + 3 e- + 4 H2O (x2)

IO4- + 2 e- + 2 H+  IO3- + H2O (x3)

Langkah IV: jumlahkan kedua persamaan

2 Cr3+ + 3 IO4- + 16 OH- + 6 H+  2 CrO42- + 3 IO3- + 11 H2O

Pada ruas kiri 6 ion OH- akan bereaksi dengan 6 ion H+ membentuk 6 molekul H2O, sehingga
dapat mengeliminasi molekul H2O di ruas kanan.

Persamaan reaksi ion yang setara untuk reaksi redok tersebut:

2 Cr3+ + 3 IO4- + 10 OH-  2 CrO42- + 3 IO3- + 5 H2O


56

Ekivalensi Reaksi Redoks

Ekivalensi suatu zat pada reaksi redoks ditentukan berdasarkan perubahan bilangan oksidasi
atau keterlibatan elektron pada perubahan zat tersebut.

Besaran ini sangat berguna dalam menentukan konsentrasi larutan-larutan oksidator ataupun
reduktor dengan cara titrasi (volumetri).

Pada titrasi yang melibatkan reaksi redoks ekivalensi tidak ditentukan berdasarkan valensi
zat-zat yang bereaksi sebagaimana pada titrasi asam-basa, tetapi dengan perhitungkan
perubahan bilangan oksidasi atau jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi. Perubahan
bilangan oksidasi pada reaaksi redoks dipengaruhi oleh suasana larutan, yaitu asam, basa, atau
netral.

Contoh perhitungan ekivalensi pada reaksi redoks:

Reaksi lengkap:

Cr2(SO4)3 + 3KIO4 + 10KOH  2K2CrO4 + 3KIO3 + 3K2SO4 + 5H2O

Reaksi ion:

2Cr3+ + 3IO4- + 10OH-  2CrO42- + 3IO3- + 5H2O

Dari kedua persamaan reaksi terlihat bahwa reaksi redoks tersebut terjadi pada suasana basa,
dengan perubahan sebagai berikut:

Reduktor: Cr3+ -  CrO42- + 3e–

Pada reduktor terjadi perubahan bilangan oksidasi krom dari +3 menjadi +6, atau melibatkan
3 buah elektron. Dalam hal sebagai reduktor pada suasana basa ini satu mol Cr3+ setara
dengan tiga ekivalen atau satu mol Cr2(SO4)3 setara dengan 6 ekivalen.

Oksidator: IO4- + 2e–  IO3-

Pada reduktor terjadi perubahan bilangan oksidasi iod dari +7 menjadi +5, atau melibatkan 2
buah elektron. Sehingga satu mol KIO4 setara dengan dua ekivalen.
57

Bobot Ekivalen (BE)

Pada pembuatan satu liter larutan dengan konsentrasi satu molar (1 M) diperlukan zat terlarut
sebanyak satu mol. Penyediaan satu mol zat terlarut dilakukan dengan menimbang zat terlarut
tersebut dengan massa sama dengan bobot molekulnya, sebagai contoh untuk menyediakan
satu mol Cr2(SO4)3 (Mr = 392) harus ditimbang krom (III) sulfat sebanyak 392 gram.

Banyaknya zat terlarut yang diperlukan untuk membuat satu liter larutan dengan konsentrasi
satu normal (1 N) adalah satu ekivalen. Karena satu mol Cr2(SO4)3 setara dengan 6 ekivalen,
maka 1 ekiv = 1

Cara langsung untuk mendapatkan satu ekivalen Cr2(SO4)3 adalah dengan menimbang zat
tersebut sebanyak 392/6 gram = 65,333 gram. Bilangan 65,333 merupakan bobot ekivalen
(BE) untuk senyawa Cr2(SO4)3 bila digunakan sebagai reduktor pada suasana basa.

Secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut:


𝑀𝑟 𝑀𝑟
BE = =
𝛥𝐵𝑂 𝑒

Potensial Reduksi Standar

Suatu zat digolongkan sebagai oksidator atau reduktor da;am reaksi redoks bersifat relatif. Hal
ini sangat dipngaruhi oleh dapat atau tidaknya reaksi redoks berlangsung. Reaksi redoks akan
berlangsung jika potensial standar yang dihasilkan bernilai positif (E > 0).

Potensial reduksi standar adalah besarnya beda potensial yang dihasilkan oleh reaksi reduksi
suatu zat relatif terhadap reduksi ion hidrogen menjadi gas hidrogen:

2H+(aq) + 2e-  H2(g); Eo = 0 volt.


58

ELEKTROKIMIA

Pengertian Elektrokimia

Elektrokimia mempelajari perubahan kimia (reaksi) yang dipengaruhi oleh energi listrik atau
sebaliknya.

Jumlah muatan yang melewati suatu media sebanding dengan kuat arus dan waktu.

Q = I . t

Q : Jumlah muatan, dalam satuan coulomb (C)

I : Kuat arus, dalam satuan amper (A)

t : Waktu, dalam satuan detik (s)


59

Sel Elektrokimia

Ada dua macam sel elektrokimia, yaitu sel elektrolisis yang memanfaatkan energi listrik
untuk menghasilkan perubahan (reaksi) kimia dan sel Galvani (Volta) yang menghasilkan
energi listrik dari perubahan (reaksi) kimia

Sel Elektrolisis

Terdiri dari dua elektroda dan larutan elektrolit. Elektroda yang bermuatan negatif disebut
katoda; sedangkan elektroda yang bermuatan positif disebut anoda. Pada proses elektrolisis
ion positif (kation) akan tertarik oleh katoda dan ion negatif (anion) akan menuju anoda.

─ 

K A
A N
T O
O Larutan D
D A
Elektrolit
A

Perubahan yang terjadi pada elektroda selama proses elektrolisis ditentukan oleh larutan
elektrolit yang digunakan dan bahan dari anoda. Secara umum dapat dinyatakan sebagai
berikut

Pada Katoda:

Ion hidrogen, (H+ dari asam) akan diubah menjadi gas hidrogen (H2)

2H+(aq) + 2e-  H2(g);

Ion-ion logam aktif (misalnya: Na+, K+, Ca2+) tidak mengalami perubahan, tetapi yang
direduksi H2O (pelarut)

2H2O (l) + 2e-  H2(g)+ 2OH- (aq);

Ion-ion logam transisi (misalnya: Fe2+, Cu2+, Cr3+) akan tereduksi dan mengendap sebagai
unsur logam

Cu2+(aq) + 2e-  Cu(s)

Pada Anoda

Anoda terbuat dari bahan inert (karbon atau logam Pt):


60

Hukum Farady

Untuk menentukan kuantitas perubahan zat-zat yang terlibat ddalam proses elektrolisis
digunakan hukum Faraday.

Hukum Faraday I:

Jumlah zat-zat yang mengalami perubahan dalam elektrolisis sebanding dengan jumlah
muatan yang melalui larutan elektrolit.

𝑒. 𝑄
𝑊=
𝐹

W = massa zat yang berubah (gram)

e = bobot ekivalen

F = bilangan Faraday; 1 F  96500 C

Satu faraday adalah jumlah muatan yang sama dengan muatan satu mol elektron (6,02 x 1023
e-)

Hukum Faraday II

Jika elektrolit dialiri jumlah muatan yang sama, massa zat yang berubah juga sebanding
dengan bobot ekivalen masing-masing zat:

𝑊1 𝑊2 𝑊3
= = =⋯
𝑒1 𝑒2 𝑒3
61

Sel Galvani (Volta)

Persamaan Nernst

𝑅. 𝑇 𝑎𝑜𝑘𝑠
𝐸= 𝑙𝑛
𝑛. 𝐹 𝑎𝑟𝑒𝑑
62

DAYA HANTAR LISTRIK LARUTAN

Daya hantar listrik

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Konduktivitas Molar
63

BAB 6

IKATAN KIMIA
DAN GAYA ANTAR MOLEKUL

KOMPETENSI UMUM:

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa dapat menguasai konsep-konsep dasar ilmu kimia
serta dapat menyebutkan contoh-contoh penerapannya

KOMPETENSI KHUSUS:
Setelah mempelajari Bab Ikatan Kimia mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis ikatan kimia,
dapat menjelaskan gaya antar molekul dan perananya pada sifat fisika suatu zat.

Molekul merupakan sekumpulan atom-atom yang mempunyai sifat-sifat tertentu. Dalam suatu
molekul, atom-atom tersusun dengan posisi tertentu. Antara satu atom dengan atom yang lain
mempunyai posisi yang tetap dan dipertahankan dengan interaksi tertentu. Interaksi ini disebut dengan
ikatan kimia. Ada empat macam yang utama, yaitu:

1. Ikatan ion
2. Ikatan kovalen
3. Ikatan kovalen koordinasi
4. Ikatan logam

 Valence-bond theory
o Localized electrons
o Convenient for presentation
o “Hybrid Atomic Orbitals” are used to form “independent” Valence Bonds

 Molecular orbital theory


o Delocalized electrons
o More difficult to conceive and present
o “Hydrogen-like Atomic Orbitals” are used to form Molecular Orbitals
64

IKATAN ION

 Terjadi antara ion logam dan ion non logam


 Elektron terluar ion-ion yang berikatan mengikuti aturan oktet
 Relatif mudah diuraikan oleh pelarut polar
 Tidak mudah terpengaruh dengan temperatur
 Mempunyai perbedaan keelektronegatifan > 3

Senyawa NaCl terdiri dari unsur Na (logam) dan unsur Cl (non logam). Dalam molekul NaCl,
natrium maupun klor tidak dalam keadaan sebagai atom-atom, tetapi sebagai ion natrium yang
bermuatan positif (kation Na+) dan ion klorida yang bermuatan negatif (anion Cl-). Unsur-unsur
mempunyai kecenderungan untuk memiliki konfigurasi elektron seperti konfigurasi elektron gas mulia
yang paling dekat nomor atomnya pada sistem periodik, yaitu memiliki delapan elektron pada kulit
terluarnya. Unsur natrium dengan nomor atom 11 (1s2 2s2 2p6 3s1) secara alami logam natrium
cenderung untuk menjadi ion bermuatan positif satu. Untuk mencapai kestabilannya natrium harus
mempunyai konfigurasi elektron seperti unsur neon yang mempunyai 10 elektron (10Ne)

Na : 1s2 2s2 3s1 atau [10Ne] 3s1

Na+ : 1s2 2s2 3s0 atau [10Ne] 3s0

Unsur klorida dengan nomor atom 17 (17Cl) cenderung untuk mengambil satu buah elektron untuk
mencapai kestabilannya, dengan konfigurasi elektron yang mirip konfigurasi elektron unsur argon
yang memiliki 18 elektron (18Ar)

Cl : 1s2 2s2 3s2 3p5 atau [10Ne] 3s2 3p5

Cl- : 1s2 2s2 3s2 3p6 atau [10Ne] 3s2 3p6 = [18Ar]
65

Ion natrium yang bermuatan positif satu akan berikatan dengan satu ion klorida yang bermuatan
negatif satu:

[ ]+[ ]-

Senyawa-senyawa ion pada temperatur ruang berupa padatan kristal. Senyawa ion tersusun secara rapi
sebagai kisi-kisi kristal dengan susunan tertentu yang teratur. Untuk menguraikan senyawa ion
diperlukan energi yang relatif cukup besar, sehingga titik leleh senyawa ion relatif jauh lebih tinggi
daripada titik leleh senyawa kovalen.

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/peki4315/3.2C.htm

Ion Monoatom dan Ion Poliatom

Ditinjau dari penyusunnya ion dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu ion monoatom dan ion
poliatom. Ion monoatom adalah ion yang terdiri dari satu atom, sedangkan ion poliatom adalah ion
yang tersusun dari beberapa atom (lebih dari satu macam). Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel ….
berikut:
66

Tabel ,,,, Beberapa Contoh Ion Monoatom dan Ion Poliatom

Kation Monoatom Anion Monoatom Kation Poliatom Anion Poliatom

K+ Cl- NH4+ NO2- ; NO3-

Na+ I- ClO- ; ClO3- ; ClO4-

Ca2+ S2- CO32-

Pb2+ O2- SO32- ; SO42-

Al3+ N3- CrO42-

Cr3+ C4- PO33- ; PO43-

,
67

IKATAN KOVALEN

Ikatan kovalen adalah ikatan antara atom bukan dengan atom bukan logam. Ikatan terjadi dengan
penggunaan bersama pasangan elektron. Masing-masing atom pada umumnya berikatan dengan
memberikan elektron terluarnya dengan mengikuti aturan octet.

Contoh: H – H, H – Cl, F – F, H – O – H, O = O, O = C = O, N  N

Struktur Molekul Senyawa Kovalen

Hibridisasi

Untuk membahas hibridisasi dan struktur (bentuk) molekul dapat ditinjau hibridisasi atom karbon (C)
dengan nomor atom 6 mempunyai konfigurasi elektron terluar:2s2 2p2

  

2s 2p

Elektron pada orbital 2s dapat mengalami promosi dengan berpindah pada orbital 2p:
68

   

2s 2p

Selanjutnya terjadi penggabungan antara orbital 2s dengan 3 (tiga) orbital 2p, yaitu hibridisasi sp3
yang mempunyai struktur tetrahedral.

   

sp3

Gambar

Contoh molekul dengan atom karbon yang mengalami hibridisasi sp3, yaitu CH4 (metana). Pada
molekul ini terjadi penggunaan bersama 4 (empat) pasangan elektron. Empat elektron berasal dari
orbital hibrid sp3 milik atom karbon, empat elektron lainnya masing-masing dari orbital 1s milik
hidrogen.

Gambar

   

2s 2p

Selanjutnya terjadi penggabungan antara orbital 2s dengan 2 (dua) orbital 2p, yaitu hibridisasi sp2
yang mempunyai struktur trigonal planar.

   

sp2 2p
69

Gambar

molekul dengan atom karbon yang mengalami hibridisasi sp2, yaitu C2H4 (etena). Pada molekul ini
terjadi penggunaan bersama 4 (empat) pasangan elektron. Empat elektron berasal dari orbital hibrid
sp2 milik atom karbon, empat elektron lainnya masing-masing dari orbital 1s milik hidrogen.
Disamping itu antara kedua atom karbon membentuk ikatan rangkap 2 (dua) dengan orbital 2p yang
tidak mengalami hibridisasi.

Gambar

   

2s 2p

Selanjutnya terjadi penggabungan antara orbital 2s dengan satu orbital 2p, yaitu hibridisasi sp yang
mempunyai struktur linear.

   

Sp 2p

Gambar

molekul dengan atom karbon yang mengalami hibridisasi sp, yaitu C2H4 (etuna atau asetilena). Pada
molekul ini terjadi penggunaan bersama 2 (dua) pasangan elektron. Dua elektron berasal dari orbital
hibrid sp2 milik atom karbon, empat elektron lainnya masing-masing dari orbital 1s milik hidrogen.
Disamping itu antara kedua atom karbon membentuk ikatan rangkap 3 (tiga) dengan orbital 2p yang
tidak mengalami hibridisasi.
70

Hibridisasi Struktur Molekul Contoh Senyawa

sp Linear

sp2 Trigonal planar

sp3 Tetrahedral

Bujur sangkar

sp3d2 Trigonal bipiramidal

d2sp3 Trigonal bipirapidal

Octahedral

Kepolaran Senyawa Kovalen

Homoatom → ikatan non polar, Heteroatom → ikatan polar

Kepolaran senyawa tergantung strukturnya


71

IKATAN KOVALEN KOORDINASI

Seperti halnya ikatan kovalen, ikatan jenis ini menggunakan bersama pasangan elektron, tetapi salah
satu atom menyediakan orbital kosong, yang lainnya menyediakan PEB (pasangan elektron bebas).
Contoh ikatan kovalen koordinasi terdapat pada NH4+, BCl4-, AlF4-.

Mekanisme terbentuknya ikatan kovalen koordinasi:

Sebagai contoh, atom boron (B) dengan nomor atom 5 mempunyai konfigurasi elektron terluar:2s2 2p1

 

2s 2p

Elektron pada orbital 2s dapat mengalami promosi dengan berpindah pada orbital 2p:

  

2s 2p

Selanjutnya terjadi penggabungan antara orbital 2s dengan 2 orbital dari orbital 2p, yaitu hibridisasi
sp2 yang mempunyai struktur trigonal planar.

Klor (17Cl) mempunyai konfigurasi elektron pada kulit terluar: 3s2 3p5

   

3s 3p

Berupa ion poliatom

1. Covalent bonding
Covalent is really intramolecular force rather than intermolecular force. It is mentioned here,
because some solids are formed due to covalent bonding. For example, in diamond, silicon,
quartz etc., the all atoms in the entire crystal are linked together by covalent bonding. These
solids are hard, brittle, and have high melting points. Covalent bonding holds atoms tighter
than ionic attraction.
2. Metallic bonding
Forces between atom in metallic solids belong to another category. Valence elektron s in
metals are rampant. They are not restricted to certain atoms or bonds. Rather they run freely in
the entire solid, providing good conductivity for heat and electric energy. These behaviour of
elektron s give special properties such as ductility and mechanical strength to metals.

The division into types is for convenience in their discussion. Of course all types can be present
simultaneously for many substances. Usually, intermolecular forces are discussed together with The
States of Matter, which is linked to a well illustrated web-site.
72

IKATAN LOGAM

Terjadi antara logam-logam

Membentuk tumpukan bola-bola logam dengan pola (kristal) tertentu

Elektron-elektron bebas bergerak di antara ikatan-ikatan


73

SENYAWA KOMPLEKS

Pada NaCl (garam dapur), CH3CONH2 (asetamida), dan Cu-Zn (kuningan) masing-masing
memiliki satu jenis ikatan, yaitu berturut-turut ikatan ion, ikatan kovalen, dan ikatan logam.
Sedangkan pada NH4Cl ada ikatan kovalen koordinasi.

Ion-ion logam, terutama logam transisi (yang memiliki elektron terluar pada orbital d),
disamping dapat membentuk ikatan ion dengan anion juga dapat membentuk ikatan
koordinasi dengan molekul atau anion yang memiliki pasangan elektron bebas. Sebagi contoh
senyawa K3[Fe(CN)6], [Cu(NH3)4]SO4, …. Mungkin karena memiliki lebih dari satu macam
ikatan, senyawa-senyawa tersebut dinamakan senyawa kompleks. Ion logam pada senyawa
kompleks disebut ion logam pusat, sedangkan molekul atau anion yang menyediakan
pasangan elektron bebas disebut dengan ligan.

Ligan

Ligan adalah suatu molekul yang mempunyai pasangan elektron bebas dan bersifat sebagai
basa Lewis. Ligan pada senyawa kompleks diikat oleh ion logam pusat yang mempunyai
orbital kosong (asam Lewis). Ditinjau dari lumlah pasangnan elektron bebas yang dapat
diberikan pada ikatan koordinasi, ligan dapat dibedakan menjadi ligan monodentat, bidentat,
tridentat dan seterusnya (polidentat).

Dari kemampuannya mengatur kembali elektron-elektron dalam aion logam pusat, ligan
dibedakan menjadi ligan medan kuat/tinggi (strong/high field ligand) dan ligan medan
lemah/rendah (weak/low field ligand). Ligan medan kuat akan cenderung untuk mendorong
elektron-elektron pada orbital d ion logam pusat untuk membentuk pasangan-pasangan.

Spin tinggi dan rendah – Deret spektrokimia

Enam orbital molekul ikatan yang terbentuk diisi dengan elektron-elektron dari ligan, dan
elektron elektron dari orbital-d ion logam menempati orbital molekul non-bonding, dalam
beberapa kasus anti-bonding. Selisih energi antara dua jenis terakhir orbital aton itu dinamai
ΔO (O untuk oktahedral) dan ditentukan melalui sifat interaksi- π antara orbital-orbital ligan
dengan orbital-orbital-d pada atom pusat. Sebagaimana dijelaskan di depan, ligan-ligan
donor-π memberikan ΔO yang kecil dan disebut ligan medan lemah atau rendah, sedangkan
ligan-ligan akseptor-π memberikan ΔO yang besar dan disebut ligan medan kuat atau tinggi.
Ligan-ligan yang bukan donor-π atau bukan akseptor-π memberikan ΔO di antaranya.

Besarnya ΔO menentukan struktur eleltronik ion-ion d4 - d7. Dalam kompleks of logam


dengan konfigurasi elektron-d, orbital moleku non-bonding and anti-bonding dapat diisi
dalam dua cara: mengisikan elektron-elektron ke dalam orbital non-bonding sampai sampai
penuh sebelum mengisi orbital anti-bonding, dan dengan mengisikan elektron tak
berpasangan ke dalam orbital-orbital tersebut. Hal yang pertama disebut spin-rendah,
sedangkan yang terakhir disebut spin-tinggi. Suatu ΔO kecil dapat diatasi dengan peningkatan
energi dari tidak memasangkan elektron, yang mengarah ke spin-tinggi. Bilamana ΔO besar,
energi pasangan-spin dapat diabaikan dan keadaan spin-rendah terjadi.

Deret spektrokimia merupakan suatu daftar yang diturunkan secara empiris dari urutan ligan-
ligan menurut besarnya Δ yang terpisah yang mereka hasilkan. Hal ini dapat dilihat bahwa
ligan-ligan medan-rendah seluruhnya donor-π (antara lain I-), ligan-ligan medan tinggi
74

merupakan akseptor-π (antara lain CN- dan CO), dan ligand-ligan seperti H2O dan NH3,
yang tidak termasuk keduanya, ada di bagian tengah.

I− < Br− < S2− < SCN− < Cl− < NO3− < N3− < F− < OH− < C2O42− < H2O < NCS− < CH3CN <
py (pyridine) < NH3 < en (ethylenediamine) < bipy (2,2'-bipyridine) < phen (1,10-
phenanthroline) < NO2− < PPh3 < CN− < CO

Gambar …

Low Spin Splitting Diagram

High Spin Splitting Diagram

Bilangan Koordinasi

Bilangan koordinasi adalah kemampuan suatu ion logam pusat untuk mengikat pasangan
elektron bebas dari suatu ligan.
75

Jumlah ligan yang dapat dimiliki oleh senyawa kompleks biasanya dua kali muatan tertinggi
ion logam pusatnya.

Tabel 7.1 Jumlah Ligan pada Beberapa Logam Transisi

Logam Muatan ion Jumlah


Pusat tertinggi ligan

Ag 1+ 2

Cu 2+ 4

Zn 2+ 4

Co 3+ 6

Fe 3+ 6

[Fe(CN)6]3 ̶
Ion logam pusat Ligan

Senyawa kompleks dalam larutan dapat terionisasi menjadi katiun dan anion:

K3[Fe(CN)6]  3K+ + [Fe(CN)6]3 ̶


Anion kompleks

[Cu(NH3)4]SO4  [Cu(NH3)4]2+ + SO42 ̶


Kation kompleks

Mekanisme terbentuknya senyawa kompleks dengan besi sebagai ion logam pusat ditinjau
dari konfigurasi elektronnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

26Fe : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d6

Logam besi dapat mengalami ionisasi menjadi ion Fe3+ dengan melepaskan tiga elektron, dua
elektron dari orbital 4s dan satu elektron dari orbital 3d.

Fe  Fe3+ + 3e–

Sehingga konfigurasi elektronnya menjadi:

Fe3+ : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d5 4s0


76

Pada ion Fe3+ setelah orbital 4s masih ada orbital 4p dan 4d yang tidak berisi elektron
(kosong)

    

3d 4s 4p 4d
77

GAYA ANTAR MOLEKUL

Introduction:

Sifat fisik suatu zat, titik lebur, titik didih, tekanan uap, penguapan, viskositas, tegangan
permukaan, dan kelarutan dihubungkan dengan kekuatan gaya tarik di antara molekul-
molekul. gaya tarik ini dinamakan Gaya Antar Molekul (Intermolecular Forces). Banyaknya
molekul yang “melekat bersama” merupakan hal yang penting untuk interpretasi berbagai
sifat fisik yang disebutkan di atas.

Ada empat jenis gaya antar molekul, yaitu gaya ion-ion, gaya dipol-dipol, gaya ion-dipol, dan
gaya London. Sebagian besar gaya antar molekul identik dengan ikatan di antara atom-atom
dalam molekul tunggal. Gaya antar molekul merupakan perluasan pemikiran tentang gaya di
antara molekul-molekul dan mengikuti pola yang sudah ditetapkan oleh ikatan di dalam
molekul-molekul
78

GAYA ION (IONIC FORCES):

Gaya-gaya yang menahan ion-ion dalam padatan ion adalah gaya elektrostatik. Muatan-
muatan yang berlawanan saling tarik-menarik. Gaya ini meruparkan gaya antar molekul yang
paling kuat. Gaya ion menahan banyak ion dalam struktur kisi kristal. Energi kisi sangat
berpengaruh pada sifat-sifat padatan. Semakin kuat sifat ionnya akan semakin tinggi energi
kisinya. Beberapa contoh energi kisi beberapa padatan ion: LiF, 1036; LiI, 737; KF, 821;
MgF2, 2957 kJ/mol.
79

Dipol – dipol

2. DIPOLE FORCES:

Molekul kovalen polar disebut juga sebagai dwikutub ("dipoles"), yang berarti bahwa
molekul mempunyai dua buah kutub ("poles"). Satu ujung (kutub) molekul mempunyai
muatan parsial positif sedangkan ujung yang lain mempunyai muatan parsial negatif.
Molekul-molekul itu akan mengarahkan dirinya sedemikian hingga gaya tarik antar muatan
yang berlawanan dapat berlangsung secara efektif.

Asam klorida (H – Cl) merupakan molekul polar dengan muatan parsial positif pada atom
hidrogen dan muatan parsial negatif pada atom klor. Muatan parsial ini dapat mengakibatkan
terjadinya tarik menarik antar molekul-molekul HCl

-dipole forces
Zat yang molekulnya mempunyai momen dipol titik lelehnya atau titik didihnya relatif lebih
tinggi daripada zat dengan molekul tanpa momen dipol
80

Ikatan Hidrogen

3. HYDROGEN BONDING:

Link to more extensive discussion: Hydrogen Bonding

Zat-zat tertentu, yaitu H2O, HF, NH3 membentuk iketan hidrogen yang sangat mempengaruhi
sifat-sifatnya (titik leleh, titik didih, kelarutan) senyawa lain yang memiliki gugus OH dan
gugus NH2 juga dapat membentuk ikatan hidrogen, misalnya: alkohol, asam-asam organik,
amina, dan asam amino.

Ikatan hidrogen merupakan keadaan khusus dari gaya dipol. Ikatan hidrogen adalah gaya tarik
menarik antara hidrogen yang terikat langsung pada atom yang sangat elektronegatif (N, O,
atau F) dalam suatu molekul dengan atom yang sangat elektronegatif dalam molekul yang
lain. Dengan kata lain: hidrogen pada satu yang terikat langsung pada atom O, N, atau F
ditarik ke atom O, N, atau F pada molekul yang berbeda.

Pada gambar … hidrogen memiliki muatan parsial positif dan tertarik pada muatan parsial
negatif pada oksigen atau nitrogen. Karena oksigen memiliki dua pasangan elektron bebas,
dapat terjadi dua ikatan hidrogen yang berbeda pada tiap-tiap oksigen.
81

5. INDUCED DIPOLE FORCES:

“DIPOL SESAAT” terbentuk oleh pergeseran awan elektron di dalam molekul. Dipol sesaat
ini dapat menarik atau menolak awan elektron dari molekul di dekatnya.

Dipol sesaat berlangsung sangat singkat, demikian juga gaya tarik yang terjadi. Kekuatan
gaya dipol induksian tergantung pada kemudahan awan elektron untuk didistorsi. Atom atau
molekul dengan ukuran lebih besar (dengan elektron relatif jauh dari inti) lebih mudah untuk
terdistorsi.

Weak London dispersion forces or van der Waal's force

Gaya-gaya ini selalu bekerja pada setiap zat. Gaya akan muncul dari dipol induksian dan
interaksinya lebih lemah daripada interaksi dipol-dipol. pada umumnya semakin besar bobot
molekulnya akan semakin kuat gaya interaksi van der Waal’s. Sebagai contoh, titik didih gas-
gas inert akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya massa atomnya disebabkan
meningkatnya interaksi dispersi London.

Gaya antar molekul juga memainkan peran yang penting dalam larutan, misalnya pada hidrasi dan
solvasi dalam air. Rangkuman dari interaksi tersebut digambarkan pada diagram berikut
82
83

Peranan Gaya Antar Molekul pada Sifat Fisika Zat

Kelarutan

Titik lebur dan Titik didih


84
85

Atomic Masses of the Elements


Element Symbol At. No. At. Mass M.P., oC B.P., oC

Actinium Ac 89 227.028 1050 3200±300

Aluminum Al 13 26.981539(5) 660.37 2467

Americium Am 95 243 994±4 2607

Antimony Sb 51 121.757 630.74 1750

Argon Ar 18 39.948(1) -189.2 -185.7

Arsenic As 33 74.92159(2) 817 (28 atm) 613(sublimes)

Astatine At 85 210 302 337

Barium Ba 56 137.327(7) 725 1640

Berkelium Bk 97 247

Beryllium Be 4 9.012182(3) 1278±5 2970(5 torr)

Bismuth Bi 83 208.98037(3) 271.3 1560±5

Bohrium Bh 107 262 2079 2550(sublimes)

Boron B 5 10.811(5) -7.2 58.78

Bromine Br 35 79.904 320.9 765

Cadmium Cd 48 112.411(8) 28.40±0.01 669.3

Calcium Ca 20 40.078(9) 839±2 1484

Californium Cf 98 251

Carbon C 6 12.011(1) 3652(sublimes)

Cerium Ce 58 140.115(4) 798 3443

Cesium Cs 55 132.90543(5) 28.40±0.01 669.3

Chlorine Cl 17 35.4527(9) -100.98 -34.6

Chromium Cr 24 51.9961(6) 1857±20 2672

Cobalt Co 27 58.93320(1) 1495 2870

Copper Cu 29 63.546(3) 1083.4±0.2 2567

Curium Cm 96 247 1340±40

Dubnium Db 105 262

Dysprosium Dy 66 162.50(3) 1412 2567

Einsteinium Es 99 252

Erbium Er 68 167.26(3) 1529 2868

Europium Eu 63 151.965(9) 822 1527

Fermium Fm 100 257


86

Fluorine F 9 18.9984032(9) -219.62 -188.4

Francium Fr 87 223 27 677

Gadolinium Gd 64 157.25(3) 1313 3273

Gallium Ga 31 69.723(1) 29.78 2403

Germanium Ge 32 72.61(2) 937.4 2830

Gold Au 79 196.96654(3) 1064.434 2808±2

Hafnium Hf 72 178.49(2) 2227±20 4602

Hassium Hs 108 265

Helium He 2 4.002602(2) -272.226 amt -268.934

Holmium Ho 67 164.93032(3) 1474 2700

Hydrogen H 1 1.00794(7) -259.34 -252.87

Indium In 49 114.82(1) 156.61 2080

Iodine I 53 126.90447(3) 113.5 184.35

Iridium Ir 77 192.22(3) 2410 4130

Iron Fe 26 55.847(3) 1535 2750

Krypton Kr 36 83.80(1) -156.6 -152.30±0.10

Lanthanum La 57 138.9055(2) 918 3464

Lawrencium Lr 103 262

Lead Pb 82 207.2(1) 327.502 1740

Lithium Li 3 6.941(2) 180.54 1342

Lutetium Lu 71 174.967(1) 1663 3402

Magnesium Mg 12 24.3050(6) 648.8±0.5 1090

Manganese Mn 25 54.93805(1) 1244±3 1962

Meitnerium Mt 109 266

Mendelevium Md 101 258

Mercury Hg 80 200.59(3) -38.87 356.58

Molybdenum Mo 42 95.94(1) 2617 4612

Neodymium Nd 60 144.24(3) 1021 3074

Neon Ne 10 20.1797(6) -248.67 -246.048

Neptunium Np 93 237.048 640±1 3902

Nickel Ni 28 58.6934 1453 2732

Niobium Nb 41 92.90638(2) 2468±10 4742

Nitrogen N 7 14.00674(7) -209.86 -195.8


87

Nobelium No 102 259

Osmium Os 76 190.2(1) 3045±30 5027±100

Oxygen O 8 15.9994(3) -218.4 -182.962

Palladium Pd 46 106.42(1) 1554 3140

Phosphorus P 15 30.973762(4) 44.1(white) 280(white)

Platinum Pt 78 195.08(3) 1772 3827±100

Plutonium Pu 94 244 641 3232

Polonium Po 84 209 254 962

Potassium K 19 39.0983(1) 63.25 759.9

Praseodymium Pr 59 140.90765(3) 931 3520

Promethium Pm 61 145 1042 3000(estimate)

Protactinium Pa 91 231.0359 1600

Radium Ra 88 226.025 700 1140

Radon Rn 86 222 -71 -61.8

Rhenium Re 75 186.207(1) 3180 5627(estimate)

Rhodium Rh 45 102.90550(3) 1965±3 3727±100

Rubidium Rb 37 85.4678(3) 38.89 686

Ruthenium Ru 44 101.07(2) 2310 3900

Rutherfordium Rf 104 261

Samarium Sm 62 150.36(3) 1074 1794

Scandium Sc 21 44.955910(9) 1541 2836

Seaborgium Sg 106 263

Selenium Se 34 78.96(3) 217 684.9±1.0

Silicon Si 14 28.0855(3) 1410 2355

Silver Ag 47 107.8682(2) 961.93 2212

Sodium Na 11 22.989768(6) 97.81±0.03 882.9

Strontium Sr 38 87.62(1) 769 1384

Sulfur S 16 32.066(6) 112.8 444.674

Tantalum Ta 73 180.9479(1) 2996 5425±100

Technetium Tc 43 98 2172 4877

Tellurium Te 52 127.60(3) 449.5±0.3 989.8±3.8

Terbium Tb 65 158.92534(3) 1356 3230

Thallium Tl 81 204.3833(2) 303.5 1457±10


88

Thorium Th 90 232.0381(1) 1750 3800(app.)

Thulium Tm 69 168.93421(3) 1545 1950

Tin Sn 50 118.710(7) 231.9681 2270

Titanium Ti 22 47.88(3) 1660±10 32878

Tungsten W 74 183.85(3) 3410±20 5660

Uranium U 92 238.0289(1) 1132±0.8 3818

Vanadium V 23 50.9415(1) 1890±10 3380

Xenon Xe 54 131.29(2) -111.9 -107.1±0.3

Ytterbium Yb 70 173.04(3) 819 1196

Yttrium Y 39 88.90585(2) 1552 5338

Zinc Zn 30 65.39(2) 419.58 907

Zirconium Zr 40 91.224(2) 1852±2 4377


89

MODUL KULIAH

KIMIA DASAR
(SEMESTER I)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG

2013

Anda mungkin juga menyukai