Anda di halaman 1dari 20

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

BAB I

1.1

1.2

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. N

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Bae 02/03 Bae Kudus

Pekerjaan

: Ibu RT

Status

: Menikah

Pendidikan

: SMP

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

No RM

: 733 703

MRS

: 10 Mei 2016

Tanggal pemeriksaan

: 14 Mei 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri Perut Kanan Atas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 2 hari SMRS.
Nyeri perut timbul mendadak.terasa sangat sakit seperti tertusuk,terus menerus
dan menjalar ke belakang pinggang kanan,bahu kanan sehingga menggangu
aktivitas . Nyeri timbul saat pasien selesai makan dan semakin nyeri terutama saat
setelah mengkonsumi makanan berlemak seperti gorengan dan soto. Nyeri
menghilang saat pasien beristirahat dan berpuasa. Pasien juga mengeluhkan badan
lemas dan gemetar disertai mual muntah setelah makan,muntah isi makanan dan
cairan tanpa demam. Pasien sering merasa gatal pada kulit badan
Riwayat BAK (+) bewarna kuning pekat tanpa disertai rasa sakit,panas
atau kesusahan dalam berkemih, riwayat BAB (+) bewarna coklat tanpa disertai
perubahan pengeluaran feses menjadi kecil-kecil padat,darah (-), lendir (-)
Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti
gorengan,soto, dan jeroan. Pasien jarang mengkonsumsi sayur dan buah buahan.
Saat ini pasien memakai alat KB suntik sudah 2 tahun. Pasien jarang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 1

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

berolahraga.Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi rokok maupun minuman


alkohol
Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien memiliki keluhan seperti ini sebelumnya

Kolestrol diakui

Darah tinggi diakui

Diabetes Mellitus diakui

Riwayat penyakit kuning disangkal

Gastritis disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

1.3

Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien

Darah tinggi tidak diketahui

Diabetes Mellitus tidak diketahui

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 200/170 mmHg

RR

: 28 x/ menit

HR

: 120x/menit, reguler, isi cukup

Suhu

: 36,8 0C

SPO2

: 99

BB/TB

: 74kg / 1622 = 28,2 ( Overweight )

Kepala

: Normocephal, benjolan (-), rambut hitam

Mata

: konjungtiva anemis (+/+),sklera ikterik (-/-)

Telinga

: bentuk normal, liang telinga lapang, sekret (-/-)

Hidung

: bentuk normal, rinorrhea (-/-)

Tenggorokan

: faring dan tonsil dalam batas normal

Leher

: tidak ada pembesaran KGB servikal

Mulut

: bentuk normal, bibir kering (-), sianosis (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 2

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

KGB

: Tidak ada pembesaran KGB

Thorax

Jantung :
Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi

: pulsasi iktus kordis teraba di sela iga V linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas kanan di sela iga IV linea parasternal dekstra


batas kiri di sela iga V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru
Inspeksi : simetris dalam diam dan pergerakan, retraksi sela costae (-)
Palpasi

: fremitus kanan dan kiri sama kuat

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru


Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen

Inspeksi

:Tampak datar, tidak tampak massa,gerakan usus (-)

Palpasi

: Supel, Murphy Sign (+) Pembesaran hepar


(-), McBurney Sign (-) Rovsing Sign (-)
Psoas Sign (-) CVA (-/-)

Perkusi

:Timpani di seluruh kuadran abdomen,nyeri ketok perut


kanan atas

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas

: edema (-), deformitas (-), akral hangat, CRT < 2 detik.

Genitalia eksterna

: scar (-), ulkus(-), discharge (-)

Kulit

: turgor baik, pucat (+), sianosis (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 3

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

Status lokalis regio abdomen kuadran kanan atas :


Inspeksi
Palpasi

:Tampak datar, tidak tampak massa,gerakan usus (-)


: Supel, Murphy Sign (+) Pembesaran hepar
(-), McBurney Sign (-) Rovsing Sign (-)

Perkusi
Auskultasi

Psoas Sign (-) CVA (-/-)


:Timpani di seluruh kuadran abdomen,nyeri perut kanan atas
: Bising usus (+) normal

1.4

DIAGNOSIS KERJA
Kolelitiasis

1.5

DIAGNOSA BANDING
- Kolesistitis
- Kolangitis
- Abses Hepar
- Hepatitis akut
- Ca Duodenum
- Ca Hepar
- Pankreatitis
- Ulkus peptik

1.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
10 Mei 2016 Pemeriksaan Darah Lengkap

Hemoglobin

9,6 g/dL L

12 15

Eritrosit

3,44 juta/l L

4,0 5,1

Hematokrit

26,3 % L

36 47

Trombosit

83 ribu/L L

150 400

Leukosit

9 ribu/L

4 12

Neutrofil

72 % H

50 70

Limfosit

15,1 % L

25 40

Monosit

10,8 % H

28

Eosinofil

0,6 % L

24

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 4

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

Basofil

0,3 %

01

MCH

27.2 pg

27 31

MCHC

35.8 g/dL

33 37

MCV

L 76 fL

79 99

Waktu Pendarahan

300

1-5

Waktu Pembekuan

600

2-6

Ureum

87,4 H

19 - 4

Creatinin

5,9 H

0,6 1,3

Kolestrol

261 H

< = 200

HDL Cholestrol

33

27-67

LDL Cholestrol

129,6

< 150

Trigliserida

492 H

<160

Protein Total

6.0

6.0 8.0

Bilirubin Total

1,32 H

0.20 1.20

Bilirubin Direk

0,31

0.0 0.40

Bilirubin Indirek

1.01 H

0 0.75

SGOT

19

0 50

SGPT

0 50

Calsium

2.33

2.02 2.60

Kalium

3.3 L

3.6 5.5

Kimia Klinik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 5

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

Natrium

134 L

135 155

Klorida

102

75 108

Magnesium

0.9

0.8 1.0

HBsAG

Negatif

Negatif

Anti HIV

Non Reaktif

Non Reaktif

Anti HCV

R/Habis

Negatif

Urid Acid

11,3 H

3.5 7.2

11 Mei 2016 Pemeriksaan USG

1.7

RESUME
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 6

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

Telah diperiksa seorang pasien bernama Ny. M , berusia 43 dengan


keluhan nyeri perut kanan atas sejak 2 hari SMRS. Nyeri perut timbul
mendadak.terasa sangat sakit seperti tertusuk,terus menerus dan menjalar ke
belakang pinggang kanan,bahu kanan sehingga menggangu aktivitas . Nyeri
timbul saat pasien selesai makan dan semakin nyeri terutama saat setelah
mengkonsumi makanan berlemak seperti gorengan dan soto. Nyeri menghilang
saat pasien beristirahat dan berpuasa. Pasien juga mengeluhkan badan lemas dan
gemetar disertai mual muntah setelah makan,muntah isi makanan dan cairan tanpa
demam. Pasien sering merasa gatal pada kulit badan
Riwayat BAK (+) bewarna kuning pekat tanpa disertai rasa sakit,panas
atau kesusahan dalam berkemih, riwayat BAB (+) bewarna coklat tanpa disertai
perubahan pengeluaran feses menjadi kecil-kecil padat,darah (-), lendir (-)
Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan berlemak seperti
gorengan,soto, dan jeroan. Pasien jarang mengkonsumsi sayur dan buah buahan.
Saat ini pasien memakai alat KB suntik sudah 2 tahun. Pasien jarang
berolahraga.Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi rokok maupun minuman
alcohol
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 200/170 mmHg

RR

: 28 x/ menit

HR

: 120x/menit, reguler, isi cukup

Suhu

: 36,8 0C

SPO2

: 99

BB/TB

: 74kg / 1622 = 28,2 ( Overweight )

Status Lokalisata regio abdomen kuadran kanan atas


Inspeksi

: Tampak datar, tidak tampak massa

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani di seluruh kuadran abdomen

Palpasi

: Supel, Murphy Sign (+) Pembesaran hepar


(-), McBurney Sign (-) Rovsing Sign (-)
Psoas Sign (-) CVA (-/-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 7

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

DIAGNOSIS KERJA
Kolelitiasis
1.8

DIAGNOSA BANDING
- Kolesistitis
- Abses Hepar
- Ca Duodenum
- Ca Hepar
- Pankreatitis

1.9

PEMERIKSAAN PENUNJANG
10 Mei 2016 Pemeriksaan Darah Lengkap

Hemoglobin

9,6 g/dL L

12 15

Eritrosit

3,44 juta/l L

4,0 5,1

Hematokrit

26,3 % L

36 47

Trombosit

83 ribu/L L

150 400

Leukosit

9 ribu/L

4 12

Neutrofil

72 % H

50 70

Limfosit

15,1 % L

25 40

Monosit

10,8 % H

28

Eosinofil

0,6 % L

24

Basofil

0,3 %

01

MCH

27.2 pg

27 31

MCHC

35.8 g/dL

33 37

MCV

L 76 fL

79 99

Waktu Pendarahan

300

1-5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 8

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

Waktu Pembekuan

600

2-6

Ureum

87,4 H

19 - 4

Creatinin

5,9 H

0,6 1,3

Kolestrol

261 H

< = 200

HDL Cholestrol

33

27-67

LDL Cholestrol

129,6

< 150

Trigliserida

492 H

<160

Protein Total

6.0

6.0 8.0

Bilirubin Total

1,32 H

0.20 1.20

Bilirubin Direk

0,31

0.0 0.40

Bilirubin Indirek

1.01 H

0 0.75

SGOT

19

0 50

SGPT

0 50

Calsium

2.33

2.02 2.60

Kalium

3.3 L

3.6 5.5

Natrium

134 L

135 155

Klorida

102

75 108

Magnesium

0.9

0.8 1.0

HBsAG

Negatif

Negatif

Anti HIV

Non Reaktif

Non Reaktif

Kimia Klinik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 9

Gusti Putu AB (406148017)

Case Bedah

Anti HCV

R/Habis

Negatif

Urid Acid

11,3 H

3.5 7.2

11 Mei 2016 Pemeriksaan USG

1.10 PENATALAKSANAAN
A. Operatif : Kolesistektomi
B. Medikamentosa
Terapi cairan : Infus RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 2 gr / 24 jam
Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam
1.11 PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad functionam

: Bonam
: Bonam
: Bonam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 10

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

KANDUNG EMPEDU
A. Anatomi
Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris dan hati
tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana
tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari
divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus cysticus, ductus
biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya menjadi hati dan
ductus hepaticus biliaris.1
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat
dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung
empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum
menonjol seperti kantong (kantong Hartmann).
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk
bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX
kanan.

Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,


belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan
dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus
communis membentuk duktus koledokus (CBD). Peritoneum mengelilingi fundus
vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan
permukaan visceral hati.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 12 cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak
sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang
mengatur pasase empedu ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari
kandung empedu
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum
hepatoduodenale dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal
papila Vateri. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang
paling kecil yang disebut kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi
empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutnya ke duktus
hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 11

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

duktus sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah


belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari
duodenum descendens. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam
duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut
Papilla Vateri. Ujung distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur
aliran empedu ke dalam duodenum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica
kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
B. Fisiologi
Produksi Empedu
Empedu merupakan larutan kompleks dalam air yang mengandung garam
empedu, lesitin, dan kolesterol yang merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.
Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat
ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan. Empedu
diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar waktu
makan, empedu di simpan untuk sementara di dalam kandung empedu dan disini
terjadi pemekatan sampai 50%. Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor,
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter
koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang dihasilkan akan dialih-alirkan ke
dalam kandung empedu. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan
karena secara intermitten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada
tahanan sfingter.
Kolesistokinin hormon sel APUD dari selaput lendir usus halus
dikeluarkan atas rangsangan makanan berlemak atau produk lipolitik didalam
lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi
kandung empedu. Dengan demikian, kolesistokinin hormon berperan besar
terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.

KOLELITIASIS
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 12

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

A. Definisi
Penyakit batu empedu yang dapat ditemukan didalam kandung empedu
(kolesistolitiasis) atau didalam duktus koledokus (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk didalam kandung empedu (Kolesistolitiasis). Kalau batu kandung
empedu ini berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik maka disebut batu
saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder. Kebanyakan batu duktus
koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk
primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik.
B.Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara Barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan lanjut. Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau bertanda.
Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di Indonesia
tidak jauh berbeda dengan negara lain.
Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita
dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4:1. Faktor risiko
batu empedu memang dikenal dengan singkatan 4-F, yakni Fatty (gemuk), Forty
( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita).
Wanita yang mengkonsumsi obat hormonal estrogen eksogen
meningkatkan resiko terjadinya batu empedu. Dengan bertambahnya usia,
dominansi wanita menjadi kurang jelas. Batu empedu jarang ditemukan pada
orang yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih sering ditemukan pada
kelompok usia 40-60 tahun dan sisanya di temukan pada orang berusia lebih dari
80 tahun.
C.Klasifikasi Batu
Di kenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau
batu bilirubin (yang terdiri dari kalsium dan bilirubinat) dan batu campuran. Di
negara barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu
pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya, di Asia Timur, lebih banyak batu
pigmen dibanding batu kolesterol. Sementara itu didapat kesan bahwa meskipun
batu kolesterol di Indonesia lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi
dibanding dengan angka yang terdapat di negara Barat. Hal ini menunjukkan
bahwa faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif E.Coli ikut berperan
penting dalam timbulnya batu pigmen.
C.1 Batu Kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung
jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 13

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling sedikit 75 %


kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen
empedu, senyawa organik dan inorganik lain.
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi
dalam empat tahap:

Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

Pembentukan nidus.

Kristalisasi/presipitasi.

Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan


senyawa lain yang membentuk matriks batu.
C.2 Batu Kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, sering ditemukan
berbentuk tidak teratur, kecil- kecil, dapat berjumlah banyak. Umumnya batu
pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
Batu pigmen coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter kurang dari 1
cm, berwarna coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah Asia.
Batu ini terbentuk akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan karena disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit.
Pada infeksi empedu, kelebihan aktivitas -glucuronidase bakteri dan manusia
(endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di
negara timur.
Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran
empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya
meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.
C.3. Batu pigmen hitam
Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis
hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya batu pigmen
hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Batu empedu
jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan permukaan yang kasar.
Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10% kolesterol.
D.Patofisiologi
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna,
akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 14

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan


yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garamgaram empedu dan lesitin dari empedu, dan terlalu banyak sekresi kolesterol
dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah
lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah
satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang
mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder). Didalam perjalanannya melalui duktus
sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial
atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur,
batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
E. Manifestasi klinis
E.1. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak
memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat
kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual.
Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung
empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25
% dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan
merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5
tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua
pasien dengan batu empedu asimtomatik.
E.2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 15

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.

Batu empedu di Hartmann pouch

F.Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus
sistikus atau dalam kantong Hartmann. Pada kolesistitis akut, factor trauma
mukosa kantong empedu oleh batu dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase
yang mengubah lesitin menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang
memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteri agaknya kecil
saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi dan dapat berkembang menjadi
empyema, gangrene dan perforasi.
Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri
atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang
memperberat keadaan seperti diabetes mellitus.
Gambaran tipikal dari kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang
kadang menjalar ke punggung atau ujung scapula (Boas Point). Biasanya
ditemukan riwayat serangan kolik di masa lalu, yang pada mulanya sulit
dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri menetap dan
disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri lepas dan defans
muscular otot dinding perut.
Kadang kandung empedu yang membesar dapat diraba. Pada separuh
penderita, nyeri disertai mual dan muntah. Suhu badan sekitar 38oc. Apabila
timbul demam dan menggigil, harus dicurigai komplikasi yang lebih berat atau
penyakit lain.
G. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Batu kandung empedu yang asimptomatik umunya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila ada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 16

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

Mirizzi Syndrome, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat


penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding udem didaerah kantong hartmann,
dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar serum bilirubin
yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus.
Alanin Aminotransferase (SGOT) dan Aspartat Aminotransferase (SGPT)
merupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi yang tinggi di hepatosit.
Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan di hati, tetapi
peningkatan enzim ini bisa timbul bersama dengan penyakit saluran empedu,
terutama obstruksi saluran empedu.
Fosfatase alkali merupakan enzim yang dihasilkan oleh sel epitel kandung
empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel
duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi dapat
menggambarkan obstruksi saluran empedu.
H.Pemeriksaan Radiologis
1. Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen kadang dapat bermanfaat, tetapi tidak bisa
mengenal kebanyakan patologi saluran empedu. Hanya 15% batu empedu yang
cukup kalsium (radioopak) yang memungkinkan identifikasi pasti. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
di lihat di foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 17

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

Foto Rongent pada kolelitiasis


2. Kolesistografi Intravena
Digunakan untuk memungkinkan visualisasi keseluruhan saluran empedu
ekstrahepatik. Tetapi resolusi radiografi sering buruk dan tes ini tidak dapat
diandalkan bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 gm/dl. Tetapi test ini dapat
menimbulkan reaksi yang fatal, dan telah di gantikan dengan pemeriksaan yang
lebih aman.
3. Kolesistografi Oral
Merupakan standar paling baik dalam diagnosis penyakit vesika biliaris. Zat
organik diiodinasi biasanya 6 tablet asam yopanat (telepaque) diberika per oral
pada malam sebelumnya dan pasien dipuasakan. Batu empedu atau tumor tampak
sebagai defek pengisian. Kolesistografi sangat sensitif dan spesifik serta hasilnya
mendekati 98% bila digunakan dengan tepat. Tes ini tidak bermanfaat bila kadar
bilirubin serum meningkat (diatas 2 mg/dl) atau dengan adanya muntah, diare atau
malabsorpsi dan ileus paralitik.

Gambaran kolesisttografi oralmenunjukan gambaran batu yang radiolusen yang


mengambang di dalam kandung empedu
4. Ultrasonografi (USG)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 18

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

Perkembangan yang canggih dari USG telah menggantikan kolesistografi


oral sebagai tes penyaring bagi kolelitiasis. Karena USG tidak cukup akurat
seperti kolesistografi oral, maka kolesistografi oral tetap merupakan standar
terbaik dalam diagnosis batu empedu. Tetapi USG lebih cepat, tidak invasif dan
tanpa pemaparan radiologi, selain itu USG dapat di gunakan pada pasien yang
ikterik dan mencegah ketidak patuhan pasien dalam meminum zat kontras oral.
Kriteria diagnostik untuk kolelitiasis mencakup defek intralumen yang berubah
dengan perubahan posisi pasien atau menimbulkan bayangan akustik.

Gambaran ultrasonografi batu empedu pada vesika felea yang memberikan


gambaran hipoechoic dengan acoustic shadow (tanda panah )
5. CT Scan
CT Scan tidak tepat digunakan dalam mendeteksi batu empedu, kecuali
bila batu tersebut mengandung kalsium dalam jumlah yang lumayan. Tetapi pada
sepsis intraabdomen yang dianggap berasal dari saluran empedu, maka CT Scan
bisa menentukan abses intrahepatik, perihepatik atau trikolesistika.
I. Tatalaksana
Kolelitiasis dapat ditangani secara bedah maupun secara non bedah.
I.1 Tatalaksana non bedah
Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada manusia,
penggunaan jangka panjang dari agen ini akan mengurangi saturasi kolesterol
pada empedu yaitu dengan mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari
asam empedu pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah
kristalisasi. Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi dalam 2-3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 19

Case Bedah

Gusti Putu AB (406148017)

dosis harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini membutuhkan waktu 6-18
bulan dan berhasil bila batu yang terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol.
I.2. Tatalaksana bedah dengan kolesistektomi
I.2.1 Open Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah pengangkatan kandung empedu yang secara umum
diindikasikan bagi yang memiliki gejala atau komplikasi dari batu, kecuali yang
terkait usia tua dan memiliki resiko operasi. Pada beberapa kasus empiema
kandung empedu, diperlukan drainase sementara untuk mengeluarkan pus yang
dinamakan kolesistostomi dan kemudian baru direncanakan kolesistektomi elektif.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi
trauma CBD, perdarahan, dan infeksi
I.2.2 Laparoskopik Kolesistektomi
Berbeda dengan kolesistektomi terbuka, pada laparoskopik hanya
membutuhkan 4 insisi yang kecil. Oleh karena itu, pemulihan pasca operasi juga
cepat. Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di
rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier
yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak
dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump
duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering
dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan
teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua
otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
I.2.3 Kolesistostomi
Pada pasien dengan kandung empedu yang mengalami empiema dan sepsis, yang
dapat dilakukan ialah kolesistostomi. Kolesistostomi adalah penaruhan pipa
drainase di dalam kandung empedu. Setelah pasien stabil,maka kolesistektomi
dapat dilakukan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 28 Mei - 4 Juni 2016

Page 20

Anda mungkin juga menyukai