Anda di halaman 1dari 6

Metode HIRARC Kasus Tertusuk Jarum Suntik di Rumah Sakit

1. Pendahuluan
Pajanan Okupasi atau kecelakaan dalam bekerja bisa terjadi dimana saja.
Kecelakan dalam bekerja diakibatkan oleh kelalaian pekerja, bekerja melebihi
batas kemampuan atau ergonomis yang buruk dalam bekerja. Dalam bidang
kesehatan kelalaian dalam bekerja bisa terjadi pada siapa saja. Salah satunya
adalah tertusuk jarum atau benda tajam di rumah sakit. Jarum suntik dan alat medis
yang tajam merupakan alat medis yang bersentuhan langsung dengan jaringan
tubuh dan darah pasien. Tenaga kesehatan yang lalai dapat tertular melalui jarum
suntik yang terkontaminasi cairan tubuh pasien yang terinfeksi.
Tenaga kesehatan sangat berisiko terpapar berbagai penyakit menular. Hal ini
dikarenakan tenaga kesehatan bekerja berhubungan langsung dengan pasien
ataupun alat medis yang telah terkontaminasi. Penyebaran penyakit dapat melalui
banyak cara seperti udara, kontak langsung ataupun cairan tubuh. Salah satu
penyakit yang tinggi resiko penularannya adalah HIV/AIDS. HIV/AIDS
merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui jaringan tubuh dan cairan tubuh
seperti darah.
Penyakit infeksi HIV/AIDS merupakan masalah bagi seluruh dunia. Menurut
UNAIDS pada tahun 2012 terdapat 35,3 juta orang yang mengidap HIV. Dan kasus
baru terinfeksi HIV pada tahun 2012 mencapai 2,3 juta orang. Dengan total yang
meninggal mencapai 1,6 juta orang. UNAIDS juga mencatat di asia selatan dan
asia tenggara terdapat 3,9 juta orang yang mengidap virus ini. Di Indonesia Ditjen
PP & PL Kemenkes RI melaporkan kasus HIV aids sampai juni 2013 mencapai
113.267 dengan provinsi Bali tercatat 10.417 kasus
2. Study Kasus
Penelitian yang dilakukan oleh Putu Herdita Sudiantara di klinik VCT RSUP
Sanglah.Denpasar pada tanggal 21 November 25 November 2013 di dapatkan
hasil bahwa, dari periode Januari 2013 sampai September 2013, di klinik VCT

RSUP Sanglah Denpasar ditemukan 52 kasus tertusuk jarum suntik. Frekuensi


wanita terkena pajanan jarum suntik lebih besar daripada laki-laki (59,6%).
Menurut distribusi pekerjaan, mahasiswa kedokteran paling sering terkena pajanan
jarum suntik (42,3%). Berdasarkan kegiatan tenaga kesehatan, pemasangan infus
memiliki resiko tertinggi terkena pajanan (25%) dan diikuti pengambilan sample
darah (23,1%). Kasus pajanan jarum suntik di RSUP Sanglah didominasi oleh
mahasiswa kedokteran (42,3%). Pada sebagian besar dari kasus tidak diberikan
proflaksis (59%). Anti HIV stastus dari pasien yang terpajan jarum suntik setelah
tiga bulan adalah negatif.
3. Pembahasan
Metode HIRARC
3.1 Hazard Identification
1. Jenis Bahaya
Jenis bahaya pada kasus ini adalah Biological Hazard, karena adanya peluang
penularan virus HIV/AID akibat tertusuk jarum suntik.
2. Tingkat kemungkinan terjadinya bahaya
a. Activities frequency (Frekuensi Kegiatan) : Rutin
Kegiatan yang dilakukan termasuk dalam frekuensi rutin karena tenaga
kesehatan, khusunya mahasiswa kedokteran selau kontak dengan pasien
selama jam kerja.
b. Incident frequency (Frekuensi Kejadian): 1 bulan yang lalu-1 tahun yang
lalu
Ditinjau dari segi profesi tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran paling
sering mengalami kasus pajanan jarum suntik dengan 22 kasus pajanan
dengan presentase 42,3% mulai dari bulan Januari sampai September
2013.
c. Human behavior (Perilaku Manusia): Tidak Cukup terampil
Mahasiswa mengalami pajanan tertinggi disini diakibatkan

oleh

pengalaman yang masih minim dan belum cukup terampil untuk


melakukan tindakan medis.
3.2 Risk Assessment
Tabel 3.1 Identifikasi Bahaya & Penilaian Risiko
IDENTIFIKASI BAHAYA DAN
PENILAIAN RISIKO

P2K3/SOP--/FM-- :
Dept/ Sub. Dept :
Tanggal
:

Halaman

Jenis Pekerjaan : Tenaga Kesehatan (Mahasiswa kedokteran)


No
1.

Tahap Kerja
Kritis
Bahaya
penularan Vius
HIV/AID
akibat tertusuk
jarum suntik

Bahaya
Kecelakaan
Tertular
Virus
HIV/AID

Pengendalian
Bahaya
a. Pengendalian
rekayasa Teknis
b.Pengendalian
administratif
c. Penggunaan alat
pelindung diri

Risiko

Peluang

4
(Berat)

3
(mungkin
terjadi)

Tingkat
Bahaya
Risiko x
Peluang
12
(berat)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan tertusuk jarum


suntik mempunyai tingkat bahaya yang berat dengan nilai 12. Hal ini dikarenakan
peluang tertusuk jarum suntik tersebut munkin saja bisa terjadi kapanpun dan pada
siapapun. Selain itu risiko yang ditimbulkan juga berat, karena berpeluang
terjadinya perpindahan virus atau bakteri dari pasien ke tenaga kesehatan.
3.3 Risk Control
1. Upaya pengendalian dengan Eliminasi
Eliminasi merupakan pengendalian resiko faktor bahaya yang harus
diterapkan pertama kali. Eliminasi dilakukan dengan cara meniadakan atau
menghilangkan objek yang menyebabkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Tetapi kita tahu bahwa objek utama yang menyebabkan penyakit akibat kerja
adalah pasien itu sendiri, jadi sangat tidak mungkin kalau menghilangkan pasien
sebagai penyebab utama. Jadi dalam hal ini eliminasi tidak dapat dilaksanakan.

2. Upaya pengendalian dengan Subtitusi


Substitusi dilakukan dengan cara mengganti bahan-bahan dan peralatan
yang berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya.
Dalam hal ini pengendalian secara Substitusi tidak dapat dilaksanakan.
3. Upaya pengendalian dengan Rekayasa Teknik

Rekayasa Teknik untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat


dilakukan dengan cara memisahkan alat-alat bekas perawatan pasien, seperti
jarum suntik, perban kedalam wadah tersendiri. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan dalam proses pembuangan dan pengolahannya, selain itu juga
untuk menghindarkan menyebarnya virus dari pasien.
4. Upaya Pengendalian Administratif
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem
kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya.
Upaya untuk pengendalian secara administratif dilakukan dengan perputaran
jadwal kerja bagi petugas kesehatan yang dibagi dalam tiga shift kerja. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi pajanan bahaya kepada tenaga kerja.
5. Upaya pengendalian dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem
pengendalian resiko. Untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat
menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker, sarung tangan, penutup
kepala, yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pemakaian APD tersebut dapat
mengurangi resiko paparan penularan penyakit kepada petugas kesehatan.
Kebiasaan untuk mencuci tangan setelah melakukan tindakan medis
dengan sabun anti septic dapat juga mengurangi kemungkinan pajanan, terutama
yang kontak dengan tangan tenaga kerja tersebut.
4. Kesimpulan
Dari hasil penilaian resiko, didapatkan bahwa bahaya yang ditimbulkan
akibat tertusuk jarum suntik, adalah berat dengan nilai 12. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan pengendalian sesuai dengan hierarki pengendalian risiko, sehingga
bahaya tersebut dapat dikurangi dan dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, M. 2016. Handout Metode HIRARC. Surabaya. Universitas Airlangga
Herdita, Putu Sudiantara.2013. Karakteristik Pajanan Jarum Suntik pada Tenaga
Kesehatan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar.Denpasar. Universitas Udayana

Kepmenkes RI, 2007. Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit. Jakarta : Menkes.


Kepmenkes RI, 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Jakarta: Menkes
Nilamsari, N. 2016. Manajemen Risiko. Surabaya. Universitas Airlangga

HIGIENE INDUSTRI 2
PENERAPAN METODE HIRARC DI RUMAH SAKIT
(FAKTOR BIOLOGIS)

OLEH :
HENICO PUTRI LINA
101411123091

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016

Anda mungkin juga menyukai