8 kajian prospektif control acak dan menunjukkan tingkat kegagalan terapi atau insufisiensi yang
tinggi dengan manitol atau larutan normal salin dibandingkan dengan HTS. (DOI:
10.3171/2011.7.JNS102142)
Kata Kunci : larutan salin hipertonis, manitol, agen hyperosmolar, tekanan intrakranial, trauma,
evaluasi terapi, cedera serebral akibat trauma
Hipertensi intrakranial yang diikuti dengan gangguan neurologis seringkali berhubungan dengan
hasil yang buruk.13 Peningkatan TIK menurunkan aliran darah serebral ke serebral dan memicu
terjadinya herniasi serebral dan kematian. Yayasan Trauma Serebral telah merekomendasikan
bahwa terapi untuk mengurangi TIK harus dimulai pada TIK > 20 mmHg. Terapi hyperosmolar
merupakan terapi yang sering digunakan untuk hipertensi intrakranial. Saat ini hanya 2 agen
yang digunakan: manitol dan HTS. Yayasan Trauma Serebral merekomendasikan manitol
sebagai terapi dasar yang tetap dalam tatalaksana hipertensi intrakranial, namun HTS
menggambarkan alternative potensial yang mendekati manitol. 9 Konsentrasi HTS yang
dilaporkan untuk penggunaan klinis berkisar dari 2% to 23.5%.
Edema serebral dibagi menjadi edema sitotoksik dan edema vasogenik. Edema sitotoksik
merupakan pembengkakan sel sekunder oleh karena cedera, umumnya iskemia atau toksik.
Edema vasogenik merupakan edema ekstraselular sekunder oleh karena gangguan kapiler,
sehingga menyebabkan gangguan pada BBB. Secara sederhana, edema vasogenik lebih berkaitan
dengan cedera oleh karena trauma, tumor dan abses, meskipun data terbaru menunjukkan bahwa
edema sitotoksik lebih menonjol pada cedera oleh karena trauma. 26 Kedua jenis edema mungkin
saja terjadi bersamaan dalam banyak keadaan patologis. Edema sitotoksik terjadi dalam kisaran
menit hingga beberapa jam setelah cedera, sedangkan edema vasogenik terjadi berjam-jam
hingga berhari-hari setelah terjadinya cedera. Jenis edema yang terjadi penting untuk diketahui
bagi pemilihan terapi, karena edema sitotoksik lebih cenderung resisten terhadap terapi. 13
Mekanisme kerja larutan HTS dan agen hyperosmolar lainnya secara sederhana bertujuan untuk
mengurangi kandungan air dalam serebral melalui efek osmotic, namun beberapa mekanisme
lainnya dapat ikut berkontribusi. Natrium memiliki koefisien bayangan mendekati 1, artinya
dengan BBB yang intak, maka sangat sedikit jumlah Na yang dapat melewati barrier sehingga
Na dapat menarik air keluar dari ruang interstisial.
Mekanisme kerja lainnya juga disarankan berdasarkan data klinis yang ada. Sebagai contoh,
Lescot et al.24 membandingkan edema melalui gambaran CT Scan yang diambil sebelum dan
sesudah terapi dengan menggunakan HTS dan menemukan bahwa terjadi penurunan yang sama
pada TIK pasien tanpa volume serebral yang berkurang dan pada pasien dengan volume serebral
yang berkurang. Selain itu, penurunan TIK yang bertahap didapati pula dalam beberapa
penelitian, bahkan setelah tingkat serum Na tidak mencukupi untuk menyebabkan terjadinya efek
osmotic.20,46 Beberapa teori telah diajukan. Segera setelah pemberian, HTS menurunkan
viskositas darah, meningkatkan rheological properties yang meningkatkan aliran darah serebral
dan oksigenasi serebri, menyebabkan vasokonstriksi autoreguler, yang pada akhirnya akan
menyebabkan penurunan TIK. Larutan salin hipertonis juga dianggap memicu penyusutan sel
endotelial yang juga meningkatkan sirkulasi.20,45 Beragam efek menguntungkan lainnya telah
tertuju pada terapi HTS, termasuk perannya dalam imunomodulator dan penurunan produksi
CSF.13
Di tahun 1988 Worthley et al.47 pertama kali melaporkan penggunaan HTS dalam menurunkan
TIK pada 2 pasien yang tidak berespon terhadap manitol. Sejak itu, penelitian lebih lanjut
berasumsi bahwa HTS kemungkinan lebih efektif dibandingkan manitol untuk menurunkan
TIK.3,7,11,16,19,20,29,31,35,38,44,45,48 Selain itu juga, profil efek samping HTS tampaknya lebih baik
dibandingkan manitol; yang belakangan ini terkenal menyebabkan hipovolemia tertunda terkait
efek diuretiknya yang tidak diinginkan terjadi pada pasien-pasien trauma. Larutan salin
hipertonis meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan meningkatkan volume darah sirkulasi tanpa
terjadinya efek hipotensi tertundaseperti yang diamati pada penggunaan manitol. Namun sangat
disayangkan belum adanya pedoman yang tepat untuk penggunaan HTS, berupa indikasi
penggunaan, dosis, dan waktu penggunaan yang saat ini masih bervariasi diantara tiap-tiap
institusi. Beragamnya bentuk penelitian klinis membuat penelitian-penelitian tersebut sulit untuk
dibandingkan dan kebanyakan diantaranya memiliki jumlah sampel pasien yang terlalu sedikit.
Oleh karena itu, kajian berikut dibuat untuk membuat suatu pemahaman yang lebih baik tentang
kemampuan kedua terapi untuk mengurangi TIK.
Metode
Pencarian Literatur
Dilakukan pencarian literature melalui PubMed untuk mengidentifikasi seluruh penelitian klinis
tentang penggunaan HTS untuk terapi hipertensi intrakranial. Kata-kata yang digunakan untuk
mencari literature berupa: larutan salin hipertonis dan tekanan intrakranial, larutan salin
hipertonis dan hipertensi intrakranial, larutan salin hipertonis dan cedera serebral trumatika,
larutan salin hipertonis dan perdarahan subaraknoid, dan larutan salin hipertonis dan bedah
saraf. Tabel 1 meringkas semua hasil tersebut. Penelitian yang dieliminasi adalah penelitian
yang tidak berhubungan dengan masalah bedah saraf atau yang tidak secara langsung terkait
terhadap efek HTS pada hemodinamik serebral atau terapi HTS pada pasien dengan bukti klinis
dan radiologi mengalami edema serebri. Sebanyak 7 penelitian yang menggunakan HTS untuk
resusitasi pada pasien dengan keadaan hipotensi atau hemodinamiknya tidak stabil dieksklusi.
Sebanyak 4 penelitian dieksklusi karena tidak dilakukannya pengawasan TIK. Sebuah studi
retrospektif juga tidak melakukan pengawasan ICP, namun tidak dieksklusikan oleh karena hasil
penelitian tersebut melaporkan adanya hasil sekunder yang relevan. 48 Seluruh penelitian pada
hewan dan kajian artikel juga dieksklusikan.
Tabel 1. Pencarian literature untuk artikel tentang terapi HTS terhadap TIK
Kata kunci yang digunakan dalam pencarian literature online PubMed
Larutan salin hipertonis dan tekanan intrakranial
Larutan salin hipertonis dan hipertensi intrakranial
Larutan salin hipertonis dan cedera serebral karena trauma
Larutan salin hipertonis dan perdarahan sub araknoid
Larutan salin hipertonis dan bedah saraf
Hasil pencarian
787 artikel ditemukan pada awal pencarian*
281 duplikasi dieliminasi
38 artikel dieksklusi karena menggunakan bahasa asing
127 artikel dieksklusi karena tidak berhubungan dengan bedah saraf
134 dieksklusi karena tidak berhubungan dengan efek HTS terhadap hemodinamik serebral
Penelitian Retro
Penelitian
Penelitian
Penelitian
Prospektif
Prospektif
Prospektif Non-
Observasional
Worthley et al., Qureshi et al., Hrtl et al., 1997
1988
199832
Schatzmann
et
et
1996
et
al.,
1998
1998
et
Vialet
2004
Bentsen
et
2000
2000
Simma
et 1992
1998
Terkontrol Acak
acak
Fisher et al., Oddo et al., 2009
et
et
al.,
2003
al., Harutjunyan
et
al., 2005
2005
5
2008
Koenig
2008
Kerwin
2009
Huang
et
et
al., 2006
Lescot
2006
et
et al., 2006
2009
Rockswold et al.,
2009
Al-Rawi et al.,
2010
Bourdeaux
&
Brown, 2010
*Retro = Retrospektif
tidak ada perbedaan yang dibuat antara penelitian retrospektif observasional dan uji
perbandingan retrospektif. Penelitian prospektif dianggap observasional jika efek terapi
dievaluasi melebihi waktu namun tidak dibandingkan dengan terapi lainnya.
Metode Meta-analisis
Delapan penelitian prospektif terkontrol acak melaporkan kegagalan terapi atau adanya
insufisiensi. Dilakukan perbandingan tingkat keseluruhan kegagalan terapi atau insufisiensi
dengan penggunaan HTS berbanding manitol atau NS untuk hipertensi intrakranial. Metaanalisis berbasis homogen dilakukan dengan Review Manager for Windows (versi 5, Cochrane
Collaboration and Update Software) untuk penelitian prospektif terkontrol acak. Homogenitas
diantara penelitian tersebut dinilai dengan statistik standar Cochran Q dan statistik I 2. Suatu
model dengan efek tetap digunakan untuk menggabungkan nilai-nilai odds ratio dan untuk
memperkirakan keseluruhan ukuran efek. Keseluruhan efek, odds ratio, dan interval kepercayaan
dipresentasikan.
Hasil
Secara total dari 787 artikel yang diidentifikasi pada awalnya, sebanyak 746 artikel dieksklusi
dan menyisakan 41 studi klinis untuk dianalisis. Tabel 1 menyimpulkan hasilnya. Dari 41 studi
yang dipakai, 10 studi merupakan penelitian prospektif terkontrol acak, 1 studi merupakan
penelitian prospektif terkontrol non-acak, 15 studi merupakan penelitian prospektif
observasional, 10 studi merupakan penelitian retrospektif, dan 5 lainnya merupakan studi kasus
(Tabel 2). Untuk tujuan dari meta-analisis ini maka 5 artikel studi kasus tersebut tidak dianggap
dan menyisakan 36 artikel yang menjadi bagian terbesar dalam kajian ini.
Konsentrasi dan volume HTS yang digunakan bervariasi secara signifikan, berkisar dari 1,5%
hingga 23,5% dalam konsentrasi dan 10-30 ml/kgBB pervolume. Dalam 7 studi, HTS diatur
dengan agen onkotik seperti dekstran atau HES.3-6,15,16,38 Pada 5 studi lainnya, HTS diatur dengan
anion dasar seperti asetat, laktat, atau bikarbonat.8,19,23,32,33
Percobaan Eksperimental : HTS vs Manitol
Duabelas artikel dari 36 artikel membandingkan HTS dengan manitol. 3,10,14,16,19,20,23,29,38,44,45,48 Hal
ini dirangkum dalam Tabel 3. Tujuh artikel merupakan penelitian prospektif terkontrol acak, 1
artikel merupakan penelitian prospektif terkontrol non-acak, dan 4 artikel merupakan penelitian
retrospektif. Enam dari 12 artikel tersebut melakukan studi silang pada manitol dan HTS yang
digunakan pada pasien yang sama.3,20,23,29,38,45 Sedangkan pada 6 artikel lainnya dilakukan
perbandingan pasien yang menerima HTS atau manitol (tidak digunakan bersamaan pada satu
pasien).10,14,16,19,44,48 Ichai et al.19 dan Yildizdas et al.48 keduanya melakukan pembagian kelompok
berupa kelompok silang dan kelompok non-silang. Lima dari 6 penelitian prospektif terkontrol
acak tidak melalui studi silang. Sebuah penelitian retrospektif juga tidak di studi silang. 48 Dua
perbandingan membandingkan dosis ekuimolar HTS dan manitol,3,14 dan 1 penelitian
membandingkan volume yang sama dari manitol dan HTS.44
Dari 12 perbandingan antara HTS and manitol, 3 artikel tidak menemukan bahwa HTS lebih
unggul dibandingkan dengan manitol dalam kontrol TIK atau berdasarkan hasil klinisnya. 10,14,23
Percobaan terkontrol acak pertama menggunakan HTS untuk relaksasi serebral intraoperative
dan sebagai kontrol TIK postoperatif. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam TIK yang
ditemukan antara kedua kelompok studi selama waktu 72 jam postoperatif. 10 Dalam percobaan
kedua, Francony et al.14 mengacak pasien yang menerima dosis ekuimolar manitol atau larutan
salin 7.45% untuk mengobati episode TIK > 20 mm Hg yang bertahan > 10 menit. Penurunan
7
TIK yang setara didapati selama periode waktu 2 jam observasi dan tekanan perfusi serebral
hanya meningkat pada kelompok pasien yang menerima manitol. Yang terakhir adalah penelitian
retrospektif dan hanya insiden efek samping yang dibandingkan antara satu kohort yang
menerima manitol dan yang lainnya menerima HTS. Dari penelitian tersebut tidak ditemukan
adanya perbedaan, namun HTS efektif dalam menurunkan TIK hingga di bawah level target 20
mmHg.23
Dapat disimpulkan bahwa 9 dari 12 perbandingan antara HTS dan manitol, termasuk 7
percobaan terkontrol acak menyatakan bahwa HTS memiliki kontrol yang lebih baik terhadap
TIK deibandingkan manitol. Dalam 6 percobaan didapati penurunan TIK yang lebih besar
setelah pemberian HTS daripada setelah pemberian manitol dalam waktu menit hingga beberapa
jam setelah pemberian cairan tersebut dilakukan. Efek durasi yang lebih lama didapati dalam 2
percobaan. Dalam 1 percobaan acak terkontrol, jumlah episode hipertensi intrakranial perhari
lebih rendah pada pasien yang menerima HTS dibandingkan dengan pasien yang menerima
manitol. Hasil pemeriksaan tidak konsisten selama percobaan berlangsung. Dalam 1 percobaan
acak terkontrol yang berjumlah 34 pasien, skor GOS lebih baik 1 tahun didapatkan dalam
kelompok HTS.19 Hasil pemeriksaan yang lebih baik juga didapati pada penelitian retrospektif
yang terdiri dari 67 pasien. Grup HTS memiliki mortalitas yang rendah dan durasi keadaan koma
yang lebih pendek daripada pasien yang menerima manitol.48 Tetapi percobaan acak terkontrol
lainnya yang terdiri dari 20 pasien tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam tingkat
mortalitas atau hasil neurologis selama 90 hari di antara kelompok HTS dan kelompok manitol,
meskipun tampak adanya kontrol TIK yang lebih baik dengan HTS.44 Perubahan dalam tekanan
arterial rata-rata bervariasi antara tiap penelitian setelah pemberian manitol dan HTS, tetapi tidak
ada risiko hipotensi yang signifikan terjadi pada penelitian-penelitian tersebut setelah pemberian
manitol atau HTS.
target batasan serum Na,23,3234,40,48 dalam percobaan ke-4 infus dititrasi untuk mencapai level
target TIK,15,16,21,30 dan pada infus berkelanjutan terakhir melalui penurunan per 3 hari digunakan
untuk pasien-pasien postoperatif.10 Infus bertahan dari beberapa menit hingga beberapa hari.
Dua penelitian terkontrol acak mendemonstrasikan kontrol TIK yang lebih baik dengan HTS
dibandingkan dengan cairan kontrol.16,40 Harutjunyan et al.16 menitrasi infus HTS/HES untuk
menjaga TIK< 20 mmHg. Waktu infusan hanya bertahan selama beberapa menit. Rata-rata waktu
infusan lebih pendek pada kelompok HTS/HES dan rata-rata TIK rendah saat 1 jam setelah
dilakukan infus. Pada penelitian terkontrol acak lainnya, Simma et al.40 membandingkan infus
HTS dengan larutan Ringer Laktat yang diberikan lebih dari 72 jam. Spikes TIK lebih rendah
pada kelompok HTS dan ditemukan adanya korelasi antara serum Na dan TIK.
Tabel 3. Penelitian tentang HTS vs Manitol
Penulis dan Tahun
Ichai et al., 2009
Bentuk Penelitian
penelitian terkontrol acak
Jumlah
Pasien
34
et
20
tidak ditentukan
32
2005
silang
20
tidak
ada
perbedaan
dalam
30
silang
12
4 pasien meninggal
uji silang
Kerwin et al., 2009
22
tidak ditentukan
67
kelompok
HTS
retrospektif
13
ekstremitas
bawah
tidak
ditindaklanjuti
28
21%
meninggal,
rata-rata
Ada 6 penelitian observasional yang menggunakan HTS sebagai infus berkelanjutan. 15,21,23,30,32,34
Nilai rata-rata maksimal serum Na berkisar dari 144 170 mmol/L. Korelasi antara serum Na
dan TIK ditemukan dalam 3 percobaan dalam studi penelitian.21,30,32 Dalam 2 penelitian
observasional, infus jangka pendek diberikan dalam jangka waktu beberapa menit hingga
beberapa jam.15,34 Dalam 4 penelitian observasional lainnya, infus jangka panjang diberikan lebih
dari beberapa hari.21,23,30,32 Sebuah uji observasional retrospektif yang didiskusikan di atas hanya
menemukan kecenderungan yang baik terhadap penurunan TIK pada pasien dengan cedera
serebral karena trauma dan pasien-pasien postoperatif. Rebound TIK tampak pada penelitian ini
setelah 24 jam pertama infus32 dan rebound TIK tidak didapati pada penelitian lainnya.
Tabel 4. Penelitian yang menggunakan HTS infus berkelanjutan.
Penulis dan Tahun
Bentuk Penelitian
Jumla
h
Harutjunyan et al., penelitian
2005
terkontrol
Pasien
32
acak
penelitian
terkontrol
30
acak
Simma et al., 1998
penelitian
terkontrol
32
acak
Kelompok
yang
menerima
Ringer
Rockswold
et
al., prospektif
2009
observasional
prospektif
25
10
observasional
Hrtl et al., 1997
prospektif
obeservasional
67
analisis
kohort
28
retrospektif
Peterson et al., 2000
retrospektif
68
retrospektif,
kasus
36
kontrol
saat
pasien
dipulangkan;
retrospektif
27
Keuntungan klinis dari kontrol TIK dengan menggunakan infus HTS tidak ditemukan pada 4 dari
11 artikel.10,32,33,48 Satu dari 4 artikel tidak melakukan pemantauan TIK, namun pasien dengan
HTS menunjukkan tingkat mortalitas yang lebih rendah daripada pasien yang hanya diberikan
manitol saja.48 Studi lainnya hanya menunjukkan kecenderungan yang baik dalam penurunan
TIK setelah diberikan HTS pada kelompok pasien cedera serebral akibat trauma dan pasienpasien postoperatif, namun tidak berlaku pada kelompok pasien dengan perdarahan intrakranial
atau infark serebri. Tingkat serum Na yang lebih tinggi didapati pada kelompok pasien cedera
serebral akibat trauma dan pasien-pasien postoperatif.32 Dalam sebuah penelitian terkontrol acak,
De Vivo et.al10 mendemonstrasikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada TIK pasienpasien postoperatif yang diberikan infus HTS selama 3 hari dibandingkan dengan pasien yang
diberi manitol. Yang terakhir, studi retrospektif dengan kasus kontrol menemukan bahwa tidak
ada perbedaan TIK yang signifikan antara pasien trauma kepala yang menerima infus HTS
selama 72 jam dengan pasien trauma kepala yang menerima NS. Mortalitas di RS lebih tinggi
pada kelompok yang menerima HTS.33
Sebagai ringkasan, banyaknya studi termasuk 2 dari 3 percobaan terkontrol acak menyarankan
pemberian HTS sebagai infus berkelanjutan sebegai metode yang efektif dalam menurunkan
TIK. Namun sebuah penelitian retrospektif menunjukkan tingkat mortalitas yang tinggi pada
pasien yang menerima HTS dibandingkana dengan pasien yang menerima NS, seperti yang telah
dibahas sebelumnya.33 Hasil pemeriksaan yang buruk setelah pemberian HTS tidak tampak pada
penelitian dengan menggunakan bolus. Selain itu pula, hanya 2 dari 3 percobaan terkontrol acak
yang mendukung penggunaan HTS sebagai infus berkelanjutan. Sebanyak 6 dari 7 percobaan
terkontrol acak menggunakan HTS dalam bentuk bolus.
Dua puluh enam penelitian yg menggunakan HTS dalam bentuk bolus dengan dosis yang
ditentukan ditunjukkan pada tabel 5. Dari 26 penelitian, 7 penelitian berupa percobaan terkontrol
acak, 1 penelitian berupa percobaan prospektif non-acak, 13 penelitian merupakan penelitian
12
observasional dan 5 sisanya merupakan penelitian retrospektif. Jumlah pasien berkisar dari 6
68 pasien. Sembilan penelitian menggunakan HTS 23%, HTS 3% digunakan dalam 3
penelitian,12,18,19 HTS 7,5% / HES 6% atau dekstran digunakan dalam 5 penelitian, 36,38 dan HTS
7.5% digunakan dalam 5 penelitian.14,17,28,29,44 Penelitian lainnya yang tersisa menggunakan
variasi konsentrasi HTS yang berkisar dari 8.5 - 20%. Dosis sekitar 30 - 300 mL/volume dan 1.5
- 10 mL/kgBB, dengan dosis umum 2 mL/kgBB.
Tabel 5. Penelitian yang menggunakan terapi HTS bolus.
Penulis dan Tahun
Bentuk Penelitian
Jumla
h
Ichai et al., 2009
penelitian
terkontrol
Pasien
34
acak
Francony et al., 2008 penelitian
terkontrol
20
Tidak ditentukan
terkontrol
22
Tidak ditentukan
terkontrol
Tidak ditentukan
20
acak
Bentsen et al., 2006
penelitian
acak
penelitian
penelitian
terkontrol
acak
Schwarz et al., 1998
penelitian
penelitian
terkontrol
18
Tidak ditentukan
28
4 pasien meninggal
Tidak ditentukan
44
prospektif non-acak
& prospektif
Brown, 2010
observasional
prospektif
observasional
13
setelah 1 tahun
Rockswold
et
al., prospektif
2009
observasional
prospektif
25
35
observasional
prospektif
14
Tidak ditentukan
18
Tidak ditentukan
14
Tidak ditentukan
Tidak ditentukan
10
Tidak ditentukan
observasional
Huang et al., 2006
prospektif
observasional
prospektif
observasional
prospektif
observasional
prospektif
observasional
prospektif
observasional
prospektif
14
observasional
Horn et al., 1999
prospektif
43% pasien
10
observasional
Schatzmann et al., prospektif
Tidak ditentukan
1998
observasional
retrospektif
22
Tidak ditentukan
retrospektif
68
retrospektif
20
retrospektif
13
retrospektif
pasien
meninggal,
pasien
Diantara 7 percobaan terkontrol acak, hanya 1 penelitian yang tidak menunjukkan perbaikan TIK
dengan HTS dibandingkan dengan cairan kontrol.14 Francony et al.14 memberikan secara acak
kepada 20 pasien masing-masing dosis tunggal sebesar 255 mOsm HTS 7.45% atau 255 mOsm
manitol 20% untuk TIK > 20 mmHg. Ada penurunan TIK yang setara pada tiap waktu selama
periode pengamatan 120 menit. Lima percobaan terkontrol acak menunjukkan TIK yang
membaik dengan HTS daripada dengan manitol, 3,4,19,38,44 dan hanya 1 yang menggunakan HTS
dan manitol dalam dosis ekuimolar.3 Terakhir, 1 percobaan terkontrol acak membandingkan 10
mL/kgBB HTS 3% dengan infus NS pada pasien anak dan menemukan bahwa terjadi penurunan
TIK yang lebih baik saat 2 jam setelah diberikan infus. 12 Penurunan TIK yang signifikan dari
nilai batas tampak pada 13 penelitian prospektif observasional. Rata-rata maksimal penurunan
TIK berkisar dari 38% - 93% dari penelitian yang dilakukan. Penurunan TIK yang signifikan
tampak juga pada percobaan retrospektif. Konsentrasi serum Na setelah diberikan infus HTS
sangat bervariasi di antara penelitian yang menggunakan bolus. Setengah dari 26 studi
menunjukkan nilai serum Na rata-rata (dalam mmol/L) berkisar pada nilai 140-an. 8,14,17
19,22,24,28,29,37,38,44,45
Dalam beberapa penelitian, rata-rata serum Na berada pada kisaran 150-an, 1,3,4
dan dalam 1 studi kisarannya adalah 160-an.34 Tidak ditemukan insiden komplikasi yang
signifikan terjadi oleh karena hipernatremia dalam penelitian manapun. Berdasarkan data-data
yang diperoleh, pemberian HTS dengan cara bolus lebih signifikan dibandingkan dengan
penggunaan infus berkelanjutan; namun data-data yang ada menyarankan bahwa kedua rute
tersebut dapat efektif menurunkan TIK.
15
Enam belas dari 36 studi yang termasuk trauma cedera otak (Traumatic Brain Injury/TBI)
(Tabel 6). Empat yang diambil secara penelitian terkonrol secara acak, 1 adalah uji coba nonacak, 7 dengan prospektif observasional, dan 4 adalah studi retrospektif. Total pasien di setiap
studi berkisar antara 6 sampai 68. Dalam 12 studi diberikan infus singkat untuk keadaan spike
akut pada ICP, sedangkan pada 4 studi infus panjang 1,5% -3% cairan salin hipertonis (HTS)
diberikan selama beberapa hari, dititrasi untuk memperbaiki peningkatan tekanan intracranial
dan target Na serum. Tingkat serum Na bervariasi secara signifikan antara percobaan. Pada 8 rial
serum Na setelah terapi HTS berada di 140s (mmol / L), dan dalam 3 uji serum Na adalah <160
mmol / L.
Manfaat klinis dari penggunaan HTS infuse untuk mengontrol tekanan intrakranial (ICP)
terlihat dalam semua penelitian, kecuali satu penelitian, yaitu pada studi casecontrol retrospektif.
Dua dari penelitian terkonrol secara acak adalah studi pediatrik, satu penelitian dengan 32 pasien
dan yang lainnya dengan 18 pasien dengan TBI; pasien ini menunjukkan kontrol ICP yang baik
dengan HTS dibandingkan dengan RL (ringer laktat) dan NS (normal saline). Mannitol
digunakan sebagai tambahan di kedua uji coba. Dua penelitian terkontrol secara acak lainnya
menunjukkan hasil yang baik terhadap bolus HTS untuk terapi ICP > 25 mm Hg. Satu percobaan
menunjukkan penurunan ICP rata-rata yang lebih baik pada 34 pasien dengan TBI setelah
pemberian 3% HTS selama 4 jam postinfus, dan lainnya menunjukkan lebih sedikit episode ICP
per hari pada 20 pasien dengan TBI pada kelompok yang menerima 7,5% HTS dibandingkan
pada mereka yang menerima manitol.
Cairan saline hipertonik dibandingkan dengan manitol pada 5 penelitian. Oddo et al.
Secara prospektif merawat 12 pasien dengan pemberian manitol dan HTS untuk episode ICP >
20 mmHg. Manitol diberikan untuk episode pertama pada semua pasien. Penurunan ICP
maksimal 44% setelah pemberian HTS dan terlihat pada 60 menit setelah infus, dibandingkan
dengan penurunan maksimum 28% pada 30 menit setelah terapi manitol. 2 studi retrospektif
membandingkan HTS dan manitol baik yang digunakan dalam 30-ml bolus 23% HTS untuk
penurunan ICP dengan 35 pasien TBI. Lebih baik penurunan ICP setelah HTS terlihat pada
kedua penelitian, tapi durasi efek yang muncul dengan HTS ini hanya terlihat dalam penelitian
oleh Ware et al.
Ada penurunan yang signifikan dari ICP dalam semua 7 studi observasional prospektif.
Rata-rata penurunan berkisar antara 20% -60% pada penelitian yang menyediakan angka absolut.
16
Secara observasional periode waktu yang dibutuhkan kebanyakan adalah 6 jam atau kurang.
Waktu untuk mendapatkan efek puncak berkisar antara 10 menit sampai 5 jam postinfus. Satu
kelompok diberikan infus kontinu selama 72 jam dan digunakan untuk analisis ICP pada 6
pertama. Waktu untuk mendapatkan efek puncak dalam penelitian yaitu 48 jam. Tidak terjadi
rebound peningkatan ICP yang terlihat dalam semua studi.
Delapan dari studi TBI diukur hasil neurologis pada follow-up nya. Dua uji coba diacak
untuk membandingkan HTS dengan mannitol, hanya 1 yang menunjukkan peningkatan yang
signifikan dalam neurologis dari hasil dengan HTS dibandingkan dengan mannitol. 1 tahun
skor GOS secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan bolus sekitar 3% HTS /
laktat.Studi lain membandingkan setelah 90 hari, hasil neurologis mereka yang dirawat dengan
bolus dari 7,5% HTS dan mereka yang dirawat dengan mannitol, namun tidak menemukan
perbedaan antar kelompok tersebut. Enam bulan sampai 1 tahun menindaklanjuti untuk menilai
hasil neurologis pada 4 studi observasional menunjukkan hasil yang buruk pada 15% -45%
pasien; hasil yang buruk didefinisikan sebagai skor GOS < 4. Rata-rata nilai GCS < 8 pada
semua kecuali satu studi, dimana baseline skor GCS adalah < 13, dan hasil yang buruk yang
terlihat pada 43% pasien. Terakhir, Ware et al. memperoleh hasil EGOS jangka panjang pada 9
dari 14 pasien dengan TBI: 4 pasien meninggal, 4 memiliki cacat sedang bagian atas, dan 1
memiliki cacat sedang rendah. Para penulis ini menggunakan EGOS, yang terdiri dari 8 skala/
tingkatan, 8 skala / 8-tingkat tersebut didefinisikan sebagai berikut: 1 tewas, 2 keadaan vegetatif,
3 cacat berat yang lebih rendah, 4 cacat berat atas, kecacatan 5 moderat lebih rendah, 6 epper
cacat sedang, pemulihan yang baik 7 lebih rendah, dan 8 atas pemulihan yang baik.
Dari 16 artikel yang telah diulas, termasuk 4 penelitian terkontrol secara acak dan
beberapa penelitian observasional, data mendukung penggunaan HTS sebagai metode yang
efektif untuk mengurangi ICP pada pasien dengan TBI. 5 studi yang membandingkan HTS
dengan mannitol menunjukkan penurunan yang lebih signifikan dalam ICP setelah memulai
terapi HTS. Hanya 1 studi dari 36 artikel yang telah diulas menemukan hasil jangka panjang
yang lebih baik pada pasien yang diterapi dengan HTS daripada dengan mannitol.
17
intraoperatif dan kontrol dan ICP pasca operasi tidak terdapat perbedaan antara HTS dan
manitol.
Penurunan yang signifikan pada kasus ICP terlihat dalam 6 studi prospektif observatif.
Pengurangan maksimum berkisar antara 38% sampai 93% pada rata-rata 30-60 menit postinfus.
Periode waktu penelitian berkisar dari 1 sampai 6 jam postinfus. Tidak ada ICP Rebound terlihat
di salah satu uji coba selama periode studi. Konsentrasi HTS yang digunakan adalah 23,5% di 4
dari 6 studi, 10% 1 studi, dan 7,2% HTS / 6% HES 1 studi.
Tujuh dari 11 studi hanya pasien dengan nontraumatic SAH. Sebuah manfaat klinis
dalam kontrol ICP terlihat di semua percobaan. Mean pengurangan ICP maksimal berkisar antara
35% sampai 93% dengan rata-rata 30-64 menit postinfus. Tidak ada ICP Rebound terlihat dalam
percobaan selama masa studi. Satu percobaan retrospektif meneliti efek HTS pada ICP dan
menemukan penurunan yang signifikan pada amplitude ICP dengan pemberian HTS /HES.
Follow-up klinis diperoleh hanya pada 1 studi. Satu tahun mRS skor menunjukkan
sebuah hasil yang tidak menguntungkan yaitu 64%. Skor mRS diperoleh dalam penelitian lain.
Terdapat korelasi antara mRS skor dan meningkatnya aliran darah ke otak setelah terapi HTS.
Dua dari 11 percobaan secara eksklusif pada pasien dengan infark serebri / perdarahan
intraparenchymal; satu adalah prospektif acak Crossover percobaan yang membandingkan HTS /
HES dengan mannitol seperti dibahas di atas, dan yang lainnya adalah penelitian observasional
yang menggunakan bolus 10% HTS untuk ICP > 20 mm Hg atau kelainan pupil. Dua minggu
tindak lanjut skor GOS diperoleh dalam kedua studi, dengan tingkat hasil yang buruk yaitu 60%
dan 100%, masing-masing.
Dua dari 3 studi dengan terkontrol secara acak dan beberapa studi observasional
mendukung penggunaan HTS untuk mengurangi ICP pada pasien dengan cedera neurologis
nontraumatic. Sebuah hasil yang lebih baik pada pasien yang diberikan dengan HTS
dibandingkan dengan mereka yang dirawat dengan mannitol.
19
Tidak ada pemantauan ICP yang dilakukan pada kelompok mannitol, dilaporkan oleh Larive et
all. Namun, ICP dipertahankan di bawah target 20 mm Hg 98% dari waktu selama beberapa haripanjang pemberian infus HTS.
Koenig et al. retrospektif di mana HTS digunakan untuk menghidari transtentorial
herniasi. Pasien dengan cacat pupil onset akut dan penurunan skor GCS mereka diperlakukan
dengan bolus dari 23,4% HTS. Perbaikan klinis dicapai dalam bolus dari 23,4% HTS. Perbaikan
klinis juga dicapai pada 75% dari episode. ICP secara signifikan mengalami penurunan pada 1
dan 24 jam setelah pemberian bolus. Mean serum Na pada 1 jam posttherapy adalah 145 mmol /
L. Pasien dengan perbaikan sukses memiliki serum Na yang tinggi. Studi prospektif
observasional menunjukkan maksimum ICP penurunan dari 43% -45% pada 24 dan 98 menit
postinfus. Efek ini berlangsung antara 101 dan 163 menit. Tindak lanjut diperoleh dalam 1 dari
studi observasional prospektif, menunjukkan 20% hasil menguntungkan selama 6 bulan
berdasarkan skor GOS pada pasien dengan TBI dan SAH, dengan rata-rata GCS Skor <8.
Dalam kelompok ini, 2 dari 3 studi terkontrol secara acak dan beberapa pengamatan Studi
mendukung penggunaan HTS untuk pengurangan ICP. Satu menunjukkan tingkat kematian yang
lebih banyak pada pasien yang diperlakukan dengan HTS dibandingkan mereka yang dirawat
dengan manitol, tetapi gagal mencapai signifikansi statistik.
21
Pediatric Studies
Lima penelitian pediatrik yang menggunakan HTS diidentifikasi. Ini dirangkum dalam
Tabel 9. Dua penelitian yang terkontrol secara acak, 1 percobaan pengamatan prospektif dan 2
adalah retrospektif. Sebuah manfaat klinis pada kontrol ICP atau hasil pasien terlihat disemua
penelitian. Dua menunjukkan kontrol ICP yang lebih baik dengan HTS dari cairan kontrol (RL
atau NS) pada pasien trauma. Hanya 1 percobaan yang membandingkan antara HTS dan manitol.
Tidak ada monitoring ICP dalam penelitian itu; Namun, kohort menemukan hasil pemberian
HTS menyebabkan kematian yang lebih rendah dan durasi yang lebih singkat pada keadaan
koma. Korelasi terbalik antara serum tingkat Na dan ICP ditemukan pada 2 penelitian.
Pada 5 studi pediatrik mendukung penggunaan HTS untuk penurunan ICP. Hanya 1
penelitian retrospektif yang menunjukkan hasil lebih baik dalam hal tingkat kematian pada
pasien yang diobati dengan HTS.
<20% dari nilai dasar dalam 60 menit setelah terapi; 3) ICP berkelanjutan elevasi meskipun
pengobatan membutuhkan pemberian thiopental, 4) ketidakmampuan untuk mengurangi ICP
<35 mm Hg atau untuk meningkatkan CPP > 70 mmHg dengan 2 infus berturut-turut; 5)
penurunan ICP <10% dari nilai dasar dalam 60 menit setelah infus dinilai dari dilatasi pupil; 6)
elevasi di ICP dalam 2 jam setelah dimulainya infus, sehingga diperlukan lagi. Intervensi; 7)
kegagalan untuk mengurangi ICP > 5 mm Hg atau untuk mengurangi ke setidaknya 20 mm Hg
dalam waktu 15 menit infus; dan 8) ketidakmampuan untuk mengurangi ICP untuk <20 mm Hg
dan untuk meningkatkan CPP ke> 60 mm Hg dalam 210 menit dari infus. Sembilan belas dari
117 pasien memiliki episode diobati dengan HTS dan 39 dari 113 episode diobati dengan
mannitol atau NS memiliki kegagalan pengobatan (OR 0,36, CI 0,19-0,68; p = 0,002). Gambar 1
menunjukkan plot Forrest yang membandingkan tingkat kegagalan pengobatan atau insufisiensi
dengan HTS dibandingkan manitol atau NS untuk hipertensi intrakranial.
DISKUSI
Setiap cedera atau lesi massa- yang menempati ruang di otak dapat menyebabkan edema
dan peningkatan ICP. Pengobatan untuk menurunkan tekanan intrakranial adalah salah satu
masalah yang paling penting dan paling umum di fasilitas perawatan neurointensive. Pengobatan
diperluas melalui berbagai intervensi medis dan bedah. Manitol telah dianggap sebagai salah satu
pilihan pertama pengobatan untuk menurunkan tekanan intrakranial. Bahkan untuk kasus yang
membutuhkan operasi, manitol telah menjadi pilihan yang baik. Namun, manitol memiliki
beberapa efek samping, termasuk hipotensi sekunder untuk diuresis osmotik, serta gangguan
fungsi ginjal. Juga, mungkin memperburuk edema serebral jika diberikan akhir setelah cedera
otak karena sawar darah otak terganggu.
Selama dekade terakhir, cairan salin hiperosmotik telah mengalami peningkatan perhatian
sebagai pengganti yang baik untuk manitol karena sifat tonik yang sangat baik dan tidak
menimbulkan hipotensi hipovolemik dimana hal tersebut yang disebabkan karena pemberian
manitol. Berbagai penelitian melaporkan berbagai hasil ketika menggunakan konsentrasi yang
berbeda dan jenis yang berbeda dari pemberian cairan salin hiperosmotik. Karena manitol telah
menjadi pengobatan standar pilihan, harus membandingkan cairan salin hiperosmotik untuk
manitol. Oleh karena itu, literatur dicari untuk semua studi yang meneliti cairan salin
hiperosmotik digunakan untuk pengobatan peningkatan tekanan intrakranial, tidak peduli
23
penyebabnya, dan perhatian khusus diberikan untuk studi dengan terkontrol secara acak yang
membandingkan cairan salin hiperosmotik dengan manitol. Didokumentasikan peran cairan salin
hiperosmotik terhadap hipertensi intrakranial sekunder pada trauma, penyebab nontraumatic
seperti SAH, dan lesi massa. Kami juga bertanya apakah konsentrasi tertentu cairan salin
hiperosmotik yang paling optimal. Saline hipertonik juga telah diberikan sebagai infus terus
menerus atau sebagai bolus. Meskipun beberapa studi telah memiliki tujuan penurunan tekanan
intrakranial, dan memiliki target serum Na untuk pemberian cairan salin hiperosmotik.
Singkatnya, kurangnya signifikan dari protokol pengobatan standar dengan sehubungan dengan
konsentrasi optimal, rute administrasi, dan lamanya pengobatan serta mungkin Rebound untuk
penggunaan HTS dalam pengobatan peningkatan tekanan intracranial.
Dalam review kami, kami menemukan bahwa mayoritas studi menunjukkan hasil
penurunan tekanan intracranial jangka pendek yang lebih menguntungkan untuk cairan salin
hiperosmotik, tidak peduli konsentrasi atau pemberian jenis (bolus atau drip kontinyu). Juga,
belum ada laporan dari efek samping yang serius dari cairan salin hiperosmotik dan karenanya
terlalu cepat kenaikan dari Na akan diperbaiki. Juga, cairan salin hiperosmotik muncul memiliki
hasil yang menguntungkan dalam semua jenis hipertensi intrakranial. Namun, tidak ada
konsensus pada konsentrasi yang paling optimal, karena semua konsentrasi tampaknya memiliki
efek menguntungkan pada penurunan tekanan intrakranial. Kami mengasumsikan bahwa, pada
akhirnya, serum Na yang efektif menyebabkan efek osmotik akhir pada otak. Oleh karena itu,
tidak peduli apa jenis infus, apakah tetes terus menerus atau bolus, tetap harus memonitor serum
Na. Studi melihat adanya risiko Rebound cairan salin hiperosmotik dibandingkan dengan manitol
juga berkurang. Beberapa studi menyebutkan fenomena rebound yang telah dipantau.
KESIMPULAN
Beberapa studi, termasuk studi dengan terkontrol secara acak, menunjukkan efektivitas
unggul HTS dibandingkan dengan manitol dalam mengurangi ICP. Namun, tidak ada manfaat
yang jelas dibandingkan dengan mannitol dalam hal hasil neurologis, bahkan meskipun ada tren
24
positif minor untuk HTS. Selanjutnya, HTS tidak menyebabkan hipotensi terlihat ketika manitol
digunakan.
25