ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyebab berbagai penyakit berat dan komplikasi.
Penatalaksanaan hipertensi dilakukan secara farmakologis dan non farmakologi
sebagai terapi komplementer, diantaranya terapi bekam. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah pada penderita
hipertensi. Desain penelitian quasi experimental one group pre-post test pada 8
responden hipertensi yang memenuhi kriteria. Tehnik sampling Consecitive
sampling. Pengumpulan data dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan
setelah dibekam satu kali, kemudian dicatat pada lembar observasi. Waktu
penelitian 14 – 19 Mei 2018 di klinik TKC (Terapi Komplementer Center) KaliBaru
Banyuwangi. Didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan yang signifikat pada
tekanan darah sistolik, yaitu rata rata tekanan darah sistolik sebelum dilakukan
terapi bekam adalah sebesar 148,75 mmHg, setelah dilakukan terapi bekam terjadi
penurunan menjadi 136,25. Pada tekanan darah diastolik juga terdapat penurunan
tetapi tidak segnifikan, yaitu rata rata tekanan darah diastolik sebelum dilakukan
terapi bekam adalah sebesar 88,75, setelah dilakukan terapi bekam menurun
menjadi 83,75. Hal ini menunjukkan bahwa terapi bekam berpengaruh terhadap
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Sedangkan tidak terdapat
pengaruh yang bermakna pada tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi
sebelum dan setelah terapi bekam. Saran kepada praktisi bekam untuk lebih giat
dalam mempromosikan bekam sebagai pengobatan alternatif. Pada pasien-pasien
yang mengalami gangguan perfusi sistemik utamanya pasien yang di rawat di ruang
ICU, untuk mengkombinasikan terapi bekam.
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
KONSEP TEORI
2.2.3 Etiologi
Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta
menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan
peran mereka berbeda pada setiap individu. Faktor faktor yang telah
dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi
insulin, sistem renin angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada
beberapa tahun kebelakang, faktor lain telah dievaluasi, termasuk
genetik, disfungsi endotel, salah satu yang menyebabkan disfungsi
endotel adalah kondisi hiperurisemia ( Saferi dkk, 2013 ).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar menurut Padila ( 2013 ) yaitu :
a. Hipertensi essensial ( Hipertensi primer )
Hipertensi primer yaitu peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya. Hipertensi primer terdapat pada lebih dari
90% penderita hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh
hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, data data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1) Faktor keturunan
10
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh penyakit lain. Hipertensi jenis ini mencakup 10%
kasus hipertensi.
2.2.6 Komplikasi
Hipertensi apabila tidak ditangani atau diobati, maka dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai
organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi
hipertensi dapat terjadi pada organ organ sebagai berikut, menurut Saferi
( 2013 ) :
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung
dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban
jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak
mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tambahan diparu
maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas
atau odeme. Kondisi ini disebut gagal jantung
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak menimbulkan stroke, apabila tidak
diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi
dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal
akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan pada tubuh.
14
2.2.7 Penatalaksanaan
National intitute of healt merekomendasikan pendekatan bertahap
berikut ini dalam penanganan hipertensi primer ( Kowalak, 2013 ) :
a. Tahap 1 : secara nonfarmakologis, bantu pasien untuk mulai
mengubah gaya hidup sebagai mana diperlukan, yang meliputi
penurunan berat badan, pengurangan alkohol, latihan fisik secara
teratur, pengurangan asupan garam, dan penghentian kebiasaan
merokok.
b. Tahap 2 : Pasien yang tidak berhasil mencapat tekanan darah yang
diinginkan atau tidak mengalami kemajuan berarti, lanjutkan
modifikasi gaya hidup dan mulailah terapi obat. Obat yang
dianjurkan meliputi preparat diuretik, inhibitor ACE, atau betabloker.
Semua obat ini terbukti efektif untuk menurunkan angka mobiditas
dan mortalitas kardio faskuler. Pengobatan dengan preparat diuretik,
inhibitor ACE, atau betabloker tidak efektif atau tidak bisa diterima,
dokter dapat meresepkan preparat antatagonis kalsium, penyekat
reseptor alfa, atau penyekat alfa beta. Meskipun efektif untuk
menurunkan tekanan darah, obat obat ini belum terbukti efektis
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
c. Tahap 3 : Pasien yang tidak berhasil mencapai tekanan darah yang
diinginkan atau tidak mengalami kemajuan berarti, tingkatkan dosis
obat atau ganti obat yang sudah diberikan itu dengan obat penganti
dengan golongan yang sama atau tambahkan obat dengan golongan
berbeda.
d. Tahap 4 : Pasien yang tidak berhasil mencapai tekana darah yang
diinginkan atau jika mengalami kemajuan berarti, tembahkan
pengobatan dengan preparat kedua tau ketiga atau dengan preparat
deuretik ( golongan ini belum diberikan ). Preparat kedua atau ketiga
dapat berupa preparat vasodilator, antagonis alfa, antagonis neuron
adrenergik yang kerjanya perifer, inhibitor ACE, atau penghambat
kanal kalsium.
15
untuk orang yang tidak tahan suntikan jarum., sayatan pisau dan takut
melihat darah. Kulit yang dibekam akan tampak merah kehitam hitaman
selama 3 hari. Lebam ini dapat dihilangkan dengan minyak zaitun, minyak
habbatu sauda. Dan bekam kering juga sangat cocok untuk penyakit yang
disebabkan karena pathogen panas dan kering. Sedangkan bekam basah
(hijamah rothbah), dilakukan dengan bekam kering dahulu, kemudian
permukaan kulit disayat dengan pisau bedah., lalu disekitarnya dihisap
dengan alat cupping set, hand pump, atau tabung lain untuk mengeluarkan
darah dari dalam tubuh. Dan beberapa jenis bekam :
a. Bekam ringan ( light cupping )
Yaitu penghisapan ringan dengan menggunakan gelas bekam.
b. Bekam sedang ( moderate cupping )
Yaitu penghisapan sedang dengan menggunakan gelas bekam.
c. Bekam kuat ( strong cupping )
Yaitu penghisapan kuat dengan menggunakan gelas bekam
d. Bekam luncur ( moving cupping )
Yaitu menggerakan gelas bekam setelah dilakukan penghisapan pada
bagian tubuh pasien yang telah diberi bahan – bahan pelumas untuk
menghindari terjadinya gesekan kuat, misalnya minyak zaitun.
e. Bekam berdarah
Yaitu dilakukannya penghisapan dengan gelas bekam setelah dilakukan
penyayatan
f. Bekam air
Yaitu menggunakan uap air untuk mengosongkan udara dari dalam
gelas bekam.
(Smeltzer & Bare, 2001). Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik
melebihi dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg.
Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada
2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).
Hipertensi merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam
penyakit jantung koroner maupun serebrovaskuler (stroke) dan menjadi
penyebab langsung gagal jantung kongestif (Robbins & Cotran, 2006).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi Primer Kira-kira 90-95% kasus dan belum
diketahui penyebab nya. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan
yang berlebih, dan penelitian menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang
berlebih dan obesitas memberikan resiko 65-70% untuk terkena hipertensi
primer; hipertensi Sekunder, terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain –
lain (Kapita Selekta Jilid I, 2000).
WHO pada tahun 2014 terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di
seluruh dunia. Data Riskesdas juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8%
dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Jawa Timur
menempati posisi pertama untuk provinsi dengan prevalensi hipertensi
tertinggi yaitu sebesar 37,4% ( Depkes, dalam Hafis, 2014 ). Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten banyuwangi penderita hipertensi adalah
55.691 penderita (Dinkes Kabupaten banyuwangi, 2011).
Terapi hipertensi dapat dikelompokkan dalam terapi nonfarmakologi dan
farmakologis. Terapi farmakologis menggunakan obat atau senyawa yang
dalam kerjanya mempengaruhi tekanan darah. Pengobatan farmakologis yang
digunakan untuk mengontrol hipertensi adalah ACE inhibitor, Beta-bloker,
Calcium Chanel Bloker, Direct renin inhibitor, Dieuretik, Vasodilator
(Simadibrata dalam Triyanto, 2014). Terapi nonfarmakologis merupakan
terapi tanpa menggunakan agen obat dalam proses terapinya. Salah satu
19
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB IV
HASIL MINIRISET
H 150/90
Dari hasil pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan terapi bekam
adalah dari total 8 responden didapatkan hasil sebagian besar responden
mengalami hipertensi stadium 1 yaitu sebanyak 6 responden (75%), dan hanya
2 responden (25%) mengalami hipertensi stadium 2
D 160 140 90 90
E 150 140 90 80
F 160 140 100 90
G 140 140 80 80
H 150 130 90 80
Mean 148,75 136,25 88,75 83,75
Dari tabel pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah penderita
hipertensi didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan yang signifikat pada
tekanan darah sistolik, yaitu rata rata tekanan darah sistolik sebelum dilakukan
terapi bekam adalah sebesar 148,75 mmHg, setelah dilakukan terapi bekam
terjadi penurunan menjadi 136,25. Pada tekanan darah diastolik juga terdapat
penurunan tetapi tidak segnifikan, yaitu rata rata tekanan darah diastolik
sebelum dilakukan terapi bekam adalah sebesar 88,75, setelah dilakukan terapi
bekam menurun menjadi 83,75.
25
BAB V
PEMBAHASAN
Beberapa variabel yang mempengaruhi pengaturan/regulasi
kardiovaskuler yaitu curah jantung (cardiac output), tahanan peripheral
(peripheral resistance), dan tekanan darah (blood pressure) adalah mekanisme
autoregulasi lokal, saraf, dan hormonal (Martini, 2001). Banyaknya jalur
neuronal yang saling berinteraksi untuk mengatur aliran impuls saraf otonom
memberi banyak peluang untuk integrasi berbagai stimulus yang
mempengaruhi tekanan darah. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
pengendalian lokal pembuluh darah, yaitu terdapat beberapa mediator kimiawi
yang dikeluarkan oleh sel-sel yang dapat berikatan dengan meta-arteriol atau
sfingter prakapiler, menyebabkan menutup atau membuka aliran darah. Bahan
kimia yang dilepaskan oleh pembuluh darah atau oleh mediator peradangan
atau penyembuhan yang mempegaruhi aliran darah ke suatu daerah, seperti:
Histamin dikeluarkan di setiap jaringan tubuh jika jaringan tersebut mengalami
kerusakan atau peradangan dan berperan pada reaksi alergi. Zat ini memiliki
efek vasodilator kuat terhadap arteriol dan memiliki kemampuan untuk
meningkatkan permeabilitas kapiler dengan hebat sehingga timbul kebocoran
cairan dan protein plasma ke dalam jaringan.
Mediator lain adalah Serotonin, merupakan neurotransmiter monoamino
yang disintesiskan pada neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat
dan sel-sel enterokromafin dalam saluran pencernaan. Serotonin dikeluarkan
oleh trombosit yang tertarik ke daerah inflamasi. Efek serotonin dapat sebagai
vasodilator dan vasokontraktor, tergantung dari tempat pelepasan. Fungsi
serotonin diantaranya mengatur mood, nafsu makan, tidur, dan kontraksi otot.
Begitu juga Bradikinin, merupakan suatu polipeptida kecil yang berfungsi
sebagai vasodilator kuat bagi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Bradikinin di hasilkan di dalam plasma atau cairan interstisial dari penguraian
enzimatik suatu globulin serum sebagai respon terhadap inflamasi atau cidera
jaringan atau vaskule
26
adalah dilatasi pembuluh darah kulit, dan peningkatan kerja jantung (Umar,
2008).
Syaikhu (2001), meneliti tentang kandungan darah bekam didapat bahwa
darah bekam mengandung sepersepuluh kadar sel darah putih (leukosit) yang
ada di dalam darah biasa, semua sel darah merah memiliki bentuk yang aneh,
artinya sel-sel tersebut tidak mampu melakukan aktivitas dan menghambat sel-
sel lain yang masih muda dan aktif. Ini menunjukkan bahwa proses bekam
membuang sel-sel darah merah yang rusak dan darah yang tidak dibutuhkan
lagi, seraya tetap mempertahankan sel-sel darah putih di dalam tubuh.
Kapasitas ikatan zat besi dalam darah bekam tinggi sekali yang menunjukkan
bahwa bekam mempertahankan zat besi yang ada di dalam tubuh tidak ikut
keluar bersama darah yang dikeluarkan dengan bekam sebagai awal
penggunaan zat besi tersebut dalam pembentukan sel-sel muda yang baru. (
http://terapi-bekam.blogspot.com di akses 28 maret 2013).
Adapun adanya kenaikan tekanan darah pada beberapa sampel, peneliti
berpendapat bahwa telah terjadi penurunan serotonin pada otak. Penurunan ini
mengakibatkan adanya ketidaknyamanan perasaan atau stress. Stress pada
sampel terjadi karena sebagian sampel baru pertama kali berbekam. Menurut
beberapa penelitian pada keadaan stres didapatkan peningkatan kadar
katekolamine, kortisol, vasopresin, endorphin, aldosteron serta berkurangnya
ekskresi natrium ginjal, dimana hal diatas berkontribusi dalam peningkatan
tekanan darah (Martini, 2001). Banyaknya jalur neuronal yang saling
berinteraksi untuk mengatur aliran impuls saraf otonom memberi banyak
peluang untuk integrasi berbagai stimulus yang mempengaruhi tekanan darah,
seperti faktor emosi (takut, marah, cemas), stres fisik (nyeri, kerja fisik,
perubahan suhu), kadar O2 dalam darah, dan glukosa, juga level tekanan darah
yang di kontrol oleh baroreseptor (Purba, A. Dalam Destur, 2011).
Pada tekanan darah diastolik tidak terjadi perubahan yang signifikan
sebelum dan sesudah terapi bekam walaupun dari hasil penelitian terjadi
penurunan sebesar 2,333 mmhg. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan diastolik
tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal dari pada tekanan sistolik.
Namun demikian peneliti melihat penurunan yang terjadi menunjukkan
28
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Terapi bekam terhadap penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan
darah sistolik dan rata-rata tekanan darah arteri dibuktikan dengan uji statistik
yang didapatkan perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan
sesudah terapi bekam, dengan nilai p value sebesar 0,000 dan terdapat
perbedaan rata-rata tekanan darah arteri (MAP) sebelum dan sesudah terapi
bekam dengan p value sebesar 0,007.
Terapi bekam terhadap penderita hipertensi tidak terdapat penurunan
tekanan darah diastolik dibuktikan dengan uji statistik yang didapatkan Tidak
ada perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah terapi bekam
dengan pvalue sebesar 0,199.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, mak disarankan kepada institusi
pendidikan keperawatan diharapkan terapi bekam dijadikan mata kuliah
muatan lokal, yang berhubungan dengan pengobatan komplementer.
Selanjutnya untuk praktisi bekam diharapkan untuk lebih giat dalam
mempromosikan bekam sebagai pengobatan alternatif karena selain teruji
secara ilmiah, bekam juga lebih ekonomis, praktis, dan mudah di pelajari serta
tidak menimbulkan komplikasi pada organ tubuh lainnya. Untuk masyarakat
diharapkan dapat melakukan terapi bekam secara rutin untuk menurunkan
tekanan darah.
30
DARTAR PUSTAKA