Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH TERAPI BEKAM TERHADAP TEKANAN DARAH

PENDERITA HIPERTENSI KLINIK TKC (TERAPI KOMPLEMENTER


CENTER) KALI BARU BANYUWANGI

ABSTRAK
Hipertensi merupakan penyebab berbagai penyakit berat dan komplikasi.
Penatalaksanaan hipertensi dilakukan secara farmakologis dan non farmakologi
sebagai terapi komplementer, diantaranya terapi bekam. Tujuan penelitian untuk
mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah pada penderita
hipertensi. Desain penelitian quasi experimental one group pre-post test pada 8
responden hipertensi yang memenuhi kriteria. Tehnik sampling Consecitive
sampling. Pengumpulan data dilakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan
setelah dibekam satu kali, kemudian dicatat pada lembar observasi. Waktu
penelitian 14 – 19 Mei 2018 di klinik TKC (Terapi Komplementer Center) KaliBaru
Banyuwangi. Didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan yang signifikat pada
tekanan darah sistolik, yaitu rata rata tekanan darah sistolik sebelum dilakukan
terapi bekam adalah sebesar 148,75 mmHg, setelah dilakukan terapi bekam terjadi
penurunan menjadi 136,25. Pada tekanan darah diastolik juga terdapat penurunan
tetapi tidak segnifikan, yaitu rata rata tekanan darah diastolik sebelum dilakukan
terapi bekam adalah sebesar 88,75, setelah dilakukan terapi bekam menurun
menjadi 83,75. Hal ini menunjukkan bahwa terapi bekam berpengaruh terhadap
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Sedangkan tidak terdapat
pengaruh yang bermakna pada tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi
sebelum dan setelah terapi bekam. Saran kepada praktisi bekam untuk lebih giat
dalam mempromosikan bekam sebagai pengobatan alternatif. Pada pasien-pasien
yang mengalami gangguan perfusi sistemik utamanya pasien yang di rawat di ruang
ICU, untuk mengkombinasikan terapi bekam.

Kata Kunci: Bekam, Tekanan Darah, Hipertensi

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah diastolik atau sistolik.
Lansia dapat menderita hipertensi sistolik saja ( isolated systolic hypertension,
ISH ) dengan tekanan darah sistol yang tinggi karena keadaan aterosklerosis
menyebabkan pembulu arteri yang besar kehilangan kelenturan ( Kowalak,
2013 ). Devinisi hipertensi adalah sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistolnya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolenya diatas 90 mmHg
( Padila, 2013 ).
WHO pada tahun 2014 terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di
seluruh dunia. Data Riskesdas juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8%
dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Jawa Timur
menempati posisi pertama untuk provinsi dengan prevalensi hipertensi
tertinggi yaitu sebesar 37,4% ( Depkes, dalam Hafis, 2014 ). Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten banyuwangi penderita hipertensi adalah
55.691 penderita (Dinkes Kabupaten banyuwangi, 2011).
Hipertensi memiliki dampak dan komplikasi yaitu : penyakit arteri
perifer, aneurisma aorta diseksi, PJK, angina, infak miokard, gagal jantung,
aritmia, serangan iskemi sepintas ( transient ischemic attack, TIA ) strok,
retinopati, ensefalopati hipertensi, gagal ginjal, kematian mendadak. National
intitute of healt merekomendasikan pendekatan bertahap berikut ini dalam
penanganan secara nonfarmakologis, bantu pasien untuk mulai mengubah gaya
hidup sebagai mana diperlukan, yang meliputi penurunan berat badan,
pengurangan alkohol, latihan fisik secara teratur, pengurangan asupan garam,
dan penghentian kebiasaan merokok. Terapi farmakologis obat bersifat
individu dan diarahkan oleh penyakit yang menyertai. Obat hipertensi meliputi
preparat diuretik, inhibitor ACE, atau betabloker ( Kowalak, 2013 )
Berdasarkan uraian dan data diatas peneliti melakukan peneliti tentang
pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah penderita hipertensi klinik TKC
3

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah penderita hipertensi
klinik TKC ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Membuktikan pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah
penderita hipertensi klinik TKC
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kejadian hipertensi di klinik TKC
b. Menganalisis pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah
penderita hipertensi klinik TKC

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi penulis
Sebagai pengalaman dalam melakukan penelitian dan menambahkan
wawasan peneliti terkait dengan pengaruh terapi bekam terhadap
tekanan darah penderita hipertensi
1.4.2 Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan
diharapkan dapat memberikan informasi kepada tenaga perawat dan
mahasiswa keperawatan mengenai pengaruh terapi bekam terhadap
tekanan darah penderita hipertensi
1.4.3 Secara praktisi
Masyarakat mendapatkan wawasan dan lebih dapat memahami tentang
seberapa besar pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah
penderita hipertensi
1.4.4 Bagi ilmuan lain
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pengembangan dan refrensi
untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian khususnya
berhubungan dengan pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah
penderita hipertensi klinik TKC ?
4

1.4.5 Bagi masyarakat


Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk melakukan terapi komplementer salah satunya bekam untuk
menurunkan tekanan darah
5

BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Konsep Tekanan Darah


2.1.1 Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan kekuatan atau tenaga yang digunakan
oleh darah untuk melawan dinding pembuluh darah arteri dan biasa
diukur dalam satuan milimeter air raksa ( mmHG ). Nilai tekanan darah
dinyatakan dalam dua angka, yaitu angka tekanan darah sistolik dan
diastolik. Tekanan darah sistolik merupakan nilai tekanan darah saat
fase kontraksi jantung, sedangkan tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah saat fase relaksasi jantung. Tekanan yang diberikan darah
terhadap pembuluh arteri yang menunjukan nilai pada alat pengukuran
tekanan darah. Tekanan darah dikatakan optimal jika nilai sistolik
sebesar 110 – 130 mmHg dan 70 – 80 mmHg pada nilai diastoliknya (
Indah, 2014 ).
Nilai tekanan darah seseorang dapat naik dan turun selama satu
hari. Nilai tekanan darah lebih rendah saat tidur dan akan meningkat
saat bangun tidur, terengah engah, bahagia, panik, atau aktifitas fisik.
Tekanan darah bisa diukur dengan tensimeter atau spighmomanometer.
Pengukuran tekanan darah bisa dilakukan pada posisi duduk atau tidur
terlentang di atas tempat tidur. Nilai tekanan darah yang terbaca pada
alat tensimeter adalah nilai sistolik per diastolik, misal 120/80 mmHg.
Sebelum mengukur tekanan darah sebaiknya harus melakukan hal
sebagai berikut ( Indah, 2014 ) :
a. Duduk santai selama 5 menit sebelum pengukuran tekanan darah ;
b. Berkemih terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran tekanan
darah. Kondisi kandung kemih yang penuh dapat mempengaruhi
nilai tekanan darah ;
c. Jangan merokok atau mengkonsumsi kopi selama 30 menit
sebelum tekanan darah diukur ;
6

2.1.2 Regulasi Tekanan Darah


Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada salah satu mekanisme
interinsik ini menurut Kowalak ( 2011 ).
a. Sistem renin angiotensin ;
Hipertensi renin angiotensin bekerja melalui mekanisme ini :
1) Natrium, penurunan tekanan darah, viskositas dan dehidrasi
menstimulasi pelepasan renin.
2) Renin bereaksi dengan angiotensin yang merupakan enzim hati
dan mengubahnya menjadi angitensin I yang meningkatkan
perlood serta afterlood.
3) Angiotensin I berubah menjadi angitensin II di dalam paru paru,
angiotensi II merupakan fasokonstriktor poten yang target
kerjanya adalah arteriol. Angiotensin II bekerja untuk
meningkatkan preload dan afterlood dengan mengektimulasi
kortek adrenal agar menyekresi aldosteron. Sekresi aldosteron
ini meningkatkan volume darah dengan menngkatkan retensi
natrium dan air.
b. Autoregulasi
Beberapa mekanisme intriksik bekerja untuk mengubah diameter
arteri guna mempertahankan perfusi jaringan dan organ sekalipun
terjadi fluktuasi pada tekanan darah. Mekanisme ini meliputi
relaksasi stress dan perpindahan cairan kapiler
1) Pada relaksasi stes, pembuluh darah secara berlangsung
berdilatasi untuk mengurangi resistensi perifer ketika terjadi
peningkatan tekanan darah
2) Pada perpindahan cairan kapiler plasma mengalir antara
pembuluh darah dan ruang ektra vaskuler untuk
mempertahankan volume intravaskuler
c. Sistem saraf simpatis
Penurunan tekanan darah mengakibatkan baroreseptor dalam arkur
aorta dan sinus karotikus akan mengurangi inhibisinya pada pusan
vasomotor dalam medula oblongata. Peningkatan eksimulasi saraf
7

simpatik yang ditimbulkan oleh noreprinefrin pada jantung akan


meningkatan curah jantung dengan menambah kekuatan kontraksi
jantung sehingga terjadi kenaikan frekuensi jantung dan peningkatan
resistensi perifer karena fasokontriksi.
d. Hormon antrideuretik
Pelepasan hormon antideuretik dapat meregulasi hipotensi melalui
peningkatan reabsobsi air oleh ginjal. Dengan terjadinya reabsobsi
volume plasma darah meningkat sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.

2.2 Konsep Hipertensi


Resiko hipertensi semakin besar seiring peningkatan usia dan lebih
tinggi pada populasi kulit hitam dibandingkan kulit putih serta pada individu
berpendidikan lebih rendah dan memiliki pendapatan lebih kecil. Pria
memiliki insiden hipertensi lebih tinggi pada usia muda dan awal usia
pertengahan. Sesudah usia tersebut, kaum wanita mempunyai insiden yang
lebih tinggi ( Kowalak, 2013 )
2.2.1 Definisi hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya
diatas 90 mmHg ( Padila, 2013 ).
Hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah diastolik dan
sistolik, ditemukan dalam dua tipe yaitu bipertensi esensial ( primer ),
yang paling sering terjadi, dan hipertensi sekunder, yang disebabkan
oleh penyakit renal atau penyebab lain yang dapat didefinisi. Hipertensi
maligna adalah bentuk hipertensi yang berat, fulminan, dan sering
dijumpai pada kedua tipe hipertensi tersebut. Hipertensi merupakan
penyebab utama stroke, penyakit jantung, dan gagal ginjal ( Kowalak,
2013 ).
8

2.2.2 Klasifikasi Tekanan Darah


National Institutes Of Health mempublikasikan suatu metode
hasil revisi untuk mengklasifikasi tekanan darah berdasarkan
stadiumnya. Kategori sebelumnya ringan, sedang, berat, dan sangat
berat, masing masing diganti dengan stadium satu hingga empat.
Pengantian kategori ini sebagian dilakukan karena istilah “ringan” dan
“sedang” yang lama tidak berhasil menyampaikan dampak sebenarnya
tekanan darah tinggi pada risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Kategori yang sudah direvisi ini didasarkan pada hasil rata-rata dua kali
pengukuran atau lebih pada kunjungan terpisah sesudah pemeriksaan
skrining pendahuluan. Klasifikasi kategori tersebut diterapkan pada
dewasa berusia 18 tahun atau lebih dan belum menggunakan obat
obatan antihipertensi serta belum mengalami sakit yang akut ( jika hasil
pengukuran tekanan sistolik dan diatolik tergolong kategori yang
berbeda, gunakan hasil pengukuran tertinggi untuk mengklasifikasikan
hasil pengukuran tersebut (Kowalak, 2013).
Tekanan darah optimal sehubungan dengan resiko kardiovaskuler
adalah tekanan sistolik dibawah 120 mmHg dan tekanan diastolik
dibawah 80 mmHg. Hipertensi sistolik terdiri (isolated sistolic
hipertesion) merupakan keadaan hipertensi dengan tekanan sistolik
140mmHg atau lebih dan tekanan diastolik dibawah 90 mmHg.
Klasifikasi stadium hipertensi berdasrkan hasil pengukuran
tekanan darah rata rata. Sebagai contoh, seorang pasien diabetes dan
hipertrofi fentriker kiri dengan tekanan darah 144/98 mmHg harus
dikasifikasi sebagai “hipertensi stadium 1 disertai pada target organ (
hipertrofi fentrikel kiri ) dan faktor resiko utama lain ( diabetes )”.
informasi tambahan ini sangat penting untuk memberi gambaran
sederhana tentang kesehatan kardiovaskuler pasien ( Kowalak, 2013 ).
Tabel 2.1 : Klasifikasi Tekanan Darah ( National Institutes of Health )
Kategori Sistolik Diastolik
Hipotensi < 110 mmHg < 70 mmHg
Normal 110 - 130 mmHg 70 - 85 mmHg
9

Normal tinggi 130 hingga 139 mmHg 85 hingg 89 mmHg


Hipertensi
Stadium 1 140 hingga 159 mmHg 90 hingga 99 mmHg
Stadium 2 160 hingga 179 mmHg 100 hingga 109 mmHg
Stadium 3 >180 mmHg >110 hingga 119 mmHg
Sumber : ( Kowalak, 2013 )

2.2.3 Etiologi
Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta
menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan
peran mereka berbeda pada setiap individu. Faktor faktor yang telah
dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi
insulin, sistem renin angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada
beberapa tahun kebelakang, faktor lain telah dievaluasi, termasuk
genetik, disfungsi endotel, salah satu yang menyebabkan disfungsi
endotel adalah kondisi hiperurisemia ( Saferi dkk, 2013 ).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar menurut Padila ( 2013 ) yaitu :
a. Hipertensi essensial ( Hipertensi primer )
Hipertensi primer yaitu peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya. Hipertensi primer terdapat pada lebih dari
90% penderita hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh
hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui
dengan pasti penyebabnya, data data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor keturunan
10

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki


kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika
orang tuanya adalah penderita hipertensi
2) Ciri perorangan
Ciri perorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah usia ( Jika usia bertambah maka tekanan darah
meningkat ), jenis kelamin ( laki laki memiliki insiden hipertensi
lebih tinggi pada usia muda dan awal usia pertengahan, dan
sesudah usia tersebut wanita mempunyai insiden yang lebih
tinggi ), ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
Seseorang jika sudah memasuki usia lebih dari 45 tahun keatas
kebanyakan lansia mengalami hipertensi. Hal ini disebabkan
karena elastisitas arteri akibat penuaan yang berhubungan
dengan arterosklerosis (pengerasan dinding arteri) serta
ketidakmampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti kerusakan jaringan sehingga organ tubuh tidak bisa
mempertahankan fungsi normalnya dan tubuh tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita. Salah satu upaya dalam menagani hipertensi adalah
aktivitas yang teratur dan mengurangi asupan garam dan senam
lansia ( Darmajo, 2009 )..
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30gr ),
makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok,
minuman berakohol, obesitas. Obesitas dapat diukur
menggunakan IMT ( Indeks Massa Tubuh ), dikatakan Kurus :
<17–18,4kg/m, normal : 18,5–25kg/m, gemuk : >25,1–27kg/m
BB(kg)
𝐼𝑀𝑇 =
TB (m)2
11

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh penyakit lain. Hipertensi jenis ini mencakup 10%
kasus hipertensi.

2.2.4 Tanda Dan Gejala


Hipertensi sering tanpa gejala ( asimptomatik ), namun tanda dan gejala
klinis tersebut ini dapat terjadi ( Kowalak, 2013 ).
a. Hasil pengukuran tekanan darah yang menunjukan kenaikan pada
dua kali pengukuran secara berurutan sesudah dilakukan
pemeriksaan pendahuluan ;
b. Nyeri kepala oksipital ( yang bisa semakin parah pada saat bangun
dipagi hari karena terjadi peningkatan tekanan intrakranial ), nausea,
dan vomitus dapat pula terjadi ;
c. Epitaksis yang mungkin terjadi karena kelainan vaskuler akibat
hipertensi ;
d. Bruits ( bising pembuluh darah yang dapat terdengar didaerah aorta
abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis ), bising
pembuluh darah ini desebabkan oleh stenosis atau aneurisma ;
e. Perasaan pening, bingung, dan keletihan yang disebabkan oleh
penurunan perfusi darah akibat vasokontriksi pembuluh darah ;
f. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina ;
g. Nokturia yang disebabkan oleh peningkatan alirah darah ke ginjal
dan peningkatan filtrasi oleh glomerolus ;
h. Edema yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler ;
Tanda dan gejala hipertensi sekunder berhubungan dengan keadaan
yang menyebabkannya. Contoh, sindrom cushing dapat menyebabkan
obesitas, sakit kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat, dan perspirasi.
12

2.2.5 Patofisiologi Hipertensi


Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan
curah jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang
meningkatkan frekuensi jantung, volume sekuncup atau keduanya.
Resistensi perifer meningkat karenan faktor faktor yang meningkatkan
viskositas darah atau yang menurunkan ukuran lumen pembuluh darah,
khususnya pembuluh arteriol. Beberapa teori yang membantu
menjelaskan terjadinya hipertensi. Teori-teori tersebut meliputi, Menurut
Kowalak ( 2013 ) :
a. Perubahan pada bantalan dinding pembuluh darah arteriolar yang
menyebabkan peningkatan resistensi perifer ;
b. Peningkatan tonus pada sistem saraf simpatis yang abnormal dan
berasal dari dalam pusat sistem vasomotor, peningkatan tonus ini
menyebabkan resistensi faskuler perifer ;
c. Penambahan folume darah yang terjadi karena disfungsi renal atau
hormonal ;
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang
menyebabkan peningkatan resistensi faskuler perifer ;
e. Pelepasan renin yang apnormal sehingga terbentuk angiotensin II
yang menimbulkan kontriksi ateriol dan meningkatkan volume darah
f. Penyempitan dinding pembuluh darah yang menyebabkan tekanan
aliran darah meningkat ;
Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja
jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel
kiri untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, ventrikel kiri
mengalami hipertrovi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen dan
beban kerja jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat
terjadi ketika keadaan hipertrofi tidak mampu lagi mempertahankan
curah jantung yang memadai karena hipertensi memicu proses
arterosklerosis arteri koronaria, maka jantung dapat mengalami
gangguan lebih lanjut akibat penurunan aliran darah kedalam
miokardium sehingga timbuh anginapektoris atau infak miokart.
13

Hipertensi juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin


mempercepat proses arterosklerosis serta kerusakan organ seperti cedera
retina, gagal ginjal, strok, dan aneurisma serta diseksi aorta (Kowalak,
2013).

2.2.6 Komplikasi
Hipertensi apabila tidak ditangani atau diobati, maka dalam jangka
panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai
organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi
hipertensi dapat terjadi pada organ organ sebagai berikut, menurut Saferi
( 2013 ) :
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung
dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban
jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak
mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tambahan diparu
maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas
atau odeme. Kondisi ini disebut gagal jantung
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak menimbulkan stroke, apabila tidak
diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih besar
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi
dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal
akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan pada tubuh.
14

2.2.7 Penatalaksanaan
National intitute of healt merekomendasikan pendekatan bertahap
berikut ini dalam penanganan hipertensi primer ( Kowalak, 2013 ) :
a. Tahap 1 : secara nonfarmakologis, bantu pasien untuk mulai
mengubah gaya hidup sebagai mana diperlukan, yang meliputi
penurunan berat badan, pengurangan alkohol, latihan fisik secara
teratur, pengurangan asupan garam, dan penghentian kebiasaan
merokok.
b. Tahap 2 : Pasien yang tidak berhasil mencapat tekanan darah yang
diinginkan atau tidak mengalami kemajuan berarti, lanjutkan
modifikasi gaya hidup dan mulailah terapi obat. Obat yang
dianjurkan meliputi preparat diuretik, inhibitor ACE, atau betabloker.
Semua obat ini terbukti efektif untuk menurunkan angka mobiditas
dan mortalitas kardio faskuler. Pengobatan dengan preparat diuretik,
inhibitor ACE, atau betabloker tidak efektif atau tidak bisa diterima,
dokter dapat meresepkan preparat antatagonis kalsium, penyekat
reseptor alfa, atau penyekat alfa beta. Meskipun efektif untuk
menurunkan tekanan darah, obat obat ini belum terbukti efektis
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
c. Tahap 3 : Pasien yang tidak berhasil mencapai tekanan darah yang
diinginkan atau tidak mengalami kemajuan berarti, tingkatkan dosis
obat atau ganti obat yang sudah diberikan itu dengan obat penganti
dengan golongan yang sama atau tambahkan obat dengan golongan
berbeda.
d. Tahap 4 : Pasien yang tidak berhasil mencapai tekana darah yang
diinginkan atau jika mengalami kemajuan berarti, tembahkan
pengobatan dengan preparat kedua tau ketiga atau dengan preparat
deuretik ( golongan ini belum diberikan ). Preparat kedua atau ketiga
dapat berupa preparat vasodilator, antagonis alfa, antagonis neuron
adrenergik yang kerjanya perifer, inhibitor ACE, atau penghambat
kanal kalsium.
15

Penaganan hipertensi sekunder berfokus pada koreksi penyebab yang


mendasari dan pengendalian efek hipertensi. Secara khas, kegawatan
hipertensi memerlukan pemberian obat obat golongan fasodilator atau
inhibitor adrenergik secara parenteral atau pemberian peroral obat
pilihan, seperti nifedipin, kaptopril, flonidin, atau labetalol untuk
menurunkan tekanan darah dengan cepat. Tujuan awal adalah penurunan
tekanan darah arterial rata rata sampai tidak lebih dari 25% (dalam waktu
berberapa menit hingga beberapa jam), kemudian penurunan lebih lanjut
hingga tekanan dicapat 160/110 mmHg dalam waktu 2 jam seraya
menghindari penurunan tekanan darah yang berlebihan ( Kowalak,
2013).

2.3 Konsep Bekam


2.3.1 Pengertian
Bekam atau hijamah, secara Bahasa berasal dari kata al-hajmu yang
artinya menghisap. Hajama asy-syai’a “menghisap sesuatu” Al-hajim dan
al-hajjam yang artinya “yang menghisap”. Karena itu, praktik penghisapan
darah disebut al-hijamah sedangkan pelaku penghisapan disebut al-hajjam
(sharaf, 2012).
Bekam mempunyai beberapa sebutan, seperti : canduk, canthuk, kop,
atau mambakan. Di eropa disebut cupping dan fire bottle. Dalam bahasa
mandarin disebut pa hou kuan. Dalam bahasa arab disebut hijamah, dari kata
al- hijmu yang berarti pekerjaan,yaitu membekam. Al- hajjsm berarti ahli
bekam , Al- hijmu berarti menghisap atau menyedot. Sedangkan Al –
mihjam atau atau almihjamah merupakan alat untuk membekam yang
berupa gelas untuk menampung darah yang dikeluarkan dari kulit atau
gelas untuk menampung darah yang dikeluarkan dari kulit, atau gelas untuk
mengumpulkan darah hijamah.
Maka secara bahasa bekam berarti menghisap . menurut istilah bekam
berarti peristiwa penghisapan kulit, penyayatan dan mengeluarkan darahnya
dari permulaan kulit Yang kemudian ditampung didalam gelas.
16

Pengobatan alternatif dengan metode bekam, bukanlah hal baru di


kalangan masyarakat Indonesia. Pengobatan itu bahkan telah dipraktikkan
ribuan tahun lalu dari di Timur Tengah hingga ke daratan Cina. Bekam
mempunyai beberapa sebutan, seperti: canduk, canthuk, kop, atau
mambakan. Di eropa disebut cupping dan fire bottle. Dalam bahasa
mandarin disebut Pa Hou Kuan. Dalam bahasa arab disebut hijamah, dari
kata al-hijmu yang berarti pekerjaan, yaitu membekam. Al-Hajjam berarti
ahli bekam. Maka secara bahasa, bekam berarti menghisap. Menurut istilah,
bekam berarti peristiwa penghisapan kulit, penyayatan dan mengelurkan
darahnya dari permukaan kulit, yang kemudian ditampung didalam kop
(Umar, 2008).

2.3.2 Macam-macam Bekam


Sebenarnya inti dari pengobatan bekam adalah menghisap kulit dan
jaringan dibawah kulit, penyayatan kulit, serta pengeluaran. Selain luaran
cairan darah beserta isinya. Adapun teknik menghisap kulit bisa dilakukan
dengan menggunakan tabung udara yang bertegangan negatif, yang mana
tekanan negatif ini akan menarik kulit, jaringan dibawah kulit serta darah.
Selain dengan tabung udara, untuk menarik kulit dan jaringan dibawah kulit
bisa dilakukan dengan api atau panas api.
Yakni panas apai yang berada dalam tabung. Sehingga tabung
menjadi bertekanan negatif tekanan negatif inilah yang aka menghisap kulit.
Keunggulan cara penghisapan dengan api dibandingkan tanpa api adalah
karena api bersifat panas, dapat mengobati penyakit yang disebabkan karena
pathogen dingin dan lembab. Sebab, sifat panas adalah menetralkan dingin
dan lembab.
Setelah dilakukan penghisapan, bisa dilakukan penyayatan untuk
mengeluarkan darah, bisa juga tanpa penyayatan, sehingga darah tidak
keluar. Bekam yang tidak diikuti dengan pengeluaran darah inilah yang
disebut bekam kering (hijamah jaffah). Bekam kering ini berkhasiat untuk
melegakan sakit secara darurat, atau digunakan untuk meringankan nyeri
pada urat-urat punggung, paha, perut dan lain-lain. Bekam kering ini cocok
17

untuk orang yang tidak tahan suntikan jarum., sayatan pisau dan takut
melihat darah. Kulit yang dibekam akan tampak merah kehitam hitaman
selama 3 hari. Lebam ini dapat dihilangkan dengan minyak zaitun, minyak
habbatu sauda. Dan bekam kering juga sangat cocok untuk penyakit yang
disebabkan karena pathogen panas dan kering. Sedangkan bekam basah
(hijamah rothbah), dilakukan dengan bekam kering dahulu, kemudian
permukaan kulit disayat dengan pisau bedah., lalu disekitarnya dihisap
dengan alat cupping set, hand pump, atau tabung lain untuk mengeluarkan
darah dari dalam tubuh. Dan beberapa jenis bekam :
a. Bekam ringan ( light cupping )
Yaitu penghisapan ringan dengan menggunakan gelas bekam.
b. Bekam sedang ( moderate cupping )
Yaitu penghisapan sedang dengan menggunakan gelas bekam.
c. Bekam kuat ( strong cupping )
Yaitu penghisapan kuat dengan menggunakan gelas bekam
d. Bekam luncur ( moving cupping )
Yaitu menggerakan gelas bekam setelah dilakukan penghisapan pada
bagian tubuh pasien yang telah diberi bahan – bahan pelumas untuk
menghindari terjadinya gesekan kuat, misalnya minyak zaitun.
e. Bekam berdarah
Yaitu dilakukannya penghisapan dengan gelas bekam setelah dilakukan
penyayatan
f. Bekam air
Yaitu menggunakan uap air untuk mengosongkan udara dari dalam
gelas bekam.

2.4 Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi


Tekanan darah merupakan tekanan yang dialami darah pada pembuluh
arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh
(wikipedia, 2013). Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar
dari 100/60 - 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80
18

(Smeltzer & Bare, 2001). Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik
melebihi dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg.
Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada
2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).
Hipertensi merupakan satu-satunya faktor yang paling penting dalam
penyakit jantung koroner maupun serebrovaskuler (stroke) dan menjadi
penyebab langsung gagal jantung kongestif (Robbins & Cotran, 2006).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi Primer Kira-kira 90-95% kasus dan belum
diketahui penyebab nya. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan
yang berlebih, dan penelitian menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang
berlebih dan obesitas memberikan resiko 65-70% untuk terkena hipertensi
primer; hipertensi Sekunder, terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain –
lain (Kapita Selekta Jilid I, 2000).
WHO pada tahun 2014 terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di
seluruh dunia. Data Riskesdas juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8%
dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Jawa Timur
menempati posisi pertama untuk provinsi dengan prevalensi hipertensi
tertinggi yaitu sebesar 37,4% ( Depkes, dalam Hafis, 2014 ). Berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten banyuwangi penderita hipertensi adalah
55.691 penderita (Dinkes Kabupaten banyuwangi, 2011).
Terapi hipertensi dapat dikelompokkan dalam terapi nonfarmakologi dan
farmakologis. Terapi farmakologis menggunakan obat atau senyawa yang
dalam kerjanya mempengaruhi tekanan darah. Pengobatan farmakologis yang
digunakan untuk mengontrol hipertensi adalah ACE inhibitor, Beta-bloker,
Calcium Chanel Bloker, Direct renin inhibitor, Dieuretik, Vasodilator
(Simadibrata dalam Triyanto, 2014). Terapi nonfarmakologis merupakan
terapi tanpa menggunakan agen obat dalam proses terapinya. Salah satu
19

tindakan non farmakologis dalam menurunkan tekanan darah tinggi adalah


bekam.
Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala berfirman "Dan
Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat
bagi orangorang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian (QS. Al-Israa: 82). Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Kesembuhan itu terdapat pada tiga
hal yakni minum madu, sayatan alat bekam dan kay dengan api. Seungguhnya
aku melarang umatku dari kay. (Shahih Bukhari, Ath-Thibb,juz I, hal. 5680).
Di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat bila
mengeluhkan suatu penyakit seperti sakit kepala atau sakit pada kaki, maka
Nabi Muhammad memerintahkan untuk berbekam (Yasin, 2005).
Bekam adalah satu teknik pengobatan menggunakan sarana gelas,
tabung, atau bambu yang prosesnya diawali dengan melakukan pengekopan
(membuat tekanan negatif dalam gelas, tabung, atau bambu) pada titik bekam,
sehingga menimbulkan bendungan lokal di permukaan kulit. Pada teknik
bekam basah, setelah terjadi bendungan lokal, prosesnya dilanjutkan dengan
penyayatan permukaan kulit memakai pisau bedah atau penusukan jarum
bekam agar darah kotor bisa dikeluarkan. Dewasa ini pengobatan bekam
semakin di kenal luas oleh masyarakat Indonesia. Pada ilmu kedokteran
modern, bekam sudah menggunakan alat-alat yang sudah modern seperti
cupping set dan hand pump, penggunaan prinsip sterilisasi, dan penegakan
diagnosa (Syaikhu dalam Destur, 2011).
Mekanisme kerja Bekam dalam meningkatkan kesehatan, khususnya
dalam menurunkan tekanan darah. Akibat kerusakan Mast Cell ini akan
dilepaskan beberapa zat seperti Serotoni, Histamin, Bradikinin, Slow Reacting
Substance (SRS), serta zat-zat lain yang belum diketahui. Zat-zat ini
menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta flare reaction pada
daerah yang dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi ditempat yang jauh
dari tempat pembekaman, ini menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi
pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi (Pelemasan) otot–otot yang
kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara
20

stabil. Selain itu Yang terpenting adalah dilepaskannya Kortikotropin


Releasing Factor (CRF) serta releasing faktor lainnya oleh adeno hipofise. CRF
selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH, kortikotropin, dan
kortikosteroid. Kortikosteroid ini mempunyai efek menyembuhkan
peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel. Sedangkan golongan
histamin yang ditimbulkannya memberi manfaat dalam proses reparasi
(perbaikan) sel dan jaringan yang rusak,serta memacu pembentukan Reticulo
Endothelial Cell, yang akan meninggikan daya resistensi (daya tahan) dan
imunitas (kekebalan) tubuh.
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pembekaman dikulit akan
menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu
posterior medulla spinalis melalui syaraf A-delta dan C, serta traktus spino
thalamicus kearah thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sedangkan
sebagian rangsangan lainnya akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik
menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri. Efek lainnya
adalah dilatasi pembuluh darah kulit, dan peningkatan kerja jantung (Umar,
2008).
21

BAB III
METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah Pre experimental, dengan jumlah responden


8, dengan kriteria responden sebagai berikut menderita hipertensi tingkat I dan
II, Tidak sedang mengkonsumsi obat antihipertensi baik herbal maupun kimia
minimal 12 jam sebelum dan selama penelitia. Tehnik sampling pada penelitian
ini adalah Consecitive Sampling, yakni cara pengambilan sampel yang
dilakukan berdasarkan waktu dan kriteria tertentu. Penelitian dilakukan pada
tanggal 14 – 19 Mei 2018 di klinik TKC (Terapi Komplementer Center) Kali
Baru Banyuwangi. Tehnik Pengumpulan Data Pasien yang terpilih sesuai
kriteria dilakukan pembekaman sebanyak 1 kali bekam untuk 1 responden
selama penelitian. Dengan langkah sebagai berikut: pengukuran tekanan darah
awal 5 menit sebelum dilakukan pembekaman yang kemudian dicatat hasilnya
pada lembar observasi. Kemudian responden dilakukan pembekaman dititik
sunnah yaitu tengkuk (kahil) dengan lama setiap hisapan selama 5 menit,
kemudian lakukan penusukan sebanyak 10-20x dengan lancing steril dan
kemudian dilakukan penghisapan selama 5 menit dan setelah selesai daerah
pembekaman dibersihkan dengan tissu. Selanjutnya dilakukan pengukuran
tekanan darah 5 menit setelah pembekaman berakhir dan mencatat hasilnya
pada lembar observasi.
22

BAB IV
HASIL MINIRISET

4.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin


Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, dari 8 responden
sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 5 (62,5) responden
berjenis kelamin perempuan, dan sisanya sebanyak 3 (37,5) responden berjenis
kelamin laki-laki
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik Responden Presentase
Perempuan 62,5 %
Laki - Laki 37,5 %

4.2 Karakteristik Berdasarkan Usia


Karakteristik responden berdasarkan usia, dari 8 responden yang berusia
30 – 40 tahun sebanyak 4 (50%) responden, dan responden yang berusia 40 –
50 tahun sebanyak 4 (50%) responden
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan usia
Karakteristik responden Presentase
30 – 40 tahun 50%
40 – 50 tahun 50%

4.3 Tekanan Darah Sebelum Dilakukan Terapi Bekam


Tabel 3. Hasil pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan terapi bekam
Responden Tekanan Darah (mmHg)
A 140/80
B 150/90
C 140/90
D 160/90
E 150/90
F 160/100
G 140/80
23

H 150/90
Dari hasil pengukuran tekanan darah sebelum dilakukan terapi bekam
adalah dari total 8 responden didapatkan hasil sebagian besar responden
mengalami hipertensi stadium 1 yaitu sebanyak 6 responden (75%), dan hanya
2 responden (25%) mengalami hipertensi stadium 2

4.4 Tekanan Darah Setelah Terapi Bekam


Tabel 4. Hasil pengukuran tekanan darah setelah terapi bekam
Responden Tekanan Darah (mmHg)
A 130/80
B 140/80
C 130/90
D 140/90
E 140/80
F 140/90
G 140/80
H 130/80
Dari hasil pengukuran tekanan darah setelah dilakukan terapi bekam
adalah dari total 8 responden didapatkan hasil sebagian besar responden
mengalami penurunan tekanan darah, responden yang mengalami hipertensi
stadium 1 yaitu sebanyak 5 responden (62,5%), dan 3 responden (37,5%)
mengalami tekanan darah normal tinggi

4.5 Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi


Klinik Tkc (Terapi Komplementer Center)
Tabel 5. Pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah penderita hipertensi
Responden Sistolik Diastolik
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
A 140 130 80 80
B 150 140 90 80
C 140 130 90 90
24

D 160 140 90 90
E 150 140 90 80
F 160 140 100 90
G 140 140 80 80
H 150 130 90 80
Mean 148,75 136,25 88,75 83,75
Dari tabel pengaruh terapi bekam terhadap tekanan darah penderita
hipertensi didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan yang signifikat pada
tekanan darah sistolik, yaitu rata rata tekanan darah sistolik sebelum dilakukan
terapi bekam adalah sebesar 148,75 mmHg, setelah dilakukan terapi bekam
terjadi penurunan menjadi 136,25. Pada tekanan darah diastolik juga terdapat
penurunan tetapi tidak segnifikan, yaitu rata rata tekanan darah diastolik
sebelum dilakukan terapi bekam adalah sebesar 88,75, setelah dilakukan terapi
bekam menurun menjadi 83,75.
25

BAB V
PEMBAHASAN
Beberapa variabel yang mempengaruhi pengaturan/regulasi
kardiovaskuler yaitu curah jantung (cardiac output), tahanan peripheral
(peripheral resistance), dan tekanan darah (blood pressure) adalah mekanisme
autoregulasi lokal, saraf, dan hormonal (Martini, 2001). Banyaknya jalur
neuronal yang saling berinteraksi untuk mengatur aliran impuls saraf otonom
memberi banyak peluang untuk integrasi berbagai stimulus yang
mempengaruhi tekanan darah. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan
pengendalian lokal pembuluh darah, yaitu terdapat beberapa mediator kimiawi
yang dikeluarkan oleh sel-sel yang dapat berikatan dengan meta-arteriol atau
sfingter prakapiler, menyebabkan menutup atau membuka aliran darah. Bahan
kimia yang dilepaskan oleh pembuluh darah atau oleh mediator peradangan
atau penyembuhan yang mempegaruhi aliran darah ke suatu daerah, seperti:
Histamin dikeluarkan di setiap jaringan tubuh jika jaringan tersebut mengalami
kerusakan atau peradangan dan berperan pada reaksi alergi. Zat ini memiliki
efek vasodilator kuat terhadap arteriol dan memiliki kemampuan untuk
meningkatkan permeabilitas kapiler dengan hebat sehingga timbul kebocoran
cairan dan protein plasma ke dalam jaringan.
Mediator lain adalah Serotonin, merupakan neurotransmiter monoamino
yang disintesiskan pada neuron-neuron serotonergis dalam sistem saraf pusat
dan sel-sel enterokromafin dalam saluran pencernaan. Serotonin dikeluarkan
oleh trombosit yang tertarik ke daerah inflamasi. Efek serotonin dapat sebagai
vasodilator dan vasokontraktor, tergantung dari tempat pelepasan. Fungsi
serotonin diantaranya mengatur mood, nafsu makan, tidur, dan kontraksi otot.
Begitu juga Bradikinin, merupakan suatu polipeptida kecil yang berfungsi
sebagai vasodilator kuat bagi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler.
Bradikinin di hasilkan di dalam plasma atau cairan interstisial dari penguraian
enzimatik suatu globulin serum sebagai respon terhadap inflamasi atau cidera
jaringan atau vaskule
26

Dengan berbekem terjadi perangsangan pada regulator kardiovaskuler


terutama pada tahanan peripheral (peripheral resistance). Melalui efek-efek
yang terjadi akibat bekam.
Menurut Sharaf (2012) Efek bekam terhadap hipertensi adalah berperan
menenangkan sistem saraf simpatik (simpatic nerveous system). Pergolakan
pada sistem saraf simpatik ini menstimulasi sekresi enzim yang berperan
sebagai sistem angiotensin renin. Setelah sistem ini tenang dan aktivitasnya
berkurang tekanan darah akan turun; Bekam juga mengendalikan kadar
hormon aldosteron; Zat nitrat oksida (NO) yang berperan dalam vasodilatasi,
melalui zat nitrat oksida ini juga berperan meningkatkan suplai nitrisi dan darah
yang dibutuhkan oleh sel–sel dan lapisan– lapisan pembuluh darah arteri
maupun vena, sehingga pembuluh darah menjadi lebih kuat dan elastis. Serta
bekam berperan menstimulasi reseptor–reseptor (baroreseptor) sehingga
pembuluh darah bisa merespon stimulus dan meningkatkan kepekaannya
terhadap faktor–faktor penyebab hipertensi (Sharaf 2012).
Selain itu, efek pembekaman pada satu titik, maka di jaringan kulit
(kutis), jaringan bawah kulit (Sub kutis), fascia dan ototnya akan terjadi
kerusakan dari Mast Cell, yang akibatnya melepaskan beberapa mediator kimia
sehingga terjadi dilatasi kapiler dan arteriol. Dilatasi kapiler dan arteriol ini
menyebabkan terjadinya perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah dan timbul
efek relaksasi otot-otot yang kaku, serta akibat vasodilatasi umum akan
menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah dilepaskannya
Kortikotropin Releasing Factor (CRF) serta releasing faktor lainnya oleh
adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH,
kortikotropin, dan kortikosteroid. Kortikosteroid ini mempunyai efek
menyembuhkan peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel.
Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pembekaman dikulit akan
menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu
posterior medulla spinalis melalui syaraf A-delta dan C, serta traktus spino
thalamicus kearah thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sedangkan
sebagian rangsangan lainnya akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik
menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri. Efek lainnya
27

adalah dilatasi pembuluh darah kulit, dan peningkatan kerja jantung (Umar,
2008).
Syaikhu (2001), meneliti tentang kandungan darah bekam didapat bahwa
darah bekam mengandung sepersepuluh kadar sel darah putih (leukosit) yang
ada di dalam darah biasa, semua sel darah merah memiliki bentuk yang aneh,
artinya sel-sel tersebut tidak mampu melakukan aktivitas dan menghambat sel-
sel lain yang masih muda dan aktif. Ini menunjukkan bahwa proses bekam
membuang sel-sel darah merah yang rusak dan darah yang tidak dibutuhkan
lagi, seraya tetap mempertahankan sel-sel darah putih di dalam tubuh.
Kapasitas ikatan zat besi dalam darah bekam tinggi sekali yang menunjukkan
bahwa bekam mempertahankan zat besi yang ada di dalam tubuh tidak ikut
keluar bersama darah yang dikeluarkan dengan bekam sebagai awal
penggunaan zat besi tersebut dalam pembentukan sel-sel muda yang baru. (
http://terapi-bekam.blogspot.com di akses 28 maret 2013).
Adapun adanya kenaikan tekanan darah pada beberapa sampel, peneliti
berpendapat bahwa telah terjadi penurunan serotonin pada otak. Penurunan ini
mengakibatkan adanya ketidaknyamanan perasaan atau stress. Stress pada
sampel terjadi karena sebagian sampel baru pertama kali berbekam. Menurut
beberapa penelitian pada keadaan stres didapatkan peningkatan kadar
katekolamine, kortisol, vasopresin, endorphin, aldosteron serta berkurangnya
ekskresi natrium ginjal, dimana hal diatas berkontribusi dalam peningkatan
tekanan darah (Martini, 2001). Banyaknya jalur neuronal yang saling
berinteraksi untuk mengatur aliran impuls saraf otonom memberi banyak
peluang untuk integrasi berbagai stimulus yang mempengaruhi tekanan darah,
seperti faktor emosi (takut, marah, cemas), stres fisik (nyeri, kerja fisik,
perubahan suhu), kadar O2 dalam darah, dan glukosa, juga level tekanan darah
yang di kontrol oleh baroreseptor (Purba, A. Dalam Destur, 2011).
Pada tekanan darah diastolik tidak terjadi perubahan yang signifikan
sebelum dan sesudah terapi bekam walaupun dari hasil penelitian terjadi
penurunan sebesar 2,333 mmhg. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan diastolik
tidak mudah terpengaruh oleh faktor eksternal dari pada tekanan sistolik.
Namun demikian peneliti melihat penurunan yang terjadi menunjukkan
28

kecenderungan untuk terjadi perubahan bila dilakukan terapi bekam pada


jumlah sampel yang lebih banyak.
Dari beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tekanan sistolik
lebih penting dalam memprediksi komplikasi kardiovaskuler. oleh karena itu
adanya Penurunan tekanan sistolik akan disertai dengan penurunan resiko
penyakit kardiovaskuler.
Peningkatan tekanan darah diastolik cenderung terjadi pada usia dibawah
50 tahun sedangkan pada usia dibawah 50 tahun mempunyai kecenderungan
untuk menurun. Sedangkan pada tekanan sistolik cenderung meningkat.
Berdasarkan data usia pasien hipertensi yang menjadi responden lebih banyak
dibawah 50 tahun yaitu sebanyak 30 orang (67%). Hal ini juga berpengaruh
terhadap perubahan tekanan darah akibat efek terapi. Dimana tekanan darah
yang cenderung naik masih berespon terhadap terapi dibandingkan tekanan
darah yang cenderung turun.
Secara fisiologis tekanan diastolik merupakan tekanan darah yang terjadi
pada saat jantung tidak sedang berkontraksi (relaksasi)/ istirahat atau pada saat
jantung sedang melakukan pengisian sehingga tekanan ini cenderung lebih
menetap sehingga diperlukan kekuatan ekstra untuk dapat mempengaruhi
tekanan diastolik. Dibandingkan dengan tekanan sistolik yang terjadi pada saat
jantung berkontraksi lebih banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan
tekanan darah dibandingkan pada saat jantung berrelaksasi.
Pada hasil penelitian ini juga menunjukkan perubahan tekanan rata-rata
arteri (MAP) sebelum dan sesudah bekam dengan p=0,007. MAP merupakan
tekanan darah rata-rata arteri yang perhitungannya memperhitungkan tekanan
darah sistolik dan diastolik atau tekanan arteri rata –rata di sepanjang siklus
jantung. MAP menggambarkan perfusi rata-rata dari peredaran darah sistemik.
Sehingga MAP perlu untuk selalu dimonitor pada kasuskasus yang mengalami
kecenderungan gangguan perfusi atau suplay darah. Sehingga hasil penelitian
ini penting untuk direkomendasikan pada pasien-pasien yang mengalami
gangguan perfusi sistemik utamanya pasien yang di rawat di ruang ICU.
29

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Terapi bekam terhadap penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan
darah sistolik dan rata-rata tekanan darah arteri dibuktikan dengan uji statistik
yang didapatkan perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan
sesudah terapi bekam, dengan nilai p value sebesar 0,000 dan terdapat
perbedaan rata-rata tekanan darah arteri (MAP) sebelum dan sesudah terapi
bekam dengan p value sebesar 0,007.
Terapi bekam terhadap penderita hipertensi tidak terdapat penurunan
tekanan darah diastolik dibuktikan dengan uji statistik yang didapatkan Tidak
ada perbedaan tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah terapi bekam
dengan pvalue sebesar 0,199.

6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, mak disarankan kepada institusi
pendidikan keperawatan diharapkan terapi bekam dijadikan mata kuliah
muatan lokal, yang berhubungan dengan pengobatan komplementer.
Selanjutnya untuk praktisi bekam diharapkan untuk lebih giat dalam
mempromosikan bekam sebagai pengobatan alternatif karena selain teruji
secara ilmiah, bekam juga lebih ekonomis, praktis, dan mudah di pelajari serta
tidak menimbulkan komplikasi pada organ tubuh lainnya. Untuk masyarakat
diharapkan dapat melakukan terapi bekam secara rutin untuk menurunkan
tekanan darah.
30

DARTAR PUSTAKA

Bekam Herbal Padang dalam http:/ /rumahbekampadangg.blogspot.com diakses


tanggal 2 mei 2014.
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007. Jakarta:Depkes
RI.
Dinkes Provinsi Lampung. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Lampung:Dinkes.
Hilal Ahmar. 2014. Profil Kesehatan
Hilal Ahmar Lampung Januari – Februari 2014. Bandar Lampung:Hilal Ahmar
Robbins & Cotran. 2008. Buku saku dasar patologis penyakit Ed. 7. alih bahasa,
Andry Hartono. Jakarta:EGC.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Umar, A. Wadda. 2012. Sembuh dengan Satu Titik 2: Bekam Untuk 7 Penyakit
Kronis. Solo: Thibbia
Yasin, Syihab Al-Badri. 2005. Bekam: Sunnah Nabi dan Mukjizat Medis. Solo:
Al-Qowam.

Anda mungkin juga menyukai