Anda di halaman 1dari 15

Analisis Jurnal Cognitive Behavioral Therapy, Sertraline, or a Combination in Childhood

Anxiety

BAB I
PENDAHULUAN

Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap
stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan
menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam
situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.
Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan
pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya
kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut
terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme
tubuh. Gangguan kecemasan diperkirakan mengidap 1 dari 10 orang.
Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta
orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut. Ahli
psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri
sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidak berdayaan, tidak mampu
mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari
orang yang dicintainya. Perasaan-perasaan tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang
tidak disadari oleh individu. Sensasi anxietas / cemas sering dialami oleh hampir semua manusia.
Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali
disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan
sebagainya.
Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap
orang tidak sama. Dalam praktek sehari-hani anxietas sering dikenal dengan istilah perasaan
cemas, perasaan bingung, was-was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah tersebut lebih

merujuk pada kondisi normal. Sedangkan gangguan anxietas merujuk pada kondisi patologik.
Anxietas sendiri mempunyai rentang yang luas dan normal sampai level yang moderat misalnya
pertandingan sepak bola, ujian, wawancara untuk masuk kerja mempunyai tingkat anxietas yang
berbeda. Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat
sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal. Anxietas normal
sebenarnya sesuatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan
tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat bersifat konstruktif,
misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka iaakan belajar secara
giat supaya kecemasannya dapat berkurang.
Anxietas dapat bersifat akut atau kronik. Pada anxietas akut serangan datang mendadak dan
cepat menghilang. Anxietas kronik biasanya berlalu untuk jangka waktu lama walaupun tidak
seintensif anxietas akut, pengalaman penderitaan dari gejala cemas ini oleh pasien biasanya
dirasakan cukup gawat untuk mempenganuhi prestasi kerjanya. Bila dilihat dan segi jumlah,
maka orang yang menderita anxietas kronik jauh lebih banyak dari pada anxietas akut.

BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

1.

PENGERTIAN KECEMASAN

Menurut Capernito (2001) kecemasan adalah keadaan individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem saraf autonom dalam berespon
terhadap ancaman yang tidak jelas, non spesifik. Kecemasan merupakan unsur kejiwaan yang
menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki seseorang pada saat menghadapi
kenyataan atau kejadian dalam hidupnya (Rivai, 2000). Kecemasan adalah perasaan individu dan
pengalaman subjektif yang tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa objek yang spesifik
dipacu oleh ketidak tahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart dkk, 1998).
Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan yang
tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini tanpa objek yang

spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh ketidak tahuan yang didahului oleh pengalaman
baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
2.

KLASIFIKASI

Menurut Carpenito (2001) klasifikasi tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu:
1)

Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang


menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsi. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan
perhatian meningkat, waspada, mampu mengatasi situasi bermasalah dapat mengintegrasikan
pengalaman masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang.
2)

Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan seseorang pada hal yang nyata dan
mengesampingkan yang lain, sehingga mengetahui perhatian yang sedikit, tetapi dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah. Tanda dan gejala dari kecemasan sedang yaitu persepsi
agak menyempit secara selektif, tidak perhatian tetapi dapat mengarahkan perhatian.
3)

Kecemasan berat

Cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berfikir tentang
hal yang lalin. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan pengarahan untuk dapat memusatkan pada area lain. Tanda dan gejala dari
kecemasan berat yaitu persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail, tidak dapat
berkonsentrasi lebih, sangat mudah mengalihkan perhatiaan, serta tidak mampu berkonsentrasi.
4)

Tingkat panik

Berhubungan dengan terpengaruh ketakutan dan teror. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu
peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
dan persepsi yang menyimpang.
3.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

1)

Umur

Prawirohardjo (2003) menspesifikasikan umur kedalam tiga kategori, yaitu: kurang dari 20
tahun (tergolong muda), 20-30 tahun (tergolong menengah), dan lebih dari 30 tahun (tergolong
tua). Soewandi (1997) mengungkapkan bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita
stress dari pada umur tua.
2)

Keadaan fisik

Menurut Carpenito (2001) penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan.
Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami kecemasan
dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita penyakit.
3)

Sosial budaya

Menurut Soewardi (1997), cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya
stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai filsafat hidup yang jelas
sehingga umumnya lebih sukar mengalami stress. Demikian juga dengan seseorang yang
keyakinan agamanya rendah.
4)

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang
datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah
atau mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat dipelajari. Dengan
demikian pendidikan yang rendahmenjadi faktor penunjang terjadinya kecemasan (Raystone, cit
Meria 2005).
5)

Tingkat pengetahuan

Soewandi (1997) mengatakan bahwa pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah
mengalami stress. Ketidak tahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang dapat
mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress dan kecemasan dapat terjadi
pada individu dengan tingkat pengetahuan yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi
yang diperoleh.
4.

Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Carpenito (2001), sindrom kecemasan berfariasi tergantung tingkat kecemasan yang
dialami seseorang, yang manifestasi gejalanya terdiri dari :
1)

Gejala fisiologis

Peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, nafsu, gemetar, mual muntah, sering berkemih, diare,
insomnia, kelelahan dan kelemahan, kemerahan atau pucat pada wajah, mulut kering, nyeri
(dada, punggung dan leher), gelisah, pingsan dan pusing.
2)

Gejala emosional

Individu mengatakan merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan percaya diri,
tegang, tidak dapat rileks, individu juga memperlihatkan peka terhadap rangsang, tidak sabar,
mudah marah, menangis, cenderung menyalahkan orang lain, mengkritik diri sendiri dan orang
lain.
3)

Gejala kognitif

Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa (ketidak mampuan untuk
mengingat) dan perhatian yang berlebihan.
5.

Kategori Kecemasan

Kategori gangguan kecemasan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM) IV yang sering dibahas diantaranya adalah;
1)

Gangguan panik tanpa agoraphobia

2)

Gangguan panik dengan agoraphobia

3)

Agoraphobia tanpa riwayat gangguan panik

4)

Phobia spesifik

5)

Phobia sosial

6)

Gangguan obsesif-kompulsif

7)

Gangguan stres pasca traumatik

8)

Gangguan stres akut

9)

Gangguan kecemasan umum

10) Gangguan kecemasan yang tidak terdefinisi

6.

Treatment

a.

Terapi obat-obatan

Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat hasil laboratorium dengan
mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dangan maamino butryc acid (GABA). Dengan
positron emission tomography (PET) juga ditemukan kelainan (disregulasi) pembuluh darah
serebral. Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat psikoleptik, yaitu
benzodia zepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah Diazepam, Klordia zepoksid,
Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam.
Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat, penggunaan
obat-obat antiansietas dapat mengakibatkan beberapa efek samping. Pasien dengan riwayat
penyakit hati kronik, ginjal dan paru haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan ini. Pada anak
dan orangtua dapat juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan (paradoxes reaction)
seperti meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi atau gangguan tidur. Beberapa
efek samping penggunaan obat antiansietas;

Sedative (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik menurun, dan

kemampuan kognitif melemah)

Rasa lemas dan cepat lelah

Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan obat biasanya

terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba (maksimum pemberian obat selama 3
bulan)

Penghentian obat secara mendadak memberikan gejala putus obat (reboundphenomenon)

seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor, palpitasiatau insomnia.


b.

Psikoterapi

Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun terapi psikologis yang
beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien. Penerapan metode dapat
secara personal maupun group (perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan
medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui bahwa tidak ada pengobatan
jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan lebih kombinasi
untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini. Terapi yang paling sering digunakan dalam
perawatan kecemasan adalah cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik
pelatihan pernafasan ataumeditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita
kecemasanyang disertai dengan serangan panik. Support group juga diberikan dalam CBT,
individu ditempatkan dalam group support yang mendukung proses treatment. Group support
dapat berupa sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk
mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat diambil sebagai group support ini.
7.

Mencegah Kemunculan Gangguan Kecemasan

a.

Kontrol pernafasan yang baik

Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak "bekerja"
memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen
untuk

jaringan tubuh semakin meningkat, ketidak seimbangan jumlah oksigen dan

karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah
dan gangguan visual.Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan
perlahan-lahanakan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat
menghindarisrangan panik.
b.

Melakukan relaksasi

Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher, kepala dan rasa
nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara
duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan kenyamanan selama
30 menit.
c.

Intervensi kognitif

Kecemasan timbul akibat ketidak berdayaan dalam menghadapi permasalahan, pikiran-pikiran


negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranyaadalah dengan melakukan
intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti diri dengan hal yang positif, singkirkan
pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuhdan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka
pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif dapat muncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan
dalam menyelesaikan permasalahan.
d.

Pendekatan agama

Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan terhadap Tuhan
dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan positif. Dalam Islam, sholat
dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa nyaman dan rasa percaya diri lebih
dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam,
bila iman semakin kuat maka dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi
akan hilang. Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan insomnia.
e.

Pendekatan keluarga

Dukungan (supportif)

keluarga efektif

mengurangi

kecemasan. Jangan

ragu untuk

menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan masalah


yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat tidak menguntungkan
dan membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama
Anda untuk memecahakan masalah Anda yang terbaik.
f.

Olahraga

Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olahraga akan menyalurkan tumpukan stres secara
positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan rasa nyaman kepada diri
Anda.
8.

Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy )

Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah suatu bentuk psikoterapi yang digunakan untuk mengobati
berbagai gangguan mental. Pasien, selalu disebut sebagai klien, bekerja dengan para terapis
untuk mempelajari cara untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian memecahkan masalah
tersebut.

Terapi perilaku kognitif pada dasarnya digunakan untuk mengubah pemikiran seseorang,
perilaku dan emosional terhadap masalah dan ini membantu orang melihat masalah dalam
perspektif yang berbeda dan positif. Meskipun CBT sangat populer dan dianggap sebagai salah
satu terapi terbaik bagi banyak gangguan mental seperti gangguan obsesif

kompulsif,

kecemasan, fobia, depresi, post traumatic stress disorder, bulimia dan skizofrenia.
Pendiri terapi perilaku kognitif Aaron T. Beck, MD, yang lulus dari Brown University dan Yale
Medical School. Dr. Beck terapi perilaku kognitif yang dikembangkan pada awal 1960-an
ketika ia adalah seorang psikiater di University of Pennsylvania. Dr. Beck, awalnya, adalah
seorang psikoanalis yang melakukan banyak penelitian untuk menguji konsep psikoanalisis
depresi. Sementara pelaksanaan eksperimen, ia yakin bahwa

penelitian akan memvalidasi

konsep psikoanalisis tetapi terkejut melihat sebaliknya. Kemudian dia mulai mencari lebih
banyak cara konseptualisasi depresi dan ini membuatnya bekerja dengan pasien depresi.
Sementara Dr. Beck sedang bekerja dengan pasien depresi, ia menemukan bahwa mereka
mengalami serangkaian pikiran negatif yang datang secara spontan. Pikiran ini ia disebut sebagai
pikiran otomatis. Dia juga menemukan bahwa isi pikiran otomatis ini dapat ditempatkan dalam
tiga kategori, yaitu pikiran negatif tentang diri mereka sendiri, pikiran negatif tentang dunia dan
pikiran negatif tentang masa depan. Di sini Dr. Beck mulai membantu pasien mengidentifikasi
pikiran negatif dan kemudian mengevaluasi mereka. Halini menyebabkan pasien yang mampu
berpikir jauh lebih realistis dan pada gilirannya digunakan untuk pasien merasa lebih baik secara
emosional dan mereka cenderung berperilaku dalam cara yang lebih fungsional.
Terapi perilaku kognitif berfokus pada masa kini masalah yang Anda hadapi ketimbang
memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang menyebabkan rasa sakit dan penderitaan
Anda di masa lalu. Terapi ini adalah tentang seseorang memperbaiki keadaan pikiran dalam
pikiran.
Bagaimana Cognitive Behavioral Therapy :
Terapi perilaku kognitif (CBT) membantu seseorang mengambil masalah dapat diatasi dan
pecah menjadi potongan-potongan kecil sehingga orang dapat memahami masalahnya. Dengan
memecahkan masalah besar menjadi potongan-potongan yang lebih kecil memungkinkan orang
untuk melihat bagaimana semua bagian yang terhubung dan bagaimana mereka mempengaruhi
dia. Biasanya masalah dipecah menjadi potongan kecil berikut:

Situasi

Thoughts

Emosi

Perasaan fisik

Tindakan Masing-masing disebutkan di atas potongan-potongan yang lebih kecil dapat


mempengaruhi yang lain. Bagaimana seseorang tinjauan suatu masalah dapat mempengaruhi
secara fisik dan emosional. Ini dapat juga mempengaruhi cara orang bereaksi terhadap masalah.
Reaksi dapat membantu atau tidak membantu, tergantung pada bagaimana Anda berpikir tentang
masalah. Sebagai contoh, anda berjalan di jalan dan seseorang yang Anda kenal berjalan
melewati anda tanpa memandang Anda adalah sebuah situasi. Sekarang Anda dapat mematahkan
situasi ini menjadi lebih kecil seperti yang disebutkan di atas. Thoughts: Anda dapat berpikir
tentang kejadian ini positif atau negatif. Anda dapat berpikir bahwa orang yang mengabaikan
Anda karena dia tidak menyukai Anda. Atau, Anda dapat berpikir bahwa orang tampak
tenggelam dalam / pikirannya dan sekarang Anda bertanya-tanya apakah semuanya baik-baik
saja dengan orang. Perasaan emosional: Anda merasa sedih dan ditolak. Atau, Anda bisa mulai
khawatir tentang orang Fisik: Anda mungkin mendapatkan kram perut dan merasa Anda tidak
memiliki energi. Atau, Anda tidak bisa mempengaruhi fisik sama sekali. Aksi: Pulanglah,
bermuram dan kemudian menghindari orang sepenuhnya. Atau, Anda dapat menghubungi orang
tersebut untuk check adalah semuanya baik-baik saja dengan dia. Seperti yang anda lihat bagian
pertama dari reaksi Anda dalam setiap potongan-potongan yang lebih kecil tidak membantu
sedangkan bagian kedua sangat membantu. Oleh karena itu, ini berarti bahwa setiap situasi dapat
mengarah pada dua hasil yang berbeda tergantung pada bagaimana Anda berpikir tentang situasi.
Kemudian Anda pikir memiliki efek pada perasaan Anda dan bagaimana Anda bereaksi terhadap
situasi. Bila Anda bereaksi secara negatif atau dalam cara yang tidak membantu, itu membuat
Anda merasa lebih buruk dan ini bisa membuat Anda berpikir dan merasa hal-hal yang tidak
menyenangkan tentang diri Anda sendiri seperti Anda harus menjadi orang yang buruk atau tidak
ramah dll. Namun, terapi perilaku kognitif membantu Anda untuk mengubah cara berpikir,
merasa dan berperilaku. Ketika Anda melihat sesuatu di bagian-bagian dari keseluruhan, Anda
dapat mengubah pikiran, perasaan dan perilaku (tindakan). Terapi memungkinkan Anda untuk
latihan Anda sendiri cara unik untuk menangani masalah dan situasi problematis.

BAB III
ANALISIS JURNAL

A.

JUDUL PENELITIAN

Cognitive Behavioral Therapy, Sertraline, or a Combination in Childhood Anxiety.


B.

NAMA PENELITI

John T. Walkup, M.D.; Anne Marie Albano, Ph.D; John Piacentini, Ph.D; Boris Birmaher, M.D;
Scott N. Compton, Ph.D; Joel T.Sherril, Ph.D; Golda S. Ginsburg, Ph.D; Moira A Rynn, M.D;
James Mc Cacken, M.d; Bruce Waslick, M.D; Satish Lyengar, Ph.D; John S. March, M.D,
M.P.H, and Philip C. Kendall, Ph.D.
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1.

Membandingkan efektivitas tiga terapi (sertraline, CBT, dan kombinasi sertraline dengan

CBT) dengan placebo.


2.

Membandingkan kombinasi terapi dengan terapi sertraline/ CBT itu sendiri.

3.

Mengetahui keamanan dari sertraline, dibandingkan dengan placebo.

D. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2002-2007 di Duke University Medical
Center, New York Psychiatric Institute-Columbia University Medical Center-New York
university, John Hopkins medical Institusions, Temple University, University of California, Los
Angeles, and Western Psychiatric institute and Clinic-University of Pittsburgh Medical
Center.
E.

METODE PENELITIAN

1.

Desain penelitian : Multicenter, controlled trial

2.

Cara pengambilan sampel : randomized

3.

Kriteria Inklusi:

Anak dan remaja usia 7-17 tahun yang memiliki gangguan kecemasan umum atauphobia

sosial

IQ 804.

4.

Kriteria Eksklusi:

Anak yang memiliki kondisi medis yang tidak stabil.

Wanita hamil/ aktif berhubungan seksual dan tidak menggunakan metode efektif untuk

mengontrol kelahiran.

Anak yang menerima pengobatan psycoaktif dan yang punya gangguan jiwa yangmembuat

partisipasi dalam penelitian ini tidak sesuai.


5.

Populasi : 3.066 orang.

6.

Sampel : Random Sampling sebanyak 488 orang.

7.

Jalannya penelitian : Dalam penelitian ini jalannya penelitian kurang dijelaskan secara

rinci. Setelah didapatkan sampel penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi 488
responden, kemudian diukur tingkat kecemasan dengan Anxiety Disorders Interview Schedule
for DSM-IV-T R, child version. Lalu dibagi ke dalam tiga (3) grup: dengan CBT, Sertraline,
dankombinasi antara keduanya.

CBT terdiri dari 14 sesi, 60 menit/ sesi, termasuk melihat dan mengukur tingkat

kecemasannya, respon pada pengobatan, dan perkembangan. Terapi berdasarkan Coping Cat
Program, klien juga menerima ketrampilan untuk memanage kecemasan.

Sertraline: terdiri dari 8 sesi, 60 menit/ sesi. Dimulai dengan dosis 25 mg/hari dan

meningkat menjadi 200 mg/hari sampai minggu ke 8. Pada minggu ke 8 klien yang

dipertimbangkan mengalami kondisi yang tidak semakin parah dan yang memiliki efek samping
minimal obat diberi kesempatan untuk peningkatan dosis.

F.

Kombinasi: terapi antara Sertraline dan CBT.

ANALISIS DATA

Analisa data menggunakan SAS software, versi 9.1.3 (SAS Institut)

G.
1.

HASIL PENELITIAN
Logistic regression model menunjukkan tiap pengobatan/ terapi dalam penelitian ini ada

dalam tempat yang utama/ baik dibanding dengan placebo: terapi kombinasi v.s placebo
(p<0.001), CBT v.s placebo (p<0.001), sertraline v.s placebo (p<0.001)
2.

Parrwise comparison memunjukkan bahwa terapi kombinasi lebih baik dibandingkan terapi

tunggal CBT/ sertraline (p<0.001)


3.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara sertraline dan CBT (p=0.41atau p, 0.05)

H. TEORI YANG RELEVAN


Gangguan kecemasan adalah kondisi yang umum terjadi pada anak-anak dan remaja. Meskipun
terapi kognitif perilaku dan serotonin-reuptake inhibitor memeperlihatkan efektivitasnya untuk
terapi gangguan kecemasan ini, tetapi sedikit sekali pengetahuan yang membandingkan
efektivitas antara keduanya atau efektivitas kombinasi antara keduanya.
Gangguan kecemasan umum terjadi pada 4 juta orang atau sekitar 2.8% dari penduduk dunia,
gangguan ini merupakan gangguan kesehatan jiwa yang umum terjadi. Perempuan dua kali lebih
rentan terkena gangguan kecemasan ini. CBT ( Cognitive Behavioral Therapy ) merupakan terapi
yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan kecemasan, yaitu dengan melakukan
konfrontasi terhadap ketidak rasionalan dan ketidak tepatan perilaku, sehingga akan mengubah
pandangan seseorang menjadi adaptif.

BAB VI
PENUTUP

KESIMPULAN
Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaanperasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, dan kekhawatiran dan juga ditandai dengan
aktifnya sistem saraf pusat (Trismiati, 2004). Kecemasan dapat pula didefinisikan sebagai suatu
manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang
sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin (konflik). Rasa cemas timbul akibat
melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancamdirinya (Daradjat, 1988). Kecemasan
merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatis yang
menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan autonomic (Kaplan dan Saddock (2005)).
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan
terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan
berasal dari dalam (DepKes RI, 1990).
Teori

KecemasanKecemasan

merupakan

suatu

respon

terhadap

situasi

yang

penuh

dengantekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatuharapan
yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakantingkah laku (Rawlins, at al,
1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial ataufisik. Beberapa teori memberikan kontribusi
terhadap kemungkinan faktor etiologidalam pengembangan kecemasan.
Kedua terapi yaitu CBT dan sentraline dapat menurunkan derajat gangguan kecemasan pada
anak dengan gangguan kecemasan, tetapi kombinasi antara kedua terapi tersebut memperlihatkan
efek yang paling baik.

DAFTAR PUSTAKA

JOURNAL; CognitiveBehavioral Therapy, Sertraline, or a Combination in Childhood Anxiety.


http://www.idijakbar.com/prosiding/gangguan_anxietas.htm
http://www.mitrariset.com/2008/11/kecemasan-atau-ansietas.html
http://www.pikirdong.org/psikologi/psi18axdi.php
http://www.scumdoctor.com/Indonesian/psychology/cognitive-therapy/Who-Is-The-Founder-OfCognitive-Behavioral-Therapy.html
http://www.scumdoctor.com/Indonesian/psychology/cognitive-therapy/How-Does-CognitiveBehavioral-Therapy-Work.html
Carpenito, Lynda Juall, 2001, Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, Alih bahasa Monica Ester,
Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
_____________. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan : Bagaimana mengatasi penyebabnya. Jakarta : Pustaka popular
obor.
Suliswati dkk. (2005). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : Prehalindo.

Anda mungkin juga menyukai