Anda di halaman 1dari 17

Eritroblastosis Fetalis

Disusun oleh: KELOMPOK D2


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Nama

NPM

M. Alfian Musyadat
Ria Ekawati Putri
Firman Rengga Darmawan
Yehezkiel Yance Tengker
Febriana Ayu Permatasari
Intan Ayu Permatasari

10700177
10700179
10700181
10700183
10700185
10700187

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2011/2012

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya yang telah diberikan pada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah berjudul
Eritroblastosis ini dengan lancar. Tanpa bantuan dari Tuhan Yang Maha Esa dan kerja sama
kelompok, maka tugas ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
Tugas yang kami kerjakan ini dimaksudkan agar kami dapat mengerti dan memahami
sistem pembelajaran yang dilaksanakan di FK UWKS. Dengan begitu tugas ini harus
diselesaikan agar kami dapat mengikuti proses belajar mengajar di FK UWKS dengan baik.
Kami mengucapkan banyak terima kasih pada dr Hayati selaku dosen ilmu faal dan
seluruh anggota yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Tugas yang kami
kerjakan ini mungkin dapat menjadi sumber informasi bagi para pembaca. Kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang
menyangkut makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Surabaya, 23 Oktober 2011

Kelompok D2

Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................................................3
BAB 1..........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
Latar belakang..........................................................................................................................4
Permasalahan............................................................................................................................5
Tujuan.......................................................................................................................................5
BAB II..........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..........................................................................................................................6
Pengertian eritroblastosis fetalis...........................................................................................6
Penyebab eritroblastosis fetalis.............................................................................................6
Tipe eritroblastosis fetalis......................................................................................................7
Gejala klinis............................................................................................................................9
Pencegahan............................................................................................................................10
Pengobatan............................................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................16
PENUTUP..................................................................................................................................16
Kesimpulan...........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................17

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Eritroblastosis fetalis atau penyakit hemolisis merupakan salah satu jenis penyakit yang
memberikan angka kematian ibu dan bayi cukup besar di Indonesia. Hal ini dikarenakan
karena belum ditemukannya cara pencegahan dan pengobatan yang pasti yang dapat
menangani penyakit tersebut. Karena tingginya resiko dan angka kasus eritroblastosis fetalis,
sudah cukup banyak penelititan yang bertujuan untuk mengetahui angka jenis rhesus manusia
di berbagai belahan dunia, karena golongan darah rhesus inilah yang nantinya menjadi
penyebab utama timbulnya eritroblastosis fetalis.
Eritroblastosis fetalis adalah suatu sindroma yang ditandai oleh anemia berat pada janin
dikarenakan ibu menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah janin. Sindroma ini
merupakan hasil dari inkompatibilitas kelompok darah ibu dan janin terutama pada sistem
rhesus. Sistem rhesus merupakan suatu sistem yang sangat komplek dan masih banyak
perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur, maupun interaksi antigeniknya.
Rhesus positif (Rh posistif) adalah seseorang yang mempunyai Rh-antigen pada eritrositnya,
sedangkan Rhesus negatif (Rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai Rh-antigen
pada eritrositnya.
Landstein dan Wiener 1940, menemukan bahwa terjadi reaksi positif dan negatif terhadap
serum kero Macaca, rhesus yang merupakan subsistem golongan darah. Dapat dirinci bahwa
reaksi rhesus negatif dijumpai pada:
Masyarakat Eropa : 15%
Negro : 7-8%
Sedangkan Asia 100% rhesus positif.
4

Dengan meningkatnya hubungan antarbangsa, perkawinan makin tinggi jumlahnya dan


memberi peluang makin besar terjadi eritroblastosis fetalis.
Permasalahan
Apakah eritroblastosis fetalis itu?
Apa yang menyebabkan eritroblastosis fetalis?
Bagaimana tipe eritroblastosis fetalis?
Apakah gejala klinis dari penyakit ini?
Bagaimana pencegahan dari penyakit ini?
Bagaimana pengobatan eritroblastosis fetalis?
Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memperluas wawasan pembaca tentang
eritroblastosis fetalis. Selain itu supaya pembaca mengetahui hal yang berhubungan dengan
penyakit ini dari penyebab, tipe, sampai dengan usaha pencegahan dan cara pengobatannya.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian eritroblastosis fetalis
5

Eritroblastosis fetalis merupakan suatu kelainan berupa hemolisis pada janin yang akan
tampak pada bayi yang baru lahir karena inkompatibilitas golongan darah dengan ibunya.
Inkompatibilitas ini menyebabkan terbentuknya sisitem imun ibu sebagai respon terhadap sel
darah bayi yang mengandung suatu antigen.

Penyebab eritroblastosis fetalis


Pada prinsipnya inkompatibilitas terjadi bila sel darah merah janin yang mengandung
suatu antigen yang tidak dimilki oleh ibu masuk ke dalam sirkulasi darah ibu. Antigen
tersebut mensensitisasi sistem imun ibu untuk membentuk antibodi, yaitu suatu protein yang
berfungsi menyerang dan menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing atau membawa
benda asing (antigen), dan terjadilah destruksi sel darah merah janin.
Masalah inkompatibilitas ini belum terlalu bermasalah pada kehamilan pertama karena
hanya sedikit darah janin yang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu sehingga tidak terbentuk
antibodi dari tubuh ibu, baru pada saat melahirkan darah janin banyak masuk ke sirkulasi
darah ibu. Terbentuknya antibodi setelahnya tidak berpengaruh pada bayi pertama yang
sudah lahir tersebut. Namun, adakalanya perdarahan-perdarahan kecil pada kehamilan
menyebabkan darah janin masuk ke sirkulasi ibu dan terbentuk antibodi.
Pada kehamilan berikutnya janin dalam keadaan yang lebih berbahaya karena antibodi
ibu yang telah terbentuk setelah proses kelahiran sebelumnya menyerang sel darah janin yang
mengandung antigen. Akibatnya sel-sel darah janin mengalami hemolisis hebat. Kelahiran
anak kedua menimbulkan komplikasi klinis yang menyebabkan kematian intrauterine,
serebral palsi, ikterus neonatorum, pembesaran pada lever dan limpa.

Tipe eritroblastosis fetalis


Secara garis besar, terdapat dua tipe penyakit inkompatibilitas yaitu: inkompatibilitas
Rhesus dan inkompatibilitas ABO. Keduanya mempunyai gejala yang sama, tetapi penyakit
Rh lebih berat karena antibodi anti-Rh yang melewati plasenta lebih menetap bila
6

dibandingkan dengan antibodi anti-A atau anti-B. Rhesus negatif pada orang Indonesia jarang
terjadi, kecuali adanya perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif.
Selama 20 tahun, dari tahun 1972-1993, di Jakarta terjadi hal-hal sebagai berikut: 8 kasus
antagonismus Rhesus dengan istri Rh negatif, semuanya bukan orang Asia, hanya pada 2
orang ibu (25%) terjadi imunisasi. Selanjutnya dalam waktu yang sama dijumpai 2 kasus
eritroblastosis fetalis karena inkompatibilitas ABO dan 2 kasus lainnya yang tidak diketahui
dengan pasti sebabnya, satu diantaranya mungkin karena inkompatibilitas ABO.
Inkompatibilitas faktor Rh. Faktor Rh ini bersifat dominan, artinya seseorang yang
memiliki satu saja copy faktor Rh dalam gennya dinyatakan Rh positif, sedangkan yang tidak
punya copy faktor Rh dalam gennya digolongkan sebagai Rh negatif. Ibu dengan Rh- dan
ayah Rh+, ada kemungkinan anaknya memiliki Rh+ karena mendapat faktor Rh dari
ayahnya. Hal ini berarti darah ibu tidak mempunyai faktor Rh, sedangkan dalam darah
janinnya ada faktor Rh, dan hanya dalam kasus seperti inilah terjadi inkompatibilitas Rh.
Inkompatibilitas golongan darah ABO juga bisa menyebabkan eritroblastosis fetalis.
Dalam sistem ini dikenal antigen A dan antigen B. Orang yang mempunyai antigen A dalam
sel darah merahnya bergolongan darah A, yang mempunyai antigen B bergolongan darah B
yang mempunyai kedua antigen tersebut bergolongan darah AB, sedangkan yang tidak punya
kedua antigen disebut bergolongan darah O. Inkompatibilitas ABO ini terjadi pada ibu
dengan golongan darah O dengan janin yang mempunyai antigen A dan atau antigen B.
Patofisiologi
Penyakit inkompatibilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan
antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil,
eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang
dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang
terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi.
Imun antibodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam
peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan
antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan
menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh
7

bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti
banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.
Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang
selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini
melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya
untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400
antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting
sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi
menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya
terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin.
Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya,
misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah
Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah
dapat melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal
dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati,
tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu
waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat
menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi
dapat berkembang menjadi kernikterus.
Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar
gula darah, dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan
oleh adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak
(swollen). Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal, karena paru tidak dapat
mengembang maksimal dan mungkin mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk
jangka waktu tertentu akan mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia
dapat menimbulkan masalah jantung.

Gejala klinis

Hidrops fetalis
Hidrops fetalis adalah suatu sindroma ditandai edema menyeluruh pada bayi, asites dan
pleural efusi pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yang terjadi bervariasi, tergantung
intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi ke dalam kavum
serosa (hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama akan
menyebabkan hiperplasia eritroid pada sumsum tulang, hematopoesis ekstrameduler di
dalam lien dan hepar, pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan
hepatosplenomegali yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang
sangat membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin.
Patofisologi hidrops fetalis tak jelas. Teori-teori penyebabnya mencakup keadaan:
1. gagal jantung akibat anemia.
2. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baerat
3.

hipertensi vena portal dan umbilikus akibat kerusakan parenkim hati oleh proses
hematopoesis ekstrameduler.

4.

menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan oleh


disfungsi hepar

Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan kegagalan
sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas pada saat
dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie menyebar, sesak nafas dan
kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa jam meskipun transfusi
sudah diberikan.

Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia juga terjadi akibat hemolisis, karena, hemoglobin dipecah dan
terbentuklah bilirubin. Bayi menjadi jaundice, yaitu terlihat warna kuning pada kulit dan
9

sklera matanya. Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat,


khususnya ganglia basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yang muncul berupa
letargia, kekakuan ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak
mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu.
Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah kepala
dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak pernah
dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif.
Anemia yang terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama berminggu
minggu hingga berbulan-bulan

Pencegahan
Untuk meminimalisasi bahaya eritroblastosis fetalis ini, hendaknya dilakukan
pemantauan sejak dini. Apabila ada potensi inkompatibilitas pada golongan darah ibu dan
anak, misalnya ibu dengan Rh-negatif dengan suami yang Rh-positif, sebaiknya dilakukan
pemantauan berkala antibodi yang terbentuk dalam darah ibu. Observasi dan pemeriksaan
ulang titer Rh antibodi pada ibu hamil dengan Rh negatif, dilakukan pada umur kehamilan
20, 28, dan 34 minggu. Bila memungkinkan dapat dilakukan amniosintesis ataupun
pengambilan darah janin dari umbilical cord sehingga golongan darah janin dapat diketahui.
USG juga dapat menjadi alternatif pemantauan untuk mendeteksi adanya hidrop fetalis.
Apabila ada tanda bahaya dan kehamilan telah berusia 32-34 minggu hendaknya kehamilan
segera diakhiri dengan segera melakukan proses kelahiran.
Untuk kehamilan kedua dari ibu yang janinnya mengalami eritroblastosis fetalis pada
kehamilan pertama, hendaknya berkonsultasi dengan dokter sesegera mungkin.
Kematian janin dan neonatus pada eritroblastosis fetalis:
a. Kerusakan organ vital
b. Dekompensasio kordis
c. Perdarahan dan nekrosis: paru-paru, lien dan ginjal, lever, otak
10

d. Kernikterus
Tindakan terpenting untuk menurunkan insiden kelainan hemolitik akibat isoimunisasi
Rhesus adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin yang
digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram antibodi D. 100 mikrogram anti
Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang
diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap
penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih
dari antibodi pada kehamilan berikutnya.
Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang mengalami
sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan ternyata sangat protektif. Ibu dengan
kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau perdarahan pervaginam
harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi tanpa preparat imunoglobulin. Ibu
rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun fraksi darah berupa trombosit atau
plasmaferesis berisiko untuk mengalami sensitisasi.
Kalau terdapat keraguan untuk memberikan preparat Ig anti G maka preparat tersebut
harus diberikan, termasuk kepada ibu yang tampaknya belum mengalami sensitisasi dalam
waktu 72 jam setelah melahirkan. Kebijaksanaan ini dapat menurunkan resiko isoimunisasi.
Antibodi dengan dosis 300 mikrogram diberikan kepada ibu rhesus negatif yang belum
mengalami sensitisasi pada kehamilan 28 minggu dan kehamilan 34 minggu atau pada saat
dilakukan amniosintesis atau pada saat terjadi perdarahan uterus. Dosis ketiga diberikan
kepada ibu sesudah melahirkan.
Kegagalan pemberian anti D terjadi bila :
1. tidak diberikan suntikan RhIg pada ibu Rh negatif (D-) yang telah melahirkan bayi Rh
positif
2.

tidak diberikan suntikan Immunoglobulin anti-D setelah abortus atau setelah


pemeriksaan amniocentesis

11

3. pemberian dosis RhIg tidak mencukupi (karena feto maternal macrotransfusion jarang
terjadi)
4. sudah terlanjur terjadi sensitisasi oleh sel darah merah janin

Pengobatan
Pada bayi yang sudah lahir dapat dilakukan transfusi darah untuk mengatasi anemia dan
juga perdarahan. Fototerapi dilakukan untuk membantu mengatasi hiperbilirubinemia. Bayi
juga bisa diberi oksigen dan cairan berisi elektrolit dan obat-obatan untuk mengatasi gejalagejala yang timbul (pengobatan simptomatis).
Profilaksis dengan RhoGam diberikan dalam waktu 48 jam pada:
- Abortus.
- Hamil ektopik.
- Persalinan.
- Setiap perdarahan saat hamil.
Indonesia memerlukan persediaan RhoGam untuk protilaksis deniran menitnikatkan
perkawinan antarbangsa.
Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan
bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya dilakukan
dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak ada donor Rhesus
negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus positif sesering mungkin
sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan dari tubuh bayi. Bentuk berat
tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh
gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan
kematian janin.

Transfusi tukar

12

Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :


1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah
2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells) dengan
eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis)
3. mengurangi kadar serum bilirubin
4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu
Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :
a. berikan darah donor yang masa simpannya 3 hari untuk menghindari kelebihan
kalium
b. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus negatif (D-)
c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells
d. bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak tersedia
maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh positif) untuk
transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi kembali dengan
memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.
e. pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells
f.

darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan lama
pemberian transfusi 90 menit

g. lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila tidak
memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan darah ibunya,
namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan darah bayi.
h. sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37C
13

i.

pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor
sebanyak 50 ml. Lakukan sengan cara diatas hingga semua darah donor
ditransfusikan.

Tabel calon donor transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas

GOLONGA

GOLONGAN DARAH IBU

AB

DARAH

BAYI

AB

AB

Transfusi intra uterin


Pada tahun 1963, Liley memperkenalkan transfusi intrauterin. Sel eritrosit donor
ditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang nantinya akan diabsorbsi dan masuk
kedalam sirkulasi darah janin (intraperitoneal transfusion). Bila paru janin masih belum
matur, transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah bayi Rhesus (D) negatif tak
akan mengganggu antigen D dan karena itu tak akan merangsang sistem imun ibu
memproduksi antibodi. Tiap antibodi yang sudah ada pada darah ibu tak dapat
mengganggu darah bayi. Namun harus menjadi perhatian bahwa risiko transfusi
intrauterin sangat besar sehingga mortalitas sangat tinggi. Untuk itu para ahli lebih
memilih intravasal transfusi, yaitu dengan melakukan cordocentesis (pungsi tali pusat
perkutan). Transfusi dilakukan beberapa kali pada kehamilan minggu ke 2634 dengan
menggunakan Packed Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak 50100 ml.
Induksi partus dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi dibantu dengan transfusi

14

tukar 1x setelah partus. Induksi pada kehamilan 32 minggu dapat menurunkan angka
mortalitas sebanyak 60%.

Transfusi albumin
Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat sebagian
bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko terjadinya overloading
sangat besar maka pemberian albumin banyak ditinggalkan.

Fototerapi
Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin.
Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal.

BAB III
PENUTUP
15

Kesimpulan
Eritroblastosis fetalis merupakan jenis penyakit yang memberikan angka kematian ibu
dan bayi cukup besar di Indonesia. Pencegahan dan pengobatan yang pasti dan dapat
menangani penyakit tersebut masih belum ditemukan. Eritroblastosis fetalis adalah
penyakit yang ditandai oleh anemia berat pada janin dikarenakan ibu menghasilkan
antibodi yang menyerang sel darah janin. Sindroma ini merupakan hasil dari
inkompatibilitas kelompok darah ibu dan janin. Secara garis besar, terdapat dua tipe
penyakit inkompatibilitas yaitu: inkompatibilitas Rhesus dan inkompatibilitas ABO.
Keduanya mempunyai gejala yang sama, tetapi penyakit Rh lebih berat karena antibodi
anti-Rh yang melewati plasenta lebih menetap bila dibandingkan dengan antibodi anti-A
atau anti-B. Dengan meningkatnya hubungan antarbangsa, perkawinan makin tinggi
jumlahnya dan memberi peluang makin besar terjadi eritroblastosis fetalis.

DAFTAR PUSTAKA
16

Guyton, Arthur C dan Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta:
EGC.
www.tanyadokteranda.com
http://www.sarangilmu.com/showthread.php?tid=58

17

Anda mungkin juga menyukai