Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.1
Stroke merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan kematian dan
merupakan penyebab terbanyak yang paling sering yang menyebabkan gangguan neurologik.
Sekitar 750.000 stroke terjadi dan sekitar 150.000 orang meninggal karena stroke di amerika
serikat setiap tahun. Insidens meningkat berdasarkan umur, sekitar dua pertiga dari stroke terjadi
pada umur lebih dari 65 tahun dan lebih tinggi pada pria daripada wanita serta lebih tinggi pada
keturunan afrika-amerika daripada kulit putih. Faktor-faktor risiko yang lain termasuk hipertensi
sistolik, hiperkolesterolemia, merokok sigaret, konsumsi alkohol berat dan penggunaan
kontrasepsi. Faktor genetik juga penting dalam patogenesis stroke, karena stroke juga merupakan
konsekuensi dari beberapa penyakit yang berhubungan dengan genetik yang mempengaruhi
pembuluh darah, tapi paling banyak penyebab stroke adalah multifaktorial yang melibatkan
genetik dan lingkungan.2
Mekanisme yang mendasari stroke reattack sangat kompleks dan multifaktorial.
Penelitian dari Lehigh valley recurrent stroke menjelaskan mengenai serangan kedua dari stroke
pada stroke iskemik dikenal dengan 5 faktor risiko yaitu: hipertensi, miokardial infark, aritmia
jantung, diabetes mellitus dan transient ischemic attack.3,4
Menurut New Neurologic Instititute, stroke dibagi atas 2 golongan besar yaitu :
1. Stroke iskemik atau stroke infark (stroke non hemoragik)
2. Stroke perdarahan (stroke hemoragik).1

Stroke Non Hemorrhagik (Stroke Iskemik)


Pada stroke iskemik kebanyakan disebabkan oleh emboli ekstrakranial atau thrombosis
intracranial. Menyebabkan aliran darah di otak berkurang. Proses iskemik yang terjadi diotak
mengalami rangkaian kejadian dimulai dijaringan saraf dan seterusnya menyebabkan kematian
neuronal dan infark. Level normal dari cerebral blood flow merupakan faktor kunci mencegah
kerusakan jaringan. Aliran darah otak kira-kira 50 cc/100 gr/menit, disubstansia kelabu 80
cc/100gr/menit dan di substansia putih 20 cc/100gr/menit. Otoregulasi merupakan proses di

1
mana blood flow selalu konstan meskipun tetap fluktuasi pada MABP (mean arterial blood
pressure). Pada orang normal MABP berkisar antara 60-150 mmHg tanpa perubahan CBF karena
pembuluh darah pada intracranial otomatis melebar dan menyempit untuk mengimbangi tekanan
flow yang relative stabil. Jika MABP turun dibawah 60 mmHg akan menimbulkan gejala global
seperti sinkop dan menurunnya kesadaran karena blood flow akan menurun mengikuti MABP.
Apabila MABP diatas 150 mmHg, pembuluh darah mengalami spasme dan ekstravasasi cairan
dan kemampuan otorefualais menjadi hilang. Keadaan ekstrim seperti ini dapat terjadi pada
hipertensi ensefalopati. Penyumbatan pada pembuluh darah yang memasuki parenkim otak
menjadikan nonflow dikitari penumbra akibat: kegagalan elektrik (reversible), menurunnya
oksigen dan glukosa, diikuti menurunnya energy dan timbulnya asidosis laktat, berlanjut dengan
kegagalan metabolic dan proses akhir terjadi infark dan nekrosis.1,5
Menurut klasifikasi Bamford, gejala klinis yang bisa ditemui pada stroke iskemik yaitu:
- Sindrom lakuner (LACI): Dapat ditemukan gejala hemiparesis murni, hemisensorik
murni, hemiparesis sensori-motorik, disartria, hemiparesis ataksik, tidak ada deficit
visual, tidak ada gangguan fungsi batang otak, tidak ada hemianopsia homonym, tidak
terdapat gejala kortikal: afasia/disfasia
- Sindroma sirkulasi anterior total (TACI): ditemukannya semua gejala hemiparesis dan
gangguan hemisensoris, hemianopsia homonim, disfungsi kortikal luhur: terutama
disfasia/disfungsi persepsi-visuospatial, sering terdapat penurunan kesadaran
- Sindroma sirkulasi anterior parsial (PACI): terdapat 2 dari gejala TACI
(hemiparesis/hemisensorik, hemianopsia homonym, disfungsi kortikal luhur), hanya
disfungsi kortikal luhur saja, hanya terbatas pada hemiparesis/ hemisensorik
- Sindroma sirkulasi posterior (POCI): ditemukan beberapa dari gejala ini: paresis n.
cranialis ipsilaterla dan hemiparesis/hemisensorik kontralateral, paresis dan gangguan
sensorik bilateral, gangguan gerakan konyugasi mata, disfungsi serebelar: vertigo, ataksia
anggota gerak dan trunkus, hanya hemianopsia homonym atau buta kortikal, mungkin
ada gejalatanpa arti lokalisasi: sindrom horner, nistagmus, gangguan pendengaraan,
akibat variasi vaskularisasi bisa ada gejala afasia dan agnosia.1
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak. Untuk memperkuat
diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.3

2
Penanganan stroke iskemik akut yaitu berupa resusitasi kardiopulmoner untuk stabilisasi
fungsi kardiovaskuler dan pernapasan yaitu: pembebasan jalan napas, serta pemeriksaan dan
pembersihan lendir setiap 10-20 menit untuk mencegah obstruksi jalan napas, pemberian
oksigen 2-4 L/menit dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan. Pada stroke
in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah
terjadi completed stroke. Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan
darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan
menambah resiko terjadinya perdarahan ke dalam otak. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika obat tertentu yang berfungsi
menghancurkan bekuan darah (misalnya streptokinase atau plasminogen jaringan) diberikan
dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke. Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah
mati memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya.
Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan. Tetapi pengangkatan sumbatan setelah
transient ischemic attack, bisa mengurangi resiko terjadinya stroke di masa yang akan datang.
Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut,
biasanya akan diberikan manitol atau kortikosteroid. Diberikan perhatian khusus kepada fungsi
kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya dekubitus). Kelainan
yang menyertai stroke (misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah
tinggi dan infeksi paru-paru) harus diobati. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan
suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.1,5

3
LAPORAN KASUS

Identitas Penderita
Nama : Tn. H.S
Umur : 61 tahun
Alamat : Sea
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk rumah sakit : 13/7/2009

Anamnesis
Keluhan utama: Lemah anggota gerak kanan dan tidak bisa bicara
Kelemahan anggota gerak dan tidak bisa bicara dialami penderita kira-kira 7 jam sebelum masuk
rumah sakit, terjadi tiba-tiba saat penderita sedang beristirahat. Keluhan nyeri kepala, pusing
sebelahnya tidak ada, kejang tidak ada dan panas tidak ada. Penderita juga tiba-tiba sesak napas
sejak kira-kira 4 jam yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu:
- Stroke pada tahun 2004 dengan kelemahan anggota gerak kanan dan bicara pelo (kembali
normal)
- Asma sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol obat
- Hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, tidak terkontrol obat
Riwayat sosial:
- Riwayat merokok (+) 10 tahun yang lalu

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak sakit Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg Nadi : 75 x/menit, regular
Respirasi : 30 x/menit Suhu : 36,3

Status Interna Singkat


Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

4
Thoraks : Ronchi +/+ Wheezing +/+
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat
Status Neurologis
GCS E4M6Vafasia Pupil bulat isokor 3 mm Refleks cahaya +/+ Refleks cahaya tidak langsung +/+
Nn. Cranialis : Kesan paresa N. XII deviasi ke kanan
Tanda rangsangan meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinski (-), laseq (-)
Status Motorik : Kekuatan otot 1/1/1/1/5/5/5/5 Tonus otot ↓/n
1/1/1/1/5/5/5/5
Refleks fisiologis: +/+ Refleks patologis: +/+
Status sensorik : sukar dievaluasi
Status otonom : BAB/BAK normal

Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin : 13,8 GDS : 108 Natrium : 138
Leukosit : 9.100 Ureum : 19 Kalium : 4,4
Trombosit : 200.000 Kreatinin : 0,7 Chlorida : 104
Eritrosit : 4,71. 106
Hematocrit : 40,3

EKG : Kesan : LVH

Diagnosis Kerja : Re-attack Stroke (Stroke Non Hemorrhagik) + Asma bronchiale

Terapi
O2 2-4 l/m
IVFD RL : RL + Farbion = 1: 1  14 gtt
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Captoril 3 x 25 mg tab jika MABP > 130
Bila kesulitan menelan pasang NGT

5
Periksa DL, GDS, Na, K, Cl, Ur, Kreat
EKG dan X-foto thorax
CT-Scan kepala, MRS, konsul interna

Follow Up
14/7/2009 (hari II)
S : Lemah anggota sebelah kanan + Sesak
O : KU: Tampak sakit Kes: CM
T: 150/100 mmHg N: 88x/m R: 32x/m S: 370 C
Status neurologis
GCS E4M6Vafasia
Pupil bulat isokor 3 mm Refleks cahaya +/+ Refleks cahaya tidak langsung +/+
Nn. Cranialis : Kesan paresa N. XII deviasi ke kanan
Tanda rangsangan meningeal: Kaku kuduk (-), Brudzinski (-), laseq (-)
Status Motorik : Kekuatan otot 1/1/1/1/5/5/5/5 Tonus otot ↓/n
1/1/1/1/5/5/5/5
Refleks fisiologis: +/+ Refleks patologis: +/+
Status otonom : BAB/BAK normal
A : Re-attack Stroke (SNH) + Asma Bronchiale
P : O2 2-4 l/m
IVFD RL : RL + Farbion = 1: 1  14 gtt
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Captoril 3 x 25 mg tab jika MABP > 130
Bila kesulitan menelan pasang NGT

15/7/2009 (hari III)


S : Sadar, tidak bisa bicara
O : KU: Sedang Kes: CM
T: 160/100 mmHg N: 92x/m R: 28x/m S: 36,60 C
GCS E4M6Vafasia

6
Afasia motorik
A : CVD Stroke Reattack + Asma Bronchiale
P : O2 2-4 l/m
IVFD RL
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Amdixal 5 mg 1-0-0
Asthin force 1-0-0
Fisioterapi + Speech therapy
Brain CT-Scan

16/7/2009 (hari IV)


S : Sadar, tidak bisa bicara, lemah anggota gerak sebelah kanan
O : KU: Sedang Kes: CM
T: 150/90 mmHg N: 80x/m R: 28x/m S: 36,60 C
GCS E4M6Vafasia
Afasia motorik
A : CVD Stroke Reattack + Asma Bronchiale
P : O2 2-4 l/m
IVFD RL
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Amdixal 5 mg 1-0-0
Asthin force 1-0-0
Fisioterapi + Speech therapy
Brain CT-Scan

17/7/2009 (hari V)
S : Sadar, tidak bisa bicara, lemah anggota gerak sebelah kanan
O : KU: Sedang Kes: CM
T: 150/90 mmHg N: 88x/m R: 28x/m S: 37,80 C

7
GCS E4M6Vafasia
Afasia motorik
A : CVD Stroke Reattack + Asma Bronchiale
P : O2 2-4 l/m
IVFD RL
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Amdixal 5 mg 1-0-0
Asthin force 1-0-0
Fisioterapi + Speech therapy
Brain CT-Scan

18/7/2009 (hari VI)


S : Kesadaran menurun
O : KU: Sedang Kes: somnolen
T: 150/90 mmHg N: 100x/m R: 24x/m S: 36,60 C
GCS E4M1V1
A : CVD Stroke Reattack + Asma Bronchiale
P : O2 2-4 l/m
IVFD RL
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Amdixal 5 mg 1-0-0
Asthin force 1-0-0
Fisioterapi + Speech therapy
Brain CT-Scan

Jam 10.55 : Kejang (+) 5 menit


11.00 : Diazepam 1 ampul
T: 160/100 mmHg N: 120 x/m R: 24 x/m S: 36,80 C
11.15 : Pindah IMC

8
12. 15: Masuk IMC
Pasang NGT, Kateter, fenitoin 2 x 100 mg caps
18.00
S : Kesadaran menurun, sesak (-), panas (+)
O : KU: jelek Kes: koma
T: 130/70 mmHg N: 110x/m R: 24x/m S: 380 C
GCS E1M2V1
A : CVD Stroke Reattack + Asma Bronchiale
P : O2 2-4 l/m
IVFD RL
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Amdixal 5 mg 1-0-0
Asthin force 1-0-0
Fisioterapi + Speech therapy
Brain CT-Scan

19/9/2009 (hari VII)


S : Kesadaran menurun
O : KU: sakit berat Kes: somnolen
T: 120/80 mmHg N: 88x/m R: 24x/m S: 36,80 C
GCS E1M5V1
A : CVD Stroke Reattack + Asma Bronchiale
P : O2 2-4 l/m
IVFD RL
Brain act 2 x 500 mg IV
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Amdixal 5 mg 1-0-0
Asthin force 1-0-0
Fisioterapi + Speech therapy
Brain CT-Scan

9
DISKUSI

Pada penderita ini didiagnosis dengan Cerebrovascular reattack (Stroke Non


Henmoragik) berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesis yaitu pada penderita ini terdapat riwayat pernah mendapat
serangan stroke pada tahun 2004 serta penderita mengeluh kelemahan anggota badan bagian
kanan dan tidak bisa bicara kira-kira 7 jam sebelum masuk rumah sakit, tidak disertai nyeri
kepala, mual ,muntah. Hal ini sesuai dengan gejala-gejala stroke non hemoragik yaitu: terjadi
saat santai atau disadari saat bangun pagi, ada riwayat TIA sebelumnya, tidak biasanya nya
ditemukan nyeri kepala, muntah, kejang dan kesadaran menurun, tidak ditemui adanya tanda
rangsangan meningeal.1
Pada penderita ini ditemukan adanya faktor risiko dari stroke yaitu penderita sudah
berusia diatas 55 tahun, memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, serta penderita
sebelumnya mempunyai riwayat kebiasaan merokok. Usia diatas 55 tahun memiliki risiko stroke
2 kali tiap dekade. Diketahui hipertensi merupakan faktor utama stroke. Hampir 70% penderita
stroke ada hipertensi. Hipertensi mempercepat proses aterosklerosis yang menyebabkan
aterotrombotik stroke dan perdarahan otak karena pecahnya mikroanurisma. Risiko stroke naik
sebandinga dengan naiknya tekanan darah. Borderline hipertensi mempunyai risiko stroke 2 kali
dari normotensi. Hipertensi lebih dari 160/95 mmHG mempunyai risiko 4-6 kali dari normotensi.
Merokok meningkatkan fibrinogen darah, menambah agregasi trombosit, menaikkan hematokrit
dan viskositas darah dan penebalan artei karotis interna. Risiko stroke pada perokok adalah 40%
pada laki-laki dan 60% pada wanita.1
Pada pemeriksaan fisik ditemukan afasia pada penderita, yaitu kesulitan untuk
memahami dan atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh gangguan pada hemisfer otak.
Pada penderita ini, tidak bicara, namun penderita sadar dan dapat memahi bahasa lisan. Pada
penderita ini ditemukan afasia motorik (broca).6
Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan hemiparesa dextra, yaitu pada
pemeriksaan n. XII didapatkan lidah mencong ke kanan serta pada pemeriksaan kekuatan otot
dan tonus otot, didapatkan kelemahan pada anggota gerak bagian kanan.
Setelah diagnosis ditegakkan maka diperlukan perawatan intensif berupa: memperhatikan
jalan napas agar tetap adekuat, pemberian O2 2-4 l/menit, pemasangan infus untuk pemberian

10
makanan, cairan, elektolit disesuaikan dengan kondisi penderita. Tindakan ini dilakukan untuk
menstabilisasi keadaan penderita. Kemudian diberikan obat-obatan neuroportektif untuk
mencegah delayed neuronal death pada daerah penumbra iskemik.1
Kemudian selanjutnya pada penderita ini dikonsulkan kebagian rehabilitasi medik untuk
direncanakan fisioterapi dan speech teraph. Tujuannya untuk mengurangi dampak dari semua
keadaan yang menimbulkan disabilitas serta agar dapat berpartisipasi aktif dalam keluarga.1

11
PENUTUP

1. Kesimpulan
Stroke non hemoragik (Stroke iskemik) menyebabkan aliran darah diotak menurun, yang
kemudian menyebabkan infark pada otak. Oleh karena itu stroke non hemoragik memerlukan
diagnosis dan penangan yang cepat dan tepat.

2. Saran
- Setelah adanya penangan fase akut pada penderita stroke diharapkan untuk dapat
dilakukan penanganan lebih lanjut untuk mencegah komplikasi
- Penderita memerlukan rehabilitasi medik
- Penderita memerlukan kontrol terhadap faktor risiko yang dapat diobati
.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian/SMF Neurologi FK UNSRAT/ RSUP Manado. Stroke Up Date. FK UNSRAT,


Manado; 2001
2. Aminof MJ, Greenberg DA, Simon RP. Stroke. In: Clinical Neurology 6 th Ed. Mc-graw
Hills 2007[e-book]
3. Stroke in perspective: risk factor. [online] 2009 [cited 2009 Jul 23]. Available from:
URL: http://www.strokecenter.org/education/ais_risk_factors/recurrent.htm
4. Yamamoto H, Bugoussslavsky J. Mechanism of second and further strokes. [online] 1998
[cited 2009 Jul 23]. Available from: URL: http://jnnp.bmj.com/cgi/reprint/64/6/771
5. Prudjodisastro S, Misbach J. Stroke Iskemik.[online] 2009 [cited 2009 Jul 19]. Available
from: URL: http://medicastore.com/penyakit/26/Stroke__Iskemik.html
6. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. FKUI, Jakarta; 1991

13

Anda mungkin juga menyukai