Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode pengolahan air limbah secara anaerobik merupakan metode pengolahan
untuk air limbah yang mempunyai kandungan organik tinggi (≥ 2000 mg/L). Dengan
tingginya kandungan organik biasanya pengolahan secara aerobik tidak dapat
berlangsung dengan efisisen karena waktu yang dibutuhkan untuk dekomposisi bahan-
bahan organik terlalu lama dan ukuran reaktor yang dibutuhkan terlalu besar. Pengolahan
anaerobik juga ditujukan untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi. Pengolahan anaerobik membutuhkan bakteri anaerobik yang
pertumbuhannya sangat lambatdan penjagaan kondisi kedap oksigen bebas yang cukup
ketat. Dengan demnikian tahap persiapan penumbuhan bakteri anaerobik (tahap start-up)
merupakan salah satu kendala dalam implementasi pengolahan air limbah secara
anaerobik. Penjagaan kondisi kedap oksigen bebas membutuhkan penanganan khusus dan
biaya yang tidak murah. Maka dalam aplikasi di industri pengolahan anaerobik biasanya
dikombinasikan dengan pengolahan aerobik.

1.2 Tujuan
a. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik (COD) dalam umpan
dan konsentrasi kandungan organic (COD) dalam efluen setelah percobaan
berlangsung selama seminggu,
b. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%)
kandungan bhan organic yang didekomposisi selama seminggu oleh
mikroorganisme dalam reactor terhadap kandungan bahan organic mula-mula,
c. Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama
seminggu untuk mengetahui efisiensi pembentukan gas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Proses pengolahan air limbah secara biologi dapat dilakukan secara aerobik dan
anaerobik. Pada pengolahan air limbah secara anaerobik, mikroorganisme
pendekomposisi bahan bahan organic dalam air limbah akan terganggu pertumbuhannya
jika terdapat O2 dalam system pengolahannya. Dalam pengolahan air limbah secara
aerobic, mikroorganisme mengoksidasi dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam
air limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan
enzim dalam mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan
energi sehingga mikroorganisme baru dapat bertumbuh.
Pada dasarnya, pertumbuhan mikroba dalam peralatan pengolah air limbah
terdapat dua macam pertumbuhan mikroorganisme:
1. Pertumbuhan tersuspensi (suspended growth);
Pertumbuhan tersuspensi merupakan pertumbuhan dimana mikroba
pendegradasi bahan-bahan organic bercampur merata dengan air limbah dalam
peralatan pengolah limbah.
2. Pertumbuhan terlekat (attached growth);
Pertumbuhan terlekat merupakan pertumbuhan mikroba yang melekat pada
bagian pengisi yang terdapat pada peralatan pengolah air limbah.
Contoh pengolah limbah secara anaerobik yang menggunakan sistem
pertumbuhan mikroba tersuspensi diantaranya yaitu Laguna Anaerobik dan Up-Flow
Anaerobic Sludge Blanket. Sedangkan Filter Anaerobik dan Anaerobic Fluidized Bed
Reactor merupakan contoh peralatan pengolahan air limbah/reaktor yang menggunakan
sistem pertumbuhan mikroba terlekat secara anaerobik. Contoh peralatan pengolahan
aerobic diantaranya yaitu Lumpur Aktif dan Laguna Teraerasi. Sedangkan reaktor yang
menggunakan sistem pertumbuhan mikroba terlekat secara aerobik diantaranya yaitu
Trickling Filter dan Rotating Biological Contactor.
Dalam proses pengolahan air limbah secara anaerobik terdapat dua macam sistem
pengolahan, yaitu pengolahan satu tahap dan pengolahan dua tahap. Pada pengolahan
satu tahap, semua tahap reaksi pengolahan secara anaerobic berlangsung dalam satu
reactor. Pada pengolahan dua tahap, reaksi hidrolisis berlangsung dalam reaktor pertama
pada pH 4,5 – 6,0. Asetogenesis dan metanogenesis di reaktor dua pada pH 6,5 – 7,0.
Dengan pemisahan tahapan reaksi yang berlangsung pada rentang pH yang berbeda maka
pada pengolahan dua tahap diharapkan sistem pengolahan seperti ini lebih efisien.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan BahanTahap Percobaan


3.1.1 Alat yang digunakan
2 buah labu erlenmeyer 250 ml 1 buah oven
2 buah corong gelas 1 buah furnacee
2 buah cawan porselen 1 buah hach COD digester
1 buah desikator 2 buah tabung hach
1 buah neraca analitis 1 buah buret , klem, dan statif

3.1.2 Bahan kimia yang digunakan


Nama bahan Konsentrasi Volume
(g/L) (mL)
Glukosa 2,0 -
NH4HCO3 0,15
KH2PO4 0,15 -
NaHCO3 0,5 -
K2HPO4 0,5 -
Trace Metal Solution - 1
MgSO4.7H2O 5,0 -
Trace Metal Solution - 1
FeCl3 5,0
CaCl2 5,0
KCl 5,0
CoCl2 1,0
NiCl2 1,0
FAS - -
Indikator Ferroin ( 3 tetes) -
Kertas saring - -

3.2 Prosedur Kerja

Standardisasi larutan FAS


Pengenceran sampel hingga 10 kali pengenceran

Aquadest hingga tanda batas

2,5 ml sampel

Labu takar 25 m l

25 ml sampel hasil pengenceran 10x


Penentuan kandungan organik (COD) dari sampel
1,5 ml pereaksi kalium bikromat
3,5 ml pereaksi asam sulfat
2,5 ml sampel

Tabung hach
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1 Standardisasi Larutan FAS


 Kondisi Awal
 Volume K2Cr2O7 = 100 ml
 Volume FAS (1) = 11,204 ml
 Volume FAS (2) = 10,894 ml
 N K2Cr2O7 = 0,025 N
 N FAS = .... ?

volume K 2 Cr 2 O7 X N K 2Cr 2O 7
N FAS =
volume FAS

100 ml x 0 , 025 N
=
11,049 ml
= 0,226 N

 Kondisi Akhir
 Volume K2Cr2O7 = 100 ml
 Volume FAS = 11,528 ml
 N K2Cr2O7 = 0,025 N
 N FAS = .... ?

volume K 2 Cr 2 O7 X N K 2Cr 2O 7
N FAS =
volume FAS

100 ml x 0 , 025 N
=
11,528 ml
= 0,217 N
4.2 Penentuan kandungan organik (COD) dari sampel

Tabel volume FAS saat titrasi :


Vol FAS awal Vol FAS akhir
(ml) (ml)
Blanko 1 1,350 1,458
Blanko 2 1,288l 1,402
Rata-rata 1,319 1,430

Effluent Reaktor 1 1,220 1,402


Effluent Reaktor 1 1,270 1,432
Rata-rata 1,245 1,417

Effluent Reaktor 2 1,138 1,422


Effluent Reaktor 2 1,106 1,420
Rata-rata 1,122 1,421

Perhitungan penentuan kandungan organik (COD) dari sampel :

Berdasarkan data titrasi FAS


( a−b ) . c .1000 . d . p
COD ( mgO 2/ L )=
ml sampel
a = ml FAS untuk blanko
b = ml FAS untuk sampel
c = normalitas FAS
d = berat ekivalen oksigen ( 8 )
p = pengenceran

 Kondisi awal
1. Effluent Reaktor 1
( a−b ) . c .1000 . d . p
COD ( mgO 2/ L )=
ml sampel
( 1,319−1,245 ) x 0,226 x 1000 x 8 x 10
COD ( awal )=
2,5 ml
= 535,168 (mg O2/L)

2. Effluent Reaktor 2
( 1,319−1,122 ) x 0,226 x 1000 x 8 x 10
COD ( awal )=
2,5ml

= 1424,704 (mg O2/L)

 Kondisi akhir
1. Effluent Reaktor 1
( a−b ) . c .1000 . d . p
COD ( mgO 2/ L )=
ml sampel
( 1,430−1,417 ) x 0,217 x 1000 x 8 x 10
COD ( akhir )=
2,5 ml

= 90,272 (mg O2/L)

2. Effluent Reaktor 2
( 1,430−1,421 ) x 0,217 x 1000 x 8 x 10
COD ( akhir )=
2,5 ml

= 62,496 (mg O2/L)

Perhitungan Efisiensi
COD awal−COD akhir
efisiensi pengolahan= x 100 %
COD awal

 Efisiensi pada reaktor 1


535,168−90,272
efisiensi pengolahan= x 100 %
535,168
= 83,132%

 Efisiensi pada reaktor 2


1424,704−62,496
efisiensi pengolahan= x 100 %
1424,704

= 95,613%
Perhitungan total gas
 Total gas di reaktor 1
Total gas = 118 ml – 110 ml = 8 ml
 Total gas di reaktor 2
Total gas = 246 ml – 238 ml = 8 ml
4.3 Pembahasan

Pembahasan oleh Lazuardy R. Zakaria (08401013)

Praktikum kali ini melakukan percobaan mengenai pengolahan limbah


menggunakan metoda anaerobik. Maksud dari anaerobik itu sendiri adalah kondisi
operasi dilakukan pada lingkungan yg anaerob, karena mikroba sebagai agen pengurai
bahan organik hidup dan tumbuuh secara optimal pada lingkungan yang anaerob. Metoda
ini digunakan dengan alasan bahwa limbah yang akan diuraikan memiliki kandungan
senyawa organik yg tinggi.

Percobaan pertama yg dilakukan adalah mengukur nilai COD awal dengan cara
mengambil sampel dari dua reaktor pengolahan. pengolahan dilakukan secara satu tahap,
hal ini dikarenakan proses aklimatisasi sudah dilakukan sebelumnya. Sampel ari kedua
reaktor diambil dan diencerkan 10 kali. Pengenceran bertujuan untuk mempermudah
dalam perhitungan nilai COD.setelah sampel diencerkan sampel ditambahkan dengan
pereaksi kalium bikrimat dan asam sulfat pekat, yang kemudian larutan ini dipanaskan
dalma digester dengan suhu 150oC selama 2 jam. Pemanasan ini bertujuan menguapkan
pelarut dan air sehingga didapatkan berat kering sampel. Setalah ddipanaskan kemudian
sampel dititrasi dengan FAS. Didapatkan bahwa nilai COD reaktor 1 adalah 535,168 mg
O2/L dan reaktor 2 adalah 1424,704 mg O2/L. Dan denga perlakuan yang sama setelah
tujuh hari didapatkan nilai COD akhir reaktor 1 adalah 90,272 mg O2/Ldan reaktor 2
adalah 62,496 mg O2/L.

Dari nilai COD awal dan nilai COD akhir pada kedua reaktor bisa kita dapatkan
nilai efisisensi proses pengolahan selama 7 hari. Pada reaktor pertama efisiensi proses
sebesar 83,132% dan pada reaktor 2 sebesar 95,613%. Dapat kita lihat bahwa efisiensi
proses reaktor 1 lebih kecil dibandingkan reaktor 2, hal ini diakibatkan oleh pembacaan
titrasi yang kurang teliti sehingga terdapat perbedaan nilai COD pada kedua reaktor.

Selama proses penguraian berlangsung, hasil dari penguraian ini menghasilkan


gas yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Gas yang dihasilkan terutama adalah
gas metana. Gas yang dihasilkan dari proses inilah salah satu keunggulan metoda ini.
Jumlah gas yang dihasilkan dapat dilihat dari tabung gasa yang berisi air. Penambahan
gas dilihat dari perubahan ketinggian air, karena besarnya ketinggian ari sama dengan
jumlah volume gas yang dihasilkan. Dari reaktor 1 dihasilkan gas sebesar 8ml dan dari
reaktor kedua dihasilkan gas sebesar 8 ml. Dari jumlah ini dapat dilihat bahwa proses
yang berlangsung pada kedua reaktor adalah sama karena pada kedua reaktor kondisi
pertumbuhan dijaga tetap mulai dari nutrisi dan pH.

Pembahasan oleh Lisnawati (08401014)

Pada praktikum ini dilakukan pengolahan air limbah secara anaerobik.


Mikrobiologi yang terlibat dalam proses termasuk fakultatif dan mikroorganisme
anaerob, dimana tidak ada oksigen, mengubah material menjadi produk akhir gas seperti
karbondioksida dan metana. Pengolahan secara anaerobik dilakukan apabila air limbah
mengandung kadar COD yang cukup tinggi. Selain itu, pengolahan secara anaerobik
dilakukan untuk mendapatkan biogas yang digunakan sebagai sumber energi.
Pada pengolahan secara anaerobik, terdapat dua sistem pengolahan, yaitu
pengolahan satu tahap dan dua tahap. Kali ini, pengolahan anaerob dilakukan secara
batch pada sistem pengolahan satu tahap dimana proses hidrolisis, asetogenesis, dan
metagenesis dilakukan dalam satu reaktor. Karena proses aklimatisasi sudah dilakukan
jadi proses selanjutnya adalah mengukur COD dan total gas yang dihasilkan oleh
mikroorganisme ketika penguraian kandungan senyawa organik.
Pada dasarnya, pertumbuhan mikroba terjadi secara tersuspensi (suspended
growth) dan terlekat (attached growth). Pada pertumbuhan tersuspensi, mikroba
pendegradasi bahan-bahan organic bercampur merata dengan air limbah dalam reaktor.
Pada ertumbuhan terlekat, mikroba yang melekat pada bagian pengisi pada reaktor. Pada
proses anaerobik ini, pertumbuhan mikroba berlangsung secara tersuspensi dan terlekat.
Pada proses anaerob yang dimanfaatkan bakteri methanogen lebih sensitif pada
pH dan bekerja optimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5. Sekurang-kurangnya, pH harus
dijaga pada nilai 6,2. Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat ke dalam reaktor untuk
mengontrol pH.
Untuk mengetahui kandungan organik (COD) dari sampel, dilakukan pengambilan
sampel pada reaktor 1 dan reaktor 2. Kemudian dilakukan pengenceran terhadap sampel
sebanyak 10 kali. Pengenceran ini dilakukan agar COD dapat terukur. Sebanyak 2,5 ml
sampel hasil pengenceran dimasukkan ke dalam tabung hach untuk dilakukan penentuan
kandungan organik (COD) awal dari sampel. Selain itu, pada tabung hach juga
ditambahkan pereaksi kalium bikromat dan pereaksi asam sulfat pekat. Selanjutnya
dilakukan pemanasan pada temperatur 150oC selama 2 jam. COD awal yang diperoleh
adalah 535,168 mgO2/L pada reaktor 1 dan 1424,704 mg O2/L pada reaktor 2.
Untuk mengetahui efisiensi pengolahan dari proses anaerobik ini, dilakukan
pengukuran kadar COD akhir dalam reaktor. Nilai COD pada reaktor 1 berkurang
menjadi 90,272 mg O2/Ldan pada reaktor 2 menjadi 62,496 mg O2/L. Efisiensi
pengolahan pada reaktor pertama adalah 83,132% dan pada reaktor 2 adalah 95,613%.
Dapat dilihat bahwa efisiensi pengolahan pada reactor 1 dan 2 sudah cukup optimum.
Pengolahan limbah dengan memanfaatkan bakteri anaerob ini dapat menguraikan zat-zat
organik dengan cukup optimim.
Produk akhir dari degradasi anaerob adalah gas, paling banyak metana (CH 4),
karbondioksida (CO2), dan sebagian kecil hidrogen sulfide (H2S) dan hydrogen (H2).
Proses yang terlibat adalah fermentasi asam dan fermentasi metana. Dalam fermentasi
asam, enzim ekstraseluler dari grup heterogen dan bakteri anaerob kompleks hidrolisis
komponen limbah organic (protein, lipid, dan karbohidrat). Dalam proses acetogenesi,
terjadi fermentasi metana, dimana rantai pendek asam lemak (selain asetat) diubah
menjadi asetat, gas hydrogen, dan karbondioksida. Selanjutnya, pada metanogenesis,
beberapa bakteri anaerob dibawa. Dihasilkan metana dari asetat dan reduksi
karbondioksida.
Pada pengolahan anaerobik ini, dihasilkan gas pada reaktor pertama dan kedua yang
besarnya sama, yaiti sebesar 8 ml. Perolehan gas dapat ditandai dengan terjadinya
penurunan level air dalam tabung.
Ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari proses pengolahan secara
anaerob ini, diantaranya : diperoleh yield biomass yang cukup rendah, dihasilkan gas
metana yang bisa dinilai secara ekonomis. Selain itu, terdapat kelemahan proses anaerob,
diantaranya : energi yang dipakai untuk temperature reactor untuk memelihara aktifitas
mikroba dan kondisi operasi yang cukup sullit.
Pembahasan oleh Mira Anisa (08401016)

Pengolahan limbah secara anaerobik dilakukan untuk mengolah limbah yang


mengandung lebih dari 2000 mg/liter kandungan organik. Dalam pengolahan, proses
anaerobik ini menghasilkan biogas berupa metana yang bisa dijadikan sumber energi.
Pengolahan anaerob yang dilakukan adalah proses satu tahap, dimana reaksi hidrolisis,
metanogenesis dan asetogenesis berlangsung dalam satu reaktor. Namun dalam
praktikum ini terdapat dua reaktor batch yang memiliki kandungan organik berbeda.
Sistem pertumbuhan mikroba pada reaktor yang digunakan adalah gabungan dari
tersuspensi dan terlekat. Ada sebagian mikroba yang tumbuh merata bersama limbah, dan
ada juga yang menempel pada isian. Di dalam reaktor terdapat isian dimana bisa
ditempati mikroba untuk tumbuh. Selain itu, reaktor juga diselimuti dengan jacket untuk
menjaga kondisi suhu.
Dalam praktikum dilakukan proses aklimatisasi, pemberian nutrisi, pengukuran
COD, dan pengukun biogas yang dilakukan. Namun proses aklimatisasi dan pemberian
nutrisi telah dilakukan sebelumnya, sehingga yang dilakukan hanya pengukuran COD
wal dan akhir serta pengukuran gas buang yang dihasilkan.
Pada pengukururan COD awal diambil sejumlah sampe dari aliran effluentl dari
reaktor yang nantinya diencerkan sebanyak 10 kali. Pengenceran ini dilakukan agar COD
dapat terukur, karena apabila tidak diencerkan sampel akan terlalu pekat dan pengukuran
tidak optimal. Pada sampel yang telah diencerkan ditambah pereaksi K2Cr2O7 dan
H2SO4. Sebelumnya kedua pereksi ini ditambah Ag untuk mempercepat terjadinya
reaksi dan juga untuk mengikat ion Cl yang terdapat dalam sampel. Setelah ditambah
pereaksi sampel dipanaskan pada suhu 150oC selama 2 jam dalam COD digester. Setelah
itu sampel dititrasi dengan FAS yang sebelumnya distandardisasi. Konsentrasi FAS
adalah 0,226 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya warna larutan dari hijau
menjadi merah bata. Nilai COD reaktor pertama adalah 535,168 mg O2/L dan reaktor
kedua adalah 1424,704 mg O2/L.
Setelah proses penguraian berlangsung selama seminggu. Nilai COD dalam reaktor
berkurang. Nilai COD reaktor pertama berkurang menjadi 90,272 mg O2/Ldan reaktor
kedua adalah 62,496 mg O2/L. Dari nilai ini dapat diketahui efisiensi pengolahanpada
reaktor pertama sebesar 83,132% dan pada reaktor 2 sebesar 95,613%. Perbedaan nilai
efisiensi ini bisa diakibatkan oleh perbedaan jumlah mikroorganisme pengurai dalam
masing-masing reaktor.

Gas yang dihasilkan dalam proses pengolahan limbah secara anaerobik ini pada
reaktor pertama dan kedua besarnya sama, yaiti sebesar 8 ml. nilai gas yang dihasilkan ini
dapat diketahui dari besarnya penurunan air dalam tabung penampung gas. Adanya gas
dapat menekan level air menjadi lebih kecil.

Pembahasan oleh Muhamad Firdaus (08401017)

Pengolahan secara anaerobik dilakukan apabila air limbah mengandung kadar COD
yang cukup tinggi lebih dari 2000 mg/L. Selain itu, pengolahan secara anaerobik
dilakukan untuk mendapatkan biogas yang digunakan sebagai sumber energi. Kali ini,
pengolahan anaerob dilakukan secara batch pada sistem pengolahan satu tahap. Pada
praktikum ini proses aklimatisasi telah dilakukan sehingga praktikan tinggal melakukan
pengecekan kandungan COD pada reaktor 1 dan reaktor 2 ,selain itu juga menghitung gas
yang terbentuk karena penguraian secara anaerobik.
Disini praktikan melakukan pengecekan COD dari reaktok 1 dan reaktor 2 dengan
mengambil sampel masing-masing lalu diencerkan 10 kali dari konsentarasi awal. Setelah
itu diambil dari pengenceran tersebut masing sebanyak 2,5 ml. Kemudian tambahkan
kalium bikromat sebanyak 1,5 ml dan H2SO4 3,5 ml. Selanjutnya dilakukan pemanasan
pada temperatur 150oC selama 2 jam. Hal yang sama juga dikenakan terhadap air aqudest
untuk larutan blanko.
Pengerjaan ini dilakukan secara duplo agar dihasilkan hasil yang teliti. Dari hasil
titrasi yang didapat selanjutnya diolah sehingga didapat kandungan COD dari sampel
kedua reaktor tersebut. Untuk reaktor pertama didapatkan nilai COD awal sebesar
535,168 mgO2/L. Lalu untuk reaktor 2 COD awal sebesar 1424,704 mg O 2/L. Dan Nilai
COD mengalami penurunan setelah pengolahan berlangsung selama satu minggu dengan
nilai COD akhir pada reaktor 1 sebesar 90,272 mg O2/L dan pada reaktor 2 COD akhir
sebesar 62,496 mg O2/L.
Dari COD awal dan COD akhir dapat ditentukan efisiensi pengolahannya disetiap
reaktor. Untuk reaktor pertama memilki efisiensi pengolahan sebesar 83,132% dan
reaktor kedua memiliki nilai 95,613%. Melihat besarnya efisiensi pengolahan dari kedua
reaktor ini bisa dikatakan kedua reaktor memiliki pengatur suhu yang baik dan pH yang
sesuia dalam pengolahannya sehingga mikroorganisme yang terdapat pada kedua rektor
tersebut dapat bekerja secara maksimal untuk menguraikan zat organik.
Pengolahan limbah secara anaerobik ini menghasilkan gas yang didapat dari hasil
penguraian kandungan senyawa organik dalam limbah oleh mikroba secara anaerobik.
Gas–gas yang dihasilkan antara lain gas metan, CO2, dan H2S. Perolehan gas dari
pengolahan limbah ini yaitu sebanyak 8 mL untuk reaktor 1 dan 2.

4.4 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh :


 Nilai COD awal pada reaktor 1 sebesar 535,168 mgO 2/L dan COD akhir
sebesar 90,272 mgO2/L dan pada reaktor 2 diperoleh nilai COD awal sebesar
1424,704 mgO2/L dan COD akhir sebesar 62,496 mgO2/L.
 Efisiensi pengolahan pada reaktor 1 sebesar 83,312% dan pada reaktor 2
sebesar 95,613%.
 Perolehan gas pada reaktor 1 dan 2 sebesar 8 ml.
DAFTAR PUSTAKA

Budiastuti, Herawati , “Pengolahan Air Limbah secara Anaerobik”, Politeknik Negeri


Bandung.
JEMAI, 1999, “Pengetahuan Dasar pada Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
Air”,2nd ed.,pp188-206, JETRO.

Sumber internet :
________. Wastewaterengineering.com. “Anaerobic Digester”. Diakses pada 01 Oktober
2010.
Amanda, w. 2010. http://wiedeva.wordpress.com/seputar-tl/. “Pengolahan Air Limbah
Secara Anaeerobik”. Diakses pada 01 Oktober 2010.
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA ANAEROBIK

Dosen pembimbing : Ir. Herawati Budiastuti, Ph.D

Disusun oleh :
Lazuardy R. Z ( 08401013 )
Lisnawati ( 08401014 )
Mira Anisa ( 08401016 )
Muhamad Firdaus ( 08401017 )
Kelas : 3 – A
Kelompok : IV (empat)

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2010

Anda mungkin juga menyukai