Anda di halaman 1dari 3

Nama : M. Rizal Iqbal F.

/ F0207091/PEREKIN

Kemandirian Ekonomi Bangsa Indonesia

Sebuah nasionalisme ekonomi dikemukan oleh Gita Wirjawan pada harian


kompas pada tanggal 7 Oktober 2010 mengundang sebuah tanggapan dari dua
tokoh ekonomi Kwik Kian Gie dan Sonny Keraf. Pertama apa yang disampaikan Gita
Wiryawan mengundang bahaya bagi perekenomian Indonesia bila pandangan ini di
gebyah uyah tanpa menimbang sebuah bahaya yang akan mucul bagi
keseimbangan perkonomian nasional. Kedua Kwik Kian Gie keberatan dengan
struktur modal yang harus apa-apa dilimpahkan ke asing karena sebuah alasan
sepele asal rakyat sejahtera, tetapi sebenarnya siapa yang memetik keuntungan
tersebut? Pertumbuhan ekonomi ekonomi semu hanya melihat dari PDB yang besar
akan tetapi sebenarnya tidak menyentuh kesejahteraan rakyat yang
sesungguhnnya. Ketiga Sonny Keraf menanggapi apa yang disampaikan saudara
Gita tidak sesuai dengan yang termaktub dalam UUD 1945 dimana visi ekonomi
jelas ada sebuah kedaulatan yang harus dijunjung, kemudian sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945, ”Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan”.
Kedaulatan ekonomomi bisa diinjak-injak oleh asing bila pandangan oleh Gita
Wiryawan adalah semangat nasionalisme ekonomi yang kurang tepat adalah
besarnya fokus pada struktur kepemilikan suatu investasi dibandingkan sejauh mana
investasi bermanfaat bagi rakyat Indonesia. Dengan terbatasnya kesediaan
pendanaan di dalam negeri terbatas maka pada akhirnya menghambat penciptaan
nilai di Indonesia, baik dalam bentuk ketersediaan barang dan jasa yang lebih baik
maupun inovasi dan teknologi baru, penciptaan lapangan kerja, dan sebagainya.
Kita harus sepakat seperti yang disampaikan Gita Wiryawan bahwa yang
lebih ramah modal asing meskipun sektor tersebut bukan sektor kunci pertumbuhan
ekonomi. Sebuah ironi jika kedaulatan ekonomi Indonesia dikorbankan hanya demi
kepentingan yang namanya pertumbuhan ekonomi semu dimana seperti
membangun bangunan ekonomi diatas pondasi pasir. Semua sumber daya yang
Indonesia miliki merupakan anugrah yang sangat besar oleh Alloh SWT dimana itu
harus dimanfaatkan oleh bangsa ini seoptimal mungkin dan bertanggungjawab
bukan dikelola asing demi keuntungan mereka semata. Sekarang masalahnya yang
bertanggungjawab mengelola itu sektor BUMN terlalu manja dengan karena adanya
Nama : M. Rizal Iqbal F./ F0207091/PEREKIN

hanya melihat dari profitabilitas saja, sehingga begitu mudahnya menyerahkannya


kepada asing.
Padahal jika sumber daya dikelola kurang baik oleh pemerintah dan hanya
diserahkan kepada asing begitu saja beban kembali lagi kepada rakyat karena harus
membayar lagi untuk menikmati fasilitas umum yang modalnya dikuasai asing. Hal
ini sudah sangat bertentangan dengan UUD 1945 dimana kepentingan umum harus
dikelola Negara kalau bisa gotong royong melalui pajak progresif, dan uang pajak ini
tidak perlu dikembalikan oleh penggunanya dimana faslitas seperti air, listrik, dan
sarana lainnya secara ekstrim bisa gratis. Perusahaan BUMN besar yang telah
berpengalaman bahkan ke luar negeri, untuk menangani proyek konstruksi di sektor
migas hanya karena alasan ”belum berpengalaman di sektor migas”. Sebuah alasan
yang sangat tidak ideologis dan dicari-cari hanya untuk memenangkan asing.
Mental dan harga diri bangsa ini telah begitu jatuh oleh asal rakyat kenyang,
imporpun tak apa. Hal ini sangan mengganggu dimana kedaulatan sebagai harga
mati untuk bangsa ini. Karena itu, visi kita adalah membangun dengan kekuatan dan
kedaulatan kita sendiri. Itulah arti ”berdikari di bidang ekonomi” dari Trisakti-nya
Bung Karno. Jangan sampai kita menjadi rakyat kuli di tanahnya sendiri sekadar
asal makan asal sejahtera karena manusia juga butuh harga diri, harkat, dan
martabat.
Kembali lagi kemandirian ekonomi ini harus kita mulai dari kita sendiri untuk
lebih mencintai produk dalam negeri ini. Sejatinya dengan kita mencintai produk
dalam negeri itu yang menggerakkan perkonomian bukan pertumbuhan ekonomi
semu yang kita harapkan saat investor asing lari dari negeri kita maka negeri ini
seperti pengemis yang meminta belas kasihan. Akan tetapi demokrasi ekonomi tidak
harus berarti kita anti-asing. Di dalam era globalisasi ini, hubungan kerja sama
global adalah sebuah keniscayaan. Namun, kerja sama itu harus dibangun—sekali
lagi—di atas dan berdasar atas ideologi yang jelas dan kukuh. Dengan cara negara
melindungi kepentingan domestik dengan peraturan yang jelas.
Maka keliru besar jika Gita Wirjawan mengatakan bahwa ”upaya pemerataan
ekonomi tidak dapat tercapai dengan memaksakan dibangunnya suatu proyek di
wilayah tertentu di Indonesia”. Justru sebaliknya, negara wajib memaksa
pembangunan proyek tertentu di wilayah tertentu yang terbelakang dan tidak
sejahtera demi menjamin peningkatan kesejahteraan dan kekuatan ekonomi wilayah
tersebut.
Nama : M. Rizal Iqbal F./ F0207091/PEREKIN

Anda mungkin juga menyukai