Anda di halaman 1dari 6

India Tunjuk 3 Ahli Untuk Redakan Kerusuhan Kashmir

Rabu, 13 Oktober 2010 23:57 WIB

New Delhi (ANTARA News/AFP) - India hari Rabu menunjuk tiga ahli untuk memimpin proses
dialog di Kashmir dengan tujuan meredakan amarah di kawasan itu setelah protes mematikan
selama beberapa bulan.

Menteri Dalam Negeri P. Chidambaram mengatakan, pemerintah memilih wartawan senior Dilip
Padgaonkar, profesor M.M. Ansari dan akademikus Radha Kumar untuk melakukan
pembicaraan dengan separatis Kashmir dan penduduk biasa di negara bagian yang bergolak itu.

"Saya meminta semua lapisan masyarakat (di negara bagian) Jammu dan Kashmir bekerja sama
dengan para mitra bicara itu," kata Chidambaram kepada wartawan di New Delhi.

Kashmir yang diperintah India dilanda kerusuhan dan demonstrasi terburuk selama empat bulan
terakhir yang menewaskan 110 warga sipil, sebagian besar akibat tembakan polisi.

Pengangkatan para ahli itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari prakarsa-prakarsa sebelumnya
untuk mengatasi masalah itu.

Sekitar 16 bunker keamanan dibongkar di Srinagar, kota utama di Kashmir, dan 50 pemrotes
dibebaskan dari penjara.

Syed Ali Geelani, pemimpin separatis garis keras yang mengatur protes-protes di Kashmir India,
menolak pengumuman terakhir itu dan menyebutnya sebagai upaya yang sia-sia.

Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir India sejak seorang remaja laki-laki yang
berusia 17 tahun tewas setelah terkena tembakan gas air mata polisi pada 11 Juni.

Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar
tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk
diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.

Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak
2008. Banyak pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.

Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang
bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.

Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan
nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya
negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.
Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam
pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya
dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan
membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi
perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah
memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-
serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam
perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen
dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan,
Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan
terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam
serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari
Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut
penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)
Burhanuddin Rabbani Terpilih Jadi Ketua Dewan Perdamaian
Afghanistan
Senin, 11 Oktober 2010 07:51 WIB | Mancanegara | Asia/Pasifik | Dibaca 863 kali

(istimewa)
Kabul (ANTARA News/Reuters) - Mantan presiden Afghanistan Burhanuddin Rabbani, Ahad,
telah terpilih untuk memimpin dewan yang ditugasi untuk memulai pembicaraan perdamaian
dengan gerilyawan pimpinan Taliban, demikian sumber resmi.

Rabbani, seorang pemuka agama seperti banyak dari gerilyawan Taliban tapi seorang etnik Tajik
seperti banyak dari penentang mereka, mengatakan dalam beberapa tahun belakangan ini bahwa
ia telah mengadakan kontak dengan sejumlah gerilyawan yang ingin mempertimbangkan
pembicaraan dengan pemerintah.

Ia pernah menjadi pemimpin kelompok Mujahidin yang berpengaruh pada masa pendudukan
bekas Uni Soviet di Afghanistan pada 1980-an, dan kemudian menjabat sebagai presiden negara
yang diporakporandakan perang itu ketika kelompok Mujahidin berjuang untuk mengendalikan
pemerintahan yang berakhir dengan naiknya Taliban ke kekuasaan.

Rabbani sesudah itu menjadi pemimpin politik aliansi kelompok Afghanistan yang, dengan
bantuan Amerika Serikat, menggulingkan Taliban --yang sebagian besar anggotanya dari etnik
Pashtun pada 2001.

Sementara perang memasuki tahun ke-10-nya, Presiden Hamid Karzai pada Juni lalu
memperoleh persetujuan dari pertemuan suku untuk membentuk Dewan Perdamaian Tinggi guna
mengupayakan akhir perang yang dirundingkan.

Dewan yang memiliki 68 anggota itu Ahad memilih Rabbani sebagai pemimpinnya, kata seorang
pejabat senior di kantor Karzai pada Reuters.

Langkah pertama Rabbani untuk membuka jalan bagi pembicaraan itu adalah akan menetapkan
mekanisme kerja yang dapat diterima anggota lain dewan, yang didominasi oleh para bekas
pemimpin kelompok yang berpengaruh, perantara kekuasaan dan beberapa bekas anggota
Taliban.

Perlawanan gerilyawan sekarang ini berada pada tingkat paling berdarahnya sejak 2001,
meskipun ada kehadiran 150.000 tentara asing di Afghanistan. Di sisi lain, ada perasaan yang
berkembang di dalam negeri itu dan di antara banyak sekutu Afghanistan bahwa pembicaraan
mungkin akan menjadi satu-satunya jalan ke perdamaian.

Karzai telah berulang kali menyatakan ia ingin para pemimpin Taliban meninggalkan kekerasan
dan memutuskan hubungan dengan Al Qaida, menerima konstitusi baru Afghanistan dan
menyerahkan senjata mereka.

Tapi pada Kamis, ia mengatakan pemerintah tidak ingin ikut campur dalam upaya dewan ketika
mereka berupaya untuk memulai pembicaraan.

Beberapa pengamat dan Taliban mengatakan mengenai persyaratan lama itu bahwa Karzai
memang akan mempengaruhi penyerahan diri gerilyawan, mereka tidak mungkin akan menerima
syarat-syarat itu ketika mereka sedang memperoleh kekuatan di sekeliling negara tersebut.

Taliban, apalagi, juga telah berulangkali menyatakan mereka tidak akan terlibat dalam
pembicaraan selama tentara asing masih berada di Afghanistan. (S008/K004)
UI Kukuhkan Dua Guru Besar
Rabu, 13 Oktober 2010 10:04 WIB | Peristiwa | Pendidikan/Agama | Dibaca 433 kali

(ANTARAGrafis)
Depok (ANTARA News) - Universitas Indonesia mengukuhkan dua Guru Besar, yaitu Prof.
Drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Kebijakan
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt sebagai
Guru Besar Tetap Ilmu Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Menurut juru bicara UI, Wishnu Juwono, Rabu, upacara pengukuhan berlangsung mulai pukul
10.00 WIB dan dipimpin oleh Rektor UI Prof. Dr. der Soz. Gumilar R. Somantri di Balai Sidang
UI, Kampus Depok.

Juru bicara UI, Vishnu Juwono melalui siaran pers UI menjelaskan, dalam acara pengukuhan itu
Prof. Drh. Wiku Bakti Bawono Adisasmito, M.Sc., Ph.D akan menyampaikan orasi ilmiahnya
yang bertajuk "Formulasi Kebijakan Kesehatan : Strategi Menghadapi "The Disease of
Tommorow" melalui Pendekatan "Systematic Review" dan "Asta Gatra".

"The disease of tomorrow", adalah penyakit infeksi yang sewaktu-waktu dapat muncul secara
cepat dan dapat mengakibatkan korban dan kerugian ekonomi yang besar di masyarakat.

Untuk menghindari terjadinya "the disease of tomorrow" diperlukan sebuah pendekatan solusi
yang menggabungkan antara "surveillance", manajemen wabah, "systematic review" terhadap
hasil penelitian terkait dan analisis "asta gatra".

"Systematic review" dapat dilakukan dengan mengkaji faktor risiko "the disease of tomorrow"
dari hasil berbagai penelitian multidisiplin di dunia. Hasil "systematic review" digabungkan
dengan data kesehatan yang dimiliki kemudian dilakukan simulasi wabah.

Simulasi ini perlu digabungkan dengan pertimbangan lingkungan strategis *asta gatra* dalam
memformulasi kebijakan kesehatan merepson ancaman penyakit tersebut. Pertimbangan asta
gatra penting mengingat kebhinekaan Indonesia baik dalam sosial budaya dan hayati.

Sementara itu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt akan menyampaikan orasi ilmiahnya
mengenai "Peran Bioanalisis dalam Penjaminan Kualitas Obat dan Peningkatan Kualitas Hidup
Pasien".

Bioanalisis mempunyai peranan yang sangat penting dalam uji bioekivalensi dalam penjaminan
mutu obat generik, karena saat ini belum ada metode analisis standar/baku di dalam
farmakope/compendial yang bisa langsung digunakan untuk menganalisis senyawa obat/analit
atau metabolitnya dalam matriks biologi.

Tantangan utama pelaksanaan uji bioekivalensi adalah mengembangkan metode bioanalisis yang
tepat. Dikarenakan kadar obat di dalam matriks biologi sangat kecil, sehingga dibutuhkan teknis
pengukuran bioanalisis yang sangat sensitif, selektif agar dapat mengukur kadar obat terkecil
dalam matriks biologi secara akurat dan reliabel.

Pelaksanaan bioanalisis di laboratorium harus menerapkan prinsip Cara Berlaboratorium yang


Baik (good laboratory practice/ glp) untuk menghindari kekeliruan atau kesalahan yang mungkin
timbul, sehingga menghasilkan data yang tepat, akurat, baik secara ilmiah maupun secara
hukum.

Idealnya suatu studi bioekivalensi dilakukan oleh suatu laboratorium yang sudah terakreditasi
ISO/IEC 17025 untuk bidang pengujian dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa data yang dihasilkan akurat dan dapat dipercaya.
(T004/A011)

Anda mungkin juga menyukai