Anda di halaman 1dari 38

Serambi Indonesia

Serambi Indonesia

Minggu 31 Agustus 1997


Terbit Minggu

RESENSI BUKU

Menguak Tabir Interview


Judul : Sukses Wawancara
Penulis : Iain Maitland
Alih Bahasa : Marcus Prihminto Widodo
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 1997
Halaman : 95 + xv

MEMANG benar untuk melamar pekerjaan dibutuhkan ahli. Tapi tidak semua ahli
dapat dipelajari dan diajarkan di sekolah. Ahli yang dimaksudkan dalam anekdot ini
yakni ahli famili. Sah-sah saja pelamar mengklaim dirinya mampu menjawab tes
tertulis dan penampilan fisik sungguh menyakinkan. Namun bagaimana ketika
menghadapi tes wawancara. Anggapan pelamar, interview merupakan tahap yang
melelahkan dan boleh jadi bersifat subjektif. Pertanyaan yang dilontarkan
pewawancara sangat relatif dan ada kemungkinan jawaban yang diberikan pelamar
tidak sesuai dengan keinginan pewawancara. Nah masalah ini bertambah parah,
jika pelamar pun belum mengerti seluk beluk perusahaan yang dilamarkan, kecuali
bagi mereka yang mempunyai ahli famili atau ahli waris yang bekerja di kantor
tersebut.

Dalam situasi pasaran kerja sekarang, agaknya terasa aneh kalau dikatakan bahwa
pelamarlah yang mewawancara perusahaan, bukan sebaliknya (hal x). Ribuan
pelamar terpaksa antri hanya untuk memperebutkan satu lowongan saja. Dan
bukankah itu berarti bahwa seorang bos kecil dari sebuah perusahaan yang sekadar
pasang papan nama masih bisa memilih? Memang demikian. Namun jangan lupa,
pelamar yang sukses adalah pelamar yang telah memahami mekanisme
perusahaan yang dilamar. Bandingkan saja jawaban pelamar ketika ditanya oleh
pihak perusahaan. "Apa alasan saudara melamar pekerjaan di sini?" Pelamar yang
menjawab, "Karena cuma ini yang ada pak." Besar kemungkinan pelamar itu akan
gagal!

Buku yang terdiri dari enam bab ini secara garis besar memaparkan rahasia-rahasia
lolos seleksi wawancara. Iain Maitland, sang jurnalistik menyebutkan beberapa hal
yang "wajib" dilakukan oleh pelamar yang antara lain tepat waktu, berbusana yang
menyakinkan sebab penampilan akan menambah rasa percaya diri, pandang dan
perhatikan pewawancara, kemukakan keunggulan Anda, jujur dalam menjawab
pertanyaan serta etikat penampilan dan bergaul (hal. 15). Sebaliknya, buku
terjemahan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia menguraikan
perbuatan yang "haram" dilakukan antara lain jangan menjilat seperti, "mohon
maaf beribu maaf pak!", jangan menyebutkan kejelakan perusahaan atau pejabat
dan jangan membantah dengan pewawancara sebab pelamar tidak pernah menang
dan itu tidak perlu karena hal ini merugikan diri sendiri (hal. 7)

Buku dengan alur cerita dialog antara pelamar pemula hingga diterima di
perusahaan serta analisa penulis terhadap jawaban pelamar itu juga
mengungkapkan seni menjawab pertanyaan yang menggoda pelamar. Misalnya,
"Berapa gaji yang Anda inginkan?" Menurut penulis, pertanyaan ini merupakan
jebakan dan sering ditanyakan oleh perusahaan dan menjadi serba salah dalam
menjawabnya. Bila Anda menyebut suatu angka, mungkin Anda menghargai diri
sendiri terlalu mahal dan perusahaan tidak sanggup menggajinya atau sebaliknya,
gaji yang Anda inginkan terlalu murah. Jawaban diplomatis untuk pertanyaan ini
menurut wartawan bisnis di London dengan kalimat, "pada tahap karir saya
sekarang, uang bukan motivasi saya yang utama. Untuk saat ini, yang lebih penting
adalah kesempatan bergabung dengan sebuah perusahaan yang mantap dan
menawarkan pekerjaan yang menantang serta memiliki prospek jangka panjang."
(hal 41).

Masih ada lagi trik-trik melewati wawancara dengan lancar yang dikupas dalam
buku simple ini. Misalnya, bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan secepat
kilat tanpa gagap dan rancu? Mampu bersikap tetap tenang dan efisien meskipun
batin penuh bergejolak serta memberi kesan cemerlang hanya dalam waktu 20
menit. Buku ini sangat layak dibaca oleh pelamar pemula dan tidak terkecuali oleh
pekerja "kutu loncat" alias pekerja profesional untuk mencari karir dan kepuasan
hidup yang lebih baik.

Namun demikian, penulis ini pun mengakui tidaklah berarti setelah Anda menguasai
trik-trik tersebut, Anda dijamin lulus seratus persen. Sebab di dunia ini ada saja
faktor x yang tidak bisa dianalisa, tapi ada dalam kehidupan. Sayang penulis Inggris
ini tidak menyebutkan sama sekali apakah faktor nepotisme, keluargaisme,
koncoisme dan sebagainya bisa berpengaruh nyata dalam penerimaan calon
pegawai di negaranya? Entahlah, memang agak rumit karena sulit dipantau dari
sini, namun bagaimana kita yang di Indonesia? (murizal hamzah)

Unit Umpan Balik Menampung Omelan Rakyat

SINGAPURA menciptakan cara baru berupa "Unit Umpanbalik" untuk menampung


omelan rakyatnya yang marah terhadap kebijakan pemerintah yang dituduh sering
berperilaku seperti "guru nyinyir menghadapi murid nakal".

Semula, jika tidak menyetujui kebijakan pemerintah, orang Singapura


melampiaskan kejengkelan lewat grup bincang-bincang di internet, surat pembaca,
atau toilet, tempat rumor dibumbui dan berkembang hingga sering diterima
sebagai hal yang benar.

Di negara lain, warganegara protes dan turun ke jalan atau melempari politisinya
dengan tomat busuk. Di Singapura, rakyat yang berang boleh menelpon Unit
Umpanbalik ciptaan pemerintah. Melalui "Feedback Unit", warganegara kota mini ini
melampiaskan opini keras terhadap kebijakan pemerintah. Seperti hampir segala
hal lainnya di masyarakat serba diatur ini, pengumpulan pendapat rakyat terhadap
pemerintahan juga dilakukan secara metodik pula.

"Unit Umpanbalik" menghimpun sekitar seribu warganegara yang secara teratur


diundang mengomentari segala hal, mulai dari tarif bus sampai kenaikan uang
kuliah di universitas. Unit ini diciptakan pemerintah lima tahun lalu untuk
"mendengarkan" keluhan rakyat mengenai ihwal apa saja yang merisaukan.

Karena tidak ada oposisi tangguh dalam demokrasi parlementer Singapura untuk
menyuarakan sentimen rakyat banyak, maka unit itu menjadi forum rakyat
mengeritik kebijakan publik tanpa takut "digebuk" aparat pemerintah.

"Jangan katakan apa yang menurut Anda ingin saya dengar. Katakan pikiran Anda
sebenarnya!" seru ketua unit umpanbalik, menteri negeri komunikasi, John Chen,
pada peserta forum itu. Peserta forum unit ini, sekitar seribu orang, telah terhimpun
menjadi "Feedback Club". Pandangan mereka dipertimbangkan secara serius oleh
pemerintah, dan biasanya diperlakukan konfidensial.

Pejabat mengatakan, ada rencana memperluas keanggotaan klub hingga mencakup


"intelektual bersuara nyaring dan kritis" atau mereka yang meminati grup
perbincangan lewat internet. Klub ingin berkembang jadi "think tank" (grup pemikir
dan pengkaji) yang membahas kebijakan publik secara mendalam,
memperhalusnya, dan akhirnya menyampaikan kepada pemerintah sebagai
rekomendasi.

"Jika pemerintah berbuat sesuatu tapi tidak ada umpan balik, Anda tidak tahu
bagaimana rakyat merasakan pelaksanaan kebijakan tertentu," ujar Chen kepada
pers. "Berbahaya jika jurang (antara pemerintah dan rakyat) melebar."

Menurut banyak media massa dan lembaga Barat, Singapura tidak suka terlalu
banyak keterbukaan. Tapi sejumlah orang lainnya berpendapat negara pulau ini,
yang tumbuh dari pantai berlumpur tahun 1960-an menjadi macan ekonomi Asia,
punya cara tersendiri melaksanakan pekerjaannya.

Laporan tahunan kementerian luarngeri Amerika Serikat mengenai hak asasi


manusia tahun 1996 menyebutkan Konstitusi Singapura "membolehkan
pembatasan resmi terhadap kebebasan berbicara."

"Pemerintah membatasi kebebasan bicara dan kebebasan pers, dan mengintimidasi


wartawan agar melakukan sensor sendiri ... Pemerintah terus menggertak partai-
partai oposisi dan calon-calonnya," kata laporan itu.

Pemerintah pimpinan Partai Aksi Rakyat (PAP) yang berkuasa sejak 1959, katanya,
"tidak metolerir diskusi lewat pers mengenai tuduhan korupsi, nepotisme, atau
peradilan yang patuh (kepada pemerintah)."

Tapi Singapura punya standar dan cara sendiri menghadapi kritik yang berbeda dari
cara kebanyakan negara Barat.

Komentar boleh jika dilakukan secara terhormat dan tidak bersifat menyerang.
Bahasa kasar dan fitnah tidak digunakan terhadap hal-hal berkaitan dengan ras dan
agama, karena akan menganggu susunan harmonis masyarakat multi-kultural yang
lama dibina.

Kritik sopan santun dianjurkan, meskipun kecaman semacam itu cenderung "masuk
kuping kiri lepas telinga kanan" para politisi dan penguasa yang bertabiat
mendahulukan kepentingan sendiri dan kelanggengan kekuasaannya untuk dan
atas nama kepentingan orang banyak.

Para pemimpin Singapura senantiasa menolak oposisi politik gaya Barat. Alasannya,
tak sesuailah bagi republik muda dengan jatidiri masyarakat multi-etnis. Dari waktu
ke waktu, ofisial negeri ini menggugat oposisi politik gaya Barat yang katanya,
hanya memperlambat roda pemerintahan yang efisien, dan dapat menimbulkan
"pemerintahan pintu berputar" yang lazim di banyak negara Barat.

Satu hal yang tabu dikritik di Singapura adalah pengadilan. Analis Simon Tay
mengatakan, setiap ucapan menyerang integritas pengadilan merupakan
penyerangan (contemt) dan dapat dihukum. Tapi lainnya yang tidak berhubungan
dengan peradilan wajar dikomentari, katanya. Misalnya, "kritik mengenai ...
kunjungan Perdana Menteri Goh Chok Tong ke Amerika tidak disensor
pemberitaannya di Singapura,"katanya. "Media Singapura memberitakan kritik dan
bantahan pemerintah," ujar Tay dalam makalah yang diterbitkan Institut Kajian Asia
Tenggara, Singapura.

Meski ada yang menilai "Feedback Unit" terbatas manfaatnya, pakar hukum Walter
Woon mengingatkan rakyat Singapura agar tidak terpengaruh atas keterbatasan
ruang geraknya, dan agar menggunakan kebebasannya, kalau tidak, pemimpin
generasi berikutnya "akan menutup ruang gerak" itu. Rakyat harus bicara, tapi
lakukanlah dengan tanggungjawab dan jujur," katanya kepada mahasiswa di satu
forum. (ans)

MI 17-1V, Pendatang Baru di Kedirgantaraan Indonesia

USAI pembatalan pembelian pesawat F-16 dari Amerika Serikat, pemerintah RI


memesan 12 pesawat tempur Sukhoi-30 dan delapan helikopter Mi-17-IV. Staf ahli
Menristek bidang kedirgantaraan Marsekal TNI (purn) Ashadi Tjahyadi mengatakan,
performa pesawat buatan Rusia umumya bagus, dan penerbang Indonesia telah
berpengalaman menerbangkan pesawat buatan Rusia pada 1960-an, antara lain
jenis MIG-17, Mig-17, dan MIG-21.

Menurut sumber Angkatan Udara Indonesia, untuk persiapan operasi Trikora


pembebasan Irian Barat, TNI AU pernah mengoperasikan helikopter Mi-4 dan MI-6,
beberapa skuadron pesawat tempur Mig-17 (49 pesawat), Mig-15 (30 pesawat),
Mig-19 (10 pesawat), 20 pesawat supersonik Mig-21, serta beberapa skuadron
pembom Il-28 (22 pesawat), Tu-16 (14 pesawat), dan 12 pesawat TU-16 KS.

Dapat dikatakan kekuatan TNI-AU pada waktu itu hanya dapat disaingi oleh
kekuatan militer AS di pangkalan Subic dan Clark, Filipina. Pengoperasian helikopter
buatan Rusia bagi Indonesia bukan untuk pertama kali, oleh karena itu sebenarnya
tidak ada masalah apabila ada kekuatan helikopter baru dalam armada TNI-AU.

Helikopter MI-17-IV dipilih untuk memenuhi keperluan bagi TNI-AD. Helikopter ini
merupakan helikopter multiguna yang dapat mengangkut pasukan dalam jumlah
cukup besar, memiliki fungsi ganda yaitu sebagai helikopter serbu, evakuasi medis,
SAR, dan juga untuk alat angkut logistik. Helikopter ini juga dapat diandalkan untuk
pendaratan pasukan di belakang garis musuh atau penyusupan ke dalam kancah
tembak-menembak.

Sedangkan menurut Ketua Bappenas Ginandar Kartasismita, helikopter ini mampu


mengangkut satu kendaraan taktis misalnya satu ambulan dan mampu
mengangkut barang sampai empat ton, serta dapat dipersenjatai roket, bom, dan
senapan mesin. Menurut Ginandjar, kelak helikopter ini akan dipergunakan Dinas
Penerbang TNI AD (Dispenerbad) serta Komando Pasukan Khusus TNI AD
(Kopassus).

Spesifikasi

Secara sepintas bentuk heli buatan pabrik Mikoyan Gurevich ini mirip dengan Mil
Mi-6, namun helikopter jenis ini mempunyai sayap di sisi atas kiri dan kanannya.
Pada kedua sisinya terdapat lempengan bulat panjang campuran besi-baja sebagi
penyangga roda pendarat.Keduanya sama-sama mempunyai tempat tangki bahan
bakar atau kadang-kadang digantikan oleh torpedo (versi tempur) di kedua sisinya.
Menurut ensiklopedi Jane's Aviation, helikopter ini merupakan pengembangan dari
jenis terdahulu Mil-Mi 8 (V-8) yang menurut versi NATO diberi kode "Hip",
sedangkan kode untuk Mi-17 "Hip-H". Bagian depan Mi-8 berbentuk bundar,
sedangkan pada ujung Mi-17 terdapat bagian hidung yang menonjol (seperti kapal
udara).

Mi-17 ini diperlihatkan pada publik untuk pertama kalinya pada acara Paris Air Show
tahun 1981 dan menurut media massa Perancis. Seperti dikutip majalah L'Air et
Cosmos, kehadiran helikopter ini pada acara tersebut tak banyak "dipergunjingkan"
atau dibahas dan pada saat itu pesawat-pesawat buatan Uni Soviet tidak mendapat
porsi yang besar dalam pemberitaan media massa Perancis.

Bentuk rangka heli yang mempunyai panjang badan sekitar 13 meter dan panjang
keseluruhan sekitar 24 meter ini mirip dengan Mi 8, kecuali rotor atau baling-baling
pada ekor lebih besar dan penambahan kekuatan pada mesin baru seri Isotov TV3-
117MT turbo. Baling-baling utama heli ini mempunyai diameter 21,29 meter,
panjang roket pendorong 18,31 meter, dan kecepatan maksimal 260 kilometer
perjam, serta daya jelajah sejauh 480 km. Selain itu, helikoter ini dapat dilengkapi
dengan berbagai macam persenjataan, termasuk senapan mesin kaliber 12,7 mm
dapat dipasang pada hidung helikopter. Di setiap sisi roket pendorong dapat
dipasang peluru kendali anti tank, bom, atau roket.

Helikopter Mi-17 versi militer telah diekspor ke berbagai negara di antaranya


Afghanistan, Aljazair, Anguilla, Bangladesh, Bulgaria, Mesir, Etiopia, Finlandia,
Hungaria, India, Irak, Korea Utara, Laos, Libya, Madagaskar, Pakistan, Polandia,
Rumania, Sudan, Siria, Vietnam, Yaman Utara, dan Yaman Selatan.

Dalam pelaksanaan operasi militer, helikopter ini biasanya didukung oleh helikopter
pengangkut besar Mi-6 "Hook" yang bisa mengangkut jeep, panser, atau tank
ringan, kemudian helikopter tempur serang Mi-28 Havoc atau Hokum sebagai
pelindung. Helikopter ini juga dipergunakan secara komersial oleh perusahaan
penerbangan Rusia Aeroflot untuk angkutan penumpang dan juga oleh rumah sakit
umum di Rusia sebagai ambulan udara. Tak hanya itu, Aeroflot sendiri telah
menggunakan helikopter ini untuk mendukung riset di Antartika sebagai helikopter
survai, patroli, dan pengawas. Di daerah Vostok dekat dengan Kutub Utara,
helikopter ini dipergunakan untuk SAR serta pengangkut bahan dan peralatan untuk
meneliti cuaca. Versi sipil, helikopter ini dapat mengangkut dua orang awak heli
dan 28 penumpang, atau dapat dibuat dalam versi mewah untuk sebelas
penumpang.

Helikopter Amerika

Helikopter buatan Amerika yang bisa disetarakan dengan Mi-17 ini adalah jenis CH-
47 D Chinhook, yang mempunyai kecepatan maksimum yang sama, namun
kapasitas penumpang lebih besar yaitu 33 orang, sedangkan daya jelajahnya
mencapai 290 km per jam. Helikopter ini banyak digunakan untuk mengangkut
suplai bagi prajurit Amerika di medan tempur Vietnam. Sedangkan helikopter
lainnya yang sekelas yaitu CH-46E Sea Knight, yang mempunyai kecepatan
maksimum 240 km per jam, kapasitas angkut sama dengan Mi-17, namun
mempunyai daya jelajah yang lebih pendek, yaitu 390 kilometer.

Helikopter milik AU, AL, AD, POLRI sekarang ini masih didominasi oleh heli buatan
Amerika Serikat dan negara Eropa, khusunya Jerman, seperti Bell, Sikorsky, Super
Puma, Alouette, dan Hawkeye. Tampaknya sejak berakhir operasi Trikora, heli
buatan Rusia sudah tidak dioperasikan lagi dan Indonesia pun memproduksi sendiri
helikopter melalui IPTN.
IPTN sindiri telah memproduksi helikopter jenis Nbell-412 yang dapat mengangkut
15 penumpang dan NBO-105 yang berkapasitas lima orang, sedangkan Super Puma
(lisensi Eurocopter), yang baru-baru ini dipesan oleh TNI-AU sebanyak 16, dapat
mengangkut 21 penumpang. Saat ini TNI-AU mempunyai 12 helikopter jenis Super
Puma. (ans)

Catatan dari APA Kekecewaan DPRD adalah Kekecewaan Rakyat


(bagian pertama)

KETIKA formalitas diagungkan sebagai dewa pengambil keputusan (bahkan suatu


persoalan tak gampang diakui keabsahannya tanpa legalitas formal), kekecewaan
seringkali muncul karena "sang dewa" ternyata tak selalu mampu menyodorkan
tawaran pemecahan yang realistis. Dilema Alur Naga, Panorama Hattan, Alur Kering
(APA) adalah contoh naif tentang ironi itu. Bahwa ketika semua orang
mengharapkan kelapangan hati para pengambil keputusan supaya jalan elak
dibangun, yang muncul pada anggaran tahun ini justru dana perawatan yang
besarnya hanya Rp 1 milyar.

Ironi ini terasa semakin tajam oleh adanya gambaran beda pendapat di antara
lembaga berkompeten (formal) dalam melihat "kasus" APA. Seperti gencar
diberitakan media masa, lembaga formal jugalah tadinya yang mengakui ruas jalan
lintas APA kondisinya memprihatinkan dan tak layak pakai. Balakangan lembaga
formal pula yang menganggap jalan elak belum layak dibangun. Berdasarkan hasil
survei P3GNAS pada awal tahun 1995, sebagian ruas jalan di rangkaian tiga gunung
memang sudah tidak layak dipertahankan, antara lain karena di beberapa bagian,
keadaan tebing tempat betengger badan jalan posisinya tergantung dengan celah
yang berada di bawahnya menjadi sasaran ombak laut. Dari ketiga gunung, Alur
Naga dan Alur Kering (gunung pertama dan ketiga) berhampiran langsung dengan
laut.

Berangkat dari sini, Pemda Aceh Selatan bersama Dinas PU Cabang VII Tapaktuan
mengusulkan dibangun jalan elak yang membentang dari Desa Batu Itam
Kecamatan Kota Tapaktuan, hingga ke Ujung Batu di Kecamatan Kluet Utara. Jalan
alternatif yang panjangnya diperkirakan sekitar 10 km itu dibangun lewat bagian
belakang dinding APA, atau di bagian udik. Tapi usul ini kemudian ditolak oleh pihak
pusat. Penolakan itu menyusul survei terakhir yang dilakukan oleh tim Bintek
Departemen PU Jakarta, yang menyimpulkan, jalan elak belum layak dibangun.

Logikanya kemudian menjadi jungkir balik ketika alasan yang disodorkan atas
pembatalan itu, antara lain menyangkut soal dana. Rp 10 milyar yang diperkirakan
akan habis untuk membangun jalan elak, dinilai terlalu mahal kalau dibanding ruas
jalan lama dirawat melalui anggaran rutin setiap tahun. Padahal kalau mau jujur, Rp
10 milyar, amit-amit, belum berarti apa-apa kalau dibanding dahsyatnya
gelombang rupiah yang dicurahkan oleh sebuah negeri yang sedang dijangkiti
demam membangun. Apa lagi untuk sebuah ruas jalan yang dibangga-banggakan
sebagai poros penghubung antara dua propinsi (Aceh-Sumut).

Lalu, sejauh mana bisa dicapai hasil efektif lewat pencurahan dana perawatan
(katakanlah besarnya Rp 1 milyar setiap tahun), sampai persoalan APA selesai.
Selesai, hingga kalkulasi akhir dana tahunan itu jumlahnya tidak melebihi Rp 10
milyar, batas yang dianggap mahal itu. Kalau hasilnya berbanding terbalik (dan ini
sangat tidak diharapkan), maka penyelesaian APA tak ubahnya ibarat
mencampakkan garam ke laut.
Dengarlah apa kata Marzuki Nyakman, Anggota DPR-RI, ketika berkunjung ke
Tapaktuan beberapa tahun yang lalu. Putra kelahiran Meukek ini berkesempatan
meninjau APA, dan menurutnya, untuk merawat ruas jalan lama di lintas tersebut,
yang panjangnya sekitar 9 km, Rp 25 milyar diperkirakan tidak cukup. Dia melihat
pembangunan jalan elak lebih menguntungkan. Dengan panjang 10 km, paling
cuma menelan dana sekitar Rp 10 milyar.

Marzuki Nyakman agaknya benar. Lihat saja, perawatan dalam beberapa tahun
anggaran yang telah menghabiskan beberapa milyar rupiah, ternyata belum
mampu menyelesaikan persoalan. Longsor terus saja terjadi di mana-mana, bahkan
akhir-akhir ini menunjukkan intensitas yang meningkat. Sebagai contoh, di sebuah
lokasi sekitar jembatan Alur Naga yang diperlebar beberapa tahun yang lalu dengan
mengeruk dinding gunung, badan jalan belakangan menjadi semakin sempit
kembali karena tebing jalan terus menerus longsor ke laut. Di sekitar itu pula
puluhan pohon pala terseret ke dasar jurang di bibir pantai ketika tebing jalan
ambrol pada peristiwa hujan lebat 19 Juli 1997.

Panorama Hatta, gunung kedua, kendatipun tidak berhampiran dengan laut,


tingkahnya hampir tak beda dengan kedua "rekannya". Kemacetan total hubungan
Aceh Selatan-Sumut selama 46 jam pada 20 Juli lalu akibat hujan lebat sehari
sebelumnya, berpangkal dari ulah gunung ini, setelah di suatu tikungan penurunan
arah ke Kluet Utara terjadi longsor hebat.

APA memang rawan. Di mana-mana batu sering menggelinding "sesukanya" dan


tanah ambrol menimbun jalan, atau tebing jalan itu sendiri yang longsor. Berikut ini
beberapa catatan peristiwa yang masih segar dalam ingatan akibat ulah APA.

Ketika longsor dahsat di gunung Panorama Hatta 20 Juli lalu, pada saat yang sama
di Gunung Alur Kering sebuah mobil Toyota Kijang nyaris tertimpa batu, beratnya
diperkirakan mencapai 0,5 ton. Batu itu jatuh ke badan jalan persis di depan hidung
kendaraan yang dikemudikan Rusman MY, warga Tapaktuan. Syukur Kabag
Keuangan Sekwilda Aceh Selatan ini selamat. Jauh sebelumnya, pada tangal 4
Nopember 1996, di gunung ini pula dua korban tewas (Rusdi Iskandar/42, dan Cut
Syakdiyah/70), ketika mobil yang mereka tumpangi ditimpa batu yang berguling
dari tebing gunung.

Ingat tragedi bus Kurnia tahun 1986 yang jungkir balik ke kedalaman sekitar 75 m
di bibir pantai. Akibat sempitnya badan jalan, bus penuh penumpang dengan tujuan
Medan masuk jurang ketika berpapasan dengan sebuah mobil van. Dalam peristiwa
yang terjadi di dekat jembatan Alur Kering ini 14 orang meninggal dunia.

Masih di sekitar lokasi itu, beberapa tahun sebelumnya sebuah mini bus melayang
ke dalam jurang. Untung mini bus itu nyangsang di pepohonan. Tak ada korban
tewas, tapi seluruh penumpang babak belur, tak terkecuali sejumlah bocah. Di
gunung pertama, Alur Naga, beberapa tahun yang lalu seorang pekerja jalan jatuh
ke dalam jurang di bibir pantai dari ketinggian puluhan meter dan langsung tewas.
Banyak lagi peristiwa-peristiwa mengerikan yang pernah terjadi di jalur APA.
Meskipun begitu, "memvisualisasikan" tingkah APA dengan mengeksploitir
peristiwa-peristiwa kecelakaan berdarah, hanya akan mengungkit kembali
kenangan pahit yang tak "enak" diingat-ingat, tapi telah membuat kita semakin
dewasa untuk menyadari; bahwa sebagai poros penghubung antar propinsi, APA
memang belum siap menghadapi kecepatan pertumbuhan di dunia transportasi

Terlalu mahal, memang, harga yang harus dibayar untuk belajar dewasa. APA
sudah terlalu banyak menguras air mata. Bukankah ketika jalan ini dibangun di
bawah pemerintahan Hindia Belanda, yang menurut keterangan dimulai pada tahun
1916, air mata juga yang tumpah. Namun hingga kini potensi kerawanan APA
seakan identik dengan pengucuran dana rutin, tapi perawatan sejauh ini belum
berhasil memecahkan persoalan. Meskipun begitu, Bupati Drs HM Sari Subki tak
putus asa. "Walaupun usul pembangunan jalan elak ditolak, kita tetap berupaya
untuk meyakinkan instansi terkait supaya rencana itu bisa terujud. Lagi pula
masyarakat sudah bersedia dan Pemda Tk II telah menyediakan ganti rugi bagi
tanaman masyarakat yang terkena pembangunan jalan," katanya. Subki
mengatakan itu setelah didesak untuk berjuang terus oleh DPRD Tk II. Lembaga
dewan yang terhormat ini agaknya kecewa berat. Mereka boleh jadi kehilangan
muka, sebab keinginan masyarakat yang mereka salurkan ternyata mandeg.

Penolakan pembangunan jalan elak sepertinya kian mempertegas bahwa niat baik
tak selalu berujung pada ending yang manis. Drs HM Sari Subki boleh tak putus asa,
Ir T Dermawan (Kadis PU Cabang VII Tapaktuan) boleh bingung, Marzuki Nyakman
boleh bersikukuh atas kebenaran statemennya, dan kekecewaan DPRD yang identik
dengan kekecewaan masyarakat bukan pula sesuatu yang haram. Bukankah semua
itu merupakan manifestasi dari niat baik yang tak kesampaian.(m ali)

70 Tahun KH Ali Yafie Saya Tetap Santri yang Terus Belajar

"WAJAH fiqih berubah di tangan Prof KH Ali Yafie. Salah satu pilar ilmu-ilmu Islam --
di samping ilmu tafsir dan hadis -- yang kadang dikenal rigid, angker dan dianggap
oleh sementara orang menjadi salah satu penyebab keretakan umat, berhasil
ditampilkan menjadi sebuah ilmu yang toleran, ramah dan penuh pertimbangan
matang oleh ulama-intelektual asal Wani Donggala, Sulawesi Tengah ini. ...."

Demikianlah salah satu kristal dari berbagai komentar para alim ulama,
cendekiawan maupun pejabat negara dan tokoh masyarakat terhadap Prof KH Ali
Yafie yang tertulis dalam kulit belakang buku "Wacana Baru Fiqih Sosial, 70 Tahun
Kyai Ali Yafie" (WBFS) terbitan Penerbit MIZAN Bandung.

Disebutkan, di tangan KH Ali Yafie yang dikenal orang dekat dengan berbagai
kalangan luas baik sesama ulama, cendekiawan maupun pejabat negara ini, Fiqih
tidak lagi hanya digunakan sebagai sarana untuk melarang-larang -- Ini haram! Itu
halal! -- atau "memukul" sekelompok orang yang berbeda mazhab. Di tangannya,
fiqih telah melanglangbuana mengunjungi masalah-masalah sosial seperti soal
asuransi, lingkungan hidup, ukhuwah.

"Apa yang disebut fiqih sosial tiba-tiba mencuat begitu pada tahun 1994 Kyai Ali
Yafie meluncurkan karyanya yang berjudul Menggagas Fiqih Sosial. Bahkan
menurut Putut Wijonarko dari Penerbit Mizan kepada wartawan Kamis siang
kemarin di Jakarta karya Kyai Ali Yafie itu selalu menjadi rujukan orang ketika orang
masuk ke dalam wacana fiqih sosial.

Lalu apa kesan para alim ulama, cendekiawan, umaro dan tokoh masyarakat lain
tentang cucu seorang guru besar Masjidil Haram yang lahir pada 1 September 1926
di Wani Donggala Sulteng ini? "Kyai Ali Yafie adalah ulama sekaligus pemikir," ujar
Rois Aam PBNU KH Ilyas Ruchyat, tempat Kyai Ali Yafie lama berkiprah. Apa kata
tokoh yang lain? "Prof KH Ali Yafie adalah mubalig dan ulama dalam arti ilmuwan
tangguh tentang keagamaan Islam," sambung mantan Menteri Agama yang kini
menjabat sebagai Ketua Komnas HAM, Prof Dr H Munawir Sjadzali MA. Sedang
inteletual muslim Dr Nurcholis Madjid menyatakan bahwa kyai ini memancarkan
kepribadian seorang ulama yang mantap dan istiqamah.
Kesan positif yang muncul dari sikap tulus tentang sosok Kyai Ali Yafie tidak hanya
datang dari ulama-intelektual atau intelek-ulama. Dengan gaya ungkapnya sendiri
sosok ulama-intelektual Prof KH Ali Yafie juga tertanam dalam pada Menag H
Tarmizi Taher, Ketua MUI, KH Hasan Basri, Menristek/Ketua ICMI, Prof Dr BJ Habibie,
Menpen Jendral (Purn) R Hartono, Gubernur DKI Surjadi Soedirdja, Prof KH Ibrahim
Husein, Prof Dr Baharuddin Lopa SH, Dr M Ryaas Rasyid, Proh Ali Hasjmi, pengusaha
Fadel Muhammad, Ketua DPP Golkar Meneg Khusus H Harmoko, Prof Dr Ginanjar
Kartasasmita, Dr Fuad Bawazir, drs Lukman Harin dan lainnya.

Tetapi bagaimana sang kyai menanggapi semua itu? Tidak banyak! Kalaupun dia
harus mengungkapkannya, maka hanya ada satu ungapkan untuk kegiatannya
yang bejibun itu.

"Mengapa saya terlibat dalam organisasi-organisasi itu? Saya ini bagaimana pun
tetaplah seorang santri di organisasi-organsiasi itu. Tugas seorang santri itu adalah
belajar dan saya masih belajar terus sampai hari ini, detik ini," paparnya kepada
wartawan saat konferensi pers untuk peluncuran buku WBFS yang akan
diselenggarakan MUI 2 September mendatang.

Tulus, lurus, sederhana sekaligus sejuk. Itulah sikapnya yang paling menonjol. Tidak
hanya di depan wartawan melainkan dalam kesehariannya sebagaimana
diungkapkan editor buku WBFS Jamal D Rahman. Demikian juga terhadap perayaan
hari kelahirannya sendiri. HUT ke-70 yang akan dirayakan oleh MUI yang sudah
lewat setahun "gara-gara buku WBFS mengalami keterlambatan terbit itu
ditanggapinya dengan ungkapan sederhana. "Semua di luar dugaan saya. Sebagai
seorang santri saya tidak punya tradisi ulang tahunan seperti itu. Baru pertama kali
dalam usia saya yang sebenarnya sudah 71 tahun ini diulangtahuni. Itu pun bukan
saya tapi MUI," ujarnya polos.

Bagaimana dia melihat karyanya dalam peta tentang pemikiran fiqih sosial di
Indonesia? Sebagaimana ditanyakan oleh pers buku semacam juga lahir dari KH
Sahal Maffoed dari Jateng. "Benar Kyai Sahal Machfud yang juga wakil Rois Aam
pernah menerbitkan Nuansa Fiqih Sosial yang diterbitkan oleh Penerbit Lembaga
Kajian Islam dan Sosial Yogyakarta. Saya kira buku itu dan buku saya Menggagas
Fiqih Sosial tidak bertentangan. Paralel dan saling melengkapi."

Bagi Ali Yafie, semangat dasar dan ide pemasyarakatan fiqih sosial adalah
menggugah kesadaran ummat Islam terhadap aspek-aspek sosial ajaran fiqih.
Harapannya, sambungnya, tentu saja ilmu potensial Islam ini bisa meluas. Tetapi
yang terpenting, tegasnya, adalah bagaimana memasyarakatkan Fiqih Sosial ini
dalam kesadaran ummat.

"Di situ dicoba bagaimana menampilkan aspek-aspek sosial ilmu Fiqih sendiri
sehingga masyarakat tergugah rasa dan sikap sosial atau solidaritasnya dalam
bimbingan Ilmu Fiqih. Orang masih banyak bicara hukum-hukum ibadah ritual yang
sifatnya masih fardu `ain, yakni dalam hubungan individu dengan Allah. Yang
belum digerakkan adalah fardu kifayah, yakni yang menyangkut kewajiban-
kewajiban sosial kemasyarakatan. Ini relevan dengan kehidupan berbangsa yang
sedang berada di tengah masa pembangunan."

Mengapa? Menurutnya, karena ummat Islam berkepentingan untuk serta


mewujudkan kesejahteraan bangsa ini karena mayoritas warga bangsa ini adalah
umat Islam. "Jadi pokoknya agar nyambung antara agama dan masyarakat."
Lalu bagaimana dengan buku WBFS yang akan diluncurkan 2 September
mendatang? Lagi-lagi rendah hati dan kematangannya mengemuka. "Buku WBFS
sendiri merupakan wujud kebersamaan antara penulis, penerbit dan berbagai
lembaga lain termasuk MUI dan Bank Muamalat. Isinya menurut saya juga
merupakan wujud kebersamaan. Ini bukan otobiografi. Hanya biografi biasa,"
ucapnya.

Dijelaskannya pula bahwa selain dirinya memang ada dua pimpinan majelis ulama
menerbitkan buku yang berisi tulisan mereka sendiri, yakni Prof Ibrahim Husein dan
KH Hassan Basri. "Dalam buku (WBFS) ini tidak terdapat tulisan saya melainkan
tulisan dari berbagai kalangan. Bagi saya tetap, ini merupakan wujud kebersamaan
sekaligus wujud keragaman. Di sini tampak keragaman pemikiran, pendapat dan
analisis orang tentang fiqih."
Perjalanan KH Ali Yafie

Kyai yang matang dan dikenal sangat dekat dengan para pejabat serta menjadi
tempat berguru banyak orang ini sebenarnya bernama Muhammad Ali. Lahir 1
September 1926 dari keluarga terdidik yang memiliki tradisi menulis buku harian
yakni ulama KH Muhammad Yafie.

Bahkan sejak kakeknya, Ali Yafie tergolong anak yang sangat terhormat kakeknya
Syaikh Abdul Hafids Bugis adalah satu dari tiga ulama terkemuka Indonesia yang
menjadi guru besar di Masjidil Haram, Makah, Arab Saudi. Sebagai ulama besar
kakeknya mewariskan berbagai kitab yang sebagian berbahasa Arab dan sebagian
kecil berbahasa Melayu. KItab-kitab warisan inilah yang ikut membentuk khasabah
intelektual Ali Yafie.

Ali Yafie sendiri tidak belajar langsung dari sang kakek. Ini karena hidupnya harus
berpindah-pindah akibat belajar, tugas maupun situasi. Demikian juga pengalaman
hidupnya dalam meniti karier sebagai ulama, intelektual maupun dalam
berorganisasi dan berpolitik.

Khusus untuk karier organisasi dan politik dia berkisah. "Selama perjalanan hidup
saya, saya terlibat dalam dua macam organisasi, yakni organisasi swasta dan
pemerintah. Sejak kecil di Sulawesi Tengah saya tumbuh dalam lingkungan
pesantren yang kyainya adalah ayah saya sendiri," kisahnya.

Lalu, katanya, selain tugas di lingkungan Depag dia juga mulai terlibat di NU yang
saat itu menjadi salah satu partai politik. "Saya belajar politik di NU sebelum NU
kembali ke kithah. Tetapi sejak awal tahun 1950-an saya adalah karyawan
Departemen Agama di kantor Urusan Agama. Masih di lingkungan Depag saya
kemudian bertugas di Peradilan Agama dan kemudian masuk ke lingkungan IAIN."

Kemudian, lanjutnya, dia masuk ke organisasi kenegaraan, yakni menjadi anggota


DPR. Dan akhir-akhir, tambahnya, dia mengaku terlibat di organisasi yang sejalan
dengan pandangannya yakni MUI dan ICMI. "Ini non-pmerintah."

Orang tahu bahwa KH Ali Yafie selain mengajar di beberapa perguruan tinggi
termasuk IAIN, juga terlibat aktif di MUI dan ICMI. Lalu apa katanya ketika ditanya
soal ICMI? "Sejak awal saya berkhidmad dan berada di lingkungan ICMI, yakni sejak
pertemuan di Universitas Brawijaya Malang (Jatim). Gagasan-gagasannya masih
tetap sama, yaitu menghimpun dan membina potensi riil kaum intelektual di
kalangan Islam melalui ICMI."
ICMI menurut Yafie mencoba menghimpun potensi intelektual Islam yang belum
pernah dihimpun untuk diberdayakan seoptimal mungkin. ICMI, katanya, adalah
gerakan intelektual atau kebudayaan yang tujuannya bukan ke arah politik praktis
atau menjadi onderbouw partai politik tertentu. "ICMI secara formal tidak pernah
terlibat dalam politik praktis," tegasnya.

"Tetapi dalam hidup orang tahu bahwa komentar orang terhadap diri kita bisa
macam-macam. Kalau sekarang ICMI dikomentari telah berpolitik praktis, NU pun
ketika telah kembali ke kithah masih dikomentari begitu," ucapnya diplomatis.

Kemudian bagaimana hubungannya dengan Gus Dur yang menurut berbagai


sumber kurang dekat padahal sama-sama nahdliyin? Dalam buku WBFS pun Gus
Dur yang dikenal sebagai sosok ulama-intelettual dan tokoh kebangsaan yang multi
peran itu tidak ikut menulis. Menurut Jamal, Gus Dur sudah dihubungi beberapa kali
untuk dimintai menulis tetapi Jamal tidak berhasil. "Sebenarnya tahun 80-an Gus
Dur pernah membuat tulisan yang bagus tentang KH Ali Yafie. Tetapi ketika tulisan
itu diminta untuk dimuat dalam buku WBFS beliau menolak, kata Jamal.

Lalu apa kata pak kyai ini ketika ditanya hubungannya dengan Ketua PBNU itu?
"Bagi saya pak Abdurahman Wahid adalah teman baik saya sampai sekarang.
Cuma kami tidak sering bertemu saja. Dulu juga tidak," katanya.

Dia pun hanya bertanya apa maksudnya tidak sering bertemu. Tetapi siang itu di
sebuah hotel di Jakarta dia sempat menjawab, "Sebagaimana manusia lain, setiap
orang mempunyai hak untuk memiliki pandangan yang berbeda."

Tokoh yang sangat kaya pengalaman dan terkenal karena kasus SDSB itu pun tetap
menjawab sederhana tentang hidup ini. Demikian juga saat ditanya, hingga usianya
yang ke 70 (71-red) dan terus mengikuti perkembangan sejarah bangsa dan ummat
dari dekat, apa yang sudah menggembirakan dan apa yang masih meprihatinkan
serta perlu diupayakan, KH Ali Yafie hanya menjawab singkat. "Saya tidak mau
melihat ini dengan kacamata pesimis. Saya melihat kehidupan dan ragamnya ini
dengan kacamata optimis. Semangat pandangan Islam memang mengajarkan
demikian, memandang hidup dengan optimis."

Baginya keberagaman tumbuh secara alamiah. Demikian juga ketika dia melihat
kalangan ulama dan cendekiawan di MUI, juga di ICMI. Kehadiran ICMI mislanya
dinilai membuat kalangan intelektual Islam berkembang bersama di sana. Tetapi di
sana orang juga melihat dan menerima keragaman. "Saya merasa di ICMI orang-
orang berkembang dalam keragaman pemikiran. Dalam hidup saya tidak ingin
prihatin." (willy pramudya)

Titiek Puspa Ingin Diserang Virus Cinta

MESKI telah gaek, Titiek Puspa ternyata masih bisa ber-genit-genit di depan
kamera. Melalui video klip-nya, Virus Cinta, yang diambil dari album terbarunya,
nenek 13 cucu ini masih mampu berjoget ala anak muda. Berjingkrak-jingkrak
mendendangkan lagu dangdut khas yang musiknya digarap Dwiki Dharmawan.

Lagu yang ditembangkan mengisahkan tentang dunia anak muda. Virus Cinta,
menurut nenek yang masih tetap cantik ini adalah satu gejala anak muda jika
sedang dimabuk cinta. Biasanya mereka gelisah, karena ada yang ditunggu.
Terlepas dari persoalan album itu, si nenek cantik ini banyak ditanya tentang
kesendiriannya. Apakah tidak ada `virus cinta` yang menghinggapinya? Titiek
mengaku, sampai sekarang belum ada virus cinta yang mencoba masuk dalam
hidupnya. "Atau mungkin saya tidak merasakan, padahal ada virus cinta yang
menghadang saya. Karena orang seperti saya biasanya kepingin diserang virus.
seperti halnya saya, sebenarnya kepingin," kata Titiek.

"Nggak tahu, apakah saya yang nggak mau, atau sengaja menghindari virus.
Biasanya, orang lain banyak yang menghadang virus, tapi saya tidak," kata Titiek,
ketika ditemui di Fashion Cafe, Jakarta, belum lama ini. Titiek Puspa mengaku,
merasa bahagia dengan kesendiriannya. Banyak hal yang tak terduga, bahwa
dalam kesendirian dia memiliki banyak teman. "Termasuk bisa bebas seperti
sekarang ini, melakukan tatap muka dengan wartawan. Kalau terserang virus, dan
benar-benar virus itu masuk, tentu banyak hal dipertimbangkan," tutur janda
almarhum musisi Mus Mualim ini.

Titiek menyadari, dirinya tidak muda lagi. dan menyadari pula, kontraknya dengan
bumi sudah hampir berakhir. "Ibaratnya, kalau matahari, sudah condong, hampir
tenggelam," tuturnya.

Berkaitan dengan itulah, Titiek ingin berbuat baik untuk mengisi sisa hidupnya itu.
Titiek pada kesempatan itu, juga membeberkan kiat awet muda, yang dipuji banyak
pihak. "Kalau ditanya awet muda, susah juga ya. Bukannya awet tua?" timpalnya.
Namun begitu, akhirnya Titiek buka kartu juga. Katanya, hidup ini dijalani dengan
serba teratur. Misalnya, kerja teratur, istirahat teratur, dan tidur juga teratur.
"Jangan lupa, selalu olahraga dan minum air putih sebanyak-banyaknya," tutur
Titiek.

Titiek memperkenalkan album terbarunya, berisi beberapa lagu baru, dan lagu
lama. Salah satu lagu lamanya yang direkam ulang adalah Romo Ono maling.
Sedang lagu barunya berjudul Virus Cinta yang berirama dangdut, dijadikan
unggulan untuk albumnya..

Album ini, digarap menjelang ulang tahunnya yang ke 60, jatuh 1 November
mendatang. Pada HUT-nya ini, Titiek Puspa akan mengadakan konser. Sejumlah
penyanyi akan tampil membawakan lagu-lagu ciptaan Titiek Puspa. "Ini bukan ide
saya, tapi ide Dwiki Darmawan," kata Titiek.(agy)

Hati-hati, Banyak Makanan Pencetus Asma

DIAKUI atau tidak, pembangunan bidang industri menuntut banyak penggunaan


bahan kimia. Dan celakanya, tuntutan itu telah memacu munculnya jumlah
penderita asma. Penyakit saluran nafas yang pada umumnya diakibatkan oleh
faktor lingkungan kerja dan sebagian kecil karena turunan ini diketahui sulit
disembuhkan secara medis.

Namun, penderitanya tetap punya kemungkinan untuk dapat disembuhkan bila ia


mengetahui penyebab sakit dan punya tekad untuk itu. Orang juga sebaiknya tidak
mengkonsumsi jenis makanan yang dapat mencetuskan serangan asma, tutur ahli
penyakit dalam Dr.Pridadi dan ahli gizi dari Rumahsakit Anak dan Bersalin Harapan
Kita, Jakarta.

Menurut Dr. Pridady, asma merupakan penyakit sejak napas yang datang
berulangkali dan biasa disertai dengan suara ngiik saat menarik nafas. Tapi ada
pula serangan yang dibarengi batuk kering dan rasa sakit di bagian dada. Pada
serangan ini, penderita semakin sulit bernapas, denyut jantungnya kian cepat,
keringat dingin mengucur dan disertai rasa gelisah, tak dapat tidur nyenyak, dan
suka berbicara keras.

Keadaan ini mengakibatkan penderita kekurangan oksigen sehingga wajah terlihat


membiru. Tapi bila wajah tak segera dapat membiru dan penderita tidak segera
mendapat pertolongan, ia mungkin akan mengalami kematian.

Penyebab penyakit yang sulit disembuhkan ini cukup kompleks, antara lain karena
masuknya alergen berupa serbuk sari, dabuh, bulu binatang, dan polusi lingkungan
kerja yang masuk melalui udara, yang menurut istilah kedokteran di sebut asma
ektrinsikid.

Selain jenis asma tersebut, juga dikenal asma ekstrinsik, yang tidak disebabkan
oleh faktor dari luar, melainkan faktof dari dalam seperti infeksi saluran
pernapasan, tekanan batin, atau unsur turunan (genetika). Namun yang sering
dijumpai dewasa ini adalah jenis asma ekstrinsik yakni asma yang diakibatkan oleh
polusi lingkungan kerja.

Sebetulnya asma yang satu ini mempunyai harapan membaik, bila penderita mau
menghindarkan penyebabnya, mestipun banyak yang mengeluh meski telah
menghindari penyebabnya.

Ini suatu bukti bahwa asma akibat pengaruh lingkungan kerja sulit tersembuhkan
bila sudah memasuki stadium lanjut. Karena itu, pekerja dan pemimpin perusahaan
sebaiknya peka terhadap keadaan itu. Artinya, upaya pencegahan mutlak
dilakukan, sebab bila diagnosis asma akibat kerja sudah ditegakkan dan bahan
penyebab sudah diketahui, maka lingkungan kerja hedaknya disesuaikan secepat
mungkin. Penyesuaian ini bisa dilakukan dengan cara misalnya memperbaiki alat
dan penggunaan masker.

Di samping persyaratan itu, pengawasan secara teratur hendaknya dilakukan sedini


mungkin, misalnya dengan melakukan pemeriksaan faal paru, penyuluhan tentang
sifat bahaya bahan yang diolah, dan bahaya lingkungan kerja yang dihadapi. Bila
tindakan itu tidak menolong, maka karyawan penderita asma hendaknya
dipindahkan dari lingkungan kerjanya.

Fungsi pengobatan yang dilakukan, secara medis hanya sekadar untuk


mengantisipasi reaksinya, tak bisa menyembuhkan. Obat kortokosteroid misalnya
hanya diisap beberapa kali sehari dan bila penderita tiba-tiba terserang segera
diberikan olbuterol, supaya melebarkan saluran pernapasannya.

Umumnya serangan penyakit disebabkan oleh tidak tersuplainya oksigen ke saluran


pernapasan. Keadaan ini sering dialami oleh anak-anak dan akan berkurang dengan
sendirinya setelah mereka beranjak dewasa. Pada usia anak-anak pertahanan
organ tubuh umumnya relatif sensitif, alias belum kuat, kata dokter yang baru saja
mengikuti pendidikan di Jepang ini.

Pantangan

Hampir semua penderita penyakit sebenarnya memiliki pantangan terhadap suatu


makanan, tak terkecuali penderita asma, tutur ahli gizi Dr Sri Kurniyati.
Menurutnya, penderita asma selain harus berusaha menghindari penyebab
utamanya, sebaiknya juga tidak mengkonsumsi jenis makanan yang bisa
menimbulkan serangan penyempitan saluran pernapasannya.

Menurut ahli gizi ini, belakangan banyak jenis makanan yang dapat menimbulkan
reaksi alergen bagi penderita asma, antara lain makanan yang mengandung bahan
pengawet dan pewarna seperti coklat dan kacang tanah, ketan, tomat, serta buah
bergetah.

Mengapa? Karena makanan tersebut pada umumnya mengandung zat alergen yang
merupakan benda asing bagi tubuh penderita, hingga dapat menyempitkan saluran
pernapasannya. Kalau hal tersebut terjadi pada balita, sudah tentu makanan itu
akan lebih berpotensi mencetuskan asma. (ans)

Cheongsam ala Widhi Budimulia

TAHUN ini salah satu gaya oriental naik daun. Untuk gaya itu, Cina termasuk
sumber inspirasi para desainer. Baju perempuan Cina, cheongsam, yang
sesungguhnya dipopulerkan oleh masyarakat Hong Kong, digarap habis-habisan
untuk dijadikan busana modern.

Perancang kawakan John Galliano dikenal salah satu desainer yang menggarap
cheongsam untuk koleksi rumah mode Christian Dior. Ia antara lain memakai
kancing-kancing mutiara untuk atasannya bergaya cheongsam, yang kemudian
dipadukan dengan rok-rok ekstra mini.

Di sini perancang muda Widhi Budimulia dengan antusias menggarap cheongsama


untuk koleksi terbarunya, mulai dipasarkan pertengahan Agustus ini. Pilihan
menggarap cheongsam, kata Widhi, karena gaya busana oriental sedang in,
sementara orientalnya kemudian jatuh pada cheongsam karena potongan atau
garisnya bersih, yang juga merupakan trend dunia.

Baju perempuan Cina itu oleh Widhi dipadukan dengan rok-rok panjang lurus atau
agak melebar di bawah. Baju yang aslinya super ketat dan sama sekali tidak
mempertontonkan bagian perut atau dada, oleh Widhi dibuat sebaliknya. Dari
bahan berukat putih mewah dengan kombinasi warna kuning dan manik-manik
hijau, keindahan perut pemakaian blus Widhi ini terlihat jelas. Begitu satu busana
yang memakai bahan sutra-satin dengan kombinasi bahan transparan kuning
kepodang. Pada busana itu, cheongsam hanya diambil kerah Mandarinnya.

Belahan melintang di dada yang menjadi ciri khas utama cheongsam ini,
ditampilkan dengan memotong bagian ini sehingga menampilkan sebelah
keindahan belikat pemakainnya. Blus ini juga dipotong pendek sedikit tidak
simetris, dan dipadukan rok berdasar putih dengan motif garis-garis kotak paduan
warna biru, kuning, hijau muda.

Belahan tinggi yang juga menjadi ciri cheongsam, ditampilkan dalam busana
lainnya. Pada busana tersebut, di belahan tinggi itu, Widhi menambahkan kain
transparan warna hijau muda yang mengesankan manis pada baju tersebut.

"Untuk koleksi baju pesta atau baju malam bergaris cheongsam ini, sengaja saya
pilih warna-warna lembut. Saya istilahkan warna-warna marmer, karena warna-
warna itu memang seperti warna-warna marmer," jelasnya.

Semua koleksi itu, tutur Widhi, hanya dijual dengan label "Widhi Budimulia". Untuk
label keduanya, Eterno, Widhi menyediakan baju-baju rajutan sebagi prodak
terbarunya. "Sebelum ini saya memang tidak pernah membuat baju rajutan,"
katanya. (rps)

Konsultasi Psikologi

Emosi Bayi

Ibu pengasuh konsultasi psikologi yth,


Saya seorang ibu muda yang baru memiliki bayi dengan usia 5 bulan. Saya sendiri
berpendidikan SLTA dan ibu rumah tangga. Terus terang bu, pertama kali
merasakan menjadi ibu saya agak gugup dan bingung. Maklumlah bu, kedua orang
tua saya jauh dan segalanya saya tangani sendiri dengan bantuan suami yang
sangat minim, karena suami saya memang sibuk dengan pekerjaannya.

Dari persoalan memandikan bayi, menyusui, menghadapi segala kebiasaan baru ini
bagi saya benar-benar amat melelahkan, meskipun di lain pihak saya amat
berbahagia dengan kehadiran putra kami yang pertama ini. Permasalahan yang kini
saya alami adalah sehubungan dengan tempat tinggal kami di komplek. Namanya
juga komplek bu, apalagi dengan ukuran rumah yang boleh dibilang rumah
sederhana. Seringkali para tetangga masuk keluar rumah ketika saya sedang
menyusui atau sedang bercanda dengan bayi saya tersebut. Entah karena itu atau
sebab yang lain, saya lihat bayi saya ini sering menangis, namun nanti tiba-tiba ia
diam dan sudah mau diajak lagi bercanda oleh ibu-ibu atau anak-anak para
tetangga di lingkungan tempat tinggal kami.

Pernah saya ungkapkan hal ini pada suami, namun dia tidak menganggap ini suatu
peersoalan yang serius. Saya justru yang sering cemas melihat hal ini. Saya pernah
baca di sebuah artikel bahwa hal itu kurang baik. Bayi saya ini seolah-olah dianggap
mainan oleh anak-anak dan para ibu tersebut, sehingga ditangiskan atau dibuat
tertawa atau diam menurut selera mereka. Saya pernah sampaikan hal ini pada
anak-anak yang main ke rumah saya, namun mereka tenang-tenang saja dan
besoknyapun mereka datang lagi. Bagaimana pendapat ibu, apakah hal ini akan
berpengaruh pada perkembangan anak saya? Setiap hari ibu-ibu dan anak-anak
terus datang dan seenaknya mengendong, menggelitik, bermain-main dengan bayi
saya ini. Bagaimana cara saya menegurnya agar mereka tidak tersinggung?

Atas jawaban ibu dan saran-saran yang ibu berikan, saya ucapkan terima kasih.

Wassalam, Ibu YL di M

Jawaban

Sekecil apapun suatu permasalahan, jika tidak dicari jalan keluarnya maka ia akan
berkembang menjadi persoalan besar. Keputusan ibu untuk mencari solusi tentang
persoalan yang mengenai bayi ibu sangat tepat, karena segala pengalaman yang ia
peroleh tentu sedikit banyaknya akan berpengaruh dalam perkembangannya kini,
esok kemarin atau kelak kemudian hari.

Ibu Yl Yth, tentu saja ibu cemas melihat buah hati pertama senantiasa terusik
istirahat atau waktu-waktu khususnya bersama sang mama oleh kehadiran para
tetangga. Kecemasan ibu yang kedua melihat emosi bayi ibu yang semakin tidak
stabil dalam menanggapi perlakuan para tetangga tersebut.

Sebenarnya jika kita lihat pada saat pertama kali dilahirkan, emosi manusia berada
dalam bentuk sederhana dan tidak terbedakan sama sekali. Dalam
perkembangannya emosi ini menjadi lebih terbedakan. Pada bayi, emosi biasanya
disertai suatu reaksi perilaku yang hebat, singkat, kuat, namun mudah berubah
menjadi bentuk emosi lain apabila perhatikan bayi dialihkan atau apabila jenis dan
intensitas rangsangan emosi diubah. Selain itu, emosi pada bayi juga lebih mudah
dibiasakan. Hal itu karena kemampuan intelektual bayi masih terbatas.

Pola emosional pada bayi memperlihatkan bentuk-bentuk yang khas yaitu:

1. Marah: biasanya emosi marah pada bayi akan bangkit jika dihalangi
keinginannya, ada campur tangan terhadap gerakan- gerakannya dsb. Reaksi
marah pada bayi biasanya berupa menjerit, meronta, menendang, mengibaskan
tangan dsb.
2. Takut: Emosi takut akan bangkit oleh suara keras, siatuasi asing, kegelapan,
bintang, tempat yang tinggi, perangsang yang tak terduga. Reaksi takut pada bayi
biasanya berupa menjauhkan diri, menangis, merengek, menahan nafas dsb.
3. Gembira: Emosi gembira bangkit oleh rangsangan bercanda, menggelitik,
memperhatikan, dsb. Reaksinya biasanya tersenyum, tertawa, menggerak-
gerakkan kaki atau lengan, tersenyum, berteriak dsb.
4. Kasih sayang/Cinta: Emosi cinta pada bayi bangkit oleh perhatian yang tulus,
senyuman, sentuhan yang lembut dsb. Reaksi emosi ini berupa pelukan, ciuman,
tepukan dsb.

Pada bayi bahkan pada semua usia, kuatnya emosi yang menyenangkan
merupakan salah satu jaminan berlangsungnya perkembangan jiwa yang sehat dan
penyesuaian diri yang baik (well adjustment).

Untuk kasus putra ibu yang sering didatangi anak-anak dan ibu-ibu sekitar rumah
sebenarnya disamping segi negatif yang ibu cemaskan, juga ada segi positifnya.
Scarr & Salapatek dalam bukunya yang berjudul Patterns of Fear Development
During Infancy, berpendapat bahwa bayi yang sering berinteraksi dengan banyak
orang cenderung memiliki ketakutan yang rendah terhadap hadirnya orang-orang
asing di sekelilingnya. Bayi ini juga akan memiliki kesempatan yang lebih tinggi
untuk memuaskan rasa ingin tahunya, daya tahan stres yang lebih baik dan
penyesuaian diri yang lebih fleksibel dibandingkan dengan bayi yang kurang
berinteraksi dengan banyak orang. Namun begitu para tetangga yang datang
ternyata memberikan rangsangan emosional yang kurang stabil sehingga membuat
emosi bayi ibu sulit terkendalikan. Untuk itu bicaralah dari hati ke hati dengan para
tetangga yang sering ke rumah ibu. Dan mintalah mereka untuk bersikap lebih
baik, sehingga bayi idola mereka ini tetap bisa tersenyum dan bercanda dengan
mereka semua. Bisa jadi mereka berbuat seperti itu karena ketidaktahuan mereka.
Untuk itu, ada baiknya jika ibu menyampaikan hal ini buat para ibu di sekitar
tentunya dengan cara yang baik. Bu... nak...dl Dedek mau bobok dulu, besok main-
main lagi ya? Dengan kata-kata semacam itu sulit kiranya orang lain akan
tersinggung. Nah, sekalipun rumah sederhana jika ibu sedang ingin berduaan
dengan putra ibu, maka pintu rumah sebaiknya tidak ibu buka. Dengan membuka
pintu selalu, sebenarnya mengandung makna bahwa ibu memperbolehkan mereka
untuk datang kapan saja. Membuka pintu waktu pagi sejenak dan sore hari,
sebenarnya sudah mengkomunikasikan jam-jam itulah si dedek boleh diajak
bermain-main. Duh... duh tentunya lucu benar dan menyenangkan bayi ibu tsb,
sehingga mereka semua menyukainya. Ok bu, selamat mencoba dan sun sayang
buat si dedek yang cantik.

Wassalam Nur Janah Bachtiar Nitura

Dua Tetes Polio Penting bagi Masa Depan Anak


DI GENDONGAN ibunya, balita yang tak tahu apa-apa, lalu membuka mulutnya dan
kemudian seorang kader kesehatan meneteskan dua tetes vaksin polio. Itulah
gambaran Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang telah berlangsung selama dua
tahun. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ketiga ini, PIN berlangsung
secara serentak di seluruh Indonesia, lusa mendatang, 2 September 1997. Kali ini
PIN putaran pertama tahun ketiga diikuti sekitar 23 juta anak balita Indonesia.

Mereka yang tak sempat datang ke pos pelayanan, justru langsung didatangi kader
atau petugas kesehatan. Begitu pula, balita yang telah mendapat vaksin polio,
tetap mendapat vaksin. Soalnya, pemberian vaksin itu tak menurunkan kekebalan
tubuh, tapi justeru memperkuat ketahanan tubuh. Jelasnya, seperti yang dituturkan
Kakanwil Depkes Aceh, dr Adnan Mahmoed MPH, PIN merupakan kegiatan yang
mewajibkan setiap balita termasuk bayi baru lahir yang tinggal di Indonesia,
diimunisasi dengan vaksin polio, tanpa mempertimbangkan status imunisasi
sebelumnya. Dengan vaksin itu, diharapkan akan mempercepat pemutusan siklus
kehidupan polio liar.

Melihat pengalaman dua tahun sebelumnya, pelaksanaan PIN tampaknya


sederhana. Ibu-ibu berbondong-bondong membawa anak-anak balita. Lantas anak-
anak dengan tenang membuka mulutnya dan mendapat dua tetes vaksin polio.
Selesailah acara PIN yang digerakkan secara massal hingga menjangkau sekitar 23
juta lebih anak balita Indonesia, termasuk daerah Aceh, yang diproyeksikan sekitar
501.700 balita. Sederhana memang, namun di situlah nasib dan masa depan anak
Indonesia, agar terbebas dari penyakit polio yang sampai sekarang, malah masih
mengancam anak-anak dunia.

Meski gebyar dan informasi PIN tahun ini kurang gencar dibanding tahun pertama.
Namun hampir semua ibu di berbagai pelosok mengetahuinya. Dengan
kesadarannya sendiri demi masa depan anaknya, ia membawa buah hatinya ke
puskesmas atau pelayanan PIN terdekat.

Bagi balita, usia nol hingga 59 bulan merupakan usia rawan polio. Pemerintah
sendiri telah bertekad agar tahun 2.000 mendatang Indonesia bebas polio.
Komiment itu memang membutuhkan biaya besar, puluhan milyar rupiah hanya
untuk membagi-bagikan dua tetes vaksin polio kepada anak-anak balita, termasuk
biaya pengadaan vaksin. Aceh sendiri untuk PIN mendapat dana sebesar Rp 456
juta lebih. Masing-masing berasal dari APBN sebesar Rp 299 juta lebih dan dari
APBD tingkat I Aceh sebesar Rp 157 juta. Dengan menempatkan 6441 pos PIN dan
19.738 kader, 6.213 tenaga kesehatan, 215 puskesmas, plus 760 puskesmas
pembantu dan 4.856 bidan desa, diharapkan PIN di daerah ini berjalan sesuai
dengan rencana, dan tentu saja diharapkan hasil putaran pertama bisa melampaui
tahun kedua, sebesar 103 persen. "Saya optimis itu bakal bisa kita capai," tutur
Adnan Mahmoed. Keoptimisan Adnan itu tentu saja menyimak pengalaman dua
tahun sebelumnya. "Saat ini segala persiapannya telah rampung, kita hanya
menunggu hari pelaksanaannya saja," tuturnya. Khusus untuk Daerah Istimewa
Aceh, PIN putaran pertama tahun ketiga dipusatkan di desa Muenasah Papeun,
Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar. "Ini merupakan kesepakatan kita,"
ujarnya lagi.

Sertifikat WHO

Pemasyarakatan vaksin diakui telah berhasil menurunkan jumlah kasus polio, tetapi
tujuan yang diharapkan tentu saja tidak ada lagi polio yang diderita anak. Atau
memutuskan mata rantai virus polio untuk mempercepat eradikasi polio.
Beberapa negara memang berhasil menekan kasus polio, seperti di Amerika dan
Filandia. Bahkan negara-negara di Asia seperti Filipina, Thailand, Cina, Laos,
Kamboja dan Vietnam, telah mulai melaksanakan PIN untuk menjamin tidak adanya
transmisi antar negara mengingat beberapa kawasan Asia-Pasifik seperti Malaysia,
Singapura, Australia, dan Selandia Baru telah lebih dulu bebas polio. Itu
membuktikan karena ada tekad ingin bebas polio.

Namun untuk membuktikan Indonesia benar-benar bebas polio, WHO (Organisasi


Kesehatan Dunia) meminta pemerintah Indonesia untuk menemukan kasus Lumpuh
Layu Mendadak (AFP) sebanyak 1 orang dari setiap 10.000 penduduk yang berusia
15 tahun ke bawah. Setelah kasus itu ditemukan, penderita itu akan diperiksa
apakah penyakitnya itu disebabkan oleh virus polio liar. Karena itu, semua kasus itu
harus bisa dibuktikan bahwa penyebab AFP itu bukan disebabkan virus polio liar.
Bila tidak, Indonesia tidak akan mendapatkan sertifikat bebas polio dari WHO. Ini
berarti, pemerintah harus melaksanakan PIN keempat atau sub PIN, bila
penemuannya hanya pada satu wilayah saja yang tak berhasil. Jelasnya, pada PIN
tahun ketiga inilah terletak kunci sukses Indonesia, berhasil atau tidak menyabet
sertifikat bebas polio dari WHO.

Yang unik

Apa sebenarnya yang menarik dan unik dari PIN ini? Yakni, semua pihak terlibat.
Mulai dari ibu-ibu rumah tangga, petugas kesehatan, Pramuka, mahasiswa, pejabat
dari berbagai instansi, dan Presiden Soeharto yang mencanangkannya. Sekilas
pintas acaranya kelihatan sederhana, namun dananya mencapai milyaran rupiah.
Ini karena targetnya satu, yakni bebas virus polio.

PKK dan Pramuka berperan cukup besar dalam menyukseskan PIN. Inilah peristiwa
unik untuk anak balita yang tidak tahu apa-apa itu, namun lingkungannya yang
sadar kesehatan terutama kaum ibu, mempunyai tanggungjawab besar akan hak-
hak mereka.

Data WHO menunjukkan lebih dari 75 persen kematian bayi dan anak lebih
disebabkan oleh penyakit yang seharusnya bisa ditanggulangi lewat vaksin. Makna
vaksin, bukan lagi sekadar untuk membebaskan virus, tapi kini menjadi makna
hidup, dan hanya bisa ditarik manfaatnya jika mereka sadar akan hak-hak informasi
kesehatan.

Kaum wanita

Menyimak pengalaman lalu, tampaknya begitu antusiasnya kaum ibu yang datang
ke pos-pos PIN. Ini menunjukkan betapa dengan informasi yang dilancarkan dengan
gencar akan pentingnya dua tetes vaksin polio, ternyata dapat menggugah mereka
untuk mendapatkan sesatu yang terbaik bagi anak-anaknya.

Dari sini terlihat, informasi kesehatan sebenarnya merupakan alat ampuh untuk
menegakkan nilai-nilai akan kesadaran kesehatan. Kaum perempuan selama ini
diakui kurang mendapat layanan informasi kesehatan yang lengkap. Padahal, ibu
rumah tangga memiliki potensi yang amat penting dalam menjaga kesehatan
keluarga. Ini bisa disimak pada acara PIN. Barisan kaum ibu berbondong-bondong
menggendong buah hatinya ke pusat pelayanan PIN. Hanya ada satu atau dua
bapak yang menemani mereka.
Menurut Dr Rosario Aciortino, pejabat Reproduksi Kesehatan Ford Foundation,
penyebabnya karena memang tingkat pendidikan kaum perempuan rata-rata lebih
rendah, sementara iklim budaya masih menempatkan mereka lebih rendah
dibanding pria.

Akibatnya, banyak perempuan tidak berani menuntut haknya. Struktur keluarga


dalam masyarakat juga menempatkan suami dan anak laki-laki di urutan atas,
sehingga kalau ada anggota keluarga yang sakit, maka kaum perempuan akan
mendahulukan anak laki-laki dan suami. Persoalannya ialah bagaimana memberi
peluang bagi kaum perempuan dan memperkuat posisi mereka agar mau menuntut
haknya dan memiliki akses terhadap sumber informasi mengenai kesehatan.
Sukses tidaknya upaya mencapai target bebas virus PIN amat bergantung pada
sukses tidaknya kaum ibu memiliki akses informasi mengenai kesehatan. Acara PIN
sebenarnya hanyalah sebagai media sementara, karena keluarga lah yang
seharusnya menjadi kunci utama, agar anak-anak lega menatap hari depannya.
(s.yan rosa/**)

Nicken, Kecil-kecil Cabe Rawit

KECIL-kecil cabe rawit, begitu ungkapan terhadap gadis pendatang baru di


belantara musik Indonesia. Itu menunjukkan meski bertubuh kecil tak lantas ia
bernyali kecil. Tapi justeru sebaliknya, gadis asal Malang ini mampu membuktikan
kemampuannya di dunia panggung hiburan.

Nicken, baru saja merilis album pop manis Haruskahku Menangis. Lahirnya album
perdana itu menjadi semacam cemeti yang memicu semangatnya menggeluti dunia
tarik suara. Padahal, sebelumnya dia sempat punya cita-cita sebagai sekretaris.

"Sebelumnya, saya pesimis bisa jadi penyanyi, dan diberi kesempatan rekaman di
Jakarta. Soalnya saya tahu diri-lah. Orang kampung seperti saya ini, kan susah
mendapat kesempatan. Dan apa yang saya dapatkan, ibaratnya mimpi yang
menjadi kenyataan," tutur Nicken ditemui di Jazz & Rock Cafe, Jakarta, Selasa lalu.
Yang kini muncul di benaknya adalah menyanyi dan terus menyanyi. Soal cita-cita,
Nicken mengaku tak lagi berharap jadi sekretaris. Karena dunia tarik suara ternyata
lebih menggodanya untuk lebih menekuni. "Orang seusia saya ini, cita-cita masih
berubah. Dulu pernah punya cita-cita jadi pilot, lalu, yang lainnya itu, jadi presiden,"
katanya setengah bercanda, menikrukan iklan di televisi.

Penyanyi berpostur tubuh mungil, tipikal dengan penyanyi asal daerah yang sama,
Yuni Shara yang kini sudah cukup dikenal. Penyanyi kelahiran Malang, 11 Mei 1979
ini mengaku tidak ingin mengekor pada siapapun. Tapi ingin menjadi dirinya
sendiri. Ketika diberi tahu gayanya seperti Yuni Shara, Nicken hanya senyum-
senyum saja. "Namanya saja satu daerah, soal dialek tentu tidak bisa dilain-lainin,"
kata penyanyi yang masih duduk di bangku klas III SMU Widya Dharma Malang,
Tawa Timur.

Menyanyi, katanya, mendapat dukungan dari keluarga. Usia 13 tahun sang ayah
meninggal. Itu yang menyebabkannya semakin giat mengikuti event festival, untuk
memenuhi keinginan sang ayah, yang mengharapkan dirinya menjadi penyanyi
yang dikenal luas oleh masyarakat. Dari sinilah, berbagai festival diikutinya, seperti
Bintang Radio dan Televisi, Lomba Seriosa. Tahun 1992 Nicken pernah ke Jepang
mengikuti Youth Festival Chorus in Osaka.

Nicken agaknya sosok penyanyi yang mencoba realistis. Mencoba tampil dengan
mengikuti kondisi yang ada. Ketika kesempatan diberikan untuk tampil sebagai
penyanyi pop, maka Nicken mengikutinya. Dan benturan-benturan, tentu akan ada.
"Dan saya tidak akan kapok untuk bangun, dan bangkit kembali," kata Nicken.(agy)

Pengalaman Seorang Pengarang: Mengirim Cerpen Lima Tahun Selalu di Tolak

Oleh: Abrar Yusra

Ali Akbar Navis remaja, kemudian hari dikenal sebagai cerpenis A.A Navis-Red),
selalu tercengang melihat orang lain pandai mengarang. Heran atau kagum dia
seperti seorang bertubuh kecil melihat temannya yang bertubuh besar berhasil
melaksanakan sesuatu. "Kok sehebat itu benar," pikirnya.

Mulailah ada keinginan untuk pandai mengarang. Katanya, "Saya penasaran. Manga
awak indak bisa! Mengapa saya tidak bisa!"
Berlartih diam-diam.
Kalau ia menemukan puisi di koran, ia gunting dan tempelkan di buku tulis. Yang
paling menarik baginya justru membaca novel atau cerpen. Termasuk roman-roman
picisan. Karangan-karangan yang ada waktu itu, baik yang diterbitkan Balai
Pustaka, maupun tulisan pengarang Cina, hampir semua ia baca. Waktu membaca
itulah ia mencoba mengamati dan menyalin kalimat-kalimat yang dinilainya indah.
Sedangkan latihan mengarang ia teruskan sendiri.

Sejak tahun 1950, ketika Navis berumur 26 tahun, dia mulai mengirim cerpen-
cerpennya ke majalah Mimbar Indonesia, yang dipimpin H B Jassin. Lima tahun
lamanya dia ditolak terus. Cerpen pertamanya yang diterima adalah cerpen "Pada
Pembotakan Terakhir" di majalah Kisah, 1955. Tapi yang lebih dulu dimuat adalah
"Robohnya Surau Kami", 1955 juga, dan langsung meraih Hadiah Sastra.

Suka membaca.

Sejak kecil Navis suka membaca. Di gerbong kereta api Padang Panjang -
Kayutanam pulang pergi, dia membaca buku, mengulang pelajaran, membuat
sketsa penumpang tidur atau latihan suling.
Di sekolah dia sering bolos praktik ketrampilan di bengkel, menyelinap ke gudang
dan membaca buku. Kalau buku kurang menarik dia tertidur. Kadangkala ia baru
terbangun ketika sekolah sudah bubar dan orang sudah pulang.
"Saya terkurung di gudang dan terpaksa memanjat ke luar lewat jendela,"
kenangnya.
Ayahnya, Sutan Maradjo, sering memberinya uang untuk membeli buku. Tapi dia
lebih banyak meminjam gratis di sekolah atau pada kawan, baru menyewa buku
bacaan di kios.
Sekali waktu bapaknya menang lotre. Mereka sekeluarga piknik ke Medan. Yang tak
dilupakan Navis, di sebuah toko buku bekas ia boleh memilih apa saja buku dan
majalah yang disukainya. Ia memilih majalah Pedoman Masyarakat dan Panji Islam
yang kemudian ia jilid rapi-rapi.

Di majalah Pedoman Masyarakat saat itu ia tergila-gila pada cerita bersambung


yang ditulis Hamka. Ia juga suka cerita pendek dan tulisan filsafat Islam yang
dimuat di majalah-majalah itu.
Kebiasaannya membaca baginya adalah kegiatan seumur hidup: sejak di SD dulu
sampai umur kakek-kakek usia 72 tahun sekarang ini. Baik membaca buku-buku
yang ditulis orang Indonesia maupun yang ditulis orang asing.
"Dari buku-buku asing saya mempelajari di mana kekuatan suatu tulisan, " katanya.
"Dari buku-buku Indonesia saya mengetahui kelemahan-kelemahan suatu tulisan."
Kecintaan pada musik.

Ketika masih murid kelas III Navis belajar main gitar. Di kelas IV dia dibelikan
ayahnya biola. Dia berlatih biola sejam sehari. Baru belajar setahun dia berhenti.
"Belajar biola lama dan sulit. Karena ingin segera terpakai saya belajar flute. Suling.
Enam bulan berlatih flute, langsung masuk orkes."

Sejak saat itu peristiwa ini dijadikannya filsafat hidupnya: "Dalam musik dan
kehidupan ini, bagi saya yang terpenting justru bagaimana bisa ikut, bisa terpakai.
Itu prinsip. Menjadi pemain biola atau tidak, adalah soal selanjutnya."

Demikianlah kemudian di umur dewasa Navis selalu ikut dalam konser di Gedung
Kebudayaan Padang Panjang dengan konduktor Pak Wakidi. Pilihan Wakidi biasanya
karya Wolfgang Amadeus Mozart, Sebastian Bach dan Johan Strauss. Yang selalu
dikenangnya adalah Khalif of Baghdad dan Donau Wellen.

Ketika Bung Karno berkunjung ke Sumatera Barat menjelang agresi II 1948, Orkes
Simfoni Sumatera mengadakan konser untuk Presiden RI di Bukittinggi. Navis
meniup flute di konser itu.

"Kami mainkan beberapa komposisi Beethoven, Bach dan Mozart, karya-karya yang
dikenal berat. Inilah "trade mark" konduktor A. Chalik, seperti 9th Simphony dari
Beethoven," Navis mengenang. "Dan sehabis memainkan salah satu bagian dari Le
Nozze di Figaro sepanjang tujuh menit dalam tempo cepat dan nada-nada tinggi,
maka kepala saya serasa terbang.

Demikianlah beberapa pengalaman A.A Navis yang dikemudian hari terkenal


sebagai salah seorang sastrawan Indonesia.

BSMK Takengon Pukau Penonton

Setelah dinilai sukses tampil di Taman Budaya Aceh (TBA) Banda Aceh Juli lalu,
Bengkel Seni Musik Kunci (BSMK) Takengon kembali menggebrak dan
memperlihatkan kebolehannya dinegeri asalnya sendiri Takengon.

Dengan personil 11 pria dan 9 wanita, kelompok musik yang khas mempergunakan
peralatan musik tradisional Gayo ini, tampil pekan lalu di Gedung Olah Seni
Talengon. Ternyata gedung pertunjukan tersebut membuldak dengan para
pengunjung, plus terlihat juga Pimpinan Yayasan 1001 Takengon di Jakarta, Muchlis
Gayo bersama beberapa personil dari unsur Muspida.

Menurut Ketua Penyelenggara, Alfian Isa, diakui pihaknya merasa kewalahan dalam
penylenggarakan pagelaran yang cukup akbar tersebut, mengingat keterbatasan
dana, justru warga Takengon memang haus akan hiburan, terutama kesenian
rakyat.

Mejawab Serambi, untuk langkah-langkah selanjutnya, Alfian Isa mengatakan


bahwa keberadaan Bengkel Seni Musik Kunci ini akan diupayakan terus
mengemban misi keseniannnya. Direncanakan November mendatang bila sponsor
berlapang dada untuk turun tangan, BSMK akan tampil di Taman Ismail Marzuki
(TIM) Jakarta.

Kelompok musik yang satu ini berusaha mempertahankandan memfungsikan alat-


alat musik tradisional Gayo yang nyaris dilupakan dalam setiap pagelaran.
Peralatan musik tradisional Gayo tersebut adalah gegedem, rapai, teganing, tambur
dan gerantung. (re)

Pak Sastra

Oleh: Achmad Rivai Nasution

Ia baru setahun mengajar di SMU itu. Namanya Halim. Tapi murid- murid lebih suka
menyebutnya Pak Sastra. Itu karena Pak Halim mengajar Bahasa & Sastra
Indonesia. Memang, kalau Pak Halim sedang menjelaskan pokok bahasan pelajaran
sastra, ia tidak terikat betul dengan buku teks yang telah ditetapkan sebagai buku
pedoman. Ia bisa memberi panduan atau contoh yang bervariasi dan mengajak
murid agar dapat mengapresiasikan apa yang telah dibahas. Demikian tertariknya
murid-murid, sehingga mereka lebih suka menyebut gurunya sebagai Pak Sastra,
sebagai suatu kebangaan. Apalagi Pak Halim dinilai simpatik, penuh perhatian
melayani pertanyaan murid, masih muda belum lebih 35 tahun, necis dan
sepertinya "diminati" oleh banyak pelajar putri.

Makanya siswi-siswi itu kadang saling berbisik, mengapa Pak Sastra belum juga
beristeri. Dan ketika pada suatu hari menjelang latihan para siswi yang ambil
bagian untuk lomba seni Oktober mendatang, seorang siswi kelas tiga yang agak
bengal bertanya dengan nada nakal tentang kehidupan pribadi guru sastra itu.

"Ah, kamu macam-macam saja. Kamu pikir untuk mendapatkan jodoh itu, semudah
membalik telapak tangan?"

"Tapi pak, pasti ada diantara kami yang bersedia tanpa bapak membalikan telapak
tangan. Takutnya, bapak yang terlalu memilih," kata Sri berseloro, dibarengi tawa
teman-temannya.

"Ya, sudahlah. Nanti kalian akan tahu juga siapa yang akan terpilih. Nah, sekarang
kita mulai latihan. Kamu yang duluan Novi. Dan kamu Sri, panggil anak laki yang
masih di luar itu." Pak Sastra menunjukkan wibawanya sebagai guru. Dan semua
mereka patuh. Kelompok tari ke ruang sebelah, sementara lima siswa dan siswi
lainnya mulai membaca teks puisi mereka bergantian di ruangan lain.

***

Pak Sastra yang baru setahun mengajar di negeri itu ternyata telah tiga bulan lalau
berkenalan dengan Melani yang karyawati, sebagai kasir pada toko serba ada di
pusat perbelanjaan Makmur Jaya. Gadis bernama Melani itu tidaklah cantik betul,
tapi cukup punya daya tarik bagi siapa saja yang memandangnya. Termasuk Pak
Sastra. Jantungnya terasa bergetar saat berpandangan, ketika menyerahkan uang
harga kemeja yang dibelinya. Sejak itu, ia merasa seolah dirinya sebagai seorang
pemuda yang sedang memburu calon pacar, setiap kali ia ke pusat perbelanjaan
itu. Ada saja yang dibelinya. Kaus oblong, kaus kaki, buah atau minuman segar,
sabun, odol atau semir sepatu. Ia pun datang ke situ pada jam-jam yang pembeli
atau pengunjung sedang tak begitu ramai. Kadang ia mentertawai dirinya sendiri
dan merasa malu, karena seolah si gadis kasir itu dapat menerka tentang
keseringhadirnya di situ, ada maksud tertentu. Apalagi dengan tegur-sapa Pak
Sastra yang penuh canda. Tegur-sapa dan canda dari seorang guru kesusasteraan
yang dikagumi murid- muridnya. Gadis kasir itu tersenyum manis bila sesekali ia
mendengar pilihan kata dan kalimat yang mempesona dari ucapan Pak Sastra.
Lama-lama, mereka telah terbiasa saling tegor ketika bertemu di luar tugas. Dan
Pak Sastra akhirnya tahu, kalau Melani hanya bertugas setengah hari setiap
harinya. Kalau hari ini masuk pagi, pastilah besok baru mulai bertugas tengah hari.

Merasa saling ada pengertian, keduanya sepakat untuk menikah, dengan janji,
Melani akan terus bekerja sesuai dengan jadwal tugasnya. "Mumpung belum ada
momongan, lumayan untuk tambah-tambah penghasilan," kilahnya membenarkan
tekadnya untuk bekerja terus itu.

"Gampang. Sekarang ini peralatan dapur kan sudah serba elektronik. Pasti nasi dan
gulai akan tetap hangat. Tak akan ada yang menjadi basi," sambut Pak Sastra.

Malamnya Pak Sastra membayangkan kebahagiaan-kebahagiaannya yang akan


diraihnya. Tetapi sekaligus juga akan datangnya kegagalan yang menakutkan.
Masih mungkinkah akan berulang kembali, pikirnya kecut. Akankah Melani mampu
terus mendampingiku? Dalam kondisi marginal yang bagaimanapun?

"Tak akan," kata satu suara yang tiba-tiba datang memenuhi kamar itu.
"Melani tak seperti kau Marni. Ia tidak kampungan seperti kau. Ia mengerti tentang
makna cinta dengan segala manifestasinya."
"Tapi kau tak akan mungkin mengimbangi," ejek Marni.
"Darahnya penuh gelora yang membakar gejolak berahi. Kau tahu Marni, aku dapat
merasakannya setiap kami bersentuhan."
Pak Sastra mau menyela mengatakan bahwa Melani akan mampu membuatnya
menjadi seorang lelaki idaman. Tidak seperti Marni yang tidak mampu mengangkat
kesempurnaan kelelakiannya. Padahal ia sendiri sebenarnya tak yakin pada
keseluruhan apa yang dikatakannya itu.
"Tapi akan sampai di mana? Sampai Melani-mu jengkel? Sampai ia menggigit bibir
dan memukuli dadamu untuk melampiaskan kejengkelannya yang tak tertahankan
itu lagi?"

Penghinaan yang menyakitkan itu bagai menusuk-nusuk telingannya. Ia mencoba


menutup kedua telinganya dengan kedua telapak tangannya. Tapi masih terdengar
Marni mencerca terus: "Kau adalah masa lalu Halim. Aku saksi mata yang tak
mungkin kau mungkiri. Apakah kau akan menyiksa batin calon isterimu itu pula?
Dan kau akan memberi statusnya kemudian sebagai janda muda?"

"Sudah! Sudah! Pergi kau. Kaulah masa lalu itu. Jangan kau campuri masa kini dan
masa depanku, teriak Pak Halim sambil menghidupkan lampu kamar tidurnya
seterang-terangnya.

Yang disebut Marni tak berada lagi di kamar itu. Halim minum segelas air putih. Ia
teringat ketika lebih setahun yang lalu, ketika ia akan berangkat memulai tugas
sebagai guru SMU itu. Marni yang masih familinya itu, yang telah hampir setahun ia
kawini tak bersedia ikut pindah. Dan dengan alasan tak mungkin akan terus
berjauhan tentu Marni telah bercerita kepada ibunya tentang kekurangan Halim .
Mereka sepakat bercerai baik-baik tanpa ada yang merasa malu kepada tetangga.
Kedua orangtua Halim sangat heran dan tertanya-tanya, tapi mereka pasrah saja
dengan menyebutnya sebagai "Apa boleh buat, bukan jodoh mereka".

Halim sudah bertekad untuk mengungkapkan semua tentang dirinya kepada


Melani. Ia tidak ragu untuk menerima resiko apapun yang akan terjadi setelah
semua ia ceritakan.
Melani terkejut dan terdiam sejenak, tak menyangka kalau dia akan mendengar
kisah keprihatinan jalan hidup kekasihnya itu. Ia bingung, tak tahu apa yang harus
dikatakannya. Lalu Halim memecah kesenyapan sejenak itu:

"Sekarang kau sudah tahu. Itu perlu bagimu untuk menjadi bahan pertimbangan
utama dalam melanjutkan rencana kebersamaan kita. Saya tidak mau, kalau besok
kau telah merasa tertipu dan menyesali apa yang telah terlanjur kita bina. Melani,
saya pasrah, apapun yang akan kau putuskan. Bicaralah."

"Pak Halim... (Melani tak pernah tahu," kata Melani lembut. "Rupanya Tuhan telah
mempertemukan kita. Mempertemukan sesama orang-orang yang punya
kekurangan."
"Maksudmu Melani?"
"Masih ingatkah Pak Halim akan usulan saya beberapa hari yang lalu? Saya
katakan, saya akan terus bekerja, mumpung belum punya momongan."
"Ya, saya ingat. Tapi apa hubungannya Melani?"
"Saya takut akan dicerai pula, setelah Pak Halim tahu keberadaan saya yang
sebenarnya. Saya ini telah pernah mengalaminya. Dan kalau itu terjadi lagi,
hilanglah keduanya. Pekerjaan terlanjur dilepas, kemudian suamipun lepas pula.
Fatal 'kan?"
"Jadi kau....?"
"Ya. Saya sudah dua tahun menjanda, pada usia saya yang ke 26 tahun ini. Empat
tahun saya berumah-tangga, sebelum akhirnya pisah. Saya ternyata tanah tandus.
Benih ditanam tak akan tumbuh. Begitu menurut tiga dokter spesialis yang saya
datangi. Suami dan mertua minta pengertian saya. Saya bisa mengerti dan
kamipun pisah. Syukurnya, saya tamatan SMEA. Jadi agak lebih mudah mendapat
pekerjaan. Saya hilangkan dari pikiran semua yang menyangkut kedekatan dengan
lelaki, sampai kehadiran Pak Halim membuka hati dan pikiran saya kembali.
Awalnya memang cuma karena ingin ramah saja kepada pelanggan yang simpatik.
Tahunya berakhir jadi begini."

Pak Halim memandangi wajah sendu Melani. Kemudian mereka saling berpelukan.
Terasa kedamaian di hati mereka, ketika Pak Sastra membisikkan sepotong puisi
Kahlil Gibran: Pabila cinta memanggilmu, ikutilah dia/walau jalannya terjal berliku-
liku/dan apabila sayapnya merangkulmu, pasrah lah serta menyerah/walau pedang
tersembunyi di sela sayap itu melukaimu. (Sigli Agustus 1997)

Sajak-sajak MUSTIAR AR:

BILA

persahabatan ini kian akrab saja kawan


saling bertegur sapa
saling cerita
membagi derita yang tak berkesudahan
yang kerab menikam nurani

dan persahabatan ini jualah kawan


yang membangunkan kepak cintaku
berdetak di dada yang ringkih
saat ia terisak di angin malam
-Banda Aceh, 1996 -

ANGIN MALAM
angin ini begitu dingin
turun diam-diam
bertarung dalam pusarnya
ah, ada yang terserabut dari hidup
ketika sesuatu yang diharapkan
terpangkas dengan tiba-tiba
- Terminal Gambir/Pasar Aceh, 1997 -

PADA ANGIN DIKABARKANNYA RINDU

pada angin dikabarkannya rindu


yang menggelora di dada
di lindap nurani api cinta
diseru-serunya ibu

pada angin dikabarkannya rindu


rindu seorang bujang yang tak reda diamuk sunyi
karena ombak pesisir cintanya kian pasang
getarkan dada anak negeri
yang kian tersiksa oleh peradaban berpisau

pada angin dikabarkannya rindu


lalu diseru-serunya
ibu...ibu... ibu.....
- Meulaboh, 28 Juli 1997 -

TITIAN..............

Puisi-puisi MUHIBBUL JAMIL:

Melangkah
tujuh purnama telah kulewati
lorong-lorong sepi telah juga kulalui
kuderapkan langkah
kuayunkan tangan

sementara gerimis berbisik di sunyinya malam


aku terus melangkah dan terus melangkah

Bocah-bocah Kecil
kudengar dan kusimak suara nyaring
dari balik pintu bambu gubuk kecil
lalu aku menemui bocah-bocah
sedang latihan menyanyi

sementara burung-burung pipit


berterbangan mengelilingi gubuk kecil
di tengah persawahan itu

- Suak Timah, Agustus 1997 -

Sitor Situmorang: "Hamzah Fansyuri itu Guru Saya"

"Hamzah Fansyuri itu guru saya," tandas sastrawan Angakatan '45, Sitor
Situmorang kepada Serambi di Galeri Cemara, Jakarta, pekan lalu. Manurut Sitor,
Hamzah telah berhasil meletakkan bahasa Melayu (Indonesia) hingga memiliki
kemapuan jangkauan filsafat.

"Hamzah Fansyuri, adalah teladan penggunaan bahasa Indonesia dalam sastra.


Hamzah Fansyuri berhasil mengungkapkan nilai-nilai filsafat dalam bahasa Melayu
(Indonesia)," ujar Sitor Situmaorang (73), penyair yang lahir 2 Oktober 1924 di Desa
Harianboho, Tapanuli Utara. Menurut Sitor, kalau kita mau mengerti akar-akar daya
puitik bahasa Melayu di Indonesia, baca Hamzah Fansyuri. Itu sudah lengkap
semua.

Hamzah Fansyuri, adalah ulama dan sekaligus penyair dari Aceh yang kesohor
semasa Aceh berada di bawah pemerintahan sultan beberapa abad lalu. Menjawab
Serambi tentang catatan hidup Hamzah Fansyuri dibawah pemerintahan sultan
lainnya dikemudian hari, banyak karyanya dibakar, bahkan penyair dan ulama
kesohor itu dengan terpaksa harus angkat kaki dari pusat kesultanan, Sitor hanya
menjawab singkat dengan menyarankan untuk membaca tulisan (makalah)
Goenawan Mohamad yang disajikan ketika peringatan HUT 80 HB Jassin. "Disana
disebutkan, pembakaran karya Hamzah itu semata-mata karena dianggap
melanggar pakem-pakemnya kaum teolog," jelasanya.

Sitor Situmorang, yang juga bekas wartawan, yang juga bekas Ketua Lembaga
Kebudayaan Nasional (LKN), menetap di Negeri Belanda sejak tahun 1981 dan
kemudian sekarang ini menetap di Paris, menyatakan "protes" terhadap pengamat
sastra Indonesia yang menyebutnya sebagai menulis pantun, ketika dalam
beberapa puisinya mengambil "roh" pantun Melayu.

"Siapa yang menyebut demikian, saya mau koreksi mereka. Saya ini bukan jenius.
Saya tidak bisa langsung membuat puisi begitu saja. Hamzah Fansyuri, itu guru
saya. Ini saya maksudkan agar (mereka) bisa tepat menilai saya. Bahwa ada
kesinambungan sejarah dari Hamzah Fansyuri," serunya dalam nada tinggi.

Ketika ditanya kenapa sedikit sekali sosok Hamzah Fansyuri diketengahkan dalam
pelajaran sastra Indonesia, kata Sitor sebabnya bisa macam-macam. "Dia
diasosiasikan dengan dunia Melayu dalam arti lain Indonesia. Padahal ini dari bumi
Indonesia secara geografis. Jadi seolah-olah Hamzah Fansyuri ini entah orang Kedah
(Malaysia, red). Ada sikap enggan, seakan ada gerakan mencaplok kalau
memasukkan dia. Saya tidak tahu dalam bukunya Taufiq Ismail, apakah di situ ada
Hamzah Fansyuri? Ini alasan kemungkinan. Tafsir kedua, kesan saya, Hamzah
Fansyuri membawa persoalan-persoalan di luar sastra. Dia dikaitkan dengan posisi
teologisnya. Kalau ini alasannya, memang susah. Saya angkat tanganlah. Saya
bukan teologis," sebut penyair yang belum lama ini membacakan sajak-sajak
terbarunya di Bengkel Teater Rendra, Depok, dan dilanjutkan di Galeri Cemara
Jakarta milik Prof Toety Heraty."

Tapi dari segi sastra, lanjut Sitor Situmorang, Hamzah Fansyuri telah menulis syair
yang sangat indah. Itu yang harus diingat, kalau menilai sastra, kita tak perlu lupa
Hamzah Fansyuri. Karena Hamzah Fansyuri telah menyumbang semacam kriteria
apa-apa yang indah.

"Tidak sembarang. Dan kalau ada yang bilang Sitor tulis pantun terpaksa saya
koreksi. Itu bukan karangan saya sendiri. Saya lahir dari suatu tradisi. Tradisi harus
disebut. Tradisi apa, baca Hamzah Fansyuri," sambungnya yang diiringi derai tawa.

Sitor sampai usia senjanya terus menulis puisi. Puisi-puisi terbarunya itulah yang
dibacakan dalam Malam Sitor Situmorang di Bengkel Teater Rendra, di Depok yang
dihadiri oleh berbagai kalangan penikmat sastra. Sebelum ini, sejumlah buku
kumpulan puisinya sudah diterbitkan, antara lain Surat Kertas Hijau (1954), Dalam
Sajak (1955), Wajah tak Bernama (1956), Zaman Baru (1963), Dinding Waktu
(1976), Angin Danau (1982), serta kumpulan cerpen Pertempuran dan Salju di Paris
(1956). Tahun 1981, buku otobiografinya yang ditulis sendiri, diterbitkan oleh
Penerbit "Sinar Harapan."

Dalam karya-karya Sitor, ia memang kerap mengambil bentuk-bentuk pantun.


Diakuinya bahwa semua itu mengalir begitu saja. Kedekatannya dengan pantun
karena ia memang lahir di Sumatera dan dibesarkan dalam budaya pantun.

"Sebelum berfikir atau jadi penyair, suasana pantun sudah menjadi milik saya. Dan
sudah terekspos ke dalam diri saya. Kemudian di sekolah menengah Belanda
terekspos pula bentuk-bentuk sastra Eropa dalam dunia saya. Jadi ada dua latar
belakang yang membentuk kepenyairan saya, tradisi Melayu dan Eropa," katanya.
"Apakah sebelumnya Anda menyadari hal ini?" tanya Serambi.
"Tidak. Ia mengalir begitu saja. Ketika kecil kita menikmati dunia pantun dan syair.
Tapi belum terpikir bahwa itu adalah rumus sastra. Keindahan pantun itu terhayati
dengan sendirinya. Ia turun seperti angin. Lalu dengan sendirinya mengalir ke
sumsum hati. Bagitu saja."
Ia pun lalu membacakan sepenggal puisi karyanya yang mengambil bentuk pantun
itu tadi. Rinduku lumut di laut..., desisnya. Dan dengan terkekeh-kekeh,
menguraikan makna kalimat puisi itu. Dan menambahkan, begitulah cara orang
dulu menumpahkan perasaannya.
Disesalkan
Mengamati bahwa Hamzah Fansyuri kurang diperkenalkan terutama dalam
pengajaran sastra, ia mengaku sangat menyesalkannya. Harusnya karya-karya
sastra Hamzah itu dibaca secara sungguh-sungguh oleh siapa saja sebelum
kemudian mengenali puisi Indonesia.
Sejak memilih menetap di luar negeri, Sitor memang hampir tiap tahun datang ke
Indonesia, untuk menjenguk anak dan cucu sekaligus bertemu dengan teman-
teman di Jakarta. Ketika di Belanda, Sitor menjadi dosen bahasa Indonesia di
Universitas Leiden. Tapi sudah pensiun tahun 1989. Meski begitu ia masih diminta
mengajar hingga 1991. Kini Sitor ikut istri yang bekerja di Kedutaan Belanda di
Paris. Setelah istri pertamanya meninggal, Sitor kemudian kawin dengan wanita
Belanda yang diplomat itu. "Kalau ada yang ikut suami, maka saya adalah suami
yang ikut istri," katanya lagi-lagi sambil terkekeh.

Berada di Jakarta sejak bulan Juli silam, iapun sempat menikmati Pastojak (Pasar
Tontonan Jakarta) di TIM, serta baca puisi di Solo dan Yogyakarta, sudah termasuk
salah satu puisi karyanya berjudul Malam Lebaran. Puisi ini sempat menjadi
kontroversial, karena hanya berisi satu baris setelah judul: bulan di atas kuburan. Ia
pun lalu menceritakan ihwal kelahiran sajak tersebut. Katanya, di suatau malam
pada saat Lebaran, ia berkunjung ke rumah seorang teman. Kebetulan jalannya
melintasi komplek pekuburan Cina. Sitor `sedih dan kecewa` ketika orang yang
dikunjungi tak di rumah. Terpaksa ia kembali lagi melalui jalan yang sama. Dan
puisi itu pun lahir (fik)

Simbol Puitik Dalam Cerpen "Nyala"nya Wina

Oleh: Wiratmadinata

Simbol-simbol sering kita temukan dalam karya sastra, baik itu puisi maupun prosa.
Menemukan atau memahami simbol-simbol yang menggambarkan suatu gagasan
tertentu di dalam karya sastra yang dalam tulisan ini kita lirik dari jenis prosa
khususnya cerpen, bukanlah hal yang asing atau aneh, dimana simbol-simbol
tersebut biasanya dititipkan pada elemen-elemen pembentuk cerita yakni kata-
kata tertentu, idiom, karakter, setting, atau pencitraan khas lainnya.

Kecuali bahwa media simbol yang digunakan ternyata tidak begitu lazim sekali ini,
sebagimana yang ditemukan di dalam cerpen berjudul "Nyala" karya Wina SW1,
(Budaya Minggu Serambi, 10/8/1997), dimana simbol-simbol bukanlah sebagai
unsur pembentuk cerita, tetapi cerita pendek itulah yang secara keseluruhan
berperan sebagai simbol itu sendiri. Dengan kata lain, alur cerita sejak awal hingga
akhir memproses dan membentuk dirinya sebagai satu kesatuan perlambang guna
menyampaikan gagasan. Dalam hal ini cerpen seakan-akan sebuah bingkai lukisan
abstrak dimana di dalamnya terdapat serangkaian peristiwa, digambarkan melalui
komposisi warna-warna tertentu hingga tidak mungkin kita terjemahkan secara
parsial (terpisah-pisah).

Cerpen "Nyala", sebuah cerita yang ditulis dengan gaya puitik- simbolik dan tidak
lagi dapat dikatakan sebagai sebuah cerpen konvensional, bahkan kalau mungkin
untuk menyebutkannya; inilah sebuah cerpen yang puitis.

Wina-- si pengarangnya -- dengan gaya surealistik mengisahkan tentang dilema


seorang wanita ketika dilanda kesepian serta kebekuan hati akibat kesendirian
yang berkepanjangan. Secara tematik, cerpen ini juga dapat dikategorikan sebagai
cerpen psikologis. Karena persoalan yang ia bicarakan adalah kondisi kejiwaan
seorang wanita pada saat menghadapi masa depannya dalam bayang-bayang
kesepian dan bahkan kematian.

"Bayang-bayang kematian tiba-tiba memenuhi benakku. Berapa lama lagi ia akan


menjemput? Dan bila aku mati nanti, adakah orang yang akan menangisiku? Ah,
siapa pula yang akan merasa kehilangan kalau aku mati nanti. Aku toh bukan siapa-
siapa dan tak punya siapa-siapa lagi. Semua orang yang kumiliki sudah pergi dan
tak mungkin kujangkau lagi". (Alinea kesepuluh).

***

Struktur bangunan cerpen karya penulis yang pernah bekerja sebagai wartawati
majalah psikologi Tiara di Jakarta (1994-1995) ini memang unik, dengan mengamati
beberapa alinea tertentu dan kemudian membuat semacam resume, kita justru
dapat menarik garis figura gagasan yang ingin disampaikan. Mari kita amati kutipan
alinea- alinea berikut ini; (perhatikan, bagaimana rangkaian alinea tersebut seakan-
akan dapat kita jadikan sebuah puisi yang isinya merupakan inti atau "jiwa
gagasan" dari cerita tersebut).

Alinea pertama (intro):


"Api merah menyala, membakar kayu yang tersusun dalam perapian. Nyalanya
bergerak ke sana kemari bagaikan liukan penari perut negeri seribu satu malam,
panas, menggelora, menghanguskan sepi dan dingin yang bertahta".
Alinea keduabelas (bagian tengah);
"Lama-lama keadaan itu membuatku terpaksa membiasakan diri menghadapi sepi.
Tak ada pilihan lain untuk bertahan, terlalu lama dikungkung sepi membuatku
terpaksa mengakrabinya, menikmatinya, dan terkadang saat aku terjebak di tengah
keramaian, aku malah merindukan sepi itu datang menyapa".
Alinea keempatbelas (bagian tengah):
"Seandainya aku masih punya banyak kayu buat kutambahkan dalam perapian itu,
aku yakin, panasnya pun tak akan mampu mengusir dingin dan sepi yang selalu
terasa saat aku tak tahu harus mengerjakan apa. Saat-saat seperti ini, rasa dingin
dan sepi terasa begitu menyiksa, menusuk-nusuk bagaikan sembilu".
Alinea terakhir (penutup);
"Pelan-pelan aku melangkah ke dalam tungku itu dan menghanguskan diri di sana.
Setelah ini, tak ada orang yang merasa perlu menyalakan tungku ini lagi dan aku
pun tak perlu menunggu sampai ia kehilangan nyalanya".
Gaya penyampaian dengan bahasa tutur puitik serta uniknya teknik simbolisi yang
digunakan itulah sebagai dasar acuan untuk mengamati adanya "simbol puitik" di
dalam Cerpen "Nyala". Hal ini tampaknya tidak terlepas dari latarbelakang
penulisnya. Bahwa Wina selain menulis cerpen juga aktip menulis puisi.
Unsur-unsur simbol penunjang yang menjadi pilar untuk menyangga simbol utama
dalam "Nyala" ada baiknya kita amati secara khusus pula. Tetapi, simbol-simbol
penunjang ini adalah perlambang yang tidak bisa berdiri sendiri, karena ia memiliki
kesatuan dengan unsur simbol lainnya yang kemudian membentuk cerita.

Adapun simbol-simbol itu antara lain: Kata "nyala" yang merupakan gairah cinta
atau semangat hidup. Kata "tungku" yang berarti hati atau raga di mana semangat
hidup atau rasa cinta itu bersemayam. "Kayu api" merupakan lambang dari potensi
atau materi atau kekuatan, yang bisa jadi berupa pengalaman atau latar belakang
tertentu untuk memungkinkannya tumbuhnya rasa cinta. "Musim dingin" yang
berarti suatu keadaan yang dirasakan, yaitu rasa sepi, sendiri dan kenestapaan.
"Pintu yang tidak terkunci" merupakan simbol adanya satu harapan yang terus
menerus, meskipun harapan itu tipis atau tertutup, namun belum tertutup sema
sekali.

Dan seterusnya, dan seterusnya masih banyak simbol lain dalam bentuk kata
benda, kata keterangan atau kata sifat yang mengoles dalam cerpen ini.
Pada pencitraan yang lazim, simbol-simbol biasanya digunakan hanya sebatas
untuk menyampaikan pengertian tertentu, dan habis sebatas kalimat itu saja
seperti misalnya pada kalimat; "Ia tenggelam dalam lautan duka". Artinya duka
seseorang yang sangat dalam. Tetapi pada gaya bahasa yang digunakan untuk
Cerpen "Nyala" tidak berhenti dan selesai pada kalimat itu saja, melainkan terus
mengalir dan membentuk kepada pencitraan lain yang lebih luas, bersama-sama
simbol lainnya menuju ke satu simbol utama yaitu keseluruhan cerpen itu sendiri.
Barangkali tehnik penceritaan lewat simbo-simbol inilah yang jarang kita temukan,
seperti yang disajikan Wina dengan simbol yang betuntun.

Terminologi kata "Nyala" yang dipilih sebagai judul cerpen oleh penulis kelahiran 20
Pebruari 1969 ini, secara umum pada awalnya menyiratkan adanya cahaya, gairah
hidup, hasrat yang menggelora serta semangat yang tinggi sebagaimana
digambarkannya pada prologus (intro). Tetapi makna tersebut justru tidak kita
temukan dalam diri tokoh Aku (sang wanita) sebagai rule stroy, karena dalam
kenyataannya "nyala" itu justru dimiliki oleh tokoh Dia (sang lelaki).

Pada keseluruhan cerita, yang kita temukan pada diri si Aku justru suatu "nyala"
yang redup dan nyaris mati membeku. Hal tersebut terjadi akibat suatu
keputusasaan yang dalam dan kemudian menemukan titik akhirnya pada tindakan
"bunuh diri" sang tokoh Aku. Ia mati dalam harapan-harapannya, hangus dalam
kesepian dan kesendirian yang tak berujung.

Pada akhirnya, membicarakan "Nyala"nya Wina, cerpenis yang juga seorang dosen
teknik itu tidaklah membicarkaan tentang "nyala" dari gairah hidup yang menyala,
tetapi memandangi "nyala" yang dingin, sepi, beku, sekarat, putus asa dan
perlahan-lahan padam. Mati.
Tokoh aku dalam cerpen "Nyala" adalah sosok yang patah arang. Secara psikologis
ia begitu perfectionis, angkuh sekaligus memelas. Pada satu sisi seakan-akan tidak
butuh orang lain, padahal ia begitu mendambakan seseorang untuk berbagi
kehangatan. Ia seakan menutup rapat-rapat seluruh dinding pembatas kediriannya,
tetapi sesungguhnya tidak pernah benar-benar mengunci diri. Kecuali menjelang
epilogus dimana sang tokoh Aku akhirnya menemukan satu kesimpulan untuk
benar-benar menguci pintunya rapat-rapat dengan "kematian nyala pada tungku
perapian", (lihat: alinea penutup). Ternyata ia lebih memilih untuk terus abadi
dalam kesepian dan kesendirian yang sesungguhnya menimbulkan rasa kasihan itu,
daripada harus menerima semacam pertolongan dari seseorang yang dalam hati
kecilnya sesungguhnya sangat diharapkan.

Keangkuhan itu tercermin pada dialog ini: "Kalau kamu memang punya persediaan
kayu yang banyak, tak perlu kau berikan buatku. Aku tak membutuhkannya dan
aku pun masih sanggup bertahan. Aku pun sudah terbiasa dengan keadaan ini."
Kalimat ini dengan tegas diucapkan tokoh Aku untuk menyatakan penolakannya
atas kehadiran tokoh Dia yang bermaksud masuk ke dalam kehidupannya.

Tema-tema kesepian dalam karya sastra pada semua bentuk, baik puisi, cerpen
atau novel pada dasarnya adalah tema yang sangat umum, walaupun kesepian itu
bsia dilihat dari berbagai sudut pandang. Ada kesepian romantik, ada kesepian
sosial, kesepian relijius, kesepian kolektip dan sebagainya. Kesepian memang bisa
dieksploitasi dalam berbagai versi. Tetapi pengamatan yang kita lakukan pada
cerpen "Nyala" adalah pada simbol-simbol puitik yang digunakannya dan bersifat
tunggal, sebagaimana kita sebutkan pada awal tulisan ini, yaitu bahwa cerpen
"Nyala" itu sendiri secara keseluruhan adalah simbol.

Dari segi bentuk dan gaya, Wina sebenarnya memiliki karakteristik tersendiri dan
ini menjadi nilai lebih buat cerpennya.

Con Air, Janji dan Sumpah Prajurit

CAMERON Poe, merupakan wujud pribadi seorang Ranger. Kendatipun telah dipecat
dari kesatuannya dan dipenjara, namun ia sangat mentaati janji dan sumpahnya
itu. Prajurit ini dijebloskan ke penjara dengan tuduhan menggunakan kemampuan
dirinya sebagai prajurit terlatih untuk membunuh masyarakat yang seharusnya
dilindunginya. Kisah di balik pengabdian seorang prajurit akan janji dan sumpahnya
inilah yang menjadi dasar inspirasi sutradara Simont West lewat film Con Air.

Film yang bersetting di sebuah pesawat transfer narapidana, yang memiliki sistem
keamanan sangat canggih, milik federal yang disebut Con Air, secara setting
selangkah lebih maju ketimbang film-film lainnya yang bersetting di pesawat
terbang. Soalnya lewat film ini, sang sutradara berhasil merekam sebuah fenomena
yang tidak biasa itu.

Bicara soal tema pemberontakan narapidana, agaknya bukan hal baru lagi bagi
para sutradara. Tetapi West justru membuat satu langkah dengan menggabungkan
dua fenomena. Yaitu, pembajakan di pesawat dan pemberontakan narapidana.
Selain itu, kehadiran aktor Nicolas Cage, merupakan pilihan yang bagus. Cage,
dalam film ini benar-benar memperlihatkan kemampuannya sebagai aktor yang
serba bisa.

Cerita film ini sebenarnya diawali dengan kepulangan seorang mantan prajurit
Ranger Amerika Serikat, Cameron Poe (Nicolas Cage), dari penjara karena
mendapatkan putusan bebas bersyarat dari pihak pengadilan. Namun,
kepulangannya yang diharapkan bisa menghapuskan kerinduan pada istri dan
anaknya harus tertunda, karena terjadi pemberontakan di pesawat Con Air, yang
membawanya serta beberapa kriminal berbahaya lainnya, untuk pindah ke penjara
yang baru.

Pemberontakan yang dipimpin Cyrus Grissom (John Malkovich), memang satu


sejarah baru. Sebab selama pesawat angkutan narapidana tercanggih ini
diperkenalkan pihak federal, belum ada penjahat mana pun yang bisa
membajaknya. Peristiwa ini membuat pusing kepala Marshal Vince Larkin (John
Cusack) yang bertanggung jawab terhadap keselamatan pesawat tersebut. Serta
pihak DEA yang mengetahui bahwa salah satu agen mereka terbunuh di pesawat
itu. Namun, baik Larkin maupun pihak DEA, sulit menjangkau pesawat tersebut.

Tetapi, kehadiran napi Cameron Poe, menumbuhkan harapan baru bagi Larkin. Dan
memang apa yang diharapkan Larkin tersebut, benar adanya. Karena, Poe yang
mantan Ranger ini dan masuk penjara akibat peristiwa pembunuhan yang tidak
direncanakan sama sekali, tidak tinggal diam. Apalagi setelah melihat kelakukan
salah satu penjahat John 23 Baca (Danny Trejo), yang berusaha memperkosa opsir
Bishop untuk dijadikan korban ke 24-nya. Serta sahabatnya, sesama napi Baby O
( Mykelti Wiliamson) sedang sekarat karena penyakit diabetesnya.

Dengan kemampuannya sebagai prajurit Ranger, Poe berusaha menggagalkan


pembajakan yang dilakukan The Virus, serta menyelamatkan opsir Bishop dan
sahabatnya. (**)

Fahmi Sahab: "Jangan Suruh menyanyi Lagu Sendu"

PENYANYI Kopi Dangdut Fahmi Sahab, mengaku enggan melantunkan lagu yang
mendayu-dayu. Apapun warna musiknya. Soalnya, lagu yang mendayu-dayu,
apalagi berlirik sedih, tidak membawa spirit dalam hidup. Justru sebaliknya,
membawanya pada pola pikir yang pesimistis.

"Jangan suruh saya nyanyi lagu sendu," kata Fahmi Sahab, di sela-sela pengenalan
album terbarunya berjudul Kopi Lambada di Hayam Wuruk Plaza, Jakarta, Rabu
(27/8). Alasannya, tidak tega membawakan lagu-lagu sendu. Terlbih pula yang
meratap-ratap. "Biarpun uangnya banyak, naik mobil mewah, tapi jika menyanyinya
meratap-ratap, sepertinya bagaimana gitu," kata Fahmi.

Diibaratkannya, penyanyi semacam itu, sudah jatuh tertimpa tangga pula.


Sepertinya mengeksploitasi penderitaan, dan memelas. "Padahal dangdut itu indah.
Kita bisa nikmati bunyi-bunyian musik dangdut, kita bisa bergoyang," tutur laki-laki
kelahiran Jakarta, namun besar di Palembang ini.

Penyanyi yang punya gaya khas dan mengaku enggan disebut sebagai penyanyi
dangdut, mengaku dirinya sebagai penyanyi beraliran alternatif. "Terus terang saya
tidak bisa bergoyang dangdut. Apa yang saya saya lakukan di panggung,
merupakan refleksi dari irama musik yang saya bawakan. Saya nggak bisa joget
dangdut. Karena dasar saya bukan dangdut, saya biasa nge-rap," tutur laki-laki
berusia 41 tahun ini.

Setiap mendengarkan musik, mulutnya secara reflek ngomel, dan bisa


menyebutkan apa saja untuk dibawakan dalam irama rap. Tapi Fahmi enggan pula
menjadi penyanyi rap, karena telah ada bagiannya sendiri. "Saya ya, seperti ini.
Warna musik saya, kalau dibilang dangdut ya, nggak apa-apa. Tapi saya mengambil
posisi sebagai penyanyi dengan warna musik saya," tutur pemilik tinggi 178 cm dan
berat 85 kg itu.

Nama Fahmi mulai melejit lewat tembang Kopi Dangdut, yang diproduksi di Jepang,
kemudian popular pula di Indonesia. Angka penjualan album itu di Indonesia, dari
informasi sang produser hanya 50.000 buah. Sedang sumber yang dipercaya oleh
Fahmi Sahab, di Indonesia sendiri terjual kurang lebih 1 juta buah. "Buat saya
nggak ada masalah. Rejeki sudah ada yang mengatur," kata Fahmi Sahab.

Sukses lewat tembang Kopi Dangdut, penggemar pakaian kaos dan jeans ini
mengaku beberapa kali merilis album seperti Antara Aceh dan Jakarta, Nyut Nyut,
Melek Mata Duit dan lain-lain. Terakhir lewat album Kopi Lambada. Namun album-
labum itu kurang sesukses album Kopi Dangdut. "Kurang didukung promosi,"
katanya. Dan lewat album terbarunya, Fahmi mengaku ingin mengulang sukses
Kopi Dangdut. "Ketika saya diminta mendengarkan musiknya, saya punya feeling
lagu ini bakal sukses. Mudah-mudahan saja," tutur penggemar warna musik Chacha
dan Jazz ini.(agy)

Cintami Masih Tetap Sendiri

SEJAK putus jalinan asmaranya dengan Jay Subiyakto, nama Chintami Atmanagara
(34) belakangan mulai surut. Begitu pula gosip tentang dirinya, nyaris tak
terdengar. Janda beranak satu yang masih tetap seksi ini, masih bertahan dalam
kesepian yang menyelubungi dirinya. Seolah sedang asyik dengan dirinya sendiri.
Inikah triknya menghindari gosip?

Tami mengaku dirinya sedang vakum. Kebetulan proses penggarapan album sudah
selesai. Ditemui di sebuah cafe bilangan Kemang, Jakarta, pekan lalu mengaku, kini
belum ada rencana mengeluarkan album terbaru. "Kalau hanya sekadar jadi
bintang tamu di sinetron, saya mau. Tapi untuk serial panjang, nanti dulu deh.
Capek," tutur Tami, yang pernah main di serial Lobbi-lobbi ini.

Menurut janda Odie Agam itu, ketidakhadirannya dari dunia keartisan bukan
semata-mata aktivitasnya berhenti. Karena, saat ini janda beranak satu ini sedang
sibuk dengan bisnis lain. "Ada deh, saya kan baru merintis, jadi nggak bisa saya
sebutkan dulu. Main sinetron, nyanyi masih deh. Tunggu aja kejutan dari saya
kelak," kata Tami yang masih merahasiakan bisnisnya itu.

Penampilan Tami kali ini lebih kelihatan langsing. Sekilas, orang tidak bisa
mengenalinya. "Masa sih berubah. Wah, kalau kurus memang, capek sih ya. Tapi,
kalau berubah nggak tuh," kata Tami.

Ditanya tentang kehidupan pribadinya, soal calon pendamping. Tami agak enggan
bicara. Menurutnya, enak ngomongi yang lain. Tak jelas mengapa Tami enggan
membicarakan masalah itu. Apakah ia masih trauma? "Kebetulan aku malas banget
ngomong-ngomong tentang itu lagi. Sekarang ini saya lagi serius banget tentang
karier. Alif kan (maksudnya anak tuggal dari mantan suaminya, Odie Agam, red)
sudah besar. Mau tidak mau saya harus bertanggung jawab membesarkan Alif. Dan
ini kan sudah komitmen saya sejak bercerai dengan Odie," paparnya.

Menurut Tami, sejak menjanda, hidupnya lebih enjoy dan mandiri. Ini semua hanya
menepis perkiraan masyarakat - -bahwa dengan wanita ditinggal suami (janda, red)
itu akan menderita. Kekhawatiran itu pun akhirnya sirna. "Perceraian sebenar tidak
saya kehendaki. Siapa pun wanita tidak akan mengalami ini. Untuk itu, karena
semua ini sudah terjadi. Saya hanya bisa berdoa ke Allah agar diberikan iman yang
kuat serta ketabahan menjalani hidup ini," ungkapnya.

Target menikah? "Sekarang ini yang ada jalani aja. Biar aja mengalir seperti air.
Kalau memang sudah waktunya juga akan terjadi. Bisa besok, sekarang, kita kan
nggak tahu yang tahu kan hanya Tuhan," tutur adik kandung Minati Atmanagara
itu.

Itu tandanya Anda memang sudah punya calon baru? "Idiih gacoan, memang
mainan. Nanti aja deh saya umumin kalau udah cocok. Entar kalau udah gembar-
gembor sekarang nggak jadi lagi kan repot lagi. Diam-diam langsung jadi kan ini
berita hangat," jelasnya Tami yang mulai terpancing pertanyaan itu. (agy)

Kevin Sorbo Main Bareng Pacar di Hercules

BAGAIMANA sosok centaurus, musuh Hercules yang berwujud manusia berbadan


kuda, pasti para pencinta Hercules : The Legendary Journeys di sini sudah lihat.
Dalam beberapa episoda makhluk itu ditampilkan, dan tim artistik film ini berhasil
mengkongkritkan sosok makhluk yang selama ini hanya kita tahu dalam bentuk
gambar satu dimensi.

Centaurus terlihat riil karena keberhasilan dalam penggunaan make-up khusus dan
prosthetics, kata Kevin Sorbo, pemeran Hercules dalam film seri teve itu, yang di
sini diputar RCTI tiap Minggu pukul 10.00. Aktor tampan kelahiran Mound
(Minnesota, AS) 39 tahun lalu ini pun tidak segan berbicara lebih jauh seputar film
yang melambungkan namanya itu.

Katanya, pengalaman mereka mewujudkan centaurus akan membuat penampilan


hind lebih riil lagi. Hind adalah mahluk setengah manusia setengah rusa yang akan
ditampil dalam episode musim mendatang. Hercules diceritakan akan menikah
dengan hind, yang dalam mitologi mahluk inilah yang sesungguhnya bisa
membunuh dewa, sehingga para dewa takut padanya, tidak kecuali Hercules yang
adalah setengah manusia setengah dewa. Hind yang menikah dengan Hercules ini
adalah hind satu-satunya yang tertinggal karena sebetulnya Zeus telah membunuh
semua hind.

"Hind ini bisa 'selamat' karena ia bisa merubah wujud dirinya dan menjadi seorang
mahluk hidup biasa. Hercules bertemu dengannya ketika ia telah menjadi mahluk
biasa, sehingga ia tidak tahu bahwa yang dinikahinya sebetulnya hind. Cerita ini
dituangkan dalam tiga episode, dimulai dengan saling jatuh cinta, menikah, dan
persoalan pun bermunculan," tutur Sorbo yang tengah menikmati masa liburnya di
Los Anggles.

Namun, persoalan muncul karena Dewa bilang pertama-tama hind harus


dimanusiakan 100 persen, dan kalau ini terjadi berarti Hercules akan kehilangan
semua kekuatannya. Dan, karena Hercules sangat mencintainya maka, "Ia akan jadi
manusia biasa, ia tidak lagi punya kekuatan setara 1.000 laki-laki, ia hanya seorang
pria setinggi 1,88 meter, 98 kilogram," ungkap Sorbo lancar.

Yang tidak lancar adalah ketika mengungkapkan nama artis pemeran hind tersebut
yaitu San Jenkins, pacar Sorbo sekarang. "Saya bertemu dengannya pada awal-awal
episode Hercules. Saat itu saya berperan sebagai Hercules yang menderita
amnesia. Ia memerankan seorang putri. Kami pacaran sudah sekitar enam atau
tujuh bulanan," katanya tersipu.
Kehadiran Jenkins ini bisa jadi akan mengurangi kejenuhan Sorbo yang perlu
berbulan-bulan di hutan Selandia Baru temapt film Hercules : The Legendary
Journeys dibuat. Sorbo mengaku sangat kehilangan atmosfir Los Angeles yang
sudah ditinggalkannya sekitar 3,5 tahun demi Hercules. "Saya rindu nonton sepak
bola, hokey, basket. Saya kangen cuaca Kalifornia. Saya kangen masakan Mesiko.
Dan, tentu saja saya juga rindu teman-teman dan keluarga saya. Saya kehilangan
bioskop. Kedengarannya, kok, Selandia Baru jelek. Sebetulnya, sebuah negara yang
indah. Tetapi mereka beruntung jika setahun bisa 50 hari matahari bersinar,"
katanya.

Karena itu pula, Sorbo akan menjadi aktor nomor satu yang akan mengacungkan
tangan tanda setuju jika Renaissance Picture (produser Hercules) bermaksud
memindahkan lokasi film atau membuat film baru. Menurut Sorbo, Selandia Baru
terlalu sempit kalau tiga film di sini. Selain Hercules, Renaisance Picture juga
membuat Xena; The Warrior Princess di negara tersebut. Sorbo berharap Amerika
Utara menjadi lokasi film terbaru mereka, Young Hercules.

Kevin Sorbo yang baru saja menyelesaikan film Kull The Conqueror mengaku gemas
juga dengan ketidakkonsistenan naskah Hercules, khususnya yang menyangkut
kekuatan Hercules. Di suatu episode, Hercules kalah lawan sebuah mahluk, episoda
lainnya, 20 orang musuh dibabat dengan mudah. Selain itu, Xena dan Iolaus
(sahabat Hercules), ternyata lebih perkasa dibanding Hercules. Padahal mereka
manusia, sedang Hercules setengah dewa. Ketidak-konsistenan seperti ini membuat
Sorbo sering mendapat kritik pengemarnya. "Fans Hercules kan tidak bodoh," kata
Sorbo.

Mengenai film terbarunya yang akan diputar musim mendatang, Kull The
Conqueror, Kevin Sorbo mengatakan itu benar-benar film laga. Mereka yang senang
dengan film Conan The Barbarian (dibintangi Arnold Schwarzeneger) pasti akan
suka Kull. "Saya pikir Kull malah lebih bagus dari Conan. Saya kan menjadi idola
sekarang, bukan Arnold lagi," katanya tertawa.

Menjadi tokoh idola memang impian Kevin Sorbo. "Setiap orang pasti ingin berhasil
dalam kariernya, begitu juga saya. Saya ingin mempunyai karier di film seperti
Harrison Ford, atau Robert Redford atau Paul Newman. Tiga orang ini pahlawan
saya. Saya sangat berharap bisa seperti itu," katanya. (*/rps)

Ceh Kucak Ngamen dalam Film Garin Nugroho

KABRI Wali yang bergelar "Ceh Kucak" (penyair kecil) dari Aceh Tengah dipasang
sebagai pemeran salah seorang anak jalanan dalam film Daun di Atas Bantal karya
sutradara Garin Nugroho. Film ini merupakan produksi patungan antara Garin dan
Christine Hakim, aktris pemeran Tjoet Nja` Dhien yang menggondol berbagai
penghargaan dalam dan luar negeri.

Daun di Atas Bantal hampir seluruhnya mengambil lokasi syuting di Yogyakarta.


Pengambilan gambar diawali, awal Agustus silam dan dijadwalkan berlangsung 35
hari.

Kabri Wali, 13 tahun, diserahi memerankan satu dari empat anak jalanan, yang
menjadi sentral cerita dari film karya terbaru Garin Nugroho itu. Dalam film
tersebut, Kabri Wali, pelajar sebuah SD di Takengon, berlakon sebagai pengamen.
Ia berdendang dengan tembang-tembang didong Gayo, sambil memukul-mukul
bantal kecil. Didong merupakan kesenian tardisional dari Aceh Tengah yang hingga
kini dihayati dengan sangat baik oleh Kabri. Keakrabannya dengan kesenian didong
itu pulalah, hingga lelaki kecil yang memiliki vokal nyaring ini digelari "Ceh Kucak"
atau penyair kecil.

Dalam film itu, nyanyian yang didendangkan Kabri berjudul Kehidupan Sudah
Dimulai, adalah awal kehidupan sepanjang Malioboro dan tempat tinggal Asih,
seorang wanita yang menjadi "ibu" bagi anak-anak jalanan itu.

Ketika asyik mengamen dengan bantalnya, Kabri Wali dikagetkan oleh kehadiran
Topo, dan langsung merebut bantal dari tangan Kabri dengan kasar. Topo, anak
berusia 11 tahun, adalah tokoh usil dan senang mengganggu orang lain. Tokoh
lainnya bernama Kancil. Ia seusia Topo, dan memiliki mimpi untuk tiba-tiba hidup
lebih baik. Ada lagi remaja bernama Punk (15 tahun). Tokoh yang bekerja sebagai
tukang grafir.

Di luar itu masih ada Asih, wanita 35 tahun yang menjadi "ibu" dari anak-anak
jalanan itu. Kabri Wali, Topo, Kancil, Punk dan Asih merupakan sosok sentral dari
Daun di Atas Bantal. Melalui tokoh-tokoh itulah Garin berkisah tentang kenyataan-
kenyataan hidup yang melingkungi dunia anak jalanan di kota Yogyakarta.

Tentang pemilihan lokasi syuting di Yogyakarta, menurut Garin karena kota itu
memiliki banyak tafsir, seperti kota-kota lain semacam New York. "New York bisa
indah, tapi bisa juga kejam seperti dalam film Godfather. Menafsir kota seperti
menafsir ibu yang menjadi rahim kehidupan. Yang saya tafsirkan sekarang adalah
sebuah dunia di luar rumah yang penuh carut marut," kata Garin.

Film Daun di Atas Bantal melibatkan banyak seniman. Jujuk Prabowo menangani
kostum, Harry Wahyu bagian artistik, Fadjar Suharno dan Djaduk Ferianto penata
musik dan lain-lain.
Dipesan ke Takengon
Dipakainya Kabri Wali sebagai salah seorang pemeran anak jalanan dalam film
tersebut menurut Garin, karena anak itu memiliki potensi dan sangat khas,
penampilannya ketika berdendang didong Gayo.
Nama Kabri Wali mengorbit dan dikenal luas setelah bocah kecil yang tergabung
dalam klub didong Sriwijaya itu bermain dalam Anak Seribu Pulau yang diputar oleh
seluruh jaringan televisi swasta tahun lalu.

Produser film Daun di Atas Bantal sebelumnya mengirimkan telegram ke Takengon


lewat Ketua KNPI Aceh Tengah Ir Syukur Kobat. Ia diminta untuk membawa Kabri ke
Jakarta. Kedua lalu terbang akhir Juli silam dan bergabung dengan kru-kru lain
dalam jumpa pers.

Kabri bahkan sempat membawakan kemahiran didongnya dalam pertemuan


dengan Menpen Hartono. "Kabri sering ditempatkan sebagai pembuka di berbagai
acara pertemuan," kata Syukur Kobat yang "mengawal" Kabri hingga pengambilan
gambar di Yogyakarta.

Melihat potensi Kabri, Syukur memprediksi, anak itu bakal menjadi tokoh besar di
kemudian hari. "Karena itu kita harus memberinya dukungan bersama-sama," lanjut
Wakil Sekretaris DPD II Golkar Aceh Tengah yang kini duduk di Fraksi Karya
Pembangunan (FKP) DPRD di Takengon.

Keterlibatan Kabri Wali dalam Daun di Atas Bantal seakan memberi isyarat bahwa
"Kehidupan telah dimulai" persis isi syair yang didendangkannya dalam film karya
terbaru Garin Nugroho itu.(fikar w.eda)
Nicken, Kecil-kecil Cabe Rawit

KECIL-kecil cabe rawit, begitu ungkapan terhadap gadis pendatang baru di


belantara musik Indonesia. Itu menunjukkan meski bertubuh kecil tak lantas ia
bernyali kecil. Tapi justeru sebaliknya, gadis asal Malang ini mampu membuktikan
kemampuannya di dunia panggung hiburan.

Nicken, baru saja merilis album pop manis Haruskahku Menangis. Lahirnya album
perdana itu menjadi semacam cemeti yang memicu semangatnya menggeluti dunia
tarik suara. Padahal, sebelumnya dia sempat punya cita-cita sebagai sekretaris.

"Sebelumnya, saya pesimis bisa jadi penyanyi, dan diberi kesempatan rekaman di
Jakarta. Soalnya saya tahu diri-lah. Orang kampung seperti saya ini, kan susah
mendapat kesempatan. Dan apa yang saya dapatkan, ibaratnya mimpi yang
menjadi kenyataan," tutur Nicken ditemui di Jazz & Rock Cafe, Jakarta, Selasa lalu.

Yang kini muncul di benaknya adalah menyanyi dan terus menyanyi. Soal cita-cita,
Nicken mengaku tak lagi berharap jadi sekretaris. Karena dunia tarik suara ternyata
lebih menggodanya untuk lebih menekuni. "Orang seusia saya ini, cita-cita masih
berubah. Dulu pernah punya cita-cita jadi pilot, lalu, yang lainnya itu, jadi presiden,"
katanya setengah bercanda, menikrukan iklan di televisi.

Penyanyi berpostur tubuh mungil, tipikal dengan penyanyi asal daerah yang sama,
Yuni Shara yang kini sudah cukup dikenal. Penyanyi kelahiran Malang, 11 Mei 1979
ini mengaku tidak ingin mengekor pada siapapun. Tapi ingin menjadi dirinya
sendiri. Ketika diberi tahu gayanya seperti Yuni Shara, Nicken hanya senyum-
senyum saja. "Namanya saja satu daerah, soal dialek tentu tidak bisa dilain-lainin,"
kata penyanyi yang masih duduk di bangku klas III SMU Widya Dharma Malang,
Tawa Timur.

Menyanyi, katanya, mendapat dukungan dari keluarga. Usia 13 tahun sang ayah
meninggal. Itu yang menyebabkannya semakin giat mengikuti event festival, untuk
memenuhi keinginan sang ayah, yang mengharapkan dirinya menjadi penyanyi
yang dikenal luas oleh masyarakat. Dari sinilah, berbagai festival diikutinya, seperti
Bintang Radio dan Televisi, Lomba Seriosa. Tahun 1992 Nicken pernah ke Jepang
mengikuti Youth Festival Chorus in Osaka.

Nicken agaknya sosok penyanyi yang mencoba realistis. Mencoba tampil dengan
mengikuti kondisi yang ada. Ketika kesempatan diberikan untuk tampil sebagai
penyanyi pop, maka Nicken mengikutinya. Dan benturan-benturan, tentu akan ada.
"Dan saya tidak akan kapok untuk bangun, dan bangkit kembali," kata Nicken.(agy)

David Duchovny Cemerlang George Clooney Terpuruk

DAVID Duchovny dalam serial The X Files masuk dalam daftar nominasi Emmy
Award 1997, menyusul sederet nama lainnya, seperti Anthony Edwarde (ER),
Dennis Franz dan Jimmy Smith (NYPD Blue) dan Sam Waterson dalam serial Law &
Order. Keberuntungan David justeru tak secerah nasib George Clooney, aktor ini
terjungkal dalam daftar nominasi. Begitu juga serial Friends. Padahal produksi NBC
ini digemari pemirsa, setidaknya ratingnya tinggi.

Di satu sisi, tahun ini banyak aktris Hollywood masuk nominasi. Seperti Gleen Close
dalam mini seri In The Gloaming yang disutradarai Christopher Reeve. Sedang,
Christopher Reeve sendiri masuk nomnasi katagori sutradara terbaik.
Saingan Gleen Close tentu saja Meryl Streep lewat perannya di mini seri First Do no
Harm. Khusus untuk peraih aktor terbaik terdapat nama Robert Duvall, Sidney
Poitier, Laurence Fisburne dan Beau Brigdes. Mereka inilah para kator yang bakal
bersaing ketat untuk merebut Emmy ke 49. Siapa di antara mereka yang menang?
Belum bisa dipastikan. Tunggu saja pengumumannya 14 September mendatang.

Selengkapnya, katagori serial drama nominasinya ialah Chicago Hope (ditayangkan


stasiun televisi CBS), ER (NBC) Law & Order (NBC), NYPD Blue (ABC) dan The X Files
(Fox). Serial Komedi yakni Frasier (NBC), Mad About You (NBC) Seinfeld (NBC), The
Larry Sanders Show (HBO), dan 3rd Rock From The Sun (NBC). Katagori mini seri
adalah In Cold Blood (CBS), The Oddyssey (NBC), The Lans Don (CBS), Stephen
King's The Shining (ABC), Prime Suspect 5 dan Error of Jugment (PBS).

Membaca daftar nominasi dari sekian banyak katagori, agaknya stasiun kabel home
Box Office yang berada urutan atas.

Mendapat 90 nominasi termasuk 12 nominasi untuk miniseri yang berturu perkara


hak sipil yaitu Miss Ever's Boys, kendati mini seri itu tidak termasuk yang terbaik,
dan 16 nominasi dari serial komedi The Larry Sanders Show.

Urutan kedua diraih jaringan NBC dengan 89 nominasi. Urutan ketiga diduduki CBS
yang menerima 60 nominasi, urutan berikutnya ABC hanya mendapat 40 nominasi,
disusul jaringan televisi Fox dengan 19 nominasi.

Tahun HBO

Tahun ini sukses berada di tangan HBO yang sesungguhnya pangsa pasarnya di
Amerika Serikat tergolong kecil, sekitar 23 juta pemirsa. Dalam sejarah Emmy, apa
yang diraih HBO paling banyak meraih nominasi adalah untuk yang pertama
kalinya. Tahun 1993 HBO pernah pula meraih sukses dibanding dengan jaringan
televisi lain, tapi tak sebanyak tahun ini.

Tak dipungkiri, HBO dalam hal program tahun ini mampu menyalib jaringan stasiun
televisi lain, karena menawarkan program yang inovatif. NBC dalam menanggapi
serial Friens yang terpuruk menerimanya dengan sikap jujur dan terbuka. Diakui,
serial itu sudah kadaluarsa - dalam hal ini gagasan. Pihak NBC ingin mempercepat
serial ini selesai. Selain itu,

NBC juga telah menyatakan kesalahan dalam produksi. (**)

Projeck P Lebih Segar dan Nakal

MEMPARODIKAN sejumlah persoalan, mulai dari lagu, film sampai paket acara talk
show, bagi Projeck P bukan persoalan gampang. Padahal kelompok penghibur ini
telah lama berkecimpung di dunia parodi.

Kelompok sempalan Padhiyangan Grup -- dikomandoi Izur Mochtar, Danny, Daan,


Tika -- hadir kembali di SCTV dalam format parodi setiap Minggu pukul 19.30 wib
menggantikan Opera Sabun Mandi yang habis masa tayangnya.

Kali ini penampilan mereka lebih segar dan terkesan 'nakal'. Dalam salah satu
episode, mereka memparodikan tayangan Potret yang kini sedang bermasalah di
SCTV. Topik bahasannya, seputar perselingkuhan. Ada pembawa acara, kemudian
bintang tamu seorang psikolog bernama Dr. Roiko, yang gaya dan penampilannya
mengingatkan sosok psikolog yang begitu dikenal dan menjadi public figure. Dialah
Dr Boyke. Denny sebagai Dr Royke bergaya agak sedikit genit, lembut dan gayanya
seperti waria, tapi cerdas.

Denny mengakui, dalam berakting tak pernah merasa memparodikan siapa-siapa.


Kalau ada nama yang agak sedikit sama dan gayanya lebih dibuat-buat, itu
kebetulan saja. "Kalau ada yang merasa diparodikan, dan mereka tersinggung,
berarti dia benar seperti dalam gaya yang saya bawakan dong," kata Denny.

Soal parodi memparodikan, Denny mengaku bukan persoalan gampang. Juga bukan
upaya untuk mencari praktisnya dalam proses kreatif. Karena tidak semua
persoalan bisa diparodikan, apalagi harus membuat idiom lucu. Dan gaya parodi,
diakui sudah menjadi trade merknya. Sejak awal ketika berkecimpung di panggung
hiburan, lelaki ini telah mengambil posisi sebagai kelompok parodi.

Dalam format baru ini, Project P lebih 'membumi'. Artinya, mereka masih tetap
memparodikan cerita dan film televisi. Tapi kali ini yang diparodikan seluruhnya
program lokal, seperti sinetron, kuis, talk show dan lain-lain.

"Parodi tetap tidak akan hilang. Itu menjadi ciri khas kami. Bedanya kalau dulu kami
lebih banyak menampilkan joke. Kali ini kami lebih banyak menfaatkan teknologi
televisi seperti animasi, trik kamera, editing dan sebagainya," ujar Daan Arya salah
satu personel Project P.

Menurut Daan yang ditemani Denny Candra, soal penampilannya di SCTV itu,
memang benar sedikit-demi sedikit kelompok komedian yang sebagian lebih besar
lahir dari mahasiswa Universitas Padhiyangan, Bandung sedang meningkatkan
mutunya itu.

"Sekarang kita lebih banyak mengunakan skrip ketimbang dulu. Tapi, di sinilah
yang menjadi titik kelucuan grup kami ini," jelas Daan. Manajer humas SCTV, Budi
Dharmawan mengaku, kehadiran Project P tak lepas dari permintaan pemirsa, baik
yang disampaikan lewat surat maupun tilpon. (agy)

Anda mungkin juga menyukai