Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

Cutaneus kandidiasis adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi
jamur dari genus Candida. Kandidiasis terbagi menjadi 2 macam yakni kandidiasis profunda
dan kandidiasis superfisial. Nama lain dari kutaneus kandidiasis adalah superficial
kandidiasis atau infeksi kulit-jamur; infeksi kulit-ragi; intertriginous candidiasis.
Berdasarkan letak gambaran klinisnya terbagi menjadi kandidiasis terlokalisasi dan
generalisata.(1,2,3,4,5,6)

Organisme ini khususnya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan


traktus gastrointestinal. Mereka juga mungkin menginfeksi organ-organ dalam dan
penyebab penyakit sistemik.(4,5,6)

Predileksi Candida albicans pada daerah lembab, misalnya pada daerah lipatan kulit.
Karena organisme ini menyukai daerah yang hangat dan lembab.(1,4,5)

Pada awalnya diklasifikasikan sporotrichium oleh Gruby, suatu organisme yang


ditempatkan pada genus Oidium (O. albicans) oleh Robin 1874. Kemudian, hal ini
membingungkan dengan Monilia candida, suatu jamur yang diisolasi dari ruangan vegetasi.
Dilaporkan bahwa kata moniliasis biasa digunakan sebagai sinonim untuk candidiasis dalam
beberapa literatur. Istilah candidiasis digunakan di USA, meskpiun istilah candidosis lebih
sering digunakan di Kanada, Inggris, Perancis, dan Italy.(4)

Pada tahun 1853, pertama kali Robin menggambarkan kandidiasis sistemik.


Sebaliknya kandidiasis kutaneus dan kandidiasis mokokutaneus kronik dideskripsikan pada
tahun 1907 dan 1909. Pada tahun 1877, Grawitz menggembarkan organisme dimorfik alami.
Genus Candida dilaporkan pada tahun 1923 dan sesudah itu Martin mengklasifikasikan
beberapa spesies jamur ke dalam genus. Di era antibiotik pada tahun 1940-an, candidiasis
pertama kali dilaporkan sebagai infeksi opportunistik.(4)

II. EPIDEMIOLOGI

Candida albicans adalah saprofit yang berkoloni pada mukosa seperti mulut, traktus
gastrointestinal, dan vagina. Merupakan jamur yang berbentuk oval dengan diameter 2-6 um.
Dan dapat hidup dalam 2 bentuk yakni bentuk hifa dan bentuk yeast. Jumlah koloni sangat
menentukan derajat penyakit, akan tetapi dilaporkan bahwa frekuensi terjadinya di mulut
18 %, vagina 15 %, dan mungkin dalam feses 19 %. Tapi kejadian tersebut
dipengaruhi beberapa faktor seperti rumah sakit dan kemoterapi.(1,7)

Jamur ragi termasuk spesies kandida yang merupakan flora komensal normal pada
manusia dapat ditemukan pula pada saluran gastrointestinal (mulut sampai anus). Pada vagina
sekitar 13 % kebanyakan Candida albicans dan Candida glabrata. Isolasi spesies kandida
komensal oral berkisar pada 30 – 60 % ditemukan pada orang dewasa sehat.(2)

Di Jerman ditemukan penyebab yang berbeda-beda pada diaper dermatitis pada 46


laki-laki dan perempuan. Pada 38 pasien menunjukkan penyebab yang spesifik, 63 % dengan
kandidiasis, 16 % dengan dermatitis iritan, 11 % dengan ekzema, dan 11 % dengan psoriasis.
Dari pasien tersebut, 37 orang diterapi dan 73 % dirawat setelah 8 minggu setelah terapi.(2)

Di Argentina, dianalisa 2073 sampel kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa oral
didapatkan 1817 pasien yang datang ke bagian mirkobiologi dari laboratorium sentral Dr.
J.M. Cullen Hospital dari September 1999 sampai dengan September 2003. Sampel tersebut
diteliti dan diidentifikasi berdasarkan lokalisasi dan tipe lesi. Dari total sampel, 55,6 % adalah
positif, 63 % terkena pada wanita dan 37 % terkena pada laki-laki.(2)

Di Jepang, dilaporkan bahwa kutaneus kandidiasis terdapat pada 755 (1 %) dari


72.660 pasien yang keluar dari rumah sakit. Intertrigo (347 kasus) merupakan manifestasi
klinis kandidiasis paling sering, erosi interdigitalis terjadi pada 103 kasus, diaper kandidiasis
tercatat 102 kasus.(2)

Di Bombay, India, diperiksa 150 pasien dengan kandidiasis kutaneus. Kerokan kulit
diuji dengan KOH 10 % dan dikultur di sabaorud’s agar. Insiden tersering adalah intertrigo
(75), vulvovaginitis (19), dan paronikia (17). Sedangkan jamur yang diisolasi didapatkan
Candida albicans (136 kasus), Candida tropicalis (12 kasus), dan Candida guillermondi (2
kasus). Dan diabetes mellitus menjadi faktor predisposisi pada 22 orang pasien.(8)

Dalam studi epidemiologis dari spesies Candida albicans berdasarkan penggunaan


PCR primer spesifik untuk gen DNA topoisomerase II. Didapatkan empat spesies
candida yakni Candida albicans, Candida glabrata, Candida parapsilosis I, Candida
parapsilosis II and Candida tropicalis II. Pada 19 pasien (36,9 %), hasil PCR multipel
menjelaskan sampel DNA khususnya yang diambil dari lipatan paha pasien yang lanjut usia.
(9)

III. ETIOLOGI

Tubuh yang normal mempunyai berbagai jenis mikroorganisme termasuk bakteri dan
jamur. Beberapa mikroorganisme tersebut berguna untuk tubuh, beberapa memberikan
keuntungan dan beberapa ada yang merugikan bagi manusia.(10)

Infeksi kandida pada kulit dan mukosa yang paling sering terjadi pada infeksi
superfisial.(2)

Sebagian besar manusia terinfeksi oleh Candida albicans, meskipun spesies yang lain
pun dapat menimbulkan gejala penyakit kulit superfisial. Lebih dari 150 spesies candida yang
dapat menginfeksi manusia. Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida
guilliermondi, Candida krusei, Candida kefyr, Candida zeylanoides, and Candida glabrata
(formerly Torulopsis glabrata) termasuk spesies yang jarang menyebabkan penyakit
pada manusia.(1,2,4)

Jamur tersebut dapat menginfeksi pula jaringan adneksa seperti rambut, dan
kuku. Infeksi jamur termasuk mold-like fungi (dermatofita, penyebab infeksi tinea) dan
yeast-like fungi (seperti candida). Kutaneus kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan
oleh Candida. Bisa terjadi hampir seluruh permukaan tubuh tapi biasanya terjadi di daerah
yang lembab, basah, lipatan-lipatan seperti ketiak dan lipatan paha.(10)

Candida adalah penyebab tersering ruam bokong pada bayi, dimana daerah tersebut
sangat lembab. Infeksi kandida umumnya terjadi terutama pada penderita diabetes dan
obesitas. Antibiotik dan kontrasepsi oral meningkatkan resiko terjadinya kutaneus
kandidiasis.(6,10)

IV. PATOGENESIS

Candida albicans bentuk yeast-like fungi dan beberapa spesies kandida yang lain
memiliki kemampuan menginfeksi kulit, membran mukosa, dan organ dalam tubuh.
Organisme tersebut hidup sebagai flora normal di mulut, traktus vagina, dan usus. Mereka
berkembang biak melalui ragi yang berbetuk oval.(11)
Kehamilan, kontrasepsi oral, antibiotik, diabetes, kulit yang lembab, pengobatan
steroid topikal, endokrinopati yang menetap, dan faktor yang berkaitan dengan
penurunan imunitas seluler menyediakan kesempatan ragi menjadi patogenik dan
memproduksi spora yang banyak pseudohifa atau hifa yang utuh dengan dinding septa.
(11)

Ragi hanya menginfeksi lapisan terluar dari epitel membran mukosa dan kulit
(stratum korneum). Lesi pertama berupa pustul yang isinya memotong secara horizontal di
bawah stratum korneum dan yang lebih dalam lagi. Secara klinis ditemukan lesi merah, halus,
permukaan mengkilap, cigarette paper-like, bersisik, dan bercak yang berbatas tegas.
Membran mukosa mulut dan traktus vagina yang terinfeksi terkumpul sebagai sisik dan sel
inflamasi yang dapat berkembang menjadi curdy material.(11)

Infeksi candida dapat menyebabkan kelainan pada kulit tergantung pada


predisposisinya : (1)

1. Bayi, wanita hamil, dan usia lanjut


2. Hambatan pada permukaan epitel; karena gigi palsu, pakaian
3. Gangguan fungsi imun
a. Primer; penyakit kronik granulomatosa
b. Sekunder; leukemia, terapi kortikosteroid
4. Kemoterapi

a. Imunosupresif
b. Antibiotik

5. Penyakit endokrin; diabetes mellitus


6. Karsinoma
7. Miscellaneous; kerusakan pada lipatan kuku

Kebanyakan spesies kandida memiliki faktor virulensi termasuk faktor protease.


kelemahan faktor virulensi tersebut adalah kurang patogenik. Kemampuan bentuk yeast
untuk melekat pada dasar epitel merupakan tahapan paling penting untuk memproduksi hifa
dan jaringan penetrasi. Penghilangan bakteri dari kulit, mulut, dan traktus gastrointestinal
dengan flora endogen akan menyebabkan penghambatan mikroflora endogen, kebutuhan
lingkungan yang berkurang dan kompetisi zat makanan menjadi tanda dari pertumbuhan
kandida.(2)

Jumlah infeksi kandida meningkat secara dramatis pada beberapa tahun terakhir,
mencerminkan peningkatan jumlah pasien yang immunocompromised. Secara spesifik,
tampak makin bertambahnya umur semakin pula terjadi peningkatan angka kesakitan dan
kematian. Meskpin infeksi kandidiasis superfisial dipercaya termasuk ringan, akan tetapi
menyebabkan kematian pada populasi lanjut usia. Candida albicans juga dapat menyerang
kulit dengan folikel rambut yang aktif atau istirahat.(2,12)

Infeksi kandida diperburuk oleh pemakaian antibiotik, perawatan diri yang


jelek, dan penurunan aliran saliva, dan segala hal yang berkaitan dengan umur. Dan
pengobatan dengan agen sitotoksik (methotrexate, cyclophosphamide) untuk kondisi rematik
dan dermatologik atau kemoterapi agresif untuk keganasan pada pasien usia lanjut
memberikan resiko yang tinggi.(2)

Patologi kutaneus superfisial dicirikan dengan pustul subkorneal. Organisme ini


jarang tampak dalam pustul tetapi dapat dilihat pada pewarnaan stratum korneum dengan
PAS (Periodic Acid-Schiff). Histologi granuloma kandidal menunjukkan tanda papillomatous
dan hyperkeratosis dan kulit yang menebal berisi infiltrat limfosit, granulosit, plasma sel, dan
sel giant multinuklear.(4)

V. GEJALA KLINIS

Manifestasi klinis yang muncul dapat berupa gatal yang mungkin sangat hebat.
Terdapat lesi kulit yang kemerahan atau terjadi peradangan, semakin meluas, makula atau
papul, mungkin terdapat lesi satelit (lesi yang lebih kecil yang kemudian menjadi lebih
besar). Lesi terlokalisasi di daerah lipatan kulit, genital, bokong, di bawah payudara,
atau di daerah kulit yang lain. Infeksi folikel rambut (folikulitis) mungkin seperti “pimple
like appearance”.(6)

Gejala klinis kandidiasis kutaneus dapat berupa:


1. Kandidiasis intertriginosa: lesi yang terjadi pada daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha,
intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glands penis, dan umbilikus.
Berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut
dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila
pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang
seperti lesi primer.(3)

Gambar 1. Kandidiasis intertriginosa pada daerah lipatan paha (kiri) dan glans panis
(kanan)*
2. Kandidiasis kutis generalisata: lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat
payudara, intergluteal, dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia.
Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering
terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin
karena gangguan imunologik.(2)

Gambar 2. Kandidiasis pada lipatan payudara (kiri) dan daerah intergluteal (kanan)*
3. Kandidiasis vaginalis: pada pemeriksaan klinis tampak eritema pada mukosa vagina dan
kulit vulva dengan bintik-bintik hitam yang disertai sekret. Eritema tersebar di perineum
dan lipatan paha dengan pustul di sekelilingnya. Atau mukosa vagina tampak merah dan
berlapis-lapis. Pasien menunjukkan gejala vulvovaginitis dengan didapatkan jamur pada
sekret vagina yang didiagnosis sebagai kandidiasis.(2)

* Dikutip dari kepustakaan : 4


Gambar 3. Vaginitis yang disebabkan oleh Candida yang
menujukkan plak putih yang khas.*
4. Kandidiasis oral
Secara klinis, plak putih menyerupai bentuk susu dadih pada mukosa pipi dan umumnya
kurang pada lidah, gusi, langit-langit dan faring. Gejalanya mungkin dengan atau tanpa
mulut kering atau terbakar, kurangnya rasa pengecapan, dan nyeri saat menelan.(13)

Gambar 4. Kandidiasis oral pada bayi baru lahir (kiri) dan pasien yang
immunocompromise (kanan).*
5. Kandidiasis Diseminata
* Dikutip dari kepustakaan : 13

Papul eritematosa dengan tengah yang pucat terdapat


pada lengan laki-laki 13 tahun dengan neutropenia dan ewing’s sarcoma. Kultur darah
tumbuh candida parapsilos dan candida Lusitania. Lesi tersebut tersebar dan terhitung
ratusan. Pasien menunjukkan gejala lesi kulit yang disertai dengan nyeri otot dan nyeri mata.
Pustul adalah tanda kutaneus dari kandidiasis diseminata pada pasien dengan leukositosis.
Adanya neutrofil dalam sirkulasi, pustule tidak tampak pada kulit, karena jumlah sel darah
putih menutupinya, lesi mungkin menjadi pustular yang menetap.(14)

Gambar 5. Lesi pada candidiasis diseminata.*


VI. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarakan pada penampakan kulit, terutama jika ada


faktor resiko yang menyertai. Kerokan kulit dapat menunjukkan bentuk jamur yang
mendukung candida.(6)

Bahan-bahan klinis yang dapat digunakan untuk pemeriksaan adalah kerokan


kulit, urin, bersihan sputum dan bronkus, cairan serebrospinal, cairan pleura dan
darah, dan biopsi jaringan dari organ-organ visceral. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain :

1. Preparat KOH
Merupakan cara paling mudah dan metode yang paling efektif untuk mendiagnosis, tapi
tidak cukup untuk menyingkirkan bukti klinis yang lain. Hasil laboratorium dapat
dipastikan dengan salin atau larutan KOH, uji amine whiff, penentuan pH vagina dan
kultur dapat mendiagnosis kandidiasis vulvovaginitis. (7,11)

2. Kultur

Kultur dari pustule yang utuh, biopsi jaringan kulit, atau deskuamasi kulit dapat
membantu untuk mendukung diagnosis. Ciri khas dari koloni adalah putih krim yang
halus, permukaan tak berambut seperti lilin.(13)

* Dikutip dari kepustakaan : 14

Gambar 6. Koloni khas dari Candida.*


3. Pemeriksaan mikrosokopik

Preparat kerokan kulit dengan rantai calcofluor putih merupakan cara yang sederhana
untuk mendeteksi adanya jamur dan pseudohifa dari Candida albicans. Candida albicans
berikatan tidak spesisfik dengan polisakarida dinding sel jamur dan menghasilkan warna
yang terang dan jelas sebagai karakteristik organisme ketika dilihat di bawah mikroskop
flouresens.(11,13)

Gambar 7. KOH 10 % yang menunjukkan munculnya peningkatan sel-sel ragi dan


pseduohifa pada kerokan kulit.*

4. Serologi

Macam-macam prosedur pemeriksaan serologi direncanakan untuk mendeteksi adanya


antibodi Candida yang berkisar pada tes immunodifusi yang lebih sensitive seperti
counter immunoelectrophoresis (CIE), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), and
radioimmunoassay (RIA). Produksi empat atau lebih garis precipitin dengan tes CIE telah
menunjukkan diagnosis kandidiasis pada pasien yang terpredisposisi.(13)

5. Pemeriksaan histologi
* Dikutip dari kepustakaan : 13

Didapatkan bahwa spesimen biopsi kulit dengan pewarna


periodic acid-schiff (PAS) menampakkan hifa tak bersepta. Hifa tak bersepta yang
menunjukkan kandidiasis kutaneus berbeda dengan tinea.(2,13)
Gambar 8. Pulasan pewarna periodic acid-schiff (PAS) menunjukkan munculnya
peningkatan sel-sel ragi dan pseduohifa pada kerokan kulit.*
6. Uji sensitifitas secara cepat dan tepat berdasarkan PCR dari DNA dapat juga digunakan
untuk mengidentifikasi patogenitas candida dalam jaringan.(7)

VII. DIAGNOSIS BANDING

Kutaneus kandidiasis didiagnosis banding dengan :


1. Dermatitis kontak

Gambar 8. Dermatitis kontak sistemik.**


Pasien mempunyai riwayat konstipasi kronik dan biasa menggunakan obat rangsang
defekasi. Selama 7 bulan disertai dengan pruritus ani tapi baru-baru ini berkembang
menjadi erupsi yang menyeluruh tidak merespon terhadap glukokortikoid dan terapi
cahaya. Daerah ekskoriasi yang banyak mengindikasikan gatal yang hebat. Lesi terutama
mengenai daerah sekitar anus, tanpa diketahui penyebabnya, bagian tubuh bawah,
bokong, dan dareah genital. Dermatitisnya berhenti saat obat rangsang dihentikan dan
dia melakukan diet bebas balsem. Pemeriksaan kolonoskopi menunjukkan iritasi minimal
pada kolon sigmoid dan rektum yang sesuai dengan spastic colitis.(2,4)

* Dikutip dari kepustakaan : 13

** Dikutip dari kepustakaan : 4

2. Gonorrhea

Sekret uretra purulen pada gonorrhea.(3,4)


Gambar 9. Gonorrhea.*
3. Lichen planus

Papul kecil warna merah biru dengan pola folikular menyerupai


liken nitidus. Bagaimanapun lesi ini lebih luas terlihat daripada
liken nitidus, dan temuan khas pada liken planus adalah
ditemukan pada daerah yang lain. Induk papul tampak juga
pada glans.(3,4)

Gambar 10. Lichen planus.*


4. Psoriasis

Gambar 11. Psoriasis kronik.*

Psoriasis kronik yang berlokasi di daerah khusus.(2,4)

* Dikutip dari kepustakaan : 4


5. Erythrasma

Gambar 12. Erythrasma.*

Infeksi bakteri (corynebacterium minutissium). Warna coklat yang tersebar, bercak yang
menyerupai tinea cruris.(3,4)

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan terpenting adalah menghindari atau menghilangkan faktor


predisposisi. Adapun secara topikal menggunakan larutan ungu gentian 0,5 % untuk
selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari. Nistatin dapat
diberikan berupa krim, salep, emulsi. Maupun golongan azol antara lain mikonazol 2%
berupa krim atau bedak, klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim, tiokonazol,
bufonazol, isokonazol, dan siklopiroksolamin 1% berupa krim.(3)

Terapi sistemik diberikan tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi lokal


dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap oleh usus. Amfoterisin B diberikan
intravena untuk kandidiasis sistemik. Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan
kotrimazol 500mg per vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol
2x200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal. Itrakonazol
diberikan bila dipakai untuk kandidiasis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa
2x100 mg sehari, selama 3 hari.(3)

Penggunaan obat anti jamur yang standard hanya flukonazol, itrakonazol, dan
flucytosine. Atau bahkan dapat menggunakan obat antijamur golongan azol terbaru
antara lain voriconazole, ravuconazole, posaconazole.(15)
* Dikutip dari kepustakaan : 4

Pada sebuah penelitian, actin mRNA Candida albicans


dihitung sebagai cara untuk menaksir kelangsungan hidup dari candida albicans dalam
penyusunan kembali pola kulit manusia pada kandidiasis kutaneus diikuti dengan pemberian
obat anti jamur. Amorolfine biasa digunakan karena efektifitasnya sebagai terapi topikal pada
kandidiasis superficial yang disebabkan oleh jamur dan dermatofitosis dan dan afinitasnya
yang tinggi terhadap stratum korneum dan kuku.(7)

Obat anti jamur imidazol, clotrimazol, mikonazol, econazol, oxiconazol, dan


bifonazol digunakan secara luas sebagai pengobatan topikal dermatofitosis. Beberapa tahun
terakhir, imidazol (lanakonazol) dan tiga kelas anti jamur gabungan benzylamine
(butenafine), alylamine (terbinafine), dan morfin (amorolfine), telah berhasil dikembangkan
dan diperkenalkan dalam penggunaan di klinik. Obat-obat terbaru ini lebih aktif daripada
imidazol sebelumnya untuk melawan dermatofitosis secara in vitro dan in vivo dermatofitosis
pada babi sebagai binatang percobaan.(16)
IX. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi kutaneus kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :


1. Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit
2. Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang aneh dan mungkin
menginfeksi daerah di sekitar kuku
3. Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang
immunocompromised.(6)

X. PENCEGAHAN

Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu pencegahan infeksi
kandida, yakni dengan menjaga kulit selalu bersih dan kering. Bedak yang kering
mungkin membantu pencegahan infeksi jamur pada orang yang mudah terkena.
Penurunan berat badan dan kontrol gula yang baik pada penderita diabetes mungkin
membantu pencegahan infeksi tersebut.(6)

XI. PROGNOSIS

Prognosis kutaneus kandidiasis umumnya baik, bergantung pada berat ringanya


faktor predisposisi. Biasanya dapat diobati tetapi sekali-kali sulit dihilangkan. Infeksi
berulang merupakan hal yang umum terjadi.(3,6)

DAFTAR PUSTAKA
1. Anaissie, Elias J. Clinical Mycology. United State of America. Churchill Livingstone.
2003. p.461-2
2. www.emedicine.com : Scheinfeld, Noah S. Candidiasis Cutaneous. [online]. 2008
[cited 2008 Juni 18] : [screens]. Available from : URL:http://www.emedicine.com
3. Kuswadji. Kandidosis. In : Djuanda, Adhi, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
edisi 4. Indonesia. 2005. p.106-9
4. Alison, eds. Yeast Infections: Candidiasis, Pityriasis (Tinea) Versicolor. In :
Freedberg, Irwin M, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. United
State of America. McGraw Hill; 2003. p. 212-286
5. Hall, John C. Sauer's Manual of Skin Diseases 8th edition. Canada. Lippincott
Williams & Wilkins Publishers. 2000.
6. www.medlineplus.com : Smith, D. Scott. Cutaneous Candidiasis. [online]. 2006 [cited
2008 Juni 18] : [screens]. Available from : URL:http://www.medlineplus.com
7. Okeke, Charles N, eds. Quantification of Candida albicans Actin mRNA by the
LightCycler System as a Means of Assessing Viability in a Model of Cutaneous
Candidiasis. In : Journal of Clinical Microbiology. [serial online]. 2001 October.
[cited 2008 June 18] : volume 39/10. 3491-3494. Available from :
URL:http://www.jcm.com
8. Shroff PS. Clinical and mycological spectrum of cutaneous candidiasis in Bombay. In
: Journal of Postgraduate Medicine. [serial online]. 1990. [cited 2008 Juni 18] :
volume 36/2. 83-86. Available from : URL:http://www.jpgm.com
9. Kamiya, Atsushi, eds. Epidemiological study of Candida species in cutaneous
candidiasis based on PCR using a primer mix specific for the DNA topoisomerase II
gene. In : Journal of Dermatological Science. [serial online]. 2005 January. [cited
2008 June 18] : volume 37/1. 21-28. Available from :
URL:http://www.sciencedirect.com
10. www.umm.edu : Smith, D. Scott. Cutaneous Candidiasis. [online]. 2006 [cited 2008
Juni 18] : [screens]. Available from : URL:http://www.umm.edu
11. Habif, Thomas P, eds. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and
Therapy 4th edition. Pennsylvania. Mosby, inc. 2004. p. 440-450
12. Sohnle, Peter G. Effect of Hair Growth Cycles on Experimental Cutaneous
Candidiasis in Mice. In : Journal of Investigative Dermatology. [serial online]. 1985
December. [cited 2008 Juni 18] : volume 10/1111. 1523-1747. Available from :
URL:http://www.network.nature.com
13. www.mycologyonline.com. Ellis, David. Candidiasis. [online]. 2006 July. [cited 2008
June 25] : [screens]. Available from : URL:http://www.mycologyonline.com
14. Roth, Jeffrey S. eds. Cutaneous Lesions of Disseminated Candidiasis. In : The New
England Journal of Medicine. [serial online]. 1994 June. [cited 2008 June 28] :
volume 330/23. 1650. Available from : URL:http://www.nejm.com
15. Ampel, Neil M. Treatment of Candidiasis. In : Journal Watch Medicine That Matters.
[serial online]. 2004 March. [cited 2008 Juni 18] : volume 38. 161-189. Available
from : URL:http://www.journalwatch.com
16. Tatsumi, Yoshiyuki, eds. In Vitro Antifungal Activity of KP-103, a Novel Triazole
Derivative, and Its Therapeutic Efficacy against Experimental Plantar Tinea Pedis and
Cutaneous Candidiasis in Guinea Pigs. In : Antimicrobial Agents and Chemotherapy.
[serial online]. 2001 May. [cited 2008 June 18] : volume 45/5. 1493-1499. Available
from : URL:http://www.aac.com

Anda mungkin juga menyukai