Notulensi
SOSIALISASI PUBLIK
PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH DAN MITRA KERJANYA
MC: Ratna Juita
Muqaddimah…, Kata-kata penghormatan
Pembukaan acara dengan membaca bismilallah
1
Keynoot Speak
Moderator
Muqadimah.., kata-kata penghormatan..,
Pagi ini kita akan mendegarkan presentasi dari bapak Drs. H. Wahyu Widiana, MA.
dengan tema peran Mahkamah Syar’iyah dalam mengupayakan pemberdayaan
perempuan melalu lembaga Peradilan. Ini sangat penting karena peran Mahkamah
Syar’iyah sangat besar dalam menegakkan hukum.
Para hakim mempunyai kewenangan istimewa dalam mutuskan perkara.
o Riset banyak perempuan mengalami kekerasan dan umumnya perkara
diajukan ke Pengadilan Agama
o Hakim sangat berperan dalam memberikan putusan terhadap penguatan hak-
hak perempuan dan anak.
Assalamu’alaikum wr.wb
Muqaddimah…!
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa syari’ah adalah pondasinya didasarkan kepada
kebijaksanan dan kemaslahatan seluruh umat baik dunia maupun akhirat, keadilan
sepenuhya, rahmat seluruhnya, hikmah kemaslahatan. Setiap masalah yang keluar
menuju ketidakadilan, kefasadan, main-main, itu bukan syari’at meskipun sudah
dilakukan penakwilan, syari’at adalah keadailan diantara seluruh hambanya, dan
payung tuhan di atas bumi. Jadi syari’at adalah kebijaksana, rahmat, keadilan, hikmah
dan kemaslahatan
Izuddin ibnu Salam dalam kitabnya qawwaimul ahkam fi mashahibil amam
mengatakan seluruh taklif di dalam islam kembali kepada kemasalahatan manusia
baik di dunia maupun di akhirat, jadi kemaslahatan ada tiga; duniawi, ukhrawi,
duniawi dan ukhrawi sekaligus, apa yang ditulis al-Qur’an walaupun tidak bisa
dijangkau oleh akal mempunyai kemaslahatan, maka tidak usah dipertanyakan
mengapa sahalat zuhur empat rakaat atau sejenisnya, karena di bidang ibadah semua
bersifat ta’abbudi. Sementara di bidang muamalah bersifat ta’akkuli contohnya
kenapa khamar di haramkan ini ada alasannya. Apakah pernikahan masuk katagori
ibadah atau muamalah, ada pendapat mengatakan bahwa sebahagian ibadah dan
sebahagian tidak, ada juga yang mengatakan semuanya ibadah. Kalau ada
menyangkut aspek muamalah kata ibnu al-Qarni ada kebijakan publik, harus
merupakan tindakan yang menuju kemaslahatan dan menjauhkan diri dari
kemafsadan. Undang-undang di buat harus mendorong kemasalahatan dan jauh dari
kemafsadatan, ini kita tahu dari Allah.
Tapi apakah semua persolan yang kembali kepada Al-Qur’an dan hadits akan
selesai. Di sinilah ada peryataan Saidina Ali yang megatakan bahwa al-Qur’an tertulis
dalam dua mussah dan al-Qur’an tidak dapat bicara, yang membuat al-Qur’an bicara
adalah manusia (mufassir, ulama dan lainnya), jadi banyak terjadi pemahaman dan
penafsiran-penafsiran, al-Qur’an kalau ditafsirkan oleh ahli sain maka penafsiran
lebih kedalam sainnya. Jadi al-Qur’an sama tapi ketika dipahami oleh orang yang
berbeda maka berbeda penafsirannya. Contoh semalam ayat ar-Rijalu qawwamuna
’alan nisa, pak Rusydi mengartikan ar-rijal adalah suami, tapi ada yang membantah
bahwa bukan hanya suami, tapi semua laki-laki, apakah di luar rumah, di masyarakat
dan di semua tempat. Ini merupakan suatu contoh perbedaan pemikiran dalam
2
memahami teks. Apakah ada kemungkinan perbedaan jenis kelamin menyebabkan
terjadi perbedaan penafsira?, contoh kita lihat hadist dalam sahih bukhari ada
penjelasan bahwa kalau kita sedang shalat dan lewat 3 makhluk tuhan maka dia wajib
mengulang shalatnya yaitu anjing, babi dan perempuan (H.R Abu Hurairah), hadits
ini bertentangan dengan yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah bahwa dia
seringkali berguling-guling di depan rasul dan dia sedang shalat, tapi dia tidak
mengulang shalatnya. Dalam kitab Ihya Ulumuddin juz II hal 48. ada 3 makhluk
tuhan apabila kamu memuliakannya dia akan menghina kamu dan bila kamu hina
maka akan memulikan kamu dia adalah anjing, babi dan perempuan. Ini mungkin
adalah pengalaman pribadi seseorang yang dialaminya.
Dalam kitab Jawahib ibnu al-Qur’ni disebutkan perempuan diciptakan sebagai
syaitan terhadap kalian dan kamu berlindung dari godaan syaitan. Ini juga mungkin
bagian dari pengalaman pribadi beliau. Dalam kitab ta’lim muta’alim disebutkan
bahwa telah membuat gelisah perempuan yang cantik, membuat gelisah tubuh
perempuan akan laki-laki yang mencari ilmu pengetahuan, sehingga laki-laki
mengatakan bahwa tinggalkan saya karna saya sedang mencari ilmu pengetahuan. Itu
dulu, tapi sekarang laki-laki juga bisa menjadi penggoda bagi wanita. Jadi ada orang
yang memuliakan perempuan dan ada yang menghinakan. Ini disebabkan karena
kondis dulu yang mana laki-lakilah yang menuntut ilmu. Dalam kitab utlubul mujain
mengatakan bahwa siapa yang memuliakan wanita dia adalah mulia dan yang
menghina perempuan maka dia adalah hina, maka syurga adalah ditelapak kaki ibu
(perempuan). Jadi perbedaan penafsiran juga bisa terjadi karena beda jenis kelamin,
kebudayaan letak geografis.
Orang Arab katanya libido tinggi sehigga diiming-iming masuk syurga dengan
peremuan cantik, jadi mungkin perbedaan entis sehingga tafsir terhadap al-Qur’an
bukan al-Qur’an itu sendiri, kalau kebenaran al-Qur’an itu mutlak maka tafsir itu
relatif, kalau kebenaran al-Qur’an adalah qat’i maka kebenaran tafsir adalah dhanni,
oleh karena menyangkut tentang ayat hukum atau fiqh maka kebenarannya adalah
dhanni bukan qat’i. Al-Qur’an sendiri ada ayat yang qat’i dan ada yang dhanni, Imam
Juwaini mengatakan bahwa ayat hukum 500 dari 6666 ayat al-Qur’an. Contoh ayat
qat’i adalah Aqimus shalah, ini ditujukan oleh fi’il amar. Kemudian apakah ayat
fankihu ma thaba lakum minan-nisa, apakah ini juga wajib karena sama-sama
ditujukan fi’il amar. Jadi apakah yang mewajibkan shalat itu al-Qur’an atau tafsir
seperti perintah nikah, disini perlu kita perhatikan bahwa kebanyakan ibadah itu
adalah ta’abbudi. Jadi tidak boleh ada ijtihad dalam bidang ta’abbudi sehigga tidak
perlu ditanyakan apakah perempuan boleh menjadi imam dalam shalat, karena ini
wilayah dari pada ta’abbudi. Jadi itihad itu hanya ada ruang dalam mu’amalah.
Contoh lain hadist tentang tidak ada pernikahan tanpa wali, oleh imam syafi’i
mengatakan bahwa wali menjadi syarat, tapi imam hambali mengatakan bukan
sebagai syarat.
Ada pendapat mengatakan nikah adalah muamalah, jadi kita akan membahas ini,
pertama kita mulai dari ijab dan qabul dalam nikah. Dalam al-Qur’an tidak ada
dalilnya ini, tp darimana imam syafi’i mengambilnya,? ini diambil dari kata-kata
ridha, dengan lafaz antaradhin minkum pada ayat tentang muamalah, ini yang
dijadikan dalil sehingga harus diucapkan ijab qabul sebagai tanda ridha. Disini ada
kata-kata ridha, ridha itu hal yang relatif tidak bisa diukur, imam Syafi’i mengakatan
ridha adalah amrun khafi (hal yag tersembunyi) sehingga kalau hukum didasarkan
pada ridha maka akan sangat rentan, sehingga ridha itu harus diwujudkan (mainnatu
riza) oleh kedua belah pihak dalam perkawinan. Dasar ayat ini bukanlah ayat yang
terkait dengan pernikahan tetapi ayat yang terkait dengan muamalah yang sangat
3
umum, lalu dimasukkan dalam masalah pernikahan oleh imam syafi’i. Kalau seperti
ini apakah ini pemikiran Australia atau Arab. Nah ini adalah pemikirn ulama salaf.
Kalau seperti ini maka boleh saja ayat yang menyangkut tetang jual beli dijadikan
dalil dalam masalah pernikahan. Sehingga pencatatan pernikahan menjadi rukun
pernikahan, jadi kesimpulannya al-Qur’an ada perintah mencatat pernikahan.
Kaidah “Perubahan hukum karena perubahan zaman, situasi dan kondisi”
Misalnya Ada 3 orang yang meminta fatwa maka fatwa saya bisa tiga macam, begitu
juga dalam usia pernikahan, jika kita menikahkahkan wanita dalam usia dini, apakah
ada persolan? ini tantangan fiqih. Hakkun tamlik, wanita itu dimiki oleh lelaki,
hakkun intifaq
Dan Maskawin itu apa? Dalam fiqih disebut sebagai apa? Syafii : muqalabatun Saya
memberi maskawin maka sebagai gantinya ya alat kelamin perempuan.
Juga persoalan saksi, kalau Imam Hanafi saksi tidak menjadi rukun nikah, kalau
Imam Syafii ini menjadi rukun nikah.
Jawaban:
Jadi saya ingin kembali bertanya, apakah ini hakikat yag dikehendaki oleh Allah, dan
apakah ini dilandasi oleh unsur hawa nafsu,
Jawaban:
Ada sebuah kisah dalam kitab fathul barri ketika Ali mengajukan poligami terhadap
Fatimah kepada Rasulullah, tapi rasulullah mengatakan hanya ada dua pilihan,
poligami atau cerai dengan fatimah, sebagai isyarat tidak setuju.
Jawaban:
Ada beberapa kata kunci
1. Ridha ( Sighat)
2. Taradhin ( Laki-laki dan perempuan)
4
3. Ijab Qabul (Menyangkut masalah pencatatan nikah)
4. Wali (Masih diperselisihkan oleh agama)
5. Saksi (2 laki-laki, / 1 laki-laki 2 perempuan)
Dalam rumah tangga ada hak dan kewajiban, apa kewajiban isteri dan suami,
kewajiban suami adalah memberkan nafkah kepada istri dan anak-anak, memberikan
perlindungan baik ekonomi dan lainnya, pendidikan, nah ini merupakan tugas suami.
Tugas isteri hanyalah melayani lahir dan bathin. Jadi sungguh laknat terhadap isteri
bila tidak bisa melayani tugasnya yang satu ini. Untuk saat sekarang bagaimana
kondisi isteri yang merangkap jabatan semua tugas-tugas suami. Ada katagori nusyus
apabila tugas isteri hanya satu namun tidak di tepati sehingga turun hadits yang
menyatakan bahwa laknat malaikat atas isteri yang tidak melayani suaminya. Jadi
untuk sekarang tugas isteri sudah mengantikan posisi suami, nah dalam kondisi ini
apakah suami masih juga menjadi pemimpin dalam rumah tangga
5
JUMLAH PERKARA YANG DITERIMA PENGADILAN AGAMA
Tahun Jumlah Persentase
2008 245.023
2007 217.084
2006 181.077
2005 175.133
2004 165.266
2003 154.524
Sebab-sebab perceraia
SEBAB PERCERAIAN(2008) JUMLAH Persentase
Tidak ada keharmonisan 63.753 33,9 %
Tidak ada tanggung jawab 57.284 30,5 %
Ekonomi 35.526 18,9 %
Gangguan pihak ketiga 12.617 6,7 %
Moral 4.997 2,7 %
Cemburu 6.525 3,5 %
Kawin paksa 2.486 1,3 %
Menyakiti jasmani 1.554 0,8 %
Cacat biologis 1.080 0,6 %
Poligami tidak sehat 947 0,5 %
Kawin dibawah umur 408 0,2 %
Politik 112 0,06 %
Dipidana 300 0,16 %
Jumlah 188.037 100 %
6
Lima besar data perceraian akibat perkawinan di bawah umur tahun 2008
1. Pengadilan Tinggi Agama Semarang Jumlah Kasus: 129
2. Mahkamah Syar’iyah Aceh Jumlah Kasus: 92
3. Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Jumlah Kasus: 62
4. Pengadilan Tinggi Agama Makassar Jumlah Kasus: 41
5. Pengadilan Tinggi Agama Kendari Jumlah Kasus: 14
Adanya Perubahan adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin dapat dipungkiri
seiring dengan perkembangan zaman dan kondisi masyarakat. Oleh karenanya hakim
perlu melakukan:
o Hakim wajib ijtihad karena perubahan kontekstualisasi adanya perubahan
hukum. Hal ini sebagaimana dalil hadits yaitu: Hakim berijtihad kemudian
salah maka satu pahla, kalau ijtihadnya benar, maka 2 pahla, tetapi dengan
menggunakan cara yang benar.
o Hakim tidak boleh tidak tahu hukum
o Hakim bodoh akan masuk neraka
o Hakim harus selalu belajar dan menggali ilmu pengetahuan
o Hakim harus open minded
Cotoh perubahan yang terjadi adalah adanya pemikiran tentang Kenapa perempuan
tidak boleh jadi wali nikah, hal seperti ini dimunculkan dalam berbagai diskusi saat
sekarang ini, dan hal jangan dianggap sebagai suatu yang tidak boleh diterima dan
harus ditolak secara keseluruhan. Saya rasa hal seperti ini kita diskusikan saja, karena
dapat membuka wawasan walaupun tidak kita ikuti dan tidak kita akui, tetapi kita
harus membuka diri untuk berdiskusi, jadi hakim harus terbuka dan mandiri, misalnya
lagi terkait dengan waris, apakah harus dibagi 1:1 atau 1;2. dalam hal ini seorang
Hakim bertindak sebagai pembentuk hukum, melakukan ijtihad dalam mengambil
keputusan karena kondisi masyarakat yang sudah berubah.
Kaitannya dnegan pemberdayaan perempuan, orang tidak mengira adanya perubahan
karena terjadinya sedikit-sedikit, ini banyak dilakukan di lingkungan hakim, hakim
jangan takut berubah karena keadilan harus sesuai dengan perkembangan, hakim juga
jangan selalu melihat kebelakang, karena tidak akan ada peningkatan, tetapi hakim
harus melihat jauh kedepan, bagaimana suatu keadilan dapat diwujudkan sesuai
dengan perkembangan.
Contoh :
o harta bersama banyak apresiasinya, sejak kapan harta dari hasil perkawinan
harus dibagi dulu, walaupun wanita tidak bekerja secara formal, padahal
dalam fiqh semuanya adalah hak si laki-laki. Di Indonesia, harta bersama
tidak ada masalah, padahal dalam kitab fiqh tidak ditentukan, ini hakim yang
memutuskan dan punya kekuatan hukum tetap, apabila tidak dilaksanakan,
maka harus dieksekusi karena punya kekuatan hukum, putusan hakim seperti
ini berbeda dengan fatwa MUI (Majlis Ulama Indonesia) atau Perfuruan tinggi
putusan atau fatwanya tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, apabila tidak
7
diikuti tidak apa2. tetapi kalau hakim di Mahkamah yang memutuskan maka
mereka punya peran besar dalam pembentukan hukum.
o Adanya undang-undang yang mengatur tentang perceraian hanya di
persidangan. Aturan ini besar sekali peran dalam melindungi perempuan dan
anak. Aturan ini tidak terdapat dalam fiqh, tetapi sudah ada dalam unang-
undang dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, inijuga merupakan
bentuk perubahan yang terjadi.
o Kemudian contoh lainnya Talaq dapat di banding, dulu talaq tidak dapat
dibanding, padahala terkadang sering terjadi talaq karena emosi darisebelah
pihak sehingga talaq terjadi tanpa ada kesadaran dan diluar akal sehat.
Sehingga seja tahun 1989 perempuan diberi kesempatan untuk kemudian bisa
dibanding dalam jangka waktu 14 hari. Ini juga terobosan hukum yang
diperankan oleh peradilan agama dalam melindungi perempuan
o Kemudian juga menyangkut batas umur perkawinan dan izin poligami yang
diperketat, sehingga memperkecil celah bagi suami melakukan poligami
o Pencatatan perkawinan. Apabila tidak tidak dilakukan pencatatan, maka secara
hukum perkawinanya tidak dianggap sah, dan bahkan berefek pada pendidikan
anak, karena tidak bisa membuat akte kelahiran kepada anak.
o Gugat cerai dilakukan di tempat isteri hal ini dilakukan sejak tahun 1989,
sebelumnya gugat cerai ditempat penggugat domisili.
o Banyak hal lainnya yang sensitifitas gender. Jadi hakim jangan takut
melakukan perubahan dengan alasan yang kuat, kecuali pada hal-hal yang
sudah qat’I dan sudah diatur dalam undang-undang.
o Kemudian menyangkut dengan Ahli waris pengganti. walaupun statusnya
perempuan, namun putusan di Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah di
tetapkan mendapatkan harta warisan melalui jalur ahliwaris penganti.
o Disisi lain kontrol dari Ulama juga ada. Hal ini dijelaskan dalam UU 4 /2004
bahwasanya Majlis Ulama Indonesia (MUI) dapat menugur pada Mahkamah
Agung apabila melanggar dengan ruh islam.
Penagangan perkara dengan cara non litigasi ada beberapa filosofis mendasar yaitu :
o Perkara di masyarakat hendaknya dilakukan di masyarakat secara damai
o Semaki banyak dilakukan dengan perdamaian maka semakin baik.
Di Australi sejak tahun 2006 sudah dikembangkan pendekatan mengurangi
pertentangan dengan cara perdamaian untuk mencapai kesepakatan (win-win
solution) di luar pengadilan. Walaupun di pengadilan juga dilakukan
pendekatan perdamaian. Dalam semua kasus, bahkan sebelum perkara ke
pengadilan wajib dulu mengunjungi lembaga perdamaian oleh lembaga
konsultasi. Demikian juga hal ini ingin diterapkan di pengadilan kita. di
Australia di Kantor Pengadilan ada ruang khusus bagian mediasi, dipimpin
oleh Direktur dan banyak perkara diselesaikan melalui jalur ini. Yang masuk
ke pengadilan hanya 10 %
o Hakim dituntut untuk meningkatkan peningkatan keterampilan dan sikap yang
mendukung ke arah perdamaian. Semua kasus yang masuk harus diarahkan ke
perdamaian karena sebagaimana diamanahkan dalam perma No 1 tahun 2008.
o Di Australia, tahun 2006 4.5 % kasus yang diputus oleh Hakim selebihnya di
putuskan di lembaga mediasi.
o Lebih lanjuit saya juga menulis pengalaman saya melakukan studi banding ke
beberapa negara Eropa dan Singapura menyangkut tantang proses mediasi di
8
pengadilan yang diterapkan di negara mereka. Dapat di lihat pada situs
badilag.net ediasi bulan Mei 2008.
Perlu dikatahui bahwa peran Mahkamah Syar’iyah sangat besar dalam melindungi
hak-hak perempuan dan anak. Hakim jangan takut melakukan ijtihat terhadap hal-hal
yang baru. Tetapi juga jangan membuat keputusan yang geger dengan hanya
berkembangnya jender, pada hal-hal yang sudah qat’I tidak boleh, seperti adanya
nikah kontrak.
9
Kemudian talaq diluar pengadilan dengan saksi yang lengkap dan disaksikan juga
oleh para aparat desa serta dikeluarkannya surat cerai ditingkat desa, apakah ini dapat
di banding, apa dasar hukumnya.
Moderator
Bisa saya simpulkan dari beberapa opini dari penaggap bahwasanya adanya dualisme
hukum yang terjadin di Indonesia yaitu: sah menurut hukum agama / sah menurut
hukum. Ini membingungkan dikalangan masyarakat, di satu sisi, mereka harus
mengikuti aturan pemerintah, tetapi di sisi lain adanya aturan fiqh yang harus mereka
amalkan sebagai wujud pelaksanaan hukum Allah.
10
o Bunyi salah satu pasal dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tetang
perkawinan bahwa perkawinan sah menurut agama masing-masing, tetapi
manakah hukum agama yang dimaksudkan tersebut, mana hukumnya tyang
ertuang dalam bentuk tulisan dan di implementasikan dalam masyarakat.? Ini
tidak tertuang dalam undang-undang, sehingga lahir kemudian KHI sebagai
wujud melahirkan produk hukum dari agama tersebut, ini adakemungkinan
terjadinya perbedaan pandangan dalam pengambilak hukum. Karena dalam
hukum islam itu sendiri banyak terjadi perbedaan pendapat.
o Cereai di luar pengadilan tidak di anggap ada. Ini suatu komitmen yang sudah
diatur dalam undang-undang. Dan kita harus menjalankannya.
o Hakim bukan hanya corong undang-undang, tetapi juga mampu menjadi
produk undang-undang.
Penyelesaiaan perkara Non litigasi: keberhasilan mediasi di Austalia 90%, di
singapura 60%. di Indonesia keberhasilan mediasi mencapai 10 % dengan rindian
keberhasilan di lingkungan Pengadilan Agama 1 %, dan dilingkungan Pengadilan
Negeri 9 %. Faktor keberhasilan keberhasilan mediasi diluar negeri karena masalah
perceraian tidak dijadikan objek mediasi, hanya masalah harta, anak, dll, saya rasa
kalau objek mediasinya seperti ini, di indonesia juga bisa berhasil. Kalau diluar negeri
untuk kasus perceraian juga menjadni objek mediasi, saya juga akan sama seperti di
indonesia.
• Hukum materi bisa berubah, yang tidak bisa berubah adalah hukum acara.
• Tentang sah atau tidak, tidak bisa di jawab, karena harus diperiksa unsur-unsur
lain yang harus dipertimbangkan. Namun secara umum menurut hukum positif, ini
tidak sah.
• Seperti nikah sirri, negara tidak mengangap sah, ini dikembalikan kepada yang
bersangkutan, kebanyakan para pihak ketika yang berhubungan dengan
administrasi negara baru mereka merasa rugi dan menyesal.
• Ibu Zuhrah: kaitannya dengan WH, perlu adanya koordinasi antara
Masya/WH/lembaga pemeritah supaya singkron dalam menjalankan hukum.
• Perempuan di lembaga pemerintah: ini tergantung dengan sumber daya, kalau dia
punya kualitas saya rasa tidak ada masalah, tetapi jangan hanya karena kesertaaan
gender terus asal-asalan, ini tidak benar, karena harus dipertimbangkan kualitas.
Moderator
Terima kasih: sekarang kita Break 15 menit. Dengan pak Wahyu sudah cukup, karena
nantinya ada presentasi lanjutan dengan mitra di lapangan yang akan disampaikan
oleh pihak Putroe Kandee dan PPSW.
Saat ini, Mahkamah Syar’iyah sedang menulis sebuah Buku tentang Refrensi
Sensitifitas Para Hakim,.
11
Hj. Rosmawardani (Pengurus Yayasan Putroe Kandee Aceh):
Bentuk kerjasama yang sudah dilakukan oleh Putroe Kandee sejak tahun 2006 s/d
2009 adalah:
1. USAID (2006 s/d 2007)
7 Kali Training Hakim tingkat dasar bagi hakim dari 23 Kabupaten
diikuti 136 ( 121 Lk dan 15 Prp).
2 Kali Training KUA diikuti 77 peserta dari 13 kabupaten / Kota
Training pendalaman / Analisis gender diikuti 113 (98 hakim Lk
dan 15 hakim Prp)
2. WORLD BANK (2008 s/d 2009)
Workshop Penyusunan Kurikulum Penguatan Aparat Penegak
Hukum untuk pemberdayaan hukum dan pertisipasi
2 Kali Training tingkat dasar dan pendalaman .
4 Kali Training bagi KUA dan Imam Meunasah
3. RNE (2008 s/d 2009)
Workshop penyempurnaan modul
2 Kali Training Penguatan Aparat Penegak hukum untuk
pemberdayan hukum dan partisipasi perempuan untuk hakim baru
Sosialisasi Program penguatan aparat penegak hukum untuk
pemberdayaan hukum dan partisipasi perempuan
Semua kegiatan ini adalah ditujukan untuk memberdayakan hakim terutama hakim-
hakim di lingkungan Mahkamah Syar’iyah dengan data jumlah hakim yang sudah
diikutsertakan dalam training sensitifitas gender baik dasar dan pendalaman adalah ;
Jumlah Hakim Jumlah Tahun
No PROGRAM Laki-laki Perempuan
Dasar 121 orang 15 orang 136 orang
1 USAID 2006/2007
Pendalaman 98 orang 15 orang 113 orang
Dasar 24 orang 6 orang 30 orang
2 World Bank 2008/2009
Pendalaman 26 orang 1 orang 27 orang
Training I 23 orang 3 orang 26 orang
3 RNE 2008/2009
Training II 19 orang 9 orang 28 orang
Jumlah Yang Sudah Training 155 orang 20 orang 175 orang 2006/2009
12
2. Talaq Liar (diluar Pengadilan) dan akibat yang ditimbulkan
3. Poligami Liar
4. Kekerasan dalam rumah tangga
5. Penelantaran Nafkah
6. Pernikahan di luar Negeri yang belum punya Buku Nikah di Indonesia
7. Kasus pembagian harta bersama
8. Warisan, patah titi dan Kedudukan anak angkat
Selain Itu. dalam bulan ini, Putroe Kandee bekerjasam dengan Mahkamah Syar’iyah,
IICT (Indonesia Institute for Conflik Transpormator) dan didukung sepenuhnya oleh
The Asia Foundation sudah melakukan pelatihan Mediasi Skill bagi Hakim
Mahkamah Syar’iyah yang sampai kemarin sudah dilakukan untuk dua angkatan
dengan jumlah hakim 52 orang. Dengan rincian kegiatannya adalah:
Workshop penyusunan kurikulum mediasi skill bagi hakim 28 September 2009 di
Hotel Kemang Jakarta dengan peserta terdiri dari IICT, Hakim Mahkamah
Syar’iyah, Akademisi dan The Asia Foundation
Training Mediasi dilakukan dalam 2 angkatan yaitu:
1. Training Mediasi Skill bagi hakim Mahkamah Syar’iyah Angkatan I, Oasis
Hotel Banda Aceh, 15 s/d 18 Oktober 2009 dengan jumlah peserta 26 orang (4
orang perempuan dan 22 Laki-laki)
2. Training Mediasi Skill bagi Hakim Mahkamah Syar’iyah Angkatan II, Oasis
Hotel Banda Aceh, 19 s/d 22 Oktober 2009. jumlah peserta 26 orang ( 6 orang
perempuan dan 20 orang laki-laki)
Demikian presentasi singkat sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh Putroe Kandee
Aceh bekerjasama dengan Mahkamah Syar’iyah. Semoga kedepan Putroe Kandee
bisa memberikan lebih baik dalam rangka menciptakan keadilan kepada perempuan
dan anak.
Ibu Lies.
Sensitifitas akan berhenti hanya di wacana bila tidak ada tolak ukur, oleh karenanya
perlu adanya buku tentang pengumpulan data sensitifitas hakim terhadap hak-hak
perepuan dalam putusan-putusan yang telah dilahirkan.
13
2. Metode pembacaan Teks Keislaman dengan perspektif Jender:
Kontekstualisasi Tafsir Para Ulama
3. Penerapan Hukum formil dan materil di Mahkamah Syar’iyah
4. Penguatan Hak-Hak Perempuan dalam peraturan Perundang-Undangan dan
Qanun di Aceh
5. Rekomendasi: Parameter untuk Mengukur Sensitivitas Hakim
6. Lampiran: Panduan Parameter untuk 9 isu yang ditangani hakim (Nikah, Talal,
Rujuk, Hak paska perkawinan, Poligami, Harta Seharkat, Waris, Khalwat
• Person yang terlibat baik sebagai penulis adalah para hakim yang umumnya kaya
dengan pengalaman lokal. Kemudia sebagai editor adalah dari pihak akademisi:
Tim Penulis:
Lies Marcoes – Natsir M.A.
Drs. H. Jufri Ghalib SH., M.H.
Drs. H Marluddin A. Jalil
Dr. Moqsith Ghazali M.A.
Drs. Muchtar Yusuf SH
Drs. Rafiuddin
Editor
Prof. Dr. Rusjdi Ali Muhammad
Lies Marcoes-Natsir MA
• Beberapa tema yang dibahas dalam buku nantinya adalah
o Kekerasan berbasis gender
Fakta: meningkatnya angka gugat cerai :
2005 : 1172.
2006 : 1336.
2007 : 1582. Rata2 65 : 35 %
2008 : 1579.
o Perubahan Pendekatan dalam Melihat Pangkal Kekerasan :Contoh: Syiqaq
(Percekcokan)
Dulu: Syiqaq dilihat hanya sebagai gangguan psikologis suami isteri: karakter
personal yg keras, tidak ada mau mengalah. Syiqaq tidak diakitkan dengan
struktur relasi jender yang timpang.
o Syiqaq adalah Kekerasan: Mengapa kekerasan bisa terjadi
Pertama: Hanya bisa terjadi jika ada dua pihak berlawanan yg tidak seimbang.
Mis. kelompok dominan vs marginal.Kedua: ada pembenaran, pelaku biasanya
menggunakan stereotype tentang korban, sehingga ia merasa punya alasan atas
tindakannya. Ketiga daur kekerasan. Korban sulit keluar dari siklus,
terombang ambing ingin meninggalkan pelaku atau melanjutkan. Keempat,
kekerasan berbasis gender: kekerasan fisik, non fisik, seksual dan ekonomi,
juga kekerasan di masa konflik. Namun sering yg dikenali di pengadilan hanya
kekerasan fisik atau ekonomi saja, atau pendekatannya psikologi personal.
o Analisis jender membantu hakim memutus perkara:
apakah ada stereotype jender: istri layak dikerasi agar patuh, tak banyak
menuntut dsb.Memahami daur KDRT; terjadi berulang kali mengikuti siklus
kekerasan
• Contoh-Contoh Parameter Gender Sensitifiti
• Parameter jender yang dapat digunakan untuk evaluasi dalam aspek
penanganan perkara, antara lain:
1. Hakim faham bahwa para pihak adalah setara dan karenanya tidak memutus
perkara didasarkan pada prasangka jendernya.
14
2. Hakim melakukan penggalian hukum baru untuk memenuhi hak-hak
perempuan manakala hukum yang tersedia tak cukup memadai untuk
mengadili perkara itu.
3. Hakim tahu bahwa tujuan upaya perdamaian akibat syiqaq itu bukan
semata-mata rujuk tetapi berhentinya tindakan dan daur kekerasan yang
dialami perempuan dan anak.
• Parameter sensitivitas jender untuk evaluasi bidang administrasi, antara lain
1. Hakim telah menimbang beban kerja perempuan terutama yang punya anak
kecil sangat besar dan karenanya hakim berusaha persidangan tsk bertele-tele.
2. Hakim memahmi bahwa perempuan membutuhkan ruangan yang memadai
untuk dirinya dan anaknya tanpa ada kemungkinan untuk diintimidasi sebelum
masuk ke ruang sidang. Oleh karena itu tersedianya ruang yang memadai jadi
tolok ukur sensitivitas jender suatu kantor peradilan.
3. Hakim juga memahami bahwa status ekonomi perempuan akan berpengaruh
kepada keputusannya untuk datang atau tidak datang ke pengadilan.
Kerenanya hakim mengusahakan tidak membebani ekonomi perempuan untuk
datang ke pengadilan berulang kali
4. Hakim mengerti bahwa secara statistik tingkat buta huruf perempuan lebih
banyak dibandingkan laki-laki sehingga syarat-syarat adminsitrasi harus dapat
mengakomodasi keterbatasan ini.
5. Hakim mengerti bahwa banyak perempuan merasa nyaman menggunakan
bahasa ibunya (lokal) karenanya hakim tak keberatan menggunakan bahasa
lokal
• Parameter sensitivitas jender untuk evaluasi bidang prestatif hakim, antara lain:
1. Hakim pernah mengikuti training sensitivitas jender yang ditunjukkan dengan
kepemilikan sertifikat atau bukti lainnya
2. Hakim pernah melakukan kunjungan lapangan dan menghadiri pertemuan
pertemuan dengan kelompok perempuan di lapangan
3. Hakim pernah menulis artikel ilmiah yang memuat pandangannya terkait
dengan upaya pemberdayaan perempuan
15
3. Capain Program tahun 2006-2007
• Terbentuk 73 kelompok di 53 desa, 2.800 anggota
• 35 kader
• 7 lembaga keuangan mikro (LKM) di 7 kecamatan, dalam 7 kabupaten.
4. Program Lanjutan: Peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan
keputusan (2008 – 2009)
5. Fokus Program
• Wilayah di 4 kecamatan; Indrapuri, Sakti, Samalanga dan Idi Tunong.
• 42 kelompok
• 1644 anggota
• 32 desa
6. Tujuan Program
• Meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
• Meningkatkan akses perempuan terhadap keadilan
7. Kegiatan yang dilakukan
• Pembentukan Kelas Belajar RIM (Rangkang Inong Meureunoe ) di 4 Kab
• Dialog dengan Hakim Agama/Mahkamah Syar’iyah/KUA yang difasilitasi
Putroe Kandee
Pertanyaan :
Syarifah Rahmatillah (MiSPI)
Menjadi catata: ketika bicara mediasi Aceh sudah mencoba melegalkan dalam Qanun
No. 8 Tahun 2009 tentang lembaga adat. Lembaga adat harus berperan aktif dalam
menjalankan hal-hal yang menyangkut dengan adat istiadat seperti perdamaain
masalah keluarga. Saya ingin adanya sebuah benang merah antara program
pendidikan mediasi bagi hakim dengan mediasi yang dilaksanakan oleh lembaga adat.
Apakah mungkin kita mengusulkan adanya peraturan yang mempertegas sebuah
kondisi konflik di mediasi oleh adat kemudian di mediasi lagi oleh mahkamah.
Kemudian menyangkut tentang penguatan hak perempuan. Ada salah satu Mahakmah
Syar’iyah meminta surat dari kepala desa apabila ingin berperkara ke Mahakmah. Ini
sangat merugikan perempuan ketika korban harus mendatangi kepala desa, karena ada
penolakan atau bahkan ada anggapan yang tidak baik dari pihak desa kepada
perempuan sehingga rekomendasi tidak diberikan.
16
Hasanadi (Hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh)
Kami sebagai hakim pengadilan tinggi selain mengadili perkara, kami juga melakukan
pengawasan dan pembinaan hakim-hakim di tingkat pertama. Menyangkut dengan
hakim perempuan, dari hasil pembinaan kami, ada penilaian bahwa hakim perempuan
lebih baik dari hakim laki-laki, hasil-hasil putusan lebih teliti dari pada hakim laki-
laki. Penjelasan sejauh mana Undang-unang mengatur tentang peningkatan
perempuan. Ada Undang-undang No 23 /2004 tentang KDRT. Kalau pengadilan
agama hanya dapat mengadili perdata sedangkan KDRT termasuk wewenang
Pengadilan Negeri. Saya rasa sangat tidak efektif untuk dilaksanakan di Pengadilan
Negeri karena azas pengadilan mudah, cepat dan biaya ringan tidak akan berjalan, dan
dilain sisi memberatkan perempuan dengan melakukan proses pengadilan ganda.
Serta hari ini pun kita melihat lebih banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan hak-
hak perempuan diselesaikan di Pengadilan Agama.
Ratih Saparlinah:
Dari sisi kelembagaan para ibu-ibu sudah sangat kuat dalam kapasitas membangun
ekonomi
Rosmawardani:
• Saya sudah mengusulkan supaya diikut sertakan tokoh adat dalam pendidikan
mediasi tetapi tidak pada training ini saya melihat tidak ada tokoh adat
• Kenapa sedikit perempua, karena hakim perempuan hanya 20 orang.
• Hasil tolak ukur dapat kita lihat misalnya di KUA dalam memberikan pembekalan
para calon mempelai. Kalau hakim dapat kita lihat dari hasil putusan para hakim
tersendiri. Dan ini juga sudah ada pengakuan dari hakim sendiri.
Demikian ……………………..
Penutupan
Drs. H. Armia Ibrahim SH. (Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh)
Muqaddimah…. Penghormata
Kita melihat banyak hal yang mucul pada sosialisasi ini. Kami sudah melakukan hal
yang menjadi kewajiban yaitu melakukan sosialisasi publik untuk diketahui oleh
publik tentang hal yang telah dilakukan oleh para lembaga selama ini. Banyak hal
yang sudah dilakukan terutama menyangkut tentang penguatan hak-hak perempuan.
Saya juga ingin mengklarisifikasi tentang isu pihak yang berperkara diminta surat
17
keterangan dari keuchik, secara praktik di lapangan tidak ada, tetapi kebiasaannya
masyarakat terlebih dahulu melaporkan keinginannya kepada pihak desa, kemudian
desa memberikan rekomendasi pertanda bahwa kasus tersebut sudah pernah
diusahakan penyelesaianya di tingkat desa sehingga menambah keyakinanya para
hakim terhadap perkara yang diselesaikan. Jadi secara praktis tidak ada
Tentang keterlibatan perempuan dalam ranah perkantoran, dari jumlah pegawai
administrasi didi pengadilan 23 % petugas diantaranya adalah perempuan hampir
mencapai kuata 30 %. Kemudian untuk mengikuti tes Hakim kita juga memberikan
kemudhan pada perempuan,seleksaitinggi badan beda dengan laki-laki yaitu laki-laki
165 sedangkan perempuan 155. ini jelas memudahkan bagi perempuan. Hanya ini
yang dapat kami sampaikan, kami mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya
kepada para pihak yang sudah melakukan kerjasama dengan Mahkamah Syar’iyah
dalam rangka menguatkan hak-hak perempuan. Kemudiaanucapan terima kasih
kepada para undangan dan peserta dari berbagai instansi.
Secara resmi acara ini saya tutup.
18