Anda di halaman 1dari 19

I.

LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan hal yang sangat esensial bagi manusia dalam melakukan
komunikasi. Bahasa berkaitan erat dengan budaya dan masyarakat. Masyarakat menggunakan
bahasa sebagai media untuk bersosialisasi dan bertindak. Ketika dua orang saling
berkomunikasi dengan berbicara, dapat dikatakan bahwa itu merupakan sebuah kode sistem
komunikasi1 yang disebut bahasa. Secara umum bahasa adalah komunikasi itu sendiri2.

Dalam dunia kontemporer seperti saat ini, ihwal kebahasaan menjadi hal yang sangat
penting bagi peredaran arus informasi, baik cetak maupun elektronik. Dalam menuliskan
sebuah informasi, para kuli pena, editor, dan para pimpinan redaksi selalu memiliki style
yang berbeda-beda antara satu institusi dengan institusi lain. Keberagaman gaya bahasa
tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor dan kebutuhan, namun pada hakikatnya semua
tulisan yang dikonsumsi publik, umumnya selalu terdapat faktor unik kebahasaan yang
berkaitan antra bahasa dan budaya.

Dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari, manusia selalu menggunakan bahasa


dalam berinteraksi dengan mahluk lainnya. Sebagai masyarakat bahasa, manusia memiliki
keragaman dalam berbicara ataupun menyikapi suatu masalah. Masyarakat bahasa itu
sendiripun terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar budaya
yang tidak sama.3 Ketika memiliki perbedaan disanalah letak keindahannya karena bahasa
memiliki keragaman yang berbeda-beda..

Maka korelasi antara bahasa budaya berkaitan sangat erat seperti hipotesis Sapin dan
Whorf yang kontroversial dan beberapa pendapat lain antara bahasa dan budaya yang akan
dibahasa selanjutnya.

2. Pembahasan
1
Ronald Wardough, An Introduction to Sociolinguistics 4th ed (Oxford: Blackwell Publisher, 2002) hal 1
2
Paui Ohoiwutun, Sosiolinguistik: Memahami bahasa dalam konteks masyarakat dan kebudayaan (Jakarta: Kesaint Blanc,
2002) hal 14
3
Abdul Chaer. Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta,2007)hal55
1 |Page
2.1 Hakikat Kebudayaan

Bila kita cermati, para antropolog memiliki keragaman dalam memberikan definisi
mengenai kebudayaan. Berbagai definisi tersebut, dalam ilmu antropologi, terjadi sebagai
akibat dari perbedaan sudut pandang. Biasanya penyusun-penyusun definisi itu melihat
kebudayaan dari segi aspek yang berbeda. Kroeber dan Kluckhom, misalnya, telah
mengumpulkan berpuluh-puluh definisi mengenai kebudayaan kemudian
mengelompokkannya menjadi enam golongan menurut sifat definisi itu, yakni (1) definisi
yang deskriptif, yakni definisi yang menekankan unsur-unsur kebudayaan; (2) definisi yang
historis, yakni definisi yang menekankan bahwa kebudayaan merupakan warisan secara
kemasyarakatan; (3) definisi normatif, yaitu definisi yang menekankan pada hakikat
kebudayaan sebagai sebuah aturan hidup dan tingkah laku; (4) definisi psikologis adalah
definisi yang menekankan pada kegunaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada
lingkungan, pemecahan persolan, dan belajar hidup; (5) definisi struktural, yaitu definisi yang
menekankan sifat kebudayaan sebagai suatu sistem yang berpola dan terartur; dan (6) adalah
definisi kebudayaan dalam hal genetik, yaitu definisi yang menekankan pada terjadinya
kebudayaan sebagai hasil karya manusia.

Tanpa melihat bagaimana rumusan kumpulan definisi-definisi di atas secara tekstual,


kita dapat mengetahui dan menyimpulkan bahwa kebudayaan melingkupi semua aspek dan
segi kehidupan manusia. Bila kita mencermati definisi poin 6, maka bisa dikatakan segala
perbuatan manusia dengan segala hasil dan akibatnya adalah termasuk dalam konsep
kebudayaan. Sehinga kebudayaan dalam konteks ini urusan kebudayaan bukanlah menyoal
aspek kesenian saja, akan tetapi keselruhan bidang yang meliputi teknologi, hukum,
pertanian, perumahan, dan lain sebagainya.

Kemudian Nababan dalam buku karya Abdul Chaer dan Leonie Agustina
menyebutkan salah satu definisi kebudayaan yang melingkupi sistem komunikasi yang
dipakai masyarakat untuk memperoleh kerja sama, kesatuan, dan kelangsungan hidup
masyarakat manusia. Definisi tersebut secara eksplisit berbicara bahwa bahasa adalah
termasuk dalam kebudayaan. Sejalan dengan hal itu, Koentjaraningrat menyebutkan bahwa
bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, atau dengan kata lain bahasa itu dibawah lingkup
kebudayaan.

2 |Page
Jadi, dengan kata lain bahasa dapat kita simpulkan sebagai sebagian unsur kebudayan.
Karena kebudayaan adalah segal hal yang menyangkut dalam masyarakat, hasil-hasil yang
dibuat manusia, kebiasaan, dan tradisi yang biasa dilakukan, dan termasuk juga alat interaksi
atau komunikasi yang digunakan, yakni bahasa dan alat-alat komunikasi nonverbal lainnya.4

2. Hubungan Bahasa dan Kebudayaan

2.1 Sapir-Whorf Hipotesis

Mengenai hubungan bahasa dan budaya, dua orang pakar linguistik ternama bernama
Edward Sapir dan Lee Whorf menciptakan sebuah hipotesis yang sangat kontroversial yang
lazim dikenal sebagai relativitas bahasa sebagai padanan dari frasa “language relativity”.
Edward Sapir adalah seorang linguis Amerika yang sangat dihormati dan disegani. Sementara
Whorf adalah seorang insinyur kimia yang juga seorang pakar dalam bidang pencegahan
kebakaran dan bergelar “Fire Prevention Engineer”. Dalam hipotesis tersebut dikemuakan
bahwa bahasa sangat menentukan cara dan jalan pikiran manusia. Melalui buku
Sosiolinguistik karya Abdul Chaer, hipotesis tersebut juga menyebutkan bahwa suatu bangsa
yang berbeda bahasanya dari bangsa lain, akan mempunyai corak budaya dan jalan pikiran
yang berbeda pula. Jadi, perbedaan budaya dan pikiran manusia itu bersumber pada
perbedaan bahasa, atau dengan kata lain, tanpa bahasa manusia tidak memiliki pikiran sama
sekali.

Berdasarkan pengamatannya , Whorf menemukan bukti bahwa “ bahasa


yang dipergunakan sehari-hari sebagai bahasa ibu sangat erat hubungannya
dengan keadaan alam kita.” Warga masyarakat dari kebudayaan tertentu akan
membentuk konsep-konsep dan menemukan kecocokan dengan situasi atau
kejadian tertentu. Hal ini dapat terjadi justru karena seluruh warga itu
mempergunakan bahasa yang sama, sehingga dapat sama-sama dimengerti.
Misalnya suku Eskimo, menggunakan 12 kata hanya untuk menjelaskan
peristiwa turunnya salju saja. Ini berarti bahwa mereka memang dapat melihat
dan mengenali 12 macam turunnya salju .Sebaliknya, orang inggris hanya
mengenali satu kata saja untuk salju; tidak mungkin dapat membuat perbedaan
yang terjadi ketika salju turun. Suku indian hopi melakukan penggolongan dari
pengalaman mereka berdasarkan seberapa lama kejadian itu terjadi. Kejadian
yang bergerak, misalnya , kilat, api, meteor atau segulungan asap, menurut suku

4
Abdul Chaer dan Leoni Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal (Jakarta: Rinneka
Cipta, Juni 2004) hal 164
3 |Page
ini merupakan kata kerja. Dengan cara ini, besar kemungkinan bahwa warga
budaya tersebut sangat menyadari akan kelangsungan sebuah gejala tertentu.
Pengamatan Whorf ini kemudian mengundang perdebatan dan sulit dibuktikan;
yang terkenal dengan hipotesis Whorf sapir . Meskipun demikian , pemikiran
bahwa bahasa mempengaruhi pikiran tetap nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya seorang anak jawa atau sunda sejak kecil mendapatkan pengetahuan
bahwa kuda (sunda) atau jaran (jawa) berbeda dengan belo (anak kuda yang
baru lahir). Kelak jika ia belajar bahasa Indonesia, ada kemungkinan ia bertanya
“apa bahasa indonesianya belo?”.

Uraian diatas menunjukan bahwa sesungguhnya terjadi kondisi saling


mempengaruhi antara pikiran dan bahasa, namun , untuk mneguasai bahasa
kita dituntut terlebih dahulu terwakili secara mental. Bila pernyataan ini benar,
maka dapat dipastikan bahwa pikiran mendahului bahasa. Bahkan mungkin
pikiran terjadi tanpa harus dijembatani oleh bahasa. Cukup diwakili oleh
gambaran mental seseorang , sebagaimana ditulis oleh Davidoff( terjemahan
Mari Juniati, 1988:69). Gambaran mental bahkan tidak membutuhkan kalimat-
kalimat panjang.

2.2 Istilah Kekerabatan

Lingkungan sosial dapat dicerminkan dalam bahasa dan sering dapat berpengaruh
pada struktur kosakata. Misalnya sistem kekeluargaan atau kekerabatan orang Amerika
berbeda dengan sistem kekeluargaan orang-orang dari berbagai suku di Indonesia. Dan ini
tercermin dalam kosakatanya. Orang Amerika mempunyai family yang padanannya dalam
bahasa Indonesia adalah keluarga. Tetapi, family hanya mencakup “ suami, istri, dan anak-
anaknya”, sedangkan keluarga bisa mencakup orang-orang diluar suami, istri dan anak-anak.
Istilah-istilah dalam sistem kekerabatan juga bisa berbeda. Untuk itu kita kenali dulu dua
istilah penting yang dikenal dalam ilmu antropologi, yaitu: term of reference (istilah
kekerabatan) dan term of address (kata sapaan). Istilah pertama mengacu kepada kata-kata
yang menunjuk atau mengacu kepada hubungan kekeluargaan, misalnya kakak, adik, bapak,
bibi, ipar, misan. Istilah kedua mengacu kepada bagaimana kita menyapa atau memanggil
orang-orang sekeluarga itu. Misalnya,”bi” adalah sapaan untuk bibi. Begitulah orang inggris
merasa perlu membedakan jenis kelamin pada tingkatan anak,sehingga ada son (anak laki-
laki) –daughter (anak perempuan), yang dalam bahasa Melayu dan Jawa hanya disatukan
dalam istilah anak. Orang inggris mengenal brother ( saudara laki-laki) dan sister (saudara

4 |Page
perempuan). Untuk saudara kandung itu bahasa Melayu mengenal perbedaan jenis kelamin,
yaitu abang dan kakak, tetapi untuk saudara kandung yang lebih muda hanya ada adik tanpa
pembedaan jenis . Bagi orang inggris , ayah dari ayah digolongkan ayah juga : ada
father”ayah” dan grandfather” ayah besar”(alias kakek). Orang indonesia membedakan ayah
dan kakek. Orang Jawa membedakan pakde, untuk semua saudara laki-laki yang lebih tua
dari bapak dan dari ibu, dan paklik untuk semua saudara laki-laki yang lebih muda dari bapak
dan dari ibu. Sementara orang Melayu mencakup semua itu dalam satu istilah ; paman. Orang
Inggris menyapa semua anak-anaknya dengan nama anak itu; orang Jawa menyapa nama
anak dengan le, nang (untuk laki-laki) dan nduk (untuk perempuan); orang Bali
memanggilnya dengan de. Dek, man, dan tut sesuai urutan kelahirannya.5

Orang vietnam menggunakan istilah yang sama dengan orang inggris, yakni
sister,brother,uncle and aunt dalam hubungan sosial kekerabatan. Namun, penggunaan uncle
bagi orang inggris mengalami perluasan yaitu digunakan kepada father’s brother ( FaBr) ,
Mother’s brother( MoBr), father’s sister’s husband ( FaSiHu), dan Mother’s Sister’s Husband
(MoSiHu), serta kepada mereka yang tidak memiliki hubungan kekerabatan semisalnya
ketika seorang anak berkata kepada teman dekat orang tuanya.6

2.3 Taksonomi

Pembahasan kekerabatan secara terminologis diatas menunjukkan bahwasanya bahasa


dan masyarakat memiliki kelas dan klasifikasi. Bahasa memiliki kelas tersendiri : vowels dan
konsonan; nouns dan verbs; statement dan question; dan sebagainya. Manusia pula
menggunakan bahasa untuk mengklasifikasi atau mengkategori berbagai aspek kehidupan.

Salah satu pendekatan penelitian taksonomi yang terkenal adalah penelitian Frake’s
tahun 1991 didaerah Subanun Mindanau, Filipina selatan. Yaitu daerah yang di pakai untuk
meneliti penyakit, Terutama masalah kulit. Menganalisis melalui taksonomi atau dengan cara
mengklasifikasi bermanfaat untuk mengelompokan data dengan cara melihat bagaimana
bahasa digunakan dalam dunia sekitar.

2.2 Realitas Warna

Whorf menegaskan realitas itu tidaklah terpampang begitu saja di depan kita, lantas
kemudian kita memberinya nama satu persatu. Justru sebaliknya, yang terjadi sebenarnya
5
Sumarsono, Sosiolinguistik (Yogyakarta: Sabda 2007) hal 63
6
Ronald Wardaugh, an introduction to Linguistics fourth edition (Oxford: Blackwell 2002)
hal 228
5 |Page
adalah kita membuat peta realitas yang dilakukan atas dasar bahasa yang kita pakai, dan
bukan atas dasar realitas itu. Umpamanya jenis warna di seluruh dunia ini sama, tetapi
mengapa setiap bangsa yang berbeda bahasa melihatnya sebagai sesuatu yang berbeda. Orang
Inggris misalnya, mengenal warna dasar white, red, green, yellow, blue, brown, purple, pink,
orange, dan grey; tetapi penutur bahasa Hunanco di Filipina hanya mengenal empat warna
saja, yaitu mabiru, yaitu hitam dan warna gelap lain, melangit yaitu warna putih dan warna
cerah, meramar kelompok warna merah dan malatuy kuning, hijau muda, dan cokelat muda.

Menurut Berlin dan Kay, keragaman warna dasar itu bergantung pada keragaman entitas
bahasanya.7 Jika sebuah bahasa hanya memiliki dua istilah untuk merujuk kepada warna
semisal hitam dan putih atau gelap dan terang, niscaya dia akan mengkategorikan semua jenis
warna kedalam dua istilah warna tersebut. Maka, bila seseorang yang hanya memiliki dua
istilah tersebut diminta untuk menyebutkan warna tertentu, tentu dia hanya akan
menyebutkan warna gelap atau terang, hitam atau putih, dan seterusnya. Selanjutnya istilah
ketiga yang akan dikenal adalah warna merah. Istilah keempat adalah warna kuning, kelima
adalah hijau, keenam adalah biru dan ketujuh adalah cokelat. Pada ahirnya, sebagaimana di
Inggris, barulah muncul istilah warna seperti abu-abu, merah muda, jingga, dan terahir ungu.
Akan tetapi Rusia memiliki dua belas warna dasar, yaitu jenis warna kebiruan yakni sinij
(biru gelap) dan goluboj (biru terang). Variasi warna selanjutnya adalah warna kombinasi
semisal coklat keabu-abuan “grayish brown” , variasi warna seperti “scarlet”, dan
modifikasi seperti “fire engine red”, yakni sejenis warna merah yang dikombinasi dengan
warna lain.

2.4 Prototipe

Rosch menyebutkan bahwa dalam mengkonsepsi sesuatu kita dapat melihat dari seperangkat
fitur-fiturnya. Dalam konsep ini prototipe berarti adalah konsep yang diinterpretasi oleh
tipikal fiturnya ( Typical Features). konsep tersebut dapat disederhanakan melalui rumusan
bahwa x adalah y. Misalnya, pada konsep Robin, yang memiliki fitur adalah benda bersayap,
berdarah panas dan dapat bertelur. Sehingga kita dapat memberi kesimpulan bahwa robin
adalah sejenis burung.8

2.5 Taboo and Euphimisme

2.5.1 Taboo Words


7
Ibid., hal 234
8
Ibid., hal 236
6 |Page
Menurut Steven Pinker bahwa the ability of taboo words to evoke an emotion reaction is
useful not just when sperakers wish to convey their own distress to a listener but also when
they want to create that distress in a listener from scracth9

Menurut Michael Swan taboo words and swearwords is shock less. 10 dua hal tersebut bisa
dikatakan bahwa kedua macam kata antara swearword dan kata tabu sama-sama dua hal yang
tidak pantas untuk dikatakan. Namun ketika sekarang ini orang sudah tau tentang kata-kata
tabu namun mereka berusaha untuk melegalkannya dengan cara menyingkat kata tersebut
seperti WTF ( what the fuck) dll.selain itu mereka tanpa sadar mengucapkan kata tabu ketika
berbicara saat sedang emosi.

Menurut Radcliffe-Brown, taboo words means simply ’to forbid’,’forbidden’, and can be
applied to any sort of prohibition.11 Jadi sesuatu yang hal yang tidak boleh di ucapkan di
depan umum dan tidak pantas di ucapkan di depan umum dinamakan kata tabu.

Selain itu kata tabu dikatagorikan berdasarkan empat hal:

1. lavatory

Lavatory is expression that are referred to the elimination of bodily wastes.12 Ini
berarti hal-hal yang biasanya di lakukan di kamar mandi dikatakan tabu.sebagai contoh:

Piss = urinate

Shit = excrement; defecate

Crap = excrement;defecate

Fart = let digestive gas out from the anus

2. Private parts of the body

Hal-hal yang berhubungan dengan bagian tubuh bagian vital sangat tabu apabila
dikatakan.sebagai contoh:

Asshole : anus
9
Steven Pinker.The Stuff of Thought.Language as a window into Human
Nature( England:Penguin Books,2008)hal 352-353
10
Michael Swan.Practice English Usage.new edition(New York:Oxford Up,1995)Hal 550
11
Keith Allan and Kate Burridge.Forbidden Words.Taboo and the Censoring of
Language(Cambridge:Cambridge Up,2006)hal 2
12
Michael Swan.Practice English Usage.new edition(New York:Oxford Up,1995)Hal 573
7 |Page
Balls : testicles

Cock : Penis

Tits : breast

Kemudian beberapa tambahan informasi mengenai pemanggilan organ tubuh.

Anglo-Saxon Tboo Word Latinate Acceptable Word

Cunt Vagina

Cock Penis

Prick Penis

Tits Breast

Shit Feces

There is no Linguistic reason why Vagina is Clean and Cunt is taboo words.13

3. Religion

Pada awalnya, umat kristen menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan


agama hanya pada forum yang formal dan untuk tujuan menghormati.namun saat ini
penggunaannya berubah menjadi tidak sopan dan kasar pada situasi apapun.sebagai
contoh:

Blast christ gosh

Christ jesus christ jess

Sependapat dengan itu Shakespeare menambahkan ,exclamations such as


Zounds! (God's wounds) and marry! (By the Virgin Mary) passed out of common
usage some time ago.14

13
Victoria Fromkin,Robert Rodman and Nina Hyams. An Introduction to Language.
(USA:Heinle,2003)hal 478
14
http://www.andrewgray.com/essays/swearing.htm
8 |Page
4. Sexual activity

Sexual activity is specific terms that have connection with sexual


intercourse,oral sex, sexual climax, masturbation etc15.hal ini akan dihindari ketika
kita sedang berada dalam forum yang resmi.sebagai contoh:

Bastard = child of unmarried parents

Come = orgasm

Fuck = have sex with

Wank = masturbate

Ketika seseorang sedang melakukan hubungan badan.biasanya mereka


mengucapkan kata-kata yang sangat kasar agar mereka dapat mengungkapkan
perasaan emosi mereka pada saat itu. Karena kata-kata itu di ucapkan hanya pada saat
berhubungan badan maka ketika mereka mengatakannya di depan umum itu akan
menjadi hal yang tidak sopan.

Kata-kata yang berarti tabu juga sering berubah sesuai perkembangan zaman.
Hal ini terbukti ketika beberapa tahun yang lalu kata fuck memiliki arti “ melakukan
hubungan sex dengan seseorang” dan cunt memiliki arti vagina.

2.5.2 Euphimisme

Selanjutnya walau pada kenyataannya kata tabu dihindari oleh masyarakat


dalam penggunaannya namun masyarakat mulai menggunakan kata yang lebih halus untuk
bisa menggunakan kata tersebut seperti Euphimisme. Kata euphemism berasal dari bahasa
Yunani eu ‘baik’, ‘bagus’ dan phêmê ‘berbicara’16. Menurut Keith Allan dan Kate Burridge,
eufimisme adalah sebagai alternatif terhadap istilah yang tidak disukai, dalam rangka untuk
menghindari kemungkinan kehilangan (konsep) muka seseorang melalui istilah yang dapat
menyerang pendengar atau orang lain yang mendengar17.

15
Michael Swan.Practice English Usage.new edition(New York:Oxford Up,1995)Hal 573
16
Keith Allan and Kate Burridge, Forbidden Words: Taboo and the Censoring of Language
(Cambridge: Cambridge University Press, 2006) hal 29
17
Ibid hal 11
9 |Page
Judith S, Neaman dan Carole G. Silvers mendefinisikan eufimisme sebagai
“mengganti istilah ofensif atau yang tidak menyenangkan menjadi istilah yang tidak ofensif
atau lebih menyenangkan dengan cara melapisi kebenaran menggunakan jenis-jenis kata18.

Ronald Wardough menafsirkan eufimisme sebagai “euphemistic words and


expressions allow us to talk about unpleasant thing and disguise or neutralise the
unpleasantness. E.g.; the subject of sickness, death, and dying, unemployment, and
criminality. They also allow us to give labels to unpleasant tasks and jobs in an attempt to
make them sound almost attractive”19. Victoria Fromkin mendefinisikan eufimisme sebagai
sebuah kata atau frase yang menggantikan sebuah kata tabu untuk menghindari istilah yang
tidak menyenangkan20.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa eufimisme merupakan sebuah
istilah untuk menggantikan istilah lain yang tidak disenangi atau untuk menghindari maksud
tertentu dari sebuah istilah. Eufimisme merupakan fenomena sosial yang banyak terjadi
dimasyarakat, yang digunakan untuk bermacam-macam tujuan. Kalau pada awal
kemunculannya eufimisme digunakan untuk istilah-istilah keagamaan, maka lambat laun
eufimisme digunakan untuk banyak hal yang berhubungan dengan gejala-gejala sosial lain
yang umum terjadi pada masyarakat. Seperti halnya kini kita menggunakan eufimisme untuk
ihwal yang berkaitan dengan kematian dan keengganan kita untuk berjumpa dengan hal itu21.
Kemudian hal lain yang merupakan bagian lain dari kematian ialah kelahiran yang mana juga
memiliki banyak istilah-istilah eufimisme. Kemudian seiring perkembangan zaman
eufimisme berkembang dan mencakup banyak hal-hal lain. Seperti kata Benjamin Lee Whorf
yang dikutip oleh Judith S. Neaman “bahasa mencerminkan budaya dan membawa bagian-
bagian terkecil dari budaya yang mana pernah berpengaruh”22. Maka eufimisme juga
mencerminkan identitas budaya dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Walaupun faktanya
eufimisme digunakan sebagai alternatif untuk penutur yang tidak ingin mengungkapkan
maksudnya23.

18
Judith S, Neaman and Carole G. Silver, Kind Words; A Thesaurus of Euphemism. (New York: The
Hearst Corporation, 1990) hal 1
19
Ronald Wardough, An Introduction to Sociolinguistics 4th ed (Oxford: Blackwell Publisher, 2002)
hal 238
20
Victoria Fromkin, An Introduction to Language 7th Ed (Boston: Thomson Place, 2003) hal 479
21
Judith S, Neaman and Carole G. Silver, Kind Words; A Thesaurus of Euphemism. (New York: The
Hearst Corporation, 1990) hal 2
22
Ibid hal 3
23
Keith Allan and Kate Burridge, Euphemism & Dysphemism: Language Use as Shield and Weapon
(Oxford: Oxford University Press, 1991) hal 12
10 | P a g e
Eufimisme yang memiliki banyak tujuan penggunaan itu umumnya selalu digunakan
untuk menghindari istilah yang tidak diinginkan atau dispreferred expression24. Seperti
halnya pada kata bahasa Inggris condom yang sudah ada sekitar awal abad 18 namun tidak
dgubris kehadiranya karena dianggap kurang sopan. Namun setelah istilah AIDS popular
maka istilah condom mulai dihiraukan dan muncul penghalusannya yang berupa
newscreaders atau kid gloves25. Kemudian eufimisme juga dapat bertindak sebagai litotes26.
Seperti dalam frase bahasa Inggris if you’re not all there yang berarti you’re mad, kemudian
as not young as they were yang berarti old, dan bila kita berkata someone has never been a
great reader yang berarti orang itu philistine, illiterate, or of low intelligence.

Kemudian eufimisme juga dapat dilihat sebagai penggantian leksikal oleh kata yang
tidak sama dengan makna yang mendekati (metonim daripada metafora)27. Seperi kata bahasa
Inggris rest room yang bukan merupakan metafora, walaupun memiliki penyampaian yang
berbeda, namun itu jauh lebih pantas daripada kemungkinan-kemungkinan yang lain. bog,
crapper, thunderbox, shithouse, dll.

Dalam buku Euhemism & Dysphemism: Language Used as Shield & Weapon,
penulis mendapati beberapa jenis-jenis eufimisme, diantaranya :

1.1 Metaphor

Metafora merupakan makna ujaran yang umumnya tersirat dan menggantikan makna
literal. Contohnya: miraculous pitcher, that holds water with the mouth downwards
untuk vagina, dan kick the bucket untuk die28.

Penulis mengasumsikan bahwa eufimisme metafora digunakan untuk menggantikan


kata-kata yang dianggap kurang sopan menggunakan istilah-istilah metafora sebagai
bentuk penghalusan.

1.2 Rhyming Slang

Terdapat pada kata-kata atau istilah-istilah seperti whistle (and flute) untuk suit,
groan and grunt untuk cunt, hoddy-doddy untuk all arse and nobody, twiddle-diddles
24
Keith Allan and Kate Burridge, Forbidden Words: Taboo and the Censoring of Language
(Cambridge: Cambridge University Press, 2006) hal 32
25
John Ayto, Dictionary of Euphemism (London: Bloomsbury, 2000) hal 2
26
Ibid hal 3
27
Peter Stockwell, Sociolinguistics: A resource book for students (London: Routledge, 2002) hal 30
28
Keith Allan and Kate Burridge, Euphemism & Dysphemism: Language Use as Shield and Weapon
(Oxford: Oxford University Press, 1991) hal 15
11 | P a g e
untuk untuk testicles, rantum-scantum untuk copulate, juice the sluice untuk
masturbate, dan umpty-poo untuk toilet29.

Rhyming Slang merupakan suatu bentuk dari pembentukan frase, pembentukannya


menggantikan kata tertentu dengan sebuah frase dari dua atau tiga kata30.

Rhyming Slang dapat diasumsikan sebagai jenis eufimisme yang lebih mirip slang
daripada eufimisme itu sendiri, namun slang tersebut memiliki rima dan tetap dalam
koridor ragam eufmisme.

1.3 Remodelling

Seperti kata-kata sugar, shoot, atau shucks untuk shit, lalu tarnation untuk damnation,
kemudian darn, dang, serta drat untuk damn, tidbits untuk titbits, cripes atau crumbs
untuk Christ, dan basket untuk bastard.

Remodelling biasanya diakhiri dengan penggantian satu-dengan-satu yang mana


kedua onset atau rima dari istilah yang tak diinginkan cocok dengan kata yang tak ada
hubungannya secara makna31.

Remodelling merupakan eufimisme yang mengganti sebuah istilah dengan istilah lain
yang mirip secara leksikal namun tak mirip secara makna.

1.4 Circumlocutions

Seperti pada frase-frase dan kata-kata berikut; little girls’ room untuk toilet, lalu
categorical inaccuracy atau terminological inexactitude untuk lie, kemudian the
person I am wont to refer by the perpendicular pronoun untuk I/me32.

Circumclocution sendiri menurut asumsi penulis merupakan jalan putar dalam


berbicara, yang mana biasanya mengandung metafora atau metonimi dan umumnya
berbentuk seperti idiom atau kalimat majemuk.

Eufimisme circumlocutions merupakan jenis eufimisme yang sangat popular


digunakan dimedia, contohnya ketika ditahun 1985 saat dolar Australia terpuruk, para
pengamat perekonomian membicarakan hal itu dengan frase “a substansial downrisk
29
Ibid hal 15
30
http://en.wikipedia.org/wiki/Rhyming_slang
31
Keith Allan and Kate Burridge, Euphemism & Dysphemism: Language Use as Shield and
Weapon (Oxford: Oxford University Press, 1991) hal 15
32
Ibid hal 16
12 | P a g e
potential”, kemudian stasiun berita ABC dalam liputannya “those on the lower end of
the ability scale”.

1.5 Clippings

Seperti pada kata-kata jeez untuk Jesus, lalu bra untuk brassiere dan nation untuk
damnation.33

Menurut asumsi penulis, clippings merupakan jenis eufimisme yang terbentuk melalui
pengubahan suatu kata menjadi frase atau kata dengan meletakan modifier dari sebuah
kata itu sebagai landasan,

1.6 Acronyms

Acronyms ditulis dan diucapkan seperti kata atau istilah yang membentuknya

Seperti pada kata-kata snafu untuk situation normal, all fucked up, lalu comfu untuk
complete monumental military fuck up.34

Eufimisme akronim digunakan layaknya pembentukan akronim secara morfologis.

1.7 Abbreviation

Abbreviation atau singkatan diucapkan dan ditulis berdasarkan rangkaian kata atau
istilahnya.

Seperti S.O.B untuk son-of-a-bitch dan pee untuk piss.35

Seperti halnya eufimisme akronim, abbreviasi terbentuk juga terbentuk melalui


pemendekan kata.

1.7 Omission

Omission terbagi dalam:

1.7.1 Quasi-Omission yang menggantikan suatu ungkapan non-leksikal dari ungkapan


yang tak diinginkan menjadi suatu gumaman atau sendauan. Seperti mmm, er-mm,
dll. Seperti contoh kalimat “this is a little –mmm-, isn’t it?”36.

33
Ibid hal 16
34
Ibid hal 17
35
Ibid hal 17
36
Ibid hal 17
13 | P a g e
Quasi-omission merupakan salah satu jenis eufimisme yang paling unik, yang
mana menggunakan ungkapan non-leksikal sebagai pembentuk ungkapan
eufimisme.

1.7.2 Full Omission yang lebih tak umum dibanding quasi-omission. Seperti I need to
go yang dihilangkan dari bagian to the lavatory.37

Full Omission diasumsikan sebagai jenis eufimisme yang menggantikan suatu


ungkapan dengan istilah lain yang lebih sopan.

1.8 One-For-One Substitutions

Hampir sama seperti sinonim dan terbagi dalam dua bagian:

1.8.1 General-for-Specific: sebuah istilah menggantikan istilah yang lain, melalui


istilah resmi dalam eufimisme. Seperti; person untuk penis dan region untuk
genitals.

1.8.2 Part-for-whole-Euphemism seperti ditunjukan dalam contoh spend a money


untuk go to the lavatory, dan I’ve got a cough untuk menggantikan istilah stuffed
up nose, postnasal drip, maupun running nose.38

Jenis eufimisme one-for-one-subtitution dapat diasumsikan sebagai jenis


eufimisme yang benar-benar menggantikan suatu istilah dengan istilah lain tanpa
terikat apapun secara leksikal maupun makna.

1.9 Hyperboles

Hiperbola atau biasa disebut overstatement mamaupun exaggerate biasa ditemukan


dalam eufimisme, seperti fight to glory yang berarti death,maupun personal assistant
to the secretary (special activities) untuk cook, atau villa in a premier location by the
bay untuk dilapidated artisan’s cottage, five streets away from the bay.39

Eufimisme hiperbola, seperti halnya majas hiperbola menekankan istilah yang


berlebihan dalam mengganti suatu istilah yang dianggap kurang pantas sehingga
mengalami proses eufimisme.

37
Ibid hal 17
38
Ibid hal 18
39
Ibid hal 19
14 | P a g e
3.10 Understatements

Understatements yang merupakan kebalikan dari hiperbola seperti dalam kata-kata;


sleep untuk die, lalu deed untuk act of murder, anatomically correct dolls untuk dolls
with sexual organs dan companion, friend, the guy I’m seeing, serta lover untuk
regular sexual partner.

Menurut asumsi penulis, understatements digunakan untuk tujuan menekankan dan


menegasikan apa yang penutur ingin sampaikan kepada mitra tutur sehingga sebuah
ungkapan akan terlihat lebih sopan daripada apa yang dimaksudkan sebenarnya.

3.11 Euphemism through Borrowing

Penggunaan homonim-homonim bahasa Latin, menambahkan istilah-istilah


eufimisme pada Standard English dalam hal-hal yang berkaitan dengan orhan tubuh,
organ kelamin, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal-hal tersebut. Seperti
penggunaan perspire dibanding sweat, expectorate dibanding spit, faces dibanding
shit, copulate dibanding fuck, anus disbanding arsehole, dan genitalia dibanding sex
organ. Bahasa Latin bukan satu-satunya sumber eufimisme untuk bahasa Inggris,
namun bahasa Perancis juga berkonstribusi. Seperti pada kata lingerie untuk women’s
underclothing, kemudian masseuse untuk whore, lalu materiel untuk armament dan
ammunition, serta sortie untuk a sallying forth by a military unit. 40

Merujuk kepada defenisi eufimisme, brassiere bukan merupakan eufimisme, karena


tidak ada alternatif lain. Namun abbreviasi dari bra lebih terlihat seperti eufimisme
daripada brassiere sendiri

Senada dengan Allan dan Burridge, Joseph M. Williams membagi eufimsime dalam
beberapa formasi berdasarkan prosesnya seperti yang dikutip oleh Neaman dan Silver.

3.12 Borrowing Words from Other Language

Eufimisme yang terjadi karena peminjaman dari bahasa yang lain-bahasa Yunani dan
Latin berperan besar dalam pengayaan istilah eufimisme dalam bahasa Inggris seperti
dalam ihwal bagian-bagian tubuh,

3.13 Euphemism may be made by semantic process called widening

40
Ibid) hal 19
15 | P a g e
Eufimisme yang terjadi karena proses semantis yang disebut pelebaran. Ketika sebuah
istilah yang spesifik bermakna terlalu tajam, menyerang, maupun vulgar, maka pelebaran
digunakan. Seperti cancer menjadi a growth, dan syphilis menjadi social decease.

3.14 Semantic Shift

Pergeseran Semantik, merupakan pergeseran terhadap keseluruhan atau sebagian makna


yang mengalami eufimisme. Seperti dalam istilah to go to bed with dan to sleep with
someone yang mengacu pada relasi seksual.

3.15 Metaphorical Transfer

Pemindahan Metafora merupakan perbandingan dari suatu hal ke hal lain. Sebuah kata
eufimisme blossom untuk pimple membandingkan satu dengan yang lainnya.

3.16 Phonetic Distortion

Penyimpangan Fonetik. Ketika kita bertemu dengan kata-kata yang tidak layak untuk
disebutkan, maka abbreviation, apocopate, initial, convert, backform, dan reduplicate
digunakan.

3.16.1 Abbreviation ialah pemendekan dari sebuah kata, dan dapat ditemukan dalam
penggunaan ungkapan British seperti ladies untuk ladies room.

3.16.2 Apocopation merupakan bentuk lain dari abbreviation, tampak pada penggunaan
kata seperti vamp untuk vampire yang berarti ‘wanita yang menggairahkan’.

3.16.3 Initialling merupakan penggunaan akronim melalui bagian-bagian komponen


dalam suatu istilah. Seperti JC untuk Jesus Christ.

3.16.4 Backforming ialah penggantian sebuah bagian dari ujaran (digunakan dalam
bentuk kependekan) untuk bentuk yang lainnya. Seperti burgle (rob) untuk burglar.

3.16.5 Reduplication merupakan pengulangan dari sebuah suku-kata atau huruf dari
sebuah kata, terutama dalam kosakata kamar mandi untuk anak-anak. Seperti pee-pee
yang mengantikan piss.

16 | P a g e
3.16.6 Phonetic Distortion ialah pengubahan bunyi dalam sebuah kata, yang mana
terdengar seperti pada cripes untuk Christ dan Gad untk God.

3.16.7 A Blend Word merupakan bentuk dari phonetic distortiona diman dua kata atau
lebih ditirukan baik secara ortografi maupun secara fonetis. Contohnya ilalah kata
gezunda untuk chamber pot, istilah yang diperoleh dari fakta bahwa objek ini ‘goes
under’ the bed.

3.16.8 A diminutive adalah sebuah susunan dari sebuah istilah baru malalui penorehan
ataupun pemendekan sebuah nama dan menambahkan sebuah imbuhan yang
mengindikasikan dampak dari kesempitan. Henie contohnya, merupakan tiruan yang kecil
dari hind end dan merujuk pada ‘buttocks’.41

3. Kesimpulan

Bahasa sangat terkait dengan budaya. Setiap pengguna bahasa memiliki interpretasi
terhadap sesuatu yang dipengaruhi oleh budayanya. Sehingga dalam penggunaan bahasa
tersebut setiap manusia memiliki caranya masing-masing. Karena bahasa itu bersifat dinamis
sehingga penggunaan bahasa sangat bervariatif. Bahasa itu sendiri memiliki variasi yang
berbeda seperti halnya bahasa tabu.bahasa ini memiliki hubungan yang erat dengan
kebudayaan sehingga penggunaan bahasa ini sering tidak boleh digunakan karena apabila
digunakan akan melanggar norma-norma adat ataupun nilai kebudayaan yang sangat kental di
Indonesia. Karena adanya bahasa tabu maka muncullah respon terhadap tabu tersebut yaitu
eufimisme. Eufimisme yang merupakan variasi bahasa muncul untuk mereduksi dampak dari
tabu yang mungkin dapat mengancam konsep muka mitra tutur, atau bisa juga diasumsikan
bahwa eufimisme ada untuk menjadi tameng bagi penutur dalam menghadapi mitra tutur.
Maka dalam pembahasan ini kaitan antara bahasa dan budaya begitu kental dalam lingkup
kajian sosiolinguistik.

41
Judith S, Neaman and Carole G. Silver, Kind Words; A Thesaurus of Euphemism. (New York: The
Hearst Corporation, 1990) hal 11
17 | P a g e
PUSTAKA ACUAN

Allan, Keith and Kate Burridge. 2006. Forbidden Words.Taboo and the Censoring of
Language. Cambridge:Cambridge University
Ayto, John. 2000. Dictionary of Euphemism .London: Bloomsbury.
Fromkin, Victoria , Robert Rodman and Nina Hyams. 2003. An Introduction to Language.
USA:Heinle
Fromkin, Victoria.2003. An Introduction to Language 7th Ed .Boston: Thomson Place.
Judith S, Neaman and Carole G. Silver. 1990. Kind Words; A Thesaurus of Euphemism. New
York: The Hearst Corporation.
Ohoiwutun, Paui.2002. Sosiolinguistik: Memahami bahasa dalam konteks masyarakat dan
kebudayaan . Jakarta: Kesaint Blanc.
Pinker, Steven. 2008. The Stuff of Thought.Language as a window into Human Nature.
England:Penguin Books.
Stockwell, Peter.2002. Sociolinguistics: A resource book for students . London: Routledge.
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Swan, Michael. 1995. Practice English Usage.new edition. New York:Oxford University
Press.

18 | P a g e
Wardaugh, Ronald. 2002. an introduction to Linguistics fourth edition. Oxford: Blackwell.

Referensi lain

http://www.andrewgray.com/essays/swearing.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Rhyming_slang

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai