Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TOPIK 2 FILSAFAT DAN LOGIKA BAHASA

Nama : Riyan Wik Irawan


NIM : 2151900031
A. SOAL

Jawablah pertanyaan berikut secara deskriptif.


Jawaban minimal 3 halaman diketik dengan ukuran huruf 12 inci dengan jarak spasi 1,5.
Sertakan daftar Pustaka yang digunakan sebagai referensi.
1. Menurut Sapir dan Worf, struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi
dan menalar dunia perseptual. Jelaskan secara detail dengan menggunakan sumber
referensi lain. Berilah contoh pada skasus di Bahasa Jawa.
2. Menurut Sapir dan Worf, perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang
yang menggunakan bahasa tersebut. Berilah penjelassan dengan menggunakan
referensi dan berilah kasus Bahasa Jawa.
B. JAWABAN :
1. Menurut Sapir dan Worf, struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi
dan menalar dunia perseptual. Jelaskan secara detail dengan menggunakan sumber
referensi lain.
Budaya mengacu pada nilai, norma, dan kepercayaan masyarakat. Budaya kita
dapat dianggap sebagai lensa yang melaluinya kita mengalami dunia dan mengembangkan
makna bersama. Oleh karena itu, bahasa yang kita gunakan diciptakan sebagai tanggapan
terhadap kebutuhan budaya. Dengan kata lain, ada hubungan yang jelas antara cara kita
berbicara dan cara kita memandang dunia. Satu pertanyaan penting yang diajukan oleh
banyak intelektual adalah bagaimana bahasa yang digunakan masyarakat kita
memengaruhi budayanya.
Antropolog dan ahli bahasa Edward Sapir dan muridnya Benjamin Whorf tertarik
untuk menjawab pertanyaan ini Bersama-sama, mereka menciptakan hipotesis Sapir-
Whorf, yang menyatakan bahwa cara kita memandang dunia sangat ditentukan oleh proses
berpikir kita, dan bahasa kita membatasi proses berpikir kita. Oleh karena itu, bahasa kita
membentuk realitas kita. Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan membentuk cara kita
berpikir dan cara kita melihat dunia. Karena hipotesis Sapir-Whorf berteori bahwa
penggunaan bahasa kita membentuk perspektif kita tentang dunia, maka orang yang
berbicara bahasa yang berbeda memiliki pandangan dunia yang berbeda.
https://study.com/academy/lesson/sapir-whorf-hypothesis-examples-and-
definition.html
Contoh pada kasus di Bahasa Jawa
Kondisi budaya masyarakat Panaragan kental dengan aura mistis magis, dimana
masyarakatnya memiliki budaya yang membutuhkan kekuatan linuwih di bidang
supranatural. Begitulah Tak heran jika tokoh etnis Panaragan dalam hal ini warok harus
melakukan ritual tersebut perilaku untuk memperoleh kekuatan supranatural. Kekuatan
seperti itu digunakan dalam berbagai jebakan yang memiliki sifat-sifat marang liyan.
Perannya dalam seni reyog, seorang warok adalah tokoh sentral sebagai sesepuh yang
bertugas sebagai pelindung dalam berbagai kemungkinan yang terjadi baik terlihat atau
tidak.
Jadi seorang warok pantang mundur jika mendapat “gimme or challenge” baik itu
huru-hara-maupun halus terlihat. Sifat pemberani ini secara tidak langsung membentuk
karakter masyarakat Panaragan dengan memiliki harga diri yang tinggi. Oleh karena itu
seringkali dalam praktek kehidupan di masyarakat banyak dijumpai ungkapan yang
disampaikan oleh warok untuk memotivasi generasi muda agar berani karena kebenaran
yang harus diperjuangkan sampai akhir darah atau istilah orang Ponorogo menyebut tokoh
masyarakat Ponorogo dengan pepatah ‘Tali Kangge Yen Lemes Keno, Yen Kaku Keno
Kagge Pikulan, Gelem Ngalah, Nangin Yen Ora Keno Dikalahi Malih Ndadi Mangsun
Bebayani' Kondisi ini membuat budaya masyarakat Ponorogo mau tidak mau mengalir
darah pemberani yang diwarisi dari nenek moyang yang terkenal memiliki banyak
kekuatan, jika memiliki rasa takut terkadang membutuhkan injeksi dengan bahasa
“bombongan” bahasa ini pada dasarnya sering digunakan di perbincangan di komunitas
reyog. Karena dalam seni ini dibutuhkan tenaga ekstra yaitu bertumpu pada rahang dan
giginya dalam mengangkat ayah burung merak yang beratnya lebih dari 50 kg. Orang
yang tidak memiliki tenaga akan takut, menyusut dan tidak menahan beban yang begitu
berat. Walaupun demikian, juga didukung suasana suara tradisional yang dinyanyikan oleh
wirosworo atau senggakan yang membawa irama motivasi untuk memiliki jiwa
pemberani.

2. Menurut Sapir dan Worf, perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang
yang menggunakan bahasa tersebut.
Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui pembiasaan dan formal
aspek bahasa, seperti tata bahasa dan leksikon. Whorf mengatakan “Tata bahasa dan
leksikal sumber daya bahasa individu sangat membatasi representasi konseptual yang
tersedia untuk penuturnya” (Tata bahasa dan leksikon dalam suatu bahasa menjadi penentu
representasi yang ada pada pemakai bahasa). Selain pembiasaan dan formal aspek bahasa,
salah satu aspek dominan dari konsep Sapir dan Whorf adalah bahwa Masalah bahasa
mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi dasar pemikiran
pemikiran.
Untuk mendukung Hipotesis, Sapir dan Whorf menjelaskan beberapa contoh. Salah
satunya adalah kata salju. Whorf mengatakan bahwa kebanyakan manusia memiliki kata
yang sama untuk menggambarkan salju yang mencair, semuanya benda salju tetap disebut
salju. Berbeda dengan kebanyakan suku Eskimo, orang memberi beragam lobus ke salju.
Bahkan di Indonesia seperti yang disebut dengan istilah banana memiliki berbagai macam
pisang, pisang ulin, pisokkepok, pisang ambon dan lain sebagainya. Tapi di masyarakat
Inggris, tahu banana dengan istilah pisang. Whorf merasa bahwa istilah yang begitu
beragam, menyebabkan penutur bahasa memandang dunia secara berbeda dari orang yang
hanya memiliki satu kata untuk kategori tertentu.
Sapir menolak pandangan bahwa berpikir dan berbicara dua entitas yang berbeda
berdiri sendiri. Sapir dan Whorf setuju bahwa bahasa menentukan pikiran seseorang. Cara
pikiran seseorang ditentukan oleh bahasanya.
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf, dapat dikatakan bahwa kehidupan dan
pandangan hidup bangsa yang satu dengan yang lain memiliki struktur yang berbeda.
Sebagai contoh, sebuah negara di Asia Tenggara dengan Amerika, Afrika atau Eropa.
Untuk menekankan hal ini, Whorf membandingkan budaya Hopi dan budaya Eropa.
Budaya Hopi diatur berdasarkan acara, sedangkan budaya Eropa adalah diatur oleh ruang
dan waktu. Menurut budaya Hopi jika satu benih ditanam, maka benih akan tumbuh.
Waktu yang dibutuhkan antara menanam dan menanam benih tidak penting. Apa yang
penting adalah acara penanaman dan pertumbuhan benih. Adapun budaya Eropa, periode
waktu adalah yang penting. Menurut Whorf, ini adalah bukti bahwa bahasa mereka
memiliki mendefinisikan realitas kehidupan dengan cara yang berbeda.
Untuk menunjukkan bahwa bahasa memimpin jalan pikiran manusia, Whorf
menunjukkan contoh lain. Kalimat see that wave dalam bahasa Inggris memiliki pola yang
sama dengan kalimat see that house. Di dalam lihat rumah itu kita memang bisa melihat
rumah, tapi dalam kalimat lihat gelombang itu menurut Whorf tidak ada yang melihat satu
gelombang. Jadi, di sini kita sepertinya melihat gelombang karena bahasa memiliki
menggambarkannya kepada kami. ini adalah kepalsuan faktual yang disajikan oleh salah
satu organisasi hidup tersebut; dan kita tidak menyadari bahwa pandangan dunia kita telah
dibatasi oleh ikatan yang melanggar hukum Bahasa bagi Whorf adalah panduan realitas
sosial. Meskipun bahasa biasanya tidak dicari oleh ilmuwan sosial, bahasa sangat
mengkondisikan pikiran individu tentang masalah dan proses. Individu tidak hidup di
dunia objektif, tidak hanya di dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahami, tetapi
ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi media deklarasi bagi rakyat. Tidak ada dua
bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas yang sama. Dunia tempat berbagai
komunitas tinggal dinilai oleh Whorf sebagai dunia yang sama tetapi dengan karakteristik
yang berbeda. Singkatnya, dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentang dunia
dibentuk oleh bahasa sehingga karena bahasa itu berbeda maka pandangan dunia berbeda.
Secara selektif individu menyaring sensorik yang masuk seperti yang diprogram oleh
bahasa yang digunakannya. Dengan begitu, orang yang menggunakan bahasa yang
berbeda memiliki indera yang berbeda pula.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa dan pikiran tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya terkait erat karena yang menentukan pikiran
seseorang adalah gramatikal daripada kata-kata. Oleh karena itu, bahasa memiliki peran
tidak hanya sebatas media mekanisme berkomunikasi satu sama lain tetapi juga sebagai
panduan untuk arah sosial realitas. Hal ini dapat dibuktikan ketika seseorang berbicara
berbeda karena cara mereka berbeda pemikiran.
Contoh pada kasus di Bahasa Jawa
Di Ponorogo nada-nada dalam seni reyog menginspirasi semangat ksatria
masyarakat Ponorogo. Nada khas dalam pertunjukan reyog adalah Ha’e, Hok’ya, Hae, Hae
ya. Ketegangan seringkali menjadi motivasi jiwa para warok dengan bahasa “bombongan”
atau sanjungan dengan ungkapan seperti berikut:
a. Ikilodlondonge wong Ponorogo maksud dari kalimat tersebut adalah 'ini adalah cucu
dari' Orang Ponorogo' sebagai cucu orang Ponorogo akan merasa malu jika tidak
memiliki sifat pemberani dan ksatria. Karakter itu harus ditunjukkan dalam setiap
kebajikan, Ponorogo
orang tidak mengaku sebagai orang Ponorogo jika masih takut berbuat baik.
b. Jian ora dlomoklur frasa tersebut memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia
‘Bukan saudara biasa' Biasanya ungkapan ini diucapkan ketika melihat sesuatu di luar
batas kewajaran. Keajaiban seperti itu warok Ponorogo melampaui batas
kewajaran masyarakat pada umumnya, sehingga menimbulkan efek kekaguman pada
orang lain.
c. Ponorogo Jegeg ungkapan ini dipopulerkan oleh Bupati Amin setiap kali mendapat
prestasi dan apresiasinya, maka beliau memberikan apresiasi dengan ungkapan
Ponorogo Jegeg, Ungkapan ini akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat dan menjadi
perkembangan Jargon, Bupati Amin. Arti kata jegeg memiliki padanan baik, atas atau
menyesap. Ungkapan ini sebagai bentuk apresiasi masyarakat Ponorogo atas kebaikan
yang dilakukan oleh seseorang sehingga untuk meningkatkan kebaikan perlu adanya
motivasi dengan kata Jegeg.
d. Regeng Gayengis biasanya diikuti oleh kalimat-kalimat pengikut komunal dalam
paguyuban atau kelompok. Misalnya Ayo kumpulkan ben regenggayeng, ora
congkrahagawebubrah yang punya niat biar kita kumpul jadi akrab, bukan tukar
tambah yang bikin bertarung. Karena komunitas reyog membutuhkan banyak personil
dengan berbagai macam latar belakang dan karakter, seringkali perlu berkumpul untuk
mencocokkan visi dan persepsi misi, dan bertukar pikiran dari setiap anggota untuk
memiliki aura yang sama. Jadi
agar tidak terjadi perselisihan yang membuat keadaan menjadi rusak. Jadi, jika ada
seseorang yang kurang aktif dalam latihan reyog kemudian sering mendengar ajakan
untuk bergabung
kalimat ayo lurkumpul ben regenggayeng.
e. Teyenghas setara dengan ora iso. Dalam penggunaan bahasa sering dipahami oleh
pemilik dan pengguna bahasa. Jadi terkadang makna ujaran diketahui dalam
konteksnya dari bahasa. Misalnya ‘Bocahkui sekteyeng’ yang artinya anak tidak boleh
belum. Maksud kalimat, dijadikan bahan ejekan dengan maksud memberi
motivasi kepada lawan kata untuk berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan
apa yang diinginkannya.
f. Kesi memiliki arti leksikal kesi mampu atau dapat melakukan sesuatu. Biasanya
digunakan untuk menggabungkan seseorang ketika dalam melakukan suatu kegiatan.
Misalnya, kesepian ki. Ini ekspresi kemudian biasanya ditanggapi tanpa kes. Dalam
bahasa jawa umumnya kesi ini sama dengan pecus atau becus.
g. Kaloko memiliki makna budaya yang terkenal. Biasanya, seorang warok yang
memiliki kalokokesaktiannya punya banyak murid. Jian kalokotenanwarok Singojoyo
ora tedas in bakar. Ungkapan ekspresi kaloko digunakan sebagai bentuk kekaguman
seseorang dengan bentuk pujian.
h. Gitapan artinya rajin. Ungkapan ini sebagai bentuk ‘bombongan’ bagi seseorang untuk
bertekun. Atau juga bisa sebagai bentuk apresiasi bocahkuigitapan atau anak apa
adanya rajin
i. Jadog memiliki arti kata yang ditebalkan, kata ini biasanya dilafalkan dengan kalimat
dadi wong kudu jadog. Artinya berani. Jangan pengecut. Berani disini memiliki makna
berupa perbuatan positif.
j. CukatTanndang memiliki arti gesit atau siap tanggap karena dalam penggunaan kata
jadog digunakan dalam ranah budaya yang bersifat praktikal yang membutuhkan
kesiapan, maka koncoreyog istilah lain untuk bolo reyog harus cekatan karena seni ini
membutuhkan kelincahan.
k. Gumregah memiliki arti bahagia kata tersebut digunakan untuk menyatakan suasana
gembira. NS anak laki-laki menyanyikan delokreyogpodogumregah. 'Anak-anak yang
melihat reyog sedang bahagia'

https://eudl.eu/pdf/10.4108/eai.8-12-2018.2284007

Anda mungkin juga menyukai