Anda di halaman 1dari 8

MULTIPLE INTELEGENSI (MI)

A. PENDAHULUAN
GardnerPendidikan adalah hal yang sangat penting untuk diperoleh anak-anak
ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu modal bagi seseorang agar
dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Mengingat
akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun mencanangkan program wajib
belajar 9 tahun, melakukan perubahan kurikulum untuk mencoba mengakomodasi
kebutuhan siswa. Kesadaran akan pentingnya pendidikan bukan hanya dirasakan
oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta yang mulai melirik dunia pendidikan
dalam mengembangkan usahanya. Sarana untuk memperoleh pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam upaya
memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Hal ini terlihat dengan
semakin menjamurnya sekolah-sekolah swasta yang dimulai dari Taman Kanak-
Kanak sampai perguruan tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan untuk
menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang
mempunyai pola pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu
sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.
Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi (2003),
seorang praktisi pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap
kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan
bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat
kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika
dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua
parameter tersebut, di atas tetapi juga harus dilihat dari aspek kinetis, musical,
visual-spatial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis (Kompas, 6 Agustus
2003). Jenisjenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan sebutan
kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard
Gardner padan tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya
menghargai orangorang yang memang ahli di dalam kemampuan logika
(matematika) dan bahasa. Kita harus memberikan perhatian yang seimbang
terhadap orangorang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan yang
lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis,
entrepreneurs, dan lain-lain. Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak
yang memiliki talenta (gift), tidak mendapatkan reinforcement di sekolahnya.
Banyak sekali anak yang pada kenyataannya dianggap sebagai anak yang
“Learning Disabled” atau ADD (Attention Deficit Disorder), atau Underachiever,
pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh sekolah.
Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan
bahasa. Teori Multiple Intelligences yang menyatakan bahwa kecerdasan meliputi
delapan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa
kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes
IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner,
2003). Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang
diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau
membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. Pola pemikiran tradisional
yang menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang
sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap guru di dalam menjalankan proses
belajar. Bahkan, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Insan Kancil
(Kompas, 13 Oktober 2003), pendidikan Taman Kanak-Kanak saat ini cenderung
mengambil porsi Sekolah Dasar. Sekitar 99 persen, Taman Kanak-Kanak
mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Artinya, pendidikan Taman
Kanak-Kanak telah menekankan pada kecerdasan akademik, tanpa
menyeimbanginya dengan kecerdasan lain. Hal ini berarti pula bahwa sistem
pendidikan yang dilaksanakan oleh guru-guru masih tetap mementingkan akan
kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Menurut Moleong, dalam
melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), guru dan orang tua
hendaknya bersinergi dalam mengembangkan berbagai jenis kecerdasan, terutama
terhadap anak usia dini. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak gagap dalam
melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Anak-anak usia 0 – 8
tahun harus diperkenalkan dengan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences).
Guru hendaknya tidak terjebak pada kecerdasan logika semata. Multiple
Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan
pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan
spiritual (SQ). Semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia
dini, mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah (7 – 8 tahun). (Kompas,
13 Oktober 2003). Yang menjadi pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah
setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk
mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemampuan
logika (matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikan
bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis
kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di
lingkungan lembaga pendidikan? Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami
pada dua tingkat yakni : Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami
informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai
kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita
hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu bagi kita
untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efisien. Dengan kata lain,
orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang
lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya
lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah
kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah)
kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih
cerdas, dan sebaliknya. Prestasi seseorang ditentukan juga oleh tingkat
kecerdasannya (Inteligensi). Walaupun mereka memiliki dorongan yang kuat
untuk berprestasi dan orang tuanya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk
meningkatkan prestasinya, tetapi kecerdasan mereka yang terbatas tidak
memungkinkannya untuk mencapai keunggulan. Tingkat Kecerdasan Tingkat
kecerdasan (Intelegensi) bawaan ditentukan baik oleh bakat bawaan (berdasarkan
gen yang diturunkan dari orang tuanya) maupun oleh faktor lingkungan (termasuk
semua pengalaman dan pendidikan yang pernah diperoleh seseorang; terutama
tahun-tahun pertama dari kehidupan mempunyai dampak kuat terhadap kecersan
seseorang). Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Kemampuan untuk berpikir abstrak. 2. Untuk menangkap hubungan-hubungan
dan untuk belajar. 3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi
baru. Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai kemampuan berpikir.
Perumusan kedua sebagai kemampuan untuk belajar dan perumusan ketiga
sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri. Ketiga-tiganaya menunjukkan
aspek yang berbeda dari intelegensi, namun ketiga aspek tersebut saling
berkhaitan. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri seseorang tergantung dari
kemampuannya untuk berpikir dan belajar. Sejauhmana seseorang dapat belajar
dari pengalaman-pengalamannya akan menentukan penyesuaian dirinya.
Ungkapan-ungkapan pikiran, cara berbicara, dan cara mengajukan pertanyaan,
kemampuan memecahkan masalah, dan sebagainya mencerminkan kecerdasan.
Akan tetapi, diperlukan waktu lama untuk dapat menyimpulkan kecerdasan
seseorang berdasarkan pengamatan perilakunya, dan cara demikian belum tentu
tepat pula. Oleh karena itu, para ahli telah menyusun bermacam-macam tes
inteligensi yang memungkinkan kita dalam waktu yang relatif cepat mengetahui
tingkat kecerdasan seseorang. Inteligensi seseorang biasanya dinyatakan dalam
suatu kosien inteligensi Intelligence Quotient(IQ). Apakah hanya kecerdasan
(yang diukur dengan tes intelegensi dan menghasilkan IQ) yang menentukan
keberbakatan seseorang ? barangkali untuk bakat intelegtual masih tepat jika IQ
menjadi kriteria (patokan) utama, tetapi belum tentu untuk bakat seni, bakat
kreatif-produktif, dan bakat kepemimpinan. Memang dulu para ahli cenderung
untuk mengidentifikasi bakat intelektual berdasarkan tes intelegensi semata-mata,
dalam penelitian jangka panjangnya mengenai keberbakatan menetapkan IQ 140
untuk membedakan antara yang berbakat dan tidak. Akan tetapi, akhir-akhir ini
para ahli makin menyadari bahwa keberbakatan adalah sesuatu yang majemuk,
artinya meliputi macam-macam ranah atau aspek, tidutak hanya kecerdasan.
Keberbakatan dan Anak Berbakat Renzulli, dkk.(1981) dari hasil-hasil
penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan
seseorang adalah pada hakekatnya tiga kelompok (cluster) ciri-ciri, yaitu :
kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri (tangung jawab terhadap
tugas). Seseorang yang berbakat adalah seseorang yang memiliki ketiga ciri
tersebut. Masing-masing ciri mempunyai peran yang sama-sama menentukan.
Seseorang dapat dikatakan mempunyai bakat intelegtual, apabila ia mempunyai
intelegensi tinggi atau kemampuan di atas rata-rata dalam bidang intelektual yang
antara lain mempunyai daya abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan
memecahkan masalah). Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum
menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-
gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai
kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang
sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya. Demikian juga berlaku bagi
pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet
meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan
menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah
mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri. Adapun yang
dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki
kemampuan-kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang
tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdeferensiasi
atau pelayanan yang di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat
mewujudkan bakat-bakat mereka secara optimal, baik bagi pengembangan diri
maupun untuk dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi kemajuan
masyarakat dan negara. Bakat-bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang
sudah terwujud meliputi :kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir
kreatif-produktif, kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan
psikomotor, kemampuan psikososial seperti bakat kepemimpinan. Keberbakatan
itu meliputi bermacam-macam bidang, namun biasanya seseorang mempunyai
bakat istimewa dalam salah satu bidang saja. Dan tidak pada semua bidang.
Misalnya : Si A menonjol dalam matematika, tetapi tidak dalam bidang seni. Si B
menunjukkan kemapuan memimpin, tetapi prestasi akademiknya tidak terlalu
menonjol. Hal ini kadang-kadang dilupakan oleh pendidik. Mereka menganggap
bahwa seseorang telah diidentifikasi sebagai berbakat harus menonjol dalam
semua bidang. Selanjutnya perumusan tersebut menekankan bahwa anak berbakat
mampu memberikan prestasi yang tinggi. Mampu belum tentu terwujud. Contoh
Ada anak-anak yang sudah dapat mewujudkan bakat mereka yang unggul, tetapi
ada pula yang belum. Bakat memerlukan pendidikan dalam latihan agar dapat
terampil dalam restasi yang unggul. B. PEMBAHASAN 1. Konsep Multiple
Intelegenci Konsep Multiple Intelegensi (MI), menurut Gardner (1983) dalam
bukunya Frame of Mind: The Theory of Multiple intelegences, ada delapan jenis
kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu linguistik, matematis-logis, spasial,
kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Melalui
delapan jenis kecerdasan ini, setiap individu mengakses informasi yang akan
masuk ke dalam dirinya. Karena itu Amstrong (2002) menyebutkan, kecerdasan
tersebut merupakan modalitas untuk melejitkan kemampuan setiap siswa dan
menjadikan mereka sebagai sang juara, karena pada dasarnya setiap anak cerdas.
Sebelum menerapkan MI sebagai suatu strategi dalam pengembangan potensi
seseorang, perlu kita kenali atau pahami ciri-ciri yang dimiliki seseorang. 1.
Kecerdasan Linguistik, umumnya memiliki ciri antara lain (a) suka menulis
kreatif, (b) suka mengarang kisah khayal atau menceritakan lelucon, (c) sangat
hafal nama, tempat, tanggal atau hal-hal kecil, (d) membaca di waktu senggang,
(e) mengeja kata dengan tepat dan mudah, (f) suka mengisi teka-teki silang, (f)
menikmati dengan cara mendengarkan, (g) unggul dalam mata pelajaran bahasa
(membaca, menulis dan berkomunikasi). 2. Kecerdasan Matematika-Logis,
cirinya antara lain: (a) menghitung problem aritmatika dengan cepat di luar
kepala, (b) suka mengajukan pertanyaan yang sifatnya analisis, misalnya mengapa
hujan turun?, (c) ahli dalam permainan catur, halma dsb, (d) mampu menjelaskan
masalah secara logis, (d) suka merancang eksperimen untuk membuktikan
sesuatu, (e) menghabiskan waktu dengan permainan logika seperti teka-teki,
berprestasi dalam Matematika dan IPA. 3. Kecerdasan Spasial dicirikan antara
lain: (a) memberikan gambaran visual yang jelas ketika menjelaskan sesuatu, (b)
mudah membaca peta atau diagram, (c) menggambar sosok orang atau benda
persis aslinya, (d) senang melihat film, slide, foto, atau karya seni lainnya, (e)
sangat menikmati kegiatan visual, seperti teka-teki atau sejenisnya, (f) suka
melamun dan berfantasi, (g) mencoret-coret di atas kertas atau buku tugas
sekolah, (h) lebih memahamai informasi lewat gambar daripada kata-kata atau
uraian, (i) menonjol dalam mata pelajaran seni. 4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani,
memiliki ciri: (a) banyak bergerak ketika duduk atau mendengarkan sesuatu, (b)
aktif dalam kegiatan fisik seperti berenang, bersepeda, hiking atau skateboard, (c)
perlu menyentuh sesuatu yang sedang dipelajarinya, (d) menikmati kegiatan
melompat, lari, gulat atau kegiatan fisik lainnya, (e) memperlihatkan keterampilan
dalam bidang kerajinan tangan seperti mengukir, menjahit, memahat, (f) pandai
menirukan gerakan, kebiasaan atau prilaku orang lain, (g) bereaksi secara fisik
terhadap jawaban masalah yang dihadapinya, (h) suka membongkar berbagai
benda kemudian menyusunnya lagi, (i) berprestasi dalam mata pelajaran olahraga
dan yang bersifat kompetitif. 5. Kecerdasan Musikal memiliki ciri antara lain: (a)
suka memainkan alat musik di rumah atau di sekolah, (b) mudah mengingat
melodi suatu lagu, (c) lebih bisa belajar dengan iringan musik, (d) bernyanyi atau
bersenandung untuk diri sendiri atau orang lain, (e) mudah mengikuti irama
musik, (f) mempunyai suara bagus untuk bernyanyi, (g) berprestasi bagus dalam
mata pelajaran musik. 6. Kecerdasan Interpersonal memiliki ciri antara lain: (a)
mempunyai banyak teman, (b) suka bersosialisasi di sekolah atau di lingkungan
tempat tinggalnya, (c) banyak terlibat dalam kegiatan kelompok di luar jam
sekolah, (d) berperan sebagai penengah ketika terjadi konflik antartemannya, (e)
berempati besar terhadap perasaan atau penderitaan orang lain, (f) sangat
menikmati pekerjaan mengajari orang lain, (g) berbakat menjadi pemimpin dan
berperestasi dalam mata pelajaran ilmu sosial. 7. Kecerdasan Intrapersonal
memiliki ciri antara lain: (a) memperlihatkan sikap independen dan kemauan kuat,
(b) bekerja atau belajar dengan baik seorang diri, (c) memiliki rasa percaya diri
yang tinggi, (d) banyak belajar dari kesalahan masa lalu, (e) berpikir fokus dan
terarah pada pencapaian tujuan, (f) banyak terlibat dalam hobi atau proyek yang
dikerjakan sendiri. 8. Kecerdasan Naturalis, memiliki ciri antara lain: (a) suka dan
akrab pada berbagai hewan peliharaan, (b) sangat menikmati berjalan-jalan di
alam terbuka, (c) suka berkebun atau dekat dengan taman dan memelihara
binatang, (d) menghabiskan waktu di dekat akuarium atau sistem kehidupan alam,
(e) suka membawa pulang serangga, daun bunga atau benda alam lainnya, (f)
berprestasi dalam mata pelajaran IPA, Biologi, dan lingkungan hidup. Keunikan
yang dikemukakan Gardner adalah, setiap kecerdasan dalam upaya mengelola
informasi bekerja secara spasial dalam sistem otak manusia. Tetapi pada saat
mengeluarkannya, ke delapan jenis kecerdasan itu bekerjasama untuk
menghasilkan informasi sesuai yang dibutuhkan. 2. Mendidik Anak Cerdas dan
Berbakat Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama
untuk kesuksesan masa depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ? Sebagai orang
tua masa kini, kita sering kali menekankan agar anak berprestasi secara akademik
di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara dengan harapan ketika dewasa
mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat
mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci utama untuk
kesuksesan hidup di masa depan. Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari
bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di
masa sekolah. Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah
beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi
orang yang sangat berhasil di bidangnya. Kemudian di sinilah muncul pertanyaan
sebagai berikut : Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk
meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa ? Apa yang harus
dilakukan orang tua supaya anak-anak mempunyai persiapan cukup untuk masa
depanya ? Kemudian jawabannya adalah : Prestasi dalam kecerdasan majemuk
(multiple Intelligence)dan bukan hanya prestasi akademik. Kecerdasan majemuk
Kemungkinan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih
untuk meningkatkan kecerdannya yang majemuk itu. Membangun seluruh
kecerdasan anak adalah ibarat membangun sebuah tenda yang mempunyai
beberapa tongkat sebagai penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat
penyangganya, semakin kokoh pulalah tenda itu berdiri. Untuk menjadi sungguh-
sungguh cerdas berarti memiliki skor yang tinggi pada seluruh kecerdasan
majemuk tersebut. Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan yang
tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar sukses memiliki
kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol. Albert Einstein, beliau sangat
terkenal jenius di bidang sains, ternyata juga sangat cerdas dalam bermain biola
dan matematika. Demikian pula Leonardo Da Vinci yang memiliki kecerdasan
yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni arsitektur, matematika, dan fisika.
Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup lagi seseorang
untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru peran orang tua
dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih
penting dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak. Jadi untuk
menjamin anak yang berhasil, kita tidak bisa menggantungkan pada sukses
sekolah semata. Kedua orang tua harus berusaha sebaik mungkin untuk
menentukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang memiliki
oleh masing-masing anak. 3. Sukses dan Kecerdasan Kecerdasan memang bukan
satu-satunya elemen sukses. John Wareham (1992), mengatakan ada 10 (sepuluh)
unsur pokok untuk menjadi eksekutif yang sukses yaitu : 1. Kemampuan
menampilkan pesona diri yang tepat 2. Kemampuan mengelola energi diri yang
baik 3. Kejelasan dan kesehatan sistem nilai pribadi dan kontrak-kontrak batin 4.
Kejelasan sasaran-sasaran hidup yang tersurat maupun yang tersirat 5. Kecerdasan
yang memadai (dalam arti penalaran) 6. Adanya kebiasaan kerja yang baik 7.
Keterampilan antar manusia yang baik 8. Kemampuan adaptasi dan kedewasaan
emosional 9. Pola kepribadian yang tepat dengan tuntutan pekerjaan 10.
Kesesuaian tahap dan arah kehidupan dengan espektasi gaya hidup. Dale Carnegie
(1889-1955), bahkan tidak menyebutkan kecerdasan secara eksplisit (dalam
pengertian umum) sebagai elemen keberhasilan. Beliau mengatakan bahwa untuk
berhasil dibutuhkan 10 (sepuluh Kualitas) yaitu : 1. Rasa percaya diri yang
berlandaskan konsep diri yang sehat, 2. Keterampilan berkomunikasi yang baik, 3.
Keterampilan antar manusia yang baik, 4. Kemampuan memimpin diri sendiri dan
orang lain, 5. Sikap positip terhadap orang, kerja dan diri sendiri, 6. Keterampilan
menjual ide dan gagasan, 7. Kemampuan mengingat yang baik, 8. kemampuan
mengatasi masalah, stres dan kekuatiran, 9. Antusiasme yang menyala-nyala, dan
10. Wawasan hidup yang luas. Jadi jelaslah bahwa kecerdasan, yang biasanya
diukur dengan skala IQ, memang bukan elemen tunggal atau tiket menuju sukses.
John Wareham, menyimpulkan hal di atas sesudah ia mewawancarai puluhan ribu
calon eksekutif dan mensuplai ribuan eksekutif ke banyak perusahaan, dalam
peranannya sebagai ” head Hunter ”. Begitu juga Dale Carnegie tiba pada
kesimpulannya sesudah ia mewawancarai banyak tokoh sukses kontemporer pada
jamannya dan sesudah membaca ribuan biografi dan otobiografi orang-orang
sukses dari segala macam lapangan kehidupan. C. PENUTUP 1. Kesimpulan
Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-
masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan
demikian pengetahuan pun bertambah. Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan
adalah pemandu bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan
efisien. Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi
yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Tingkat kecerdasan (Intelegensi)
ditentukan oleh bakat bawaan berdasarkan gen yang diturunkan dari orang tuanya.
Secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Kemampuan
untuk berpikir abstrak. 2. Kemampuan untuk menangkap hubungan-hubungan dan
untuk belajar 3. Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi
baru. Ciri-ciri keberbakatan seseorang adalah, kemampuan di atas rata-rata,
kreativitas, pengikatan diri. Anak berbakat adalah mereka yang karena memiliki
kemampuan yang unggul dan mampu memberikan prestasi yang tinggi. Bakat-
bakat tersebut baik sebagai potensi maupun yang sudah terwujud meliputi
:kemampuan intelektual umum, kemampuan berpikir kreatif-produktif,
kemampuan dalam salah satu bidang seni, kemampuan psikomotor, kemampuan
psikososial. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama
untuk kesuksesan masa depan anak. Peran orang tua dalam memberikan latihan-
latihan dan lingkungan yang mendukung jauh lebih penting dalam menentukan
perkembangan kecerdasan seorang anak. 2. Saran Pemerintah hendaknya
mengadakan seminar tentang kecerdasan oleh seorang pakar psikologi sehingga
dapat memotivasi baik orangtua maupun guru dalam memberikan bimbingan
kepada anaknya. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses
di sekolah adalah kunci utama untuk kesuksesan hidup di masa depan. Maka perlu
adanya pembinaan para guru agar bisa mencerdaskan siswa terutama pendidikan
yang ada di lingkungan sekolah. Daftar

Pustaka
http//:gemasastrin.htm. Teori Multiple Intelligences dalam Pendidikan Anak. Des.
2008 Jurnal Pendidikan Penabur,No 04/Th IV/Juli 2005
Http//renggani.blogspot.com/2007/07 Multiple Intelligences-Kecerdasan
Mejemuk.html http:sepia.blogsome.com/muthahari-career-day. Multiple
Intelegensi (Kecerdasan Majemuk) januari-2007.
http//:unhalu.ac.id/staff/blog.latahang. Penerapa Multiple Intelegency dalam
Pembelajara Fisika, Pebruari. 2009 Wikipedia,
File///F./Theory_of_Multiple_Intelligences.htm
teori sifat
Adapun identifikasi cirri – cirri pada teori sifat meliputi cirri kecerdasan,
emosional, fisik dan ciri – ciri pribadi lainnya dari pemimpin yang berhasil.
a. Kecerdasan (Intelligence)
Satu penelitian yang dilakukan Stogdill dari tiga puluh tiga hasil penelitian
menyatakan bahwa pemimpin lebih cerdas dari pengikutnya. Salah satu penemuan
yang penting ialah bahwa perbedaan kecerdasaan yang menyolok antara
pemimpin dan pengikutnya mungkin akan tidak fungsional.

b. Kepribadian (Personality)
Sifat kepribadian seperti keuletan, orisinalitas, integritas pribadi dan kepercayaan
diri berkaitan dengan kepemimpinan yang efektif. Misalnya, seorang pemimpin
menemukan bahwa inisiatif dan kemampuan untuk bertindak dan memprakarsai
tindakan secara mandiri berkaitan dengan tingkatan dalam organisasi responden.
Semakin tinggi tingkat seseorang dalam organisasi, semakin penting pula sifat ini.
c. Karakteristik Fisik (Physical Characteristic)
Studi tentang hubungan antara kepemimpinan yang efektif dengan karakteristik
fisik seperti umur, tinggi, berat badan dan penampilan mengungkapkan hasil yang
bertentangan. Tubuh yang terlalu tenggi dan terlalu berat dibanding rata – rata
kelompok tentunya tidak menguntungkan untuk mencapai posisi kepemimpinan.
d. Kemampuan Supervisi
Dengan menggunakan pengharkatan prestasi pemimpin, Ghisseli menemukan
adanya hubungan pasitif antara kemampuan supervise seorang dengan tingkat
dalam hirarki oraganisasi. Kemampuan supervisi didefenisikan secara efektif
ditunjukan oleh persyaratan situasi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai