Anda di halaman 1dari 13

e-banjar portal web site

HIV/AIDS
Contributed by admin
Last Updated Wednesday, 19 December 2007

HIV/AIDS: Perspektif Hindu

Prof. Dr. I Made Titib Ph. D


Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Aúmavatì rìyate rabhadhvam, uttisthata pra taratà sakhàyah.


Atràjahàma ye asan aúevàá, úivan vayam uttaremàbhi vàjàn.

Ågveda X.53.8.

“Wahai teman-teman, dunia yang penuh dosa dan duka ini berlalu
bagaikan sebuah sungai yang alirannya dirintangi oleh batu besar dan berat. Tekunlah, bangkit dan seberangilah.
Tinggalkanlah persahabatan dengan orang-orang yang tercela (pelaku dosa). Seberangilah sungai kehidupan
untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan”

Mà úiúnadevà api gur åtaý naá


Ågveda VII.21.5.
“Wahai Tuhan Yang Maha Esa, jauhkanlah kami
dari nafsu seks yang menghancurkan kami”

Pendahuluan

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

Bila kita memahami akibat dari penyalahgunaan Narkoba dan yang paling berbahaya adalah tertular virus HIV/AIDS
tentu akan dirasakan betapa mengerikan penderitaan dan bahaya yang ditimbulkan oleh kedua hal tersebut. Penyakit
AIDS yang disebabkan oleh Virus HIV telah menjadi petaka umat manusia menjelang berakhirnya abad 20 ini dan
memasuki abad 21 dan untuk dimaklumi obat atau penanggulangannya secara tuntas belum dapat ditemukan.
Mengatasi berkembangnya penyakit ini, berbagai upaya telah dan terus dilakukan. Upaya-upaya itu belum menampakan
hasil yang menggembirakan.

Mengingat masalah penyalahgunaan Narkoba dan penularan virus HIV/AIDS bukanklah semata-mata masalah
kesehatan dalam pengertian biologis atau jasmani belaka, melainkan adalah karena melemahnya unsur pengendalian
diri terutama yang menyangkut prilaku seksual sebagai obyek pemuasan indria belaka dan tanggung jawab sosial dan
budaya untuk menjadi generasi yang sehat dan sejahtera, maka faktor keimanan memegang peranan yang sangat
penting dalam upaya pengendalian diri untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba dan tertular virus HIV/AIDS.

Pengendalian diri merupakan cerminan Úraddhà (keimanan) dalam kehidupan beragama yang berhubungan dengan diri
sendiri dan sesama manusia, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam hubungan
internasional antar bangsa-bangsa. Pengendalian diri yang bersumber pada Úraddhà (faith) yang merupakan inti sari
ajaran agama sebagai keyakinan hidup serta pengalaman bagi kehidupan yang terkendali, sangat berguna untuk
mewujudkan kesejahtraan, keharmonisan dan kebahagiaan hidup.
------------------------

Dengan pengendalian diri yang mantap, seperti seseorang yang tertib berlalu lintas, seseorang akan berhasil dan
selamat mencapai tujuan. Demikianlah seseorang yang memiliki keimanan yang kuat dan mampu mengendalikan diri,
akan selamat di dunia ini dan di akhirat nanti. Untuk itu agama hendaknya benar-benar menjadi landasan dan pegangan
setiap orang.

Agama Hindu yang bersumber pada Veda, wahyu atau sabda Tuhan Yang Maha Esa sarat dengan ajaran tentang
pengendalian diri. Ajaran pengendalian diri merupakan bagian dari ajaran etika, yakni ajaran tentang tingkah laku yang
baik dan benar serta menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak baik dan salah. Ajaran etika ini adalah perwujudan
dari ajaran keimanan yang di dalam agama Hindu dikenal dengan Pañca Úraddhà. Bila umat Hindu memiliki Úraddhà atau
keimanan yang mantap, tentu mampu mengendalikan diri untuk tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan ajaran
agama termasuk pula dalam hubungan pemenuhan dorongan seksual yang menyimpang atau melakukannya sebelum
menikah.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

Dengan pengendalian diri yang mantap, seperti seseorang yang tertib berlalu lintas, seseorang akan berhasil dan
selamat mencapai tujuan. Demikianlah seseorang yang memiliki keimanan yang kuat dan mampu mengendalikan diri,
akan selamat di dunia ini dan di akhirat nanti. Untuk itu agama hendaknya benar-benar menjadi landasan dan pegangan
setiap orang. Agama Hindu yang bersumber pada Veda, wahyu atau sabda Tuhan Yang Maha Esa sarat dengan ajaran
tentang pengendalian diri. Ajaran pengendalian diri merupakan bagian dari ajaran etika, yakni ajaran tentang tingkah
laku yang baik dan benar serta menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak baik dan salah. Ajaran etika ini adalah
perwujudan dari ajaran keimanan yang di dalam agama Hindu dikenal dengan Pañca Úraddhà. Bila umat Hindu memiliki
Úraddhà atau keimanan yang mantap, tentu mampu mengendalikan diri untuk tidak berbuat sesuatu yang bertentangan
dengan ajaran agama termasuk pula dalam hubungan pemenuhan dorongan seksual yang menyimpang atau
melakukannya sebelum menikah.

Mengenal beberapa penyakit di dalam kitab suci Veda

Sebelum membahas ajaran Úraddhà dalam agama Hindu terlebih dahulu kami memperkenalkan beberapa jenis penyakit
yang disebutkan di dalam kitab suci Veda, antara lain: Akûata atau Akûita (tumor, bisul atau borok), Apacit (sakit
pembengkakan kelenjar), Apva ( desentri), Arúas (ambien), Alaji (sakit mata), Àúarìka (rasa sakit pada tungkai dan
lengan), Àsràva (mencret), Galunta (bengkak), Graivya (tumor pada leher), Glau (bisul atau borok), Jambha (sawan),
Takman (demam), Dùûìka ( rematim pada mata), Dhanù ( perdarahan), Dhamani (penyakit pada pembuluh nadi), Nàîì
(penyakit pada urat darah halus), Nàîìka (saluran pernafasan), Pàkàru (borok, bisul), Pàpayakûma (penyakit paru-paru), Pàman
(luka yang infeksi), Påûþyàmaya (sakit pinggang), Pramota ( bisu, kelu, dungu), Ràjayakûma (penyakit paru-paru), Vidradha
(bisul bernanah), vilohita (mengalirnya darah), Viúara (sakit mata), Viûùcika (desentri), Viûùcika (desentri), Visùcika
(desentri), Viûkandha (rematik), Visras ( penyakit karena usia tua), Úìrûàkti / Úìrûàúoka (sakit kepala), Úìrûamaya (penyakit pada
bagian kepala), Slonya (pincang karena polio?), Svitra (lepra), Sidhmala (penyakit lepra) dan lain-lain (Macdonell and
Keith (1982).

Memperhatikan tentang nama-nama penyakit tersebut maka pada saat kitab suci Veda itu disusun rupanya belum ada
penyakit AIDS yang disebabkan oleh virus HIV, maka kita tidak menemukan jenis penyakit yang dinamakan AIDS
((demikian pula penyalah gunaan Narkoba). Lebih jauh tentang berbagai macam penyakit, kitab Wåhaspati Tattwa (33)
mengelompokkan berbagai jenis penyakit ke dalam tiga kelompok utama, yaitu: Adhyàtmika-vyàdhi (penyakit karena
pikiran sendiri / psikosomatik), Adhidaivika-vyàdhi (penyakit karena alam, seperti bencana alam, cuaca termasuk alam
gaib), dan Adhibautika-vyàdhi (penyakit yang disebabkan oleh biotika dan sejenisnya).

Berdasarkan uraian tersebut maka penyalahgunaan Narkoba dapat digolongkan ke dalam Adhyàtmika dan AIDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang menyebabkan digolongkan ke dalam Adhibautika-vyàdhi. Penyebaran atau
http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04
e-banjar portal web site

tertularnya seseorang oleh virus ini, di antaranya karena penyalahgunaan jarum suntik yang mengandung virus HIV dan
umumnya sebagian besar adalah karena hubungan seksual yang tidak terkendali, maksudnya, yang disebabkan oleh
desakralisasi perkawinan, seperti melakukan hubungan seks sebatas untuk mencari kepuasan tanpa menjunjung norma-
norma agama dan hukum yakni seks bebas (freesex), sekspranikah, sodomi, homoseks, lesbian dan berbagai bentuk
penyimpangan lainnya.

Pañca Úraddhà, pokok-pokok keimanan Hindu

Ajaran keimanan Hindu meliputi lima hal pokok keyakinan yang disebut Pañca Úraddhàyaitu keyakinan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan berbagai aspek dan keagungan-Nya (Brahman), keyakinan terhadap adanya roh yang
menghidupkan makhluk (Atman), keyakinan terhadap adanya hukum perbuatan atau sebab akibat (Karmaphala),
keyakinan terhadap adanya penjelmaan atau kelahiran kembali (Samsara) dan keyakinan akan adanya kebahagiaan
yang tertinggi, yakni bersatunya Atman dengan Brahman (Mokûa).

Terkait dengan topik tulisan ini, maka lebih luas akan dibahas tentang keyakinan terhadap adanya hukum sebab akibat,
hukum perbuatan atau Karmaphala yang menentukan penjelmaan dan kehidupan setiap orang. Karma sesungguhnya
mengandung arti tidak saja perbuatan, tetapi juga hasil dari perbuatan yang tidak dapat dipisahkan dari perbuatan itu
sendiri. Manusia memiliki 3 dorongan dalam dirinya, yaitu: Icchà (keinginan perasaan), Jñàna (tahu/pengetahuan) dan kriyà
(kehendak) dan ketiganya inilah yang membentuk Karma

Sesungguhnya di balik setiap tindakan atau aktivitas terdapat keinginan dan pikiran. Keinginan terhadap suatu benda
atau menikmati kenikmatan tertentu muncul dalam pikiran kemudian berkeinginan untuk memiliki atau menikmatinya.
Keingian, pemikiran dan kehendak nampaknya selalu berjalan bersama-sama yang dapat diumpamakan 3 utas benang
yang dipintal menjadi satu jalinan atau tali Karma.

Setiap kegiatan menghasilkan 3 akibat yang memberikan ganjaran atau buah sepantasnya yang juga akan
mempengaruhi karakter kita. Ia tertinggal berupa pesan dan kesan dalam pikiran dan kesan inilah yang mendorong
untuk mengulangi kegiatan yang telah dilakukan. Kesan atau Saýskara/Vaúana itu berbentuk riak-riak gelombang dalam
alam pikiran, karena adanya rangsangan baik dari luar maupun dari dalam.
http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04
e-banjar portal web site

Dari berbagai jenis Karma dapat dibedakan menjadi 3 macam,yaitu: Sañcitta (timbunan karma), Pràrabda (karma yang
menyuburkan), dan Kriyamàna atau Àgami(rangkaian karma selanjutnya). Sañcita adalah timbunan Karma masa lalu,
yang nampak terlihat melalui karakter manusia, kecenderungan-kecendrungannya, pembawaan, kemampuan dan atau
keinginan-keinginannya. Pràrabda adalah bagian dari Karma masa lalu yang harus dipertanggung jawabkan oleh tubuh
saat ini (pada kehidupan ini) yang merupakan sebagian dari Sañcita Karma yang mempengaruhi kehidupan manusia
pada kelahirannya kembali yang sekarang, yang siap untuk dipetik dan tidak dapat dihilangkan atau dirubah. Ia harus
habis dinikmati, karena marupakan kelanjutan pembayaran hutang di masa yang lalu. Pràrabda Karma adalah karma
yang telah dimulai dan benart-benar menghasilkan buahnya, dipilih dari timbunan Sañcita Karma. Kriyamàna adalah
karma yang sekarang, saat ini dilakukan dan dinikmati di masa yang akan datang. Karma ini juga disebut Àgami atau
Vartamàna Karma.

Dalam kepustakaan Vedànta terdapat perumpamaan yang indah. Pemanah yang baru saja melepaskan sebatang
panahnya dan telah mengistirahatkan tangannya. Ia tidak dapat menarik kembali anak panah yang telah dilepaskannya
itu. Ia baru saja akan menembakkan anak panahnya yang lain. Kumpulan anak panah dalam tabung panah
dipunggungnya adalah Sañcita. Anak panah yang telah dilepaskan adalah Pràrabda dan anak panah yang baru akan
dilepaskan busurnya adalah Kriyamàna Karma. Bila seseorang telah mampu mengendalikan dirinya dengan sempurna
adalah Sañcita dan Kriyamàna tetapi secara pasti ia harus menghitung-hitung dengan cermat Pràrabdanya. Masa lalu
telah dimulai dan memberikan akibat, yang harus pula dialami.

Svami Sivananda, seorang Yogi yang menaruh perhatian di bidang ini menyatakan: “Sañcita Karma dapat
dihancurkan dengan pencapaian pengetahuan dari Brahman, Yang Abadi. Ia dapat dirubah sama sekali dengan
menunjukkan pemikiran-pemikiran Ketuhanan yang luhur dan melakukan kebajikan (Dharma). Kriyamàna Karma dapat
dihancurkan dengan upacara pembersihan/penebusan dosa dan upacara Prayaúcitta di samping juga dengan
melepaskan pemikiran tentang badan Nimitabhàva (sikap bahwa seseorang merupakan alat dari Tuhan Yang Maha Esa)
dan Saksibhava (sikap seseorang merupakan saksi bisu dari perbuatan, indriya dan pikiran), sedang menurut Úrì Kåûóa
dalam Bhagavadgìtà semua jenis ikatan Karma hanya dapat diputuskan melalui jalan Yoga dalam pengertian yang luas
meliputi: Bhakti Yoga, Karma Yoga, Jñàna Yoga dan Ràja Yoga.

Demikian pula bila kita melihat orang yang menderita HIV/AIDS baik karena hubungan seksual (terutama mereka yang
memiliki prilaku menyimpang seperti : homosex, lesbian dan yang sejenis dengan hal itu), atau juga karena ketularan
sejak bayi dalam kandungan, dan atau tanpa disadarai telah ditulari oleh seseorang misalnya melalui transfusi darah,
jarum suntik yang ketularan HIV dan sebagainya, semuanya itu tidak terlepas dari Karma, baik yang merupakan pahala
perbuatan di masa yang lalu yang mesti dinikmati sekarang, perbuatan sekarang berakibat pula pada dewasa ini (di Bali
disebut Karmaphala “cicih”), maupun perbuatan nanti, pahalanya nanti baik pada saat penjelmaan ini atau
setelahnya (Kriyamàna Karmaphala).

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

Peranan Úraddhà dalam penanggulangan HIV/AIDS

Sebelum secara khusus membahas keimanan dalam upaya pengendalian diri untuk pencegahan HIV/AIDS, maka
terlebih dahulu kiranya perlu dipahami kembali tentang fungsi atau peranan pengamalan ajaran agama bagi kehidupan
umat manusia, yaitu sebagai :

1) Faktor motivatif yang mendorong manusia untuk menentukan sikap memilih yang baik dan benar serta
menghindarkan yang buruk dan salah. Dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas SDM, seseorang akan terdorong
oleh ajaran agama untuk berbuat baik dan benar.

2) Faktor kreatif dan innovatif, yang mendorong manusia untuk berkreasi dan mengadakan pembaharuan pada diri dan
lingkungannya.

3) Faktor integratif. Keyakinan yang utuh terhadap kebenaran ajaran agama yang tercermin dalam pengamalan berupa
tingkah laku yang baik dan benar. Bila agama tidak didaya gunakan sebagai faktor integratif, keperibadian seseorang
akan pecah, tidak utuh dan perbuatannya niscaya akan bertentangan dengan Dharma.

4) Faktor transformatif dan sublimatif,yakni mampu mengubah sikap dan perilaku, perkataan dan perbuatan sesuai
dengan ajaran agama, yang disebut dengan Trikaya Pariúuddha (berpikir, berkata dan berbuat yang baik dan benar).

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

5) Faktor inspiratif dan edukatif. Sebagai faktor inspiratif, mengilhami seseorang bahwa berbuat baik menghasilkan
pahala kebaikan sedang sebagai faktor edukatif secara sadar mendorong untuk melakukan proses pembelajaran dan
pendidikan diri sendiri demi kebaikan serta kesejahtraan dan kebahagiaan hidup.

Sejalan dengan fungsi agama seperti terurai di atas, maka peranan Úraddhà yang merupakan intisari ajaran agama akan
menjadi kendali yang mengekang tingkah laku seseorang untuk tetap secara sadar berbuat baik dan benar. Pengamalan
ajaran Úraddhà merupakan kendali moralitas mencegah seseorang untuk berbuat yang dapat menghancurkan dirinya
sendiri, orang lain maupun masyarakat lingkungannya. Demikian bila seseorang senantiasa berpegang teguh kepada
ajaran agama yang dianutnya, pikiran, perkataan dan perbuatannya terkendali dengan baik dan ia tidak pernah untuk
melakukan perbuatan yang menyimpang, dosa dan papa yang akan memberikan pahala penderitaan baik dalam
kehidupan ini maupun di akhirat nanti.

Dalam agama Hindu, banyak kita jumpai ajaran tentang pengendalian diri, antara lain : ajaran Karmapatha (jalan
Karma), Pañca Yamadan Niyama Brata yang kiranya perlu diuraikan dalam tulisan singkat ini:

1) Karmapatha,yakni ajaran tentang pengendalian indria (pengendalian diri) yakni melakukan Karma yang patut
dilaksanakan atau dihindari yang merupakan penjabaran dari Trikaya Pariúuddha. Ajaran ini dapat dijumpai dalam kitab
Sarasamuccaya, 73-76 sebagai berikut:

Tiga hal pengendalian pikiran, yaitu :

1). Tidak ingin memiliki dan dengki terhadap milik orang lain.
2). Tidak cepat marah (emosional).
3). Meyakini kebenaran ajaran Karmaphala.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

Empat hal pengendalian perkataan, yaitu :

1). Tidak berkata jahat (tidak jujur)


2). Tidak berkata kasar dan menghardik.
3). Tidak memfitnah.
4). Tidak berbohong.

Tiga hal pengendalian perbuatan, yakni :

1). Tidak membunuh (menyakiti) makhluk lain.


2). Tidak mencuri.
3). Tidak berzina (berhubungan seks dengan yang tidak
patut).
2) Pañca Yama Brata, lima hal pengendalian diri tingkat awal, terdapat dalam kitab PatañjaliYoga Sùtra II.30, sebagai
berikut :

a. Ahimsa, tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain.


b. Satya, senantiasa berbuat jujur, baik dan benar.
c. Asteya, tidak mencuri atau mengambil milik orang lain.
d. Brahmacarya, mampu mengendalikan dorongan seksual.
e. Aparigraha, tidak mengehdaki milik orang lain.

3) Pañca Niyama Brata, lima hal pengendalian diri tingkat lanjut, juga terdapat dalam kitab Patañjali Yoga Sùtra II.32,
sebagai berikut :

a. Úauca, senantiasa hidup bersih dan suci.


b. Santosa, senantiasa puas dengan apa yang diperoleh,mensyukurimkarunia-Nya.
http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04
e-banjar portal web site

c. Tapa, melakukan pengendalian diri, mengikat geraknya indria.


d. Svàdhyàya, tekun belajar sendiri dan memuja Tuhan Yang Maha Esa.
e. Iúvarapraóidhàna, penyerahan secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Demikian antara lain ajaran tentang pengendalian diri ini, bila seseorang melaksanakannya dengan baik dan mantap,
maka perbuatannya senantiasa terkendali di jalan Dharma. Ia tidak akan melakukan perbuatan tercela, memuaskan
nafsu belaka. Pemuasan nafsu birahi, emosi dan ambisi di dalam Bhagavadgìtà (XVI.21) disebut sebagai tiga pintu
gerbang yang mengantarkan diri menuju neraka.

Peranan Úraddhà dalam upaya pengendalian diri untuk pencegahan penyalah-gunaan Narkoba dan menghindarkan diri
dari tertular virus HIV/AIDS ini perlu ditanamkan melalui proses pendidikan sejak dini baik dalam lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat, melalui bimbingan, penyuluhan atau penerangan dan lain-lain, untuk ini diperlukan penciptaan
suasana yang menunjang dengan berbagai sarana, antara lain mencegah merebaknya pelacuran, mencegah hubungan
seks pranikah, hubungan seksual yang menyimpang dan penyalah gunaan Narkoba dan lain-lain.

Aspek sosial budaya dalam penanggulangan HIV/AIDS

Prilaku seseorang di dalam masyarakat sesungguhnya mencerminkan kadar atau tingkat keimanan atau ajaran agama
yang dianut seseorang. Seorang yang beriman tentunya akan senanatiasa berpegang kepada ajaran agama. Cerminan
tersebut akan nampak jelas dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun dalam pergauluan di tengah-tengah masyarakat.

Trend masyarakat di jaman Kali (Kaliyuga) lebih menekankan ke duniawian, mencari kepuasan dan kesenangan yang
bersifat semu. Akibat pergaulan yang tidak berpegangan pada ajaran agama, seseorang (individu) atau anggota
keluarga melakukan perbuatan yang berdampak kepada masyarakat lingkungan dan lingkungan yang permisif
memberikan peluang untuk berbuat yang sangat bertentangan dengan ajaran agama, misalnya seks pranikah, seks
bebas, minum-minuman keras dan lain-lain yang hakekatnya menjerumuskan diri manusia.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

Masyarakat yang kuat berpegang pada ajaran agama tentu merasakan keperihatian yang mendalam terhadap berbagai
akibat dari pergaulan (seks) bebas tersebut, pelacuran yang subur, dan minum-minuman keras, yang berdampak pada
tindak kekerasan dan sejenisnya. Keperihatinan masyarakat perlu dikembangkan terus, sehingga kepedulian untuk
mencegah berbagai penyakit masyarakat semakin hari dapat di atasi.

Bila kita melihat dampak sosial dari HIV/AIDS maka tidak terlepas dari beberapa faktor yang menjadikan seseorang
cenderung berperilaku menyimpang (pengguna narkoba, menyalurkan dorongan seks dengan pelacur atau sks bebas,
dll), antara lain:

1) Faktor kepribadian (gangguan antisosial), bentuknya antara lain penyalahgunaan Narkoba, judi, mabuk-mabukan,
tindak kriminalitas, seks bebas dan sebagainya. Terkait dengan keperibdaian, adalah kecemasan dan depresi terutama
dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan.

2) Faktor keluarga. Kondisi keluarga juga mempengaruhi kepribadian anak, yang relatif hubungan ikatan emosilnya
terlepas dalam keluarga, cenderung untuk menyalurkannya ke hal-hal yang negatif. Kondisi keluarga dimaksud dapat
berupa:
(1) Komunikasi orang tua dan anak yang kurang efektif
(2) Hubungan antara kedua orang tua yang kurang harmonis
(3) Orang tua, atau anggota keluarga lainnya yang menggunakan narkoba, seks bebas dan lain-lain.
(4) Lingkungan keluarga yang terlalu permisif atau terlalu ketat dalam disiplin.
(5) Orang tua yang otoriter dan dominan.
(6) Keluarga “broken home”.
(7) Orang tua sibuk dan jarang di rumah.
(8) Orang tua atau anggota keluarga yang memiliki kelainan kepribadian.

3) Faktor lingkungan, berupa:

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

(1) Berteman dengan pengguna narkoba, seks bebas dan lain-lain.


(2) Tekanan kelompok sebaya yang sangat ketat.
(3) Ancaman fisik dari teman atau pengedar narkoba dan lain-lain
(4) Lingkungan sekolah yang tidak tertib, kurang memberi fasilitas penyaluran minat dan bakat para siswa
(5) Mudah mendapatkan narkoba, rumah pelacuran (yang terselubung) yang tidak sulit didatangi atau bergaul dengan
mereka yang melakukan seks bebas

Teori-terori sosial menawarkan berbagai pendekatan untuk mengatasi masalah sosial, penyakit masayarakat, dan
sejenisnya, antara l;ain, dengan: 1). pendekatan preventuif, 2). pendekatan represif, dan 3). pendekatan kuratif dan
rehabilitatif. terkait dengan upaya penanggulan HIV/AIDS antara lain dapat dilakukan dengan:

1) Memperkokoh keperibadian anak, dengan:

(a) Menciptakan suasana sehat dan harmonis dalam keluarga


(b) Menyediakan waktu untuk mendengarkan keluh kesah dan ceritra putra dan putri anda.
(c) Berusaha menolong kesulitan-kesulitan anak sesuai kemampuan.
(d) Mengasuh anak dengan kasih sayang, memberi rasa aman, berbagi rasa baik dalam kegembiraan maupun dalam
kesulitan dan kesedihan.
(e) Mengenali anak seutuhnya.

2) Memperkokoh ketahanan keluarga masing-masing, terutama yang memiliki anak remaja atau ABG, sehingga ABG
tidak terperosok dalam penyakit sosial.

3) Memperkokoh peranan guru dan lembaga pendidikan dalam melakukan transformasi dan nilai pengetahuan, termasuk
ajaran agama, sehingga anak-anak memiliki harga diri dan wacana yang luas tentang kehidupan sosial.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

4) Memperkokoh peranan lembaga-lembaga sosial budaya dalam masyarakat, seperti organisasi sosial dan keagamaan
(Desa Pakraman, Sekehe Taruna, Parisada Hindu Dharma Indonesia, tokoh-tokoh agama, pendeta), LSM-LSM yang
bergerak di bidang penanggulangan HIV/AIDS, sehingga prilaku umat (masyarakat) semakin kondusif untuk mencegah
berkembangnmya berbagai penyakit sosial, terutama HIV/AIDS.

Penutup

Penyalahgunaan Narkoba dan penularan penyakit HIV/AIDS sudah kian merebak. Berbagai upaya telah dan sedang
dilakukan. Bila setiap orang mampu mengendalikan dirinya untuk tidak menyalahgunakan Narkoba dan tidak berperilaku
beresiko ketularan penyakit HIV/AIDS, maka pencegahan terhadap penularan penyakit ini dapat dilakukan, untuk itu
peranan Úraddhà seseorang sangat menentukan. Mereka yang senantisa teguh mengamalkan ajaran agamanya
kemungkinan untuk tertular penyakit ini sangatlah kecil, untuk itu mempertebal pemahaman Úraddhà dan mengamalkannya
dengan baik, seseorang akan mampu melakukan pengendalian diri untuk pencegahan HIV/AIDS termasuk
penyalahgunaan Narkoba.

Dalam usaha untuk lebih memantapkan Úraddhà, penyebar luasan informasi tentang penyalahgunaan Narkoba dan proses
penularan virus HIV/AIDS hendaknya semakin gencar dilakukan dan semua pihak hendaknya memiliki kepedulian
tentang bahaya penyakit ini.

Daftar Pustaka

Kajeng, I Nyoman. 1994. Sarasamuccaya. Jakarta: Hanuman Sakti.

Macdonell, A. A, Keith A.B.1982 .Vedic Index of Names and Subjects. I & II, New Delhi, India: MotilalBanarsidass,.

Pendit, Nyoman S. 1984. Bhagavadgita. Jakarta: Hanuman Sakti.

Punia Atmaja, I B. Oka. 1970. Pañca Úraddhà. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.

Radhakrishnan, S.1990. The Principal of Upanisads. Bombay, India: Oxford University Press.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04


e-banjar portal web site

Raghuvira. 1957. Sarasamuccaya. The Old Javanese Didactict Text. New Delhi: International Academy of Indian Culture.

Sivananda, Svami. 1984. All About Hinduisme. Rishikesh, Uttar Pradesh, India: Divine Life Society.

Sudarshana Devi. 1957. Wåhaspati Tattva, Old Javanese Didactict Text, New Delhi, India: International Academy of India
Culture.

Taimini, K. 1988. Yogasutra of Patañjali. Madras, India: Theosophical Centre.


.
Tim Penyusun Buku. 1990. Pedoman Pembinaan Umat Hindu Dharma Indonesia. Upada Sastra, Denpasar.

http://www.e-banjar.com Powered by Joomla! Generated: 12 January, 2011, 22:04

Anda mungkin juga menyukai