Anda di halaman 1dari 10

1 Januari 1947

Dari RS. Charitas terjadi rentetan tembakan disusul oleh ledakan-ledakan dahsyat
kearah kedudukan pasukan kita yang bahu membahu dengan Tokoh
masyarakat bergerak dari pos di Kebon Duku (24 Ilir Sekarang) mulai dari Jalan
Jenderal Sudirman terus melaju kearah Borsumij, Bomyetty Sekanak, BPM, Talang
Semut.

2 Januari 1947

Diperkuat dengan Panser dan Tank Canggih Belanda bermaksud menyerbu dan
menduduki markas Tentara Indonesia di Masjid Agung Palembang. Pasukan
Batalyon Geni dibantu oleh Tokoh Masyarakat bahu membahu memperkuat barisan
mengobarkan semangat jihad yang akhirnya dapat berhasil mempertahankan Masjid
Agung dari serangan sporadis Belanda. Pasukan bantuan belanda dari Talang Betutu
gagal menuju masjid agung karena disergab oleh pasukan Lettu. Wahid Luddien
sedangkan pada hari kedua Lettu Soerodjo tewas ketika menyerbu Javache Bank.
Diseberang ulu Lettu. Raden. M menyerbu kedudukan strategis belanda di Bagus
Kuning dan berhasil mendudukinya untuk sementara. Bertepatan dengan masuknya
pasukan bantuan kita dari Resimen XVII Prabumulih

3 Januari 1947

Pertempuran yang semakin sengit kembali memakan korban perwira penting Lettu.
Akhmad Rivai yang tewas terkena meriam kapal perang belanda di sungai seruju.
Keberhasilan gemilang diraih oleh Batalyon Geni pimpinan Letda Ali Usman yang
sukses menhancurkan Tiga Regu Kaveleri Gajah Merah Belanda. Meskipun
Letda Ali Usman terluka parah pada lengan.

Pasukan lini dua kita yang bergerak dilokasi keramat Candi Walang (24 Ilir) menjaga
posisi untuk menghindari terlalu mudah bagi belanda memborbardir posisi mereka.
Sedangkan pasukan Ki.III/34 di 4 Ulu berhasil menenggelamkan satu kapal belanda
yang sarat dengan mesiu. Akibatnya pesawat-pesawat mustang belanda mengamuk
dan menghantam selama 2 jam tanpa henti posisi pasukan ini.

Pada saat ini pasukan bantuan kita dari Lampung, Lahat dan Baturaja tiba
dikertapati namun kesulitan memasuki zona sentral pertempuran diareal masjid
agung dan sekitar akibat dikuasainya Sungai Musi oleh Pasukan Angkatan Laut
Belanda.

Pasukan Indonesia Menyebrangi Sungai Musi untuk Membantu Posisi Front


4 Januari 1947

Belanda mengalami masalah amunisi dan logistik akibat pengepungan hebat dari
segala penjuru oleh tentara dan rakyat, sedangkan tentara kita  mendapat bantuan
dari Tokoh masyarakat dan pemuka adat yang mengerahkan pengikutnya untuk
membuka dapur umum dan lokasi persembunyian serta perawatan umum.

Pasukan Mayor Nawawi yang mendarat di keramasan terus melaju ke pusat kota


melalui jalan Demang Lebar Daun. Bantuan dari pasukan ke masjid agung terhadang
di Simpang empat BPM, Sekanak, dan Kantor Keresidenan oleh pasukan belanda
sehingga bantuan belum bisa langsung menuju kewilayah charitas dan sekitar.

5 Januari 1947

Pada hari ke Lima panser belanda serentak bergerak maju kearah Pasar Cinde
namun belum berani maju karena perlawanan sengit dari Pasukan Mobrig kita
pimpinan Inspektur Wagiman dibantu oleh Batalyon Geni. Sedangkan pasukat
belanda dijalan merdeka mulai sekanak tetap tertahan tidak mampu mendekati
masjid agung. Akibat kesulitan tentara belanda dibidang logistik dan kesulitan yang
lebih besar pada pihak kita pada bidang amunisi akhirnya dibuat kesepakatan untuk
mengadakan Cease Fire.

Perundingan Cease Fire

Pasukan dari Kebun Duku diperintahkan untuk menyerang Jalan Jawa lama dan 11
Siang telah menyusun barisan berangkat ke kenten. Tiba-tiba dalam perjalanan
Kapal Belanda menembaki rumah sekolah yang dihuni oleh Batalyon Geni dan Laskar
Nepindo sehingga pihak kita mengalami banyak kerugian dan korban jiwa.

Dalam Cease Fire TKR dan laskar serta badan-badan perlawanan rakyat
diperintahkan mundur sejauh 20 KM dari kota palembang atas perintah Komandan
Divisi II Kolonel Bambang Utoyo. Sedangkan dikota palembang hanya diperbolehkan
pasukan ALRI dan unsur sipil dari RI yang tinggal.
Dengan menyerahnya Jepang terhadap Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945,
dan disusul dengan diproklamarkan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, maka
seharusnya tamatlah kekuasaan Jepang di Indonesia.

Dan ditunjuknya Mr Wongsonegero sebagai Penguasa Republik di Jawa Tengah


dan pusat pemerintahannya di Semarang, maka adalah kewajiban Pemerintah di
Jawa Tengah mengambilalih kekuasaan yang selama ini dipegang Jepang,
termasuk bidang pemerintahan, keamanan dan ketertibannya. Maka
terbentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR).

Di beberapa tempat di Jawa Tengah telah terjadi pula kegiatan perlucutan


senjata Jepang tanpa kekerasan antara lain di Banyumas, tapi terjadi kekerasan
justru di ibu kota Semarang. Kido Butai (pusat Ketentaraan Jepang di
Jatingaleh) nampak tidak memberikan persetujuannya secara menyeluruh,
meskipun dijamin oleh Gubernur Wongsonegoro, bahwa senjata tersebut tidak
untuk melawan Jepang. Permintaan yang berulang-ulang cuma menghasilkan
senjata yang tak seberapa, dan itu pun senjata-senjata yang sudah agak usang.

Kecurigaan BKR dan Pemuda Semarang semakin bertambah, setelah Sekutu


mulai mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa. Pihak Indonesia khawatir
Jepang akan menyerahkan senjata-senjatanya kepada Sekutu, dan
berpendapat kesempatan memperoleh senjata harus dimanfaatkan sebelum
Sekutu mendarat di Semarang. Karena sudah pasti pasukan Belanda yang
bergabung dengan Sekutu akan ikut dalam pendaratan itu yang tujuannya
menjajah Indonesia lagi.

Pertempuran 5 hari di Semarang ini dimulai menjelang minggu malam tanggal


15 Oktober 1945. Keadaan kota Semarang sangat mencekam apalagi di jalan-
jalan dan kampung-kampung dimana ada pos BKR dan Pemuda tampak dalam
keadaan siap. Pasukan Pemuda terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi
Istimewa, AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan organisasi para
pemuda lainnya.

Dapat pula kita tambahkan di sini, bahwa Markas Jepang dibantu oleh pasukan
Jepang sebesar 675 orang, yang mereka dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta,
tapi karena persoalan logistik, pasukan ini singgah di Semarang. Pasukan ini
merupakan pasukan tempur yang mempunyai pengalaman di medan perang
Irian.

Keadaan kontras sekali, karena para pemuda pejuang kita harus menghadapi
pasukan Jepang yang berpengalaman tempur dan lebih lengkap
persenjataannya, sementara kelompok pasukan pemuda belum pernah
bertempur, dan hampir-hampir tidak bersenjata. Juga sebagian besar belum
pernah mendapat latihan, kecuali diantaranya dari pasukan Polisi Istimewa,
anggota BKR, dari ex-PETA dan Heiho yang pernah mendapat pendidikan dan
latihan militer, tapi tanpa pengalaman tempur.

Pertempuran lima hari di Semarang ini diawali dengan berontakan 400 tentara
Jepang yang bertugas membangun pabrik senjata di Cepiring dekat Semarang.
Pertempuran antara pemberontak Jepang melawan Pemuda ini berkobar sejak
dari Cepiring (kl 30 Km sebelah barat Semarang) hingga Jatingaleh yang terletak
di bagian atas kota. Di Jatingaleh ini pasukan Jepang yang dipukul mundur
menggabungkan diri dengan pasukan Kidobutai yang memang berpangkalan di
tempat tersebut.

Suasana kota Semarang menjadi panas. Terdengar bahwa pasukan Kidobutai


Jatingaleh akan segera mengadakan serangan balasan terhadap para Pemuda
Indonesia. Situasi hangat bertambah panas dengan meluasnya desas-desus
yang menggelisahkan masyarakat, bahwa cadangan air minum di Candi
(Siranda) telah diracuni. Pihak Jepang yang disangka telah melakukan
peracunan lebih memperuncing keadaan dengan melucuti 8 orang polisi
Indonesia yang menjaga tempat tersebut untuk menghindarkan peracunan
cadangan air minum itu.

Dr Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purasara) ketika


mendengar berita ini langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek
kebenarannya. Tetapi beliau tidak pernah sampai tujuan, jenazahnya
diketemukan di jalan Pandanaran Semarang, karena dibunuh oleh tentara
Jepang (namamya diabadikan menjadi RS di Semarang). Keesokan harinya 15
Oktober 1945 jam 03.00 pasukan Kidobutai benar-benar melancarkan
serangannya ke tengah-tengah kota Semarang.
Markas BKR kota Semarang menempati komplek bekas sekolah MULO di
Mugas (belakang bekas Pom Bensin Pandanaran). di belakangnya terdapat
sebuah bukit rendah dari sinilah di waktu fajar Kidobutai melancarkan serangan
mendadak terhadap Markas BKR. Secara tiba-tiba mereka melancarkan
serangan dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar granat) dan
senapan mesin yang gencar. Diperkirakan pasukan Jepang yang menyerang
berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan selama setengah jam,
pimpinan BKR akhirnya menyadari markasnya tak mungkin dapat dipertahankan
lagi dan untuk menghindari kepungan tentara Jepang, pasukan BKR
mengundurkan diri meninggalkan markasnya.
Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah serangkaian pertempuran antara rakyat
Indonesia di Semarang melawan Tentara Jepang. Pertempuran ini adalah
perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi.
Pertempuran dimulai pada tanggal 15 Oktober 1945 (walau kenyataannya suasana
sudah mulai memanas sebelumnya) dan berakhir tanggal 20 Oktober 1945.

Sekitar pukul 3.00 WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar
1.000 tentaranya untuk melakukan penyerangan ke pusat Kota Semarang.
Sementara itu, berita gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut
kemarahan warga Semarang. Hari berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai
penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana. Pada 17 Oktober 1945, tentara
Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka melakukan serangan
ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di
berbagai penjuru Kota Semarang.Pertempuran ini berlangsung lima hari dan
memakan korban 2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang
gugur, termasuk dr. Kariadi dan delapan karyawan RS Purusara.Berdasarkan
kejadiannya, kronologis pertempuran lima hari di Semarang dapat dijabarkan
sebagai berikut :
[a.] 7 oktober : pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara Jepang di
Jatingaleh. Sementara di saat yang sama, pimpinan Jepang dan pemuda berunding
mengenai penyerahan senjata. [b.] 13 oktober : suasana semakin menegang dan
Jepang semakin terdesak. [c.] 14 oktober : Mayor Kido menolak penyerahan
senjata. Pukul 06.30, Aula RS Purusara dijadikan markas perjuangan dan pemuda
mencegat serta memeriksa mobil Jepang yang lewat. Mereka juga menyita sedan
milik Kampetai. Sore harinya, pemuda menjebloskan Tentara Jepang ke Penjara
Bulu namun pukul 18.00 Jepang melancarkan serangan mendadak kepada delapan
polisi istimewa yang menjaga Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan Polisi itu
disiksa dan sore itu juga tersiatr kabar kalau Jepang menebar racun dalam
reservoir tersebut. Selepas Maghrib, dr. Kariadi memutuskan untuk segera
memeriksa reservoir itu namun istrinya, drg. Sonarti, mencoba mencegahnya
karena ia berpendapat bahwa suasana sedang sangat berbahaya namun tidak
berhasil. Sayangnya, dalam perjalanan dr. Kariadi dan beberapa tentara pelajar,
mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat dibawa ke rumah sakit sekitar
namun tidak dapat diselamatkan. Selain kejadian di atas, pada hari itu juga terjadi
pemberontakan 4.000 tentara Jepang di Cepiring. [d.] 15 oktober: pukul 03.00,
Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk melakukan penyerangan ke pusat kota
mendengar berita penangjkapann Jenderal Nakamura dan berita gugurnya dr.
Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang. Di Semarang juga terjadi
penangkapan Mr. Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco Mirza Sidharta. [e.]
16 oktober : pertempuran terus berlanjut [f.] 17 oktober : Jepang berunding
dengan Mr. Wongsonegoro [g.] 18 oktober :Ada perundingan gencatan senjata
oleh KAsman Singodimejo dan Jenderal Nakamura. Dalam perundingan ini, Jepang
ingin agar senjata yang direbut segera dikembalikan bila tidak Jepang akan
meloakukan pengeboman pada tanggal 19 oktober 1945 pukul 10.00. [h.] 19
oktober : Pukul 07.45,
kedatangan Sekutu di pelabuhan Semarang dengan kapal HMS Glenry
mempercepat perdamaian antara Jepang dan rakyat sehingga perang berakhir.
Spoiler for japan:

TAMBAHAN :
Spoiler for tambahan:
Pertempuran 5 hari di Semarang ini dimulai menjelang minggu malam tanggal 15
Oktober 1945. Keadaan kota Semarang sangat mencekam apalagi di jalan-jalan
dan kampung-kampung dimana ada pos BKR dan Pemuda tampak dalam keadaan
siap. Pasukan Pemuda terdiri dari beberapa kelompok yaitu BKR, Polisi Istimewa,
AMRI, AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) dan organisasi para pemuda lainnya.
Dapat pula kita tambahkan di sini, bahwa Markas Jepang dibantu oleh pasukan
Jepang sebesar 675 orang, yang mereka dalam perjalanan dari Irian ke Jakarta,
tapi karena persoalan logistik, pasukan ini singgah di Semarang. Pasukan ini
merupakan pasukan tempur yang mempunyai pengalaman di medan perang Irian.
Keadaan kontras sekali, karena para pemuda pejuang kita harus menghadapi
pasukan Jepang yang berpengalaman tempur dan lebih lengkap persenjataannya,
sementara kelompok pasukan pemuda belum pernah bertempur, dan hampir-
hampir tidak bersenjata. Juga sebagian besar belum pernah mendapat latihan,
kecuali diantaranya dari pasukan Polisi Istimewa, anggota BKR, dari ex-PETA dan
Heiho yang pernah mendapat pendidikan dan latihan militer, tapi tanpa
pengalaman tempur.
Pertempuran lima hari di Semarang ini diawali dengan berontakan 400 tentara
Jepang yang bertugas membangun pabrik senjata di Cepiring dekat Semarang.
Pertempuran antara pemberontak Jepang melawan Pemuda ini berkobar sejak dari
Cepiring (kl 30 Km sebelah barat Semarang) hingga Jatingaleh yang terletak di
bagian atas kota.
Di Jatingaleh ini pasukan Jepang yang dipukul mundur menggabungkan diri dengan
pasukan Kidobutai yang memang berpangkalan di tempat tersebut.
Suasana kota Semarang menjadi panas. Terdengar bahwa pasukan Kidobutai
Jatingaleh akan segera mengadakan serangan balasan terhadap para Pemuda
Indonesia. Situasi hangat bertambah panas dengan meluasnya desas-desus yang
menggelisahkan masyarakat, bahwa cadangan air minum di Candi (Siranda) telah
diracuni. Pihak Jepang yang disangka telah melakukan peracunan lebih
memperuncing keadaan dengan melucuti 8 orang polisi Indonesia yang menjaga
tempat tersebut untuk menghindarkan peracunan cadangan air minum itu. Dr
Karyadi, Kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purasara) ketika
mendengar berita ini langsung meluncur ke Siranda untuk mengecek
kebenarannya.Tetapi beliau tidak pernah sampai tujuan, jenazahnya diketemukan
di jalan Pandanaran Semarang, karena dibunuh oleh tentara Jepang (namamya
diabadikan menjadi RS di Semarang). Keesokan harinya 15 Oktober 1945 jam
03.00 pasukan Kidobutai benar-benar melancarkan serangannya ke tengah-tengah
kota Semarang. Markas BKR kota Semarang menempati komplek bekas sekolah
MULO di Mugas (belakang bekas Pom Bensin Pandanaran). di belakangnya
terdapat sebuah bukit rendah dari sinilah di waktu fajar Kidobutai melancarkan
serangan mendadak terhadap Markas BKR. Secara tiba-tiba mereka melancarkan
serangan dari dua jurusan dengan tembakan tekidanto (pelempar granat) dan
senapan mesin yang gencar. Diperkirakan pasukan Jepang yang menyerang
berjumlah 400 orang. Setelah memberikan perlawanan selama setengah jam,
pimpinan BKR akhirnya menyadari markasnya tak mungkin dapat dipertahankan
lagi dan untuk menghindari kepungan tentara Jepang, pasukan BKR
mengundurkan diri meninggalkan markasnya.

untuk memperingati di bangun monumen bernama tugu muda.. (simbol kota


semarang)
Quote:
Merupakan tugu yang berpenampang segi lima. Terdiri dari bagian yaitu landasan,
badan dan kepala. Pasa sisi landasan tugu terdapat relief.
Keseluruhan tugu dibuat dari batu. Untuk memperkuat kesan tugunya, dibuat
kolam hias dan taman pada sekeliling tugu. Bangunan yang berada disekitar
tugumuda adalah lawang sewu, Kantor BDNI, bakal Rumah Dinas Gubernur Jateng,
Museum Manggala Bakti dan Katedral.Bermula dari ide untuk mendirikan monumen
yang memperingati peristiwa Pertempuran Lima hari di Semarang. Pada tanggal 28
Oktober 1945, Gubbernur Jawa Twngah, Mr. WWongsonegoro meletakkaan batu
pertama pada lokasi yang direncanakan semula yaitu didekat Alun-alun. Namun
karena pada bulan Nopember 1945 meletus perang melawan Sekutu dan Jepang,
proyek ini menjadi terbengkalai. Kemudian tahun 1949, oleh Badan Koordinasi
Pemuda Indonesia (BKPI), diprakarsai ide pembangunan tugu kembali, namun
karena kesulitan dana, ide ini jugaa belum terlaksana. Tahun 1951, Walikota
Semarang, Hadi Soebeno Sosro Wedoyo, membentuk Panitia Tugu Muda, dengan
rencana pembangunan tidak lagi pada lokasi alun-alun, tetapi pada lokasi sekarang
ini. Desain tugu dikerjakan oleh Salim, sedangkan relief pada tugu dikerjakan oleh
seniman Hendro. Batu yang digunakan antara lain didatangkan dari kaliuang dan
Paker. Tanggal 10 Nopember 1951, diletakkan batu pertama oleh Gubernur Jateng
Boediono dan pada tanggal 20 Mei 1953, bertepatan dengan Hari Kebangkitan
Nasional, Tugu Muda diresmikaan oleh Soekarno, Presiden Republik Indonesia.
Hingga sekarang, cukup banyak perubahan yang telah dilakukan terhadap arca di
sekitar tugu muda, antatra lain pembuatan taman dan kolam.
Istilah-istilah lain dari perjanjian adalah sebagai besikut :

a. Traktat ( treaty ), yaitu perjanjian paling formal yang merupakan persetujuan dari dua
negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup bidang politik dan bidang ekonomi.

b. Konvensi ( convention ) yaitu perjanjian formal yang bersifat multilateral, dan tidak
berurusan dengan kebijakan tingkat tinggi ( high policy ). Persetujuan inh harus
dilegalisasi oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh ( plaenipotentiones ).

c. Protokol ( protocol ), yaitu persetujuan yang tidak resmi dan pada umumnya tidak
dibuat oleh kepala negara, mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran
klausul-klaurul tertentu.

d. Perjanjian ( agreement ) , yaitu perjanjian yang bersifat teknis atau admistratif.


Agreement tidak diratifikasi karena sifatnya tidak seresmi traktat atau konvensi.

e. Perikatan ( arrangement ), yaitu istilah yang digunakan untuk transaksi-transaksi yang


bersifat sementara. Perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.

f. Proses verbal, yaitu catatan-catatan atau ringkasang-ringkasan atau kesimpulan-


kesimpulan konferensi diplomatik, atau catatan suatu permufakatan. Tetapi Proses verbal
tidak diratifikasi.

g. Piagam ( statute ), yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh persetujuan


internasional baik mengenai pekerjaan maupun
kesatuan-kesatuan tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang
minyak atau mengenai lapangan kerja lebaga-lembaga internasional. Piagam itu dapat
digunakan sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu konvensi ( seperti piagam
kebebasan transit ).

h. Deklarasi ( declaration ), yaitu perjanjian internasional yang berbentuk traktak, dan


dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila menerangkan suatu judul dari batang
tubuh suatu ketentuan traktat , dan sebagai dokumen tidak resmi apabila merupakan
lampiran pada traktat atau kovensi . Deklarasi sebagai persetutujuan tidak resmi bila
mengatur hal-hal yang kurang penting.

i. Modus vivendi, yaitu dokumen unuuk mencatat persetujuan


internasional yang bersifat sementara , sampai berhasil diwujudkan perjumpaan yang
lebih permanen, terinci, dan sistematis serta tidak memerlukan ratifikasi.

j. Pertukaran Nota, yaitu metode yang tidak resmi, tetapi akhir-akhir ini banyak
digunakan. Biasanya, pertukaran nota dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta
dapat bersifat multilateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut
mereka.
k. Ketentuan penutup ( final act ), yaitu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan
negara peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui konferensi
dan tidak memerlukan ratifikasi.

l. Ketentuan umum ( general act ), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak rermi .
Misalnya, LBB ( liga bangsa bangsa ) menggunakan ketentuan umum mengenai arbitasi
untuk menyelesaikan secara damai pertikaian internasional tahun 1928.

m. Charter, yaitu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian
badan yang melakukan fungsi administratif. Misalnya, Atlantic charter.

n. Pakta ( pact ), yaitu istilah yang menunjukkan suatu pesetujuan yang lebih khusus
( pakta warsana ). Pakta membutuhkan ratifikasi.

o. Covenant, yaitu anggaran dasar LBB ( liga bangsa-bangsa )

Anda mungkin juga menyukai