Anda di halaman 1dari 5

Rangkuman Tugas Terstruktur Kelompok X

Sistem Sosial Budaya Indonesia

“Analisis Tentang Strategi Pemberdayaan Masyarakat Indonesia Dalam


Pembangunan Pada Era Globalisasi”

Disusun Oleh Kelompok X:


1. Volly Udik Sukma Putra (0911253061)
2. Ayu sandia (0911253037)
3. Kurniyandi Wicaksono (0911253045)

Studi Ilmu Politik


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
Malang
2010
Dalam strategi pemberdayaan masyarakat Indonesia, pemerintah berusaha untuk
memperbaiki dan mengangkat kembali sektor UKM (usaha kecil menengah), usaha yang
dilakukan oleh pemerintah diantaranya dengan cara peminjaman modal dengan birokrasi
yang sangat nudah dan cepat agar nantinya usaha yang mereka kerjakan dapat berjalan
dengan baik. Dan salah satu alasan mengapa pemerintah memilih sektor UKM sebagai
strategi pemberdayaan masyrakat adalah karena pemerintah percaya bahwa cara untuk
memperbaiki perekonomian yang sangat efektif adalah denga cara memperkuat sektor-
sektor UKM, yang nantinya dipercaya akan membuat sektor-sektor ekonomi lain akan
mengikuti keberhasilan pemberdayaan UKM (usaha kecil menengah).
Namun sejatinya strategi pemberdayaan masyarakat melelui sektor UKM
mendapat tantangan serius dari berlakunya ACFTA di Indonesia, tentu saja sektor UKM-
lah yang menjadi sangat terancam, karena berlakunya ACFTA berarti barang-barang
buatan China akan membanjiri pasar dalam negeri dan ini berarti produk-produk dalam
negeri akan menjadi sangat terancam. Dengan berlakunya ACFTA di Indonesia para
pelaku ekonomi yang bergerak di sektor UKM sudah menanggapinya dengan dngin,
karena mereka khawatir barabg-barabg dari China akan mengambil pangsa pasar yang
selama ini menjadi tumpuan mereka untuk menjalankan bisnisnya. Tetapi di balik
kecemasan tersebut produk-produk UKM di rasa sudah memiliki pengaruh dan peranan
dalam kaitannya dengan persaingan terhadap produk-produk dari China yang telah masuk
ke pasar Indonesia. Masyarakat-pun sudah lebih dewasa dalm memilih produk mana yang
lebih baik antara produk buatan China dan produk dari dalam negeri, dan kebanyakan
dari mereka lebih menyukai produk dalam negeri daripada produk-produk buatan luar
negeri dikarenakan rasa cinta terhadap produk buatan dalam negeri yang sangat besar.

Strategi Pemberdayaan Masyrakat


Kecenderungan kemampuan UKM memberikan sumbangan yang signifikan
terhadap perkembangan perekonomian suatu negara sehingga mendorong Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menetapkan tahun 2004 sebagai tahun International
microfinance. Sejalan dengan program PBB tersebut, pemerintah Indonesia juga telah
menetapkan tahun 2005 sebagai “Tahun UMKM Indonesia”. Oleh karena itu pemerintah
menggunkan sektor UKM sebagai slah satu sektor utama dalam starategi pemberdayaan
masyarakat di bidang ekonomi, meskipun para pelaku usaha UKM di Indonesia dilanda
kekhawatiran terhadap prospek bisnis nya karena pemerintah telah memberlakukan
program kebijakan ekonomi semisal ACFTA.
Namun pemerintah meyakini bahwa dengan berlakunya ACFTA ataupun
perdagangan ekonomi global sektor UKM masih bisa memperoleh keuntungan karena
dalam perdagangan ekonomi global produk-produk UKM akan mampu bersaing dengan
produk-produk dari luar yang seperti kita tahu bahwa kualitas produk UKM tidak kalah
bersaing.

Pengertian UKM
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas
tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5
s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga
kerja 20 s/d 99 orang. Indonesia memiliki beberapa jenis UKM, di antaranya adalah
artisanal, aktif, dinamika, advanced. Tambunan, Tulus. (2009).
Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal
27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah
melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-
tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar
tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan
koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan,
perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa).

Pengertian ACFTA
Merupakan akronim dari Asean-China Free Trade Agreement. Gampangnya
adalah merupakan kesepakatan perdagangan antara negara dengan pendduduk terbesar
yakni China dengan negara-negara ASEAN. Pada bulan November 2004, peserta
ASEAN-China Summit menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The
Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli 2005. Berdasarkan
perjanjian ini negara ASEAN5 (Indonesia, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan
China sepakat untuk menghilangkan 90% komoditas pada tahun 2010.

Pengaruh Berlakunya ACFTA di Indonesia


Segala sesuatu memang akan memberi dampak positif dan negarif. Begitu juga
dengan ACFTA. Dampak kesepakatan ini memang memiliki implikasi yang cukup luas
di bidang ekonomi, industri dan perdagangan. Dari sisi konsumen atau masyarakat,
kesepakatan ini memberikan angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-
produk dengan harga lebih murah dan banyak pilihan. Dengan demikian akan berdampak
pada meningkatnya daya beli masyarakat sehingga diharapkan kesejahteraan pun dapat
ditingkatkan. Namun, kesepakatan tersebut justru membuat industri lokal gelisah. Hal ini
dikarenakan industri lokal dinilai belum cukup siap menghadapi serbuan produk-produk
China yang berharga murah. Namun, Masalah yang paling dikhawatirkan adalah
pengaruh ACFTA terhadap keberlangsungan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang
berkonsentrasi pada pasar dalam negeri. Tentu UKM tersebutlah yang paling parah
terkena imbas dengan membanjirnya produk-produk China.
Karena meskipun banyak barang-barang dari luar negeri yang dan mempengaruhi
jumlah penjualan pada produk UKM dari dalam negeri, produk UKM masih bisa
bersaing karena produk UKM mempunyai standard dan kualitas yang sama dari produk
luar negeri dan produk-produk UKM-pun dapat di eksport ke luar negeri dimana produk
dari UKM menambah devisa dari sektor eksport.
Peranan UKM Terhadap Berlakunya ACFTA di Indonesia

Pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara dan China (ACFTA)


yang dimulai 1 Januari 2010 disikapi pesimistis oleh banyak pihak. Sektor industri
merasa paling terancam. Bayang-bayang akan terjadinya pemutusan hubungan kerja
(PHK) masal di kalangan buruh memantik unjuk rasa buruh yang menolak berlakunya
ACFTA. Padahal, kekhawatiran semacam itu tak semestinya terjadi. ACFTA merupakan
konsekuensi atas paham liberalisasi perdagangan yang dianut pemerintah belakangan ini.
ACFTA pun masih menyisakan banyak pilihan, bahkan peluang. Salah satunya,
memperkuat posisi pasar tradisional. Penguatan posisi pasar tradisional menjadi kunci
untuk memenangkan persaingan menghadapi ACFTA. Secara tradisional, peran pasar
tradisional terhadap berkembangnya perekonomian, khususnya di tingkat lokal, tak bisa
diabaikan. Dalam perspektif yang sangat sederhana, pasar tradisional bisa menjadi
indikator bagi geliat perekonomian di suatu kawasan. Bila pasar tradisional sepi,
perekonomian di kawasan tersebut sedang lesu. Sebaliknya, bila ramai, perekonomian di
kawasan tersebut sedang menggeliat. Cara kedua, memproteksi masuknya pemilik modal
berskala besar ke pasar tradisional. Tanpa adanya perlindungan pemerintah setempat,
sulit rasanya menjamin kelangsungan usaha para pedagang pasar yang sejatinya
merupakan tuan rumah di daerah itu. Proteksi terhadap pasar tradisional tidak bisa
dilakukan dengan melarang secara total keberadaan minimarket. Sebab, hal tersebut
merupakan konsekuensi pasar bebas. Karena itu, pemerintah daerah (pemda) perlu
membuat regulasi lain. Misalnya, mengatur secara detail lokasi usaha. Cara lain,
mewajibkan minimarket menyediakan outlet khusus bagi pemasaran produk industri kecil
dan menengah (UKM) serta produk-produk pertanian dari daerah sekitar. Dengan
demikian, pemda bisa melindungi kepentingan warganya dengan tetap menjaga iklim
investasi yang bernapas ekonomi pasar bebas.

Anda mungkin juga menyukai