Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struktur novel dengan segala sesuatu yang dikomunikasikan, selalu dikontrol langsung
oleh manipulasi bahasa pengarang (Fowler, 1977: 3). Demi efektivitas pengungkapan, bahasa
sastra disiasati, dimanipulasi, dieksploitasi, dan diberdayakan sedemikian rupa melalui stilistika.
Oleh karena itu, bahasa karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda dengan karya nonsastra
(Wellek dan Warren, 1989: 15), yakni penuh ambiguitas dan memiliki kategori-kategori yang
tidak beraturan dan tidak rasional, asosiatif, konotatif, serta mengacu pada teks lain atau karya
sastra yang diciptakan sebelumnya
Stile (style atau gaya bahasa) (Keraf, 1994: 113) adalah cara pengungkapan
pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
pengarang. Stile pada hakekatnya merupakan teknik yakni teknik pemilihan ungkapan
kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan disampaikan atau diungkapkan

Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari
bahasa serapan “linguistic” yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa
Indonesia yaitu Ilmu Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C.
Bally, Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain
menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi linguistic dari bahasa yang digunakan
dalam teks sastra.

Keterkaitan antara stilistika dengan karya sastra sangat berkaitan, karena stilistika
menjadi cabang ilmu yang berusaha menggali dan menerka apa yang ada di dalam sebuah
karya sastra tersebut, baik secara eksplisit, maupun implisit. Karena secara tidak langsung
stilistika merupakan gaya penulis untuk menyampaikan gagasannya dengan karya sastra.
Sehingga menjadi suatu yang dekat dengan karya sastra karena termasuk unsur ekstrinsik
dalam sebuah karya sastra. Disana dapat di ketahui bagaimana latar belakang penulis baik
dalam profesi, pendidikan, sudut pandang mengenai suatu kondisi.

1
1.2 Identifikasi Masalah

Setelah terlihat permasalahannya, maka yang menjadi bahan pokok pembahasan


dalam makalah ini adalah bagaimana keterkaitan antara gaya pemilihan diksi yang tepat
sehingga pemilihan diksi tersebut dapat memunculkan sebuah fantasi dan ilustrasi di
masing-masing pembaca .

1.3 Rumusan Masalah

Setelah mengidentifikasi permasalahan untuk dapat dibahas ddalam makalah ini,


maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan yaitu:

1. Apakah diksi itu?

2. Bagaimana keterkaitan diksi dengan makna?

3. Apakah pokok penting dalam sebuah karya sastra ?

4. Bagaimana dengan amanat yang ada di novel tersebut?

1.4 Tujuan dan Maksud Penulisan

Tujuan dan maksud dari penulisan makalah ini adalah, selain menyusun tugas
sebagai pengganti UAS dari mata kuliah Stilistika, tetapi juga sebagai rencana penelitian
dalam penyusunan karya ilmiah,skripsi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang
hendak kita ungkapkan.Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata
yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah
menangkap maksud pembicaraan kita.point .Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian
kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana
membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan –
ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk
yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud
pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki
suatu bahasa.

Gaya pemilihan kata pada dasarnya digunakan pengarang untuk memberikan efek
tertentu serta untuk penyampaian gagasan secara tidak langsung sehingga memiliki
kekhasan tersendiri. Bahasa kias merupakan penggantian kata yang satu dengan kata
yang lain berdasarkan perbandingan ataupun analogi ciri semantis yang umum dengan
umum,yang umum dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang khusus.
Perbandingan ataupun analogi tersebut berlaku secara proporsional, dalam arti
perbandingan itu memperhatikan potensialitas kata-kata yang dipindahkan dalam
menggambarkan citraan maupun gagasan baru (Aminuddin : 1995 : 227).

3
Pemilihan kata merupakan hal yang tepenting dalam sebuah karya sastra. Dalam novel 9
Dari Nadira ini pun memilih kata yang sederhana tetapi mendalam dan cukup menohok.
Sebenarnya novel tesebut merupakan kumpulan cerpen yang tidak berkaitan , tetapi dalam satu
novel ini memiliki keterkaitan satu sama lain dengan adanya pemilihan kata yang ada
didalamnya. Meski begitu, perkara konsep cerpen—novel secara intrinsik lebih menyangkut pada
keberkaitan dengan waktu penceritaan dan waktu cerita.

Ada sembilan kisah yang disajikan Leila S. Chudori yang dimulai dari “Mencari Seikat
Seruni” sampai “At Pedder Bay”. Kisah pertama sesungguhnya pintu masuk bagi tiga serangkai: Nina
—Arya—Nadira berhadapan dengan pusaran problem yang sumbernya jatuh pada kematian sang ibu
–Kemala—yang bunuh diri. Dan kisah yang kesembilan menegaskan cerai-berainya keluarga itu:
sosok Nina yang terbelenggu dengan segala kesibukannya di New York, Arya yang memutuskan
menikah, dan Nadira yang terlambat menyadari, bahwa dalam hatinya ada Tara, teman sekantornya.
Tetapi, Tara sudah memutuskan menikah dengan Novena, yang juga masih teman sekantornya

Dalam pemilihan diksi penulis dapat memberikan beberapa nuansa dan warna di novel 9
Dari Nadira ini. Terutama dalam penggambaran mengenai kondisi Nadira yang dikaitkan dengan
situasi yang terjadi saat itu. Capaian estetiknya tetaplah harus dapat teruji berdasarkan ekselensi
dan eksesnya dalam mengusung sebuah bangunan cerita. Di sinilah, 9 dari Nadira bermain
didalam pemilihan diksi, Perhatikanlah kutipan berikut ini yang memperlihatkan suasana batin
ditegaskan oleh gambaran suasana alam. Dengan demikian, penghadiran metafora itu fungsional
mendukung kondisi kejiwaan si tokoh. Ia tak sekadar menciptakan keindahan bahasa, melainkan
efektif memperkuat karakterisasi.

Nina tiba di Greenwich Village dan memburu angin malam seperti seekor anjing betina yang tengah
dikejar angkara-murka. Di depan studio mini Gilang, Nina menghentikan langkah. Nafasnya tersengal.
Dia ragu. Sayup-sayup dia mendengar bunyi gendang. Nina masuk dari pintu samping. Gelap. Suara
gendang itu semakin jelas merayap ke telinganya. Kini semakin dekat, Nina mendengar kombinasi suara
gendang dan suara desah, suara-suara erangan. Jantung Nina berdegup.

Meski gelap, Nina bisa menyaksikan sebuah adegan melalui jendela. Sebuah adegan yang sangat
dikenalnya. Meski hanya ada seurai cahaya bulan yang menyelinap masuk ke lantai studio itu, Nina bisa
melihat Gilang duduk bersila tepat di tengah studio. Seperti biasa, seperti beberapa tahun silam, Gilang
duduk bersila telanjang dada. Tapi kini bahunya yang bidang dan dadanya yang padat dan tf
Dalam kutipan tersebut terlihat bagaimana penulis sangat tepat memilih diksi untuk
membuat keadaan menjadi sesuatu yang dramatis bahkan ironis. Perhatikan kutipan awal , Nina
tiba di Greenwich Village dan memburu angin malam seperti seekor anjing betina yang tengah dikejar
angkara-murka. Terdapat pemadatan gaya bahasa yang memberikan penegasan dan penggambaran yang
sekaligus seolah-olah memiliki sifat yang sangat dan paling. Dalam kutipan tersebut Nina tiba di
Greenwich dan memburu malam , memburu malam merupakan majas personifikasi yang gaya bahasa
yang menjadikan benda mati menjadi hidup, disini memperlihatkan bagaimana Nina dan malam
disejajarkan sebagai makhluk yang bernyawa. Selain itu ada kelanjutan yang mempertegas gaya bahasa
yang sebelumnya yaitu, seperti seekor anjing betina yang dikejar angkara murka. Disana memperlihatkan
pemadatan yang mempunyai sifat “paling” atau :sangat” dan memiliki gaya bahasa perumpamaaan
dengan menggunakan kata seperti Perumpamaan ialah padanan kata atau simile yang berarti
seperti. Secara eksplisit jenis gaya bahasa ini ditandai oleh pemakaian kata: seperti, sebagai,
ibarat, umpama, bak, laksana, serupa, contoh: seperti seekor anjing betina yang tengah dikejar
angkara-murka. Menambah kesan dramatis dengan ditambah diksi dikejar angkara murka. Secara
eksplisit sudah menunjukkan hal yang sangat , terlebih makna implisit yang menjadikan maknanya
semakin mendalam.

Dari kutipan tersebut, rupanya penulis memilih diksi kata kerja yang selalu ditempeli oleh kata
sifat manusia. Seolah “dihidupkan” secara tidak sadar sehingga menambah kesan Dan makna yang sangat
dalam. Di depan studio mini Gilang, Nina menghentikan langkah. Nafasnya tersengal. Dia ragu. Sayup-
sayup dia mendengar bunyi gendang. Nina masuk dari pintu samping. Gelap. Suara gendang itu semakin
jelas merayap ke telinganya. Kini semakin dekat, Nina mendengar kombinasi suara gendang dan suara
desah, suara-suara erangan. Jantung Nina berdegup.

Meski gelap, Nina bisa menyaksikan sebuah adegan melalui jendela. Sebuah adegan yang sangat
dikenalnya. Meski hanya ada seurai cahaya bulan yang menyelinap masuk ke lantai studio itu, Nina bisa
melihat Gilang duduk bersila tepat di tengah studio. Seperti biasa, seperti beberapa tahun silam, Gilang
duduk bersila telanjang dada. Tapi kini bahunya yang bidang dan dadanya yang padat.

Dalam kutipan diatas pun pemilihan diksinya sangat detail dalam menggambarkan apa
yang terjadi, yang dilakukan maupunyang hanya dipikirkan . Walaupun memang terkesan
teksnya tidak senonoh, ada muatan seks tetapi memang sedang menggambarkan hal tersebut dan
tidak membuat hal yang melanggar etika. Disana dapat memperlihatkan bahwa penegasan
karakter masing-masing tokoh yang ada menambah kelebihan dari novel ini . Dalam kutipan
diatas mendeskripsikan bagaimana tokoh Nina dengan cara memperkenalkan secara tidak
langsung , bagaimana bebasnya Nina dalam menyikapi hidup, dan terlihat bagaimana

5
klimaksnya pemilihan diksinya, dimana semakin lama semakin meningkat intensitas emosi yang
dimunculkan dalam novel ini.

Leila S. Chudori juga mengembangkan metafora dengan berbagai ungkapan dan idiom,
tetapi ia tidak meninggalkan perhatiannya pada karakterisasi tokoh ibu—anak (Kemala—Nadira)
yang kemudian turut mempengaruhi sikap dan perilaku tokoh lain dalam berhubungan dengan
kedua tokoh itu. Artinya, karakterisasi kedua tokoh itu memungkinkan hadirnya konflik lain yang
menggelindingkan peristiwa demi peristiwa seperti tidak terlepas dari keberadaan dan peranan
kedua tokoh itu. Jadi, metafora yang coba dikembangkan Leila S. Chudori tidak semata-mata demi
menciptakan narasi yang indah (dan puitis), tetapi justru menegaskan fakta psikologis, bahwa batin
kedua tokoh itu memang mengidap masalah yang representasinya wujud dalam segala tindakan
menyimpang, emosional-meledak-ledak, dan kadang kala menentang dan menantang kelaziman.

2.2 Bagaimana keterkaitan diksi dengan makna?

Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian dan data konkret. Diksi yang dipilih harus
menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati
melalui penglihatan, pendengaran atau cita rasa. 9 dari Nadira ternyata pergi jauh mengubur
model itu. Segala kisah memang berseliweran. Menclak-menclok di beberapa kota dunia, atau bolak-
balik antara masa lalu dan masa kini. Kerap juga imajinasi kita dibawa melayang ke dunia di entah-
berantah, tetapi terasa sangat dekat. Tiba-tiba saja kita seperti disergap peristiwa nun jauh di sana,
tetapi tokh rasanya ikut terlibat di situ. Dalam pemaparan pemilihan diksi diatas dapat
membuktikan bahwa sangat penting dalam sebuah kara sastra memilih kata yang tepat. Dalam arti
tepat dalam konteks, tepat dalam memahami pembaca, tepat sasaran dengan apa yang dituju atau
maksud dari gagasan penulis tersebut.

Tentu saja itu dimungkinkan, bukan hanya lantaran jalinan ceritanya yang mengalir-
mengasyikkan, tetapi juga karena semua peristiwanya mencantel pada satu titik, dan titik itu jatuh
pada ketokohan Nadira. Teknik kolase yang memperlihatkan bukan cuma lintasan-lintasan pikiran
sebagai peristiwa, tetapi juga bentuk kilas balik dan serpihan-serpihan cerita sebagai fragmen-
fragmen yang seolah-olah bercerai-berai, tetapi sesungguhnya sebagai satu kesatuan ketika semua
fragmen itu direkatkan dalam bingkai besar. Mirip gambar-gambar puzzle yang baru membentuk
sebuah gambar utuh ketika semuanya dapat direkatkan dalam sebuah bingkai. Jelas di sini, konsep
atau teori selalu mengikuti perkembangan karya. Oleh karena itu, teori mesti mengabdi pada karya,
dan bukan sebaliknya. Dalam kasus 9 dari Nadira, teknik arus kesadaran, berbaur dengan teknik
kilas balik dan model kolase yang menyerupai serpihan-serpihan fragmen itu. Penataan ke-9 kisahan
dalam 9 dari Nadira, jelas sekali tidak sekadar diurutkan begitu saja. Tetapi mengingat dalam ke-9
kisahan itu Leila S. Chudori menggunakan pola kilas-balik yang menghancurkan urutan waktu,
menyelinapkan model puzzle dan teknik kolase, penggunaan kilasan masa lalu novel ini
menggunakan seuah buku harian Kemala (ibu Nadira) yang secara tidak langsung memberikan gaya
penceritaan yang ganda, masa lalu namun seolah-olah terrefleksikan masa lalu tersebut di masa
sekarang . contohnya dalam penggambaran Nadira dihukum oleh kakaknya , Nina yang dimasukkan
kedalam jamban dan dicemplungkan kepalanya berkali-kali hingga sulit bernafas tetapi kejadian
dan perasaan bagaimana merasakannya baru dirasakan ketika Nadira sudah dewasa. Jika
dianalogikan dalam sebuah fotografi, novel ini memiliki sudut-sudut yang berbeda untuk membidik
objeknya. Sehingga potongan-potongan yang ada disetiap babnya harus diselesaikan sendiri oleh
para pembaca.

Dengan tokoh Nadira mendominasi pusat penceritaan yang memungkinkannya paling


banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, maka tak pelak lagi, tokoh ini menempati posisi
penting dalam keseluruhan cerita. Oleh karena itu, ia menjadi pemeran utama sebagai protagonis,
meski di sana kita tak berjumpa dengan tokoh antagonis. Keberadaan tokoh Nadira itulah yang
merekatkan keseluruhan kisahannya seperti yang dikertahui bahwa novel ini bercerita tentang
seorang wanita yang memiliki kisah yang dapat dikatakan tragis sehingga dia memiliki kepribadian
yang sangat labil. Kisah hidupnya yang kelam memberikan gambaran mengenai kurang
harmonisnya sebuah keluarga yang diserang oleh lingkungan yang ada disekitarnya dalam bidang
politik, agama, sosial,yang menyerang psikologis ke semua tokoh, terutama Nadira yang selalu tidak
stabil dalam menjalani hidup. Contohnya ketika dia masih bekerja sebagai jurnalis di Majalah Tera ,
dia selalu murung dan berpakaian tidak wajar,rambut tidak disisir dan bekerja di kolong meja
kerjanya . Sehingga sering dia dikatakan sebagai orang yang tidak waras.

Dalam novel ini begitu kental dengan dunia jurnalistik penghadiran tokoh-tokoh wartawan
dan dinamika aktivitas majalah Tera, sesungguhnya seperti sebuah potret yang mempunyai cantelan
peristiwa faktual yang terjadi dalam sejarah kontemporer kehidupan bangsa ini. Tentu saja
penyajian peristiwa itu tidaklah sebagaimana adanya. Harus ada fiksionalitasnya. Dengan begitu,
peristiwa fiksional di sana, justru dapat dicurigai sebagai fakta, seperti yang terjadi pada Penembak
Misterius dan Saksi Mata, Seno Gumira Ajidarma. Hal ini tentu berkaitan dengan latar belakang
penulis yang merupakan seorang jurnalistik sehingga novel yang dimuat unsur jurnalistiknya.

2.3 Apakah pokok penting dalam sebuah karya sastra ?

7
Pokok penting dalam karya sastra adalah bagaimana pembaca tersadarkan secara tidak
langsung mengenai apa yang ada disekelilingnya. Sehingga dengan karya sastra diharapakna
sebagai bentuk penyadaran dan perenungan yang dibentuk dalam kehidupan orang lain yang
berbeda atau sama dalam jalan hidupna. Gagasan yang ada memuat dalam karya sastra dianggap
berhasil jika pembaca merasa dekat dengan kisah yang ada , dapat merasakan sehingga
dipahami oleh pembaca awam pada khususnya.

Dalam novel ini, memperlihatkan bagaimana relevansi antara kehidupan seseorang


dengan lingkungan social, budaya, politik, agama. Keempat elemen terseut tidak dapat
dipisahkan dari manusia. Karena keempat elemen hidup ini pengaruhnya sangat besar dalam
kehidupan. Disana memperlihatkan bagaimana Nadira sangat frustasi dan depresi hingga dia
pun menyesal dan tidak menyadari cinta sejatinya.

Walaupun bentuknya kolase, menurut saya novel 9 Dari Nadira ini cukup memberikan
gambaran dan penyadaran bahwa seseorang tidak mendapatkan kesempatan untuk kedua
kalinya. Selalu melakukan yang terbaik disetiap waktunya menjadi solusi yang tepat bagi kita
untuk mendapatkan kehidupan yang terbaik. Nadira sebagai salah satu contoh bagaimana
kegagalan lingkungan sehingga membangun karakterisasi manusia seperti itu, yang rapuh,
mudah puttus asa dan tidak mempunyai gairah hidup.

Penulis rupanya ingin memberikan gagasannya lewat para tokoh yang ada dalam novel
ini , begitu kuatnya karakter yang dibangun oleh penulis sehingga memberikan bentuk
penadaran secara tidaklangsung tetapi mengena karena pembaca dengan imajinasinya ikut
merasakan kehidupan Nadira dan keluarganya sebagai korban lingkungan.
BAB III

PENUTUP

Pemilihan diksi dalam karya sastra merupakan hal yang sangat penting dalam
memberikan intrepretasi dan penerjemahan makna yang ada. Seringkali karya sastra yang absurd
dan tidak jelas bentuknya sehingga dinilai karya sastra tersebut tidak bermanfaat bagi masarakat
karena tidak memberikan penyadaran dan perenungan .Hal ini menjadi sangat penting agar
komunikasi antara penulis dan pembacanya berjalan dengan lancar dengan memberikan gaya
bahasa atau diksi yang mudah dicerna dan dipahami.

Pemilihan diksi dapat memberikan gambaran berupa imajinasi, makna yang terkandung
baik eksplisit mauapun implisit sehingga pembaca merasa seuatu yang dekat dengan dirinya .
Selain itu, pemilihan diksi dalam sebuah karya sastra menjadi sebuah estetika yang dapat
mewarnai suasana novel tersebut.

Ada banyak hal yang dapat digali dari novel ini yaitu bagaimana mempertahankan yang
sudah ada dengan baik dan membuang yang tidak baik dan buruk. Tokoh-tokoh yang ada dalam
novel ini memiliki jalan hidup yang berbeda dan agak tidak biasa, terutama tokohutama Nadira
yang memperlihatkan kegagalan orde baru dalam membentuk sebuah lingkungan yang kondusif.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ratna, Kutha Nyoman. (2004) Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka
Pelajar:Yogyakarta

Vio. (2009)Pilihan kata dan makna (http://vhyo17.wordpress.com dikutip pada 25


Desember 2010 jam 16.05 WIB )

Ramlan arie. (2008) Sastra dan bahasa (http://ramlannarie.blogdetik.com dikutip


pada 25 Desember 2010 jam 16.05 WIB )

Maman S. Mahayana.(2009)Kebaruan dalam 9 Dari nadira (http://mahayana-


mahadewa.com dikutip 25 Desember 2010 jam 17.00)

Anda mungkin juga menyukai