Anda di halaman 1dari 19

BUDAYA DAN PERILAKU MASYARAKAT ASIA DAN EROPA

1. INGGRIS
Thursday, September 13, 2007
Fenomena Animasi Mr. Bean: Sebuah Kritik Bagi Bangsawan Inggris
Fenomena Mr. Bean hadir sebagai bagian dari masyarakat Inggris dengan
karakternya yang kocak, kekanakan, melanggar dari tata karma, dan selalu ingin balas
dendam seolah memberi sindiran bagi masyarakat golongan tertentu di Inggris, terlebih
lagi jika dihadirkan melalui bentuk film animasi yang disusun dari sebuah khayalan yang
kemudian menjadi tidak terbatas.
Film animasi yang saat ini sedang menjadi tren dalam dunia hiburan merupakan
film yang memiliki cirri khas dibanding film lainnya. Film ini merupakan hasil dari
imajinasi pembuatnya yang terkadang terlihat tidak masuk akal jika hal itu benar-benar
terjadi di kehidupan nyata. Cirinya yang lain yaitu film ini dilukiskan untuk mempunyai
sifat menarik dan berkarakter yang biasanya cenderung bersifat komedi.
Maka setelah kesuksesan film nyata Mr Bean yang diperankan dan sekaligus
diproduseri oleh Rowan Atkinson, Perusahaan Tiger Aspect mengeluarkan Film Mr.
Bean dalam bentuk animasi. Mr. Bean sebagai tokoh sekaligus bagian dari masyarakat
Inggris seakan memberi kritikan tersembunyi terhadap golongan pemerintah dan
bangsawan Inggris yang notabene identik dengan aristokrasi, pembatasan-pembatasan
tata karma, Feodalis, dan symbol-simbol monarki yang dibawanya. Sosok Mr. Bean
sangat jelas diungkapkan bertolak belakang dengan tradisi kebangsawanan Inggris
tersebut. Oleh Mr. Bean segala aturan ini diputarbalikan dengan sentuhan komedi melalui
ekspresi wajah dan tingkah lakunya.
Keunikan inilah yang mendorong Triarani Susy Utami, mahasiswi jurusan Ilmu
Komunikasi UGM untuk mengambil penelitian ini dalam skripsinya yang berjudul “Mr.
Bean dan Representasi Perilaku Masyarakat Inggris” . Dalam skripsinya tersebut, ia
mengungkapkan bahwa sebuah film itu diciptakan untuk mampu menembus batas-batas
kelas dan mencapai banyak lapisan sosial, film memiliki kemampuan untuk
mempengaruji masyarakat berdasar pengaruh yang dibawanya. Namun pada realitas
masyarakat saat ini tidak sesederhana itu, jika film hanya mencerminkan kenyataan

1
dalam masyarakat dimana film itu dibuat, maka film tidak akan memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi masyarakat. Dalam film kita dipengaruhi untuk mempercayai apa yang
dihadirkan dalam film.
Sebagai obyek dalam penelitian ini adalah film animasi Mr. Bean yang pertama
kali disiarkan di televise Inggris. Film yang tidak jauh berbeda dengan versi senyatanya
ini menggambarkan kehidupan sehari-hari Mr. Bean yang diwarnai humor, tingkah laku
aneh, jorok, menentang tata karma, dan seenaknya sendiri. Film ini telah dibuat 25
episode yang berdurasi 26 menit ( 13 menit / seri, sehingga ada 50 seri )selain telah
diputar di televise Inggris juga telah ditayangkan di stasiun televise di Indonesia, beredar
pula dalam bentuk DVD.
Dalam penelitian ini Triarani menggunakan pendekatan semiotic yaitu kajian
mengenai suatu tanda yang terus berkembang di masyarakat. Pendekatan ini melihat
objek penelitian sebagai media komunikasi yang didalamnya berjalan sebuah produksi
serta pertukaran makna oleh objek penelitian sebagai sebuah teks sekaligus hasil dari
kebudayaan yang terus berkembang.
Metode analisis wawancara dengan analisis semiotic juga digunakan dalam
penelitian ini. Semiotik adalah sebuah pembelajaran sistematis tentang tanda. Mengingat
objek penelitian merupakan suatu teks yang terdiri dari berbagai macam symbol yang
tergabung dalam suaru system maka metode ini digunakan untuk menelaah tanda-tanda
tersebut dan mengetahui makna apa yang terkandung di dalamnya. Dalam penelitian ini
digunakan dua teknik semiotic, yaitu teknik analisis semiotic menurut Saussure dan
Teknik analisis semiotic menurut Bartness agar dapat saling melengkapi. Pada analisis
semiotic Saussure mengungkapkan bahwa sebuah tanda terdiri dari petanda dan penanda,
petanda lebih bersifat material, fisik sedangkan penanda bersifat mental yang lebih luas
cakupannya. Berbeda pada teknik analisis menurut Bartnes, pemahamannya dengan
melihat hubungan antara latar belakang cultural pembaca yang dibagi dua yaitu konotasi
yaitu pemapanan data berupa tanda-tanda perfilman dan konotasi yang merupakan hasil
dari analisis data. Jenis penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif karena data dan
hasil penelitian diungkapkan dalam bentuk gambaran umum.
Dari hasil penelitian dan analisis datanya, diperoleh beberapa temuan mengenai
kisah cerita dan hal-hal yang dinilai menyimpang dengan kewajaran. Dalam film ini Mr.

2
Bean digambarkan hidup disebuah rumah kost bersama seorang pemilik kost yang galak
dan menyebalkan beserta seekor kucingnya yang menyebalkan pula. Dari keadaan
tersebut maka tercipta sejumlah konflik mulai pada masalah tata karma, bersih-bersih
rumah, hingga kegiatan berbelanja, namun dengan semua itu Mr. Bean menjalani
semuanya dengan apa adanya bersama boneka teddy mungilnya. Suatu contoh pada satu
adegan film ketika makan di ruang makan cirri khas bangsawan, kondisi ruang makan itu
tidak terlalu terawatt baik karena melambangkan si nyonya bangsawan yang telah
ditinggal mati suaminya sibuk dengan hartanya, bagi kaum bangsawan harta adalah
segalanya. Dengan bentuk meja panjang dengan segala aturan yang mengatur berbagai
macam hal mulai dari cara memegang garpu dan pisau, cara mengunyah, menggunakan
lap hingga sikap tubuh saat makan, pada keadaan seperti itu Mr. Bean merasa kesulitan,
maka ia mengambil roti sekenanya dan memotongnya dengan gerakan kasar sehingga roti
yang keras itu jatuh terloncat, ini melambangkan bahwa di kehidupan bangsawan masih
ada makanan yang keras. Di pojok ruangan terdapat seekor kucing milik si nyonya yang
kurus dan hanya diberi sisa tulang ikan, hal ini melambangkan kaum bangsawan yang
pelit.
Dari hasil analisis contoh temuan kita dapat mengetahui tata krama apa saja yang
berlaku pada kehidupan institusi masyarakat Inggris khususnya pada bangsawan dan
kalangan elit di Inggris. Aturan ini menjadi suatu penentu perilaku dan kebiasaan bagi
golongan tersebut. Mr. Bean, dalam film ini ditembatkan sebagai tokoh yang terjebak
dalam perilaku tersebut. Inin berarti bahwa Mr. Bean seharusnya mengikuti segala aturan
dalam institusi tersebut, tetapi Mr. Bean sebagai tokoh yang eksentrik berhasil mengatasi
semua kondisi tersebut dengan caranya sendiri dan apa adanya. Mr. Bean menjadi tokoh
pendobrak bagi segala aturan tersebut meski ia tidak melakukannya dengan sengaja.
Dengan sentuhan humor, dan ejekan yang dihadirkan tentu dapat memberi hiburan yang
mampu membuat orang tertawa.
Dalam penelitian ini berhasil diungkap beberapa bentuk sindiran atas kekakuan
tata karma, kemunafikan golongan bangsawan yang berlindung di bawah aristokrasi, juga
merupakan symbol bahwa dalam hidup itu harus berjuang.

2. Singapura

3
Mengunjungi Pengolahan Air Laut Menjadi Air Minum di New Water, Singapura

Pada hari kedua, Selasa (9/6), rombongan diajak mengunjungi pasar tradisional
masyarakat India di Singapura, yakni Pasar Mustopa. Untuk menuju tempat ini,
rombongan menaiki kereta api bawah tanah. Istilah sangat memaksimalkan lahan untuk
Singapura ternyata tidak berlebihan, mengingat stasiun kereta api bawah tanah ada sekitar
3 tingkat. Setiap tingkat terdapat kereta api yang menuju ke berbagai tempat di
Singapura.
Keberadaan kereta api bawah tanah ini begitu besar manfaatnya terutama bagi
pelajar. Hampir 70 persen penduduk Singapura menggukan transportasi ini untuk tujuan
yang berbeda-beda. Dan yang membuat rombongan kaget adalah kebiasaan masyarakat
Singapura yang berjalan cepat. Menurut pemandu rombongan Ara, masyarakat Sipangura
juga mengenal istilah bangun pagi sebelum didahului ayam berkokok untuk mendapat
rejeki dengan mudah.
Untuk masalah program jumlah penduduk Pemerintah Singapura berlainan
dengan Pemerintah Indonesia. Bila di Indonesia ada program 2 anak cukup, maka
pemerintah Singapura menggelar program wajib 4 anak. Beberapa keuntungan didapat
dari program 4 anak tersebut. Yaitu, apabila lahir anak ketiga maka keluarga tersebut
mendapat tunjungan sebesar 3000 dollar Singapura. Sedangkan untuk anak-anak yang
lahir selanjutnya juga mendapat tunjangan yang sama.
Bagi wisatawan yang berasal dari negara-negara yang belum memiliki atau
menetapkan aturan pembatasan merokok, berada di Singapura seperti berada di neraka
bagi kaum perokok. Hal ini mengingat untuk merokok mereka harus mencari tempat
sampah. Sesuai peraturan yang ada, merokok diperkenankan namun harus dekat dengan
tempat sampah. Padahal letak antara satu tempat sampah ke tempat sampah yang lain
sangat jauh.
Satu lagi keunggulan negara Singapura, yakni kemudahan mencari bantuan
apabila mobil mogok dan tidak tahu nama tempat tersebut. Pengendara hanya butuh
menghubungi emergency call, kemudian memberitahukan nomor tiang listrik terdekat
dari lokasi dia. Tidak sampai 10 menit mobil derek dan mekanik akan tiba di lokasi. Hal

4
ini disebabkan setiap tiang listrik di Singapura selalu tertera nomor untuk memudahkan
siapa saja yang tersesat dan tidak tahu arah tujuannya.
Setelah mengunjungi Mustopa, rombongan kemudian mengunjungi tempat
pengolahan air limbah rumah tangga yakni New Water. New Water tidak ubahnya
PDAM di Kota Surabaya. Bedanya, adalah kualitas air yang disalurkan melalui pipa
ledeng ke rumah-rumah dan ke tempat lainnya. New Water juga menjual air kemasan
dalam botol 100 ml. New Water didirikan mulai tahun 1990 dengan tujuan membuat
sumber air layak minum mandiri. Ini dilakukan, mengingat selama ini Singapura selain
mengolah air laut menjadi air tawar. Singapura juga membeli bahan baku air dari
Malaysia untuk memenuhi kebutuhan air penduduknya.
Di New Water, air yang berasal dari pemukiman, perkantoran dan sebagainya
diolah memalui 4 tahapan. Tahapan pertama adalah tahapan penyaringan benda-benda
besar seperti plastik, tissue dan lain sebagainya. Kemudian disaring lagi dengan
menggunakan membran penyaring yang sangat kecil. Begitu kecilnya hingga virus tidak
bisa masuk. Tahapan ketiga, air yang sudah disaring tersebut kemudian di ozonisasi atau
pencampuran dengan zat ozon untuk menambah kadar oksigen di dalam air. Tahapan
terakhir disinari dengan Ultra Violet untuk memastikan tidak ada zat berbahaya yang
terkandung.
Setelah selesai mengunjungi New Water, perjalanan rombongan dilanjutkan
menuju ke kantor imigrasi Singapura untuk ke Malaysia dengan menggunakan jalur
darat. Selepas dari kantor imigrasi Singapura rombongan melanjutkan perjalanan menuju
kantor imigrasi Malaysia yang hanya berjarak sekitar 20 menit dari kantor imigrasi
Singapura. (Adetya Firmansyah).

5
3.
4. Malaysia
Mengenal Sekilas Budaya/Tradisi Masyarakat Arab

Dalam batas-batas tertentu, pertemuan antara dunia luar dengan Indonesia lebih
berbentuk persaingan, konflik, dan perselisihan daripada saling mengerti, bersahabat, dan
kerja sama. Demikian juga antara dunia Arab dengan Indonesia. Bagi kebanyakana orang
Indonesia, Arab‘ selalu dihubungkan dengan kekayaan, kekerasan, kasar, dan pemarah.
Bagi orang Arab, ‘Indonesia‘ selalu dikaitkan dengan kelebihan penduduk, kemiskinan,
TKW/TKI dan ‘nriman‘.
Pada kedua belah pihak ada prasangka, ketidaktahuan, dan salah informasi.
Dan
lalu, sebagaimana dunia makin menjadi sempit karena kemajuan komunikasi,
ditambah lagi adanya usaha saling memperhatikan
yang lebih besar, kontak antara
Indonesia dan Arab menjadi semakin berkembang di segala lini kehidupan.

Atas dasar kenyataan di atas,


maka bagi setiap orang yang ingin berinteraksi dengan komunitas bangsa lain
dalam percaturan global,
termasuk dalam rangka tujuan melaksanakan ibadah haji
ke tanah suci Makkah, penting untuk memperhatikan hal-hal berikut, antara
lain:

6
1. Bahasa Arab merupakan salah
satu bahasa mayor di dunia yang dituturkan oleh lebih dari 200 juta jiwa dan
digunakan secara resmi
di lebih dari 22 negara. Secara umum bahasa Arab
memiliki dua varietas, pertama bahasa Arab Fusha (bahasa Arab standar/baku)
dan
kedua bahasa Arab ‘Amiyyah (bahasa Arab pasaran). Varietas yang pertama umumnya
digunakan dalam komunikasi resmi
seperti dalam sekolah, kantor, seminar,
dilpomatik, berita, buku-buku, majalah, dokumen-dokumen resmi dan sebagainya.
Sedangkan
varietas kedua, sering digunakan untuk keperluan komunikasi atau
percakapan sehari-hari oleh warga kebanyakan dari segala
kalangan baik yang
terpelajar maupun yang buta huruf.

2. Komunikasi bisa berbentuk


verbal maupun non-verbal. Porsi komunikasi non-verbal berkisar antara 60 persen
(dalam budaya Barat)
hingga 90 persen (dalam budaya Timur) dari keseluruhan
komunikasi. Komunikasi verbal digunakan untuk menyampaikan gagasan,
informasi
atau pengetahuan, sedangkan komunikasi non-verbal digunakan untuk mengungkapkan
perasaan. Fakta, peristiwa, ciri-ciri

7
sesuatu lebih mudah kita ungkapkan lewat
kata-kata, tetapi emosi seperti rasa sayang, rasa kagum, keterpesonaan, rasa
jengkel, rasa
benci, atau bahkan kemarahan seseorang tidak jarang diungkapkan
lewat isyarat tangan, sentuhan, postur tubuh, nada suara,
pandangan mata,
ekspresi wajah tertentu, jarak berbicara, penggunaan waktu, peggunaan benda
tertentu (busana, interior rumah,
kendaraan, perhiasan, jam tangan, dasi,
dsb.), bau-bauan dsb. Sepengetahuan saya, pola komunikasi orang Arab pada
umumnya
termasuk salah type komunikasi yang amat ekspressif yang memadukan
antara bahasa verbal dengan non-verbal sekaligus, seperti
dengan mimik,
gesture, dan pendukung non-verbal lainnya guna mayakinkan lawan bicaranya.

3. Meskipun warga Arab Saudi


umumnya beragama Islam (mungkin 100%), ini tidak berarti bahwa cara dan etika
mereka dalam
berkomunikasi selalu santun seperti diajarkan Al-quran dan Sunnah.
Sebagian dari cara mereka berkomunikasi bersifat kultural
semata-mata. Ini
penting dipahami oleh orang-orang yang akan berziarah/berkunjung ke Arab Saudi
baik untuk menunaikan ibadah
umrah dan haji, apalagi untuk bekerja sebagai

8
diplomat, pebisnis, pegawai, teknisi, perawat, TKI atau TKW untuk mengatasi
mis-
komunikasi (kesalahpahaman) dan konflik
yang mungkin akan mereka/kita alami ketika berhubungan dengan orang Arab,
karena
bagaimanapun mereka akan lebih banyak berkomunikasi dengan warga
pribumi.

4. Gaya
komunikasi orang Arab, seperti gaya
komunikasi orang-orang Timur Tengah umumnya, bebeda dengan pembicara
orang-
orang Barat (Amerika atau Jerman) yang berbicara langsung dan lugas.
Dengan kata lain, orang Arab masih tidak berbicara apa
adanya, masih kurang
jelas dan kurang langsung. Umumnya orang Arab suka berbicara berlebihan dan
banyak basi-basi (mujamalah).
Misalnya, bila seorang Saudi bertemu temannya,
maka untuk sekedar tanya kabar, tak cukup sekali dengan satu ungkapan,
tapi
berkali-kali. Disamping itu bila seorang
Saudi mengatakan tepat seperti yang ia maksudkan tanpa pernyataan yang
diharapkan,
orang Saudi lainnya masih mengira yang dimaksudkannya adalah kebalikannya. Kata
sederhana ‘La‘ (dalam bahasa Arab

9
‘Tidak‘) yang diucapkan tamu tidaklah cukup
untuk menjawab permohonan pribumi agar tamu menambah makan dan minum.
Agar
pribumi yakin bahwa tamunya memang betul-betul sudah kenyang, tamu itu harus
mengulangi ‘La‘ beberapa kali, ditambah
dengan sumpah seperti ‘Demi Allah‘ (‘Wallah‘).

5. Masih banyak isyarat


non-verbal khas Arab lainnya yang berbeda makna dengan isyarat non-verbal ala
Indonesia.
Misalnya,
sebagai pengganti kata-kata, ‘Tunggu sebentar!‘ atau ‘Sabar dong!‘
ketika dipanggil atau sedang menyeberangi jalan (sementara
kendaraan datang
mendekat), orang Arab akan menguncupkan semua jari-jari tangannya dengan
ujung-ujungnya menghadap ke atas.
Ketika bertemu dengan kawan akrab, mereka
terbiasa saling merangkul seraya mencium pipi mitranya dengan bibir. Ini suatu
perilaku
yang dianggap nyeleneh oleh orang lain umumnya, bahkan mungkin juga
oleh orang Indonesia. Orang lain yang tidak memahami
budaya Arab akan
menganggap perilaku tersebut sebagai perilaku homoseksual. Walhasil, jika kita
bersama orang Arab, kita harus
tahan berdekatan dengan mereka. Bila kita

10
menjauh, orang Arab boleh jadi akan tersinggung karena Anda menyangka bahwa
kehadiran
fisiknya menjijikkan atau kita dianggap orang yang dingin dan tidak
berperasaan. Begitu lazimnya orang Arab saling
berdekatan dan bersentuhan
sehingga senggol menyenggol itu hal biasa di mana pun di Arab Saudi yang tidak
perlu mereka iringi
dengan permintaan maaf.

6. Sejak kanak-kanak orang Arab


dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan mereka apa adanya, misalnya dengan
menangis atau
berteriak. Orang Arab terbiasa bersuara keras untuk
mengekspresikan kekuatan dan ketulusan, apalagi kepada orang yang mereka
sukai.
Bagi orang Arab, suara lemah dianggap sebagai kelemahan atau tipu daya. Tetapi
suara keras mereka boleh jadi ditafsirkan
sebagai kemarahan oleh orang yang
tidak terbiasa mendengar suara keras mereka. Maka pasti akan banyak yang
mengira, kalau
bicaranya seperti marah ketika seorang pegawai Arab misalnya,
sedang memeriksa paspor, iqamah, dsb. Saya menduga banyak
TKI/TKW di Arab Saudi
yang belum memiliki pemahaman memadai tentang bahasa Arab boleh jadi
mengidentikkan suara majikan
mereka yang keras itu dengan kemarahan, meskipun

11
majikan itu sesungguhnya tidak sedang marah. Sebaliknya, senyuman wanita
kita
(termasuk TKW) kepada orang Arab/majikan pria mereka yang mereka maksudkan
sebagai keramahtamahan atau kesopanan,
boleh jadi dianggap sebuah ‘godaan‘ oleh
majikan pria mereka. Kesalahpahaman antarbudaya semacam ini, bisa tidak
terhindarkan
meskipun majikan dan TKW sama-sama Muslim. Mungkinkah problem TKW
di Arab Saudi seputar terjadinya pelecehan seksual
sebagaimana sering kita baca
atau dengar, seperti kasus; ‘majikan Arab memerkosa atau menghamili TKW‘ dsb
berkaitan dengan
kesalahpahaman antarbudaya ini? Bisa jadi.

7. Budaya/tradisi Arab
mementingkan keramahtamahan terhadap tamu, kemurahan hati, keberanian,
kehormatan, dan harga-diri. Nilai
kehormatan orang Arab terutama melekat pada
anggota keluarganya, khususnya wanita, yang tidak boleh diganggu orang luar.
Di
Arab Saudi wanita adalah properti domestik. Di Saudi, adalah hal yang lazim
jika seorang pria tidak pernah mengenal atau bahkan
sekadar melihat wajah istri
atau anak perempuan dari sahabatnya, meskipun mereka telah lama bersahabat dan

12
sering saling
mengunjungi. Juga tidak lazim bagi seorang pria untuk memberi
bingkisan kepada istri sahabat prianya itu atau anak perempuannya
yang sudah dewasa.
Karena itu saran saya, tak usahlah kita coba-coba sok ramah, berlama-lama
memandang, apalagi menggoda
atau mengganggu.

8. Aturan/rambu-rambu lalu lintas


yang berlaku di Arab Saudi berbeda 180º dengan aturan yang berlaku di negara
kita. Di
Indonesia, setiap pengguna jalan umum baik kendaraan pribadi maupun
kendaraan/angkutan umum semua wajib berada di jalur kiri
jalan (dan letak roda
kemudi mobil berada di bagian kanan). Demikian pula waktu menaikkan atau
menurunkan penumpang semua
berada di jalur kiri. Karena itu penumpang di
Indonesia jika ingin turun dari kendaraan umum, biasanya mereka bilang ‘Kiri
Pak Sopir !‘.
Hal ini berbeda sama
sekali dengan apa yang berlaku di Arab Saudi, semua pengguna jalan termasuk
waktu menaikkan maupun
menurunkan penumpang berada di jalur sebelah kanan
jalan. Demikian pula waktu menaikkan maupun menurunkan penumpang,
mereka wajib

13
menepi ke sebelah kanan jalan. Apa jadinya jika tradisi lalu-lintas di negeri
sendiri ini tetap ‘kita pertahankan dan kita
bawa‘ saat kita berada di Arab
Saudi? Sebuah features yang dimuat di sebuah surat kabar Arab Saudi (1999)
pernah penulis baca:
‘Tingginya frekwensi kecelakaan lalu-lintas yang menimpa
sopir pemula asal Indonesia, diduga karena perbedaan rambu-rambu lalu-
lintas
yang berlaku di Arab Saudi. Sementara kecelakaan yang menimpa warga pribumi
Saudi, umumnya menimpa remaja usia 15-25
tahun disebabkan ugal-ugalan‘.

9. Ada kesan, pandangan orang


Saudi terhadap warga negara Indonesia agak ‘stereotif‘. Diantara bangsa-bangsa
yang datang
berkunjung ke Saudi Arabia apapun motif dan tujuannya, orang-orang
asal Indonesia termasuk yang paling mudah diidentifikasi, baik
dari segi fisik
(sebagaimana umumnya orang Asia Tenggara, orang Indonesia termasuk kelompok
bangsa yang berfisik tidak
tinggi
dan tidak besar), segi pakaian maupun cara berjalan. Mungkin karena begitu
banyaknya saudara-saudara kita yang muqim di
Saudi baik sebagai TKI maupun TKW,
maka kesan pukul rata (generalisasi) itu tidak jarang menimpa saudara kita jama‘ah

14
haji.
Karena itu tidak usah dimasukkan di dalam hati jika suatu ketika ada di
antara kita yang ‘disangka TKI/TKW‘ dan merasa kurang
‘dihargai‘ sebagai tamu
Allah oleh orang Saudi ketika kita sedang di Arab Saudi, terutama di saat kita
berjalan-jalan tanpa kostum atau
identitas jama‘ah haji.

10. Bagi orang Saudi, rumah


betul-betul menjadi bagian privacy yang tak semua orang bisa mengakses ke dalam
dengan mudahnya,
sebagaimana kebiasaan kita di Indonesia. Desain rumah yang
umumnya ‘hanya‘ berbentuk segi empat bertingkat seolah-olah
menggambarkan
bangunan sebuah benteng yang sulit ditembus. Faktanya memang benar, setiap
rumah selalu ditutup dengan pagar
tembok tinggi, dengan pintu gerbang bisa
berlapis-lapis. Apa yang ada di balik tembok adalah sebuah privacy yang tidak
boleh
dikonsumsi oleh publik. Karena itu saya menyarankan untuk tidak tengak-tengok
atau tolah-toleh mengamati pintu di depan
rumah orang Saudi atau sekedar
melihat-lihat bangunan bagian atas. Sebab, umumnya mereka sangat tidak respek
dengan perilaku
seperti ini, bisa jadi mereka mengira kalau orang itu adalah ‘harami‘

15
alias ‘maling‘ atau penculik yang sedang mengintai mangsa.

11. Tak lama setelah saya muqim


di Mekkah, suatu sore saya berjalan-jalan di kawasan pertokoan di Mekkah dengan
seorang kawan
laki-laki dari Indonesia (asal Gondanglegi – Malang). Sebagaimana
kebiasaan di Indonesia saya dan kawan saya berjalan
bergandeng tangan sambil
melihat-lihat barang yang ada di sepanjang pertokoan tersebut. Begitu melintasi
salah satu toko yang
dijaga oleh orang Arab, tiba-tiba kami ditegur si penjaga
toko: ‘Isy fak inta ya walad !…inta luthy walla eh,….haza aib, ya
walad…‘ (apa
yang kau lakukan itu, nak…kamu homo apa bagaimana? Itu aib..).
Wah…saya baru
tahu, ternyata
bergandengan tangan dengan sesama jenis di Saudi itu termasuk ‘aib‘
menurut mereka, sebab bisa dianggap sebagai pasangan
homo, tetapi jika yang
bergandengan tangan itu berlainan jenis (sebagaimana yang pernah saya lihat)
ternyata biasa-biasa saja,
sebab ‘diduga‘ itu pasangan suami istri.

16
12. Busana orang Saudi hampir
semua sama. Mereka semua memakai pakaian putih yang biasa disebut ‘tsaub‘
dengan sorban motif
kotak-kotak kecil
berwarna putih-merah plus diikat dengan ‘igal‘ di kepala. Performance orang
Saudi yang demikian wibawa seringkali
membuat orang-orang Indonesia yang baru
melihat atau mengenalnya menjadi ciut nyali, minder, kurang percaya diri bahkan
takjarang yang menjadi takut, sehingga menimbulkan adanya semacam jarak
pemisah yang membatasi dalam pergaulan. Akibat
berikutnya yang biasanya menimpa
adalah adanya perasaan rendah diri di dalam perasaan orang-orang Indonesia
ketika berhadap-
hadapan dengan orang Saudi. Hal semacam ini seharusnya tidak
perlu terjadi, mengingat tak ada yang membedakan antara Arab
maupun bukan Arab,
kecuali hanya taqwanya. Saya menduga, kultur Jawa yang melekat kuat
mengiternalisasi di dalam pribadi orang-
orang kita kebanyakan, yang biasanya
terkenal sebagai orang yang nriman, ngalah, dan rendah hati memberi andil yang
kuat
terhadap munculnya perasaan rendah diri di hadapan bangsa lain seperti
ini. Dalam kasus-kasus tertentu kelemahan seperti ini justru
‘dimanfaatkan‘
oleh oknum orang Saudi untuk mem-pressure, menganiaya bahkan memperbudak
saudara-saudara kita di Saudi.
Idealnya kita tetap harus merasa berdiri sama

17
tinggi dan duduk sama rendah, dengan tetap menjunjung tinggi etika pergaulan
global
yang egaliter dan jauh dari sifat arogan.

13. Sesungguhnya di berbagai


tempat-tempat pelaksanaan ibadah haji (seperti di Mina, Arafah apalagi di
Haram) telah dipasang
tulisan larangan keras mengambil foto. Namun umumnya,
para jama‘ah haji lebih-lebih saudara-saudara kita jama‘ah Haji asal
Indonesia,
selalu berusaha dengan cara mencuri-curi mengabadikan momentum-momentum
tersebut dengan camera dgtl, handycam,
HP maupun foto. Alasan pelarangan
tersebut, tak lain karena hal-hal semacam itu sangat berpotensi mengurangi
keikhlasan di dalam
melakukan ibadah haji. Oleh karenanya, menjadi tugas kita
bersama untuk menanamkan pemahaman bagi saudara-saudara kita
jama‘ah calon
hati, agar hati betul-betul harus terjaga, agar semua itu tidak
menjerumuskannya ke dalam perilaku ‘riya‘‘

Alhasil, aspek pengenalan dan pemahaman


terhadap budaya masyarakat Arab Saudi yang sesungguhnya tidak terkait

18
langsung
dengan rukun dan wajib haji merupakan elemen penting yang menjadi pendukung
terlaksananya kesempurnaan ibadah haji.
Semakin kita memahami budaya/tradisi
masyarakat Arab tempat kita bertamu ke ‘baitullah‘ idealnya akan semakin
berpengaruh
terhadap kenyamanan, ketenangan dan akhirnya kekhusu‘an ritual haji
kita yang berujung pada tercapainya haji mabrur. Amin.
Wallahu Waliyyuttaufiq.

___________________________
5.

19

Anda mungkin juga menyukai