Anda di halaman 1dari 3

COLUMN

SKANDAL

Himawan Wijanarko
THE JAKARTA CONSULTING GROUP

Skandal kerap melekat pada sosok perseorangan dikaitkan dengan moralitas. Namun organisasi
tak kalis dari skandal. Organisasi pemerintah, bisnis, bahkan organisasi keagamaan. Kasus
Gayus adalah skandal di lingkungan organisasi pemerintah yang melibatkan organisasi bisnis.
Skandal dalam dunia bisnis, kerap terkait dengan organisasi pemerintah. Maklum pemerintah
adalah regulator, dan organisasi bisnis harus patuh terhadap regulasi ini. Skandal acap lahir dari
upaya mengakali regulasi, demi meraih keuntungan.
Sebuah kekeliruan dianggap skandal, tatkala orang menduga kesalahaan tersebut
disengaja untuk memperoleh keuntungan secara tidak wajar. Mereka menerobos aturan yang
telah diberlakukan secara ketat, seperti kasus ENRON dan Worldcom, yang terjadi di negara
yang dikenal ketat regulasinya. Yang menarik dari sebuah skandal adalah unsur kejutannya,
tatkala apa yang terjadi jauh dari gambaran dan harapan publik.
Beda dengan kasus ENRON dan Worldcom yang jelas-jelas melanggar dan langsung
tamat riwayatnya, kasus subprime mortgage masih abu-abu. Menurut Kostigen, bisnis subprime
mortgage dibangun di atas fondasi etika yang rapuh. Subprime mortgage sebenarnya disediakan
bagi mereka yang sebenarnya tidak layak untuk menperoleh kredit perumahan. Mereka yang
meminjam melalui subprime mortgage memiliki catatan kredit yang buruk serta bersedia
membayar tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Namun karena menjanjikan tingkat
pengembalian finansial yang tinggi, maka pemberi pinjaman berlomba-lomba menawarkan
pinjamannya, tanpa memperhatikan kesulitan yang mungkin akan dihadapi oleh para debitor di
masa depan. Salah satu yang tersengat adalah Citigroup.
Citigroup, lembaga keuangan terkemuka hasil merger Citicorp dan The Travelers, yang
merupakan merger terbesar dalam sejarah, tentu memiliki reputasinya yang tidak diragukan lagi.
Prudent dalam bertindak, dan dianggap memiliki manajemen resiko terbaik. Tapi apa yang

1
terjadi? Subprime mortgage mengantarkan Citigroup mengalami kerugian besar dan masuk
program bail out. CEO Citigroup dipaksa mengundurkan diri dan terpaksa memecat ribuan
karyawannya. Pada tanggal 27 Februari 2009, Citigroup mengumumkan bahwa pemerintah
Amerika Serikat mengambil saham ekuitas 36% perusahaan dengan mengkonversi $ 25 miliar
bantuan darurat ke saham biasa.
Skandal ini telah meruntuhkan reputasi mereka, mitos yang telah terbangun selama ini.
Inilah Explosion of Myth. Mitos yang telah dipercaya selama ini seolah meledak. Kaget?
Sebenarnya jika kita menyimak mengenai budaya organisasi, masalah semacam ini bukanlah hal
yang aneh.
Organisasi dianalogikan layaknya manusia yang melewati daur hidup, sejak anak-anak,
dewasa, dan menua. Tatkala organisasi memasuki masa dewasa, dikembangkanlah sebuah
ideologi positif, atau seperangkat mitos mengenai cara-cara beroperasi, yang oleh Angyris dan
Schon disebut dengan espoused theories. Pada saat yang sama, organisasi terus beroperasi
dengan asumsi-asumsi bersama (shared asumption) yang dalam prakteknya telah berfungsi
dengan baik, yang disebut theories-in-use, yang secara lebih akurat merefleksikan apa yang
sebenarnya terjadi.
Misalnya, sebuah perusahaan yang beroperasi di seluruh Indonesia, mempunyai espoused
theories yang menyatakan bahwa kebutuhan pribadi akan dijadikan bahan pertimbangan dalam
keputusan untuk memindahkan tempat tugas karyawan ke berbagai daerah di Indonesia. Namun
dalam prakteknya (theories-in-use) yang menolak penugasan ini akan dikeluarkan dari daftar
karyawan yang berpotensi untuk dipromosikan. Kesediaan karyawan untuk ditempatkan di
pelosok merupakan persoalan serius di perusahaan tersebut. Sehingga siapa yang menolak
ditugaskan di daerah terpencil, karirnya akan terganjal.
Kejadian seperti ini juga banyak terjadi. Perusahaan selalu berteriak keras mengenai
pentingnya kerjasama tim, namun dalam kenyataannya yang terjadi adalah para karyawan yang
sangat individualis, penuh persaingan dan maraknya politicking.
Ada pula perusahaan penambangan menggaungkan pentingnya keamanan dan
keselamatan karyawan di atas segalanya. Namun dalam prakteknya biaya mendorong asumsi
bahwa biaya harus ditekan serendah mungkin agar dapat tetap kompetitif. Sehingga mendorong
praktek-praktek yang mengabaikan, bahkan mengancam keamanan dan keselamatan karyawan.
Jika antara espoused theories dan theories-in-use yang saling bertentangan ini dibiarkan,

2
tumbuhlah mitos yang mendukung espoused theories, sehingga terbangun reputasi yang
menyimpang dari realitas.
Suatu saat espoused theories dan theories-in-use yang saling bertentangan ini akan
meledak menjadi skandal dan explotion myth, dan bisa memicu mekanisme perubahan budaya
yang relevan. Tidak akan ada yang berubah sampai konsekuensi dari asumsi operasi yang aktual
menciptakan skandal publik yang dapat terlihat, sehingga tidak bisa disembunyikan, dihindari,
atau disangkal.
Tapi apakah skandal selalu hanya melahirkan penyesalan? Ada hikmah di balik musibah.
Skandal, dan juga berbagai keteledoran yang merusak, justru dapat dipakai sebagai pemicu
perubahan yang paling efektif. Misalnya kasus Bhopal atau kebocoran minyak di teluk Meksiko.
Dalam kasus-kasus seperti ini, norma-norma dan praktek-praktek yang berhubungan dengan
keselamatan manusia dan lingkungan terkait dengan produktivitas dan biaya diuji kembali dan
norma-norma baru kemudian diusulkan dan diimplementasikan. Jika norma-norma baru ini dapat
berfungsi dengan baik sebuah elemen budaya yang baru tercipta secara bertahap.
Skandal publik menghasilkan situasi yang memaksa eksekutif senior untuk menguji
norma-norma dan praktek-praktek, serta asumsi-asumsi yang selama ini diterima dan
dioperasikan secara tidak sadar. Bencana dan skandal memang tidak serta-merta menyebabkan
perubahan budaya, namun bencana dan skandal yang membuat perusahaan tidak nyaman ini
mampu menjadi kekuatan yang paling efektif sebagai pemicu awal program perubahan.
Kasus Enron telah mengharuskan banyak perusahaan untuk menguji kembali praktek-
praktek akuntansi dan keuangan yang selama ini diterapkan. Hasilnya dirumuskan dan
selanjutnya diimplementasikan praktek-praktek akuntansi dan keuangan yang lebih
bertanggungjawab, yang berkembang menjadi elemen budaya baru.
Nah, pertanyaannya apakah sederet skandal yang telah menjerat berbagai insititusi
pemerintah, yang terkait pula dengan sekelompok perusahaan swasta, dapat menjadi pemicu
perubahan budaya yang lebih baik? Dapat memberangus theories-in-use yang tidak sesuai
dengan harapan publik dan mencoreng reputasi? Semoga.

Anda mungkin juga menyukai