Anda di halaman 1dari 49

BAB II

Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

MANAJEMEN
R. Wayne Mondy
MSDM DALAM Praktik

Mengembangkan Budaya Etis di Tyco International

Para CEO yang mengambil alih perusahaan-perusahaan yang tercabik


oleh skandal menghadapi banyak tantangan guna memulihkan reputasi
perusahaan. Beberapa orang menyatakan bahwa mengubah citra
perusahaan Tyco bisa bisa digolongkan sebagai salah satu pekerjaan
terberat dalam sejarah modern.

Dennis Kozlowski, CEO Tyco International, mengundurkan diri pada


tahun 2002 setelah didakwa melakukan kecurangan. Akibatnya, Tyco
dipandang sebagai contoh perusahaan yang tidak beretika lagi. Di bawah
kepemimpinan Kozlowski, muncul laporan mengenai ekses-ekses yang
luar biasa: tirai kamar senilai $6000, pesta ulang tahun di pulau sardinia,
dan bahkan penampilan pribadi pencipta lagu Jimmy Buffet, yang
menyanyikan “Wasting way again in Margaritaville”.

CEO baru Tyco, Edward Breen, Menunjuk Eric Pillmore untuk


mengubah citra tengah merabaknya skandal Kozlowski. Ia dipilih untuk
mengepalai upaya-upaya tata kelola perusahaan (coorporate governane)
dua minggu setekah Breen menjabat. Pillmore menghadapi tantangan
yang sangat luar biasa berat untuk meyakinkan tim eksekutif yang
sebagian besar baru dan para karyawan sangat peduli. “Saya
dipekerjakan dengan sebuah kontrak untuk mengembangkan program
etika dan kepatuhan” katanya, “dan diberi kewenangan oleh dewan
direktur untuk merancang pekerjaan tersebut sesuai yagn saya anggap
tepat – dan dengan demikian setiap orang bisa tidur di malam hari.”
Pilmore harus menentukan dari mana ia harus mulai dalam sebuah
perusahaan yang memiliki fasilitas di lebih dari 60 negara dan
mempekerjakan lebih dari 200.000 orang.

Salah satu langkah awal yang diambil Breen dan Pillmore adalah
menciptakan “empat nilai penting perusahaan yaitu: integritas,
keunggulan, kerja tim, dan akuntabilitas. ”sebuah keranka untuk
akuntabilitas juga telah disusun. Pillmore melapor kepada dewan direktur,
bukan CEO. Para direktur juga tidak hanya mendengar dari CEO. Di Tyco
dewan kini bertemu sekitar enam kali setahun, dan para manager dari unit
unit yang berbeda bergabung dengan dewan untuk makan malam. Selain
itu, para direktur secara rutin mengunjungi unit-unit bisnis, biasanya tanpa
CEO Breen atau staf yang lainnya. Tyco juga menciptakan posisi
ombudsman dengan tanggung jawab mencegah berulangnya kejadian.

Begitu panduan-paduan etika dikembangkan, kebijakan dan materi-


materi pelengkap ditulis dalam 26 bahasa yang digunakan Tyco. Empat
nilai penting tersebut memberi landasan bagi panduan etis Tyco setebal
32 halaman, yang mencoba menyajikan sejelas mungkin, apa yang
dipandang sebagai perilaku bisnis yang benar dan apa yang bukan.
Panduan tersebut memasukan cerita-cerita pada setiap halaman yang
menunjukan kepada karyawan contoh-contoh bagaimana segala sesuatu
bisa menjadi salah dalam kegiatan bisnis sehari-hari. Karyawan-karyawan
pembelian, misalnya, diminta memperhatikan hal-hal yang menimbulkan
konflik kepentingan. Panduan tersebut mendorong para karyawan untuk
meneliti bidang bidang masalah masih mungkin terjadi.

Dov Seidman, CEO konsultasi etika perusahaan LRN, berkata, “Perlu


sedikit waktu untuk menenun etika hingga menjadi kain budaya
perusahaan. Saat ini, posisi etika mirip dengan kualitas pada 20 hingga 30
tahun yang lalu, sewaktu kualitas masih merupakan disiplin terpisah
dalam perusahaan. Para karyawan terbiasa berpikir bahwa pengendalian
kualitas adalah tanggung jawab bagian belakang dan bahwa orang lain
akan menemukan kecacatan tertentu. “Sekarang, katanya, setiap orang
dapat menghentikan jalur produksi jika mereka melihat masalah. “Kualitas
telah dirancang kedalam deskripsi pekerjaan para karyawan. Etika akan
mengalami hal yang sama.”
Pada tahun 2005, hakim mendakwa Kozlowski mencuri jutaan dolardari
Tyco. Ia terbukti bersalah melakukan pencurian besar, persekongkolan,
pemalsuan surat berharga, dan delapan dari sembilan rekayasa dokumen
bisnis. Pada tahun 2006, skandal yang ditinggalkan mantan CEO Tyco
yang kini dipenjara telah dibersihkan. Perusahaan juga memulihkan
kesehatan finansial dan reputasinya.

Bab ini diawali dengan mempelajari bagaimana budaya etika


dikembangkan di Tyco International. Hal ini diikuti dengan diskusi
mengenai etika dan presentasi sebuah model etika. Upaya-upaya yang
telah dilakukan untuk melegislasi etika juga ditampilakan. Kemudian,
makna penting kode etik dan etika sumber daya manusia didiskusikan.
Profesionalisasi manajemen sumber daya dideskripsikan, diikuti dengan
diskusi, mengenai konsep tanggung jawab sosial perusahaan dan apa
yang dimaksud dengan analisis stakeholder dan kontrak sosial.
Berikutnya, kita mempelajari bagaimana implementasi program tanggung
jawab sosial perusahaan, dan bab ini ditutup dengan fitur perspektif global
berjudul “’Ketika di Roma, berbuatlah seperti Orang Roma”’Sudah Tidak
Berlaku Lagi Hari Ini”

Etika

Etika adalah disiplin yang berkenaan dengan apa yang baik dan buruk,
yang benar dan salah atau dengan kewajiban dan tangguna jawab moral.

Masih segar dalam ingatan kita saat banyak perusahaan hanya


bermanis kata terhadap etika. Berita-berita utama telah mengungkapkan
tindakan sangat tidak etis dari Enron, Arthur Adersen, WorldCom, Global
Crossing, Adelphia Communications, Tyco International dan lainnya.
Kepentingan pribadi jahat yang memotivasi para pemimpin beberapa
perusahaan besar telah terbongkar. Seringkali para eksekutif perusahaan
membuat keputuasan yang tidak sejalan dengan harapan masyarakat. Hal
yang sama berlaku pula untuk dewan-dewan direktur, yang seringkali
menggunakan pendekatan pemberian persetujuan. Citra Enron kini
menjadi atmosfer penting dalam setiap ruang rapat. Bekerja pada dewan
Enron secara nyata telah menjadi citra yang memalukan. Di Enron, nilai-
nilai yang dinyatakan perusahaan, respek, integritas, komunikasi, dan
keunggulan pernah sekali waktu secara membanggakan terukir pada
pembuat kertas. Namun, akibatnya ketidaketisan pemimpinnya,
perusahaan hancur. Para CEO harus lugas dan berkata ‘Hal tersebut tidak
pernah saya inginkan,’ dan memastikan para karyawan memahami
norma-norma,” kata Bob Shoemaker, direktur Program Center for Ethical
Bussiness Cultures. Jendral Norman Schwarzkopf, pahlawan perang teluk
(AS – Irak), memiliki sekelumit nasihat yang harus diikuti oeh semua CEO.
Ia menyebutnya Aturan nomer: “Ketika Anda ragu-ragu, lakukan yang
benar.” Citra dunia bisnis akan berada dalam kondisi jauh lebih baik jika
nasihat sederhana ini diikuti,

Sebagian besar dari 500 perusahaan terbesar di Amerika Serikat


sekarang memiliki kode etik yang membuat standar-standar perilaku
tertulis, edukasi internal, dan perjanjian-perjanjian

Tren & Inovasi

Sikap etis Seorang Pribadi

Setiap orang tidaklah sama etisnya dengan Leonard Roberts, Mantan


CEO Arby’s, jaringan restoran cepat saji. Ia mengambil alih jaringan itu
ketika jaringan tersebut merugi dan membuat Arby’s mambu mencetak
laba, namun kemudian mengundurkan diri dari seawn direktur setelah
pemilik Arby’s menekannya untuk menhan bonus baggi karyawan Roberts
dan tidak memberikan bantuan bantuan yang di janjikan terhadap para
francisee Arby’s, dengan tujuannya untuk lebih meningkatkan
laba.sebagai alasan atas sikap etisnya, Roberts dipecat, ia kemudian ia
diangkat menjadi CEO jaringan restoran Shoney’s. Segera setelah masuk
ia menyadari bahwa perusahaan tersebut adalah subyek diskriminasi
rasial terbesar dalam sejarah. Setalah melakuan penyelidikan dan
memastikan bahwa perusahaan tersebut dalam kenyataannya, bersalah,
Roberts berjanji tuntutan tersebut akan diselesaikan secara adil. Pemilik
Shoney’s setuju untuk membayar dan mengalah, namun hanya jika
Roberts mengundurkan diri kemudian. “Sikap saya integritas memberikan
sedikit kesulitan pada istri dan anak-anak saya,”kata Roberts. “Tetapi saya
tahu itu harus dilakukan. Tidak ada jalan lain. Anda tidak bisa
menutupinya . Anda harus membela apa yang benar bagaimanapun juga.
Anda tidak bisa mempertahankan integritas anda 90 persen dan menjadi
pemimpin. Hal tersebut harus 100 persen.” Setelah Roberts menjadi CEO
RadioShack Corporation. Berkat pekerjaannya di RadioShack, majalah
Brandweek memberinya gelar Peritel Tahun ini. Ia pensiun pada tahun
2006

Formal dalam standar industri, kantor etika, akuntansi sosial, dan


proyek sosial. Meskipun begitu, skandal etika bisnis tetap saja menjadi
berita utama dewasa ini.berbohong dalam audit,pelanggaran hukum,
penghancuran dokumen, manipulasi harga saham, pemangkasan kurva
untuk memenuhi harapan Wall Street, pemalsuan, pemborosan, dan
penyalahgunaan, sayangnya, muncul terlalu sering ketika hal-hal dalam
bisnis menjadi salah secara etis.

Namun, bisnis tidaklah sendirian. Praktis tidak ada bidang yang tidak
memiliki krisis etikanya sendiri yang tidak kalah menyakitkan dalam tahun-
tahun terakhir. Sebagai contoh, ada pelatih mengubah sertifikat kelahiran
pitcher bintangnya dalam Little League World Series dan guru yang
memberikan jawaban ujian-ujian siswanya untuk meningkatkan kinerja
sekolah mereka.

Namun yang pasti pukulan terberat terhadap masyarakat ada kaitannya


dengan bisnis, dan pelanggaran etika dalam bisnis terus berlangsung
dewasa ini. Baru-baru ini para penegak hukum di Securities & Exchange
Commision (SEC) telah memulai pemeriksaandan penyelidikan terhadap
para eksekutif yang secara curang menggeser tanggal hibah opsi saham
mereka untuk memperbesar rekening bank meereka sendiri.

Dalam suatu studi yang dilakukan The Ladders.com sebuah layanan


pencarian pekerjaan eksekutif, 83 oersen dari 1020 responden menilai
reputasi perusahaan dalam etika bisnis sangat menentukan apakah
mereka akan menerima suatu pekerjaan.

Model Etika

Menurut Kenneth D.Lewis, Pemimpin dan CEO Bank of America, “Ada


perbedaan antara apa yang legal dan yang etis, namun kita tidak sering
membucarakannya, dan saya heran, mengapa. Mungkin orang
menganggapnya terlalu remeh... terlalu sulit didefinisikan... atau, dalam
bahasa perusahaan, tidak ‘dapat diwujudkan dalam tindakan.’ Mungkin
lebih mudah bagi kita untuk menyimak kembali undang-undang dan
peraturan-peraturan baru sebagai solusinya. Namun undang-undang baru
hanya bagian dari solusi. Dalam pandangan saya, mereka tidak
menyentuh permasalahan.” Harus ada pemimpin yang mampu dan
bersedia menanamkan etika ke seluruh segi budaya organisasi.

Etika berkenaan dengan pembuatan keputusan apakah suatu tindakan


baik atau buruk dan apa yang harus dilakukan tentang hal tersebut jika hal
tersebt dinilai buruk. Etika adalah filosofis yang mendeskripsikan dan
mengarahkan perilaku moral. Orang-orang dalam dunia manajemen
mengambil keputusan etis ( atau tidak etis ) setiap hari. Apakah anda
mempekerjakan orang dengan kualifikasi terbaik, yang tergolong
minoritas? apakah anada lalau menyampaikan kepada seorang calon
mengenai aspek-aspek berbahayadari pekerjaan yang anda tawarkan?
Beberapa keputusan etis bersifat penting dan lainnya tidak begitu penting.
Namun keputusan dalam masalah-masalah kecil seringkali dapat
memberikan panduan bagi manajemen iuntuk membuat keputusan-
keputusan yang lebih besar.

Sebuah model etika disajikan dalam gambar 2-1. Sebagimana dapat


dilihat, etika secara pokok terdiri atas dua hubungan, yang ditujukkan
dengan panah tebal horisontal. Orang atau organisasi dianggap etis jika
hubungan-hubungantersebut kuat dan positif. Perhatikanlah bahwa unsur
pertama dari model tersebut adalah sumber-sumber panduan etis.
Seseorang bisa menggunakan sejumlah sumber untuk menentukanapa
yang benar atau salah, baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral.
Sumber-sumber tersebut mencakup Injil dan kitab-kitab suci lainnya. Hal
tersebut juga mencakup suara kecil dan tenang yang banyak disebut
orang sebagai suara hati. Jutaan orang percaya bahwa kata hati adalah
anugerah Tuhan, atau suara tuhan. Yang lainnya melihat sebagairespons
yang berkembang berdasarkan tradisi kemasyarakatan. Sumber lain
panduan etis adalah perilaku dan nasihat orang-orang yang oleh para ahli
psikologi disebut orang lain yang penting (significant others) – orang tua,
teman-teman, para panutan , serta anggota gereja, club dan asosiasi.
Bagi sebagian profesional, ada kode etik yang menetapkan perilaku
tertentu. Tanpa kata hati yang telah terbentuk ini mungkin kita mudah
mengatakan,”Setiap orang yang melakukan hal tersebut,” ”Kalau hanya
sekali ini tidak akan merusak.” Atau “Tidak ada orang yang akan tahu”.

Hukum juga menawarkan panduan untuk perilaku etis, dengan


melarang perbuatan-perbuatan yang secara khusus bisa merugikan orang
lain.jika perilaku tertentu dianggap ilegal, sebagian besar orang akan
menganggapnya tidak etis juga. Sudah tentu ada pengecualian-
pengecualiannya. Sebagai contoh, sepanjang dekade 1950-an hukum di
sebagian besar negara selatan hanya memberi orang-orang kulit hitam
kursi-kursi di belakang busa-bus, atau, jika tidak, memberi mereka status
rendah. Martin Luther King Jr. Menentang hukum tersebut dan, lebih jauh,
melibatkan diri dalam pemogokan sipil, dan bentuk-bentuk penolakan
tanpa kekerasan lainnya terhadap pemberlakuannya. King memenangkan
hadiah nobel perdamaian atas upaya-upayanya.

Perhatikanlah dalam gambar 2-1 bahwa sumber-sumber panduan


etisharus menciptakan dalam kepercayaan atau keyakinan kita gambaran
mengenai apa yang benar atau salah. Sebagian orang sepakat bahwa
orang memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan sumber panduan-
panduan etis tersebut. Singkatnya, para individu harus mempedulikan apa
yang benar dan apa yang salah dan tidak hanya peduli dengan apa yang
menguntungkan saja. Kekuataan hubungan antara apa yang individu atau
organisasi yakini sebagai bermoral dan benar dengan apa yang sumber-
sumber yang ada nyatakan sebagai benar secara moral adalah Etika Tipe
I.

Sebagai contoh, anggaplah seorang manajer bersikeras untuk tidak


mempekerjakan kaum minoritas, lepas dari kenyataan bahwa hampir
semua orang mengecam praktik tersebut. Orang tersebut tidak etis,
namun mungkin hanya dalam makna Tipe I.

Memiliki keyakinan kuat mengenai apa yang benar dan salah serta
mendasarkan keyakinan tersebut pada sumber yang tepat bisa memiliki
hubungan yang lemah dengan
Gambar 2-1 Model Etika

Apa yang seseorang lakukan. Gambar 2-1 mengilustrasikan bahwa


Etika Tipe II adalah kekuatan hubungan antara apa yang seseorang
yakini dengan bagaimana ia berperilaku.

Sebagai contoh jika seorang manajer mengetahui bahwa melakukan


diskriminasi adalah hal yang salah, namun tetp melakukannya, manajer
tersebut menjadi tidak etis dalam makna Tipe II. Jika dewan direktur
meyakini bahwa membayar gaji berlebihan kepada CEO adalah hal yang
salah, namun tetap membayar gaji yang tidak semestinya tersebut,
perilaku ini juga tidak etis. Secara umum, seseorang tidak dianggap etis
kecualiia memiliki kedua tipe etika tersebut.

Seiring kemajuan anda dalam memaca buku ini, anda akan


menemukan dilema-dilema etis untuk direnungkan dalam setiap bab.
Luangkanlah waktu anda untuk memikirkan bagaimana anda mengatasi
dilema. Dalam semua kasus sudah sangat jelas bahwa respons etis harus
ada. Keputusan-keputusan tampak begitu baik dan teratur dalam
lingkungan akademis. Dengan demikian, anda harus bertanya pada diri
anda sendiri, adakah faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan ?seringkali memang ada alasan yang kuat yang
dapat membelokan seseorang sehingga membuat keputusan yang kurang
etis.

Melegislasi Etika

Pada tahun 1907, Teddy Roosevelt berkata, “Orang tidak pernah bisa
lari dari pengaturan. Jika karena keadaan tanpa hukum atau tanpa
kepastian, karena kebodohan atau pemuasan diri, mereka menolak untuk
mengatur diri mereka sendiri, maka akhirnya mereka akan diatur oleh
[oleh yang lain]. Banyak orang berpendapat bahwa etika tidak bisa
dilegislasi. Meskipun hukum tidak bisa mengatur etika, hukum mungkin
bisa mengidentifikasikan apa yang dimaksud sebagai etika yang baik. 24
Banyak dari legislasi saat ini disahkan karena rapuhnya etika bisnis. Telah
ada tiga usaha untuk melegislasi etika bisnis sejak akhir 1980-an. Yang
pertama, Procurement Integrity Act tahun 1988, melarang pengumuman
informasi seleksi pemasok dan penawaran atau proposal kontraktor. Juga,
mantan karyawan yang bekerja pada posisi tertentu dalam suatu transaksi
atau kontrak pembelian melebihi $10juta dilarang menerima kompensasi
sebagai karyawan atau konsultan dari kontraktor tersebut
selama satu tahun. Undang-undang tersebut disahkan setelah
munculnya laporan kontrak militer untuk dudukan toilet senilai $500. Ada
pula senilai $5000.

Upaya kedua muncul dengan pengesahan Federal Sentencing


Guidelines for Organizations Act tahun 1992 yang menggagas program
pelatihan etika yang efektif.

Undang-undang tersebut menjanjikan hukuman yang lebih ringan bagi


perusahaan pelanggar yang memiliki program-program etika yang sudah
siap. Dalam undang-undang tersebut terdapat sejumlah rekomendasi
berkenaan dengan berbagai standar, pelatihan etika, dan sistem untuk
melaporkan pelanggaran secara anonim. Para eksekutif diharapkan
bertanggung jawab atas pelanggaran dari orang-orang di tingkat bawah
organisasi. Jika para eksekutif proaktif dalam upaya mereka dalam
mencegah kejahatan kerah-putih, hal tersebut akan mengurangi tuntutan
kepada mereka dan mengurangi tanggung jawab hukum. Organisasi-
organisasi merespons dengan menciptakan posisi-posisi pejabat etika,
memang hotline etika, dan mengembangkan perilaku. Namun, memiliki
kode etik berbeda dengan membuat kode tersebut tertanam pada seluruh
keryawan dari puncak hingga dasar. Sebagai contoh, kehancuran Enron
tidak seharusnya terjadi. Kode etik Enron setebal 62 halaman dan
mencantumkan kata pengantar dari Kenneth L. Lay, yang pada waktu itu
menjadi pemimpin perusahaan tersebut, yang berbunyi “Reputasi Enron
akhirnya tergantung pada orang-orangnya, pada anda dan saya. Marilah
kita jaga reputasi tersebut agar tetap tinggi.” 28 Bahkan dengan kode etik,
tampak jelas bahwa manajemen puncak menjalankan bisnis seperti
biasanya. Program etika tersebut secara jelas difungsikan sebagai kedok
untuk mengalihkan perhatian atau tanggung jawab yang timbul dari
tindakan-tindakan ilegal.

Upaya ketiga dalam melegislasi etika bisnis tidak hanya mengarah


pada Enron dan lainnya namun juga pada cara publik memandang dunia
setelah 11 September. Corporate and Auditing Accountibility,
Responsibility, Transparancy Act menganggap sebagai kejahatan banyak
tindak perusahaan yang sebelumnya diturunkan tingkat kepentingannya
pada berbagai struktur peraturan. Dikenal sebagai Sarbanes-Oxley Act,
fokus utamanya adalah meluruskan penyalahgunaan laporan akuntansi
dan keuangan berkenaan dengan skandal-skandal perusahaan. Undang-
undang tersebut berisi perlindungan terhadap pelapor kejahatan (whistle-
blower) bagi karyawan yang menjatuhkan sanksi perdata dan pidana yang
berat kepada perusahaan-perusahaan dan personil manajerial atas
tindakan balasan, pelecehan, atau diskriminasi terhadap para karyawan
yang melaporkan tindakan buruk perusahaan yang dicurigai. Perlindungan
pelapor kejahatan dalam undang-undang tersebut diterapkan untuk
perusuhaan-perusahaan yang tercatat pada pasar saham A.S.; sebaliknya
perusahaan berkewajiban mengarsipkan laporan-laporan menurut
Securities and Exchange Act; demikian pula pejabat, karyawan,
kontraktor, subkontraktor, dan agen dari perusahaan-perusahaan
tersebut.

Upaya tersebut menyatakan bahwa manajemen tidak bisa


memberhentikan, mendemosikan, merumahkan, mengancam,
melecehkan, atau dalam perlakuan yang lain melakukan diskriminasi
terhadap karyawan yang dilindungi oleh Undang-Undang tersebut.
Undang-Undang tersebut melindungi setiap karyawan yang secara sah
membarikan informasi kepada para pejabat pemerintah berkenaan
dengan tindakan yang secara beralasan ia yakini mengandung pemalsuan
surat, pentunjuk, atau pemalsuan ekuitas; pelanggaran setiap aturan atau
regulasi yang dikeluarkan oleh Securities and Exchange Commision
(SEC); atau pelanggaran setiap hukum federal lainnya yang berhubungan
dengan penipuan terhadap para pemegang saham. Undang-Undang
tersebut terbukti mempunyai gigi, karena pada kasus Bechiel v.
Competitive Technologies Inc. Yang disidangkan Mahkamah Agung di
tahun 2003 berkaitan dengan pemecatan tidak sah berdasarkan aturan
pelindungan pelapor kejahatan Sarbanes-Oxley, mahkamah memutuskan
bahwa perusahaan itu melanggar Undang-Undang tersebut dengan
memecat dua karyawan dan memerintahkan agar mereka dipekerjakan
kembali. Mereka dipecat karena dalam sebuah rapat mereka mengungkit
masalah tentang keputusan perusahaan untuk tidak melaporkan, pada
arsip SEC-nya, sebuah tindakan yang mereka pikir seharusnya
diungkapkan.

Undang-Undang tersebut melarang pinjaman bagi para eksekutif dan


direktur. Undang-Undang tersebut meminta perusahaam-perusahaan
yang sudah go public untuk mengungkapkan apakah mereka telah
mengadopsi kode etik untuk para pejabat senior, atau tidak. Undang-
Undang tersebut tidak meminta bank-bank atau perusahaan-perusahaan
induk bank yang melapir ke SEC untuk memiliki kode etik, namun jika
perusahaan yang melapor ke SEC tidak memilikinya, perusahaan tersebut
harus menjelaskan alasannya. Namun mantan ketua komisi sekuiritas dan
perdagangan Arthur Levitt berkat,”Walaupun Sabranes-Oxley Act telah
membawa perubahan yang berarti, perubahan terbesar dibawa bukan
dibawa oleh regulasi atau legislasi, namun oleh pelecehan dan
penghinaan dan hak-hak pribadi untuk bertindak.”

Meskipun banyak kewajiban-kewajiban Sarbanes-Oxley berada diluar


tanggung jawab sumber daya manusia, para profesional SDM perlu
mengambil tindakan berkenaan dengan ketentuan-ketentuan non-tindakan
balasan (non-retaliation) dari Undang-Undang tersebut. Disamping itu, jika
SDM adalah mitra stratejik dalam urusan-urusan perusahaan, para
profesional SDM harus memahami dimana arahan arahan perusahaan
dari Undang-Undang tersebut berkaitan dengan kebijakan-kebijakan dan
praktik-praktik SDM yang ada sehingga dapat menyelaraskannya dengan
upaya-upaya kepatuhan perusahaan,

Bahkan dengan di setujuinya Corporate Reform Bill, Blue Ribbon


Conference Board Commision on Public Trust and Private Enterprise
telah merekomendasikan reformasi kompensasi eksekutif tambahan untuk
mengembalikan kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan amerika
yang go public. Diantara saran-sarannya adalah:

 Setiap konsultan kompensasi dari luar harus diawasi oleh komisi


kompensasi dari dewan dan harus melapor hanya pada komisi
tersebut.
 Opsi saham harus dikeluarkan dengan dasar yang sama dan
diterima secara luas.
 Para majaer senior dan eksekutif diwajibkan memberikan
pernyataan publik sebelum menjual saham perusahaan,

Melihat kebelakang, kongres sendiri mungkin telah menyebabkan


banyak dari masalah yang berujung pada disetujuinya CAART. Pada
1997, Kongres menghalangi upaya SEC dan AICPA (American Institute of
Certified Public Accountants) untuk meloloskan sebuah aturan yang
melarang para auditor mengerjakan sebagian besar pekerjaan konsultan
bernilai tinggi untuk perusahaan-perusahaan yang juga telah mereka
audit. 46 anggota kongres dari kedua partai mengirimkan surat
menentang aturan itu.

Kode Etik

Agar organisasi tumbuh dan menghasilkan laba, orang-orang baiklah yang


harus dipekerjakan. Para pencari kerja perguruan tinggi dewasa ini
percaya bahwa etika kepemimpinan perusahaan penting dalam pencarian
mereka atas perusahaan yang tepat untuk mereka bekerja. Dalam suatu
survey, 82 pencarian kerja mengatakan bahwa menemukan perusahaan
yang etis adalah hal yang penting bagi mereka.

Beberapa perusahaan mencari karyawan-karyawan baru yang memiliki


dasar etika yang baik karena mereka telah menyadari bahwa seseorang
bersifat etis cenderung lebih berhasil. Banyak organisasi mengatasi
tantangan-tantangan tersebut dengan mencari cara-cara untuk
memperkuat landasan budaya mereka. Dengan mendorong budaya etis
yang kuat, perusahaan-perusahaan mampu lebih baik memperoleh
kepercayaan dan kesetiaan para karyawan mereka dan para stakeholder,
yang dapat menghasilkan pengurangan resiko finansial, legal, dan
reputasi, sebagaimana pula perbaikan dalam kinerja organisasi. Sebagian
dari pencarian tersebut, organisasi merancang ulang program-program
etika mereka untuk memfasilitasi proses yang lebih luas dan lebih
konsisten yang mencakup analisis hasil dan pengembangan
berkelanjutan. Untuk membangun dan mempertahankan sebuah budaya
etis, organisasi membutuhkan kerangka yang komprehensif yang
mencakup pengkomunikasian harapan-harapan perilaku, pelatihan etika,
dan isu-isu kepatuhan, masukan stakeholder, resolusi masalah-masalah
yang dilaporkan, dan analisis program secara keseluruhan.

Apa tepatnya kode etik itu? Kode etik adalah pernyataan nilai-nilai yang
diadopsi dari perusahaan-perusahaan, para kawryawannya, dan para
direkturnya, dan menetapkan sikap resmi manajemen puncak berkenaan
dengan perilaku yang diharapkan.38 banyak asosiasi industri telah
mengadopsi kode-kode tersebut, yang kemudian direkomendasikan
kepada para anggotanya, beberapa konsultan berspealisasi dalam
membantu perusahaan-perusahaan memasukan prinsip-prinsip etis dalam
budaya perusahaan mereka. Dan banyak sekolah bisnis yang kini
memasukan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulum mereka. Ada
banyak macam kode etik. Contoh yang sangat bagus dari kode etik
adalah yang dikembangkan oleh Society for Human Reasearch
Management (SHRM). Ketentuan-ketentuan utama dalam kode etik
SHRM mencakup tanggung jawab profesional, pengembangan
profesional, kepemimpinan etis, keadilan dan kebenaran. Konflik
kepentingan, dan penggunaan informasi,.berkenaan dengan konflik
kepentingan, kode tersebut menyatakan, “Sebagai profesional SDM, kami
harus menjaga tingkat kepercayaan yang tinggi dengan para pihak yang
berkepentingan (stakeholder). Kami harus melindungi kepentingan
stakeholder kami sebagaimana integritas profesional kami dan tidak
seharusnya terlibat dalam kegiatan-kegiatanyang menciptakan konflik
kepentingan aktual, terselubung, dan potensial.”

Sangatlah penting bagi mereka yang bekerja dalam manajemen


sumber daya manusia untuk memahami praktik-praktik yang tidak dapat di
terima dan memastikan bahwa para anggota organisasi berperilaku etis
dalam berhubungan dengan orang lain.kode etik membangun aturan-
aturan yang dengannya organisasi hidup dan menjadi bagian daru budaya
perusahaan organisasi. Namun, Samuel A. DiPiazza Jr., CEO Global
Pricewaterhouse-Coopers, berkata, “Mudah untuk berbicara mengenai
etika namun jauh lebih sulit menciptakan organisasi yang etis, efektif dan
beragam yang menunjukan kebenaran dan integritas.”

Begitu aturan-aturan tersebut di publikasikan, setiap orang di dalam


maupun di luar perusahaan mengetahui aturan-aturan yang harus di
tegakan oleh para karyawan perusahaan itu. Partisipasi luas pada hal-hal
yang berkenaan dengan kode-kode tersebut adalah penting. Michael
Coates, CEO Hill and Knowlton Canada, Berkata, “Sebuah perusahaan
yang yang berperilaku etis harus menghidupkan dan memberi nafas kode
perilakunya, melatih karyawannya dan mengkomunikasikan kodenya
melalui pernyataan-pernyataannya yang memberi visi. Perusahaan
tersebut tidak bisa hanya mencetak buku panduan untuk di simpan pada
laci perusahaan.”

Apa yang harus tercakup dalam sebuah kode etik? Topik-topik yang
biasanya terliput bisa berupa perilaku bisnis , persaingan sehat, serta
tempat kerja dan isu isu SDM. Sebagai contoh, para karyawan dalam
bagian pembelian atau bagian yang ditujukan apa yang menciptakan
konflik kepentingan. Sebagian besar karyawan A.S mengatakan para
majikan mereka memberikan standar-standar yang jelas untuk perilaku
etis. Di Wall-Mart, dianggap tidak etis untuk menerima bingkisan dari para
pemasok. Bingkisan dihancurkan atau diberikan kepada badan amal.

Untuk menjaga kode etik sebagai penerang bagi para karyawan,


perusahaan-perusahaan besar menunjuk seorang pejabat etika (Ingat, ini
dilakukan dalam kasus Tycip International). Individu ini haruslah orang
yang memahami lingkungan kerja.untuk mendapatkan keterlibatan orang-
orang lain dalam organisasi, sebuah komite etika biasanya dibentuk.
Biasanya, dimasukan perwakilan-perwakilan dari departemen legal,
sumber daya manusia, kepatuhan perusahaan, komunikasi perusahaan,
humas, dan pelatihan.

Sesungguhnya ada beberapa alasan mendorong asosiasi-asosiasi


industri untuk mengembangkan dan mempromosikan kode etik. Sulit bagi
satu perusahan untuk memulai praktik-praktik etis jika para pesaingnya
mengambil manfaat dari jalan pintas yang tidak etis. Sebagai contoh,
perusahaan-perusahaan A.S harus mematuhi Foreign Corrupt Ptactices
Act, yang melarang suop kepada pejabat-pejabat pemerintahan atau
eksekutif bisnis luar negeri. Namun tentu saja, Undang-Undang tersebut
tidak dapat mencegah para pesaing luar negeri untuk menyuap pejabat-
pejabat pemerintahan atau bisnis guna mendapatkan bisnis, dan praktik
semacam itu sudah biasa di banyak negara. Hal yang menempatkan
perusahaan-perusahaan A.S pada posisi tidak menguntungkan ( Sebuah
topik yang didiskusikan dengan rincian lebih luas dalam Bab 14 di buku
jilid 2).

Bahkan kriteria untuk memenangkan Baldrige National Quality Award


telah berubah dan sekarang muncul penekanan yang meningkat pada
etika kepemimpinan. Kriteria tersebut mengatakan bahwa para pemimpin
seniot harus berperan sebagai teladan bagi orang-orang lainnya dalam
organisasi mereka. Para peserta Baldrige mendapat pertanyaan-
pertanyaan seperti bagaimana para pemimpin senior menciptakan
lingkungan yang mendorong dan mewajibkan perilaku legal da etis, serta
bagaimana para pemimpin menangani masalah- masalah tata kelola
seperti akuntabilitas fiskal dan independensi dalam pemeriksaan.

Adolf Coors Company di Golden, Colorado, telat mengembangkan


salah satu program etika paling komprehensif secara nasional.
Perusahaan tersebut memberikan sumber-sumber yang besar kepada
8.500 karyawannya, berupa kursus-kursus online interaktif, pelatihan
kepemimpinan etika, peta keputusan, kumpulan kebijakan yang sangat
rinci, dan saluran bantuan. Waren Malmquist , yang mengembangkan
program tersebut dan bertindak sebagai direktur Coors Audit Services,
berkata, “Tujuan program ini adalah untuk melangkah lebih jauh melebihi
sekedar aturan-aturan dan panduan-panduan, serta mengajar para
karyawan bagaimana memikirkan, memperjelas, dan menganalisis situasi-
situasi.” Ketika program itu dimulai pada tahun 1990, kebijakan etika
perusahaan tidak lebih daripada sekedar kode perilaku dasar dan
sekumpulan panduan. Sejak itu, perusahaan telah secara terus menerus
menambahkan unsur-unsur yang sengaja di fokuskan pada strategi
pencegahan, bukan penyelidikan.

“Kami menyadari betapa pentingnya mengembangkan kode etik yang


berarti, bukan sekedar dokumen hukum yang sulit dimengerti,” kata
Caroline McMichen, manajer grup etika dan layanan audit.

Coors adalah pemenang Optimas Award tahun 2005 untuk praktik etika
untuk mengimplementasikan program khusus yang telah secaa langsung
mempengaruhi cara para karyawan mempersepsikan pekerjaan mereka
dan menjalankan pekerjaan mereka.

Etika Sumber Daya Manusia

Etika sumber daya manusia adalah penerapan prinsip-prinsip etika


pada hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan sumber daya manusia.
Beberapa orang percaya bahwa orang-orang dalam (departemen)
sumber daya manusia snagat mempengaruhi dalam membangun
kesadaran organisasi. Pastinya, beberapa kesenjangan eis tahun-tahun
terakhir muncul dalam bidang yang dikatakan sebagai manajemen sumber
daya manusia. Dalam skandal-skandal perusahaan tahun-tahun terakhir ,
beberapa orang mengatakan bahwa SDM memainkan apa yang tampak
sebagai peran yang tidak kasat mata, dan bahwa perhatian pada tata
kelola perusahaan dan kompensasi eksekutif yang secara menyedihkan
diabaikan. Mungkin para eksekutif SDM sendiri terlalu lemah secara politis
K
untuk menjadi pembela transformasi organisasi. esimpulannya yang
diambil adalah bahwa jika para profesioanl SDM dalam perusahaan-
perusahaan tersebut sudah lebih fokus secara stratejik, mungkin skandal-
skandal tersebut dapat dihindari atau dampaknya dikurangi. Beberapa
orang percaya bahwa SDM harus sudah mempertanyakan gaji, opsi
saham, dan keistimewaan-keistimewaan terkait yang diterima oleh
beberapa eksekutif perusahaan, bahkan ketika nilai saham perusahaan
menurun. Kesimpulannya, banyak orang percaya bahwa sekaranglah
kewajiban profesional SDM-lah untuk membantu memulihkan
kepercayaan pada organisasi-organisasi. Faktanya, salah satu prinsip
pokok SHRM Code of Ethical and Professional Standards in HR
Management menyatakan bahwa “Sebagai profesional SDM, kami
bertanggung jawab untuk menambahkan nilai pada organisasi yang kami
layani dan berkontribusi pada keberhasilan etis dari organisasi-organisasi
tersebut.”

Manajer SDM dapat membantu mendorong budaya etis, namun itu


lebih dari sekedar menempelkan poster poster kode perilaku di dinding.
Untuk itu, karena pekerjaan utama para profesional SDM adalah
berhubungan dengan orang, mereka harus membantu memperkenalkan
praktik-praktik etis dalam budaya perusahaan. Nyatanya mempromosikan
etika perusahaan merupakan 10 besar tren di antara para profesional
SDM pada prakiraan tempat kerja SHRM tahun 2004-2005. Mereka perlu
membantu membangun lingkungan dimana para karyawan di seluruh
penjuru organisasi bekerja untuk memperkecil kesenjangan etis. Perilaku
etis dari orang-orang dalam SDM bergerak jauh dalam membangun
kredibilitas organisasi secara keseluruhan.

Ada dua bidang dimana para profesional SDM bisa memiliki pengaruh
besar pada etka, dan dengannya, budaya perusahaan. Bidang-bidang
tersebut adalah tata kelola perusahaan (Corporate Governance) dan
kompensasi eksekutif. SDM harus meninjau kembali dan mempertegas
kebijakan-kebijakan tata kelola organisasi dan metode-metode
implementasinya untuk memastika tingkatan yang tinggi dari integritas dan
efektivitas eksekutif. Seluruh karyawan harus tahu apa yang etis dan tidak
etis dalam bidang operasi yang spesifik. Tidaklah cukup mengatakan
bahwa setiap orang harus etis. Dialog harus dibangun sehingga para
karyawan pada bidang-bidang yang berbeda mengetahui apa yang etis.
Sebagai contoh, pertanyaan-pertanyaan etis yang dihadapi seorang
tenaga penjual akan berbeda dari yang dihadapi orang-orang dalam riset
atau produksi.

Bidang kedua dimana SDM harus fokus adalah kompensasi eksekutif.


Mungkin dalam bidang kompensasilah para eksekutif SDM bisa memiliki
pengaruh terbesar pada perilaku perusahaan. MSDM dalam tindakan
pada Bab 9 berjudul “Apakah Para Eksekutif Puncak Dibayar Terlalu
Mahal?” Jika par profesional SDM level puncak mengetahui ciri-ciri
stratejik dari perusahaan dan mengenal perusahaan secara menyeluruh,
mereka dapat memainkan peran pendukung utama dalam menetapkan
dan menyesuaikan kompensasi untuk CEO dan para manajer puncak
lainnya. Secara jelas, metode saat ini untuk menentukan kompensasi
eksekutif ada dibawah pengawasan publik, termasuk opsi saham,
perbadingan keberhasilan terhadap imbalan, dan keadilan paket
pemberhentian.”SDM dapat memastikan bahwa komisi kompensasi
memiliki informasi yang relevan, adil, dan akurat untuk pengambilan
keputusan, dengan kolaborasi dengan para konsultan dan manajemen.”
Kata Edward Graskamp, pemimpin praktik nasional untuk kompensasi
eksekutif pada perusahaan konsultasi Watsin Wyatt. Para eksekutif SDM
dapat memberikan panduan dan informasi yang diperlukan sehingga
keputusan kompensasi yang matang dapat diambil. Kewajiban para
profesional SDM-lah unutk mempromosikan praktik-praktik kompensasi
yang etis.

Profesionalisasi Manajemen Sumber Daya Manusia

Sebuah profesi adalah pekerjaan yang dicirikan dengan keberadaan


seperangkat pengetahuan bersama dan sebuah prosedur untuk
mensertifikasi para anggota.

Standar-standar kinerja ditetapkan oleh para anggota dari profesi yang


bersangkutan dan bukan oleh pihak luar; jelasnya, profesi diatur oleh
dirinya sendiri (self-regulated). Sebagian besar profesi juga memiliki
organisasi perwakilan yang efektif yang memungkinkan para anggota
untuk bertukar gagasan mengenai masalah bersama.karakteristik-
karakteristik tersebut diterapkan pada bidang sumber daya manusia, dan
sejumlah organisasi terkemuka melayani profesi tersebut. Diantaranya
organisasi terkemuka tersebut yang paling dikenal adalah Society for
Human Resourch Management (SHRM); Human Resourch Certification
Institute (HRCI); American Society for Training and Development (ASTD);
dan WorldWork.

Society for Human Resourch Management

Organisasi profesional nasional terbesar untuk para individu yang terlibat


dalam semua bidang manajemen sumber daya manusia adalah Society
for Human Resourch Management (SHRM). Tujuan dasar perkumpulan ini
mencakup mendefinisikan, memelihara, dan memperbaiki standar-standar
prestasi dalam praktik manajemen sumber daya manusia.
Keanggotaannya terdiri dari 200.000 profesional dengan lebih dari 550
cabang terafiliasi di Amerika Serikat dan anggota di lebih dari 100 negara.
Ada pula sejumlah cabang mahasiswa di kampus-kampus universitas di
seluruh penjuru negara.

SHRM menerbitkan jurnal bulanan, HR Magazine, dan surat kabar


bulanan , HR News, Anak organisasi utama SHRM, Recruiting & Staffing
Focus Area (dulunya EMA). Menawarkan informasi mendalam atas isu-
isu yang berkenaan dengan penyediaan kerja dan pemeliharaan,
sementara SHRM menawarkan cakupan lebih luas dari isu-isu SDM.

Human Resourch Certification

Salah satu perkembangan paling signifikan dalam bidang MSDM adalah


terbentuknya Human Resourch Certification Institute (HRCI), sebuah
afiliasi dari SHRM. Didirikan pada 1976, tujuan HRCI adalah mengakui
para profesional sumber daya manusia melalui suatu program sertifikasi.
Dewasa ini, ada lebih dari 80.000 profesional yang telah tersertifikasi.
HRCI menawarkan tiga sertifikasi untuk para professional SDM yaitu PHR
(Profeessional In Human Resource), SPHR (Senior Professional in
Human Resource). Dan GPHR (Global Professional in Human Resource).

Sertifikasi mendorong para pofesional sumber daya manusia


memperbarui pengetahuan dan keterampilan mereka secara terus-
menerus. Sertifikasi tersebut memberikan pengakuan bagi para
profesioan yang telah memenuhi level pelatihan dan pengalaman kerja
yang diminta. Beberapa tahun yang lalu, Wiley Beavers, mantan presiden
nasional SHRM, menyatakan bahwa sertifikasi sumber daya manusia
akan:

 Memungkinkan para mahasiswa berfokus pada arah-arah karier


lebih awal dalam epndidikan mereka.
 Memberikan panduan-panduan yang lengkap pada praktisi muda
dalam bidang-bidang SDM yang penting.
 Menorong para praktisi senior untuk memperbarui pengetahuan
mereka

American society for training and development

Didirikan pada 1944, American Society for Training and Development


(ASTD) adalah asosiasi terbesar di dunia yang didedikasikan pada
pembelajaran tempat kerja dan para professional kinerja. Tujuh puluh ribu
anggota dan mitra ASTD berasal lebih dari 100 negara dan ribuan
organisasi, keanggotaannya terdiri dari pada individu yang memiliki minat
khusus pada pelatihan dan pengembangan. Perkumpulan ini menerbitkan
jurnal bulanan T+D Magazine. Sejumlah publikasi lainnya juga tersedia
untuk membantu para anggotanya tetap mengikuti perkembangan dalam
bidang tersebut.

WorldatWork

WorldatWork didirikan pada 1955 sebagai American Comppensation


Association (ACA) dan kini memiliki keanggitaan di seluruh dunia melebihi
23.000 orang. Organisasi ini terdiri dari para professional manejerial dan
sumber daya manusia yang bertanggung jawab aras penyusunan,
pelaksanaan, administrasi atau penerapan dari praktik-praktik dan
kebijakan-kebijakan kompensasi dalam organisasi mereka. Jurnal
kuartalan WordatWork berisi informasi yang berkaitan dengan isu-isu
kompensasi. Wordatwork berfokus pada disiplin sumber daya manusia
yang berhubungan dengan aktivitas menarik, majalah bulanan dan
memotivasi karyawan. Selain berperan sebagai asosiasi keanggotaan dan
profesi tersebut, WordatWork juga memberikan program-program
pendidikan, majalah bulanan workspan®, sumber-sumber informasi
online, survey-survei, publikasi-publikasi, konverensi-konverensi, riset,
dan peluang-peluang jaringan. Sebuah organisasi afiliasi, WordatWork
Society of Certified Professionals® mengadministrasikan dan
mengeluarkan beberaoa jenis sertifikasi: Certified Compensation
Professional (CCP®), Certified Benefits Professional (CBP®), dan Global
Remuneration Professional (GRP®).

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Hal apa yang sama-sama dimiliki perusahaan-perusahaan Amerika


Serikat berikut ini: Agilent Technologies, Inc.; Alcoa Inc.; Bank of America
Corporation; Baxter International Inc.; Coca-cola Company; Eastman
Kodak Company; FPL Group, Inc.; General Electric Company; Hewlett-
Packard Company; Intel Corporation; Jhonson and Jhonson; Masco
Corporation; Nike Inc.; Pinnacle West Capital Corporation; Schlumberger
Limited; United Parcel Service. Inc; dan United Technologies
Corporation ? Mereka telah dikenal memiliki komitmen untuk keunggulan
dalam bidang tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan-
perusahaan tersebut telah menunjukkan kemampuannya mengelola “tiga
pilar utama” tanggung jawab sosial, (masyarakat, lingkungan dan
ekonomi). Mereka dimasukkan kedalam 100 perusahaan di seluruh dunia
yang mewakili lima persen teratas dari perusahaan-perusahaan uang
memiliki tanggung jawab sosial.

Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate sosial


responsibility/CSR) adalah kewajiban yang diimplikasikan, didorong,
atau dirasakan para manajer, yang bertindak dalam kapasitas resmi
mereka ,untuk melayani atau melindungi kepentingan-kepentingan dari
kelompok-kelompok di luar diri mereka sendiri.

Ketika suatu perusahaan berprilaku seolah ia adalah mahluk yang


memiliki kesadaran akan benar dan salahm perusahaan tersebut
dikatakan bertanggung jawab secara sosial. Ini adalah cara perusahaan
sebagai suatu keseluruhan berprilaku terhadap masyarakat. Hal tersebut
tentunya lebih dari sekedar kata-kata yang diucapkan. Tanggung jawab
sosial telah bergeser atrinya dari ‘menyenangkan untuk dilakukan’ ke
‘harus dilakukan’. Semakin banya kperusahaan menerbitkan laporan
tanggung jawab sosial perusahaan yang merinci praktik-praktik
lingkungan, tenaga kerja dan pemberian perusahaan mereka. Sebuah
studi oleh Sosial Investment Research Analyst Network menemukan
bahwa 40 persen dari S&P 100 menerbitkan laporan CSR.

Tampaknya, prilaku yang bertanggung jawab secara sosial


berdampak pada hasil akhir, dalam satu studi, 82 persen dari perusahaan
mencatat bahwa kewargaperusahaan yang baik membantu hasil akhir.
General Electric bergabung dengan kelompok yang terus bertumbuh dari
perusahaan-perusahaan besar, seperti Hewlett-Packard, GAP, dan IBM,
yang menerbitkan laporan-laporan komperhensif mengenai upaya-upaya
mereka dalam tata kelola, lingkungan dan tanggung jawab perusahaan.

Ketika CEO General Electric, Jefrey Immelt, mengumumkan bahwa


perusahaan tersebut akan menggandakan pembelanjaannya pada riset
teknologi hijau, itu bukanlah upaya besaruntuk menyelamatkan planet ini.
Hal tersebut adalah contoh strategi bisnis yang pintar. Immelt berkata
“Kami berencana menghasilkan uang dengan melakukan hal tersebut”.
Hal tersebut merupakan kesimpulan dari riset yang berdasarkan daftar
100 warga perusahaan terbaik dalam etika bisnis, yang menunjukkan
bahwa kinerja finansial dari perusahaan-perusahaan tersebut secara
signifikan lebih baik dari yang lainnya di Standard & Poor’s 500. Peringkat
tersebut didasarkan pada layanan perusahaan kepada kelompok-
kelompok stakeholder berikut ini: pemegang saham, karyawan,
pelanggan, masyarakat, lingkungan, pemegang saham luar negri, serta
kaum perempuan dan minoritas.

Procter & Gamble telah lama meuakini bahwa perusahaan tersebut


memiliki tanggung jawab atas manfaat jagka panjang bagi masyarakat
sebagaimana juga bagi perusahaan itu sendiri. Selama bertahun-tahun,
P&G telah menjalankan program-program untuk memperkuat pendidikan
A.A., untuk mendorong peluang kerja bagi kaum minoritas dan
perempuan, untuk mengembangkan dan megimenplementasikan
teknologo lingkungan, dan untuk mendorong keterlibatan karuawan dalam
kegiatan-kegiatan sipil dan prosis-proses politik.

Intel telah menetakpan sekumpulan nilai inti yang mengarah ke


tindakan-tindakannya, baik secara internal maupun eksternal. Perusahaan
tersebut telah menciptakan kesan sebagai tempat yang hebat untuk
bekerja dan sebagai perusahaan yang menjadi asset bagi masyarakat
dimana perusahaan iti beroprasi. Mengikuti prinsip-prinsip ini, para
karyawannya meluangkan waktu dan menyumbangkan sejumlah besar
uang dalam mendukung pendidikan global. Sebagai contoh lainnya,
sekitar 50.000 dari 325.000 karyawan Home Depot menyumbangkan 2
jam untuk pelayanan masyarakat.

Para eksekutif puncak suatu organisasi biasanya memtukan


sebuah pendekatan untuk melakukan tanggung jawab sosial. Sebagai
contoh, ketika McDonal’s dimulai, filosofi Ray Kroc adalah untuk menjadi
perisahaan berbasis masyarakat. Filosofinya dari begitu awal adalah
kembali pada masyarakat yang dilayani McDonal’s.

Salah satu tolok ukur terbaik untuk mendefinisikan tanggung jawab sosial
dalam pabrikasi adalah satu halaman kumpulan prinsip-prinsip operasi
yang dikembagkan 60 tahun yang lalu oleh Robert Wood Jhonson, yang
kemudian menjadi pimpinan dewan Jhonson & Jhonson. Dokumen
tesebut menyarankan kita mendukung pekerjaan yang baik dan
kemurahan hati dokumen ini (tetap digunakan hingga saat ini).

Analisis Stakeholder dan Kontrak Sosial


Sebagian besar organisasi, baik yang mencari laba maupun yang nirlaba,
memiliki sejumlah besar stakeholder. Stakeholder organisasi adalah
individu atau kelompok yang kepentingannya dipengaruhi oleh kegiatan-
kegiatan organisasi.

Masyarakat semakin menuntut tanggung jawab dewan direktur dan


manajemen organisasi untuk menempatkan kepentingan stakeholder
pada urutan pertama. Namun, manajer mungkin tidak mengakui tanggung
jawab untuk mereka semua. Beberapa stakeholder Crown Metal Products,
sebuah perusahaan manufaktur fiktif, ditunjukkan dalam Gambar 2-2.
Namun hanya sedikit, ditunjukkan dengan panah tebal, yang dipandang
sebagai pendukung oleh manajemen Crown. Setiap perusahaan akan
memiliki para stakeholder yang berbeda berdasarkan misi organisasi dan
focus upaya-upaya tanggung jawab sosialnya.

Tindakan dari banyak eksekutif perusahaan dirancang untuk


melayani kepentingan selain dari memegang saham umumnya. Sebagai
contoh, beberapa manajemen telah menempatkan sejumlah besar saham
perusahaannya dari perlindungan kepemilikan saham karyawan dalam
rangka menghindari upaya-upaya pengambilalihan yang secara jelas ada
dalam kepentingan para pemegang saham pada umumnya. Hal tersebut
bermanfaat bagi para karyawan, tentunya, namun hal tersebut juga
membantu para manajer mempertahankan pekerjaan mereka.
Perusahaan-peruhaan lain menghadirkan sumber-sumber daya
perusahaan, seringkali berupa uang tunau untuk universitas-universitas,
gereja-gereja, perkumpulan-perkumpulan, dan sebagainya. Menyadari
terisolasinya setiap manfaat yang mungkin bagi para pemegang saham.
Beberapa lembaga pemerintah mendukung tren ini dan menyarankan
agar para anggota masyarakat harus ditempatkan pada dewan-dewan
perusahaan utama untuk melindungi kepentingan para stakeholder non-
pemilik.
Suatu pendekatan untuk analisis stakeholder melibatkan
pertimbangan mengenai kontrak sosial. Kontrak sosial adalah
sekumpulan aturan tertulis dan tidak tertulis serta asumsi-asumsi
mengenai pola hubungan timbal balik yang dapat diterima diantara
berbagai unsur masyarakat.

Banyak kontrak sosial yang melekat dalam adat kebiasaan


masyarakat. Sebagai contoh, dalam mengintegrasikan kaum minositas
kedalam angkatan kerja, masyarakat sudah mulai mengharapkan
perusahaan-perusahaan melalui lebih banyak dari yang diminati oleh
hukum. “Gerakan Pemegang Saham telah terfokus pada isu-isu SDM
sejak pertengahan 1970an,” kata Timothy Smith, wakil presiden senior
Walden Asset manajemen di boston
Gambar 2-2 Para Stakeholder Croen Metal Products

dan presiden Social investment forum, sebuah asosiasi perdagangan. Ia


mengatakan bahwa SDM pada dasarnya harus merasa terbantu, bukan
terganggu, oleh para para pemegang saham, “Terutama jika mereka
menemukan bahwa manajemen eksekutiv tidak memberikan perhatian
yang cukup pada isu-isu tempat kerja tertentu. Ini merupakan kesempatan
bagi para pemegang saham untu benar-benar membantu”.

Beberapa ketentuan-ketentuan kontrak muncul dari praktik puhak-


pihak yang berkontrak. Seperti kontrak legal, kontrak sosial seringkali
melibatkan a quid pro quo (sesuatu dipertukarkan dengan sesuatu). Satu
pihak dalam kontrak berprilaku dalam cara tertentu dan mengharapkan
pola prilaku tertentu dari pihak lainnya. Sebagai contoh, hubungan
kepercayaan mungkin telah terbentuk antara suatu perusahaan
manufaktur dan masyarakat dimana perusaan manufaktur tersebut
beroprasi. Karna haltersebut, masing-masing akan memberi tahu yang
lain jauh sebelumya mengenai setiap tindakan terecana yang dapat
menyebabkan kerugian, seperti penurunan operasi pabrik oleh
perusahaan. Keyakinan yang meluas mengenai jarangnya hubungan
seperti itu memicu kongres mengesahkan Worker Adjustment and
Retraining Notification Act tahun 1988. Undang-undang tersebut
mengharuskan perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan 100
karyawan atau lebih menyampaikan pemberitahuan kepada para
karyawan dan pejabat pemerintah lokal 60 hari sebelum melakukan
penutupan pabrik atau perampingan yang berdampak pada 50 karyawan
atau lebih selama satu periode sepanjang 90 hari.

Kontrak sosial berkenan dengan hubungan antara para individu,


pemerintah, organisasi-organisasi lainnya, dan masyarakat secara umum,
sebagai mana gambar 2-3 ilustrasikan. Masing-masing hubungan ini akan
dipelajari satu persatu dalam bagian-bagian berikut ini.

Kewajiban terhadap individu

Organisasi memiliki sejumlah kewajiban tertentu terhadap para karyawan


mereka. Para individu seringkali menemukan saluran sehat untuk energy
mereka dengan bergabung dengan organisasi. Dari perusahaan tempat
bekerja, mereka mengharapkan bayaran harian yang adil untuk suatu
kerja harian yang adil, dan mungkin lebih lagi. Banyak orang berharap
dibayar jika absen karna memberikan suara dalam pemilu, menjalankan
tugas juri, dan sebagainya. Sampai satu titik dimana harapan-harapan
individu diakui sebagai tanggung jawab oleh organisasi, harapan-harapan
tersebut menjadi bagian dari kontrak sosial. Banyak individu kini
menyuarakan opini merekan dengan membeli saham dari perusaaan-
perusahaan yang memiliki reputasi sebagai perusahaan yang
bertanggung jawab secara sosial.

Kewajiban terhadap organisasi lain

Para manajer harus peduli dengan hubungan-hubungan baik dengan


organisai-organisasi yang mirip dengan mereka, seperti pesaing, maupun
yang sama sekali berbeda.

Gambar 2-3 Kontak Sosial

Perusahaan-perusahaan komersial diharapkan untuk bersain satu sama


lain pada landasan yang terhormat, tanpa ketidak pedulian yang tidak adil
atau tidak bertanggung jawab terhadap hak-hak bersama mereka. Namun,
beberapa organisasi tampaknya memiliki sikap melecehkan para pesaing,
terutama pada saat merekrut lembaga-lembaga amal, seperti United Way,
mengharapkan dukungan dari perusahaan-perusahaan, yang seringkali
juga mencakup pinjaman dari eksekutif untuk membantu penggalangan
dana tahunan. Pada saat yang sama, lembaga-lembaga seperti itu dating,
dangan topi di tangan, ke para manajer perusahaan, menuntut dan bukan
memohon bantuan.

Dalam pandangan tradisional tanggung jawab sosial, perusahaan-


peruhaan paling baik memenuhi kewajibannya melalui pengejaran atas
kepentingan mereka sendiri. Beberapa perusahaan memandang kontrak
sosial terutama dalam ungkapan-ungkapan kepentingan perusahaan.
Sebagai contoh, FMC Corporation, produsen besar beragam produk
memiliki kebijakan-kebijakan yang konkret tentang bagai mana
perusahaan tersebut akan mengarahkan konstribusi-konstribusinya.
Kriteria dasar yang diterapkan FMC adalah bahwa kontribusi-kontribusi itu
harus membantu wilayah-wilayah di sekitar wilayah perusahaan atau
ditempat para karyawannya tinggal dan bahwa pemberian-pemberian
mereka harus memperbaiki lingkungan bisnis perusahaan. FMC bisa
berkontribusi pada sebuah universitas pada wilayah dimana perusahaan
tersebut memiliki pabrik, namun perusahaan tersebut tidak akan memberi
sumbangan kepada universitas-universitas yang jauh.

Kewajiban terhadap pemerintah

Dalam kontrak sosial untuk setiap jenis organisasi, pemerintah adalah


pihak penting. Dibawah dukungan pemerintah, perusahaan-perusahaan
dapat memiliki ijin untuk menjalanjan bisnis, demikian pula dengan hak-
hak paten, merk dagang, dan sebagainya. Gereja-gereja yang sering kali
ditempatkan dibawah hukum Negara bagian mendapatkan status nirlaba.
Banyak lembaga semi-pemerintah, seperti Federal Deposit Insurance
Corporation, komisi-komisi perencanaan regional, dan dewan-dewan
sekolah lokal, telah diberi misi khusus oleh pemerintah.

Selain itu, organisasi-organisasi diharapkan dapat menyadari


adanya kebutuhan akan keteraturan buka kekacauan dan untuk menerima
sejumlah intervensi pemerintah dalam urusan organisasi. Mereka
diharapkan bekerja dengan panduan-panduan untuk organisasi bertata
kelola seperti Equal Employmen Opportunity Commission dan Office of
Federal Compliance Programs (didiskusikan dalam bab 3).

Kewajiban terhadap masyarakat umum

Pandangan tradisional mengenai tanggung jawab perusahaan adalah


bahwa perusahaan-perusahaan harus menghasilkan dan
mendistribusikan barang-barang dan jasa-jasa untuk mendapatkan laba.
Perusahaan-perusahaan telah mejalankan fungsi ini secara efektif, dan
menjadikan Amerika Serikat sebagai salah satu Negara dengan standar
hidup keseluruhan tertinggi di dunia. Sebagian besar masyarakat dapat
memenuhi dengan baik kebutuhan dasarnya akan makanan, pakaian,
tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan. Dan sebagian besar warga
Negara mampu berwisata. Perusahaan-perusahaan yang mampu
mencetak laba bisa membayar pajak-pajak kepada pemerintah dan
memberikan sumbangan kepada lembaga-lembaga amal. Semua ini
seharusnya menjadi sesuatu yang membanggakan bagi para pemilik dan
manajer perusahaan.

Perusahaan-perusahaan beroprasi atas persetujuan public dengan


tujuan dasar memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Ketika
kebutuhan-kebutuhan tersebut sudah terpenuhi secara lengkap,
masyarakat meminta lebih banyak kepada semua lembaganya, terutama
perusahaan-perusahaan bisnis yang besar. Isu-isu sosial yang mungkin
melibatkan perusahaan-perushaan swasta mencakup perlindungan
lingkungan, dukungan untuk pendidikan, dan pengembangan ekonomi
dalam masyarakat miskin.

Pada saat yang sama, ingatlah bahwa dalam rangka upayanya


untuk bertahan, perusahaan-perusahaan harus menghasilkan laba dalam
jangka panjang. Jika mereka gagal, mereka tidak akan mampu
berkontribusi. Sebagai warga perusahaan yang bertanggung jawab,
perusahaan-perusahaan harus mengikuti semangan hukum sebagaimana
yang tertulis. Salam hal ini ada perbedaan besar antara patuh pada
peraturan ketenagakerjaan yang menjamin kesetaraan dengan menjadi
pemberi kerja yang menjamin kesetaraan peluang.

Pada abad ke 16 Sir Thomas More berkata, “Seandainya


kekuasaan bisa menhasilkan laba, maka akal sehat akan membuat kita
baik, dan keserakahan akan membuat kita alim.”

Banyak orang tahu bahwa kekuasaan tidak menghasilkan laba,


sehingga orang hars mengambil pilihan yang berat dari waktu ke waktu.
Akal sehat jarang membuat seseorang menjadi baik. Di Amerika Serikat
dewasa ini, kesepakatan tersebut sangat jelas. Para perencana strategi
perusahaan terikat pada standar yang lebih tinggi dari sekedar mengejar
kepentingan-kepentingan mereka sendiri, atau abhkan kepentingan para
pemegang saham mereka; mereka harus mempertimbangkan juga
kepentingan kelompok-kelompok lain.

Mengimplementasikan Program Tanggung Jawab Sosial


Perusahaan

Untuk mengatasi pemberitaan negative mengenai kejahatan-kejahatan


perusahaan dan memulihkan kepercayaan. Perusahaan-perusahaan kini
mengadakan pemeriksaan atau kegiatan kegiatan tanggung jawab sosial
mereka, dan bukan hanya pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan sosial
(Social Audit) adalah penilaian sistematis atas kegiatan-kegiatan
perusahaan yang berhubungan dengan dampak sosialnya.
Beberapa topik yang tercakup dalam pemeriksaan berfokus pada
nilai-nilai inti seperti tanggung jawab sosial, komunikasi terbuka, perlakuan
terhadap para karyawan, kerahasiaan, dan kepemimpinan. Perusahaan-
perusahaan kini mengakui adaya tanggung jawab terhadap berbagai
kelompok stakeholder selain para pemilik perusahaan.

Beberapa perusaan bahkan menetapkan tujuan-tujuan spesifik


dalam bidang-bidang sosial. Mereka berupaya secara formal mengukur
kontribusi-kontribusi mereka terhadap berbagai unsur dalam masyarakat
dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Perusahaan-perusahaan
yang jumlahnya kian meningkat, sebagai mana pula organisasi-organisasi
dalam sector public dan amal mencoba menilai kinerja sosial mereka
secara sistematis. Tiga jenis pemeriksaan sosial yang saat ini mungkin
digunakan adalah: (1) Daftar kegiatan sederhana, (2) Kumpulan
pembelanjaan-pembelanjaan yang relevan secara sosial, dan (3)
Penentuan dampak sosial. Daftar tersebut umumnya merupakan tempat
yang bagus untuk mulai. Daftar tersebut terdiri atas rincian kegiatan-
kegiatan berorientasi sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan. Disini
ada beberapa contohnya: (1) pemberian pekerjaan dan pelatihan kaum
minoritas, (2) bantuan terhadap perusahaan-perusahaan kaum minoritas,
(3) pengendalian polusi, (4) sumbangan perusahaan, (5) keterlibatan para
eksekutiv dalam menyaring proyek-proyek masyarakat, dan (6) program
penanganan pengangguran kelas berat pemeriksaan sosial yang ideal
akan bergerak lebih jauh dari sekedar penyusunan daftar sederhana dan
akan melibatkan penentuan berbagai manfaat yang nyata bagi
masyarakat dari setiap kegiatan perusahaan yang berorientasi sosial.

Langkah-langkah berikut ini direkomendasikan untuk menyusun


dan mengimplementasikan program tanggung jawab perusahaan (CSR).
Pertama, memberikan seseorang tanggung jawab atas program tersebut
dan membangun strukturnya. Individu ini harus, sekurang-kurangnya,
melapor kepada menajemen senior atau anggota dewan. Kedua,
menetapkan penilaian mengenai apa yang saat ini perusahaan lakukan
berkenaan dengan CSR. Menentukan perbedaan antara dimana
perusahaan berada saat ini dan dimana perusahaan nanti inginkan berada
(analisis kesenjangan / gap analysis). Ketiga, menyatakan harapan dan
persepsi para pemegang saham. Keempat, menuliskan sebuah
pernyataan kebijakan yang meliputi bidang-bidang CSR seperti isu
lingkungan, sosial, dan masyarakat. Kelima, menyusun sekumpulan
tujuan perusahaan dan menyusun rencana tindakan untuk
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut harus disusun.
Keenam, menciptakan sasaran-sasaran dan indicator-indikator kinerja
kunci (key performance indicator) kuantitatif dan kualitatif yang mencakup
organisasi secara keseluruhan dalam periode dua hingga lima tahun,
bersama dengan mekanisme-mekanisme pengukuran, pemantauan, dan
pemeriksaan yang diperlukan. Tindakan-tindakan dan strategi-strategi
tersebut harus berfokus pada bisnis inti organisasi yang bersangkutan.
Ketujuh, mengkomunikasikan kepada stakeholder dan manajemen dana
arah CSR bagi perusahaan. Kedelapan, menetapkan kemajuan dari
program CSR. Akhirnya, kemajuan dari program CSR harus dilaporkan.

Program CSR seharusnya bukanlah kegiatan satu waktu saja


namun lebih merupakan upaya berkelanjutan untuk memantau dan
melaporkan prestasi-prestasi perusahaan dalam bidang tanggung jawab
sosial.

“Ketika Di Roma, Berbuatlah Seperti Orang Roma” Sudah


Tidak Berlaku Lagi

Pepatah lama, “Ketika Di Roma Berbuatlah Seperti Orang Roma,”


membuat keputusan-keputusan etis menjadi mudah. Ungkapan yang
baru, yang belum ditulis, akan mempuat keutusan-keputusan etis lebih
berat. Dennis Bakke, CEO AES Corporation, produsen listrik
Independence terbesar didunia, yang berpusat di Arlington, Virginia
adalah “imperialis budaya” yang terkenal luas. ia tidak akan menurunkan
standar etis untuk perusahaan seniali $ 9.3 Miliar-nya pada masing-
masing dari 31 negara dimana perusahaan tersebut memiliki atau ber
investasi dalam 184 pembangkit listrik. Itu sudah termasuk Negara-negara
seperti Uganda, yang terjangkit korupsi parah. Baru-baru ini, AES
memperoleh persetujuan akhir untuk membangun pembangkit listrik
tenaga air berkapasitas 250 mega watt di hulu sungai Nil Uganda. Bakke
berkata dalam suatu decade pembangunan proyek, sejauh ini ia melarang
pembayaran suap. Orang-orang luar yang mendengar tentang proyek
senilai $ 550 juta tersebut mengatakan bahwa menolak korupsi pastilah
tidak mungkin. Namun Bakke berpendapat lain ia mengatakan ia tidak
akan setuju untuk membayar uang jasa untuk membayar jasa para
reporter Uganda untuk menulis cerita-cerita positif, suatu peraktik yang
biasa di Uganda, lepas dari kecaman keras yang di tujukan pada AES
karena menghancurkan aliran-aliran sungai Pujagali, menggusur petani-
petani miskin, dan adanya kesepakatan politis tertutup. Bakke berurusan
secara berulangkali dengan isu yang dihadapi semua perusahaan yang
menjalankan bisnis secara global. Ia harus memutuskan apa yang bisa
diterima secara etis ketika praktik-praktik di Negara asal dan Negara tuan
rumah bertentangan. Namun dilemma-dilema yang ia dan para CEO
lainnya tangani telah menjadi jauh lebih rumit dan lebih cepat menarik
perhatian media.

“Jika kita yakin bahwa Negara-Bangsa ini memiliki beberapa


tanggung jawab moral,” kata Rushwood Kidder, presiden institute for
global ethichs di Chamden, Maine “ maka kita harus memperluas [sama
dengan perusahaan multi nasional], lembaga yang mengambil peran
Negara-negara - bangsa dalam semakin banyak bagian masyarakat.”
Jhon Browne, CEO BP, merasakan hal ang sama. “ jika globalisasi
menandai akhir dari dominasi pemerintah-pemerintah nasional,” ia berkata
dalam pidato di Cambridge University tahun lalu, “ hal tersebut
seharusnya secara setara menghentikan setiap kesan mengenai isolasi
menyeluruh yang ada dalam dunia perusahaan.” Ungkapan lama yang
sebelumnya diterima dibanyak tempat, “ ketika di Roma berbuatlah seperti
orang Roma,” menjadi tidak bisa diterima lagi. Tantangan CEO masa kini
adalah bertindak seperti pemimpin etis bagi masyarakat secara
keseluruhan, bertindak sebelum krisis menuntutnya melibatkan orang-
orang luar dalam mengambil keputusan, dan memegang standar-standar
perilaku yang dianut masyarakat lokal.

Rangkuman

1. Mendefinisikan etika dan memahami model etika.

Etika adalah disiplin yang berkenaan dengan apa yang baik dan buruk,
atau benar dan salah, atau dengan kewajiban dan tanggung jawab moral.
Pada prinsipnya, etika terdiri atas 2 hubungan. Unsur pertama dari model
tersebut adalah. Sumber- sumber panduan etis. Kekuasaan hubungan
antara apa yang individu atau organisasi yakini sebagai bermoral dan
benar dengan apa yang sumber-sumber panduan yang ada nyatakan
sebagai bendar secara moral adalah etika tipe 1. Etika tipe 2 adalah
kekuatan hubungan antara apa yang seseorang yakini dengan bagai
mana ia berprilaku. Secara umum, seseorang tidak dianggap memiliki
sikap etis kecuali ia memiliki kedua tipe etika tersebut.

2. Menjelaskan upaya upaya melegisiasi etika.

Telah ada 3 usaha untuk melegislasi etika bisnis sejak akhir 1980an.
Procuremen Intergrity Act tahun 1988 melarang pengumuman informasi
seleksi pemasok dan penawaran atau proposal-profosl kontraktor. Selain
itu, mantan karyawan yang bekerja ada posisi tertentu dalam suatu
tindakan atau kontra pembelian melebihi $ 10 juta dilarang menerima
konpensasi sebagai karyawan atau konsultan dari kontraktor tersebut
selama 1 tahun. Upaya kedua muncul dengan disahkannya Federal
Sentencing Guidelines for Organizations Act tahun 1992 yang menggagas
program pelatihan etika yang efektif. Upaya ke 3 dalam melgislasi etika
bisnis adalah The Corporate and Auditing Accountability, Responsibility
And Transparency Act, yang berfokus pada penyalahgunaan laporan
akutansai dan keuangan berkenaan dengan sekandal-sekandal
perusahaan.

3. Memahami pentingnya kode etik dan mendeskripsikan etika


sumber daya manusia.

Kode etik membangun aturan-aturan yang dengannya organisasi hidup.


Manajer SDM dapat membantu mendorong diterapkannya budaya etis.

4. Mendeskripsikan profesionalisasi manajemen sumber daya


manusia.

Sejumlah organisasi terkemuka melayani profesi tersebut. Beberapa yang


paling dikenal adalah Society for Human Resource Management (SHRM);
Human Resource Certivication Institute (HRCI); American Society for
Training and Development (ASTD); dan WorldatWork (sebelumnya
American Convensation Asociation).

5. Mendeskripsikan konsep tanggung jawab sosial perusahaan/

Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility)


adalah kewajiban yang disarankan, didorong, atau dirasakan para
manajer, yang bertindak dalam kapasitas resmi mereka untuk melayani
atau melindungi kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok diluar
diri mereka sndiri. Ini adalah periha perusahaan sebagai suatu
keseluruhan berperilaku terhadap masyarakat.

6. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan analisis stakeholder dan


kontrak sosial.

Melindungi kepentingan-kepentingan stakeholder yang beranekaragam


memerlukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkenan dengan
bagaimana anda akan memperlakukan beragam stakeholder. Menjawab
pertanyaan-pertanaan tersebut dikatakan sebagai analisis stakeholder.
Kontrak sosial adalah sekumpulan aturan tertulis dan tidak tertulis serta
asumsi-asumsi mengenai pola hubungan timbal balik yang dapat diterima
diantara berbagai unsur dari masyarakat.

7. Mendeskripsikan bagai mana program tanggung jawab sosial


perusahaan diimplementasikan.

Pertama, seseorang harus diberi tanggung jawab atas program tersebut


dan sebuah struktur harus dibangun. Kedua, sebuah penilaian mengenai
apa yang saat ini perusahaan lakukan berkenaan dengan SCR harus
ditetapkan. Ketiga, harapan dan persepsi para pemegang saham
ditentukan. Keempat, sebuah pernyataan kebijakan yang meliputi bidang-
bidang CSR seperti isu lingkungan, sosial, dan masyarakat harus ditulis.
Kelima, sekumpulan tujuan perusahaan dan sebuah rencana tindakan
untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut harus disusun.
Keenam, sasarang-sasaran dan indicator-indikatir kinerja kunci (Key
performance indicataor) kuantitatif dan kualitatif yang mencakup
organisasi secara keseluruhan harus diciptakan. Ketujuh, para
stakeholder dan manajer dana harus diberi tahu kemana arah CSR
perusahaan. Kedelapan, kemajuan dari program CSR ditetapkan.
Terakhir, kemajuan dari CSR harus dilaporkan.
Pertanyaan evaluasi

1. Deskrpisikan model etika yang disajikan dalam buku anda.


Bedakan antara etika tipe 1 dan etika tipe 2
2. Undang-undang apa sajakah yang telah disahkan dalam upaya
melegalisasi etika ?
3. Apakah yang dimaksud dengan etika sumber daya manusia ?
4. Mengapa kita perlu memiliki kode etik ?
5. Dalam bidang-bidng apa sajakah profesiona SDM dapat memiliki
pengaruh besar terhadap etika ?
6. Definisikan profesi. Apakah anda yakin bahwa bidang manajemen
sumber daya manusia merupakan suatu profesi ? jelaskan jawaban
Anda
7. Apakah yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan
8. Apakah arti istilah analysis stakeholder dan kontrak sosial ?
9. Langkah-langkah apasajakah yang diperlukan dalam
mengimplementasikan program tanggung jawab sosial
perusahaan ?

Kesalahan etis

Amber Davis basru saja lulus dari perguruan tinggi dengan gelar dalam
bisnis umum. Amber cukup cerdas meskipun nilai kelulusunannya tidak
mencerminkan hal tersebut. Ia telah benar-benar menikmati sekolah,
berkencan, bermain tenis, berenang, namun hanya mencapai prestasi
akademis yang rendah. Ketika lulus, ia tidak mendapatkan pekerjaan..
ayahnya begitu kecewa ketika mengetahui hal ini dan ia membebankan
tanggung jawab pada dirinya agar amber mendapatkan pekerjaan.

Ayah Amber; Allen Davis adalah wakil presiden eksekutif dari


sebuah perusahaan manufaktur kelas menengah. Salah satu orang yang
ia hubungi dalam mencarikan pekerjaan untuk amber adalah Bill Garbo,
presiden perusahaan lain diwilayah tersebut. Mr. Davis membeli banyak
persediaan perusahaannya dari perusahaan Garbo. Setelah menceritakan
masalahnya kepada Bill, Allen diminta untuk mengirim Amber ke kantor
Bill untuk wawancara. Amber pergi kesana seperti diperintahkan oleh
ayahnya, dan sebelum meninggalkan perusahaan Bill, ia terkejut saat
mengetahui bahwa ia telah mendapatkan pekerjaan didepartemen
akutansi. Amber mungkin memang malas, namun yang pasti ia tidaklah
bodoh. Ia menyadari bahwa Bill mempekerjakannya karena dia
mengharapka tindakannya akan menghasilkan bisnis dimasa depan dari
perusahaan ayahnya. Meskipun pekerjaan Amber tidak menantang, ia di
bayar lebih baik dari pekerjaan-pekerjaan lain di departemen akutansi.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi para karyawan di


departemen tersebut untuk mengetahui alasan Amber dipekerjakan;
Amber mengatakannya kepada mereka. Ketika pekerjaan yang sulit
ditugaskan keada Amber, ia biasanya meminta salah satu karyawan
lainnya untuk mengerjakan hal itu, dengan mengatakan bahwa tuan
Garbo akan senang dengan orang tersebut jika dia membantunya. Ia
mengembangkan kebiasaan dating terlambat, menghabiska waktu lama
untuk rehat makan siang, dan pulang lebih awal. Ketika manajer
departemen berusaha memperingatkannya atas tindakan-tindakan yang
tidak disiplin tersebut, Amber akan mengungkit-ungkit hubungan dekat
yang dimiliki ayahnya dengan presiden perusahaan tersebut. Manajer
departemen tersebut tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Pertanyaan
1. Dari sudut pandang etis, bagaimana anda akan menilai tindakan
Mr. Garbo mempekerjakan Amber ? diskusikan.
2. Sekarang ketika ia sudah dipekerjakan, jalan apa yang akan
diambil untuk mengatasi prilakunya dalam pekerjaan ?
3. Apakah anda merasa bahwa sebuah perusahaan harus memiliki
kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan praktik-praktik seperti
mempekerjakan orang seperti Amber ? diskusikan.

“Kamu tidak bisa memecat saya”

Norman Blankenship memasuki pintu samping kantor di pertambangan


Rowland milik Consolidation Coal Company, dekat Clear Crack, Virginia
barat. Ia meminta petugas pengiriman pertambangan tidak mengatakan
pada siapapun bahwa ia tidak ada disitu. Norman adalah penyelia umum
operasi Rowland. Ia telah bekerja di Consolidation selama 23 tahun,
dengan start awal sebagai operator mesin pertambangan.

Norman mendengar bahwa salah satu kepala seksinya, Tom


Serinsky, tidur dalam jam kerja. Tom dipekerjakan dua bulan sebelumnya
dan ditugaskan di pertambangan Rowland oleh kantor personalia regional.
Ia bekerja sebagai kepala seksi, bekerja pada giliran (shift) yang dimulai
tengah malam hingga pukul 8 pagi. Dari usia pengalamannya, Serinsky
adalah orang yang paling senior di pertambangan tersebut pada giliran
(shift)-nya.

Norman menaiki salah satu jeep berpenggerak batrai yang


digunakan untuk mengangkut para karyawan dan perlengkapan-
perlengkapan masuk dan keluar pertambangan, dan menuju wilayah
dimana Tom ditugaskan. Ketika dating ia melihat Tom sedang berbaring
ditempat tidur darurat. Norman menghentikan jeepnya beberapa yard dari
tempat dimana Tom sedang tidur dan mendekatinya. “ hai, kamu tidur ?”
Norman bertanya. Tom terbangun seketikan dan berkata “Tidak saya tidak
tidur”.

Norman menunggu Tom mengembalikan kesadarannya dan


kemudian berkata “saya bisa mengatakan kalau kamu tidur. Tapi ada
masalah yang lebih penting. Kamu tidak berada di tempat kerjamu. Kamu
tahu bahwa saya tidak punya pilihan selain memecatmu” setelah Tom
meninggalkan tempat, Norman memanggil mandor pertambangannya dan
memintanya untuk dan masuk dan menyelesaikan sisa pekerjaan dari
giliran Tom.

Keesokan paginya Norman meminta manajer SDM pertambangan


secara resmi memberhentikan Tom. Sebagai bagian prosedur standar
manajer SDM pertambangan memberi tahu manajer SDM regional bahwa
Tom telah dipecat dan memberikan alasan pemecatannya. Manajer SDM
regional meminta manajer SDM pertambangan untuk memanggil Norman.
Manajer SDM regional berkata “ Norm, kamu tahu Tom adalah sodara ipar
Eustus Frederick, bukan ?” Frederick adalah wakil presiden regional.
“Tidak, saya tidak mengetahui itu” jawab Norman, “Tapi tidak ada masalah
aturannya sudah jelas. Saya tidak akan peduli meskipun ia anak
Frederick”.

Hari berikutnya, manajer sumber daya manusia regional muncul


dipertambangan ketika Norman baru saja siap melakukan perjalanan
keliling rutin atas pertambangan tersebut. “saya kira kamu tahu untuk apa
saya kemari” kata manajer SDM itu. “ya, kamu kemari untuk mencabut
kewenangan saya” jawab Norman. “bukan saya disini hanya untuk
menyelidiki.” Kata manajer SDM regional.

Pada saat Norman kembali kekantor pertambangan setelah


berkeliling, manajer SDM regional telah menyelesaikan wawancaranya. Ia
berkata kepada Norman, “saya piker kami akan harus menempatkan
kembali Tom untuk bekerja. Jika kami memutuskan untuk melakukan hal
itu, bisakah kamu mengizinkannya bekerja untuk kamu ?” “tidak, sama
sekali tidak,” kata Norman. “sungguh jika ia bekerja disini saya pergi”
seminggu kemudian, Norman mengetahui bahwa Tom telah bekerja
sebagai kepala seksi pertambangan batu bara Consolidation lainnya di
daerah tersebut.

Pertanyaan

1. Apa yang anda lakukan jika anda adalah Norman ?


2. Apakah anda yakin bahwa manajer SDM regional menangani
masalah tersebut dalam cara yang etis ? jelaskan.
Catatan 17. Owen C. Gadeken, “Ethics in Program
Management,” Defense & AT-L 34
1. Debby Young, “Repairing a Damaged (July/August 2005): 32-35.
Reputation,” Electronic Business 31 18. Elizabeth MacDonald and Erika Brown,
(June 2006): 11-20. “Thumbs on the Scale,”
2. Beth Synder Bulik, “Best & Brightest 19. Ann Pomeroy, “Tarnished Employment
Media Strategies: Seb Maitra,” B to B 90 Brands Affect Recruiting,” HR Magazine
(November 14, 2005) 37. 49 (November 2004): 16.
3. Alan S. Rutkin, “ A Litigious State of 20. Kenneth D.Lewis, “The Responsibility of
Mind,” Best’s Review 106 (October CEO: Providing Ethical and Moral
2005): 16-18. Leadership,” Vital Speeches of the Day
4. Barbara Jorgensen, “Do the Right Thing- 69 (October 15, 2002): 6-9.
the Right Way,” Electronic Business 31 21. David Gebler, “ Creating an Ethical
(Juni 2005): 16-18. Culture,” Strategic Finance 87 (May
5. Ibid. 2006): 29-34.
6. Josep Weber. Roger O. Crokett, Michael 22. Patricia Wallington, “Honestly! Ethical
Arndt, Brian Grow, and Nanette Byrnes, Behavior Isn’t, Just Essential. Here’s
“How the Best Boards Stay Clued In,” How to Run an Honest Organization and
Business Week (June 27, 2005): 40. Be an Ethical Leader,” CIO 16 (March
7. Jorgensen, “Do the Right Thing-the 15,2003): 41-41.
Right Way,” 23. Kenneth D. Lewis, “The Responsibility of
8. Ibid. CEO: Providing Ethical and Moral
9. Ibid. Leadership,” Vital Speeches of the Day
10. Harry Mauer, “Breakup of the Week,” 69 (October 15,2002): 6-9.
Business Week (November28, 2005): 24. Paul Fiorelli, “How to ‘Pump Up’ Your
35. Organization’s ‘Ethical Muscle Memory’,”
11. Nicholas Varchaver and Joan L. Journal of Health Care Complience 8
Levinstein, “ What Is Ed Breen (May/June 2006): 23-79.
Thinking ?” Fortune (March 20, 2006): 25. http://www.usdoj.gov/jmd/ethics/procure
134-140. a.htm, March 9, 2006.
12. Ann Pomeroy, “Ethical Leaders 26. Alynda Wheat, “ Keeping an Eye on
Needed,” HR Magazine 50 (July 2005): Corporate America,” Fortune 146
16. (November 25, 2002): 44-46.
13. Jonathan Pont. “Doing the Right Things 27. Kathryn Tyier, “Do the Right Thing,” HR
to Instill Business Ethic,” Workforce Magazine 50 (February 2005): 99-102.
Management 84 (April 2005): 26-27. 28. Alee Wilkinson, “The Enron Example,”
14. Robert C. Hazard, Jr., “Corporate Ethics, New Yorker 81 (July 4,2005): 30-31.
Corporate Pay and Lodging industry,” 29. Connie N. Bertram, “A Whistle Stop for
Lodging Hospitality 58 (November Whistle-blowers,” Community Banker 14
2002): 65. (April 2005): 48-49.
15. Victor M. Parachin, “Integrity- The Most 30. “How HR Can Facilitate Ethics,” HR
Important Trait to Cultivate,” Supervision Focus 82 (April ngetot 2005): 1-14.
63 (February 2002): 3. 31. Cathleen Flahardy, “SQX Gives DOL
16. Joan E. Dubinsky, “Business Ethics: A Power to Resistate Whistleblowers,”
Set of Practical Tools,” Internal Auditing Corporate Legal Times 15 (August
17 (July/August 2002): 39-45. 2005): 24-26.
32. Kathryn Tyier, “Do the Right Thing,” HR 50. “7 Steps Bevore Strategy,” Workforce 81
Magazine 50 (February 2005): 99-102. (November 2002): 40-44.
33. Howard Stock, “ Ethics Trump Rules, 51. Meisinger, “Trust in the Top.”
Levitt Says,” Investor Relation Business 52. “How HR Can Facilitate Ethics,” HR
(April 7, 2003): 1. Focus 82 (April 2005): 1-14.
34. Steve Bates, “Corporate Ethics 53. Ann Pomeroy, “The Ethics Squeeze,”
Important to Today’s Job Seeker,” HR HR Magazine 51 (March 2006): 48-55.
Magazine 47 (November 2002) 12-14. 54. Meisinger, “Trust in the Top.”
35. “Congress’ Own Corporate Scandals,” 55. http://www.shrm.org/about/ , September
Business Week 3801 (September 30, 8, 2006.
2002): 126. 56. http://www.shrm.org/ema/ , September
36. Steve Bates, “Corporate Ethics 8, 2006.
Important to Today’s Job Seeker,” HR 57. http:www.hrci.org , September 8, 2006.
Magazine 47 (November 2002) 12-12. 58. http://www.hrci.org/Certification/OV/ ,
37. David Childers and Norman Marks, September 8, 2006.
“Ethics as A Strategy,” Internal Auditor 59. http://www.astd.prg/ASTD/AboutLASTD
62 (October 2005): 34-38. , September 8, 2006.
38. Greg Boudreaux and Tracy Sterner, 60. http://www.worldatwork.org/worldatwork.
“Developing a Code of Ethics,” html, September 8, 2006.
Management Quarterly 46 (Spring 61. http://www.WorldatWork.org, September
2005): 2-19. 8, 2006.
39. http://www.shrm.org/ethics/code-of- 62. http://www.global100.org/2006/index.asp
ethics.asp, September 8, 2003. 63. Laura Demars, “Beyond the Bottom
40. Childers and Marks, “Ethics as A Line,” CFO 21 (September 2005): 17.
Strategy,” 64. Nancy R. Lockwood, “Corporate Social
41. Samuel A. DiPiazza, “Ethics in Action,” Responsibility: HR’s Leadership Role,”
Executive Excellence 19 (January HR Magazine 49 (December 2004): 1-
2002): 15-16. 10.
42. Peter R. Kensicki, “Create Your Own 65. Elizabeth Woyke and Dan Beucke, “GE
Ethical Statement,” National Underwriter is Rewriting the Book,” Business Week
106 (October 21, 2002): 33-34. (June 27, 2005): 13.
43. “Unethical Workplace Conduct 66. Simon Zadek, “Responsibility Isn’t a
Continues, Despite Standards, Survey Blame Game,” Fortune (Europe) 152
Say,” HR Focus 84 (January 2006): 8-9. (October 3, 2005): 70-73.
44. Debié Phillip-Donaldson, “Corporate 67. http:///www.business-
Ethics Rule,” Quality Progress 36 (April ethics.com/chart_100_best_corporate_ci
2003): 6. tizen_for_2004.htm October 31, 2005.
45. Samuel Greengard, “Golden Value,” 68. John S. McCleanehen, “Devising
Workforce Management 84 (March Strategies,” Industry Week 254 (May
2005): 52-53. 2005): 58-59.
46. Ibid. 69. Brian Grow, Steve Hamm, and Louise
47. Ibid. Lee, “The Debate Over Doing Good,”
48. Ibid. Business Week (August 15, 2005): 76-
49. Susan Meisinger, “Trust in the Top” HR 78.
Magazine 47 (October 2002): 8. 70. “Social Responsibility: An Ongoing
Mission for a Good Corporate Citizen,”
Nation’s Restaurant News (April 11,
2005): 60-66.
71. John S. McCleanehen, “Denning Social
Responsibility,” Industry Week 254
(March 2005): 64-65.
72. Telis Demos, “Managing Beyond the
Bottom Line,” Famine (Europe) 152
(October 3, 2005): 68-70.
73. “The Social Contract,” Canada & the
World Backgrounder 70 (May 2005): 6.
74. Eilene Zimmerman, “Shareholders Are
Watching HR,” Workforce 81 (October
2002): 18.
75. Curtis C. Verschoor, “Good Corporate
Citizenship Is a Fundamental Business
Practice,” Strategic Finance 87 (March
2006): 21-22.
76. Quoted in Robert Bolt, A Man for All
Season (New York: Random House,
1962).
77. John Peloza, “Using Corporate Social
Responsibility as Insurance for Financial
Performance,” California Management
Review 48 (Winter 2006): 52-72.
78. Andreas King, “How to Get Started in
Corporate Social Responsibility,”
Financial Management (October 2002):
5.
79. Bill Birchard, “Global Profits, Ethical
Perils,” Chief Executive 179 (June
2002): 48-54.

80. Ibid.

Anda mungkin juga menyukai