Anda di halaman 1dari 31

PSIKIATRI FORENSIK

Putri Avryna Dhistiarinie


030.04.177
Pengertian

 Merupakan sub-spesialisasi ilmu kedokteran


yang menelaah mental manusia dan
berfungsi membantu hukum dan peradilan.
 merupakan titik singgung antara ilmu
kedokteran dan ilmu hukum, selain ilmu
hukum kedokteran.
 Kegiatan utama psikiatri forensik adalah

pembuatan Visum et Repertum Psychiatricum.


 Saat ini yang paling banyak adalah
pembuatan Visum et Repertum Psychiatricum
untuk kasus pidana
Kasus-kasus Hukum

perdat Kasus
pidana
a lain

Pembatalan ●
Kompetensi

Terperiksa kontrak untuk
sebagai pelaku ●
Pengampuan
diinterview

Terperiksa (curatelle)

Hibah

Kelayakan
sebagai ●
Perceraian untuk maju
korban ●
adopsi sidang
Fungsi VeRP

 Membantu menentukan apakah terperiksa mengalami


gangguan jiwa dengan upaya menegakkan diagnosis
 Membantu menentukan kemungkinan adanya
hubungan antara gangguan jiwa pada terperiksa
dengan peristiwa hukumnya.
 Membantu menentukan kemampuan bertanggung
jawab pada terperiksa
 Membantu menentukan cakap tidaknya terperiksa
bertindak dalam lalu lintas hukum.
Pasal 44 ayat 1 dan 2

1) Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan,


yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya
kar ena kurang sempurna akalnya atau karena
sakit berubah akal tidak boleh dihukum.
2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat
dipertanggungkan kepadanya karena kurang
sempurna akalnya atau karena sakit berubah
akal, maka Hakim boleh memerintahkan
menempatkan ia di rumah sakit gila selama-
lamaya satu tahun untuk diperiksa.
Alat Bukti

Pasal 184 (1) KUHAP, antara lain :


1). Keterangan saksi
2). Keterangan ahli
3). Alat bukti surat
4). Alat bukti petunjuk
5). Alat bukti terdakwa.
Keterangan Ahli

1. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang


yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan (KUHAP Ketentuan Umum pasal 1 butir 28)

2. Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang


pengadilan (KUHAP pasal 186).

3. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran


kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan
keterangan ahli demi keadilan. (KUHAP pasal 179 ayat 1)
Keterangan Ahli
Keterangan ahli Kedokteran jiwa ada dua bentuk yaitu :
 Surat keterangan ahli kedokteran jiwa (VeRP ) yang
didahului sebutan PRO JUSTITIA yang dibuat dalam
bentuk menurut pedoman yang ditetapkan dan terikat
sumpah jabatan dokter Indonesia.
 Keterangan ahli Kedokteran Jiwa lisan yang
dinyatakan dalam sidang pengadilan dibawah sumpah.
UU no 36/2009 tentang
Kesehatan

Pasal 150 Ayat (1)

pemeriksaan kesehatan jiwa untuk


kepentingan penegakan hukum (VeRP) hanya
dapat dilakukan oleh dokter Spesialis
Kejiwaan pada fasilitas pelayanan kesehatan
Alur pembuatan VeRP

Pelaku/korban tindak pidana Institusi Pelayanan Kesehatan


↓ ↓
BAP Polisi Observasi 2 minggu***
↓ ↓
Diduga menderita kelainan Psikiater + tim pemeriksa
jiwa* (psikolog, dll)
↓ ↓
Surat Permohonan pembuatan Pemeriksaan tambahan
VeRP**


Penyusunan VeRP
Institusi pelayanan kesehatan
* Minta pendapat ahli

1. Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat


orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
(KUHAP pasal 120 ayat 1).
2. Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan
mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian
khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya. (KUHAP fasal 65).
3. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan
yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta
keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru
oleh yang berkepentingan.(KUHAP fasal 180 ayat 1).
**Yang Berhak Menjadi
Pemohon
1. Penyidik ( KUHAP pasal 120 ) : Polisi, KPK
2. Penuntut umum dalam hal tindak pidana khusus
( pasal 120, pasal 284) : Jaksa, KPK
3. Hakim pengadilan (pasal 180 ayat 1)
4. Tersangka/terdakwa/korban melalui pejabat sesuai
dengan tingkat an proses pemeriksaan (pasal 65,
pasal 180 ayat 1,2,3,4)
5. Penasehat hukum/pengacara melalui pejabat
sesuai dengan tingkatan proses pemeriksaan
( pasal 180 ayat 1,2)
Tatacara Permintaan VeRP

 Surat permintaan tertulis dari penegak hukum (pemohon) yang ditujukan

kepada sarana yankeswa pemerintah

Berisi : - identitas lengkap pemohon

- identitas lengkap tersangka

- alasan permintaan VeRP

- Berita acara pemeriksaan (BAP)

 Tersangka diobservasi selama-lamanya 14 hari dan dapat diperpanjang bila

diperlukan dengan persetujuan tertulis pemohon, dengan memperhatikan

masa tahanan.
 Permohonan surat perpanjangan observasi dilakukan secara resmi dan

tertulis

 Selama diobservasi, tersangka mendapat penjagaan dari pihak pemohon dan

tidak diperkenankan menerima kunjungan kecuali dengan persetujuan

kepala sarana yankeswa

 Selama observasi tidak dilakukan terapi, kecuali dalam keadaan darurat

medik tertentu.

 Selama proses observasi, tersangka dilarang dibawa keluar dari sarana

yankeswa kecuali untuk pemeriksaan penunjang medis.


 Setelah proses observasi selesai, terperiksa
harus dibawa kembali oleh instansi pemohon
dan VeRP harus diserahkan dalam 7 hari
pasca observasi selesai.
 Pembiayaan ditanggung oleh instansi
pemohon atau keluarga tersangka.
***Jangka Waktu Observasi

 UU Kesehatan Jiwa tahun 1965 menyebutkan :

jangka waktu observasi antara 3 minggu sampai 6 bulan, yang


didasarkan pada kemungkinan penyesuaian diri (adaptasi) terperiksa
pada lingkungan perawatan.

 KUHAP berdasarkan atas Hak Asasi Manusia yang masa penahanan

tidak boleh melebihi 90 hari maka jangka waktu observasi harus


diperpendek.

 Pedoman pembuatan VeRP dari Direktorat Kesehatan Jiwa

menyesuaikan jangka waktu observasi dengan yang ditentukan


PEMERIKSAAN DALAM PEMBUATAN
VISUM ET REPERTUM
PSYCHIATRICUM
Pemeriksaan Fisik

Seluruh
keadaan fisik
Neurologi
s

Penampila
n umum

Sistem
Organ
Pemeriksaan psikiatrik merupakan Pemeriksaan kognitif antara lain
rangkaian pemeriksaan yang terdiri tentang :
dari pemeriksaan pada fungsi  persepsi dan gangguan persepsi
psikomotor, afektif, dan kognitif.  daya ingat
 dugaan taraf kecerdasan
Pemeriksaan fungsi psikomotor
merupakan usaha penelaahan  kemampuan membatasi dan
antara lain tentang : membedakan fakta, data, dan ide
kesadaran (discriminative judgement )
sikap  kemampuan menilik diri sendiri
tingkah laku (discriminative insight)
kontak psikis, dll.  ada tidaknya kelainan pada isi
pikiran, dan
Pemeriksaan afektif  keadaan mutu pikiran.
alam perasaan dasar
pemeriksaan tambahan, seperti
stabilitas emosi
evaluasi psikologis, pemeriksaan
ekspresi dan emosional laboratories, pemeriksaan
empati, dan sebagainya. radiologi, EEG, CT scan dll,
pemeriksaan psikiatri
forensik
1. Pemeriksaan kemampuan betanggung jawab

a. Tahap kemampuan menyadari tindakan


Seharusnya pelaku dapat mempersepsi kemudian menginterpretasi
dan mengambil konklusi dari suatu stimulus. Kesadaran disini
dinilai dengan pemeriksaan kesadaran.
b. Tahap memahami tindakan
Stimulus → respons → menelaah nilai dan resiko terhadap diri dan
lingkungan ( discriminative insight ) →alternative respon yang
mempertimbangkan baik-buruk,tinggi-rendah, dosa-pahala
(discriminative judgement)
c. Tahap pemilihan dan pengarahan tindakan
Seseorang yang normal dan mampu bertanggung jawab akan
bebas mempertimbangkan dan memilih respons yang kemudian
akan bebas mengarahkan respons yang dipilih sebagai suatu
tindakan.
No Tingkah laku/ perbuatan Kompetensi
pertanggungjawaban
disadari dipahami direncanakan

1. + + + Bertanggung jawab
2. + + - Bertanggung jawab
3. + + impulsif Diragukan tanggung
jawabnya
4. + + Terpaksa Diragukan tanggung
jawabnya
5. + - - Tidak dapat bertanggung
jawab
6. - - - Tidak dapat bertanggung
jawab
2. Pemeriksaan Kompetensi (cakap) dalam lalu lintas
hukum
 tindakan yang mungkin akan dilakukan oleh si
terperiksa terutama yang bersangkutan dengan
hartanya atau dalam hubungannya dengan
hubungan sosial yang memiliki konsekuensi yuridis.
 disebut pemeriksaan prognostik dimana tindakan
diperkirakan akan segera dilakukan sesudah
pemeriksaan
 Pada gangguan jiwa yang dapat sembuh (reversible),
penentuan kompetensi tidak begitu berarti. Pada
gangguan jiwa yang menetap (irreversible), maka
akan berlanjut pada kasus-kasus pengampuan, hibah
atau pewarisan dan sebagainya.
3. Penetuan hubungan sebab -akibat (kausalitas) antara suatu kondisi dengan
timbulnya gangguan jiwa.
Kasus- kasus yang memerlukan pemeriksaan ini adalah
 Kasus yang terperiksa adalah korban
 Kasus ganti rugi pada gangguan jiwa atau cacat jiwa akibat suatu kondisi kerja.

4. kompetensi untuk ditanya (competence to be interviewed) dan kelayakan untuk


diajukan di siding pengadilan ( fitness to stand trial)
Seseorang (terperiksa) akan diajukan ke pengadilan harus memenuhi syarat-syarat
berikut:
 Apakah sidang dapat dilaksanakan (applicable)? Sidang dapat dilaksanakan
apabila terperiksa dapat menaati peraturan ketertiban sidang.
 Apakah sidang tidak berbahaya ( harmful) bagi terperiksa? Sidang tidak dapat
dilaksanakan apabila suasana sidang terlalu menekan sehingga terperiksa
dapat menjadi sakit atau bahkan meninggal
 Apakah sidang bermanfaat ( beneficial)? Diharapkan dalam sidang, terperiksa
mengerti akan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan dapat
mengungkapkan pendapatnya dan dimengerti orang lain.
CONTOH VISUM ET REPERTUM
PSYCHIATRICUM
Nama Sarana Pelayanan Kesehatan Jiwa

demi keadilan (pro justitia)

Visum et Repertum Psychiatricum


No :…………………………..

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Pangkat/NIP/NRP :
Jabatan:
Tempat dan alamat observasi:
Atas permintaan tertulis dari :

Nama :
Pangkat/NIP/NRP :
Jabatan:
Instansi :
Alamat :
No surat :
Tanggal:
Perihal :

Telah melakukan pemeriksaan dan observasi kesehatan jiwa


(psikiatri) pada tanggal ( ditulis dengan huruf)s/d tanggal
(ditulis dengan huruf) terhadap….........................................
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin:
Agama :
Alamat :
Pendidikan :
Status perkawinan :
Pekerjaan :
Status terperiksa : tersangka/terdakwa/korban/
narapidana
Tuduhan :
Laporan Hasil Pemeriksaan
1. Anamnesis didapat dari :
a. berita acara pemeriksaan dari kepolisian
b. autoanamnesis (terperiksa)
c. alloanamnesis (berbagai sumber)
2. Hasil pemeriksaan dan observasi psikiatrik

3. Hasil pemeriksaan fisik

4. Pemeriksaan penunjang

5. Kesimpulan :
a. ada/tidaknya gangguan jiwa (diagnosis dan deskripsi)
b. Apakah prilaku pelanggaran hukum merupakan gejala/bagian dari gangguan jiwa.
c. Ada tidaknya unsur-unsur kemampuan bertanggung jawab berdasarkan :
i. Apakah terperiksa mampu dan memahami resiko tindakannya?
ii. Apakah terperiksa mampu memaksudkan suatu tujuan dengan sadar?
iii. Apa pemeriksa mampu mengarahkan kemauan/ tujuan tindakannya?
6. Saran:

7. Penutup
demikianlah Visum et Repertum Psychiatricum ini dibuat
mengingat sumpah sewaktu menerima jabatan.

Tempat / tanggal (dengan huruf)


Dokter yang memeriksa

NIP/NRP
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai