Anda di halaman 1dari 6

Sabetan sebagai Gerakan Wayang

yang Memiliki Seni dan Estetika

Disusun oleh:
Nama : TRI SAPUTRA SAKTI
NPM : 1006698326
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
Mata Kuliah : MPK Seni (Wayang)

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2010

1
Sabetan sebagai Gerakan Wayang yang Memiliki Estetika dan Seni

Pendahuluan
Sastra pedalangan—yakni rekabahasa dalang dalam pakeliran—adalah merupakan
murwa, nyandra janturan dan pocapan, suluk, antawacana, sabetan, suara, dan
tembang. Dalam hal ini yang akan dikaji adalah seni gerak dalam wayang. Jika
mengusut seni gerak di dalam wayang, tentu saja tak lepas dari istilah sabetan.
Sabetan adalah sebutan gerak dalam wayang.
Di dalam pagelaran wayang, tentu terkait dengan gerakan-gerakan. Gerakan
dalam wayang memiliki estetika dan seni, karena itulah dapat dikatakan sabetan
adalah seni gerak dalam wayang. Sebuah gerakan dalam wayang—sabetan—
meliputi tarian, lakuan, dan lagaan. Tari wayang adalah gerakan wayang yang
diiringi nyanyian dan gamelan. Lakuan adalah gerakan wayang yang hanya
diiringi kecrek. Sedangkan lagaan adalah gerak wayang dalam peperangan baik
diiringi gamelan, ataupun hanya kecrek.
Dalam prakteknya, sabet menampilkan banyak vokabuler gerak. Contohnya
saja gerak berjalan, gerak dalam peperangan, dan sebagainya. Itu pun dibedakan
atas manusia, wanara, raksasa, sarbosato, dan sebagainya. Jenis sabetan sendiri
ada dua, yakni sabet murni dan sabet maknawi.

Pembahasan
Seperti yang diketahui di dalam gerakan, terlibat dimensi gerak dan waktu. Hal
ini, khususnya dalam dimensi gerak, tentu berkaitan dengan nilai-nilai keindahan
dalam sebuah seni karena pada gerakan terkandung keseimbangan, kesimetrian,
dan sebagainya. Beberapa unsur ini berkolaborasi menjadi sesuatu yang bernilai,
suatu seni yang memiliki keindahan atau estetika. Dimensi gerak itu sendiri
bergabung dengan dimensi waktu, yang menyebabkan sabetan atau gerak wayang
menarik unsur-unsur keindahan yang lain seperti kesamaan dalam ritme
permainan gamelan, atau kecrek. Karena memang sejatinya, sabetan sangat
memperhatikan prinsip wiraga, wirama, dan wirasa dalam pagelaran wayang.
Sabetan memiliki arti luas sebagai seluruh gerakan dalam wayang baik
hidup atau mati, juga arti sempit sebagai peperangan antar-tokoh.

2
Sabetan juga memiliki kaitan khusus pada udanegara. Udanegara adalah
suatu tindakan, perkataan, sikap dan tingkah laku tokoh wayang pada tokoh yang
lain. Udanegara mempengaruhi sabetan karena pada gerak suatu tokoh berdasar
pada peringainya. Karenanya, udanegara memiliki peranan penting bagaimana
suatu tokoh wayang bergerak. Yang mempengaruhi sabetan dalam pagelaran
wayang antara lain udanegara, tutur kata tokoh, sikap dan tingkah laku tokoh,
perang, dan kondisi fisik tokoh. Kreatifitas pun diperlukan dalam melakukan
sabetan.
Tak elak, ada beberapa aspek yang patut diperhatikan dalam gerakan
wayang, antara lain adalah udanegara seperti yang dibahas sebelumnya, usia,
klasifikasi, wanda (wujud dari prejengan dan karakter dasar pada kondisi mental
dan lingkungan tertentu).
Seperti yang dijabarkan sebelumnya, dalam sabetan, terdapat begitu banyak
vokabuler gerak. Vokabuler-vokabuler inilah yang menambah kekayaan akan
keindahan wayang dalam seni gerak. Wayang dalam seni gerak mengusung pada
nilai estetika atau keindahan yang ada pada sabetan.
Dalam hal kreatifitas dalam melakukan sabetan bagi para dalang,
sebenarnya adalah titik kunci keindahan tersebut. Dalang sudah mengetahui
vokabuler sabetan yang begitu rupa macamnya. Dengan refleksitas dan kreatifitas,
ia menciptakan sabetan-sabetan indah yang mengoordinasikan antara dimensi
ruang dan dimensi waktu menjadi suatu yang ciamik.
Dalam sabetan sendiri, terdapat beberapa istilah, misalnya prapatan,
jeblosan, tebakan, sikutan, samberan, getak, ngancap, junjung, banting, dupak,
dugang, dan sebagainya. Hal ini pun tak dapat dikesampingan untuk menilai
gerakan wayang yang mengandung nilai keindahan secara menyeluruh. Sabetan
yang bagus—yang sarat akan keindahan atau estetika—tentu dihasilkan oleh
seorang dalang yang baik cara permainannya dalam pagelaran wayang. Penyajian
lakon akan sempurna ketika dalang dengan luwes memainkan gerakan-gerakan
wayang nan apik. Dalang yang baik tentu dapat mengorelasikan gerakan dengan
unsur estetika yang lain yang terdapat dalam pagelaran wayang.
Di zaman modern seperti sekarang ini, keluwesan seorang dalang
melakukan sabetan sungguh sangat bernilai karena keaneka-ragaman sabetan

3
menjadi salah satu daya tarik dalam pertunjukkan wayang. Sabetan-sabetan yang
lihai pun dapat diciptakan oleh dalang yang kompeten yang sudah lihai dengan
cepengan (cara memegang wayang), dimana seorang dalang menguasai cara
memegang gapit dan tuding. Tak dapat dipungkiri bahwa sabetan atau gerakan
wayang di dalam pagelaran wayang mencakup nilai keindahan yang tiada tara.
Dalam pengakuan seorang murid Alm. Ki Mulyanto Mangku Darsono
Sragen, ia mengaku bahwa Alm. Ki Mulyanto mengajari keprak (gerakan kaki)
terlebih dahulu sebelum mengajarinya sabetan. Hal ini karena Ki Mulyanto
berfilosofi bahwa menurutnya jika seorang dalang telah menguasai keprakan,
gerakan wayang dikelir secara otomatis betapa pun cepat dan sulitnya gerak kaki
pasti akan mengikutinya secara reflek.
Ki Mulyanto adalah seorang dalang terkenal akan sabetannya yang bagus.
Baginya, bukan sekedar dalang menggerakan wayang tetapi dalang harus tahu
karakter dan kemauan wayang saat dipegang oleh dalang. Si dalang kadang harus
larut menjiwai karakter wayang, sehingga bisa menafsirkan kebutuhan gerak yang
diperkulan dalam peperangan atau adegan tertentu, hingga seolah-olah dalang
hanya mengikuti kemauan dari wayang.
Bagaimana pun juga, hal ini tentu selaras dengan sabetan yang merupakan
seni gerak pada wayang. Sabetan bukan hanya gerakan wayang yang digerakkan
oleh dalang, akan tetapi dalang harus menjiwai karakter wayang sehingga tafsiran
yang ada pas dengan lakon sehingga menimbulkan pagelaran yang apik dan baik
dan juga sarat keindahan atau estetika.
”Ki Mulyanto lebih mengandalkan gerak refleks dan ide spontan kreasi
yang muncul, meski tidak dapat dipungkiri vokabuler sabet yang sudah ia kuasai
juga sering mendominasi. Sabetnya susah ditebak, hal ini dapat di buktikan bila
kita ’mbeduki’ (memukul dram untuk memantapkan sabet) Ki Mulyanto, pasti
akan banyak melesetnya.”
Hal ini menunjukkan bahwa seorang dalang yang baik harus dapat
menguasai vokabuler-vokabuler gerakan dalam wayang. Ketika ia mengetahui
dan dapat mengusai vokabuler yang ada, ia sarat akan kreatifitas. Kreatifitas itu
terbentuk karena kebiasaannya melakukan bermacam-macam vokabuler dalam
sabetan.

4
Dari kebiasaan-kebiasaan tersebut, terciptalah sabetan imajiner, dimana
sebuah sabetan muncul dengan refleks ketika mendalangi sebuah pagelaran.
Walaupun muncul karena ’refleks’, bukan berarti sabetan-sabetan yang ada
dibuat-buat, tetapi sabetan tercipta karena memang terbiasa melakoni sebuah
pagelaran, sehingga tak asal sabetan asal jadi. Sabetan imajiner terbentuk karena
terbiasa dengan vokabuler-vokabuler gerakan sebelumnya.
Hal ini mencerminkan bahwa sebuah sabetan dalam wayang tercipta dengan
menyelaraskan antara wiraga, wirama, dan wirasa. Sabetan yang baik dihasilkan
oleh pengolahan sabetan-sabetan sebelumnya berupa latihan keras. Para dalang
memiliki pijakan-pijakan atau norma-norma dalam menampilkan seorang tokoh
wayang. Kekayaan akan tokoh menciptakan vokabuler-vokabuler gerak yang sarat
akan keindahan dalam pagelaran wayang.

Kesimpulan
Wayang memiliki segala aspek seni, termasuk seni gerak. Seni gerak dalam
wayang disebut pula sabet atau sabetan. Sabetan dalam wayang memiliki
vokabuler-vokabuler yang begitu beragam. Dalam vokabuler gerakan wayang
terdapat esensi estetika wayang dalam sebuah seni gerak. Sabetan dalam wayang
bukan hal yang main-main melainkan hal yang tercipta atas pengolahan yang
rumit sehingga tercipta gerakan sarat keindahan.
Pedalang dapat dikatakan handal apabila menguasai sabetan, karena sabetan
dalam pagelaran berkaitan dengan seluruh komponen dalam pagelaran wayang,
misalnya berkaitan dengan seni musik, seni teater, dan unsur estetika lainnya.
Dalam penerapannya pun, para dalang memiliki norma-norma tertentu yang sudah
disepakati antar-dalang sebelumnya dan biasa disebut dengan udanegara.
Tak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya, sabetan mengalami
perkembangan yang signifikan berkaitan dengan pengolahan sabetan yang serius
seperti dalam kasus pengajaran Ki Mulyono. Penyajian sabetan, oleh para dalang,
dilakukan dengan mengakrabi tokoh dalam pewayangan tersebut sehingga sabetan
mewakilkan karakter tokoh wayang. Penggabungan aspek wiraga, wirama, dan
wirasa dalam sabetan menciptakan sebuah keindahan wayang dalam seni gerak
yang begitu harmonis.

5
Daftar Pustaka

Supriyono. 2008. Pedalangan Jilid II untuk SMK. Jakarta: Pusat Perbukuan


Departemen Pendidikan Nasional.
Yudoseputro, Wiyoso, dkk. 1993. Wayang dalam Seni Indonesia. Jakarta:
Senawangi.

Sumber Internet:
Asmoro, Ki Bambang. ”Belajar Keprak dan Sabet Emajiner ala Ki Mulyono.”
http://warta.pepadi.com/?p=31 (9 September 2008)
Darmoko. ”Seni Gerak dalam Pertunjukkan Wayang: Tinjauan Estetika”.
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/06_Seni%20Gerak_Darmoko.pdf (22
Oktober 2010)
Supriyono. ”Sabet Wayang”. http://gurumuda.com/bse/sabet-wayang (22 Oktober
2010)
Utomo, Yunanto Wiji. ”Wayang Kulit, Mahakarya Seni Pertunjukkan Jawa”.
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/performance/wayang-
kulit-show/ (22 Oktober 2010)
_______. ”Sastra Pedalangan”. http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-
object/performance/wayang-kulit-show/ (22 Oktober 2010)

Anda mungkin juga menyukai