Anda di halaman 1dari 3

Walaikummussalam Warahmatullah…

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu


'Alaihi Wa Sallam bersabda : "Jika Bani Adam membaca ayat sajdah maka setan
menyingkir dan menangis lalu berkata : 'Wahai celaka aku, Bani Adam
diperintahkan untuk sujud, maka dia sujud, dan baginya Surga, sedangkan aku
diperintahkan untuk sujud, tetapi aku mengabaikannya, maka neraka bagiku.'

Pada surat as-Sajdah, disnatkan sujud tilawah seusai membaca ayat ke-15. Bagi
yang membacanya, baik dalam salat atau tidak, hendaknya bersegera sujud.
Namun, dalam berjama'ah, bila imamnya tak melakukannya maka makmumnya
juga tak usah bersujud tilawah. Karena makmum harus selalu menyesuaikan
gerakannya dengan imam. Tidak boleh melakukan gerakan yang tak dilakukan
imamnya.

Ayat-ayat sajdah selain yang terdapat di surat as-Sajdah adalah: al-A'raaf: 206, ar-
Ra'd: 15, an-Nahl: 49, al-Israa': 107, Maryam: 58, al-Haj: 18, al-Furqaan: 60, an-
Naml: 25, Fusshilat: 38, al-'Alaq:19, an-Najm: 62, Insyiqaaq: 21, Shaad: 24.

Wallahu’alam…

(dari berbagai sumber)

Doa yg dibaca pada waktu sujud Tilawah :

“Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu.


Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.”

Artinya:
"Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran
dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta."

Wallahu’alam…
(dari berbagai sumber)

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai rasa syukur atas nikmat
yang diturunkan oleh Allah Ta'ala atau tercegahnya sesuatu yang tidak
diinginkan [1]

Imam Syaukani menjelaskan "Yang dimaksud nikmat di sini adalah nikmat yang
baru datang yang suatu ketika seorang tidak menjumpainya". Oleh karena itu
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukan sujud syukur kecuali atas
nikmat yang baru datang yang sebelumnya tidak dijumpainya, padahal nikmat
Allah terus menerus meliputi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam setiap
saat.[2]
Seandainya sujud syukur disyariatkan untuk mensyukuri nikmat Allah Ta'ala
yang terus menerus ini (seperti nikmat Islam, kesehatan, kehidupan, dan
lain-lain) maka habislah umur kita hanya untuk sujud syukur asaja. [3]

Darah Haid yang Terputus dan Istihadhah


Selama masa haid, terkadang darah keluar secara terputus-putus, yakni sehari keluar dan sehari
tidak keluar. Dalam hal ini terdapat dua kondisi:
• Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu adalah
darah istihadhah (darah karena penyakit), dan berlaku baginya hukum istihadhah.
• Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita tetapi kadangkala saja datang dan dia
mempunyai saat suci yang tepat.
Maka para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Adapun penjelasan yang benar dalam masalah
ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni,
“Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka seyogyanya tidak diangap sebagai keadaan suci.
Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan berkaitan dengan nifas, bahwa berhentinya darah yang
kurang dari sehari tidak perlu diperhatikan dan inilah pendapat yang shahih, insyaa Allah.
Alasannya adalah bahwa dalam keadaan keluarnya darah yang terputus-putus (sekali keluar dan
sekali tidak) bila diwajibkan bagi wanita pada setiap saat terhenti keluarnya darah untuk mandi,
tentu hal ini akan menyulitkan, padahal Allah berfirman, yang artinya: “Dan Dia (Allah) sekali-
kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Qs. Al-Hajj:78)
Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan merupakan keadaan suci kecuali
jika si wanita mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa dia suci. Misalnya, berhentinya
darah tersebut terjadi pada akhir masa kebiasaan atau melihat lendir putih.”
“Sehari” yang dimaksud pada penjelasan diatas adalah dua belas jam. Adapun contoh kasus
dalam masalah ini adalah:
Seorang wanita biasanya haid selama enam hingga tujuh hari setiap bulan. Pada hari ke-5
biasanya darah hanya akan keluar sedikit seperti noktah seukuran uang logam (berbekas pada
pakaian dalamnya). Pada malam hari (saat aktivitas sedikit) darah tidak keluar. Pada hari ke-6
darah akan tetap keluar namun sangat sedikit. Dalam kasus ini, wanita tersebut belum dianggap
suci pada malam di hari ke-5 karena menurut kebiasaan haidnya, pada hari-hari akhir haid darah
hanya akan keluar pada pagi hingga sore hari (yaitu di saat dia banyak melakukan aktivitas).
Kemudian pada pagi di hari ke-7 dia melakukan banyak aktivitas tetapi darah haid tidak lagi
keluar sama sekali dan telah keluar pula lendir putih yang biasanya memang muncul jika masa
haidnya telah selesai. Pada hari ke-7 itulah, wanita tersebut telah suci dari haid.
Wallahu’alam,,,

(dari berbagai sumber)…

Dalil Yang Melarang :

Firman Allah Ta’ala :


“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan
kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yang kalian
ucapkan dan jangan pula orang yang junub kecuali sekedar lewat sampai kalian
mandi.” (An Nisa’ : 43)

“Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” (HR. Bukhari)

“Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita
haid.” (HR. Abu Daud)

“Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari yang engkau biasa haid padanya, dan (jika
telah selesai haidmu) mandilah, dan shalatlah.” (HR. Bukhari)

Wallahu’alam,,,

(dari berbagai sumber)

Walaikum’salam Warahmatullah…

Maafkan Awa Sahabatku,,,

Tiada daya dan kekuatanku tuk dpt menghadiri momen kebahagiaanmu...

Kukirimkan doa ini sebagai pengganti kehadiranku,

Semoga dpt jauh lebih berharga dari kehadiranku,,,

“Baarakallaahu laka, wa baaraka 'alaika, wa jama'a baynakumaa fii khair”

"Semoga Allah memberikan berkah kepadamu, semoga Allah mencurahkan


keberkahan kepadamu. Dan semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam
kebaikan."

Amin Yaa Rabbal Alamin,,,

Selamat Menempuh Hidup Baru Sahabatku…

Anda mungkin juga menyukai