Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MIKOLOGI

Simbiosis Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana dengan Tungau

Disusun oleh:

Angela Resti Galla J2B008008

Anindita Ayu Pratiwi J2B008010

Esti Meita Kridati J2B008032

Jebria Kwartaning tyas J2B008042

Putri Wahyuningtyas J2B008057

Septira Sulistyaning Budi J2B008064

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2011
Simbiosis Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana dengan Tungau

1.1. Klasifikasi

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Sordariomycetes

Ordo : Hypocreales

Famili : Cordycipitaceae

Genus : Beauveria

Spesies : Beauveria bassiana

Berdasarkan klasifiksasi fase aseksualnya, digolongkna ke dalam cendawan


divisi deuteromycota, kelas hyphomycetes dan ordo moniliales yang dikenal
dengan nama white mucsardine, berdasarkan fase seksualnya masuk ke dalam
divisi ascomycota kelas sordariomycetes ordo hyphocreales dan famili
clavicipitaceae. Merupakan cendawan tidak sempurna yang berkembangbiak
secara aseksual. Karakteristik konidiofor ditopang oleh hifa hialin, berkonidia
tunggal, beralur zig zag dan memiliki konidia berbentuk oval. Cendawan ini
ditemukan secara luas di dunia sebagai saprofit di dalam tanah dan merupakan
cendawan yang memiliki jumlah inang terbesar.

1.2. Reproduksi Bauveria bassiana


Reproduksi Bauveria bassiana dilakukan secara aseksual dan seksual.
Reproduksi aseksual dilakukan dengan membentuk kuncup. Kuncup terbentuk
pada sel induk yang kemudian lepas. kadang-kadang kuncup tetap melekat pada
induk selnya membentuk rantai sel yang disebut hifasemu atau pseudohifa.
Reproduksi seksualnya yaitu mula-mula hifa berbeda jenis saling berdekatan.
Hifa betina akan membentuk askogonium dan hifa jantan akan membentuk
anteridium, masing-masing berinti haploid. Dari askogonium akan tumbuh
trikogin yaitu saluran yang menghubungkan askogonium dan anteridium. Melalui
trikogin anteridium pindah dan masuk ke askogonium sehingga terjadi
plasmogami. Askogonium tumbuh membentuk sejumlah hifa askogonium yang
dikarion. Pertumbuhan terjadi karena pembelahan mitosis antara inti-inti tetapi
tetap berpasangan. Pada ascomycota yang memiliki badan buah, kumpulan hifa
askogonium yang dikariotik ini membentuk jalinan kompak yang disebut
Askokarp. Ujung-ujung hifa pada askokarp membentuk askus dengan inti
haploid dikariotik. Di dalam askus terjadi kariogami menghasilkan inti diploid.
Di dalam askus terdapat 8 buah spora (karena 2 inti diploid melakukan
pembelahan meiosis menghasilkan 4 inti haploid. Setiap haploid akan membelah
secara mitosis sehingga setiap askus terdiri dari 8 buah spora). Spora terbentuk di
dalam askus sehingga disebut sporaaskus. Spora askus dapat tersebar oleh angin.
Jika jatuh di tempat yang sesuai, spora askus akan tumbuh menjadi benang hifa
yang baru.

1.3. Dormansi
Jamur spora menunjukkan 2 jenis dormansi yaitu konstitutif (endogen) dan
eksogen. Konstitutif dormansi umumnya dimiliki oleh jamur spora yang seksual
memiliki beberapa karakteristik yang melekat dari spora itu sendiri yang
mencegah perkecambahan, spora gagal berkecambah ketika kondisi lingkungan
tidak menguntungkan.
Dormansi eksogenous dimiliki oleh spora yang tidak berkelamin, disebabkan
kondisi lingkungan yang kurang baik ( musim dingin ). Faktor pengaruh yang
menyebabkan dormansi spora meliputi ketersediaan embun dan bahan gizi,
seperti halnya temperatur dan pH.
1.4. Simbiosis
Simbiosis jamur entomopatogen Bauveria bassiana dengan tungau adalah
simbiosis parasitisme karena jamur tersebut memproduksi mikotoksin dalam
tubuh serangga. Mikotoksin yang dihasilkan merupakan toksin penghambat
perkembangan serangga, dan dapat menghambat pembusukan pada tubuh
serangga sehingga cendawan dapat melakukan mumifikasi dengan baik pada
tubuh serangga.
Proses infeksi jamur Bauveria bassiana dalam tubuh serangga yaitu konidia
yang telah berkecambah membentuk tabung kecambah dengan mengambil
makanan dari integumen serangga, setelah itu menembus integumen dan masuk
ke dalam hemocel. Cendawan membentuk tubuh hifa yang kemudian ikut
beredar dalam hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang
jaringan lain seperti jaringan lemak, sistem saraf, trakea, dan saluran pencernaan.
Pada saluran pencernaan, konidia berkembang dalam waktu 72 jam, setelah itu
hifa melakukan penetrasi pada dinding usus sekitar 60-72 jam. Kerusakan saluran
pencernaan terjadi dengan hancurnya pencernaan kemudian masuk ke hemocel
dan mengubah pH hemolimfa, setelah itu serangga akan kehabisan nutrisi dan
akhirnya mati.
DAFTAR PUSTAKA

www.mycologia.org diakses tanggal 21 Mei 2011.


Tanada, Y. 1993. Insectpathology. San Diego. Academic PR.
Trizelia. 2005. Cendawan Entomopatogen Bauveria bassiana. Bogor. Program Pasca
Sarjana IPB.

Anda mungkin juga menyukai