Anda di halaman 1dari 19

Kajian tentang Rukun Islam

Oleh : Tim FORSTAS

Telah disebutkan didalam hadist Nabi SAW : Sesungguhnya rukun Islam itu ada lima perkara. Rukun Islam yang pertama: mengucap dua kalimat syahadat, jelasnya mengucap: Saya bersaksi dan meyakini sesungguhnya tidak ada Tuhan yang disembah dengan sebenarnya kecuali Allah SWT yang pasti ada-Nya dan mustahil tidak ada-Nya, yang menjadikan tujuh langit dan tujuh bumi dan menguasai semua makhluk. dan sesungguhnya Nabi Muhammad bin Abdullah itu menjadi utusan Allah SWT, di utus kepada semua manusia, jin dan malaikat untuk menyampaikan ilmu Syariat, Thoriqot dan Hakikat, yaitu rukun Islam, Iman dan Ikhsan. Kedua : Mendirikan sholat lima waktu yang sesuai dengan Syarat dan rukunnya. Ketiga : Memberikan zakat kepada fakir miskin. Keempat : Puasa di bulan suci Ramadhan sesuai dengan syarat dan rukunnya. Kelima : Pergi ke Baitullah yang mulia karena haji dan umroh dengan cukup syarad rukunnya serta cuktp bekal pergi dan pulangnya. A. Mangucap dua kalimat syahadah. Dua kalimat syahadat adalah Dua perkataan pengakuan yang diucapkan dengan lisan dan dibenarkan oleh hati untuk menjadikan diri orang Islam. Lafadz kalimat syahadat ialah: Aku bersaksi dan meyakini sesungguhnya tidak ada Tuhan yang di sembah dengan sebenarnya kecuali Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah Jika seorang yang bukan Islam menucapkan dua kalimat Syahadat dengan sungguh-sungguh, yakni membenarkan dengan hati apa yang ia ucapkan, serta mengerti apa yang diucapkan maka masuklah ia kedalam agama Islam, dan wajiblah ia mengerjakan rukun yang lima. Dua kalimat syahadat masing-masing adalah: 1. Syahadat Tauhid: Artinya :Saya bersaksi tiada Tuhan yang disembah kecuali Allah 2. Syahadat Rasul: Artinya: dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah

Bagi orangyang akan masuk Agama Islam, dua kalimat syahadat ini harus diucapkan bersamasama(berturut-tururt) tidak boleh dipisah-pisahkan. Orang yang tidak dapt mengucapkan dengan lisan karena bisu atau udzur lainya, atau karena ajal telah mendahuluinya padahal hatinya telah beriman, mereka itu mukmin dihadapan Allah dan akan selamat kelak di hari kemudian.* Mengucapkan dua kalimah syahadat adalah syarat yang pertama dari syarat-syarat Islam, yakni bagi setiap orang yang berakal, balig, mampu berbicara, mampu mengucapkn syahadat. Sesungguhnya tidak ada yang disembah dibumi dan di langit kecuali Allah Swt. Allah wajib adanya dan Allah Zat Yang Maha Luhur dan Maha Agung dari sesuatu yang menyekutukan-Nya, semua ini wajib kita ikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati, begitu juga mengikrarkan dan membenarkan terhadap Nabi Muhammad bin Abdillah sebagai utusan Allah kepada semua mahluk Semua sifat-sifat wajib, mustahil, jaiz bagi Allah dan Rosul telah tercakup dalam dua kalimah syahadat. Inilah yang di namakan syahadat tauhid dan syahadat rosul. Analisa syahadat : 1. Rukun syahadat a. Syahidun. b. Mashudun lahu. c. Mashudun alih d. Mashudun bihi e. Syighot. Dari segi yang lain dikatakan pula : a. Menetapkan zatullah . b. Menetapkan segala sifat Allah c. Menetapkan segala perbuatan Allah d. Menetapkan dan membetulkan kebenaran Rosullah SAW 2. Fardu Syahadat a. Di ikrarkan dengan lisan b. Ditasdiqkan dengan hati. 3. Syarat sah syahadat a. Diketahui denagan pengetahuan yang pasti. b. Di tetapkan dengan lesan. c. Distasdiukkan didalam hati, dengan tadiq yang pasti. d. Dikerjakan dengan segala anggota yang lahir dan batin. 4. Kesempurnaan Syahadat. a. Mengetahui denagan hati b. Ditetapkan dengan lesan c. Dibenarkan oleh hati d. Diyakinkan dengan hati, apa yang telah diketahui dari yang hak. 5. Yang merusakan syahadat. a. Menduakan Tuhan b. Syak hati kepada Tuhan. c. Menyangkal hati akan apa yang dijadikan Tuhan d. Tidak menisbatkan, serta tidak menetapkan Zat Allah SWT2 .

B. Mendirikan Shalat lima waktu Setiap mukallaf berkewajiban mengerjakan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah diantaranya ialah mengerjakan sholat setiap hari lima kali, dan telah dijelaskan pula didalam beberapa hadits Nabi tentang waktu- waktunya. Di samping itu wajib melaksanakan rukun dan syarat-syaratnya. Serta menjauhi dari perkara yang membatalkanya, dan wajib memerintahkan atas orang yang meninggalkan wajib dan rukun shalat atau mengerjakan syarat dan rukunya tapi tidak menetapi aturanya contohnya seperti mengerjakan rukuk, sujud tanpa menegakan tulang rusukya. Firman Allah SWT: Artinya : Sesungguhnya shalat itu adalah suatu kewajiban yang berwaktu atas kaum mukminin (QS An-Nisa:103) Shalat maknanya adalah doa bagi manusia dan istigfar bagi malaikat dan Rohmat dari Allah SWT. Dan menurut syara shalat adalah suatu perbuatan yang dimulai dengan takbir iftitah yaitu dengan mengangkatkan kedua tangan sampai kedua telinga dan diakhiri dengan salam ke kanan dan ke kiri3. 1. Syarat-syarat Wajib Shalat Adapun syarat wajib shalat 4: 1. Islam 2. Balig 3. Berakal sehat 2. Syarat-syarat Shalat5 a. Mengetahui tentang masuknya waktu b. Suci dari hadats kecil dan besar c. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis yang kelihatan. d. Menutup aurat e. Menghadap kiblat 3. Rukun-rukun Shalat :5 1. Niat 2. Takbiratul ihram 3. Berdiri pada shalat fardhu 4. Membaca al-Fatihah 5. Rukuk 6. Bangkit dari rukuk dan berdiri lurus(Itidal) dengan tumaninah. 7. Sujud 8. Duduk yang akhir sambilmembaca tasyahud 9. memberi salam. 4. Waktu-waktu shalat Adapun waktu-waktu salat adalah sebagi beikut Dzuhur : waktu dzuhur dimulai dari tergelincirnya matahari sampai bayang-bayang sesuatu sama panjangnya dengan sesuatu itu. Apabila lebih, walaupun hanya sedikit, berarti waktu dzuhur telah habis.

Ashar : waktu ashar dimulai dari lebihnya bayang-bayang sesuatu dengan benda tersebut sampai terbenamnya matahari. Hadits Nabi Saw: ) ( Waktu Sholat Ashar selagi matahari belum tengelam. Magrib : waktu magrib dimulai dari hilangnya sinar matahari sampai hilangnya cahaya merah diarah barat Hadits Nabi Saw: ) ( Waktu Sholat Magrib adalah selagi belum hilang mega Isya : waktu isya dimulai dari habisnya waktu magrib samapi terbinya fajar shodik Hadits Nabi Saw: Syafaq yang merah apabila telah hilang Subuh : waktu shubuh dimulai dari fajar Shodik sampai terbitnya matahari Hadits Nabi Saw: Waktu Shalat Subuh adalah mulai dari terbitnya fajar shodiq, selagi matahari belum keluar. C. Membayar zakat Zakat menurut bahasa at thoharoh (mensucikan) Sedangkan menurut istilah syaraZakat adalah mengeluarkan sebagian dari harta yang telah sampai nisab. Pada dasarnya zakat terbagi kedalam dua bagian yaitu zakat: Zakat harta benda dan zakat badan. Dan zakat tidak sah mengeluarkanya kecuali dengan niat. Dan zakat diberikan kepada orang muslim yang telah disebutkan dalam Alquranul karim. . Artinya: Sesaungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir,miskin,pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,untuk jalan Allah dan orang-orang dalam perjalanan,sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah,dan Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana. (QS At-Taubah: 60) Di dalam kitab mazhabhibul Arbaah harta yang wajib dizakati adalah : 1. Emas dan perak Para ulama fiqh berpendapat mas dan perak wajib dizakati jika cukup nisabnya. Menurut pendapat mereka, nisab emas adalah 20 mitsqal. Nisab perak adalah 200 dirham. Mereka juga memberi syarat yaitu berlalunya waktu 1 tahun dalam keadaan nisab, juga jumlah yang wajib dikeluarkan 2,5 %. 2. Harta dagangan Yang dinamakan harta dagangan adalah harta yang dimiliki dengan akad tukar dngan tujuan untuk memperoleh laba, dan harta yang dimilikinya adalah harus merupakan hasil usahanya sendiri. Dan zakat yang dikeluarkan itu adalah dari nilai barang-barang yang diperdagangkan. Jumlah yang dikeluarkankan adalah 1/40%, artinya 1 dari 40.

3. Binatang ternak Ulama mazhab sepakat bahwa binatang yang wajib dizakati adalah Unta, Sapi, termasuk Kerbau, Biri-biri dan Kambing Gibas. Mereka sepakat bahwa binatang seperti Kuda, keledai, dan Baghal (hasil kawin silang antara Kuda dan Keledai).tidak wajib di zakati. Nisab Zakat Binatang Ternak Jenis hewan Jumlah Dikeluarkan zakatnya Unta 5 ekor 1 ekor kambing Sapi 30 ekor 1 ekor tabi` (sapi yang berumur 1 tahun penuh dan masuk ke tahun ke-2) Kambing 40 ekor 1 ekor kambing 4. Tanaman dan buah-buahan. Semua ulama fiqh sepakat bahwa jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan dalam zakat tanaman dan buah-buahan adalah 1/10 atau 10%. Kalau tanaman dan buah-buahan tersebut disiram air hujan atau air dari aliran sungai. Tapi jika air yang dipegunakannya dengan air irigasi (dengan membayar) dan sejenisnya, maka cukup megeluarkan 5%.7 Zakat fitrah juga dinamakan zakat badan. Zakat fitrah ini diwajibkan kepada setiap orang islam yang kuat,baik tua maupun muda. Maka bagi wali anak kecil dan orang gila wajib mengeluarkan hartanya serta memeberikanya pada orang-orang yang telah dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat:80.8 Puasa Puasa menurut bahasa adalah menahan dan menurut istilah yaitu menahan dari perkara-perkara yang membatalkan mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Megerjakan puasa pada bulan Romadhan merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun agama. Kewajiban untuk melaksanakannya tidak membutuhkan dalil dan orang yang mengingkarinya berarti telah keluar dari Islam, karena ia seperti sholat, yaitu ditetapkan dengan keharusan. Dan ketetapan itu diketahui oleh orang dewasa maupun anak-anak. Dan berpuasa harus sesuai syarat dan rukunnya. Puasa satu bulan secara sempurna pada bulan yang mulia Ramadhan. Puasa mulai diwajibkan pada buln Sya`ban, tahun ke-2 Hijriyah. Puasa meupakan fardu `ain bagi setiap mukallaf dan tak sorangpun diperbolehkan berbuka kecuali mempunyai sebab-sebab sebagai berkut : 1. Haid dan nifas 2. Sakit 3. Wanita hamil yang hampir melahirkan, dan wanita yang sedang menyusui 4. perjalanan yang sesuai dengan syarat-syarat yang dibolehkan melaksanakan syarat qosor.9 5. Orang tua renta, baik laki-laki maupun perempuan,yang mendapatkan kesukaran, serta tidak kuat lagi puasa. Haji Haji adalah pergi ke Baitullah yang mulia karena melaksanakan haji dan umroh dengan memenuhi syarat dan rukunnya serta mampu dan memiliki bekal saat pergi dan pulangnya. Berangkat Haji wajib sekali seumur hidup dan tidak diwajibkan haji kecuali atas orang muslim, merdeka, berakal, baligh, dan sehat , dan mampu pergi dan pulangya dan memiliki bekal ketika pergi dan pulangnya.10

1. Sholat Qoshor

Sholat Qoshor adalah sholat yang diringkas diantara sholat fardhu yang lima, yang mestinya dilakukan empat rokaat menjadi dua rokaat saja. Dengan demikian yang bisa diqoshor dari kelima sholat fardhu adalah hanya dhuhur, ashar dan isya sedangkan maghrib dan shubuh tidka bisa diqoshor, tetap dilakukan sempurna rokaatnya. Hukum sholat qoshor adalah boleh, bahkan lebih baik dilakukan bagi orang yang dalam perjalanan dengan memenuhi syarat-syaratnya. Sebagaimana firman Alloh dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 101 :
Apabila kamu berjalan di muka bumi, maka tidak ada halangan bagi kamu

mengqoshor (meringkas) sholat jika kamu takut dibinasakan oleh orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh kamu yang nyata Dalam Hadits juga disebutkan :
Telah bercerita Yala bin Umaiyah : saya telah berkata kepada Umar, Alloh

berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidka takut lagi), Umar menjawab, saya heran juga sebagai engkau, maka saya tanyakan kepada Rosululloh, dan Beliau menjawab : Sholat Qoshor itu sedekah yang diberikan Alloh kepada kamu, maka terimalah olehmu sedeah-Nya (pemberianNya) (HR. Muslim) Dalam Hadits lain juga disebutkan :
Dari Ibnu Masud Ra berkata : Saya sholat bersama Nabi dua rokaat dua

rokaat, sholat bersama Abu Bakar dua rokaat dua rokaat.


Ibnu Umar Ra berkata : Saya bepergian bersama Nabi, Abu Bakar, Umar.

Mereka melaksanakan sholat dhuhur dan ashar dengan dua rokaat dua rokaat. Syarat Sah Sholat Qoshor : a. Perjalanan yang dilakukan itu bukan maksiat (terlarang), adakalanya perjalanan wajib seperti pergi untuk melaksanakan haji atau perjalanan sunnah seperti pergi untuk bersilaturrahim, ziarah, atau juga perjalanan mubah seperti pergi untuk berdagang.

b. Perjalanan itu berjarak jauh, yaitu terhitung kurang lebih sekitar 80,640 km atau lebih (perjalanan sehari semalam). Sebagian Ulama berpendapat bahwa tidak disyaratkan perjalanan jauh, yang penting dalam perjalanan jauh ataupun dekat. Sebagaimana dalam hadits disebutkan :
Dari Syubah, katanya : saya telah bertanya kepada Anas tentang

mengqoshor sholat. Jawabannya : Rosululloh SAW, apabila beliau berjalan tiga mil (80,640 km) atau tiga farsakh (kira-kira 25,92 km), beliau sholat dua rokaat (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud). c. Sholat yang diqoshor adalah sholat yang adaan (tunai), bukan sholat qodho. Adapun sholat yang ketinggalan diwaktu perjalanan boleh diqhosor kalau memang diqodho dalam perjalanan, tetapi sholat yang ketinggalan sewaktu mukim tidak boleh diqodho dengan qoshor sewaktu dalam perjalanan. d. Berniat qoshor ketika takbirotul ihram. e. Berniat sholat qoshor ketika berada di luar dari desanya.
2. Sholat Jama

Hukum sholat jama ini diperkenankan bagi orang yang dalam perjalanan dengan syarat-syarat yang tersebut pada sholat qoshor. Sholat yang boleh dijama hanya antara dhuhur dengan ashar dan antara maghrib dengan isya, adapun sholat shubuh tetap wajib dikerjakan pada waktu dan tanpa dikumpulkan dengan sholat yang lain. Sholat jama artinya sholat yang dikumpulkan. Yang dimaksudkan adalah dua sholat fardhu yang lima itu dikerjakan dalam satu waktu, umpamanya sholat dhuhur dan ashar dikerjakan diwaktu dhuhur atau diwaktu ashar. Sholat Jama ini terbagi atas dua macam dilihat dari pelaksanaan pengumpulan sholat tersebut. a. Sholat Jama Taqdim Jama taqdim adalah mengumpulkan dalam satu antara sholat dhuhur dengan ashar dilakukan pada waktu dhuhur (waktu sholat yang pertama), dan mengumpulkan dalam satu waktu antara sholat maghrib dan isya dilakukan pada waktu maghrib (waktu sholat yang pertama). Sebagaimana hadits Nabi :

Dari Muadz bin Jabal Ra berkata : kami keluar bersama Nabi SAW dalam

perang Ghozwah (perang yang dihadiri oleh Nabi), maka ketika itu Nabi SAW mengumpulkan sholat dhuhur dengan sholat ashar serta sholat maghrib dengan sholat isya Adapun syarat jama taqdim ada 3 macam, yaitu : 1. Diharuskan untuk mengerjakan sholat yang pertama, yaitu seperti mengumpulkan sholat dhuhur dan ashar dilakukan pada diwaktu dhuhur dengan cara mendahulukan sholat dhuhur daripada sholat ashar. Karena waktu tersebut adalah milik sholat yang pertama. 2. Berniat jama pada takbirotul ihram sholat yang pertama atau ditengahtengah sholat pertama (menurut qoul Adzhar). Jadi tidak diperkenankan berniat jama setelah salam sholat yang pertama. 3. Kedua sholat yang dikumpulkan tersebut harus terus menerus (tidak dipisah), seolah-olah satu rangkaian sholat. Jadi begitu selesai selesai melakukan sholat yang pertama segera melakukan sholat yang kedua. Kalau sampai terpisah yang dianggap lama maka bisa dianggap tidak sah sholat jamanya. b. Sholat Jama Takhir Jama Takhir adalah mengumpulkan dalam satu antara sholat dhuhur dengan ashar dilakukan pada waktu ashar (waktu sholat yang kedua), dan mengumpulkan dalam satu waktu antara sholat maghrib dan isya dilakukan pada waktu isya (waktu sholat yang kedua). Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
Dari Anas, ia berkata : Rosululloh SAW apabila berangkat dalam

perjalanan sebelum tergelincir matahari, maka beliau takhirkan sholat dhuhur ke waktu ashar, kemudian beliau turun (berhenti) untuk menjama keduanya (dhuhur dan ashar). Jika telah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, maka beliau sholat dhuhur dahulu kemudian baru beliau naik kendaraan (HR. Bukhori dan Muslim)
Dari Muadz : bahwasanya Nabi SAW dalam peperangan tabuk, apabila

beliau berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau takhirkan dhuhur hingga beliau sholat untuk keduanya (dhuhur dan ashar diwaktu ashar) dan apabila beliau berangkat sesudah tergelincir matahari, beliau kerjakan sholat dhuhur dan ashar sekaligus, kemudian beliau berjalan. Apabila beliau berjalan sebelum maghrib, beliau takhirkan maghrib hingga beliau lakukan sholat

maghrib beserta isya, dan apabila beliau berangkat sesudah waktu maghrib beliau segerakan isya, dan beliau sholatnya isya beserta maghrib (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi) Adapun Syarat Jama Takhir : 1. Berniat di waktu sholat yang pertama bahwa ia akan melaksanakan sholat yang pertama itu diwaktu sholat yang kedua, supaya ada maksud yang keras akan melaksanakan sholat yang pertama itu di waktu yang kedua dan tidak ditinggalkan begitu saja. 2. Tidak disyaratkan dalam pelaksanaan harus berurutan, dalam artian misalkan yang dijama takhir itu adalah sholat dhuhur dan ashar, maka bebas melaksanakannya apakah yang didahulukan sholat ashar ataukah sholat dhuhur dulu (dalam waktu luang), kalau waktunya mendekati pergantian sholat maka yang didahulukan adalah sholat yang mempunyai waktu itu. 3. Menurut qoul tidak usah niat jama ketika dalam melaksanakan sholat karena sudah diniati. 4. Tidak wajib untuk berturut-turut atau menyambung, jadi setelah melaksanakan satu sholat tidak disyaratkan untuk melaksanakan sholat kedua. Boleh pula melaksanakan sholat jama bagi orang yang menetap (tidak dalam perjalanan) dikarenakan hujan yang amat deras dengan beberapa syarat yang berlaku sama dengan syarat jama dalam waktu perjalanan. Namun ada beberapa syarat tambahan yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Disyaratkan hujannya berada diwaktu sholat yang pertama dan diawal sholat yang kedua. 2. Sholat yang kedua itu berjamaah ditempat yang jauh dari rumahnya, serta ia mendapatkan kesukaran untuk pergi ke tempet itu karena hujan. (Bagi orang yang terbiasa sholat berjamaah). 3. Kondisi hujan dianggap deras ketika melakukan salam sholat yang pertama menurut qoul shohih. (Sholat jama taqdim). 4. Disyaratkan hujan tersebut dapat membuat pakaiannya basah kuyup begitu juga sandalnya.

Dan perlu diketahui pula bahwa sholat dhuhur pada hari jumat diganti dengan sholat jumat, maka dari itu hukum yang berlaku bagi sholat dhuhur yaitu boleh dijama baik taqdim ataupun takhir, berlaku pula bagi sholat jumat. Dengan demikian sholat jumat boleh dijama beserta sholat ashar.

Kirim Pertanyaan Assalamualaiku Wr. Wb., Ustazd yang dirahmati Allah, izinkan saya mengajukan beberapa pertanyaan mengenai shalat jamak. 1. Bagaimanakah status shalat jamak? 2. Apakah ia sunnah? 3. Kapan kita dianjurkan untuk shalat jamak? 4. Bagaimana hukumnya kalau sebenarnya kita dalam keadaan memungkinkan untuk menjamakkan shalat tetapi kita tidah menjamaknya. 5. Bagaimana pula dengan salat kashar dan kapai kita perlu menggabung keduanya. 6. Kemudian bagaimana niat shalat jamak dan kashar itu sendiri. Mohon maaf ustazd... apakah bisa saya minta email pribati ustadz? kadang-kadang ada banyak pertanyaan-pertanyaan singkat misalnya pada saat untadz meneragkan jawaban untuk sebuah pertanyaan, ada sesuatau yang ingin saya ketahui kelanjutannya yang mungkin kurang tepat kalau saya tanyakan di sini. saya tidak tau harus menanyakan kemana... Terima kasih, wassalam

Mulyadi
Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb Saudara Mulyadi yang dimuliakan Allah swt Islam adalah agama Allah swt yang banyak memberikan kemudahan kepada para pemeluknya didalam melakukan berbagai ibadah dan amal sholehnya, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al Baqoroh : 185) 

Artinya : Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al Hajj : 78) Seperti halnya seorang yang tidak memiliki air untuk berwudhu maka ia diperbolehkan bertayammum, begitupula dengan sholat yang dapat dilakukan dengan cara dijama (dirangkap) maupun diqoshor (dipotong). Adapun jawaban dari beberapa pertanyaan yang anda ajukan adalah sebagai berikut : 1. Mengerjakan sholat dengan cara dijama atau diqoshor ini didapat dari Rasulullah saw, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari Muadz bahwasanya pada suatu hari Nabi saw pernah mengakhirkan sholat di waktu peperangan Tabuk kemudian berliau saw pergi keluar dan mengerjakan sholat zhuhur dan ashar secara jama. Setelah itu beliau saw masuk kemudian keluar dan mengerjakan sholat maghrib dan isya secara jama. Sedangkan dalil untuk sholat dengan cara diqoshor adalah apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Daud dan baihqi dari Yahya bin Yazid, ia berkata,Aku bertanya kepada Anas bin Malik mengenai mengqoshor sholat. Ia menjawab, Rasulullah saw mengerjakan sholat dua rakaat jika sudah berjalan sejauh tiga mil atau satu farsakh. 2. Jama (merangkap) dua sholat baik antara zhuhur dengan ashar maupun maghrib dengan isya bukanlah suatu kewajiban akan tetapi disunnahkan manakala ada salah satu dari beberapa persyaratannya. 3. Sebagaimana poin no 2 bahwa, seseorang diperbolehkan merangkap (menjama) shalat zhuhur dengan ashar baik dengan cara taqdim (dikerjakan di waktu zhuhur) maupun dengan cara takhir (dikerjakan diwaktu ashar) atau menjama antara sholat maghrib dengan isya baik dengan cara taqdim maupun takhir apabila ada salah satu sebab diantara perkara berikut ini : a. Menjama di Arafah dan Muzdalifah; para ulama sependapat bahwa sunnah menjama sholat zhuhur dan ashar dengan cara jama taqdim pada waktu zhuhur di Arafah, begitu juga antara sholat maghrib dan isya dengan cara takhir di waktu isya di Muzdalifah, sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah saw. b. Menjama didalam bepergian; menjama dua sholat ketika bepergian pada satu waktu dari kedua sholat itu, menurut sebagian besar ulama, adalah diperbolehkan tanpa ada perbedaan apakah dilakukan pada saat berhenti ataukah dalam perjalanan.

c. Menjama diwaktu hujan; Imam Bukhori meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah menjama antara sholat maghrib dan isya pada suatu malam yang diguyur hujan lebat. Keringanan ini hanya khusus bagi orang yang mengerjakan sholat berjamaah di masjid yang datang dari tempat yang jauh, hingga dengan adanya hujan dan sebagainya, hal itu menjadi penghalang dalam perjalanan. Adapun bagi orang yang rumahnya berdekatan dengan masjid atau orang yang mengerjakan sholat jamaah di rumah, atau ia dapat pergi ke masjid dengan melindungi tubuh, ia tidak boleh menjama. d. Menjamadisebabkan sakit atau uzur; sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad, Qodhi Husein, al Khottobi, Mutawalli dari golongan Syafii dikarenakan kesukaran di waktu sakit lebih besar daripada kesukaran di waktu hujan. e. Menjama disebabkan adanya keperluan; Imam Nawawi mengatakan bahwa beberapa Imam membolehkan jama kepada orang yang tidak musafir apabila ia ada suatu kepentingan dengan syarat hal itu tidak dijadikannya kebiasaan. Ini juga pendapat Ibnu Sirin dan Asuhab dari golongan Maliki. Menurut al Khottobi bahwa ini juga pendapat dari Qoffal dan asy Syasyil Kabir dari golongan Syafii juga dari Ishaq Marwazi dan dari jamaah ahli hadits. 4. Menjama bukanlah suatu kewajiban namun ia hanyalah keringanan yang disunnahkan bagi mereka yang memenuhi persyaratan untuk melakukannya. Dengan demikian apabila seseorang tidak mengambil keringanan ini atau menjama antara dua sholat baik dengan cara taqdim atau takhir maka hal itu dipebolehkan dan tidak ada dosa baginya. 5. Adapun sholat qoshor atau dengan memotong jumlah rakaat, sholat zhuhur, ashar dan isya menjadi dua rakaat sedangkan sholat maghrib tetap dilakukan dengan tiga rakaat. Anda dapat melakukan sholat dengan cara qoshor baik antara zhuhur dengan ashar atau antara maghrib dengan isya ketika anda melakukan suatu perjalanan yang mencapai jarak tempuh 16 farsakh (81 km) sebagaimana pendapat para ulama madzhab Maliki, Syafii dan Hambali. Anda pun diperbolehkan memilih antara mengerjakan sholat dengan cara qoshor atau jama ketika anda berada didalam suatu perjalanan yang mencapai jarak tersebut. 6. Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khottob bahasanya Rasulullah saw bersabda,Sesungguhnya perbuatan itu tergantung dari niat dan bagi sertiap orang hanyalah apa yang ia niatkan. (Muttafaq Alaih). Jadi diterima tidaknya suatu amal seseorang termasuk sholat yang dilakukan baik dengan cara dijama atau diqoshor tergantung dari niatnya yang ada didalam hatinya. Niat ini tidak diharuskan dengan kata-kata yang diucapkan dengan lisan atau pun perkataan jiwa akan tetapi ia adalah kebangkitan (keinginan) hati terhadap suatu amal tertentu. Jadi apabila anda hendak melakukan sholat jama atau qoshor maka niatnya cukup dengan adanya keinginan didalam untuk melakukan perbuatan tersebut dengan hanya mengharap ridho Allah swt. (sumber : I. Fiqhus Sunnah, II. Buhuts wa Fatawa Islamiyah, III. Minhajul Muslim

0 1Share1

Leave a Comment 1. CARA PRAKTIS MENGERJAKAN SHOLAT DALAM PERJALANAN Bagi orang yang dalam perjalanan/bepergian, diperbolehkan menyingkat sholat wajib yang empat rokaat menjadi dua rokaat juga mengerjakan sholat jamak dan qashar dengan syarat : 1) 2) 3) 4) Jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari perjalanan + 98 km Bepergian bukan untuk maksiat Niat melakukan jamak/qashar pada saat takbirotul ihram Tidak makmum kepada orang yang bukan musafir (bepergian) 1. CARA MENGERJAKAN SHOLAT JAMAK DAN QASHAR 1. Syarat jamak Taqdim: 1. Dikerjakan dengan tertib, yakni dengan sholat yang pertama, misalnya; dhuhur dahulu kemudian asar dan maghrib dahulu kemudian isyak 2. Niat jamak dilakukan pada sholat yang pertama 3. Berurutan antara sholat keduanya, tidak boleh diselingi sholat sunnah. 4. Syarat jamak takhir 1. Dikerjakan dengan tertib, yakni dengan sholat yang pertama, misalnya; dhuhur dahulu kemudian asar, sedang waktu mengerjakannya diwaktu ashar, dan maghrib dahulu kemudian isyak, sedang waktu mengerjakannya diwaktu isyak. 2. Niat jamak takhir dilakukan pada sholat yang pertama 3. Masih dalam perjalanan tempat datangnya waktu sholat yang kedua 1. Lfadz niat Shalat jamak dan Qashar 1) sholat dhuhur jamak taqdim. ( / )

USHALLI FARDLAL ZHUHRI RAKATAINI QASHRAN WA MAJMUAN ILAIHIL ASHRU ADAAAN (MAMUMAN/IMAMAN) LILLAHI TAALA. ALLAAHU AKBAR Artinya :

Aku niat shalat fardhu zhuhur dua rakaat qashar, dengan jama sama ashar fardlu karena Allah. Allaahu Akbar 2) Sholat Ashar jamak taqdim ( / )

USHALLI FARDLAL ASHRI RAKATAINI QASHRAN WA MAJMUAN ILAZH ZHUHRI ADAAAN (MAMUMAN/IMAMAN) LILLAAHI TAAALA. ALLAAHU AKBAR Artinya: Aku niat sholat fardhu ashar dua rakaat qashar dan jamak sama zhuhur, fardhu karena Allah. Allaahu Akbar. 3) Sholat zhuhur jamak takhir ( / )

USHALLI FARDLAL ZHUHRI RAKATAINI QASHRAN WA MAJMUAN ILAL ASHRI ADAAAN (MAMUMAN/IMAMAN) LILLAHI TAALA. ALLAAHU AKBAR Artinya : Aku niat shalat fardhu zhuhur dua rakaat qashar, dengan jama sama ashar fardlu karena Allah. Allaahu Akbar 4) Shalat ashar jamak takhir: ( / )

USHALLI FARDLAL ASHRI RAKATAINI QASHRAN WA MAJMUAN ILAIHIL ZHUHRI ADAAAN (MAMUMAN/IMAMAN) LILLAAHI TAAALA. ALLAAHU AKBAR Artinya: Aku niat sholat fardhu ashar dua rakaat qashar dan jamak sama zhuhur, fardhu karena Allah. Allaahu Akbar. 5) Shalat Maghrib jamak taqdim ( / )

USHALLI FARDLAL MAGHRIBI TSALAATSA RAKAATIN MAJMUUAN ILAIHIL ISYAA-U ADAA-AN (MAMUUMAN/IMAMAN) LILAAHI TAAALA ALLAAHU AKBAR

Artinya: Aku niat shalat maghrib tiga rakaat jamak sama isya fardhu karena Allah. Allaahu Akbar 6) Shalat Isya jamak taqdim ( / )

USHALLII FARDLAL ISYAA-I RAKAATAINI QASHRAN WA MAJMUUAN ILAL MAGHRIBI ADAA-AN (MAMUUMAN/IMAMAN) LILLAAHI TAALA ALLAAHU AKBAR Artinya; Aku niat shalat Isya dua rakaat qashar dan jamak sama maghrib makmum/imaman fardlu karena Allah. Allaahu Akbar 7) Shalat Maghrib jamak takhir ( / )

USHALLI FARDLAL MAGHRIBI TSALAATSA RAKAATIN MAJMUUAN ILAL ISYAA-U ADAA-AN (MAMUUMAN/IMAMAN) LILAAHI TAAALA ALLAAHU AKBAR Artinya: Aku niat shalat maghrib tiga rakaat jamak sama isya fardhu karena Allah. Allaahu Akbar 8) Shalat Isya jamak takhir ( / )

USHALLII FARDLAL ISYAA-I RAKAATAINI QASHRAN WA MAJMUUAN ILAL MAGHRIBI ADAA-AN (MAMUUMAN/IMAMAN) LILLAAHI TAALA ALLAAHU AKBAR Artinya; Aku niat shalat Isya dua rakaat qashar dan jamak sama maghrib makmum/imaman fardlu karena Allah. Allaahu Akbar

Shalat Jama adalah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu, yakni melakukan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur dan itu dinamakan Jama Taqdim, atau melakukannya di waktu Ashar dan dinamakan Jama Takhir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya bersamaan di waktu Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya. Jadi shalat yang boleh dijama adalah semua shalat Fardhu kecuali shalat Shubuh. Shalat shubuh harus dilakukan pada waktunya, tidak boleh dijama dengan shalat Isya atau shalat Dhuhur. Sedangkan shalat Qashar maksudnya meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya. Sedangkan shalat Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar. Shalat jama dan Qashar merupakan keringanan yang diberikan Alloh, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu, (QS: Annisa: 101), Dan itu merupakan shadaqah (pemberian) dari Alloh yang disuruh oleh Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam untuk menerimanya. (HR: Muslim). Shalat Jama lebih umum dari shalat Qashar, karena mengqashar shalat hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir). Sedangkan menjama shalat bukan saja hanya untuk orang musafir, tetapi boleh juga dilakukan orang yang sedang sakit, atau karena hujan lebat atau banjir yang menyulitkan seorang muslim untuk bolak- balik ke masjid. dalam keadaan demikian kita dibolehkan menjama shalat. Ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, bahwasanya Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam menjama shalat Dhuhur dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan Isya di Madinah. Imam Muslim menambahkan, Bukan karena takut, hujan dan musafir. Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim,V/215, dalam mengomentari hadits ini mengatakan, Mayoritas ulama membolehkan menjama shalat bagi mereka yang tidak musafir bila ada kebutuhan yang sangat mendesak, dengan catatan tidak menjadikan yang demikian sebagai tradisi (kebiasaan). Pendapat demikian juga dikatakan oleh Ibnu Sirin, Asyhab, juga Ishaq Almarwazi dan Ibnu Munzir, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas ketika mendengarkan hadist Nabi di atas, Beliau tidak ingin memberatkan umatnya, sehingga beliau tidak menjelaskan alasan menjama shalatnya, apakah karena sakit atau musafir. Dari sini para sahabat memahami bahwa rasa takut dan hujan bisa menjadi udzur untuk seseorang boleh menjama shalatnya, seperti seorang yang sedang musafir. Dan menjama shalat karena sebab hujan adalah terkenal di zaman Nabi. Itulah sebabnya dalam hadist di atas hujan dijadikan sebab yang membolehkan untuk menjama, (Al Albaniy,Irwa, III/40). Adapun batas jarak orang dikatakan musafir terdapat perbedaan di kalangan para ulama. Bahkan Ibnu Munzir mengatakan ada dua puluh pendapat. Yang paling kuat adalah tidak ada batasan jarak, selama mereka dinamakan musafir menurut kebiasaan maka ia boleh menjama dan

mengqashar shalatnya. Karena kalau ada ketentuan jarak yang pasti, Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam mesti menjelaskannya kepada kita, (AlMuhalla, 21/5). Seorang musafir baru boleh memulai melaksanakan shalat jama dan Qashar apabila ia telah keluar dari kampung atau kota tempat tinggalnya. Ibnu Munzir mengatakan, Saya tidak mengetahui Nabi menjama dan mengqashar shalatnya dalam musafir kecuali setelah keluar dari Madinah. Dan Anas menambahkan, Saya shalat Dhuhur bersama Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam di Madinah empat rakaat dan di Dzulhulaifah (sekarang Bir Ali berada di luar Madinah) dua rakaat,(HR: Bukhari Muslim). Seorang yang menjama shalatnya karena musafir tidak mesti harus mengqashar shalatnya begitu juga sebaliknya. Karena boleh saja ia mengqashar shalatnya dengan tidak menjamanya. Seperti melakukan shalat Dzuhur 2 rakaat diwaktunya dan shalat Ashar 2 rakaat di waktu Ashar. Dan seperti ini lebih afdhal bagi mereka yang musafir namun bukan dalam perjalanan. Seperti seorang yang berasal dari Surabaya bepergian ke Sulawesi, selama ia di sana ia boleh mengqashar shalatnya dengan tidak menjamanya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika berada di Mina. Walaupun demikian boleh-boleh saja dia menjama dan mengqashar shalatnya ketika ia musafir seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika berada di Tabuk. Tetapi ketika dalam perjalanan lebih afdhal menjama dan mengqashar shalat, karena yang demikian lebih ringan dan seperti yang dilakukan oleh Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam. Menurut Jumhur (mayoritas) ulama seorang musafir yang sudah menentukan lama musafirnya lebih dari empat hari maka ia tidak boleh mengqashar shalatnya. Tetapi kalau waktunya empat hari atau kurang maka ia boleh mengqasharnya. Seperti yang dilakukan oleh Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam ketika haji Wada. Beliau tinggal selama 4 hari di Mekkah dengan menjama dan mengqashar shalatnya. Adapun seseorang yang belum menentukan berapa hari dia musafir, atau belum jelas kapan dia bisa kembali ke rumahnya maka dibolehkan menjama dan mengqashar shalatnya. Inilah yang dipegang oleh mayoritas ulama berdasarkan apa yang dilakukan oleh Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika penaklukkan kota Mekkah beliau tinggal sampai sembilan belas hari atau ketika perang tabuk sampai dua puluh hari beliau mengqashar shalatnya (HR: Abu Daud). Ini disebabkan karena ketidaktahuan kapan musafirnya berakhir. Sehingga seorang yang mengalami ketidakpastian jumlah hari dia musafir boleh saja menjama dan mengqashar shalatnya (Fiqhussunah I/241). Bagi orang yang melaksanakan jama Taqdim diharuskan untuk melaksanakan langsung shalat kedua setelah selesai dari shalat pertama. Berbeda dengan jama takhir tidak mesti Muwalah (langsung berturut-turut). Karena waktu shalat kedua dilaksanakan pada waktunya. Seperti orang yang melaksanakan shalat Dhuhur diwaktu Ashar, setelah selesai melakukan shalat Dhuhur boleh saja dia istirahat dulu kemudian dilanjutkan dengan shalat Ashar. Walaupun demikian melakukannya dengan cara berturut turut lebih afdhal karena itulah yang dilakukan oleh Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam. Seorang musafir boleh berjamaah dengan Imam yang muqim (tidak musafir). Begitu juga ia boleh menjadi imam bagi makmum yang muqim. Kalau dia menjadi makmum pada imam yang muqim, maka ia harus mengikuti imam dengan melakukan shalat Itmam (tidak mengqashar).

Tetapi kalau dia menjadi Imam maka boleh saja mengqashar shalatnya, dan makmum menyempurnakan rakaat shalatnya setelah imammya salam. Dan sunah bagi musafir untuk tidak melakukan shalat sunah rawatib (shalat sunah sesudah dan sebelum shalat wajib), Kecuali shalat witir dan Tahajjud, karena Rasululloh Shallallahu alaihi wa sallam selalu melakukannya baik dalam keadaan musafir atau muqim. Dan begitu juga shalat- shalat sunah yang ada penyebabnya seperti shalat Tahiyatul Masjid, shalat gerhana, dan shalat janazah. Wallahu alam bis Shawaab. (Sumber Rujukan: Fatawa As-Sholat, Asy-Syaikh Al Imam Abdul Aziz bin Baz dan Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah wal kitab Al-Aziz, Abdul Adhim bin Badawi Al-Khalafi )

Anda mungkin juga menyukai