Anda di halaman 1dari 13

1.

LATAR BELAKANG
Hubungan internasional di Amerika adalah suatu pola interaksi antara aktor-aktor yang berada di Benua Amerika. Di dalamnya kita belajar tentang begaimana isu global dalam sistem Internasional di benua tersebut. Dalam pola interaksi hubungan internasional pastilah terjadi suatu interaksi baik seperti suatu kerjasama maupun interaksi yang tidak baik seperti konflik. Pola interaksi hubungan internasional yang tidak dapat dipisahkan dari segala bentuk interaksi yang sedang berlangsung dalam masyarakat internasional, baik oleh aktor negara maupun oleh aktor bukan negara. Di dalamnya terdapat sebuah respon dari kedua belah pihak, tidak hanya satu arah tetapi berdampak terhadap dua arah (antara negara yang satu dan yang lainya). Biasanya hubungan internasional di Amerika ini berbentuk kerjasama antar negara satu dengan negara-negara lainya di Benua Amerika untuk suatu kepentingan tertentu. Tetapi pola interaksi hubungan internasional Amerika pun bisa merupakan suatu konflik. Konflik secara sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah proses sosial antara dua individu ataupun kelompok (dalam cakupan kecil maupun besar) yang dimana salah satu pihak nya berusaha untuk mengalahkan, menyingkirkan, bahkan menghancurkan pihak lainnya. Kita akan membahas lebih lanjut tentang macam konflik antar satuan nasional yang disebut perang saudara atau Civil War. Perang saudara adalah perang yang terjadi antardua kubu yang berlawanan dan mereka masih disatukan dalam bangsa. Perang saudara dapat terjadi antarnegara ataupun di dalam negara itu sendiri. Inilah suatu awal perpecahan suatu entitas politik. Perang saudara ini sebuah perang dimana mereka berjuang secara internal dalam suatu negara antara faksi-faksi yang berbeda, seperti misalnya kelompok agama, atau kekuasaan seperti misalnya kudeta. Kudeta adalah sebuah tindakan pembalikan kekuasaan. Menurut kamus politik, kudeta harus cepat dihilangkan dalam sistem politik. Karena kudeta ini sebagai tindakan yang anarkis secara ilegal dan bersifat brutal menyerang legitimasi pemerintahan kemudian bermaksud untuk menerima penyerahan kekuasaan dari pemerintah yang digulingkan. Kudeta ini akan dapat tercapai jika tindakan ini terlebih dahulu melakukan konsolidasi dalam membangun adanya legitimasi sebagai persetujuan dari rakyat serta telah mendapat dukungan atau partisipasi dari pihak non-militer dan militer.

Aktor utama dalam setiap kudeta biasanya adalah para perwira menengah yang sedang menanjak jenjang karirnya. Para aktor kudeta tersebut menggunakan banyak taktik dan strategi untuk menciptakan collapse nya masyarakat sipil, dan bahkan bisa juga dengan meningkatkan seksklasi meluasnya ketidakpercayaan sipil terhadap pemerintah yang sedang berkuasa pada saat itu. Dari situ lah awal perpecahan terjadi. Suatu tindakan kudeta dapat menyebabkan dampak negatif bagi banyak pihak, seperti munculnya perang saudara. Karena ketidakpercayaan kepada pemerintah, masyarakat didalam negara tersebut pun berpecah menjadi 2 kubu, satu sisi masih tetap percaya terhadap pemerintahannya, dan sisi lainnya sangat bertolak belakang dengan kubu pertama. Perang saudara telah menandai masyarakat manusia selama berabad-abad. Perang ini terjadi antara sesama bangsa yang dapat sangat merugikan karena otomatis mereka merusak infrastruktur dan keyakinan suatu negara. Sebuah perang sipil bisa mengembalikan keseimbangan kekuasaan di suatu negara, tetapi bisa juga menghasilkan suatu pemerintahan yang lebih menindas atau lebih buruk dari sebelumnya. Tetapi harus kita sadari bahwa perang saudara atau sipil ini tidak semata-mata perang antara sesama bangsa dalam satu negara, tetapi ada camput tangan negara lain dibalik ini yang bisa mendoktrin bangsa negara yang bermasalah tersebut untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Terdapat contoh kasus dari suatu pola interaksi konflik di hubungan internasional Amerika yang awalnya suatu tindakan kudeta dan menyebabkan perang saudara adalah perang yang terjadi di Republik Dominika. Awalnya terjadi karena tindakan kudeta oleh Rafael Trujilo dimana dia adalah seseorang yang sudah berkuasa di Republik Dominika. Rafael Trujilo menjadi seorang diktator yang membunuh banyak orang di negaranya dikarenakan terdapat intervensi dari negara lain yaitu Amerika Serikat. Tetapi, pada akhirnya, Trujilo dibunuh oleh beberapa orang Dominika. Dan pada bulan April 1965, sebuah perang saudara telah pecah di Republik Dominika, antara kelompok pendukung Juan Bosch yang menginginkan Bosch memimpin (seorang yang telah diangkat menjadi president dalam pemilu bebas pertama setelah kematian Trujillo) yang disebut Constitucionalistas dan kelompok yang berpendapat sebaliknya (didukung oleh pihak Amerika Serikat) yang disebut Anticonstitucionalistas. Kasus ini akan dijelaskan lebih lanjut lagi di bab proses.

Intervensi pada umunnya adalah suatu tindakan di mana ada negara yang turun tangan dalam urusan negara lainnya, campur tangan dalam hal politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Intervensi ini terjadi apabila ada kepentingan satu negara dengan negara yang ia intervensi, atau bisa juga karena ada kekisruhan nasional di negara yang diintervensi. Negara pengintervensi berperan sebagai pelerai dan penstabil keadaan politik di negara yang ia intervensi. Negara yang mengintervensi biasanya akan mengirim pasukan ke negara yang bertikai atau negara yang ia intervensi. Melalukan embargo dan biasanya negara yang mengintervensi ini akan melakukan peperangan dengan cara memblokade ke negara yang diintervensi, padahal tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Dalam hal ini kita angkat dari konflik yang ada di Republik Dominika di mana saat terdapat kekisruhan politik disana, Amerika Serikat turun tangan sebagai negara pengintervensi. Di sini sangat terlihat sekali mengapa Amerika Serikat mengintervensi Republik Dominika, tidak lain dan tidak bukan karena Republik Dominika dipimpin oleh seorang diktator, dengan kata lain intervensi ini terjadi karena ketidaksenangan Amerika Saerikat dengan pemerintahan yang menentang nilai-nilai demokrasi. Amerika Serikat yang juga merupakan anggota NATO berusaha menghentikan kekacauan politik di Republik Dominika dengan doktrin dan propaganda yang sudah direncanakan sedemikian rupa seolah-olah Amerika mengintervensi Republik Dominika karena kekisruhan politik dan kekacauan situasi di sana, padahal apabila saya lihat dari kacamata sendiri, Amerika Serikat mengintervensi Republik Domika karena ingin menghapuskan ideologi pemerintah, ideologi nasionalnya yang kental dengan doktrin komunisme, marxisme dan semacamnya. Intervensi juga bisa dilakukan oleh sebuah organisasi internasional karena organisasai internasional memiliki mekanisme dan instrument tersendiri terhadap suatu konflik, terutama konflik di negara-negara anggotanya. Di dalam bab proses, pembaca akan mengetahui apa saja peran dari dua organisasi yang terlibat dengan krisis di Republik Dominika, yakni OAS (Organisasi Negara-Negara Amerika) dan PBB. Tentunya, kedua organisasi memiliki tujuan yang sama terhadap krisis di Republik Dominika, yakni memberikan resolusi konflik.

2. PROSES
2.1 Kebijakan Luar Negeri AS di Karibia Kepulauan Karibia adalah kawasan yang menarik minat Amerika Serikat untuk dimasuki. Negara-negara pulau yang terdapat di Karibia dahulunya adalah koloni-koloni Spanyol, Inggris, Perancis, dan Belanda. Amerika Serikat ingin menambahkan power politik dalam negeri negaranegara Karibia tersebut setelah mereka diduduki oleh para penjajah, terutama Spanyol yang pernah berperang dengan AS. Munculnya Doktrin Monroe menyebabkan Kepulauan Karibia terkunci dari para penjajah yang berasal dari Eropa. Doktrin Monroe dicetuskan oleh Presiden James Monroe kepada Kongres tahun 1823 sebagai bentuk kebijakan luar negeri AS terhadap negara-negara Amerika Latin, termasuk Kepulauan Karibia, yang terdiri dari (1) tidak akan diperbolehkan kolonisasi baru di Amerika Utara dan Selatan dan (2) tidak akan diizinkan campur tangan negara-negara Eropa dalam persoalan-persoalan yang dihadapi negara-negara Amerika.1 Doktrin Monroe kemudian dipandang Presiden Theodore Roosevelt sebagai jalan bagi Amerika Serikat untuk menguasai Kepulauan Karibia karena bangsa Eropa tidak diperbolehkan lagi menguasai kawasan tersebut. Kepulauan Karibia dianggap sebagai American Lake dengan asumsi bahwa AS akan mendapat akses langsung ke dalam Kepualauan Karibia dan Republik Dominika menjadi pintu masuk bagi AS tahun 1965. Presiden Theodore Roosevelt mengeluarkan kebijakan luar negeri AS di Karibia dengan sebutan Good Neighbor Policy atau Kebijakan Tetangga Baik. Kebijakan ini merupakan pendekatan AS terhadap negara-negara di Kepualauan Karibia. Dengan adanya kebijakan ini, Amerika Serikat akan bisa mengintervensi masalah-masalah internal negara-negara Karibia dengan poweri militernya. Amerika Serikat akan meluaskan pengaruhnya di kawasan tersebut dan menggunakan taktik taktik baru untuk mewujudkannya. Tidak semua petinggi petinggi di Negeri Paman Sam tersebut menyetujui Kebijakan Tetangga Baik. Bagi kaum anti-imperialis, intervensi AS ke Kepulauan Karibia akan menghalangi negara-negara Karibia untuk menentukan nasib mereka sendiri (self determination) dan intervensi militer akan memerlukan anggaran yang besar. Pendapat mereka berlawanan dengan kaum imperialis yang ingin mencari keuntungan di kawasan tersebut dengan
1

http://sincronia.cucsh.udg.mx/dominican.html, diakses pada hari Minggu, 20 Maret 2011, pukul 08:41 WIB

melancarkan bisnis dan investasi, selain melalui intervensi militer. Amerika Serikat akan menciptakan sikap ketergantungan dari negara-negara Amerika Latin secara umumnya dan negara-negara Karibia secara khususnya.

2.2 Keadaan Umum Republik Dominika 2.2.1 Sejarah Republik Dominika Pulau di mana Republik Dominika sekarang berlokasi adalah salah satu pulau yang telah dieksplorasi oleh penjelajah kesohor Christopher Columbus tahun 1492. Pulau ini kemudian diduduki oleh bangsa Spanyol dan kemudian pada tahun 1697 Haiti, bagian barat dari pulau ini, menjadi koloni Perancis. Sebelum bernama Dominika, wilayah yang tersisa dari pulau tersebut adalah Santo Domingo yang akhirnya dikuasai oleh Haiti selama 22 tahun. Republik Dominika pun akhirnya mendapat kemerdekaan dari Haiti pada tanggal 27 Februari 1844 yang kemudian pada tanggal tersebut ditetapkan secarta resmi sebagai hari kemerdekaan Republik Dominika. Tetapi, pada tahun 1861, Republik Dominika kembali bersatu dengan Spanyol dan dua tahun berikutnya Republik Dominika mennyatakan perang untuk kemerdekaan terhadap Spanyol dan kemerdekaan itupun diraih pada tahun 1865. Republik Dominika pernah dipimpin oleh seorang diktator yang bernama Rafael Leonidas Trujillo selama 31 tahun (1930-1961). Pada tahun 1962, kepemimpinan pun diambil alih oleh Juan Bosch yang memenangkan pemilu dan dalam satu tahun masa pemerintahannya, Juan Bosh digulingkan oleh kudeta militer pada tahun 1963. Dari insiden itulah, Amerika Serikat akhirnya mengintervensi politik dalam negeri Republik Dominika.

2.2.2 Pemerintahan di Republik Dominika Negara yang beribukota di Santi Domingo ini secara administratif terbagi ke dalam 31 provinsi. Konstitusi pertama kali dibentuk pada tanggal 28 November 1966 dan telah mengalami dua kali amandemen, yakni pada tahun 2002 dan tahun 2010. Pemerintah Republik Dominika menetapkan beberapa syarat bagi warga negaranya untuk mendapatkan hak pilih, seperti usia minimal 18 tahun dan warga yang telah menikah tanpa memandang usia. Personil militer dan kepolisian tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Republik Dominika merupakan negara yang menerapkan sistem presidensial dalam pemerintahannya di mana presiden menjabat sebagai kepala negara dan juga kepala

pemerintahan. Presiden juga memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan para menteri. Saat ini, Republik Dominika dipimpin oleh Presiden Leonel Fernandez Reyna (sejak 2004) dengan Wakil Presiden Rafael Albuquerque de Castro (sejak 2004). Pemilihan umum diadakan selama 4 tahun sekali. Lembaga legislatif Republik Dominika atau Congreso Nacional memiliki dua kamar, yakni Senat atau Senado dan DPR atau Camara de Diputados. Anggota senat memenuhi 22 kursi, sedangkan DPR memenuhi 178 kursi di legislatif. Jadi, total anggota legislatif di Republik Dominika berjumlah 200 orang. Anggota legislatif dipilih melalui pemilihan umum selama 4 tahun sekali. Lembaga yudikatif di negara ini disebut dengan Corte Suprema atau Mahkamah Agung. Para Hakim di dalam Mahkamah Agung ditunjuk oleh Dewan Yudisial Nasional yang terdiri dari Presiden Republik Dominika, Ketua Senat, Ketua DPR, Ketua Mahkamah Agung, dan perwakilan dari partai yang tidak berkuasa. Di dalam sistem politiknya, Republik Dominika menganut sistem multipartai yang terdiri dari 4 partai, yakni Dominican Liberation Party (PLD), Dominican Revolutionary Party (PRD), National Progressive Front, dan Social Christian Reformist Party (PRSC). Selain partai politik, Republik Dominika juga memiliki kelompok-kelompok kepentingan, seperti Citizen

Participation Group (Participacion Ciudadania), Collective of Popular Organization (COP), dan Foundation for Institution-Building and Justice (FINJUS).

2.3 Kepemimpinan Rafael Trujillo di Republik Dominika Era 1930-an merupakan titik awal dari kediktatoran seorang Trujillo di Republik Dominika. Pada akhir tahun 1931, Partai Dominika (PD) yang dipimpinnya adalah satu-satunya partai yang memiliki status legal pada saat itu. Pada tahun 1934, Trujillo diangkat kedua kalinya menjadi presiden dan berlanjut pada tahun 1938 yang dibantu oleh orang kepercayaan Trujillo, Jacinto Peynado. Tetapi, kursi presiden sempat diduduki oleh Manuel de Jess Toroncoso pada tahun 1940 setelah Peynado wafat. Namun, Trujillo tetap tidak ingin membiarkan Republik Dominika dipegang oleh pihak lain dan era 1940-an Trujillo akhirnya kembali berkuasa. Selama 31 tahun, Rafael Trujillo membuat suatu kekuasaan mutlak (diktator) di negaranya. Trujillo dapat menguasai hampir seluruh aspek kehidupan di Republik Dominika, seperti lembaga keuangan, militer, gereja, dan media komunikasi. Partai Dominika merupakan pijakan satu-satunya bagi Trujillo. Di negaranya, Trujillo banyak mendapat pujian. Trujillo

dianggap sebagai Bapak Pembangunan dan Pembebasan Republik Dominika dan pernah menyandang gelar kehormatan dari Universitas Santo Domingo. Amerika Serikat merasa perlu untuk melakukan intervensi di negara tersebut karena AS memperhatikan kekuasaan Republik Dominika sedang berada di tangan seorang diktator. Kediktatoran dalam pemerintahan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang dibawa oleh AS. Dari sana lah, AS merasa memiliki kepentingan di negara-negara Karibia yang pada awalnya mereka telah menetapkan kebijakan Good Neighbors. Amerika Serikat ingin menjadikan Republik Dominika sebagai sekutunya dan mendorong pemerintahan di negaranegara Karibia agar dapat memperoleh stabilitas politik dan ketertiban umum. Trujillo juga memiliki kebijakan di bidang imigrasi. Warga negara lain yang sedang dilanda ketakutan akibat keadaan politik di negara asalnya bisa memasuki Republik Dominika. Tetapi, beberapa warga negara Republik Dominika bahkan keluar dari negara mereka dan berpindah ke Amerika Serikat karena mereka tidak ingin dibayang-bayangi oleh kekuasaan yang absolut. Pada era 1960-an, Trujillo akhirnya menghadapi masa-masa akhir kediktatorannya di mana ancaman dari luar begitu kuat, seperti ancaman dari Kuba dan orang-orang Dominika yang diasingkan. Pada saat itu pula Republik Dominika mengalami penurunan tingkat ekonomi akibat kekeringan dan nilai ekspor yang menyusut serta kurangnya pemasukan dari sektor pariwasata. Keluarga Trujillo pun mundur dari panggung politik. Masyarakat dari oposisi pun akhirnya dapat mengikuti pemilihan umum dan para tahanan politik pun dijanjikan untuk mendapatkan amnesti. Karena AS dan Amerika Latin menolak segala bentuk kediktatorannya, Trujillo pun mencari celah ke Blok Timur dan jalannya untuk menyerang balik AS ternyata gagal. Rafael Trujillo pun menutup usia setelah dirinya dibunuh.

2.4 Krisis di Republik Dominika dan Intervensi Amerika Serikat Setelah kepemimpinan Trujillo selama 31 tahun di Republik Dominika berakhir, rakyat menginginkan adanya suksesi atau pergantian pemerintahan melalui pemilihan umum. Pergantian kekuasaan ini dikobarkan oleh dua kubu yang memicu terjadinya perang saudara, yakni Kubu Reformasi dan Kubu Konservatif. Pada awalnya, Republik Dominika telah memiliki pemimpin baru, yaitu Juan Bosch, yang merupakan pendiri dari Partai Revolusioner Dominika. Bosch memenangkan pemilihan umum pada Bulan Desember 1962 dan dijatuhkan oleh

pemberontak dari pihak lain yang juga bersifat revolusioner satu tahun kemudian.2 Pemerintahan di Republik Dominika pun akhirnya dipegang oleh dua kubu yang kuat, yakni Kubu Reformasi dan Kubu Konservatif. Kemudian, dari kedua kubu yang tengah bersaing muncullah kudeta militer di negara tersebut. Kubu Reformasi, yang dipimpin oleh Kolonel Caamano Deno, melakukan kudeta militer di ibukota, sedangkan Kubu Konservatif, yang dipimpin oleh Brigadir Wessin y Wessin dan didukung oleh Angkatan Laut dan Angkatan Udara, menyerbu pangkalan militer di St.Isidro, suatu area di luar ibukota. Brigadir Wessin y Wessin pun memberitahukan keadaan darurat ini kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat bahwa warga negara AS yang berada di Republik Dominika sedang terancam bahaya. Pangkalan militer St.Isidro pun telah dikuasai oleh Kolonel Benoit, seorang junta yang melawan Kubu Reformasi. Amerika Serikat pun menanggapi hal ini dengan cepat dan mengirimkan pesawat untuk mengangkut warga negaranya agar tidak terkena bahaya dari serangan kudeta militer Republik Dominika. Warga negara lain juga telah dievakuasi. Amerika Serikat juga ingin melindungi Kedutaan Besarnya di Santo Domingo. Pada tanggal 2 Mei 1965, Amerika Serikat mengirimkan 9500 tentaranya ke Republik Dominika untuk mengamankan situasi di Santo Domingo dan pangkalan militer St.Isidro yang sedang dikuasai junta militer Kolonel Benoit pada waktu itu. Meskipun kedua kubu telah menandatangani perjanjian gencatan senjata, Amerika Serikat tetap merasa belum pasti dan ingin mengerahkan power-nya di negara tersebut, yakni dengan jalan intervensi hingga jumlah tentara AS di Republik Dominika pun mencampai 22.000 personil. Presiden Lyndon B. Johnson melihat intervensi AS juga sebagai bentuk perlindungan Kawasan Amerika Latin dari pengaruh komunis yang bisa datang kapan saja. Langkah ini pun kemudian diikuti oleh Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) sebagai bentuk pengamanan situasi di negara tersebut.

2.5 Peran Organisasi Internasional terhadap Krisis di Republik Dominika 2.5.1 Peran Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) Organisasi Negara-Negara Amerika (OAS) mengikuti langkah AS untuk mengintervensi keadaan darurat di Republik Dominika. Pada saat itu, OAS menggelar rapat darurat yang sebelumnya telah diajukan oleh AS. Pada tanggal 3 Mei 1965, seorang delegasi AS di OAS

Simon Chesterman,2001,Just War or Just Peace?:Humanitarian Intervention and International Law,New York: Oxford University Press,hlm.159.

mengusulkan dibentuknya suatu kesatuan tentara yang bisa mengantisipasi krisis di Republik Dominika, yakni Pasukan Perdamaian Amerika (American Peace Force). Usulan ini pun akhirnya dikabulkan OAS tiga hari kemudian. Amerika Serikat adalah negara anggota OAS terbanyak yang mengirimkan pasukannya (22.000 personil) yang kemudian diikuti oleh Brazil dan negara-negara Amerika Latin lainnya dalam jumlah personil yang tidak terlalu besar. Sebagai organisasi regional, OAS ingin menunjukkan tindakan tanggung jawabnya terhadap Amerika Latin dan ingin menjaga perdamaian di kawasan tersebut. Hal ini merupakan bentuk dari Collective Security di mana terdapat suatu negara yang sedang berkonflik dan negara-negara lain (dalam satu organisasi atau arena) akan melakukan suatu tindakan untuk menciptakan kondisi damai. Tetapi, keputusan yang dikeluarkan oleh OAS tidak sepenuhnya ditentukan oleh tubuh organisasi tersebut, melainkan oleh hegemon di Benua Amerika, yakni Amerika Serikat yang telah melancarkan intervensi terlebih dahulu.

2.5.2 Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Sebagai organisasi yang keanggotaannya universal, PBB tentu memiliki mekanisme dan mengeluarkan resolusi bagi negara-negara anggotanya yang tengah berkonflik, termasuk krisis di Republik Dominika pada tahun 1965. Menghadapi krisis ini, Sekeretaris Jenderal PBB, U Thant, mengeluarkan Resolusi nomor 203 pada tanggal 14 Mei 1965 yang berbunyi:

The Security Council, Deeply concerned at the grave events in the Dominican Republic, 1.Calls for a strict cease-fire; 2.Invites the Secretary General to send, as an urgent measure, a representative to the Dominican Republic for the purpose of reporting to the Security Council on the present situation; 3.Calls upon all concerned in the Dominican Republic to cooperate with the representative of the Secretary General in the carrying out of this task. Adopted anonymously.3

Dari Resolusi nomor 203, Republik Dominika memang perlu mendapat intervensi dari PBB dengan dimasukkannya pasukan perdamaian atau tindakan-tindakan yang dianggap penting untuk melakukan gencatan atau peletakan senjata demi menciptakan kondisi damai. PBB akan

Karel C. Wellens (ed.),1990,Resolutions and Statements of the United Nations Secretary General (1946-1989): A Thematic Guide,Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers,hlm396-397.

memberikan fasilitas untuk menjaga keamanan di negara tersebut. Pada tanggal 22 Mei 1965, Sekretaris Jenderal PBB mengeluarkan Resolusi nomor 205, yang berbunyi:

The Security Council, Deeply concerned at the situation in the Dominican Republic, Recalling its resolution 203 (1965) of 14 May 1965, 1.Requests that the suspension of hostilities in Santo Domingo be transformed into a permanent cease-fire; 2.Invites the Secretary General to submit a report to it on the implementation of the present resolution. Adopted by 10 votes to none, with 1 abstention (United States of America).4

PBB segera menetapkan gencatan senjata secara permanen di Santo Domingo pada tanggal 25 Mei 1965. Sekeretaris Jenderal PBB juga telah menerima laporan mengenai keadaan ekonomi Republik Dominika dan tindakan-tindakan kejahatan apa saja yang telah dilakukan karena tindakan kejahatan merupakan tindakan yang menghilangkan hak asasi manusia. Amerika Serikat juga segera menarik mundur pasukannya dan masyarakat sipil bisa memulai aktivitasnya. PBB menyertakan Palang Merah Internasional untuk berjasa di dalam krisis tersebut dan Palang Merah Internasional merupakan salah satu fasilitas dari PBB yang bisa didatangi oleh para warga Republik Dominika. Secara keseluruhan, dari krisis yang terjadi di Republik Dominika pada tahun 1965, PBB sangat melarang tindakan apapun yang melawan nilai-nilai kemanusiaan dan bila memang itu terjadi pada salah satu anggotanya, PBB akan memberikan mekanisme dan resolusi konflik secara tegas untuk melindungi masyarakat yang tidak bersalah.

Karel C. Wellens (ed.),1990,Resolutions and Statements of the United Nations Secretary General (1946-1989): A Thematic Guide,Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers,hlm 397.

3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan Hubungan internasional di Amerika tidak selalu diwarnai dengan kerjasama, tetapi juga konflik yang bisa mengganggu dinamika hubungan yang telah terjadi. Di Benua ini, Amerika Serikat tampil sebagai negara yang paling banyak memiliki power dan Amerika Latin dianggap sebagai danau-nya. Amerika Serikat merasa pantas dengan intervensi atau tindakan apapun yang dilakukannya terhadap Amerika Latin dengan tujuan agar nilai-nilai demokrasi dapat diterapkan. Akhirnya hal itu terwujud dengan pecahnya kudeta militer di Republik Dominika. Setelah berakhirnya pemerintahan Rafael Trujillo, rakyat Republik Dominika memerlukan pemerintahan baru. Namun, kekisruhan terjadi antara dua kubu yang berlawanan, yakni Kubu Reformasi (Konstitusionalis) dan Kubu Konservatif (Antikonstitusionalis). Amerika Serikat pun akhirnya turun tangan untuk meredam kekisruhan. Langkah Amerika Serikat pun diikuti oleh dua organisasi internasional. OAS (Organisasi Negara-Negara Amerika) datang dengan membawa personil dari negara-negara anggotanya. Kemudian, organisasi universal PBB secara tegas melalui Dewan Keamanan dan Sekeretaris Jenderal PBB mengeluarkan Resolusi nomor 203 dan 205 agar rakyat Republik Dominika segera menghentikan kekisruhan mereka yang menimbulkan tindak kejahatan dan bertentangan dengan hak asasi manusia.

3.2 Opini Kelompok kami melihat krisis di Republik Dominika sebagai permintaan rakyat akan adanya pemerintahan baru yang bukan diktator. Tetapi, tindakan mereka justru menimbulkan perang saudara. Rakyat beserta Pemerintah di Republik Dominika seharusnya bisa memiliki komunikasi yang baik untuk mewujudkan kondisi yang demokratis karena bagaimanapun, pemimpin yang akan ditunjuk bertanggung jawab bagi kesejahteraan rakyat di Republik Dominika. Langkah Amerika Serikat untuk mengintervensi dinilai baik, akan tetapi untuk negara kecil yang mungkin konflik di sana tidak memicu perubahan sistem internasional secara besarbesaran, langkah tersebut dipandang melampaui batas, terlihat dengan tentara AS yang dikirim

sebanyak 22.000 personil. Di dalam krisis ini, kentara sekali AS ingin menunjukkan power tunggalnya di Benua Amerika. Amerika Serikat sebaiknya melakukan tindakan yang proporsional dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan internal suatu negara. OAS dan PBB juga telah berperan penting bagi keselamatan umat manusia di dalam krisis tersebut. Bagi kelompok kami, apa yang telah dilakukan PBB sudah tepat dengan dikeluarkannya dua resolusi yang tegas untuk memberhentikan kekisruhan di Republik Dominika. PBB telah mencegah konflik yang lebih besar lagi di negara tersebut karena krisis akhirnya dapat diredam sehingga masyarakat sipil dapat beraktivitas kembali seperti biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, G. Pope dan Larman C. Wilson.1998.The Dominican Republic and The United States: From Imperialism to Transnationalism.Athens: University of Georgia Press.
Chesterman, Simon.2001.Just War or Just Peace?:Humanitarian Intervention and International Law.New York: Oxford University Press.

Tanca, Antonio.1993.Foreign Armed Intervention in Internal Conflict.Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers.


Wellens, Karen C. (ed.).1990.Resolutions and Statements of the United Nations Secretary General (19461989): A Thematic Guide.Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers.

http://sincronia.cucsh.udg.mx/dominican.html, diakses pada hari Minggu, 20 Maret 2011, pukul 08:41 WIB https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/dr.html, diakses pada hari Senin, 21 Maret, pukul 06:59 WIB

Anda mungkin juga menyukai