Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Sudah menjadi pengetahuan umum, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam mencapai tujuan hidupnya senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi manusia dengan manusia lain dengan segala kebutuhan dan kepentingannya melahirkan kelompok-kelompok sosial. Interaksi antar manusia dengan kelompok dan antar kelompok ini berada dalam wadah yang disebut masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sebagai makhluk individu secara empirik mereka merupakan kesatuan yang melahirkan integrasi sosial. Untuk memahami kehidupan sosial suatu masyarakat, ada baiknya terlebih dahulu mengetahui bagaimana struktur dan sistem sosialnya. Menurut konsepsi sistem sosial, kehidupan sosial itu harus dipandang sebagai suatu sistem yang merupakan totalitas dari bagian-bagian yang saling berhubungan, saling mempengaruhi yang berada dalam satu kesatuan yang ditandai oleh: (1) adanya manusia yang hidup bersama; (2) manusia tersebut bergaul dan hidup bersama dalam waktu yang lama sehingga terjadi proses adaptasi dan pengorganisasian perilaku; (3) adanya kesadaran bahwa mereka merupakan kesatuan; (4) sistem kehidupan bersama atau sistem sosial. Bertolak dari pernyataan tentang tanda-tanda kehidupan sosial diatas, Parsons merumuskan ciri-ciri sistem sosial sebagai berikut: (1) adanya dua orang atau lebih yang saling pengaruh-mempengaruhi; (2) dalam tindakannya mereka memperhitungkan bagaimana orang lain bertindak; (3) kadang-kadang mereka bertindak bersama-sama untuk mengejar tujuan bersama (Taneko, 1994:20). Disamping itu, Alvin L. Bertrand memerinci ciri-ciri sistem sosial sebagai berikut: (1) dua orang atau lebih; (2) terjadi interaksi antara mereka; (3) bertujuan; (4) memiliki simbol, struktur dan harapanharapan bersama yang dipedominya. Pokok pikiran yang dirumuskan dalam ciri-ciri sistem sosial tersebut diatas, pada dasarnya merupakan gejala interaksi sosial yaitu apabila satu pihak beraksi, maka pihak lain akan berinteraksi. Selain itu ciri-ciri sistem sosial diatas juga menunjukkan bahwa di dalam kehidupan sosial terdapat manusia yang hidup dalam pergaulan.

Raymond Firth menyatakan bahwa manusia yang hidup dalam suatu pergaulan dapat diartikan sebagai pengorganisasian kepentingan perseorangan, pengaturan sikap antara yang satu terhadap yang lain dan pemusatan orang-orang dalam kelompok tertentu untuk kepentingan bersama (Taneko, 1994:23). Suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dengan sistem sosial adalah struktur sosial. Menurut Zanden, struktur sosial adalah suatu susunan (konfigurasi) dimana beberapa orang dengan kategori yang berbeda, tetapi terikat pada suatu tata hubungan kerjasama. Soerjono Soekanto mendefinisikan struktur sosial sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-peranan. Soekanto (1983:113) menyatakan bahwa struktur sosial merupakan jaringan daripada unsur-unsur sosial yang pokok seperti kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang. Adapun aspek pokok dari struktur sosial adalah pranata. Pranata atau institution itu mengenai kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya (Koentjaraningrat, 1983:14). Seluruh total dari kelakuan manusia yang berpola dapat diperinci menurut fungsi-fungsi khasnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dalam masyarakatnya. Lebih lanjut Koentjaraningrat (1983:16-17) memerinci delapan kelompok pranata kebudayaan berdasarkan kebutuhan hidup manusia, yaitu: (1) domestic institution; (2) economic institution; (3) educational institution; (4) scientific institution; (5) aesthetic institution and recreational institution; (6) religious institution; (7) political institution; dan (8) somatic institution. Adapun dua bentuk struktur sosial tampak pada stratifikasi sosial dan diferensiasi sosial. Uraian singkat diatas akan dijadikan patokan untuk menjabarkan kehidupan sosial pada masyarakat tengger di Desa Sapikerep. komunitas Tengger di Desa

Sapikerep merupakan contoh struktur sosial yang terdiri atas orang-orang, kegiatankegiatan, kebiasaan, tata cara, nilai,diferensiasi sosial, lapisan-lapisan, privilese, kekuasaan, status dan kehormatan. Didalam struktur masyarakat tengger akan ditemui sistem sosial yang memberikan sifat dan dinamika pada struktur secara keseluruhan.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana kondisi umum masyarakat tengger di Desa sapikere? 2. Bagaimanakah struktur dan sistem sosial masyarakat tengger di desa Sapikerep? 3. Apa saja pranata sosial utama dalam masyarakat tengger desa Sapikerep?

C. TUJUAN 1. Menjelaskan kondisi umum masyarakat tengger di Desa Sapikerep. 2. Menjelaskan struktur dan sistem sosial masyarakat tengger di desa sapikerep. 3. Mengidentifikasi pranata sosial utama dalam masyarakat tengger desa sapikerep.

PEMBAHASAN

A. PROFIL DESA SAPIKEREP 1. LOKASI Desa Sapikerep terletak di wilayah administratif Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Wilayah Desa Sapikerep berbatasan dengan beberapa desa diantaranya yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Desa Sukapura, di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kertawani, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Wonokerto dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pusung Sapih yang masuk dalam wilayah administratif Kecamatan Lumbang. Desa Sapikerep terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun Kedampul dan Dusun Pusung Malang yang mana seluruh dusun tersebut terbagi menjadi 22 Rukun Tetangga (RT) . 2. KONDISI GEOGRAFIS Desa Sapikerep merupakan daerah yang beriklim tropis. Pada musim hujan sekitar bulan Desember sampai bulan April biasanya kabut sangat tebal. Dengan ketinggian antara 1000 meter sampai dengan 3676 meter di atas permukaan laut dan kabut yang sangat tebal menyebabkan kelembaban udara terasa sangat dingin dengan suhu hariannya sekitar 10 derajat Celcius sampai dengan 20 derajat Celcius. Bahkan apabila musim dingin tiba suhu udara hariannya mencapai 2 derajat Celcius. Curah hujan berkisar 2500 mm tiap tahunnya. Sebaliknya pada musim kemarau cuaca agak bersih dari kabut. Akan tetapi keadaan udara berdebu apalagi jika disertai angin yang berhembus agak kencang menjadikan suhu udara pada malam hari terasa lebih dingin dari pada musim hujan. Di daerah pemukiman penduduk Dusun Krajan dan Dusun Kedampul kabut mulai menebal pada sore hari. Sedangkan di Dusun Pusung Malang hampir sepanjang hari selalu tertutup kabut karena merupakan daerah yang terletak di atas Pegunungan Ringgit. Pegunungan Ringgit merupakan pegunungan yang melintang dari arah utara ke selatan di sebelah barat Dusun Krajan dan Dusun Kedampul. Keadaan jalan raya di Desa Sapikerep sebagai lintasan utama menuju obyek wisata Gunung Bromo beraspal sepanjang 4 km dan ada beberapa bagian jalan yang rusak. Sementara di sisi kanan dan di sisi kiri jalan tampak pemandangan hamparan ladang yang ditumbuhi tanaman sayur-sayuran seperti wortel, tomat, kubis, kentang dan
4

jagung. Sementara

jalan yang tidak beraspal

sepanjang 14 km pada umumnya

berfungsi sebagai sarana lintasan penduduk antar dusun dan lintasan menuju ladang. Luas keseluruhan lahan di Desa Sapikerep adalah 1.527.500 Ha yang memiliki beberapa fungsi seperti yang tersaji pada tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Fungsi Lahan di Desa Sapikerep No. 1. 2. 3. 4. Kegunaan Lahan Pekarangan Tegalan Hutan Negara Lain-lain: Jalan Kuburan Pasar Pemukiman Perkantoran Sekolah Tempat ibadah Total luas lahan Luas (Ha) 72.000 526.000 918.365 11.135

1.527.500

Sumber: Data Monografi Desa Sapikerep April 2007

3. KONDISI KEPENDUDUKAN Desa Sapikerep dihuni oleh 2827 jiwa terdiri dari 828 Kepala Keluarga. Mengenai komposisi penduduk Desa Sapikerep dapat diketahui pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Sapikerep Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin. Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah umur 53 62 115 0-4 50 63 113 5 57 68 125 6 59 62 121 7-9 54 87 141 10-12 68 73 141 13-14 59 65 124 15-17 58 67 125 18-19 66 74 140 20-24 76 88 164 25 50 87 137 26-29 54 64 118 30-34 62 67 129 35-39 56 64 120 40 57 55 112 41-44 54 52 106 45 56 63 119 46-49 54 62 116 50-54 43 62 105 55-59 64 59 123 60-64 45 58 103 65-69 63 58 121 70-74 57 52 109 >75 1315 1512 2827 Jumlah
Sumber: Data Monografi Desa Sapikerep April 2007

Berdasarkan Tabel 2. diatas komposisi penduduk Desa Sapikerep terdiri dari laki-laki sebanyak 1315 jiwa dan perempuan sebanyak 1512 jiwa. Jadi jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada penduduk berjenis kelamin laki-laki. Penduduk Desa Sapikerep merupakan masyarakat pertanian yang bersikap terbuka terhadap perkembangan teknologi dan informasi. Dalam kehidupan sehari-hari mereka sudah menggunakan peralatan elektronika dan berteknologi canggih seperti hand phone, antena parabola dan mesin penyemprot hama. Sebagai desa yang terletak dalam kawasan wisata Gunung Bromo, maka kedatangan para domestik wisatawan baik

maupun mancanegara turut mempengaruhi perilaku masyarakat Desa

Sapikerep. Mereka senang bergaya seperti masyarakat kota dan berusaha mengikuti trend yang dikatakan modern. Walaupun perilaku mereka senantiasa mengikuti trend, akan tetapi sikap masyarakat terhadap pendidikan pada umumnya masih belum mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini mengakibatkan tingkat pendidikan
6

masyarakat Desa Sapikerep masih rendah. Mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Sapikerep dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 3. Jenjang Pendidikan Penduduk Desa Sapikerep No Jenjang Pendidikan 1. Play Group 2. Taman Kanak-kanak 3. Sekolah Dasar 4. Sekolah Menengah Pertama 5. Sekolah Menengah Atas 6. Diploma I 7. Diploma II 8. Diploma III 9. Strata I 10. Tidak sekolah/ belum sekolah Jumlah Tamat 1231 484 181 26 23 19 14 160 1978 Belum Tamat 26 42 279 198 92 17 15 11 9 689

Sumber: Data Monografi Desa Sapikerep April 2007

Berdasarkan Tabel 3. jenjang pendidikan yang telah ditempuh penduduk Desa Sapikerep terbesar adalah Sekolah Dasar sebanyak 1231 orang. Pada urutan berikutnya berturut-turut adalah Sekolah Menengah Pertama sebanyak 484 orang, Sekolah Menengah Atas sebanyak 181 orang, Diploma I sebanyak 26 orang, Diploma II sebanyak 23 orang, Diploma III sebanyak 19 orang dan Strata I sebanyak 14 orang. Sedangkan jumlah penduduk yang belum sekolah dan tidak tamat sekolah ataupun tidak pernah sekolah sebanyak 160 orang. Adapun jumlah penduduk yang masih duduk dalam bangku sekolah dari jenjang Play Group sampai Perguruan Tinggi berturut-turut yaitu Play Group sebanyak 26 orang, Taman Kanak-kanak sebanyak 42 orang, Sekolah Dasar sebanyak 279 orang, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 198 orang, Sekolah Menengah Atas sebanyak 92 orang, Diploma I sebanyak 17 orang, Diploma II sebanyak 15 orang, Diploma III sebanyak 11 orang dan Strata I sebanyak 9 orang. Lingkungan fisik Desa Sapikerep berupa dataran tinggi dan berbukit-bukit yang subur sangat cocok untuk menaman sayur-sayuran seperti kentang, wortel, bawang tropong, sawi, tomat, buncis, benguk dan ucet. Kondisi alam demikian turut menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk. Untuk menggambarkan jenis-jenis pekerjaan yang digeluti penduduk Desa Sapikerep, dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini.

Tabel 4. Jenis-jenis Pekerjaan Penduduk Desa Sapikerep diatas Usia 10 Tahun. No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Petani sendiri 174 1. Buruh Tani 478 2. Pengusaha 6 3. Buruh Industri 18 4. Buruh Bangunan 46 5. Pedagang 78 6. Pengangkutan 234 7. PNS/ABRI 25 8. Pensiunan 8 9. 1067 Jumlah Sumber: Data Monografi Desa Sapikerep tahun April 2007 Berdasarkan Tabel 4. diatas penduduk Desa Sapikerep sebagian besar bekerja di bidang pertanian yaitu sebagai petani sendiri sebanyak 174 orang dan sebagai buruh tani sebanyak 478 orang. Maksud dari petani sendiri adalah penduduk yang memiliki ladang yang dikerjakan sendiri maupun dikerjakan dengan bantuan buruh tani. Buruh tani adalah penduduk yang kebanyakan tidak mempunyai ladang sendiri, mereka bekerja di ladang orang lain dan mendapatkan upah sebesar Rp. 15.000;00 perhari. Penduduk yang bekerja sebagai pedangang ada 78 orang yang umumnya menjual hasil pertanian kepada tengkulak atau mengirim hasil pertanian ke luar kota. Ada juga sebagian kecil bekerja sebagai pedagang makanan, bahan kebutuhan sehari-hari dan pakaian. Penduduk yang bekerja dalam bidang pengangkutan ada 234 orang termasuk di dalamnya sopir, kenek, pemikul sayur dari ladang petani ke tempat tengkulak, atau pengangkut barang-barang secara serabutan. Disamping bermatapencaharian dari sektor pertanian dan perdagangan penduduk juga bermatapencaharian dari sektor swasta dan pelayanan publik seperti pengusaha sebanyak 6 orang, buruh industri 18 orang, buruh bangunan 46 orang, PNS/ ABRI 25 orang dan pensiunan 8 orang.

4. BAHASA DAN KESENIAN Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Sapikerep berkomunikasi

dengan menggunakan Bahasa Jawa khas tengger. Terdapat dua tingkatan dalam Bahasa Jawa khas tengger yaitu Basa Ngoko dan Basa Kromo. Basa Ngoko dipergunakan dalam pergaulan biasa, sedangkan Basa Kromo dipergunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang disegani seperti kepada guru atau dengan orang yang baru dikenal. Terdapat perbedaan dalam pengucapan lafal antara Basa Ngoko Tengger dengan Bahasa Jawa pada umumnya. Kata-kata dalam Bahasa Jawa kebanyakan memiliki bunyi vokal
8

o, tetapi kata-kata dalam Basa Ngoko Tengger kebanyakan berbunyi vocal a. Contohnya kata sopo, lungo, moto, menengo dalam Bahasa Jawa akan berbeda jika diucapkan dalam Basa Ngoko Tengger. Kata-kata tersebut akan diucapkan menjadi sapa, lunga, mata, menenga yang dalam Bahasa Indonesia berarti siapa, pergi, mata dan diamlah. Penggunaan Basa Ngoko dalam pergaulan sehari-hari untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua harus menggunakan kata rika yang berarti anda, sedangkan kepada teman sebaya atau kepada orang yang lebih muda menggunakan kata sira yang berarti kamu. Kesenian yang berkembang di Desa Sapikerep adalah kesenian jaran kepang. Kesenian jaran kepang merupakan seni tari tradisional yang hampir mirip dengan tari kuda lumping. Kesenian jaran kepang dilestarikan dan dikembangkan oleh sekelompok pemuda yang bergabung didalam Grup Kesenian jaran kepang Singo Sanggar Budoyo yang dipimpin oleh Bapak Ngatu dan Bapak Edy dari Ponorogo. Adapun jumlah anggota dari grup kesenian Singo Sanggar Budoyo ada 20 orang yang terdiri dari 12 wanita muda dan 8 pria muda. Kesenian jaran kepang dipentaskan setiap malam jumat manis untuk memeriahkan acara Yadnya Jemuah Manis dan ketika ada undangan dari warga setempat untuk memeriahkan acara arisan. Yadnya Jumat Manis adalah selamatan yang dilakukan sekali setiap bulannya untuk mengudang roh leluhur dengan tujuan meminta doa restu dan perlindungan agar dalam setiap usaha yang diupayakan mendatangkan keberhasilan. Untuk menentukan waktu dilaksanakan Yadnya Jumat Manis yaitu dengan memadukan antara hari Jumat dengan pasaran Manis. Menurut Ngatik nama-nama pasaran terdiri dari: (a) manis; (b) paing; (c) pon; (d) wage dan (e) kliwon. Sedangkan nama-nama hari terdiri atas: (a) redite (minggu); (b) soma (senin); (c) anggara (selasa); budha (rabu); wraspati (kamis); sukra (jumat) dan saniscara (sabtu). Selain seni tari jaran kepang, ada satu seni tari tradisional yang selalu dipentaskan satu tahun sekali sebagai penutupan acara Nyadran. Nyadran adalah salah satu dari rangkaian Upacara Adat Karo untuk menziarahi makam leluhur dan memberikan sesajen pada tempat-tempat yang dianggap keramat dan dihuni oleh rohroh halus. Tari tradisional itu disebut dengan Tari Ujung. Tari Ujung adalah tarian yang dimainkan oleh dua orang laki-laki yangmana masing-masing pemain membawa cambuk yang terbuat dari rotan. Dengan diiringi oleh alat musik kendang dua pemain itu akan saling mencambuk pada bagian dada dan punggung karena dua pemainnya
9

tidak mengenakan baju atasan. Mereka hanya memakai celana saja. Tari Ujung dimainkan secara bergantian oleh laki-laki yang merasa mempunyai nyali untuk menahan rasa sakit dari cambuk rotan yang akan disabetkan oleh lawan mainnya.

5. SISTEM RELIGI Agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat tengger di Desa Sapikerep adalah Hindu, Islam dan Kristen. Untuk melaksanakan ibadahnya maka disediakan beberapa sarana perbadatan yaitu pura, masjid dan langgar. Meskipun ada beberapa penduduk yang beragama Kristen, namun di Desa Sapikerep tidak terdapat gereja. Umat Kristen setiap hari Minggu selalu menjalankan kebaktian di Gereja Bethlehem Kecamatan Sukapura. Mengenai komposisi penduduk Desa Sapikerep berdasarkan

agama tampak pada Tabel 5. berikut ini. Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Sapikerep Menurut Agama Agama Islam Hindu Kristen Katholik total Jumlah Pemeluk 1222 1602 3 2827 Prosentase (%) 43,2 56,7 0,1 100

Sumber: Data Monografi Desa Sapikerep April 2007

6. STRUKTUR PEMERINTAHAN Masyarakat tengger Desa Sapikerep menyadari bahwa mereka merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban berbakti kepada negara untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Salah satu sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tengger Desa Sapikerep adalah melalui organisasi pemerintahan yang dipimpin oleh seseorang yang berkompeten memerintah, melindungi, melayani dan membina warganya menurut hukum dan etiket yang berlaku di dalam masyarakat tengger. Bertolak dari ketradisionalan masyarakat tengger, maka disamping ada bentuk kepemimpinan formal juga dibutuhkan kepemimpinan nonformal. Bentuk

kepemimpinan formal adalah pemerintahan desa yang dijalankan sebagaimana yang dimaksud oleh Undang-Undang Otonomi Daerah dan menjadi bagian dari struktur pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan kepemimpinan nonformal adalah kepemimpinan yang berdasarkan kepada adat istiadat tengger.

10

Mengenai struktur pemerintahan Desa Sapikerep dapat digambarkan pada Gambar berikut ini.

Gambar 1. Struktur Pemerintahan Desa Sapikerep

BPD

KEPALA DESA

SEKDES

KAUR PEMERINTAH AN

KAUR KESRA

KAUR KEUANGAN

KAUR PEMBANG UNAN

KAUR UMUM

KASUN I

KASUN II

KASUN III

Sumber: Profil Desa Sapikerep

Mengenai bentuk kepemimpinan nonformal, diakui keberadaannya oleh masyarakat Desa Sapikerep sebagai pelestari adat istiadat tengger. Peran ini dipercayakan penuh kepada dukun. Adapun wewenang yang dimiliki oleh dukun misalnya memimpin ritual untuk berkomunikasi dengan pemilik kekuatan supranatural yang sangat dihormati seperti roh leluhur dan para makhluk gaib. Selain itu fungsi dukun adalah sebagai media masyarakat untuk berkonsultasi mengenai masalah sosial kemasyarakatan seperti perkawinan, pertanian, pengobatan dan ramalan nasib. B. SISTEM DAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT TENGGER DI DESA SAPIKEREP Masyarakat merupakan suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang membentuk suatu keseluruhan sebagai suatu kesatuan. Bagian-bagian yang dimaksud dapat berupa orang-orang, kegiatan-kegiatan, kebiasaan, tata cara, nilai, jenis kelamin yang membentuk kesatuan. Didalam masyarakat juga akan ditemui lapisan-lapisan, privilese, kekuasaan, status dan kehormatan. Dengan memperhatikan definisi struktur sosial tersebut, ternyata mirip dengan definisi sistem sosial. Hal ini terjadi karena di dalam struktur sosial akan ditemui sistem sosial, dan dalam sistem sosial ada seperangkat kegiatan bersama yang memperlihatkan hubungan timbal balik yang disebut struktur.
11

Bertolak dari definisi tersebut maka di dalam mendeskripsikan masyarakat tengger di Desa Sapikerep, maka konsep sistem sosial dan struktur sosial tidak dapat dipisahkan. Struktur memperlihatkan adanya suatu cara hubungan konstan (sebagai suatu kerangka), sedangkan sistem memberikan sifat dan dinamika pada struktur secara keseluruhan. Dimensi yang memperlihatkan keterkaitan antara struktur dan sistem ini disebut dengan istilah dimensi struktural (Rahman&Yuswadi, 2005:41). Kehidupan paguyuban, pengawasan perilaku perseorangan yang kuat,

persamaan asal usul dari nenek moyang Joko Seger dan Rara Anteng, kebiasaan dan tradisi yang seragam dari anggota masyarakat desa secara bersama-sama memupuk rasa solidaritas masyarakat tengger di Desa Sapikerep. Semua faktor ini dengan ditambah dengan kebudayaan pedesaan yang terkait kepada tanah secara bersama membentuk struktur masyarakat desa. Kekuasaan, kekayaan dan prestise sebagai dimensi pelapisan ini pada hakikatnya bergabung menjadi suatu jenis pelapisan yang meliputi seluruh anggota masyarakat. Berdasarkan keterangan pada Tabel 4. Tentang jenis-jenis pekerjaan penduduk Desa Sapikerep, sebagian besar bekerja di bidang pertanian. Jenis pekerjaan ini dipengaruhi oleh kepemilikan tanah. Lambat laun, kepemilikan tanah adalah bibit tumbuhnya pelapisan sosial karena tanah mendapatkan penghargaan yang lebih bagi masyarakat tengger di Desa Sapikerep. Akibatnya masyarakat mengidentifikasikan dan menetapkan seseorang yang memiliki tanah luas berada pada posisi yang tinggi. Dari beberapa pertanyaan yang saya ajukan ke warga RT 04 Dusun Krajan, seseorang dianggap memiliki kedudukan yang tinggi jika ia memiliki tanah luas, mampu menanam beberapa jenis tanaman, memiliki alat pertanian yang lengkap, memiliki buruh tani yang banyak dan dipandang kaya. Selain itu petani kaya ini ada juga yang merangkap menjadi tengkulak sayur yang sukses serta menyewakan jasa pengangkutan sayur maupun kendaraan umum. Sedangkan seseorang yang bekerja sebagai buruh tani, petani kecil, sopir, kenek, tukang bangunan, kuli angkut dianggap orang tidak punya dan sering merasa sungkan pada orang yang lebih kaya. Orang yang bekerja sebagai pedagang makanan, guru, petani sedang dan pemilik toko kelontong mereka anggap sebagai orang yang lumayan. Dari keterangan diatas saya menangkap bahwa stratifikasi sosial pada masyarakat tengger di Desa Sapikerep terdiri dari tiga kelas. Kelas atas terdiri atas petani kaya sekaligus berprofesi sebagai tengkulak sukses. Kelas menengah terdiri atas
12

pedagang, guru, PNS, petani menengah. Kelas bawah adalah mereka bekerja sebagai buruh tani, pekerja serabutan dan kuli yang mendapatkan penghasilan dengan menjual tenaganya kepada petani kaya dan juragan sayur. Hubungan sosial antar kelas dilakukan untuk mencapai kepentingannya masingmasing melalui pertukaran. Hubungan sosial antara petani kaya dengan buruh tani dilakukan pada saat petani kaya membutuhkan tenaga kerja dari buruh untuk mengolah ladang dan merawat tanamannya, sedangkan buruh membutuhkan upah untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Tarif upah sebesar Rp. 15.000;00 perhari. Cara ini disebut dengan istilah arean. Selain cara arean, petani kaya juga menggunakan cara tebasan, yaitu cara borongan untuk mengolah lahan yang harganya disepakati oleh keduabelah pihak berdasarkan luas tanah. Biasanya penghasilan buruh yang pas-pasan itu, sangat terbatas dalam mencukupi kebutuhan hidup rumah tangganya. Akibatnya seringkali mereka hutang terlebih dahulu kepada petani kaya dan cara pembayarannya dengan tenaga mereka. Cara pembayaran seperti ini mereka sebut dengan utang penggawean. Hubungan sosial antara petani kaya sebagai wakil kelas atas dengan pencari rumput sebagai wakil kelas bawah dapat ditemukan pada cara nggado. Nggado adalah suatu cara bagi hasil dimana petani kaya sebagai pemilik modal, membeli sapi yang dititipkan pada pencari rumput untuk merawatnya sampai besar. Setelah besar dan layak dijual, petani kaya akan mencari belantik ( spesialis pembeli ternak) dan menjualnya. Ketentuan bagi hasil biasanya adalah selisih antara harga beli dengan harga jual dibagi dua. Hubungan antara petani kaya dengan petani kecil juga berlaku dalam cara maro. Petani kaya akan memberikan sebagian modal untuk perawatan tanaman sejak menanam sampai menjelang panen. Selisih antara penjualan panen dengan modal yang dikeluarkan petani kaya, akan dibagi menurut kesepakatan awal mereka. Meskipun memakai kata maro (bagi dua) namun dalam praktiknya mereka menentukan cara pembagian secara fleksibel. Hubungan sosial antara petani kaya yang juga berprofesi sebagai tengkulak dengan petani menengah maupun petani kecil juga tampak pada cara mbayar nggawe dagangan. Pada umumnya, petani kecil memiliki modal yang terbatas dalam mengembangkan usaha pertaniannya. Petani kecil lebih berminat untuk meminjam uang
13

kepada petani kaya yang pembayarannya dengan hasil panenannya yang harganya dibawah harga pasaran. Ada juga cara ngendek yaitu petani akan menjual barang dagangannya hanya kepada tengkulak yang sudah bersepakat akan membeli walaupun tengkulak itu belum membayar dan tanaman masih belum dipanen. Dalam keadaan mendesak, petani kecil yang tidak mempunyai cukup modal untuk menggarap dan merawat tanaman, maka ia akan menyewakan ladangnya kepada petani kaya dengan cara sewan (sewa) ataupun gaden (gadai). Sewan terjadi dengan cara mengadakan perjanjian secara tertulis antara pemilik tanah dengan penyewa yang dilakukan di balai desa dengan disaksikan oleh perangkat desa. Batas sewa ditentukan diantara mereka. Akan tetapi jika sang pemilik hendak mengambil tanahnya kembali sebelum jatuh tempo habisnya masa sewa, maka pemilik wajib mengganti rugi sesuai dengan permintaan dari penyewa. Gaden adalah cara peminjaman uang dengan jaminan tanah dalam jangka waktu tertentu. Tanah akan kembali ke pemilik jika ia telah mengganti uang yang dipinjamnya. Pada saat tanah menjadi jaminan, maka pemberi pinjaman boleh menggarap untuk pertanian. Jika sang pemilik tanah sudah mampu mengembalikan pinjaman pada saat sang pemberi pinjaman belum memanen tanamannya karena belum cukup umur, penyerahan tanah harus menunggu sampai tanaman selesai di panen. Hubungan sosial juga terjadi diantara petani menengah ataupun petani kecil dengan cara genten. Cara genten adalah gotong royong saling menolong secara bergantian baik itu mengolah tanah, menanam, menyiangi, memanen diantara petani yang bersepakat. Kegiatan semacam ini bertujuan untuk menekan biaya upah untuk buruh tani. Jika seseorang telah dibantu orang lain dalam mengerjakan ladangnya, maka ketika orang lain butuh tenaganya ia wajib siap membantu. Jika mereka mengingkari kesepakatan, akibatnya akan dikucilkan dan mendapat kesulitan bantuan tenaga. Berdasarkan keterangan tabel 3 diatas dalam hubungannya dengan stratifikasi sosial pada masyarakat desa sapikerep, maka seseorang yang bergelar sarjana maupun yang sedang kuliah mulai memiliki nilai sosial yang menonjol. Walaupun mereka ini tidak selalu berasal dari golongan petani kaya, biasanya anak dari guru maupun PNS. Dengan demikian, tingkat pendidikan seseorang juga sebagai simbol prestise. Disamping pendidikan, simbol prestise yang lain yaitu model bangunan rumah. Petani kaya pada umumnya memiliki rumah berukuran besar yang terbuat dari batu
14

bata dan berlantai keramik. Petani kaya biasanya juga memiliki mobil mewah, hardtop, beberapa truk dan beberapa sepeda motor. Golongan menengah biasanya hanya memiliki rumah yang sedang dengan gaya yang sederhana serta memiliki sepeda motor. Golongan bawah memiliki rumah klenengan yaitu sedikit menggunakan bahan batu bata dan semen, kebanyakan terbuat dari anyaman bambu maupun tripleks. Golongan bawah inipun banyak juga yang tidak mendirikan rumahnya di atas pekarangan sendiri, tetapi diatas tanah kongsen yang disewanya sendiri maupun numpang diatas tanah kongsen yang disewa orang lain. Disamping pelapisan sosial berdasarkan kriteria pemilikan tanah, kedudukan seseorang juga dinilai berdasarkan kualitas pribadi (askriptif) seperti senioritas. Kedudukan itu tampak pada pada bermacam-macam bentuk perilaku. Misalnya jika seseorang yang umurnya lebih muda harus memakai kata sapaan rika kepada orang yang lebih tua. Jika orang yang lebih muda tidak bersikap demikian, maka akan dianggap tidak sopan dan digunjing. Sebaliknya, orang yang lebih tua harus memakai kata sapaan sira kepada orang yang lebih muda. Contoh lain adalah ketika bertemu, maka yang wajib menyapa terlebih dahulu adalah orang yang lebih muda. Selain kriteria pemilikan tanah dan senioritas, faktor agama juga menjadikan seseorang mendapatkan kedudukan yang terhormat. Pada umumnya dukun sebagai pemuka adat tengger akan mendapat penghormatan dan disegani karena dianggap banyak tahu tentang bermacam-macam ritual dan memimpin prosesi berbagai upacara adat. Warga juga kerap berkonsultasi kepada dukun seperti hari baik pernikahan putra putrinya, waktu tanam yang baik, meminta doa untuk kemenyan, memimpin upacara untuk menghilangkan balak dan lainnya. Apa yang dikatakan dukun, biasanya warga yang berkonsultasi akan menjadikan referensi. C. PRANATA SOSIAL UTAMA PADA MASYARAKAT TENGGER DI DESA SAPIKEREP 1. PRANATA KEKERABATAN
a) Pranata Keluarga

Kehidupan dalam lingkungan keluarga batih pada masyarakat tengger diatur oleh seperangkat norma sesuai dengan status dan perannya. Kebanyakan Seorang yang berstatus ayah akan bertanggung jawab dalam mencari nafkah, membiayai kebutuhan keluarga dan melindungi keluarga. Seseorang yang berstatus ibu akan bertanggung jawab dalam memasak, mencuci baju dan mengasuh anak. Seseorang berstatus sebagai
15

anak wajib menurut kepada orang tua. Sebagai contoh: dalam suatu keluarga di Dusun Kedampul, tugas seorang isteri bangun tidur lebih awal dari seorang suami untuk memasak dan menyiapkan makanan bagi keluarga. Kewajiban seorang suami untuk mencari nafkah dan hasilnya akan dititipkan kepada isterinya. Namun dalam kondisi keluarga yang lain di Dusun Krajan, beban isteri sedikit lebih banyak dari suami karena selain mengurusi rumah tangga ia juga turut bekerja sebagai buruh tani. Apabila salah satu penyandang status tidak menjalankan perannya dengan baik, maka masalah dapat timbul dalam keluarga. Misalnya perselingkuhan akan berakibat pada

ketidakharmonisan hubungan antara suami dan isteri bahkan dapat mengarah pada perceraian Pada masyarakat tengger Desa Sapikerep, keluarga dianggap sangat penting karena mempunyai beberapa fungsi antara lain: 1) Reproduksi Bagi mereka keluarga berfungsi untuk melanjutkan keturunan dengan beberapa pertimbangan seperti pemberian warisan dan jaminan di hari tua. 2) Afeksi Didalam keluarga akan tercipta kondisi saling mengasihi dan menyayangi. 3) Sosialisasi atau pendidikan Fungsi ini untuk mendidik anak agar memiliki keterampilan berpartisipasi dalam kehidupan sosial serta mempelajari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Contohnya: ibu rumah tangga dalam masyarakat tengger akan mengajak anak perempuannya untuk mbethek, sedangkan bapaknya akan mengajak anak lelakinya untuk sinoman. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mensosialisasikan nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan. 4) Ekonomi Fungsi ekonomi keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan dari anggota-anggotanya. Oleh karena itu, dalam masyarakat tengger sudah biasa jika seorang isteri ikut mambantu suaminya bekerja di ladang, menjadi buruh tani, berdagang dan menjual makanan demi mencukupi kebutuhan hidup. 5) Pemeliharaan Fungsi ini tampak pada pengasuhan anak yang masih balita dan para lansia yang sudah tidak mampu bekerja.

16

b) Peminangan Pada umumnya masyarakat tengger menyebut peminangan dengan istilah nakoken. Nakoken dilakukan setelah hubungan percintaan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki telah direstui kedua orang tuanya dan hendak menikah. Maka sesuai hari yang telah disepakati pihak laki-laki yang diwakili orang tua beserta keluarga besarnya meminang sang gadis dengan membawa peningset (mahar). Biasanya peningset berupa kain jarik dan kebaya, alat kosmetik, perhiasan dan bisa juga berupa uang. Pada acara nakoken dilakukan penghitungan kecocokan tanggal lahir antara pihak wanita dengan pihak laki-laki berdasarkan primbon tengger. Contohnya jika seseorang yang lahir hari selasa, maka ia tidak boleh menikah dengan orang yang lahir hari jumat. Pada acara nakoken juga ditentukan tanggal pernikahan beserta dimana kelak ia akan bertempat tinggal, apakah tinggal di pihak laki-laki atau tinggal dipihak perempuan. Seseorang gadis yang telah ditakoken, dia harus pandai menjaga diri dan ketika berkunjung ke rumah calon mertua harus menunjukkan kebolehan di dapur. Sedangkan sang laki-laki jika bertamu ke pihak perempuan harus membantu pekerjaan calon mertua dan lebih baik lagi ikut membiayai sang gadis. 2. PRANATA PENDIDIKAN Semakin pesatnya kemajuan zaman, keluarga dalam masyarakat tengger mengalihkan sebagian fungsi edukasinya kepada lembaga lain seperti Play Group, SD, SMP, SMA, dan Universitas. Lembaga-lembaga ini diperlukan untuk melengkapi kebutuhan akan pendidikan formal bagi anak-anak mereka. 3. PRANATA EKONOMI Fungsi utama dari pranata ekonomi adalah mengatur kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan pencarian hidup, memproduksi dan mendistribusikan harta benda. Beberapa pranata ekonomi yang ditemukan dalam masyarakat tengger Desa Sapikerep antara lain: 1. Nggado Nggado adalah suatu cara bagi hasil dari kegiatan membesarkan binatang ternak yang telah dilakukan sejak lama oleh anggota masyarakat tengger. Aturan mainnya adalah pemilik modal akan membelikan binatang ternak yang masih muda. Perawatan anakan sapi ini dilimpahkan kepada orang lain yang siap mencarikan rumput. Jika sapi
17

sudah besar, maka pemilik modal akan menjualnya kepada belantik. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi menurut kesepakatan awal antara pemilik modal dengan pencari rumput. 2. Maro Maro adalah sistem bagi hasil dari kegiatan bercocok tanam. Biasanya dilakukan antara petani kaya dengan petani kecil. Hampir sama dengan cara maro, hanya saja obyeknya adalah tanaman pertanian. Seluruh ataupun sebagian biaya pertanian akan ditanggung petani kaya, sedangkan petani kecil hanya bermodal lahan pertanian serta bertugas merawat tanaman. Ketika tanaman siap panen maka yang mencari pembeli adalah petani kaya dan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 3. Utang piutang Sudah menjadi kebiasaan petani kecil di tengger jika kekurangan modal tani akan meminjam uang kepada petani kaya atau tengkulak. Cara pembayarannya tidak selalu dengan uang karena diantara mereka telah terjadi kesepakatan untuk menyelesaikan masalah utang piutang dengan menjual hasil panen petani kecil kepada petani kaya ataupun tengkulak. Harga yang disepakati biasanya dibawah harga pasaran. Bentuk lain dari utang piutang adalah melalui cara ngendek. Biasanya tengkulak sayur yang sudah berlangganan kepada petani akan memesan hasil panen jauh-jauh hari sebelum kegiatan panen dimulai. Meskipun belum ada uang muka, petani tidak akan menjual kepada pembeli lain karena tanaman yang akan dipanen dianggap sudah menjadi milik orang lain. 4. Sewan Kegiatan menyewakan tanah pertanian kepada orang lain dalam jangka waktu tertentu. Jika pemilik tanah sebelum jatuh tempo hendak menebus tanahnya, maka ia harus membayar sejumlah uang sesuai dengan permintaan si penyewa. 5. Gaden Cara pinjam meminjam dengan tanah sebagai jaminannya. Pada saat tanah menjadi jaminan, pemberi pinjaman boleh menggunakan ladang untuk kegiatan pertanian. Tanah akan kembali kepada pemilik jika ia telah menebus uang yang dipinjamnya. apabila pada saat menebus, di ladang masih ada tanaman pemberi pinjaman yang belum siap dipanen maka pemilik tanah harus menunggu sampai
18

tanaman itu selesai dipanen. Sudah menjadi kebiasaan untuk memberi uang lebih pada saat mengembalikan uang yang dipinjam. 4. PRANATA AGAMA Agama yang dianut oleh sebagian masyarakat tengger di Desa Sapikerep adalah Hindu, Islam dan sedikit Kristen. Ketiga agama tersebut berkembang berdampingan dengan kepercayaan asli masyarakat tengger yaitu kepercayaan kepada roh nenek moyang, dedemit, sang mbaurekso dan kepercayaan pada tempat-tempat yang dianggap keramat. Kepercayaan itu berpengaruh pada perilaku masyarakat desa sapikerep. Oleh karena itu, mereka selalu melaksanakan beberapa macam upacara adat secara berkala yang dipimpin langsung oleh seorang dukun dan terkadang juga tanpa kehadiran dukun, hanya mengikuti apa yang dikatakan dukun. Beberapa upacara yang dilakukan oleh masyarakat tengger desa sapikerep diantarnya Upacara Kasada, Upacara Unan-unan, Upacara Entas-entas,Upacara Karo, Upacara Pujan Mubeng, Upacara Kelahiran, Upacara Tugel Kuncung, Upacara Perkawinan dan Upacara Kematian. Kepercayaan pada roh nenek moyang, begitu mewarnai kehidupan keseharian warga. Sebagai contoh, ibu rumah tangga akan selalu memberikan suguhan bagi roh nenek moyang ketika ia memasak yang lain dari biasanya. Orang yang paling tua dalam rumah itu yang wajib mempersilahkan roh nenek moyang makan. Sisa suguhan itu boleh dimakan anggota keluarga. Jika seseorang tidak melakukan hal demikian, maka ia akan dihantui rasa kuwalat dan merasa tidak tenang. 5. PRANATA ESTETIKA Suhu udara yang dingin menyebabkan masyarakat menyukai pakaian yang cenderung tebal. Dalam kehidupan sehari-hari mereka terbiasa memakai sarung yang berfungsi sebagai pelindung dari udara dingin maupun sebagai pelengkap penampilan. Mereka merasa tidak nyaman jika tidak memakai sarung, karena mereka khawatir diolok-olok orang lain. Meskipun ada warga yang sudah lama tinggal di kota, jika ia pulang ke tengger maka ia wajib walaupun tidak tertulis untuk mengenakan sarung. Disamping jenis pakaian, sarung juga merupakan lambang prestise. Melalui sarung, orang dapat dikenali berasal dari kawasan tengger yang lain. Sarung yang biasa dipakai masyarakat tengger desa sapikerep kelas menengah kebawah antara lain sarung bali, sarung motif kotak-kotak serta sarung motif lain yang harganya dibawah seratus ribu. Orang-orang kaya biasanya memakai sarung merk srikandi, sarung samarinda, sarung motif batik yang harganya bisa mencapai tigaratus ribu rupiah.
19

6. PRANATA POLITIK Pranata politik dapat ditemukan pada pemerintahan desa sebagai lembaga formal. Kepemimpinan formal masyarakat tengger Desa Sapikerep dipimpin oleh

seorang Kepala Desa yang oleh masyarakat tengger disebut dengan nama Petinggi. Peranan petinggi adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Oleh karena itu, petinggi memiliki beberapa fungsi antara lain: (1) memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa; (2) mengajukan rancangan Peraturan Desa; (3) menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD; (4) menyusun dan mengajukan rancangan Perdes mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Desa untuk ditetapkan bersama BPD; (5) membina kehidupan masyarakat desa; (6) membina perekonomian desa; (7) mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif. Jabatan Petinggi diperoleh melalui pemilihan Petinggi. Dalam mengatur masyarakat Desa Sapikerep, Petinggi menetapkan peraturan yang telah dibuatnya bersama-sama dengan Badan Perwakilan Desa. Untuk membantu Petinggi menjalankan pemerintahan desa, maka disamping Sekretaris Desa (carik) diangkatlah Kepala Urusan yang membawahi bidang-bidang tertentu. Carik mempunyai tugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa. Oleh karena itu, carik memiliki beberapa fungsi antara lain: (1) melaksanakan koordinasi, menyusun program dan laporan kegiatan yang dilakukan oleh perangkat desa; (2) melaksanakan pengelolaan keuangan, surat menyurat, kearsipan, rumah tangga, perlengkapan dan pelaporan; (3) melaksanakan koordinasi penyelenggaraan administrasi pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan; (4) melaksanakan tugas lain yang di berikan Petinggi. Desa Sapikerep memiliki lima Kepala Urusan yaitu Kepala Urusan Pemerintahan (Kaur Pemerintahan), Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra), Kepala Urusan Umum (Kaur Umum), Kepala Urusan Pembangunan (Kaur Pembangunan) dan Kepala Urusan Keuangan (Kaur Keuangan). Untuk pelaksanaan peraturan desa secara teknis di lapangan, maka kewenangannya berada di tangan Kepala Dusun dengan dibantu oleh masing-masing Ketua RT sehingga mereka dapat langsung berinteraksi dengan masyarakat.
20

PENUTUP

KESIMPULAN Kehidupan paguyuban, pengawasan perilaku perseorangan yang kuat,

persamaan asal usul dari nenek moyang Joko Seger dan Rara Anteng, kebiasaan dan tradisi yang seragam dari anggota masyarakat desa secara bersama-sama memupuk rasa solidaritas masyarakat tengger di Desa Sapikerep. Semua faktor ini dengan ditambah dengan kebudayaan pedesaan yang terkait kepada tanah secara bersama membentuk struktur masyarakat desa. Kekuasaan, kekayaan dan prestise sebagai dimensi pelapisan ini pada hakikatnya bergabung menjadi suatu jenis pelapisan yang meliputi seluruh anggota masyarakat. Adapun aspek pokok dari struktur sosial adalah pranata. Pranata atau institution itu mengenai kelakuan berpola dari manusia dalam kebudayaannya. Seluruh total dari kelakuan manusia yang berpola dapat diperinci menurut fungsi-fungsi khasnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia dalam masyarakatnya. Beberapa pranata utama dalam masyarakat tengger Desa Sapikerep antara lain: (1) pranata kekerabatan; (2) pranata ekonomi; (3) pranata pendidikan; (4) pranata politik; (5) pranata agam dan; (6) pranata estetika.

21

DAFTAR RUJUKAN

Koentjaraningrat. 1983. Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Rahman, B. & Yuswadi, H. 2005. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Jember: Kompyawisda JATIM Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Taneko, S.B., 1994. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: CV. Fajar Agung

22

Anda mungkin juga menyukai