Anda di halaman 1dari 28

SOSIOLOGI PEDESAAN (IRWAN, S.Pd., M.

Si)

SOSIOLOGI PEDESAAN
TENTANG RUANG LINGKUP DAN KAJIAN SOSIOLOGI
PEDESAAN (Kajian Masyarakat Pedesaan di Desa Putri Puyu
Kec. Tasik Putri Puyu, Kabupten Kepulauan Meranti, Provinsi
Riau)
Disusun:
Oleh
IRWAN, S.Pd., M.Si
Latar Belakang
Sosiologi sebagai Ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan masyarakat dari
berbagai aspek kehidupan. Ilmu sosiologi juga mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial termasuk juga didalamnya perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Ilmu sosiologi tidak terlepas dari kehidupan manusia yang melakukan interaksi
sosial dalam aktivitasnya. Sosiologi memiliki cabang ilmu yang luas seperti ada sosiologi
industri, sosiologi politik, sosiologi agama, sosiologi pendidikan, sosiologi ekonomi dan
sebagainnya. Tidak terlepas dari pada itu cabang ilmu sosiologi terdiri dari sosiologi
pedesaan yang mengkaji kehidupan masyarakat desa berakitan dengan struktur dari
masyarkat desa. Selain itu ada juga sosiologi pertanian membahas masyarakat pertanian yang
berada dipedesaan dan juga fenomena-fenomena sosial dalam bidang ekonomi pertanian
(Rahardjo, 1999: 20).
Ketika kita membahas sosiologi maka sasaran utama kita adalah masyarakat yang
mengalami perubahan atau bersifat dinamis (Rahardjo, 1999:8). Kehidupan masyarakat
antara yang satu lapisan ke lapisan yang lainnya pasti mengalami perubahan yang berbeda
dalam aktivitas kehidupan. Sejalan dengan itu maka tidak ada dalam aktivitas sosial yang
tetap dan cenderung melakukan roda perubahan. Lantas apa dikatakan dengan sosiologi
pedesaan? Setiap ahli sosiologi memandang sosiologi pedesaan berkecamata yang beragam
dan mempunyai paradigma yang berbeda sudut pandang mereka. Menurut Rahardjo (1999)
menyatakan bahwa sosiologi pedesaan dikelompokkan atas dua versi yaitu sosiologi
pedesaan klasik atau lama dan sosiologi pedesaan modern atau baru.
Sudut pandang sosiologi pedesaan baru merupakan perkembangan dari sosiologi
pedesaan pada Negara kapitalis modern. Pada Negara tersebut telah terjadi perkembangan
dan perubahan secara drastis. Oleh sebab itu, sosiologi pedesaan lama tidak bisa menjelaskan

secara kompleks masalah yang baru muncul dipedesaan. Salah satu perubahan yang terjadi
pada masyarakat desa adalah adanya penipisan terhadap perbedaan antara desa dan kota. Hal
tersebut tercantum dari semua aspek kehidupan pada masyarakat kota dan desa. Misalnya
sifat sosial dipedesaan tidak seberapa jauh dengan aspek sosial yang ada diperkotaan. Selama
ini kita membayangkan bahwa kehidupan di pedesaan sangat kuat dengan solidaritas yang
telah dikemukakan salah seorang ahli sosiologi yaitu Emlle Durkhem. Menurut Emile
Durkheim masyarakat desa atau masyarakat tradisional mempunyai ikatan yang kuat antara
satu dengan yang lain dalam kehidupannya, akan tetapi pada masyarakat kota bersifat
individual dalam aktivitas kehidupan. Hal tersebut tidak menjadi sudut pandangan yang
mendasar masalah perbedaan tersebut. Dimana masyarakat kota mempunyai solidaritas dalam
kehidupannya seperti adanya julo-julo, pengajian dan lain-lain yang dilakukan secara
bersama. Oleh sebab itu sosiologi pedesaan modern yang bisa menjawab persoalan tersebut.
Menurut Roucek dan Warren (1963: 78) dalam Lebo (1986: 3) mengatakan bahwa ada
beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh masyarakat pedesaan yaitu memiliki sifat homogen
dalam hal mata pencarian, nilai-nilai kebudayaan, serta sikap dan tingkah laku dalam
masyarakat pedesaan. Selain itu, kehidupan masyarakat pedesaan lebih menekankan kepada
anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya bahwa anggota keluarga turut serta atau
partisipasi dalam meningkatkan perekonomian dalam rumah tangga. Maka masyarakat
pedesaan kegiatan pertanian merupakan salah satu mata pencarian mereka dalam menghadapi
kehidupan ini. Faktor geografis juga memainkan peran dalam masyarakat pedesaan. Misalnya
pada tanah, masyarakat pedesaan kehidupan mereka ada keterkaitan dengan tanah dimana
tempat mereka tinggal. Roucek dan Warren juga mengatakan bahwa masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang solid atau itim diantara kehidupan mereka.
Pendapat yang dikemukakan oleh Rocek dan Warren tidak semua terdapat pada
masyarakat pedesaan. Hal tersebut setiap masyarakat mengalami perubahan dalam aspek
kehidupan sehari-hari. Setiap masyarakat pedesaan mereka mengalami perubahan dan
perkembangan tidak sama diantara kehidupan mereka. Oleh sebab itu, ciri-ciri yang telah
disebutkan sebagai pegangan kita sebagai masyarakat yang mempelajari sosiologi pedesaan.
Sejalan dengan itu, John M. Gillette (1922: 6) dalam (Rahardjo, 1999:12)
mengemukakan bahwa sosiologi pedesaan merupakan cabang sosiologi yang sistematis atau
terstruktur untuk mempelajari komunitas-komunitas pada masyarakat pedesaan untuk
mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan dan merumuskan prinsip-prinsip
kemajuan. Pendapat tersebut mengambarkan bahwa masyarakat pedesaan dalam aktivitas
kehidupannya seperti kebiasaan-kebiasaan atau kebudayaan mengalami suatu perubahan.

Ketika mereka mengalami perubahan maka mereka mengikuti langkah-langkah secara teratur
untuk mencapai suatu tujuan bagi kehidupan. Selain itu, menurut N.L Sims mengungkapkan
juga bahwa sosiologi pedesaan merupakan studi tentang asosiasi antara orang-orang yang
hidupnya banyak tergantung pada pertanian. Artinya kehidupan masyarakat desa mereka
melakukan tindakan dalam artian mencapai suatu tujuan. Masyarakat pedesaan perilaku
sosial mereka sehari-hari berorentasi kepada mata pencarian sebagai pertanian.
Menurut Newby mengungkapkan bahwa sosiologi pedesaan cenderung melihat
bagaimana masyarakat desa menyesuaikan diri terhadap masuknya system kapitalisme
modern dalam kehidupan atau aktivitas sehari-hari. Untuk itu, dalam sosiologi pedesaan kita
akan mempelajari stuktur atau organisasi masyarakat desa, proses-proses yang terjadi dalam
masyarakt desa, sistem sosial dan perubahan sosial dalam masyarakat pedesaan. Pada kajian
ini akan menekankan pada masyarakat pedesaan dalam aspek dinamika antara pola perilaku,
mata pencarian, pengetahuan, teknologi dan lain-lain sebagai aspek kehidupan sosial.
Masyarakat pedesaan mata kehidupan sosial mereka bersifat kebersaan atau
solidaritas yang tinggi, saling tolong menolong, saling percaya dan lain-lain. Hal tersebut
telah mereka bangun dalam aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini salah satu
masyarakat pedesaan yang berada di desa Putri Puyu, Kecamatan Tasik Putri Putu,
Kabupaten Kepulauan Meranti, Mata Provinsi Riau. Kehidupan sosial masyarakat tersebut
mempunyai hubungan yang intim di antara mereka. Sifat tolong-menolong, membangun rasa
simpati dan empati, solidaritas/kebersamaan dan lain-lain masih mereka bangun dalam artian
kebersaan. Masalah kematian, pernikahan atau kaba baiak bahimbauan, kaba buruak
bahambauan merupakan salah satu cara mereka membangun kebersamaan dalam kehidupan
mereka.
Masyarakat desa Putri Puyu kehidupan sosial mereka bangun dengan sekian rupa
dalam meningkatkan ukhuwah atau kebersamaan dalam mencapai tujuan kehidupan. Ketika
kehidupan masyarakat mengalami kesulitan tanpa diberi kabar mereka datang melihat kondisi
diantara mereka. Ada juga diantara mereka saling memberi bantuan baik berupa makanan
maupun nasihat-nasihat kepada tetangga mereka. Kehidupan ini akan menjadi pendekatan
hubungan yang yang bersahaja diantara mereka.
Begitu juga kehidupan ekonomi masyarakat didesa Putri Puyu bersifat homogen.
Artinya mata pencaharian mereka hanya sebagai pertanian atau perkebunan karet. Tidak ada
pekerjaan yang lain mereka lakukan selain pekerjaan sebagai berkebun karet untuk membiaya
kehidupan keluarga mereka. Walaupan ada pekerjaan yang lain hanya sebagai tambahan
mereka seperti pergi nelayan untuk makan keluarga, istilah ini disebut dengan peasan.

Artinya mereka mencarai pendapatan hanya untuk kebutuhan mereka saja bukan dijadikan
sebagai keuntungan mereka atau sebagai bisnis. Maka tergambar bahwa sosial-ekonomi
masyarakat didesa Putri Puyu berorentasi kepada kehidupan kebersaaan atau solidaritas yang
tinggi. Oleh sebab itu, ada perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan. Menurut Soekanto dalam Yulianti dan Purnomo (2003) mengukapkan ada
perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Hal tersebut dapat
dilihat kepada kehidupan keagamaan, pekerjaan, pola pikir, jalan kehidupan, pembagian
kerja dan perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat perdesaan.
Ruang lingkup pada sosiologi pedesaan akan terlihat kepada dinamika kehidupan
yang ada dipedesaan. Hal tersebut mencakup struktur sosial, proses yang terjadi dalam
masyarakat, pola perilaku dari masyarakat desa tersebut, sistem sosial masyarakat, perubahan
sosial, pola pikir, pengetahuan mereka terhadap suatu perubahan dan teknologi yang ada pada
masyarakat tersebut.
Tinjauan Konsep
1. Pengertian Sosiologi Pedesaan
Sosiologi pedesaan disebut juga dengan rural community. Sosiologi pedesaan yang telah
kita singgung pada latar belakang pada tulisan ini bahwa kajian yang membahas kehidupan
masyarakat pedesaan. Artinya masyarakat yang mengalami suatu proses perubahan yang
bersifat dinamis. Masyarakat pedesaan menurut Smith dan Zopht mengatakan bahwa ilmu
yang mencoba mengkaji hubungan yang ada didalam anggota masyarakat pedesaan serta
kelompok-kelompok dilingkungan pedesaan (Susilawati, 2003: 2). Dengan demikian, kita
bisa melihat bahwa kehidupan masyarakat pedesaan melakukan interaksi atau hubungan
diantara mereka dalam artian mempertahankan kehidupan untuk keluaraga mereka.
Sosiologi pedesaan menekankan dan memfokuskan perhatian kepada masyarakat
pedesaan dan segala dinamikannya. Sosiologi pedesaan membahas tentang struktur dan
proses-proses yang terjadi dalam kehidupan masyarakat desa (Yulianti dan Poernomo, 2003:
16). Menurut Dwight Sanderson (1942: 10) dalam (Rahardjo, 1999: 13) menyatakan bahwa
sosiologi pedesaan sosiologi yang membahas tentang kehidupan pada lingkungan di
pedesaaan. Ketika kita membahas kehidupan pada lingungan pedesaan maka kita akan
mengetahui situasi dan kondisi dari masyarakat pedesaan yang cara berfikir, cara bertindak,
cara mempertahankan kehidupan dan cara mereka merasakan pahit dan senang yang dialami
oleh masyarakat itu sendiri.
Kehidupan masyarakat pedesaan diatur oleh nilai dan norma kita mereka melakukan
aktivitas kehidupan. Kebiasaan atau adat yang melatar belakang mereka melakukan mana

yang boleh dan mana yang tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Menurut
Rogers dan Bahrein (1996) menyatakan bahwa sosiologi pedesaan adalah mempelajari
perilaku manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan antara hubungan dengan
komunitasnya. Artinya didalam sosiologi pedesaan kita melihat tindakan yang dilakukan oleh
masyarakat, aktivitas yang dilakukan dalam pemecahan masalah hidupnya. Oleh sebab itu,
sosiologi pedesaan lebih cenderung mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
pedesaan. Permasalahan yang dihadapi akan membawa suatu perubahan untuk masa depan.
Sosiologi pedesaaan menjelaskan pada struktur, proses, perilaku, nilai dan norma yang
dilakukan oleh masyarakat desa.
Tidak itu saja yang akan dibicarakan didalam sosiologi pedesaan, akan tetapi
membicarakan kedudukan petani dalam masyarakat yang lebih kompleks. Hal tersebut kita
bisa melihat status yang dijalani oleh masyarakat ketika ia melakukan atau berbuat dalam
artian memenuhi kebutuhan hidup. Baik itu sebagai pedangang, petani, guru, buruh maupun
yang lainnya sebagai sumber pendapatan. Dengan demikian, pada sosiologi pedesaan lebih
khusus mebicarakan dinamika lingkungan masyarakat pedesaan baik secara internal maupun
eksternal.
2. Ruang Lingkup Sosiologi Pedesaan
Sosiologi pedesaan telah kita lihat dan membicarakan apa yang menjadi pokok
pembahasan dalam kajian tersebut. Kajian sosiologi pedesaan tidak akan lepas dari beberapa
kategori yang menjadi pokok dasar dan berpinjak dalam satu rumpun kehidupan sosial.
Masyarakat desa memiliki ciri-ciri tertentu yang menjadi ciri khas mereka terhadap realitas
sosial. Pada ruang lingkup sosiologi pedesaan salah satu potret hubungan sosial yang telah
dibangun dalam aktivitas kehidupannya.
Sebagaimana yang telah kita singgung pada latar belakang bahwa sosiologi pedesaan
ada ruang lingkup yang memperhatikan titik pijak dalam kajian tersebut. Adapun ruang
lingkup dari pada sosiologi pedesaan adalah:
1. Kelompok sosial masyarakat
2. Organisasi sosial masyarakat
3. Perubahan sosial
4. Proses sosial masyarakat desa

5. Norma dan nilai yang ada dalam masyarakat desa


6. Kepimpinan dari masyarakat desa
7. Mobilitas sosial masyarakat desa
8. Mobilitas tenaga kerja masyarakat desa
9. Mata pencarian masyarakat desa
10. Budaya dan sistem religi masyarakat desa
Dari ke sepuluh ruang lingkup yang harus kita kajikan sebagai orang yang mempelajari
sosiologi pedesaan. Disini tolak pemikiran dalam masyarakat desa. Kelompok sosial
merupakan sekumpulan orang dua atau lebih yang melakukan hubungan dan saling
mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Dalam kelompok ini mempunyai kegiatan dan
aktivitas yang berbeda atau bervariasi dalam menjalankan kelompoknya. Pada masyarakat
desa kelompok sosial dapat ditunjukkan seperti rukun tetangga, kelompok olahraga, warung
dan lain-lain yang mereka bangun dalam kehidupan mereka.
Organisasi sosial adalah kumpulan dengan intensitas lebih besar dari pada kelompok
sosial. Pada organisasi sosial memiliki struktur, serta tata cara nilai dan norma yang lebih
kompleks. Organisasi yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan dari masyarakat. Di
pedesaan terdapat organsisai yasinan, perkawinan, dan lain-lain.
Perubahan pada masyarakat desa merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat
desa menyangkut kepada struktur, nilai dan norma, ekonomi, politik dan lain-lain. Perubahan
sosial akan membawa pembaharuan dari berbagai aspek kehidupan pada masyarakat desa.
Tentu saja perubahan tersebut disebabakan oleh adanya faktor luar yang mendorong mereka
untuk melakukan perubahan. Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi yang serba
maju dan menguasai aktivitas kehidupan.
Proses sosial pada masyarakat desa merupakan pola hubungan masyarakat desa dalam
kelangsungan kehidupan. Proses sosial masyarakat desa biasanya bagimana mereka
melakukan hubungan dengan kegiatan ekonomi, keagamaan, politik dan adat dalam
masyarakat. Proses sosial masyarakat pedesaan sangatlah konflik dan melekat dalam aktivitas
yang mereka lakukan.

Pada norma dan tata cara yang menyangkut pada aturan yang harus mereka jalani untuk
memenuhi kebutuhan batin dan kepedulian mereka terhadap norma dan nilai yang sedang
berlangsung. Nilai dan norma bukan dijadikan sebagai pendorong mereka tidak melakukan
perubahan akan tetapi memberikan dampak yang positif untuk membanguan aktivitas
kehiduapan.
Masyarakat desa memiliki struktur kepimpinan yang sama. Masyarakat desa pola
kepimpinan yang mereka lakukan hanya kepada model kepimpinan dari beberapa orang saja
yang dianggap berpengaruh kepada aktivitas kehidupan mereka. Pada wilayah Minang
misalnya kepimpinan dilakukan oleh suku atau klan-klan yang dianggap penting bagi mereka
untuk menjadi kepimpinan.
Mobilitas tenaga kerja pada masyarakat desa menjadi pembahasan pada sosiologi
pedesaan. Hal ini mengingat bahwa perkembangan ekonomi dalam masyarakat desa
menyakinkan oleh penduduk desa untuk melakukan mobilitas. Impilikasi dari kegiatan
tersebut mobilitas antar sektor tenaga kerja dimasyarakat desa mengakibatkan perubahan
yang sedemikian rupa, yang melintasi kehidupan masyarakat desa.
Selain itu, pada sistem mata pencaharian masyarakat desa tidak akan lepas dari
perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Pergeseran model pertanian dari pertanian
tradisional menuju ke modern merupakan salah satu fenomena pergeseran dan perubahan
pada sistem mata pencaharian. Walaupun mata pencaharian masyarakat sering berganti akan
tetapi nilai dan adat mereka tidak akan mengalami perubahan.
Budaya dan sistem religi

merupakan hal yang keunikan kepada masyarakat desa.

Mereka sangat berhubungan antara alam dan manifestasi ke-Tuhanan. Dengan perkembangan
budaya bagi masyarakat bagimana mereka bisa mempertahnkan kehidupan mereka dalam
menghadapi arus perubahan apalagi perkembnagan teknologi yang serba maju.
3. Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Perkotaan
Berbagai literatur disebutkan istilah masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaaan.
Masyarakat perkotaan di istilahkan dengan urban community dan masyarakat perdesaan
diistilahkan dengan rulal community. Perbedaan tersebut dilihat pada segala aspek kehidupan
masyarakat. Masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan mempunyai perbedaan akan
tetapi sulit untuk kita membedakan kedua konsep tersebut.
Pada masyarakat perkotaan kita bisa melihat masih ada pengaruh dari masyarakat
pedesaan dan sebaliknya pada masyarakat pedesaan ditemukan masyarakat mengikuti gaya
kehidupan diperkotaan. Akan tetapi kehidupan masyarakat kota dan desa mempunyai
perbedaan yang mendasar masalah makanan, pakaian, dan lain-lain. Sosiologi perkotaan

merupakan spesialisasi yang sangat dekat dengan sosiologi pedesaan. Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya perbedaan sosiologi pedesaan dan perkotaan adalah faktor isolasi
fisik. Tambah lagi dengan surat kabar, majalah, radio, televisi dan alat komunikasi lainnya.
Dengan demikian isolasi fisik akan mengakibatkan terjadinya isolasi kultural dan sosial.
Artinya situasi ini kontak sosial dan kebudayaan antara masyarakat kota dan desa tidak
terjadi. Hal tersebut mengakibatkan tidak terjadinya perubahan pada masyarakat atau
komunitas tersebut.
Teknologi membawa suatu perubahan kehidupan masyarakat. Baik itu pada masyarakat
kota maupun desa. Hal tersebut terkait dengan alat komunikasi dan transpormasi. Sehingga
orang desa pergi menuju kekota apakah untuk mencari kerja atau menetap disana. Sejalan
dengan itu terjadinya juga era globalisasi yang disertai dengan penyebaran teknologi dan
sains yang melenyap komunitas kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, akan timbul kesulitan
dari masyarakat untuk membedakan antara masyarakat kota dan desa. Akan tetapi menurut
Soedjono Soekanto mengemukakan bahwa ada beberapa ciri-ciri dari masyarakat kota yaitu
individualisme, pembagian kerja jelas, heterogen, pola pemikiran kemajuan, adanya
kemudahan untuk menerima perubahan dan jalan kehidupan menuju kehidupan atau orientasi
kemasa depan.
Pada kehidupan agama apabila dibandingkan dengan masyarakat kota dan desa, lebih
kuat masyarakat desa. Hal tersebut disebabkan cara berfikir rasional yang berhubungan
dengan kehidupan realitas. Kalau kita lihat pada masyarakat kota mereka beribadah hanya
sekedar saja dan setelah itu mereka kembali melakukan aktivitas yang bersifat duniawi. Akan
tetapi lain pula kepada masyarakat desa memang mereka menjalankan dengan serius dalam
kehidupan agama. Begitu juga dalam hubungan sosial masyarakat desa sangat kuat diantara
mereka dan peduli dengan situasi dan kondisi masyarakatnya. Akan tetapi masyarakat kota
hal tersebut tidak terlalu dinampakkan secara baik. Bahkan tetangga sebelah rumah tidak tau
mereka. Hal tersebut ada perbedaan hubungan sosial antara masyarakat kota dan desa.
Pembahasaan
Masyarakat di pedesaan melakukan interaksi yang bersifat dinamis diantara sistem
lapisan masyarakat. Secara struktur terdiri dari 5 komponen dalam menyusun kehidupan
masyarakat desa. Sejalan dengan itu, menurut Muhamad (1995) mengemukakan ada lima
komponen yang ada didalam masyarakt pedesaan yaitu komponen fisik, komponen manusia,
komponen interaksi dan komponen lembaga (Yuliati dan Poernomo, 2003: 24).
Komponen masyarakat pedesaan secara rinci terdiri atas komponen sumber daya
pertanian dan lingkungan. Pada sistem atau komponen tersebut masyarakat pedesaan

mempunyai peran ganda yaitu sebagai sumber input bagi subsistem perekonomian.
Komponen perekonomian pada wilayah pedesaan dialakukan pada sector pertanian yang
menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan pasar diluar daerah sehingga barang
dominan yang dihasilkan baik berupa sekunder maupun primer. Adapun ciri-ciri
perekonomian pada masyarakat desa pertama kegiatan pertanian yang maju dan pengelolahan
memperlukan perlengkapan relative rumit dan biaya mahal. Kedua pengelolahan perlu
dilakukan intensif sebelum dan sesudah pasca panen dengan tenaga kerja relative banyak.
Ketiga hasil pertanian harus cepat dipasarkan keluar daerah dalam bentuk olahan dan
memacing konsumen.
Pada komponen kelembagaan sosial pedesaan ditandai dengan eratnya hubungan
petani dan pedagang, penyebar inovasi, pengelola saporodi usaha-tani secara lokal, petani
maju dan sebagainnya. Pada komponen daya manusia melakukan sistem yang ada pada
masyarakaat pedesaan dan komponen sarana dan prasarana fisik.
1. Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Putri Puyu
Lingkungan

sangat

berpengaruh

terhadap

kehidupan

masyarakat

pedesaan.

Masyarakat pedesaan yang selama ini mereka menganggarkan tanah sebagai penghasilan
pendapatan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Menurut Dwight Sanderson (1942: 10)
dalam (Rahardjo, 1999: 13) menyatakan bahwa sosiologi pedesaan sosiologi yang membahas
tentang kehidupan pada lingkungan di pedesaaan.
Dipedesaan tanah sebagai salah satu aset mereka dalam memperolah dan
mempertahankan kehidupan. Hal tersebut, juga terdapat pada masyarakat didesa Putri Puyu
bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan. Artinya segala
pendapatan masyarakat mereka berorentasi kepada tanah. Tanah merupakan nilai yang
berharga bagi mereka. Apalagi mereka bekerja hanya sebagai perkebunan karet, secara tidak
langsung tanah dijadikan sebagai langkah untuk melangsungkan kehidupan.
Masyarakat didesa Putri Puyu hubungan sosial yang mereka bangun bersifat akrab
diantara mereka. Artinya kebersamaan masyarakat desa tergamar denagn hubungan sosial.
Aktivitas kegiatan seperti gotong royong, persemian pernikahan dilakukan secara bersamasama. Misalnya membuat rumah, masyarakat pedesaan di desa Putri Puyu mereka bekerja
secara bersama-sama. Selain itu, pernikahan atau pesta pernikahan mereka lakukan secara
gotong royong. Maka diantara mereka terlihat ada kebersamaan dan solidaritas terhadap nilainilai yang telah mereka bangun.
2. Adat Istiadat dan Lembaga Masyarakat Desa Putri Puyu

Adat istiadat seringkali disebut dengan kata kebiasaan. Artinya bahwa ada kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat desa Putri Puyu dalam menjalankan kehidupannya. Adat
istiadat atau kebiasaan didesa Putri Puyu diantaranya adanya balimau ketika menyambut
kedatangan bulan suci ramadhan, memperingati hari-hari besar Islam, dalam pernikahan ada
namanya bersanjaji dan lain-lain.
Adat isiadat atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut telah menjadi
darah daging bagi mereka. Setiap aktivitas yang mereka lakukan harus mengikuti apa yang
telah digariskan oleh nenek moyang mereka. Oleh sebab itu, bagi mereka adat dipandang
sangat penting dalam identitas masyarakat desa Putri Puyu. Walaupun adat istiadat tidak
mereka lakukan maka terjadilah salah satu hukuman yang diberikan oleh masyarakat apakan
seperti cemeh dan dikucil secara tidak langsung.
Pada masyarakat desa Putri Puyu antar lembaga atau sistem sosial dalam masyarakat
tidak bisa sendirinya. Hubungan antara keduanya terbentuk denagn seksama dan tersusun
secara kompleks. Hal tersebut menjelaskan bahwa adat istiadat dan lembaga tersusun dengan
rapi dalam mencapai suatu tujuan. Kumpulan aturan dalam masyarakat mempunyai nilai dan
peran pada setiap anggota dalam masyarakat tersebut. Desa Putri Puyu hubungan antara
individu sangat erat dan terbina secara kompleks serta peran sangat erat dengan status yang
dimilki oleh individu dalam masyarakat.
3. Perubahan Masyarakat Desa Putri Puyu
Masyarakat pedesaan di desa Putri Puyu masih terikat dengan tradisi-tradisi dari
masyarakat tersebut. Norma yang mereka anut sering kali mengingkat dan sulit untuk mereka
tinggalkan. Walaupun zaman telah dikatakan modren akan tetapi, masyarakat desa Putri
Puyu tetap mempercayai hal-hal yang goib. Artinya pemecahan persoalan hidup mereka
masih tergantung kepada hal-hal yang tidak bisa dikatakan masuk akal.
Perkembangan masyarakat dan industri juga sanggat berpengaruh kepada kehidupan
masyarakat didesa Putri Puyu. Teknologi dan industri memberi dampak kepada perubahan
pola pikir dan tingkah laku masyarakat. Di desa Putri Puyu tahap demi tahap mengalami
perubahan pada sektor kehidupan. Akibatnya adanya pembangunan yang ada di masyarakat
desa Putri Puyu. Apalagi masuknya PT. RAAP yang mempengaruhi pola kehidupan
masyarakat.
Penutup
Sosiologi pedesaan merupakan sosiologi secara sistematis mempelajari tentang
struktur dan sosial masyarakat dipedesaan. Sosiologi pedesaan dapat juga dikatakan sebagai
kajian tentang kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan. Bidang kajian

pada sosiologi pedesaan menekan kepada dinamaika-dinamika kehidupan masyarakat


dipedesaan. Dalam sosiologi pedesaan kita akan mencoba mengkaji kehidupan masyarakat
desa yaitu Organisasi sosial masyarakat, Perubahan sosial, Proses sosial masyarakat desa,
Norma dan nilai yang ada dalam masyarakat desa, Kepimpinan dari masyarakat desa,
Mobilitas sosial masyarakat desa, Mobilitas tenaga kerja masyarakat desa, Mata pencarian
masyarakat desa dan Budaya serta sistem religi masyarakat desa.
Di desa Putri Puyu rasa kebersamaan dan solidaritas dalam aktivitas sangat erat. Hal
ini terlihat hubungan saling tolong menolong yang sangat diutamakan, misalnya membangun
rumah dikerjakan secara bersama. Selain itu, mereka juga melakukan pesta pernikahan secara
gotong royong. Adat juga terbagun dengan baik serta mengunjung tinggi pada nilai dan
norma dalam aktivitas kehidupan. Walaupun demikian, segala perubahan yang terjadi pada
masyarakat desa Putri Puyu berdasarkan kepekaan apa yang menjadi dasar mereka.
Sumber Bacaan
Lebo, Jefta. 1986. Sosiologi pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset.
Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogjakarta: Gajah Mada
University Press.
Suhihen, Bahreint. 1996. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar).Jakarta: PR. Raja Grafindo
Persada.
Susilawati, Nora. 2003. Bahan Ajar Sosiologi Pedesaan. Padang: FISIP-UNP.
Yulianti, Yayuk dan Mangku Poernomo. 2003. Sosiologi Pedesaan. Jogyakarta: Lappera
Pustaka Utama.

Karakteristik Masyarakat di Pedesaan

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah
tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam
Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Desa menurut Widjaja (2003) dalam bukunya Otonomi Desa menyatakan bahwa desa adalah
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul
yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Paul H. Landis dalam Darsono (2005:20) memberi batasan-batasan sebagai berikut
Berdasarkan statistik, Pedesaan adalah daerah yang mempunyai penduduk lebih dari 2500
orang.
Berdasarkan psikologi sosial, Pedesaan adalah daerah dimana pergaulan ditandai dengan
keakraban dan keramah-tamahan.
Berdasarkan ekonomi, Pedesaan adalah daerah yang pokok kehidupan masyarakatnya berasal
dari pertanian
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa desa ialah suatu wilayah yang
merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai
wewenang untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana
corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan.
Desa juga merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat
pemerintahan tersendiri. Desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial,
ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik


Indonesia.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa desa ialah suatu wilayah yang
merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai
wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana
corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan. Selain itu bisa
disimpulkan juga bahwa pedesaan adalah sebuah lingkungan yang khas memiliki otonomi
dan kewenangan dalam mengatur kepentingan masyarakat yang memiliki kultur serta
berbagai kearifan lokal yang khas serta lingkungan yang masih alami dan kondusif yang
banyak berpengaruh terhadap karakter masyarakat di pedesaan.
Ciri-ciri Desa dan Karakteristik Masyarakat Pedesaan
Karakteristik masyarakat desa menurut Scott J.C. (1989) dalam Yudi (2010:4) bahwa petani
terutama di pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan patron-klien
paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan social (social security). Petani jarang
tampil mengambil suatu keputusan yang berisiko, karena petani akan memikirkan keamanan
terlebih dahulu (safety first). Kondisi ini tidak dapat dipertahankan dengan masuknya pasar
dan komersialisasi yang telah menggantikan hubungan patron-klienmenjadi hubungan
ekonomis (upah/majikan-buruh).
Meskipun demikian, untuk mengatasi masalah ekonomi, daerah pedesaan telah menemukan
sendiri berbagai mekanisme sosial ekonominya yang dikenal sebagai gotong-royong (social
exchange). Gotong royong menjadi etos subsistensi yang melahirkan norma-norma moral,
seperti adanya norma resiprokal atau timbal balik dalam menikmati bantual sosial. Secara
umum, karakterisitik desa terbagi atas tiga, yaitu karakteristik fisik, karakteristik sosial, dan
karakteristik ekonomi.
Menurut Rahardjo (1999), Desa atau lingkungan pedesaan adalah sebuah komunitas yang
selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme,
subsistensi, dan keterisolasian. Beratha (1984), berpendapat bahwa masyarakat desa dalam
kehidupan sehari-harinya menggantungkan pada alam. Alam merupakan segalanya bagi
penduduk desa, karena alam memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya.
Mereka mengolah alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga digunakan untuk tempat tinggal.
Menurut Bintarto dalam Daljoeni (2003), ada tiga unsur yang membentuk sistem yang
bergerak secara berhubungan dan saling terkait dari sebuah desa, yaitu :
Daerah tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis,
Penduduk, jumlah penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata
pencaharian penduduk,
Tata Kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan warga desa termasuk seluk beluk
kehidupan masyarakat desa.
Koentjaraningrat (2005), berpendapat bahwa masyarakat di pedesaaan merupakan sebuah
komunitas kecil yang memiliki ciri-ciri yang khusus dalam pola tata kehidupan, ikatan
pergaulan dan seluk beluk masyarakat pedesaan, yaitu ; 1) para warganya saling mengenal
dan bergaul secara intensif, 2) karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus yang
ada di dalamnya tidak terlalu berbeda antara satu dan lainnya, 3) para warganya dapat
menghayati lapangan kehidupan mereka dengan baik. Selain itu masyarakat pedesaan

memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari
prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa lebih
dikarenakan hutang jasa atau kebaikan.
Menurut Anshoriy (2008), dalam penelitiannya tentang kearifan lingkungan di tanah jawa,
bahwa kehidupan sosiokultural masyarakat di pedusunan (pedesaan) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
Menjunjung kebersamaan dalam bentuk gotong royong, gugur gunung dan lain sebagainya,
Suka kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara dan wajib dijamu bila
berkunjung ke rumah,
Mementingkan kesopanan dalam wujud unggah-ungguh, tata krama, tata susila dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan etika sopan santun.
Memahami pergantian musim (pranata mangsa) yang berkaitan dengan masa panen dan
masa tanam,
Memiliki pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam setiap
agenda dan kegiatannya,
Memiliki toleransi yang tinggi dalam memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan orang
lain terutama pemimpin atau tokoh masyarakat,
Mencintai seni dan dekat dengan alam.
Menurut Shahab (2007), secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat
diidentifikasi sebagai berikut ;
Mempunyai sifat homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta
dalam sikap dan tingkah laku,
Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi yang berarti
semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan anggota
keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya,
Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota.
Menurut dirjen Bangdes (pembangunan desa) dalam Daljoeni (2003), bahwa ciri ciri
wilayah desa antara lain;
Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar (lahan desa lebih luas dari jumlah
penduduknya, kepadatan rendah).
Lapangan kerja yang dominan adalah agraris (pertanian)
Hubungan antar warga amat akrab
Tradisi lama masih berlaku.
Pedesaan dan masyarakat desa merupakan sebuah komunitas unik yang berbeda dengan
masyarakat di perkotaan. Sementara segala kebijakan dan perundangan-undangan adalah
produk para pemangku kebijakan yang notabene adalah masyarakat perkotaan, maka
masyarakat desa memiliki kekhasan dalam mengatur berbagai kearifan-kearifan lokal.
Secara sosial, corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan pola
interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan
berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga dan hal yang sangat berperan dalam interaksi
dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu di-usahakan supaya
kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat
mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai
hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat
pedesaan itu timbul karena adanya kesamaaan-kesamaan kemasyarakatan seperti kesamaan
adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman( (Soetardjo, 2002).

Berbagai karakteristik masyarakat pedesaan di atas seperti potensi alam, homogenitas, sifat
kekeluargaan dan lain sebagainya menjadikan masyarakat desa sebuah komunitas yang
khusus dan unik.
Tipologi Desa
Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo (1984:18), tipologi desa terbagi atas 10 jenis yaitu :
Desa pertanian adalah desa yang dibentuk dari sekumpulan manusia yang pertama berupa
masyarakat pertanian. Bersama sama mereka membuka hutan belukar dan masing masing
atau secara bersamaan mereka mengolah tanah yang kosong untuk ditanami tu buhtumbuhan yang dapat menghasilkan bahan bahan makanan. Maka dari itu, di daerah daerah
yang subur tanahnya kemudian terdapat masyarakat yang besar dan tergabung dalam ikatan
desa yang kuat dan banyak penduduknya.
Desa Perikanan dan Pelayaran adalah Desa yang dibentuk oleh orang orang penangkap ikan
atau oleh orang-orang pelaut yang pekerjaannya mengangkut barang-barang dagangannya ke
seberang lautan. Demikian juga halnya di tepian-tepian sungai besar.
Desa peternakan adalah desa yang merupakan desa dimana penduduknya mempunyai mata
pencaharian sebagai peternak.
Desa pasar (dagang) adalah desa dimana orang-orang dari berbagai jurusan dapat bertemu
satu dengan yang lain untuk menjual dan membeli barang-barang yang dihasikan masyarakat
sehingga terjadilah pasar. Di dekat pasar tersebut semakin lama tumbuh suatu masyarakat
dari orang-orang yang pekerjaannya membeli dan menjual barang-barang yang dibutuhkan di
tempat lain.
Desa istirahat adalah suatu tempat dimana kendaraan yang berjalan dari jarak jauh biasa
diberhentikan untuk memberi istirahat kepada hewan yang menarik kendaraan dan kepada
orang-orang yang menjadi pengendara serta para penumpang. Dengan sendirinya maka di
tempat itu berdirilah sebuah warung dimana orang dapat membeli makanan dan minuman.
Lambat laun tidak saja makanan dan minuman, bahkan barang-barang akan dijual disitu.
Desa tambangan adalah desa dimana tukang-tukang perahu menyebrangkan kendaraankeandaraan dan orang-orang dari satu seberang ke seberang lain.
Desa tempat keramat adalah desa yang tumbuh di dekat tempat yang dianggap keramat.
Sebuah candi yang mendapat kunjungan dari masyarakat, makam yang dimuliakan, dan
sebagainya, sering kali tumbuh masyarakat yang nantinya akan berkembang pula menjadi
desa.
Desa tambakan,setelah ada orang yang menemukan bibit dari laut yang dapat dipelihara di
daratan dan dalam air asin ternyata menjadi ikan yang lezat rasanya dan diberi nama ikan
bandeng, maka di tepi laut orang membuat kolam dari air laut yang di beri nama tambak
unutk memelihara ikan bandeng tersebut. Dengan demikian di pesisir tumbuh masyarakatmasyarakat tambakan dari orang-orang yang memelihara ikan bandeng
Desa sumber air adalah desa yang tumbuh di dekat suatu sumber air yang besar.
Desa pertambangan adalah desa yang tumbuh di dekat wilayaha yang menghasilkan hasil-hasil
pertambangan.
Pola Pengelompokan Desa

Menurut Daldjoeni (2003:60), ada beragam bentuk desa yang secara


sederhana dikemukakan sebagai berikut
Bentuk desa menyusur sepanjang pantai (desa pantai).
Bentuk desa yang terpusat (desa pegunungan).
Bentuk desa linier di dataran rendah.
Bentuk desa mengelilingi fasilitas tertentu
Pola Permukiman Desa
Kondisi fisik lingkungan merupakan faktor penting dalam proses memukimi
maupun produk yang berupa permukiman (Bockstael, 1996). Pola persebaran
permukiman rural lebih banyak ditentukan oleh faktor fisik lingkungan
dibandingkan pertimbangan-pertimbangan sosio-ekonomik semata
(Knox,2004) (Hardie,1997).
Karakteristik permukiman penduduk yang bercirikan bentuk memanjang
dengan pola mengelompok (clustered), berkepadatan tinggi, dan proporsi
bangunan permanen seimbang dengan bangunan non permanen,
berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan maupun kondisi sosial ekonomi
penduduk. Terbentuknya pola persebaran permukiman tertentu dipengaruhi
oleh faktor internal penghuni yang berkait erat dengan kondisi sosial ekonomi
penduduk, serta faktor eksternal yang didominasi oleh faktor fisik lingkungan
(Yunus, 1989)(Gustafson, 1998). Pada setiap lokasi geografis tertentu
memiliki kondisi fisik lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
berbeda-beda, sehingga determinan terbentuknya pola persebaran
permukiman pada masing-masing tempat juga berbeda-beda (Fajita, 1982).
Menurut Darsono Wisadirana (2004:45), pola permukiman berdasarkan

tipologi masyarakat desa adalah sebagai berikut


Tipe masyarakat dengan pola permukiman tersebar, tipe masyarakat desa
ini mencirikan adanya rumah-rumah bangunan tempat tinggal yang tersebar
secara berjauhan satu sama lain.

Tipe masyarakat desa dengan tempat permukiman yang terkumpul. Tipe


permukiman dicirikan dengan adanya bangunan-bangunan rumah tinggal
yang berkumpul dan berjajar di sepanjang desa, baik berupa jalan sungai
maupun jalan darat. Pada tipe masyarakat desa seperti ini, rumah tinggal
dibangun di atas tanah yang luas, di belakang bangunan rumah tinggal
terdapat sebidang tanah yang diusahakan sebagai sumber mata pencaharian
hidup.

Tipe masyarakat desa dengan permukiman melingkar, tipe masyarakat desa


ini dicirikan dengan rumah tempat tinggal penduduk berada di tepi jalan
yang melingkar, sehingga kampung ini terlihat seperti sebuah lingkaran
permukiman.
Penggunaan Lahan di Pedesaan

Sebagian besar penduduk perdesaan mempunyai pencaharian di sektor


pertanian. Oleh karena itu penggunaan lahan di daerah perdesaan sebagian
besar dimanfaatkan untuk pertanian. Disamping itu juga dimanfaatkan untuk
permukiman, peternakan, kehutanan, dan sosial. Bentuk penggunaan lahan
pertanian yang ada di Indonesia dapat dibedakan menjadi pertanian rakyat,
perkebunan, peternakan dan perikanan, serta kehutanan.
Permukiman

Pertanian Rakyat

Perkebunan

Peternakan

Perikanan

Kehutanan
Infrastruktur
Menurut Grigg (1988) dalam Ufie Jusuf (2009), Infrastruktur merujuk pada
sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunanbangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial
dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur
dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar,
peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan
untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg,
2000) dalam Ufie Jusuf (2009).Infrastruktur meliputi
a) Jalan
b) Drainase
c) Jaringan air bersih
Desa Perbatasan
Desa perbatasan adalah suatu desa atau wilayah desa yang berletak diantara
2 atau lebih wilayah administratif. Desa perbatasan umumnya memiliki
konflik akibat kurangnya penegasan batas wilayah pada suatu wilayah
administratif. Salah satu sebabnya adalah karena daerah menjadi memiliki
kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayahnya. Daerah dituntut
untuk berperan aktif dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber
daya di daerahnya. Kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber daya
yang ada menjadi penentu bagi daerah dalam menjalankan otonomi daerah.
Oleh karena itu daerah-daerah menjadi terdorong untuk mengetahui secara
pasti sampai sejauh mana wilayah kewenangannya, terutama yang memiliki
potensi sumber daya yang mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Desa tertinggal

Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa


faktor penyebab, antara lain :
Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit
dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan,
kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor
geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik
transportasi maupun media komunikasi.

Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi


sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar
namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak
dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya
alam yang berlebihan.

Sumberdaya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal


mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif
rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.

Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi,


transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya
yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami
kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah


mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan
terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi.

Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan


oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada
pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas
pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat
dalam perencanaan dan pembangunan.
Kriteria penetapan daerah tertinggal
Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan
pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu :
perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur),
kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik
daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan
antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan
daerah rawan konflik
Strategi
Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi masing-masing daerah. Strategi dimaksud meliputi:
Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan
ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi
sumberdaya lokal (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta
sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah dan

masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok


kelembagaan berbasis masyarakat yang ada.
Pemberdayaan Masyarakat, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya,
ekonomi, dan politik
Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian
daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju
Peningkatan Kapasitas, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas
kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat di
daerah tertinggal.
Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan
untuk mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang
diakibatkan oleh konflik dan bencana alam serta berbagai aspek dalam
wilayah perbatasan.

B.

Tipologi Desa

1. Tipologi Desa Berdasarkan Sistem Ikatan Kekerabatan


Berdasarkan ciri-ciri fisik desa dalam sistem kehidupan masyarakat, maka terbentuklan
ikatan-ikatan kekerabatan di dalam wilayah pemukiman penduduk. Setidaknya ada tiga
sistem ikatan kekerabatan yang membentuk tipe-tipe desa di Indonesia, yakni:

a. Tipe Desa Geneologis,


Suatu desa yang ditempati oleh sejumlah penduduk dimana masyarakatnya
mempunyai ikatan secara keturunan atau masih mempunyai hubungan pertalian darah. Desa
yang terbentuk secara geneologis dapat dibedakan atas tipe patrilineal, matrilineal, dan
campuran.
b. Tipe Desa Teritorial,
Suatu desa yang ditempati sejumlah penduduk atas dasar suka rela. Desa teritorial
terbentuk menjadi tempat pemukiman penduduk berdasarkan kepentingan bersama, dengan
demikian mereka tinggal di suatu desa yang menjadi suatu masyarakat hukum dimana ikatan
warganya didasarkan atas ikatan daerah, tempat atau wilayah tertentu.
c.

Tipe Desa Campuran,


Suatu desa dimana penduduknya mempunyai ikatan keturunan dan wilayah. Dalam
bentuk ini, ikatan darah dan ikatan wilayah sama kuatnya.

2. Tipologi Desa Berdasarkan Hamparan Tempat Tinggal


Berdasarkan hamparan tempat tinggal, maka desa dapat diklasifikasikan atas:

a. Desa Pedalaman
Desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana
ideal desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu
kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
b. Desa Pegunungan
Desa Terdapat di daerah pegunungan,
Pemusatan tersebut
didorong
kegotongroyongan penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan desa pegunungan itu
ke segala arah, tanpa rencana. Pusat- pusat kegiatan penduduk bergeser mengikuti
pemekaran desa.
c. Desa Dataran Tinggi
Desa yang berada di daerah pegunungan. Permukiman penduduk di sini umumnya
memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tsb. Jika desa mekar secara alami,
tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya
pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya
mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.
d. Desa Dataran Rendah
Desa yang letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian dari desa dataran
rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.
e. Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang landai. dapat tumbuh permukiman yang
bermatapencarian di bidang perikanan, perkebunan kelapa dan perdagangan. Perluasan desa
pantai itu dengan cara menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai
lainnya. Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap dipertahankan di
dekat tempat tinggal semula.

3. Tipologi Desa Berdasarkan Pola Pemukiman


1. Menurut Paul Landis (1948) pada dasarnya terdapat empat tipe desa pertanian:
a.

Farm Village Type,


Suatu desa dimana orang bermukim secara besama-sama dalam suatu tempat dengan
sawah ladang yang berada di sekitar tempat mereka. Tipe desa seperti ini banyak dijumpai di
Asia Tenggara termasuk Indonesia.

b.

Nebulous Farm Village Type,


Suatu desa dimana penduduknya bermukim bersama di suatu tempat, dan sebagian
lainnya menyebar di luar pemukiman tersebut bersama sawah ladangnya.

c.

Arranged Isolated Farm Type,


Suatu desa dimana penduduknya bermukim di sekitar jalan-jalan yang
menghubungkan dengan pusat perdagangan (trade center) dan selebihnya adalah sawah
ladang mereka.

d.

Pure isolated farm type,

Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar bersama sawah ladang
mereka masing-masing.
2. Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam empat pola,
yakni:
a. Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena
belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya secara
terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal di
dalam lahan mereka.
b. Pola Permukiman Memanjang
Bentuk pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai,
sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.

c.

Pola Permukiman Berkumpul


Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah
kampung, sedangkan tanah pertaniannya berada di luar kampung.
d. Pola Permukiman Melingkar
Bentuk pemukiman di mana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan,
sedangkan tanah pertaniannya berada di belakangnya.

4. Tipologi Desa Berdasarkan mata pencaharian


Tipe masyarakat desa berdasarkan mata pencaharian pokok dapat diklasifikasikan dalam desa
pertanian dan desa industri.
a. Desa Pertanian terdiri atas: 1) desa pertanian dalam artian sempit yang meliputi: desa
pertanian lahan basah dan lahan kering. 2) desa dalam artian luas yang meliputi: desa
perkebunan milik rakyat, desa perkebunan milik swasta, desa nelayan tambak, desa nelayan
laut, dan desa peternakan.
b. Desa Industri yang memproduksi alat pertanian secara tradisional maupun modern.

5. Tipologi Desa Derdasarkan Kegiatannya


Tipe desa berdasarkan kegiatannya dapat dikelompokan menjadi:
a. Desa Agrobisnis adalah desa yang berorentasi pada sektor pertanian terutama pada sektor
perdagangan produk hasil pertanian tersebut.
b. Desa Agroindustri adalah desa yang berorientasi pada sektor pertanian terutama dalam
bidang industri pertanian tersebut, baik dari segi teknologi pertanian maupun yang lainnya
c. Desa Parawisata adalah desa yang berada di suatu daerah pariwisata dan mata
pencaharian serta keseharian dari masyarakat desa tersebut sangat bergantung dari usaha yang
mengandalkan sektor pariwisata dari desa tersebut.

d. Desa non Pertanian adalah desa yang di dalam linkungan desa tersebut tidak ada lagi
terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha usaha yang dilakukan oleh masyarakat
penduduk yang tinggal di desa tersebut yaitu berusaha bekerja diluar sektor pertanian.
Contohnya dengan berdagang.

6. Tipologi Desa Berdasarkan Perkembangannya


Berdasarkan perkembangannya, tipe desa di Indonesia terbagi atas empat tipe, yakni:
a. Pra desa (Desa Tradisional)
Tipe desa semacam ini pada umumnya dijumpai dalam kehidupan masyarakat adat
terpencil, dimana seluruh kehidupan masyarakatnya termasuk teknologi bercocok tanam, cara
memelihara kesehatan, cara makan dan sebagainya masih sangat tergantung pada alam
sekeliling mereka. Tipe desa seperti ini cenderung bersifat sporadis dan sementara.
b. Desa Swadaya (Desa terbelakang)
Suatu wilayah desa dimana masyarakat sebagian besar memenuhi kebutuhannya
dengan cara mengadakan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang
berhubungan dengan masyarakat luar, sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena
kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.
Ciri-ciri desa swadaya :
1) Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
2) Penduduknya jarang.
3) Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
4) Bersifat tertutup.
5) Masyarakat memegang teguh adat.
6) Teknologi masih rendah.
7) Sarana dan prasarana sangat kurang.
8) Hubungan antarmanusia sangat erat.
9) Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga
c. Desa Swakarya (Desa sedang berkembang)
Keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya, dimana masyarakatnya
sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke daerah lain disampinguntuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Interaksi sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.
Ciri-ciri desa swakarya :
1) Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.
2) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat.
3) Produktivitas mulai meningkat.
4) Sarana prasarana mulai meningkat.
5) Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.
d. Desa Swasembada (Desa maju)
Desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara
optimal. Hal ini ditandai dengan kemampuan masyarakatnyauntuk mengadakan interaksi
dengan masyarakat luar, melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi
perdaganagan) dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah
lain. d a r i hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru u ntuk
memanfaatkan sumberdayanya sehingga proses pembangunan berjalandengan baik.
ciri-ciri desa swasembada adalah berikut :
1) Hubungan antarmanusia bersifat rasional.

2) Mata pencaharian homogen.


3) Teknologi dan pendidikan tinggi.
4) Produktifitas tinggi.
5) Terlepas dari adat.
6) Sarana dan prasarana lengkap dan modern

Hubungan Desa dan Kota

2.

Hubungan Desa dan Kota


a. masyarakat tersebut bukanlah 2 komunitas yg berbeda
b. bersifat ketergantungan
c. kota tergantung desa dlm memenuhi kebutuhan bahan pangan
d. desa jg merupakan tenaga kasar pd jenis pekerjaan tertentu
e. sebaliknya, kota menghasilkan barang dan jasa yg dibutuhkan desa

f. peningkatan penduduk tanpa diimbangi perluasan kesempatan krj berakibat kepadatan


g. mereka kelompok para penganggur di desa
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama
lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat
ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi
kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga
merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh
bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau
jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman. Pada saat musim
tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara
menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang
tersedia.
Interface, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan
perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan
kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan
kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena itu dalam
hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan
perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i)
Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau
mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan
yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak
kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan
sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai
kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada
umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desakota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah
terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya
dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
a). Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling ketergantungan dan saling
membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses
berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan
proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
b) Sebab-sebab Urbanisasi
1.) Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push
factors)
2.) Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull
factors)
Hal hal yang termasuk push factor antara lain :
a. Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b. Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c. Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga
mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d. Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau
panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
Hal hal yang termasuk pull factor antara lain :
a. Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk
mendapatkan penghasilan

b. Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri
kerajinan.
c. Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan
dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk
mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).

ASPEK-ASPEK KULTURAL MASYARAKAT DESA


1.
KEBUDAYAAN
Obyek studi pokok sosiologi adalah masyarakat, dan masyarakat tidak dapat dilepaskan
dari kebudayaan.
Defenisi kebudayaan menurut ahli :
1. Horton dan Hunt mendefinisikan masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang
saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai
yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat itu.
2. Ralph Linton, kebudayaan diartikan sebagai way of life suatu masyarakat. Meliputi way
of thinking (cara berpikir, mencipta), way of feling (cara mengekspresikan rasa), way of
doing (cara berbuat, berkarya).

3. Selo Soemardjan dan Soelaeman Sumardi, kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta
dan karya masyarakat.
Jadi kebudayaan adalah suatu yang berwujud berupa alat dan berbagai teknologi
untuk keperluan hidup manusia, tata nilai dan berbagai aturan tertib sosial untuk menjaga
keberlangsungan sistem yang ada baik ekonomi, sistem sosial dan berbagai sisi kehidupan
manusia lainnya.
Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri dari :
1. Sistem kepercayaan
2. Sistem organiasi kemasyarakatan
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian hidup
7. Sistem teknologi
Mayor Polak = aspek kultural masyarakat adalah analog dengan aspek rohani
sedangkan aspek strukturalnya adalah analog dengan aspek jasmani suatu makhluk
Aspek kultural masyarakat desa terorientasi pada jangkauan mengenai gambarangambaran asli masyarakat desa, yaitu masyarakat pertanian.
Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang
seragam dan bersifat umum, artinya sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaanperbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani. Contoh,
diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlhat berdasar perbedaan dalam tingkat
perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat
yang mereka gunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi fisikgeografik lainnya.
Gambaran umum betuk deferensiasi msyarakat petani terbagi menjadi dua :
a. Petani bersahaja yang disebut juga petani tradisional golongan peasant
Kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat
pengetahuan dan teknologi mereka, produksi mereka ditujukan pada suatu usaha untuk
menghidupi keluarga.
b. Petani modern atau agricultural enterpreneur
Kaum petani yang menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan
menanam tanaman yang laku dipasaran. Sistem pengelolaanpertanian mereka dalam bentuk
agribisnis, agroindustri dan berusaha mengejar keuntungan.

KEBUDAYAAN TRADISIONAL MASYARAKAT DESA


Konsep tradisional masyarakat desa mengacu pada gambaran tentang cara hidup (way of
Life) masyarakat desa yang hidupnya masih tergantung pada alam. Paul H.Landis
mengemukakan bahwa besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan masyarakat
desa ditentukan oleh tiga faktor :
1. Sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian
2. Tingkat teknologi mereka
3. Sistem produksi yang diharapkan
2.

Dari faktor di atas, maka terciptanya kebudayaan tradisional apabila masyarakat amat
tergantung kepada pertanian , tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Ciri-ciri Kebudayaan Tradisional :
1. Pengembangan adaptasi yang kaut terhadap lingkunagn alam.
Masyarakat desa (petani) mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai
kekhususan lingkungan alam, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola
kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam).
2. Rendahnya tingkat inovasi masyarakat karena adaptasi pasif terhadap alam.
Tingkat kepastian terhadap elemen alam (jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah,
pola geografis, dll) cukup tinggi sehingga merek tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru
karena terasa telah diatur dan ditentukan oleh alam.
3. Faktor alam juga mempengaruhi kepribadian masyarakatnya.
Sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam, orang desa umumnya mengembangkan
filsafat hidup yang organis. Artinya mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai
suatu kesatuan dan tebalnya rasa kekeluargaan.
4. Pola kebiasaan hidup yang lamban.
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang dipengaruhi oleh irama alam yang tetap dan lamban.
Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh hingga berbuah selalu melewati
proses-proses serta tahapan tertentu yang tetap.
5. Tebalnya kepercayaah terhadap takhayyul.
Konsepsi takhayyul merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap
alam disebabkan karena tidak dapat memahami dan menguasai alam secara alam.
6. Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat desa terhadap alam juga nampak dalam aspek
kebudayaan material mereka yang bersahaja. Kebersahajaan itu nampak misalnya pada
arsitetktur rumah dan alat-alat pertanian.
7. Rendahnya kesadaran akan waktu.
Faktor ini didasari oleh keterikatan mereka terhadap alam yang memliki irama sendiri yang
tidak terikat oleh waktu. Tanamam memiliki proses alami dengan peket waktu tersendiri
terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang tinggal menanti proses yang
alami itu. Akibatnya mereka tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.
8. Kecenderungan masyarakat yang serba praktis.
Dalam segala hal mereka tidak terbebani ahl-hal yang kompleks, mereka tidak perlu
berbicara panjang lebar dan berbasa basi satu sama lain. Hal ini mendorong tumbuh dan
berkembangnya sifat-sifat jujur, terus terang, dan suka bersahabat.
9. Terciptanya standar moral yang kaku dikalangan masyarakat desa.
Moralitas dalam pandangan masyarakat desa adalah sesuatu yang absolut, tidak ada
kompromi antara baik dan buruk serta cenderung pada pemahaman clear-cut definition
(pemahaman hitam putih).

3. Aspek-Aspek Kultural Lainnya


Untuk sebagian, pola kebudayaan dari suatu kelompok masyarakat tidak terlepas ( dan
bahkan merupakan refleksi) dari cara hidup atau sistem mata pencaharian masyarakat itu.
untuk sebagian lain, agama atau kepercayaan sering merupakan elemen pokok yang menjadi
cultural focus pola kebudayaan suatu masyarakat, lebih-lebih untuk masyarakat yang relatif
masih bersahaja. Bersumber atau terkait pada agama/kepercayaan ini terciptalah adat-istiadat

atau berbagai bentuk tradisi (termasuk sistem kekerabatan) yang mengatur seluruh kehidupan
masyarakatnya.
Bagi masyarakat desa yang secara umum pengelompokannya relatif kecil, adat-istiadat
atau tradisi adalah identik dengan kebudayaan. Sebab, dalam adat-istiadat atau tradisi tersebut
telah terkandung sistem nilai, norma, sistem kepercayaan, sistem ekonomi dan lainnya, yang
cukup lengkap menjadi pedoman perilaku kehidupan mereka. Untuk sbagian lainnya lagi,
pola kehidupan masyarakat Indonesia umunya, dan desa khususnya, harus dirunut asalmuasal nenek moyang kita yang ternyata berasal dari tempat dan suku bangsa yang berbedabeda. Denagn sendirinya pula dengan pola kebudayaan yang beragam.
Mengacu pada keadaan masa lampau, dengan berorientasi pada pola dasar mata
pencaharian masyarakat, W.F Wertheim (dalam Rahardjo, 1999), membedakan adanya tiga
daerah peradaban di Indonesia. Pertama, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur yang
telah sekian lamanya memiliki teknik dan system pertanian sawah. Kedua sepanjang pantai
Jawa, Sumatera dan Malaya, Kalimantan (di muara-muara sungai) yang merupakan daerahdaerah tempat berkembangnya kota-kota pelabuhan. Kota-kota pelabuhan ini mengadakan
hubungan dengan India, Cina, dan bahkan Jepang. Kegiatan perdagangan laut inilah yang
merupaka unsur penentu corak peradaban daerah-daerah ini. Ketiga, daerah-daerah
pedalaman dari kota-kota pelabuhan. Daerah-daerah ini pendudukya jarang.Desa-desa
pertanian sawah yang berada di Jawa Tengah dan Timur, yang umumnya disebut daerah
pedalaman (hinterland), dapat diperkirakan lebih bersifat tertutup, statis dan kurang
berorientasi kepada keuntungan dibanding dengan masyarakat desa-desa di daerah peradaban
ke dua.
Desa-desa di sekitar daerah peradaban kedua karena terbiasa pada situasi yang tercipta
oleh hubungan (dagang) dengan luar, dapat diperkirakan cenderung mengembangkan sikap
yang tebuka dan berorientasi pada keuntungan. Orientasi pada keuntungan ini juga dapat
diperkirakan terdpat dalam masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban ketiga, sekalipun
daerah ini dilekati oleh adat-istiadat lokal yang cukup kuat. Pada desa-desa sekitar dua
peradaban terakhir ini derajat ketundukannya terhadap kekuatan supra desa kurang besar
disbanding dengan masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban pertama. Maka pada era
diterapkannya program-program pembangunan desa yang pendekatannya bersifat top-down,
desa-desa di daerah tersebut kurang dapat mengadopsi program-program itu dengan baik

Anda mungkin juga menyukai