Si)
SOSIOLOGI PEDESAAN
TENTANG RUANG LINGKUP DAN KAJIAN SOSIOLOGI
PEDESAAN (Kajian Masyarakat Pedesaan di Desa Putri Puyu
Kec. Tasik Putri Puyu, Kabupten Kepulauan Meranti, Provinsi
Riau)
Disusun:
Oleh
IRWAN, S.Pd., M.Si
Latar Belakang
Sosiologi sebagai Ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan masyarakat dari
berbagai aspek kehidupan. Ilmu sosiologi juga mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial termasuk juga didalamnya perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat. Ilmu sosiologi tidak terlepas dari kehidupan manusia yang melakukan interaksi
sosial dalam aktivitasnya. Sosiologi memiliki cabang ilmu yang luas seperti ada sosiologi
industri, sosiologi politik, sosiologi agama, sosiologi pendidikan, sosiologi ekonomi dan
sebagainnya. Tidak terlepas dari pada itu cabang ilmu sosiologi terdiri dari sosiologi
pedesaan yang mengkaji kehidupan masyarakat desa berakitan dengan struktur dari
masyarkat desa. Selain itu ada juga sosiologi pertanian membahas masyarakat pertanian yang
berada dipedesaan dan juga fenomena-fenomena sosial dalam bidang ekonomi pertanian
(Rahardjo, 1999: 20).
Ketika kita membahas sosiologi maka sasaran utama kita adalah masyarakat yang
mengalami perubahan atau bersifat dinamis (Rahardjo, 1999:8). Kehidupan masyarakat
antara yang satu lapisan ke lapisan yang lainnya pasti mengalami perubahan yang berbeda
dalam aktivitas kehidupan. Sejalan dengan itu maka tidak ada dalam aktivitas sosial yang
tetap dan cenderung melakukan roda perubahan. Lantas apa dikatakan dengan sosiologi
pedesaan? Setiap ahli sosiologi memandang sosiologi pedesaan berkecamata yang beragam
dan mempunyai paradigma yang berbeda sudut pandang mereka. Menurut Rahardjo (1999)
menyatakan bahwa sosiologi pedesaan dikelompokkan atas dua versi yaitu sosiologi
pedesaan klasik atau lama dan sosiologi pedesaan modern atau baru.
Sudut pandang sosiologi pedesaan baru merupakan perkembangan dari sosiologi
pedesaan pada Negara kapitalis modern. Pada Negara tersebut telah terjadi perkembangan
dan perubahan secara drastis. Oleh sebab itu, sosiologi pedesaan lama tidak bisa menjelaskan
secara kompleks masalah yang baru muncul dipedesaan. Salah satu perubahan yang terjadi
pada masyarakat desa adalah adanya penipisan terhadap perbedaan antara desa dan kota. Hal
tersebut tercantum dari semua aspek kehidupan pada masyarakat kota dan desa. Misalnya
sifat sosial dipedesaan tidak seberapa jauh dengan aspek sosial yang ada diperkotaan. Selama
ini kita membayangkan bahwa kehidupan di pedesaan sangat kuat dengan solidaritas yang
telah dikemukakan salah seorang ahli sosiologi yaitu Emlle Durkhem. Menurut Emile
Durkheim masyarakat desa atau masyarakat tradisional mempunyai ikatan yang kuat antara
satu dengan yang lain dalam kehidupannya, akan tetapi pada masyarakat kota bersifat
individual dalam aktivitas kehidupan. Hal tersebut tidak menjadi sudut pandangan yang
mendasar masalah perbedaan tersebut. Dimana masyarakat kota mempunyai solidaritas dalam
kehidupannya seperti adanya julo-julo, pengajian dan lain-lain yang dilakukan secara
bersama. Oleh sebab itu sosiologi pedesaan modern yang bisa menjawab persoalan tersebut.
Menurut Roucek dan Warren (1963: 78) dalam Lebo (1986: 3) mengatakan bahwa ada
beberapa ciri-ciri yang dimiliki oleh masyarakat pedesaan yaitu memiliki sifat homogen
dalam hal mata pencarian, nilai-nilai kebudayaan, serta sikap dan tingkah laku dalam
masyarakat pedesaan. Selain itu, kehidupan masyarakat pedesaan lebih menekankan kepada
anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya bahwa anggota keluarga turut serta atau
partisipasi dalam meningkatkan perekonomian dalam rumah tangga. Maka masyarakat
pedesaan kegiatan pertanian merupakan salah satu mata pencarian mereka dalam menghadapi
kehidupan ini. Faktor geografis juga memainkan peran dalam masyarakat pedesaan. Misalnya
pada tanah, masyarakat pedesaan kehidupan mereka ada keterkaitan dengan tanah dimana
tempat mereka tinggal. Roucek dan Warren juga mengatakan bahwa masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang solid atau itim diantara kehidupan mereka.
Pendapat yang dikemukakan oleh Rocek dan Warren tidak semua terdapat pada
masyarakat pedesaan. Hal tersebut setiap masyarakat mengalami perubahan dalam aspek
kehidupan sehari-hari. Setiap masyarakat pedesaan mereka mengalami perubahan dan
perkembangan tidak sama diantara kehidupan mereka. Oleh sebab itu, ciri-ciri yang telah
disebutkan sebagai pegangan kita sebagai masyarakat yang mempelajari sosiologi pedesaan.
Sejalan dengan itu, John M. Gillette (1922: 6) dalam (Rahardjo, 1999:12)
mengemukakan bahwa sosiologi pedesaan merupakan cabang sosiologi yang sistematis atau
terstruktur untuk mempelajari komunitas-komunitas pada masyarakat pedesaan untuk
mengungkapkan kondisi-kondisi serta kecenderungan dan merumuskan prinsip-prinsip
kemajuan. Pendapat tersebut mengambarkan bahwa masyarakat pedesaan dalam aktivitas
kehidupannya seperti kebiasaan-kebiasaan atau kebudayaan mengalami suatu perubahan.
Ketika mereka mengalami perubahan maka mereka mengikuti langkah-langkah secara teratur
untuk mencapai suatu tujuan bagi kehidupan. Selain itu, menurut N.L Sims mengungkapkan
juga bahwa sosiologi pedesaan merupakan studi tentang asosiasi antara orang-orang yang
hidupnya banyak tergantung pada pertanian. Artinya kehidupan masyarakat desa mereka
melakukan tindakan dalam artian mencapai suatu tujuan. Masyarakat pedesaan perilaku
sosial mereka sehari-hari berorentasi kepada mata pencarian sebagai pertanian.
Menurut Newby mengungkapkan bahwa sosiologi pedesaan cenderung melihat
bagaimana masyarakat desa menyesuaikan diri terhadap masuknya system kapitalisme
modern dalam kehidupan atau aktivitas sehari-hari. Untuk itu, dalam sosiologi pedesaan kita
akan mempelajari stuktur atau organisasi masyarakat desa, proses-proses yang terjadi dalam
masyarakt desa, sistem sosial dan perubahan sosial dalam masyarakat pedesaan. Pada kajian
ini akan menekankan pada masyarakat pedesaan dalam aspek dinamika antara pola perilaku,
mata pencarian, pengetahuan, teknologi dan lain-lain sebagai aspek kehidupan sosial.
Masyarakat pedesaan mata kehidupan sosial mereka bersifat kebersaan atau
solidaritas yang tinggi, saling tolong menolong, saling percaya dan lain-lain. Hal tersebut
telah mereka bangun dalam aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini salah satu
masyarakat pedesaan yang berada di desa Putri Puyu, Kecamatan Tasik Putri Putu,
Kabupaten Kepulauan Meranti, Mata Provinsi Riau. Kehidupan sosial masyarakat tersebut
mempunyai hubungan yang intim di antara mereka. Sifat tolong-menolong, membangun rasa
simpati dan empati, solidaritas/kebersamaan dan lain-lain masih mereka bangun dalam artian
kebersaan. Masalah kematian, pernikahan atau kaba baiak bahimbauan, kaba buruak
bahambauan merupakan salah satu cara mereka membangun kebersamaan dalam kehidupan
mereka.
Masyarakat desa Putri Puyu kehidupan sosial mereka bangun dengan sekian rupa
dalam meningkatkan ukhuwah atau kebersamaan dalam mencapai tujuan kehidupan. Ketika
kehidupan masyarakat mengalami kesulitan tanpa diberi kabar mereka datang melihat kondisi
diantara mereka. Ada juga diantara mereka saling memberi bantuan baik berupa makanan
maupun nasihat-nasihat kepada tetangga mereka. Kehidupan ini akan menjadi pendekatan
hubungan yang yang bersahaja diantara mereka.
Begitu juga kehidupan ekonomi masyarakat didesa Putri Puyu bersifat homogen.
Artinya mata pencaharian mereka hanya sebagai pertanian atau perkebunan karet. Tidak ada
pekerjaan yang lain mereka lakukan selain pekerjaan sebagai berkebun karet untuk membiaya
kehidupan keluarga mereka. Walaupan ada pekerjaan yang lain hanya sebagai tambahan
mereka seperti pergi nelayan untuk makan keluarga, istilah ini disebut dengan peasan.
Artinya mereka mencarai pendapatan hanya untuk kebutuhan mereka saja bukan dijadikan
sebagai keuntungan mereka atau sebagai bisnis. Maka tergambar bahwa sosial-ekonomi
masyarakat didesa Putri Puyu berorentasi kepada kehidupan kebersaaan atau solidaritas yang
tinggi. Oleh sebab itu, ada perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan. Menurut Soekanto dalam Yulianti dan Purnomo (2003) mengukapkan ada
perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Hal tersebut dapat
dilihat kepada kehidupan keagamaan, pekerjaan, pola pikir, jalan kehidupan, pembagian
kerja dan perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat perdesaan.
Ruang lingkup pada sosiologi pedesaan akan terlihat kepada dinamika kehidupan
yang ada dipedesaan. Hal tersebut mencakup struktur sosial, proses yang terjadi dalam
masyarakat, pola perilaku dari masyarakat desa tersebut, sistem sosial masyarakat, perubahan
sosial, pola pikir, pengetahuan mereka terhadap suatu perubahan dan teknologi yang ada pada
masyarakat tersebut.
Tinjauan Konsep
1. Pengertian Sosiologi Pedesaan
Sosiologi pedesaan disebut juga dengan rural community. Sosiologi pedesaan yang telah
kita singgung pada latar belakang pada tulisan ini bahwa kajian yang membahas kehidupan
masyarakat pedesaan. Artinya masyarakat yang mengalami suatu proses perubahan yang
bersifat dinamis. Masyarakat pedesaan menurut Smith dan Zopht mengatakan bahwa ilmu
yang mencoba mengkaji hubungan yang ada didalam anggota masyarakat pedesaan serta
kelompok-kelompok dilingkungan pedesaan (Susilawati, 2003: 2). Dengan demikian, kita
bisa melihat bahwa kehidupan masyarakat pedesaan melakukan interaksi atau hubungan
diantara mereka dalam artian mempertahankan kehidupan untuk keluaraga mereka.
Sosiologi pedesaan menekankan dan memfokuskan perhatian kepada masyarakat
pedesaan dan segala dinamikannya. Sosiologi pedesaan membahas tentang struktur dan
proses-proses yang terjadi dalam kehidupan masyarakat desa (Yulianti dan Poernomo, 2003:
16). Menurut Dwight Sanderson (1942: 10) dalam (Rahardjo, 1999: 13) menyatakan bahwa
sosiologi pedesaan sosiologi yang membahas tentang kehidupan pada lingkungan di
pedesaaan. Ketika kita membahas kehidupan pada lingungan pedesaan maka kita akan
mengetahui situasi dan kondisi dari masyarakat pedesaan yang cara berfikir, cara bertindak,
cara mempertahankan kehidupan dan cara mereka merasakan pahit dan senang yang dialami
oleh masyarakat itu sendiri.
Kehidupan masyarakat pedesaan diatur oleh nilai dan norma kita mereka melakukan
aktivitas kehidupan. Kebiasaan atau adat yang melatar belakang mereka melakukan mana
yang boleh dan mana yang tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Menurut
Rogers dan Bahrein (1996) menyatakan bahwa sosiologi pedesaan adalah mempelajari
perilaku manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan antara hubungan dengan
komunitasnya. Artinya didalam sosiologi pedesaan kita melihat tindakan yang dilakukan oleh
masyarakat, aktivitas yang dilakukan dalam pemecahan masalah hidupnya. Oleh sebab itu,
sosiologi pedesaan lebih cenderung mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
pedesaan. Permasalahan yang dihadapi akan membawa suatu perubahan untuk masa depan.
Sosiologi pedesaaan menjelaskan pada struktur, proses, perilaku, nilai dan norma yang
dilakukan oleh masyarakat desa.
Tidak itu saja yang akan dibicarakan didalam sosiologi pedesaan, akan tetapi
membicarakan kedudukan petani dalam masyarakat yang lebih kompleks. Hal tersebut kita
bisa melihat status yang dijalani oleh masyarakat ketika ia melakukan atau berbuat dalam
artian memenuhi kebutuhan hidup. Baik itu sebagai pedangang, petani, guru, buruh maupun
yang lainnya sebagai sumber pendapatan. Dengan demikian, pada sosiologi pedesaan lebih
khusus mebicarakan dinamika lingkungan masyarakat pedesaan baik secara internal maupun
eksternal.
2. Ruang Lingkup Sosiologi Pedesaan
Sosiologi pedesaan telah kita lihat dan membicarakan apa yang menjadi pokok
pembahasan dalam kajian tersebut. Kajian sosiologi pedesaan tidak akan lepas dari beberapa
kategori yang menjadi pokok dasar dan berpinjak dalam satu rumpun kehidupan sosial.
Masyarakat desa memiliki ciri-ciri tertentu yang menjadi ciri khas mereka terhadap realitas
sosial. Pada ruang lingkup sosiologi pedesaan salah satu potret hubungan sosial yang telah
dibangun dalam aktivitas kehidupannya.
Sebagaimana yang telah kita singgung pada latar belakang bahwa sosiologi pedesaan
ada ruang lingkup yang memperhatikan titik pijak dalam kajian tersebut. Adapun ruang
lingkup dari pada sosiologi pedesaan adalah:
1. Kelompok sosial masyarakat
2. Organisasi sosial masyarakat
3. Perubahan sosial
4. Proses sosial masyarakat desa
Pada norma dan tata cara yang menyangkut pada aturan yang harus mereka jalani untuk
memenuhi kebutuhan batin dan kepedulian mereka terhadap norma dan nilai yang sedang
berlangsung. Nilai dan norma bukan dijadikan sebagai pendorong mereka tidak melakukan
perubahan akan tetapi memberikan dampak yang positif untuk membanguan aktivitas
kehiduapan.
Masyarakat desa memiliki struktur kepimpinan yang sama. Masyarakat desa pola
kepimpinan yang mereka lakukan hanya kepada model kepimpinan dari beberapa orang saja
yang dianggap berpengaruh kepada aktivitas kehidupan mereka. Pada wilayah Minang
misalnya kepimpinan dilakukan oleh suku atau klan-klan yang dianggap penting bagi mereka
untuk menjadi kepimpinan.
Mobilitas tenaga kerja pada masyarakat desa menjadi pembahasan pada sosiologi
pedesaan. Hal ini mengingat bahwa perkembangan ekonomi dalam masyarakat desa
menyakinkan oleh penduduk desa untuk melakukan mobilitas. Impilikasi dari kegiatan
tersebut mobilitas antar sektor tenaga kerja dimasyarakat desa mengakibatkan perubahan
yang sedemikian rupa, yang melintasi kehidupan masyarakat desa.
Selain itu, pada sistem mata pencaharian masyarakat desa tidak akan lepas dari
perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Pergeseran model pertanian dari pertanian
tradisional menuju ke modern merupakan salah satu fenomena pergeseran dan perubahan
pada sistem mata pencaharian. Walaupun mata pencaharian masyarakat sering berganti akan
tetapi nilai dan adat mereka tidak akan mengalami perubahan.
Budaya dan sistem religi
Mereka sangat berhubungan antara alam dan manifestasi ke-Tuhanan. Dengan perkembangan
budaya bagi masyarakat bagimana mereka bisa mempertahnkan kehidupan mereka dalam
menghadapi arus perubahan apalagi perkembnagan teknologi yang serba maju.
3. Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Perkotaan
Berbagai literatur disebutkan istilah masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaaan.
Masyarakat perkotaan di istilahkan dengan urban community dan masyarakat perdesaan
diistilahkan dengan rulal community. Perbedaan tersebut dilihat pada segala aspek kehidupan
masyarakat. Masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan mempunyai perbedaan akan
tetapi sulit untuk kita membedakan kedua konsep tersebut.
Pada masyarakat perkotaan kita bisa melihat masih ada pengaruh dari masyarakat
pedesaan dan sebaliknya pada masyarakat pedesaan ditemukan masyarakat mengikuti gaya
kehidupan diperkotaan. Akan tetapi kehidupan masyarakat kota dan desa mempunyai
perbedaan yang mendasar masalah makanan, pakaian, dan lain-lain. Sosiologi perkotaan
merupakan spesialisasi yang sangat dekat dengan sosiologi pedesaan. Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya perbedaan sosiologi pedesaan dan perkotaan adalah faktor isolasi
fisik. Tambah lagi dengan surat kabar, majalah, radio, televisi dan alat komunikasi lainnya.
Dengan demikian isolasi fisik akan mengakibatkan terjadinya isolasi kultural dan sosial.
Artinya situasi ini kontak sosial dan kebudayaan antara masyarakat kota dan desa tidak
terjadi. Hal tersebut mengakibatkan tidak terjadinya perubahan pada masyarakat atau
komunitas tersebut.
Teknologi membawa suatu perubahan kehidupan masyarakat. Baik itu pada masyarakat
kota maupun desa. Hal tersebut terkait dengan alat komunikasi dan transpormasi. Sehingga
orang desa pergi menuju kekota apakah untuk mencari kerja atau menetap disana. Sejalan
dengan itu terjadinya juga era globalisasi yang disertai dengan penyebaran teknologi dan
sains yang melenyap komunitas kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, akan timbul kesulitan
dari masyarakat untuk membedakan antara masyarakat kota dan desa. Akan tetapi menurut
Soedjono Soekanto mengemukakan bahwa ada beberapa ciri-ciri dari masyarakat kota yaitu
individualisme, pembagian kerja jelas, heterogen, pola pemikiran kemajuan, adanya
kemudahan untuk menerima perubahan dan jalan kehidupan menuju kehidupan atau orientasi
kemasa depan.
Pada kehidupan agama apabila dibandingkan dengan masyarakat kota dan desa, lebih
kuat masyarakat desa. Hal tersebut disebabkan cara berfikir rasional yang berhubungan
dengan kehidupan realitas. Kalau kita lihat pada masyarakat kota mereka beribadah hanya
sekedar saja dan setelah itu mereka kembali melakukan aktivitas yang bersifat duniawi. Akan
tetapi lain pula kepada masyarakat desa memang mereka menjalankan dengan serius dalam
kehidupan agama. Begitu juga dalam hubungan sosial masyarakat desa sangat kuat diantara
mereka dan peduli dengan situasi dan kondisi masyarakatnya. Akan tetapi masyarakat kota
hal tersebut tidak terlalu dinampakkan secara baik. Bahkan tetangga sebelah rumah tidak tau
mereka. Hal tersebut ada perbedaan hubungan sosial antara masyarakat kota dan desa.
Pembahasaan
Masyarakat di pedesaan melakukan interaksi yang bersifat dinamis diantara sistem
lapisan masyarakat. Secara struktur terdiri dari 5 komponen dalam menyusun kehidupan
masyarakat desa. Sejalan dengan itu, menurut Muhamad (1995) mengemukakan ada lima
komponen yang ada didalam masyarakt pedesaan yaitu komponen fisik, komponen manusia,
komponen interaksi dan komponen lembaga (Yuliati dan Poernomo, 2003: 24).
Komponen masyarakat pedesaan secara rinci terdiri atas komponen sumber daya
pertanian dan lingkungan. Pada sistem atau komponen tersebut masyarakat pedesaan
mempunyai peran ganda yaitu sebagai sumber input bagi subsistem perekonomian.
Komponen perekonomian pada wilayah pedesaan dialakukan pada sector pertanian yang
menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan pasar diluar daerah sehingga barang
dominan yang dihasilkan baik berupa sekunder maupun primer. Adapun ciri-ciri
perekonomian pada masyarakat desa pertama kegiatan pertanian yang maju dan pengelolahan
memperlukan perlengkapan relative rumit dan biaya mahal. Kedua pengelolahan perlu
dilakukan intensif sebelum dan sesudah pasca panen dengan tenaga kerja relative banyak.
Ketiga hasil pertanian harus cepat dipasarkan keluar daerah dalam bentuk olahan dan
memacing konsumen.
Pada komponen kelembagaan sosial pedesaan ditandai dengan eratnya hubungan
petani dan pedagang, penyebar inovasi, pengelola saporodi usaha-tani secara lokal, petani
maju dan sebagainnya. Pada komponen daya manusia melakukan sistem yang ada pada
masyarakaat pedesaan dan komponen sarana dan prasarana fisik.
1. Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Putri Puyu
Lingkungan
sangat
berpengaruh
terhadap
kehidupan
masyarakat
pedesaan.
Masyarakat pedesaan yang selama ini mereka menganggarkan tanah sebagai penghasilan
pendapatan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Menurut Dwight Sanderson (1942: 10)
dalam (Rahardjo, 1999: 13) menyatakan bahwa sosiologi pedesaan sosiologi yang membahas
tentang kehidupan pada lingkungan di pedesaaan.
Dipedesaan tanah sebagai salah satu aset mereka dalam memperolah dan
mempertahankan kehidupan. Hal tersebut, juga terdapat pada masyarakat didesa Putri Puyu
bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan. Artinya segala
pendapatan masyarakat mereka berorentasi kepada tanah. Tanah merupakan nilai yang
berharga bagi mereka. Apalagi mereka bekerja hanya sebagai perkebunan karet, secara tidak
langsung tanah dijadikan sebagai langkah untuk melangsungkan kehidupan.
Masyarakat didesa Putri Puyu hubungan sosial yang mereka bangun bersifat akrab
diantara mereka. Artinya kebersamaan masyarakat desa tergamar denagn hubungan sosial.
Aktivitas kegiatan seperti gotong royong, persemian pernikahan dilakukan secara bersamasama. Misalnya membuat rumah, masyarakat pedesaan di desa Putri Puyu mereka bekerja
secara bersama-sama. Selain itu, pernikahan atau pesta pernikahan mereka lakukan secara
gotong royong. Maka diantara mereka terlihat ada kebersamaan dan solidaritas terhadap nilainilai yang telah mereka bangun.
2. Adat Istiadat dan Lembaga Masyarakat Desa Putri Puyu
Adat istiadat seringkali disebut dengan kata kebiasaan. Artinya bahwa ada kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat desa Putri Puyu dalam menjalankan kehidupannya. Adat
istiadat atau kebiasaan didesa Putri Puyu diantaranya adanya balimau ketika menyambut
kedatangan bulan suci ramadhan, memperingati hari-hari besar Islam, dalam pernikahan ada
namanya bersanjaji dan lain-lain.
Adat isiadat atau kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut telah menjadi
darah daging bagi mereka. Setiap aktivitas yang mereka lakukan harus mengikuti apa yang
telah digariskan oleh nenek moyang mereka. Oleh sebab itu, bagi mereka adat dipandang
sangat penting dalam identitas masyarakat desa Putri Puyu. Walaupun adat istiadat tidak
mereka lakukan maka terjadilah salah satu hukuman yang diberikan oleh masyarakat apakan
seperti cemeh dan dikucil secara tidak langsung.
Pada masyarakat desa Putri Puyu antar lembaga atau sistem sosial dalam masyarakat
tidak bisa sendirinya. Hubungan antara keduanya terbentuk denagn seksama dan tersusun
secara kompleks. Hal tersebut menjelaskan bahwa adat istiadat dan lembaga tersusun dengan
rapi dalam mencapai suatu tujuan. Kumpulan aturan dalam masyarakat mempunyai nilai dan
peran pada setiap anggota dalam masyarakat tersebut. Desa Putri Puyu hubungan antara
individu sangat erat dan terbina secara kompleks serta peran sangat erat dengan status yang
dimilki oleh individu dalam masyarakat.
3. Perubahan Masyarakat Desa Putri Puyu
Masyarakat pedesaan di desa Putri Puyu masih terikat dengan tradisi-tradisi dari
masyarakat tersebut. Norma yang mereka anut sering kali mengingkat dan sulit untuk mereka
tinggalkan. Walaupun zaman telah dikatakan modren akan tetapi, masyarakat desa Putri
Puyu tetap mempercayai hal-hal yang goib. Artinya pemecahan persoalan hidup mereka
masih tergantung kepada hal-hal yang tidak bisa dikatakan masuk akal.
Perkembangan masyarakat dan industri juga sanggat berpengaruh kepada kehidupan
masyarakat didesa Putri Puyu. Teknologi dan industri memberi dampak kepada perubahan
pola pikir dan tingkah laku masyarakat. Di desa Putri Puyu tahap demi tahap mengalami
perubahan pada sektor kehidupan. Akibatnya adanya pembangunan yang ada di masyarakat
desa Putri Puyu. Apalagi masuknya PT. RAAP yang mempengaruhi pola kehidupan
masyarakat.
Penutup
Sosiologi pedesaan merupakan sosiologi secara sistematis mempelajari tentang
struktur dan sosial masyarakat dipedesaan. Sosiologi pedesaan dapat juga dikatakan sebagai
kajian tentang kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan. Bidang kajian
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah
tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam
Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Desa menurut Widjaja (2003) dalam bukunya Otonomi Desa menyatakan bahwa desa adalah
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul
yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Paul H. Landis dalam Darsono (2005:20) memberi batasan-batasan sebagai berikut
Berdasarkan statistik, Pedesaan adalah daerah yang mempunyai penduduk lebih dari 2500
orang.
Berdasarkan psikologi sosial, Pedesaan adalah daerah dimana pergaulan ditandai dengan
keakraban dan keramah-tamahan.
Berdasarkan ekonomi, Pedesaan adalah daerah yang pokok kehidupan masyarakatnya berasal
dari pertanian
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa desa ialah suatu wilayah yang
merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai
wewenang untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana
corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan.
Desa juga merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat
pemerintahan tersendiri. Desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial,
ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak
memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari
prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa lebih
dikarenakan hutang jasa atau kebaikan.
Menurut Anshoriy (2008), dalam penelitiannya tentang kearifan lingkungan di tanah jawa,
bahwa kehidupan sosiokultural masyarakat di pedusunan (pedesaan) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
Menjunjung kebersamaan dalam bentuk gotong royong, gugur gunung dan lain sebagainya,
Suka kemitraan dengan menganggap siapa saja sebagai saudara dan wajib dijamu bila
berkunjung ke rumah,
Mementingkan kesopanan dalam wujud unggah-ungguh, tata krama, tata susila dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan etika sopan santun.
Memahami pergantian musim (pranata mangsa) yang berkaitan dengan masa panen dan
masa tanam,
Memiliki pertimbangan dan perhitungan relijius (hari baik dan hari buruk) dalam setiap
agenda dan kegiatannya,
Memiliki toleransi yang tinggi dalam memaafkan dan memaklumi setiap kesalahan orang
lain terutama pemimpin atau tokoh masyarakat,
Mencintai seni dan dekat dengan alam.
Menurut Shahab (2007), secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat
diidentifikasi sebagai berikut ;
Mempunyai sifat homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta
dalam sikap dan tingkah laku,
Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi yang berarti
semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan anggota
keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya,
Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota.
Menurut dirjen Bangdes (pembangunan desa) dalam Daljoeni (2003), bahwa ciri ciri
wilayah desa antara lain;
Perbandingan lahan dengan manusia cukup besar (lahan desa lebih luas dari jumlah
penduduknya, kepadatan rendah).
Lapangan kerja yang dominan adalah agraris (pertanian)
Hubungan antar warga amat akrab
Tradisi lama masih berlaku.
Pedesaan dan masyarakat desa merupakan sebuah komunitas unik yang berbeda dengan
masyarakat di perkotaan. Sementara segala kebijakan dan perundangan-undangan adalah
produk para pemangku kebijakan yang notabene adalah masyarakat perkotaan, maka
masyarakat desa memiliki kekhasan dalam mengatur berbagai kearifan-kearifan lokal.
Secara sosial, corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan pola
interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan
berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga dan hal yang sangat berperan dalam interaksi
dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu di-usahakan supaya
kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat
mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai
hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat
pedesaan itu timbul karena adanya kesamaaan-kesamaan kemasyarakatan seperti kesamaan
adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman( (Soetardjo, 2002).
Berbagai karakteristik masyarakat pedesaan di atas seperti potensi alam, homogenitas, sifat
kekeluargaan dan lain sebagainya menjadikan masyarakat desa sebuah komunitas yang
khusus dan unik.
Tipologi Desa
Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo (1984:18), tipologi desa terbagi atas 10 jenis yaitu :
Desa pertanian adalah desa yang dibentuk dari sekumpulan manusia yang pertama berupa
masyarakat pertanian. Bersama sama mereka membuka hutan belukar dan masing masing
atau secara bersamaan mereka mengolah tanah yang kosong untuk ditanami tu buhtumbuhan yang dapat menghasilkan bahan bahan makanan. Maka dari itu, di daerah daerah
yang subur tanahnya kemudian terdapat masyarakat yang besar dan tergabung dalam ikatan
desa yang kuat dan banyak penduduknya.
Desa Perikanan dan Pelayaran adalah Desa yang dibentuk oleh orang orang penangkap ikan
atau oleh orang-orang pelaut yang pekerjaannya mengangkut barang-barang dagangannya ke
seberang lautan. Demikian juga halnya di tepian-tepian sungai besar.
Desa peternakan adalah desa yang merupakan desa dimana penduduknya mempunyai mata
pencaharian sebagai peternak.
Desa pasar (dagang) adalah desa dimana orang-orang dari berbagai jurusan dapat bertemu
satu dengan yang lain untuk menjual dan membeli barang-barang yang dihasikan masyarakat
sehingga terjadilah pasar. Di dekat pasar tersebut semakin lama tumbuh suatu masyarakat
dari orang-orang yang pekerjaannya membeli dan menjual barang-barang yang dibutuhkan di
tempat lain.
Desa istirahat adalah suatu tempat dimana kendaraan yang berjalan dari jarak jauh biasa
diberhentikan untuk memberi istirahat kepada hewan yang menarik kendaraan dan kepada
orang-orang yang menjadi pengendara serta para penumpang. Dengan sendirinya maka di
tempat itu berdirilah sebuah warung dimana orang dapat membeli makanan dan minuman.
Lambat laun tidak saja makanan dan minuman, bahkan barang-barang akan dijual disitu.
Desa tambangan adalah desa dimana tukang-tukang perahu menyebrangkan kendaraankeandaraan dan orang-orang dari satu seberang ke seberang lain.
Desa tempat keramat adalah desa yang tumbuh di dekat tempat yang dianggap keramat.
Sebuah candi yang mendapat kunjungan dari masyarakat, makam yang dimuliakan, dan
sebagainya, sering kali tumbuh masyarakat yang nantinya akan berkembang pula menjadi
desa.
Desa tambakan,setelah ada orang yang menemukan bibit dari laut yang dapat dipelihara di
daratan dan dalam air asin ternyata menjadi ikan yang lezat rasanya dan diberi nama ikan
bandeng, maka di tepi laut orang membuat kolam dari air laut yang di beri nama tambak
unutk memelihara ikan bandeng tersebut. Dengan demikian di pesisir tumbuh masyarakatmasyarakat tambakan dari orang-orang yang memelihara ikan bandeng
Desa sumber air adalah desa yang tumbuh di dekat suatu sumber air yang besar.
Desa pertambangan adalah desa yang tumbuh di dekat wilayaha yang menghasilkan hasil-hasil
pertambangan.
Pola Pengelompokan Desa
Pertanian Rakyat
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Kehutanan
Infrastruktur
Menurut Grigg (1988) dalam Ufie Jusuf (2009), Infrastruktur merujuk pada
sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunanbangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial
dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur
dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar,
peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan
untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg,
2000) dalam Ufie Jusuf (2009).Infrastruktur meliputi
a) Jalan
b) Drainase
c) Jaringan air bersih
Desa Perbatasan
Desa perbatasan adalah suatu desa atau wilayah desa yang berletak diantara
2 atau lebih wilayah administratif. Desa perbatasan umumnya memiliki
konflik akibat kurangnya penegasan batas wilayah pada suatu wilayah
administratif. Salah satu sebabnya adalah karena daerah menjadi memiliki
kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayahnya. Daerah dituntut
untuk berperan aktif dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber
daya di daerahnya. Kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber daya
yang ada menjadi penentu bagi daerah dalam menjalankan otonomi daerah.
Oleh karena itu daerah-daerah menjadi terdorong untuk mengetahui secara
pasti sampai sejauh mana wilayah kewenangannya, terutama yang memiliki
potensi sumber daya yang mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Desa tertinggal
B.
Tipologi Desa
a. Desa Pedalaman
Desa-desa yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana
ideal desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu
kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
b. Desa Pegunungan
Desa Terdapat di daerah pegunungan,
Pemusatan tersebut
didorong
kegotongroyongan penduduknya. Pertambahan penduduk memekarkan desa pegunungan itu
ke segala arah, tanpa rencana. Pusat- pusat kegiatan penduduk bergeser mengikuti
pemekaran desa.
c. Desa Dataran Tinggi
Desa yang berada di daerah pegunungan. Permukiman penduduk di sini umumnya
memanjang sejajar dengan jalan raya yang menembus desa tsb. Jika desa mekar secara alami,
tanah pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya
pemekaran ke arah dalam ( di belakang perrmukiman lama ). Lalu dibuat jalan raya
mengelilingi desa ( ring road ) agar permukiman baru tak terpencil.
d. Desa Dataran Rendah
Desa yang letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian dari desa dataran
rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.
e. Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang landai. dapat tumbuh permukiman yang
bermatapencarian di bidang perikanan, perkebunan kelapa dan perdagangan. Perluasan desa
pantai itu dengan cara menyambung sepanjang pesisir, sampai bertemu dengan desa pantai
lainnya. Pusat-pusat kegiatan industri kecil ( perikanan, pertanian ) tetap dipertahankan di
dekat tempat tinggal semula.
b.
c.
d.
Suatu desa di mana penduduknya bermukim secara tersebar bersama sawah ladang
mereka masing-masing.
2. Soekandar Wiriaatmadja (1972) membagi pola pemukiman di pedesaan ke dalam empat pola,
yakni:
a. Pola Permukiman Menyebar
Rumah-rumah para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena
belum adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya secara
terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus bertempat tinggal di
dalam lahan mereka.
b. Pola Permukiman Memanjang
Bentuk pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai,
sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.
c.
d. Desa non Pertanian adalah desa yang di dalam linkungan desa tersebut tidak ada lagi
terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha usaha yang dilakukan oleh masyarakat
penduduk yang tinggal di desa tersebut yaitu berusaha bekerja diluar sektor pertanian.
Contohnya dengan berdagang.
2.
b. Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri
kerajinan.
c. Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d. Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan
dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk
mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).
3. Selo Soemardjan dan Soelaeman Sumardi, kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta
dan karya masyarakat.
Jadi kebudayaan adalah suatu yang berwujud berupa alat dan berbagai teknologi
untuk keperluan hidup manusia, tata nilai dan berbagai aturan tertib sosial untuk menjaga
keberlangsungan sistem yang ada baik ekonomi, sistem sosial dan berbagai sisi kehidupan
manusia lainnya.
Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri dari :
1. Sistem kepercayaan
2. Sistem organiasi kemasyarakatan
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian hidup
7. Sistem teknologi
Mayor Polak = aspek kultural masyarakat adalah analog dengan aspek rohani
sedangkan aspek strukturalnya adalah analog dengan aspek jasmani suatu makhluk
Aspek kultural masyarakat desa terorientasi pada jangkauan mengenai gambarangambaran asli masyarakat desa, yaitu masyarakat pertanian.
Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang
seragam dan bersifat umum, artinya sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaanperbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani. Contoh,
diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlhat berdasar perbedaan dalam tingkat
perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat
yang mereka gunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi fisikgeografik lainnya.
Gambaran umum betuk deferensiasi msyarakat petani terbagi menjadi dua :
a. Petani bersahaja yang disebut juga petani tradisional golongan peasant
Kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat
pengetahuan dan teknologi mereka, produksi mereka ditujukan pada suatu usaha untuk
menghidupi keluarga.
b. Petani modern atau agricultural enterpreneur
Kaum petani yang menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan
menanam tanaman yang laku dipasaran. Sistem pengelolaanpertanian mereka dalam bentuk
agribisnis, agroindustri dan berusaha mengejar keuntungan.
Dari faktor di atas, maka terciptanya kebudayaan tradisional apabila masyarakat amat
tergantung kepada pertanian , tingkat teknologinya rendah dan produksinya hanya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Ciri-ciri Kebudayaan Tradisional :
1. Pengembangan adaptasi yang kaut terhadap lingkunagn alam.
Masyarakat desa (petani) mengembangkan tingkat dan bentuk adaptasi terhadap pelbagai
kekhususan lingkungan alam, sehingga dalam kaitan ini dapat dipahami bahwa pola
kebudayaan masyarakat desa terikat dan mengikuti karakteristik khas lingkungan (alam).
2. Rendahnya tingkat inovasi masyarakat karena adaptasi pasif terhadap alam.
Tingkat kepastian terhadap elemen alam (jenis tanah, tingkat kelembaban, ketinggian tanah,
pola geografis, dll) cukup tinggi sehingga merek tidak terlalu memerlukan hal-hal yang baru
karena terasa telah diatur dan ditentukan oleh alam.
3. Faktor alam juga mempengaruhi kepribadian masyarakatnya.
Sebagai akibat dari kedekatannya dengan alam, orang desa umumnya mengembangkan
filsafat hidup yang organis. Artinya mereka cenderung memandang segala sesuatu sebagai
suatu kesatuan dan tebalnya rasa kekeluargaan.
4. Pola kebiasaan hidup yang lamban.
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan yang dipengaruhi oleh irama alam yang tetap dan lamban.
Tanaman yang tumbuh secara alami, semenjak tumbuh hingga berbuah selalu melewati
proses-proses serta tahapan tertentu yang tetap.
5. Tebalnya kepercayaah terhadap takhayyul.
Konsepsi takhayyul merupakan proyeksi dari ketakutan atau ketundukan mereka terhadap
alam disebabkan karena tidak dapat memahami dan menguasai alam secara alam.
6. Sikap yang pasif dan adaptif masyarakat desa terhadap alam juga nampak dalam aspek
kebudayaan material mereka yang bersahaja. Kebersahajaan itu nampak misalnya pada
arsitetktur rumah dan alat-alat pertanian.
7. Rendahnya kesadaran akan waktu.
Faktor ini didasari oleh keterikatan mereka terhadap alam yang memliki irama sendiri yang
tidak terikat oleh waktu. Tanamam memiliki proses alami dengan peket waktu tersendiri
terlepas dari pengaturan dan campur tangan manusia. Orang tinggal menanti proses yang
alami itu. Akibatnya mereka tidak memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya waktu.
8. Kecenderungan masyarakat yang serba praktis.
Dalam segala hal mereka tidak terbebani ahl-hal yang kompleks, mereka tidak perlu
berbicara panjang lebar dan berbasa basi satu sama lain. Hal ini mendorong tumbuh dan
berkembangnya sifat-sifat jujur, terus terang, dan suka bersahabat.
9. Terciptanya standar moral yang kaku dikalangan masyarakat desa.
Moralitas dalam pandangan masyarakat desa adalah sesuatu yang absolut, tidak ada
kompromi antara baik dan buruk serta cenderung pada pemahaman clear-cut definition
(pemahaman hitam putih).
atau berbagai bentuk tradisi (termasuk sistem kekerabatan) yang mengatur seluruh kehidupan
masyarakatnya.
Bagi masyarakat desa yang secara umum pengelompokannya relatif kecil, adat-istiadat
atau tradisi adalah identik dengan kebudayaan. Sebab, dalam adat-istiadat atau tradisi tersebut
telah terkandung sistem nilai, norma, sistem kepercayaan, sistem ekonomi dan lainnya, yang
cukup lengkap menjadi pedoman perilaku kehidupan mereka. Untuk sbagian lainnya lagi,
pola kehidupan masyarakat Indonesia umunya, dan desa khususnya, harus dirunut asalmuasal nenek moyang kita yang ternyata berasal dari tempat dan suku bangsa yang berbedabeda. Denagn sendirinya pula dengan pola kebudayaan yang beragam.
Mengacu pada keadaan masa lampau, dengan berorientasi pada pola dasar mata
pencaharian masyarakat, W.F Wertheim (dalam Rahardjo, 1999), membedakan adanya tiga
daerah peradaban di Indonesia. Pertama, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Timur yang
telah sekian lamanya memiliki teknik dan system pertanian sawah. Kedua sepanjang pantai
Jawa, Sumatera dan Malaya, Kalimantan (di muara-muara sungai) yang merupakan daerahdaerah tempat berkembangnya kota-kota pelabuhan. Kota-kota pelabuhan ini mengadakan
hubungan dengan India, Cina, dan bahkan Jepang. Kegiatan perdagangan laut inilah yang
merupaka unsur penentu corak peradaban daerah-daerah ini. Ketiga, daerah-daerah
pedalaman dari kota-kota pelabuhan. Daerah-daerah ini pendudukya jarang.Desa-desa
pertanian sawah yang berada di Jawa Tengah dan Timur, yang umumnya disebut daerah
pedalaman (hinterland), dapat diperkirakan lebih bersifat tertutup, statis dan kurang
berorientasi kepada keuntungan dibanding dengan masyarakat desa-desa di daerah peradaban
ke dua.
Desa-desa di sekitar daerah peradaban kedua karena terbiasa pada situasi yang tercipta
oleh hubungan (dagang) dengan luar, dapat diperkirakan cenderung mengembangkan sikap
yang tebuka dan berorientasi pada keuntungan. Orientasi pada keuntungan ini juga dapat
diperkirakan terdpat dalam masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban ketiga, sekalipun
daerah ini dilekati oleh adat-istiadat lokal yang cukup kuat. Pada desa-desa sekitar dua
peradaban terakhir ini derajat ketundukannya terhadap kekuatan supra desa kurang besar
disbanding dengan masyarakat desa-desa sekitar daerah peradaban pertama. Maka pada era
diterapkannya program-program pembangunan desa yang pendekatannya bersifat top-down,
desa-desa di daerah tersebut kurang dapat mengadopsi program-program itu dengan baik