Anda di halaman 1dari 12

Dosen Disususn Oleh

: Ema Septaria , S. H, M. Hum : Nabillah Sariekide

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BENGKULU TAHUN 2009

BAB I. FAKTA
Pada tanggal 14 Agustus 2008, Republik Georgia mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Internasional atas dugaan pelanggaran HAM yaitu diskriminasi ras yang dilakukan di dua wilayah Georgia yaitu Ossetia Selatan dan Abkhazia. Georgia mengatakan bahwa Rusia berpura-pura mengontrol atas Ossetia Selatan, Abkhazia dan tempat-tempat yang berdekatan dengan wilayah Georgia. Georgia mengklaim bahwa etnis Georgia di daerah-daerah itu telah dijadikan sasaran kekerasan fisik yang menyebabkan kematian penduduk sipil, dan pengungsian para penghuninya. "Sasaransasaran itu menunjukkan bahwa kampanye diskriminasi ini merupakan pengusiran massal atas penduduk etnis Georgia dari Ossetia Selatan, Abkhazia dan daerah-daerah tetangga lainnya di Georgia," katanya. Menurut berita yang berkembang dan ditayangkan berulang-ulang di televisi setempat, bahwa presiden Georgia telah menyatakan keadaan perang. Hal ini dikarenakan perbuatan berani dari Rusia yang membom dan menghancurkan sebuah pelabuhan penting Georgia dan menghantam sebuah kota lain. Dari data yang terhimpun dikatakan sejauh ini ada kurang lebih 1.600 orang yang tewas di ibukota Tskhinvali akibat agresi dari Rusia ini. Ossetia Selatan memisahkan diri dari Georgia awal tahun 1990. Sejak itu wilayah itu menjadi sumber pertikaian antara Georgia dan Rusia , yang menentang apsirasi Tbilisi bergabung dengan NATO dan mendukung kelompok separatis Ossetia Selatan tanpa mengakui kemerdekaan mereka di provinsi Ossetia Selatan yang memisahkan diri itu Presiden Georgia mengatakan dalam pernyatannya, "Saya telah menandatangani satu keputusan mengenai keadaan perang. Georgia berada dalam keadaan agresi penuh militer," kata Saakashvili dalam satu pertemuan dewan keamanan nasionalnya yang disiarkan televisi.1 Sementara itu dari pihak Rusia yang diwakili oleh menteri pertahanannya membantah bahwa pesawat-pesawat jet mereka telah membom daerah-daerah sipil di Georgia. Pihak Rusia hanya membenarkan bahwa dua pesawat jet tempur mereka memang telah ditembak jatuh di wilayah Georgia. Tbilisi juga telah mengatakan bahwa
1

Anonym, 2008, 1.600 0rang Tewas, http/kompas.com/read/xml/2008/09/08/18.07 WIB

enam pesawat Rusia ditembak jatuh oleh Georgia. Diketahui Rusia

mendukung

pemerintah Ossetia Selatan dan mengirimkan tank-tank dan pasukan, untuk menanggapi operasi militer Georgia yang pro Barat itu untuk menguasai kembali provinsi yang memisahkan diri awal tahun 1990-an itu. Georgia dan pemerintah di Ossetia Selatan saling klaim menguasai Tskhinvali sejak Jumat pagi. Tetapi Rusia, mengatakan pihaknya telah "membebaskan" ibukota wilayah yang memisahkan diri itu setelah pasukan payung diterjunkan ke kota itu. "Batalyon-batalyon taktis telah membebaskan sepenuhnya Tskhinvali dari pasukan militer Georgia," kata Jendral Vladimir Boldyrev , kepala pasukan darat Rusia , yang dikutip kantor-kantor berita Rusia.2 Saat jumlah pasukan diperkuat dan bentrokan senjata meningkat, seorang pejabat senior militer mengatakan Georgia berencana akan menarik seluruh 2.000 tentaranya dari Irak dalam tiga hari ke depan. AS dan Uni Eropa mempersiapkan satu delegasi gabungan untuk mengusahakan gencatan senjata tetapi Presiden Ruisia Dmitry Medvedev mengatakan negaranya melancarkan operasi militer "untuk mendesak Georgia melakukan perundingan perdamaian." Georgia mengatakan satu pemboman Rusia telah "merusak seluruh pelabuhan Poti di Laut Hitam dalam serangan-serangan yang menurut PBB tampaknya seperti "satu invasi militer berskala penuh". Poti adalah sebuah pelabuhan penting dalam pengiriman minyak dan energi lainnya dari Laut Kaspia ke Barat. Pesawat-pesawat tempur Rusia juga membom kota Gori, Georgia menewaskan para warga sipil, kata TV Publik Georgia.3 Para pejabat Georgia mengatakan pesawatpesawat tempur Rusia, membom sasaran-sasaran militer di seluruh negara itu serta perlintasan kereta api dan satu bandara. Georgia hanya mengonfirmasikan 30 orang tentaranya tewas sementara Rusia mengatakan tiga lagi tentaranya tewas Sabtu, sehingga jumlah korban tewas di pihak pasukan Moskow itu menjadi 15 orang. Di jalan-jalan Tskhinvili yang berpenduduk sekitar 20.000 jiwa, tank-tank tampak terbakar dan wanita serta anak-anak berlarian untuk mencari perlindungan. Seorang wartawan AFP di Ossetia Selatan mengatakan melihat wanita, anak-anak dan orang tua naik bus menuju perbatasan Rusia untuk menghindari pertempuran itu. Di lain pihak, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengatakan rumahrumah sakit di Tsskhinvali dipenuhi para korban. Di bidang diplomatik, AS-- yang mendukung usaha Georgia untuk menjadi anggota NATO, menyerukan gencatan senjata
2 3

Ibid. Ibid, hal; 2

segera dan penarikan mundur pasukan Rusia. "Kami menyerukan Rusia menghentikan serangan-serangan pesawat tempur dan rudal ke Georgia, menghormati integritas wilayah Georgia dan menarik pasukan tempurnya dari wilayah Georgia," kata Menlu AS Condoleezza Rice dalam sebuah pernyataan.4 Pasukan-pasukan Rusia memasuki Georgia bulan lalu untuk mendesak pasukan Georgia dalam upayanya mengambil-alih kendali Ossetia Selatan, wilayah yang didukung Moskow yang memisahkan diri dari Tbilisi pada awal tahun 1990-an. Rusia kemudian menghentikan serangan lima harinya, namun tidak menarik semua pasukannya dari wilayah Georgia. Hal itu terjadi sejak Ossetia Selatan dan Abkhazia, wilayah pemberontak Georgia lainnya, diakui sebagai negara merdeka. Harian nasional KOMPAS mengatakan bahwa, sekitar 1.400 warga sipil tewas Sabtu (9/8) saat pasukan Rusia melancarkan invasi ke wilayah yang dipertikaikan di South Ossetia, Georgia. Lebih dari 150 tank dan kendaraan tempur Rusia telah dikerahkan menuju Georgia saat pemberontak South Ossetia digempur oleh pasukan Georgia. Sumber militer Rusia menyebutkan pasukan artileri dan tank mereka telah dikerahkan untuk menghadapi pasukan Georgia di sekitar ibukota South Ossetia, Tskhinvali. Rusia mengambarkan operasi militer tersebut sebagai serangan balas dendam setelah beberapa personil militernya yang ditempatkan di Georgia tewas terbunuh. Georgia mengerahkan hingga 26.000 personil pasukannya untuk menghadapi serangan militer Rusia. Sekitar 2.000 personil pasukan Georgia juga telah ditarik dari misi di Irak untuk memperkuat pasukan di dalam negeri. Namun, Presiden Georgia yang pro-Barat Mikhail Saakashvili menyebut operasi militer Rusia itu sebagai 'deklarasi perang' yang telah lama direncanakan. Mikhail Saakashvili telah memohon bantuan ke Amerika Serikat. "Tank-tank Rusia terus memasuki wilayah kami," seru Mikhail Saakashvili seraya memohon bantuan AS. "Rusia terus melancarkan pemboman ke wilayah kami...terutama yang ditujukan ke penduduk sipil." "Saya melihat jenazah

bergelimpangan di jalan, sekitar bangunan yang roboh, serta beberapa kendaraan," kata Lyudmila Ostayeva (50) yang melarikan diri dengan keluarganya ke Dzhava, seorang dusun dekat perbatasan dengan Rusia. "Saat ini sulit untuk menghitung jumlah korban tewas. Hampir tak tersisa lagi jumlah bangunan yang tidak rusak di South Ossetia," jelas kantor berita Rusia Interfax. Georgia melaporkan Rusia ke depan Mahkamah Pengadilan

Ibid

Internasional pada 12 Agustus, dengan tuduhan melanggar Konvensi Internasional 1965 mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (CERD).5

gambar

di

samping

adalah peta daerah yang terjadi sengketa. gambar Diambil harian dari arsip

setempat.

Walaupun Presiden Georgia Mikhail Saakashvili telah memerintahkan segera diberlakukannya gencatan senjata untuk menghentikan aksi yang disebutnya sebagai tindakan pemusnahan Georgia. Selain menuduh Rusia sebagai penjahat perang, Presiden Saakashvili menerangkan Moskow ingin menguasai rute energi ke Eropa. Sementara Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin menuduh Georgia telah melancarkan aksi genosida terhadap warga South Ossetia. Konflik ini telah mengakibatkan sedikitnya 34.000 orang menjadi pengungsi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerangkan sekitar 2.4000 orang telah melarikan diri dari South Ossetia ke beberapa wilayah lain di Georgia. Sementara 4.000 hingga 5.000 orang telah melarikan diri menyeberang perbatasan dan memasuki wilayah Rusia.Jumlah korban tewas dalam konflik militer belakangan di South Ossetia dilaporkan telah mencapai 1.500 orang, sebagian besar diantaranya adalah warga sipil.

anonim, 2008, Pasukan Rusia, http/kompas. com/read/xml/2008/08/09/04.12 WIB

BAB II. ISSUES


Berdasarkan fakta yang diambil dari ICJ ( International Court Of Justice) mengatakan bahwa Georgia mengklaim tentang serangan dari tentara Georgia dan pelanggaran terhadap perjanjian genjatan senjata, operasi militer Rusia terus berlanjut mendukung Ossetia Selatan sampai ke daerah territorial Pemerintah Georgia. Sejauh ini Georgia mengklaim bahwa kelanjutan dari tindakan diskriminasi yang nyata ini bertentangan dengan piagam PBB dan Universal Declaration Of Human Right. Berikut pernyataan yang dikutip dari ICJ: Georgia claims that Despite the withdrawal of Georgian armed forces and the unilateral declaration of a ceasefire, Russian military operations continued beyond South Ossetia into territories under Georgian government control. Georgia further claims that the continuation of these violent discriminatory acts constitutes an extremely urgent threat of irreparable harm to Georgias rights under [the] CERD in dispute in this case. Georgia requests the Court as a matter of utmost urgency to order the following measures to protect its rights pending the determination of [the] case on the merits: (a) the Russian Federation shall give full effect to its obligations under [the] CERD; Georgia respectfully requests the Court, as a matter of urgency, to order the following provisional measures, pending its determination of this case on the merits, in order to prevent irreparable harm to the rights of ethnic Georgians under Articles 2 and 5 of the Convention on Racial Discrimination: (a) The Russian Federation shall take all necessary measures to ensure that no ethnic Georgians or any other persons are subject to violent or coercive acts of racial discrimination, including but not limited to the threat or infliction of death or bodily harm, hostage-taking and unlawful detention, the destruction or pillage of property, and other acts intended to expel them from their homes or villages in South Ossetia, Abkhazia and/or adjacent regions within Georgia; (b) The Russian Federation shall take all necessary measures to prevent groups or individuals from subjecting ethnic Georgians to coercive acts of racial discrimination, including but not limited to the threat or infliction of death or bodily harm, hostage-taking and unlawful detention, the destruction or theft of property, and other acts intended to expel them from their homes or villages in South Ossetia, Abkhazia and/or adjacent regions within Georgia; (c) The Russian Federation shall refrain from adopting any measures that would prejudice the right of ethnic Georgians to participate fully and equally in the public affairs of South Ossetia, Abkhazia and/or adjacent regions of Georgia. Georgia further requests the Court as a matter of urgency to order the following provisional measures to prevent irreparable injury to the right of return of ethnic Georgians under Article 5 of the Convention on Racial Discrimination pending the Courts determination of this case on the merits: (d) The Russian Federation shall refrain from taking any actions or supporting

any measures that would have the effect of denying the exercise by ethnic Georgians and any other persons who have been expelled from South Ossetia, Abkhazia, and adjacent regions on the basis of their ethnicity or nationality, their right of return to their homes of origin; (e) The Russian Federation shall refrain from taking any actions or supporting any measures by any group or individual that obstructs or hinders the exercise of the right of return to South Ossetia, Abkhazia, and adjacent regions by ethnic Georgians and any other persons who have been expelled from those regions on the basis of their ethnicity or nationality; (f) The Russian Federation shall refrain from adopting any measures that would prejudice the right of ethnic Georgians to participate fully and equally in public affairs upon their return to South Ossetia, Abkhazia, and adjacent regions.6

BAB III. RULES


I. Berdasarkan terjemahan dari pasal 2 Deklarasi Universal dalam buku karangan Peter Bhaer dan kawan-kawan menyatakan bahwa; setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang dinyatakan dalam Deklarasi ini, dengan tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan bangsa atau social, harta milik, status kelahiran atau status lain. selanjutnya tidak boleh dilakukan pembedaan atas dasar status politik, status yurisdiksi, atau status internasional Negara atau wilayah tempat seseorang termasuk di dalamnya, apakah wilayah itu merdeka, perwalian, tidak berpemerintahan-sendiri atau di bawah pembatasan kedaulatan lain apa pun.7 II. Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, pasal I, II, III (dokumen E. 1) III. Konvensi tentang Tidak Dapat Diterapkannya Pembatasan Undangundang pada Kejahatan Perang dan Kejahatan melawan Kemanusiaan, pasal I (dokumen E. 2) IV. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial. Disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan

Anonym, 2008, Conclusion of the Public Hearings on Georgias request for the Indication of Provisional Measures, http//www.ICJ-CIJ.org/11/09/2008 at 20.49 p.m 7 Baehr, Peter,dkk, 2001, Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia, Yayasan Obor Indonesia, hal.185

ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 2106 A (XX) 21 Desember 1965. Pasal I, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 15, 16.8 V. Deklarasi tentang Ras dan Prasangka Rasial. Disetujui oleh Konfrensi Umum Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa ( UNESCO ) pada persidangannya uang kedua puluh, pada tanggal 27 November 1978. Pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10.9 VI. Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida. Disetujui dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratifikasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (III), 9 Desember 1948. Pasal 1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8, dan 9.10 VII. Konvensi tentang Tidak Dapat Ditetapkannya Pembatasan Statuta pada Perang dan Kejahatan Kemanusiaan, pasal 1-4.11

BAB IV. ANALYSIS


Pada pemaparan judul yang diangkat di atas, dapat kita simpulkan bahwa fenomena di atas dapat dikategorikan menjadi konflik internasional. Karena tidak hanya menyangkut nyawa orang banyak, tetapi juga masalah HAM, hubungan antar Negara, perjanjian internasional dan RAS. Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pengertian serta penjabaran konflik yang ada si atas. Menurut J. G. Starke dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Internasional edisi kesepuluh mengatakan bahwa; Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terkait untuk menaati, dan karenanya, benar-benar ditaati

8 9

Ibid, hal, 575 sampai 592 Ibid, hal, 658 sampai 667 10 Ibid, hal, 782 sampai 784 11 Ibid, hal, 785 sampai 788

secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain.12dan yang meliputi juga: a. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka dengan Negara-negara dan individu-individu; dan b. Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajian individu dan badan nonnegara tersebut penting bagi masyarakat internasional. Sedangkan Mochtar Kusumaatmadja, dkk dalam bukunya Pengantar Hukum Internasional mengklasifikasikan hukum internasional ini ke dalam hukum internasional public dan hukum perdata internasional. Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi atas Negara. Hukum internasional public adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persolan yang melintasi bayas Negara ( hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.13 Di dalam dnia internasional dikenal interaksi antar subjek hukumnya yang masingmasing mempunyai kepentinagnnya masing-masing. Untuk itu dibutuhkan aturan untuk mengaturnya. Pertanyaannya siapa sajakah yang dapat menjadi subjek hukum internasional? menurut Ema Septaria, S. H, M. Hum dalam materi Hukum Internasional pada tanggal 2 September 2009 di Gedung kuliah II Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, menyatakan bahwa; yang dapat menjadi subjek hukum internasional adalah masyarakat internasional sebagai bagian hukum internasional yang subordinatif, sedangkan bagian hukum internasional yang koordinatif adalah badan atau lembaga internasional yang resmi dan diakui oleh masyarakat internasional. Dalam hukum internasional dikenal adanya soft law dan hard law. Menurut sumber yang di catut pada blog Wikipedia menyatakan bahwa pengertian soft law itu adalah refers to quasi-legal instruments which do not have any legally binding force is somewhat weaker than the binding force of traditional law.14 Yang artinya bahwa soft law itu

12

Starke, J, G, 1988, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, hal 3. Definisi ini adalah kutipan definisi hukum internasional dari penulis Amerika, Profesor Charles Cheney Hyde; lihat Hyde, International law (2nd edn, 1947) Vol 1, alinea 1. 13 Kusumaatmadja, Mochtar dkk. 2003, Pengantar HUkum Intermasional, P. T. ALUMNI, hal, 1 14 Wikipedia, 2007, soft law, http//www. Wikipediathfreeensyclopedia.com/15/02/2008/ at 08.10 a.m

mengacu kepada hukum yang diakui tetapi tidak mempunyai kekuatan atau lebih lemah dari hukum adat. Sedangkan hard law adalah HAM adalah hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat. Peristilahan HAM banyk digunakan oleh aliran positivisme. Namun demikian, konsepsi HAM yang berkembang mempunyai hakikat untuk melindungi kepentingan perseorangan setiap individu. Pada saat ini telah ada beberapa instrumen yuridik untuk melindungi HAM dalam konteks hukum internasional. Namun sebelum munculnya instrumen yuridik tersebut, telah terjadi perdebatan mengenai status individu dalam hukum internasional. Dalam hukum internasional, paradigma negara-sentris telah mengakar sejak lama. Sehingga ketika muncul ide untuk membuat perlindungan internasional terhadap HAM, maka pro-kontra terjadi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa hukum internasional hanya mengatur hubungan antar negara, sehingga individu tidak dapat dianggap sebagai subyek hukum internasional.15 Namun menurut Prof. George Scelle, hanya individu yang menjadi subyek hukum internasional.16 Pendukung terhadap pendapat ini mengatakan bahwa tujuan akhir dari pengaturan-pengaturan konvensional adalah individu dan oleh karena itu individu mendapatkan perlindungan internasional.17 Pendapat lain mengatakan bahwa negara sebenarnya adalah entitas yang abstrak, dan pada dasarnya negara terdiri dari individu-individu, sehingga sudah sewajarnya individu dapat dikategorikan sebagai subyek hukum internasional meskipun hanya dalam hal-hal tertentu. Hadirnya Pengadilan Nuremberg, yang ditujukan untuk menghukum para pelaku kejahatan perang selama Perang Dunia II, berhasil menegaskan status individu menjadi subyek hukum internasional, sehingga secara langsung individu mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional.18 Istilah genosida pertama kali dikemukakan oleh Raphael Lemkin pada tahun 1933.[17] Genosida berasal dari bahasa Yunani atau genos yang artinya keluarga, suku atau ras, dan bahasa Latin occido yang artinya pembunuhan massal.19 Munculnya genosida sebagai salah satu kejahatan, didasarkan pada kejadian pembunuhan massal terhadap orang-orang Assyria di Irak pada 11 Agustus 1933.20 Sedangkan pembunuhan
15

Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2003, hlm. 58.
16 17 18

Ibid. Peter Malanczuk, op.cit., hlm. 92. Sri Setianingsih Suwardi, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2004, hlm.3

19 Wikipedia, Genocide, http://en.wikipedia.org/wiki/Genocide, akses pada tanggal 24 September 2007, pukul 19.27 WIB. 20

Ibid.

massal yang dianggap sebagai kejadian genosida yang pertama kali di dunia adalah pembantaian terhadap orang-orang Armenia oleh Turki pada tahun 1915.21 Lebih dari satu juta orang diperkirakan meninggal dalam kejadian tersebut. Dalam konteks hukum internasional, genosida pertama kali digunakan dalam tuntutan terhadap pelaku kejahatan perang di Pengadilan Nuremberg. Meskipun Piagam Nuremberg tidak menggunakan istilah genosida sebagai salah satu prinsipnya. Menurut Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide (CPPCG), genosida didefinisikan sebagai :22

any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a national, ethnical, racial or religious group, as such: (a) (b) (c) Killing members of the group; Causing serious bodily or mental harm to members of the group; Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring about its physical destruction in whole or in part; (d) (e) Imposing measures intended to prevent births within the group; Forcibly transferring children of the group to another group. Oleh karena itu permasalahan perebutan daerah kekuasaan antara Georgia vs russia ini harus dihentikan, karena kejahatan perang tersebut telah memakan ribuan nyawa warga sipil. Pembantaian etnis di Ossetia Selatan dan Abkhazia ini bias dikategorikan sebagai kejahatan perang, diskriminasi ras dan juga Genosida. Seperti yang diketahui dari informasi media cetak dan elektronik setempat bahwa hampir separuh dari penduduk asli disana menjadi korban militer dari peperanagan tersebut. Oleh karenanya, PBB dan mahkamah internasional harus segera menanggapi permasalahan ini. Dasar hukum yang mendasar yang bias digunakan adalah Universal Declaration Of Human Right yang menyatakan menentang keras terhadap pelanggaran HAM, pembunuhan, serta kejahatan perang yang harus segera diadili dan diselesaikan masalahnya agar tidak banyak lagi korban yang ditimbulkan. Jika hukum internasional itu benar-benar diyakini dan dihormati oleh bangsa tersebut, maka dengan segera
21

22 Wikipedia, Genocide, loc.cit.

Diane F. Orentlicher, Genocide, loc.cit.

Georgia serta Russia itu akan menyepakati perjanjian genjatan senjata atau perjanjian damai. Dalam hal ini PBB serta ICJ harus tegas member respond an tindakan.

Anda mungkin juga menyukai