Struktur Tim Partisipatif dalam Proyek
Pengembangan Teknologi Informasi
Oleh:
Adityo Hidayat St. Majo Kayo
Abstrak: Berbagai literatur project management disebutkan bahwa faktor
penyebab kegagalan proyek teknologi informasi didominasi oleh kurangnya
keterlibatan end‐user dalam proyek. Tulisan ini merekomendasikan sebuah model
struktur tim proyek yang partisipatif guna mengurangi resiko kegagalan atau
penolakan proyek.
Standish Group, sebuah lembaga riset dan konsultan independen di Amerika,
melakukan survey atas berbagai proyek TI selama 1994‐2003, telah
menghasilkan sebuah laporan berjudul “CHAOS 2001: A Recipe for Success”.
Laporan tersebut menyimpulkan berbagai faktor kunci yang berperan dalam
mewujudkan kesuksesan suatu proyek pengembangan teknologi informasi.
Faktor kunci tersebut (diurutkan sesuai ranking tertinggi hingga terendah)
adalah sebagai berikut:
1. Executive support
2. User involvement
3. Experienced project manager
4. Clear business objectives
5. Minimized scope
6. Standard software infrastructure
7. Firm basic requirements
8. Formal methodology
9. Reliable estimates
Struktur tim yang partisipatif direkomendasikan untuk mewujudkan faktor
kunci executive support, user involvement dan clear business objective. Faktor
1
kunci lainnya merupakan hal teknis dalam project management serta rekayasa
perangkat lunak, oleh karena itu berada di luar cakupan tulisan ini.
A. Struktur Tim Proyek yang Partisipatif
Setiap proyek perlu memiliki struktur tim yang partisipatif dimana melibatkan
seluruh stakeholder. Secara umum, struktur tim proyek terdiri atas 3 elemen,
yaitu Pengawas, Steering Committee (SC) dan Pengembang. Pengawas berperan
sebagai penghubung antara tim proyek dengan eksekutif manajemen, sementara
SC berperan sebagai penghubung dengan End‐User. Model struktur tim yang
partisipatif diilustrasikan Gambar 1.
Tim Proyek
Steering
Eksekutif End‐User
Pengawas Committee
Manajemen
Pengembang
Gambar 1 Model Struktur Tim Proyek yang Partisipatif
Ketiga elemen tersebut saling bekerjasama sebagai satu kesatuan tim yang utuh,
tanpa membedakan atribut kedinasan (atau bahkan kelembagaan). Untuk itu,
struktur tim digambarkan secara peer (mengutamakan kesetaraan), ketimbang
secara struktural. Masing‐masing elemen tersebut mencerminkan pembagian
peran tugas dimana dalam penerapannya disesuaikan dengan ketersediaan SDM
di lapangan (satu orang dapat merangkap lebih dari satu elemen).
Pengembang merupakan pihak yang memiliki kapabilitas rekayasa (engineering)
dalam teknologi informasi, baik hardware, software maupun networking.
2
Pengembang dapat merupakan tim TI dalam suatu dinas, pengelola TI dalam
suatu pemda (seperti: BID, Inkom, Puskom), atau bahkan tim TI independen
(pihak ketiga). Secara struktural, Pengembang melaporkan seluruh
perkembangan pekerjaan (progress report) kepada Pengawas.
Pengawas merupakan pihak yang mewakili pemilik pekerjaan dan berhubungan
langsung dengan manajemen organisasi. Pengawas dapat terdiri atas satu atau
lebih orang (berfungsi sebagai Dewan Pengawas) yang memiliki kewenangan
pengambilan keputusan dalam organisasi, serta berwenang dalam mengambil
keputusan atas proses eksekusi dan hasil proyek. Tugas utama Pengawas adalah
memastikan bahwa seluruh hasil kerja Pengembang sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan yang disepakati dalam kontrak. Dalam institusi pemerintahan,
Pengawas dapat diperankan oleh Kepala Dinas/Kantor, sementara dalam
institusi akademik, dapat diperankan oleh Pembantu Rektor.
Steering Committee (untuk berikutnya akan disingkat SC) merupakan pihak yang
memiliki cukup kewenangan untuk mengkoordinasikan seluruh end‐user yang
nantinya terkena imbas atas hasil proyek. End‐user dapat berupa operator
aplikasi (data‐entry), staf pengelola data dan informasi, staf pengelola jaringan
atau staf pelaksana teknis lainnya. Tugas utama SC adalah memfasilitasi dan
mengakomodasi kebutuhan end‐user, melakukan prioritisasi atas kebutuhan
agar sejalan dengan ruang lingkup dan waktu penyelesaian proyek, serta
mengkomunikasikannya kepada Pengawas dan Pengembang. Dalam institusi
pemerintahan, SC dapat diperankan oleh Kepala BID, sementara dalam institusi
akademik dapat diperankan oleh Kabid Akademik atau Kepala Puskom.
Model struktur tim partisipatif dalam keadaan sesungguhnya akan direalisasikan
ke dalam sebuah bentuk struktur yang sangat spesifik (tidak dapat digeneralisir)
sesuai dengan karakteristik organisasi itu sendiri. Gambar 2 mengilustrasikan
bagaimana model struktur tim partisipatif direalisasikan dalam sebuah struktur
tim fungsional yang dikaitkan dengan struktur organisasi akademik. Disebut
struktur tim fungsional adalah seseorang memiliki peran tambahan (selain posisi
jabatan struktural) hanya selama masa pengerjaan proyek. Dalam ilustrasi ini,
3
Pengawas berkoordinasi dan melaporkan seluruh kegiatannya kepada Pembantu
Rektor 3 Bidang Keuangan.
Gambar 2 Keterkaitan Struktur Tim Fungsional dan Struktural
Sesudah ditetapkannya struktur tim keseluruhan, perlu dibangun kesepahaman
bersama bagaimana mekanisme dan iklim kerja antar anggota tim guna tercipta
komunikasi yang baik sehingga meningkatkan peluang kesuksesan proyek
(meminimalkan resiko kegagalan).
B. Mekanisme Kerja
Tergantung dari kompleksitas proyek TI yang dikembangkan, setiap proyek
berpotensi atas sejumlah resiko kegagalan. Johnson (1995) mengungkap 10
penyebab utama kegagalan atau masalah dalam proyek TI (diurutkan mulai
ranking tertinggi hingga terendah), yaitu:
1. Lack of user input
2. Incomplete requirements and specifications
3. Changing requirements and specifications
4. Lack of executive support
5. Technology incompetence
6. Lack of resources
7. Unrealistic expectations
8. Unclear objectives
4
9. Unrealistic timeframes
10. New technology
Tiga penyebab utama kegagalan proyek TI merupakan hal‐hal yang berkaitan
dengan End‐User, yaitu user input (masukan atau umpan‐balik dari pengguna)
dan requirements (spesifikasi kebutuhan dari pengguna). Fakta‐fakta ini cocok
dengan kondisi aktual di lapangan, dimana spesifikasi yang diminta oleh
pengguna selalu berkembang sehingga mengakibatkan kemunduran jadwal
penyelesaian proyek.
Ketiga penyebab utama ini akan diatasi oleh elemen SC dalam struktur tim
partisipatif. Salah satu kegiatan proyek adalah forum diskusi berkala yang
difasilitasi oleh SC untuk mengakomodasi masukan dari end‐user dan
mengarahkan permintaan end‐user agar selaras dengan misi proyek TI. Sesuai
hasil riset McKeen dan Guimaraes (1997), kegiatan ini perlu dimanfaatkan
sebagai forum testing dan approval dari end‐user atas deliverables dari
Pengembang, seperti: format laporan, desain tampilan, alur prosedur
penggunaan aplikasi, modul aplikasi. Seluruh masukan dikomunikasikan kepada
pihak Pengembang untuk ditindaklanjuti. Seringkali diperlukan kehadiran
Pengawas selaku endorser maupun promotor, serta kehadiran Pengembang
selaku narasumber.
Dalam kondisi dimana terdapat kebutuhan end‐user yang sangat mendesak
sehingga diperlukan perubahan ruang lingkup proyek, SC tidak serta merta
menyetujui permintaan tersebut, namun harus berkonsultasi dan meminta
persetujuan Pengawas. Dalam proses ini, Pengawas harus mengambil keputusan
yang sedapat mungkin memuaskan semua pihak (Pengembang dan SC). Apapun
hasil keputusan yang disepakati bersama, harus dikomunikasikan dengan baik
kepada end‐user. Hal ini sejalan dengan hasil temuan riset majalah SWA (2007),
bahwa komunikasi merupakan faktor utama penentu keberhasilan Change
Management.
5
SC memegang peranan penting guna memastikan seluruh hasil proyek sesuai
dengan ruang lingkup yang disepakati, dan yang terpenting, sukses tidaknya
suatu proyek. Menurut Karlsen (2005), sebuah proyek disebut sukses apabila
sistem yang dikembangkan dapat berfungsi sesuai harapan serta mampu
menyelesaikan permasalahan yang ada. Kriteria lainnya, sebuah proyek disebut
sukses jika penggunanya terpuaskan (satisfied users). Dengan demikian, SC dapat
dipandang sebagai sebuah perwakilan user, serta menjadi sumber indikator atas
kesuksesan suatu proyek.
C. Iklim Kerja
Iklim kerja perlu dibangun dengan mengedepankan nilai‐nilai kultural yang
mampu mendorong terciptanya kesuksesan proyek teknologi informasi serta
terwujudnya perubahan sebagai konsekuensi langsung atas setiap implementasi
proyek. Harper dan Utley (2001) telah mengidentifikasi nilai‐nilai kultural yang
selalu menyertai kesuksesan implementasi proyek teknologi informasi. Nilai‐
nilai tersebut adalah sebagai berikut:
1. Autonomy
2. Fairness and trust
3. Team oriented work
4. Flexibility
5. Sharing information freely
End‐user harus senantiasa dipandang sebagai subjek, bukan objek atas
implementasi proyek. Dipandang sebagai subjek mengandung makna bahwa end‐
user tidak hanya diminta untuk menggunakan hasil atas proyek (tools), namun
juga diberikan kemandirian (autonomy) dalam memutuskan bagaimana tools
tersebut dapat didayagunakan lebih lanjut menurut pandangan mereka sendiri.
Setiap orang akan senang apabila pendapat atau pandangan mereka dihargai
(fairness), serta apabila mereka diberikan kepercayaan yang cukup untuk
melakukan sesuatu pekerjaan (trust). End‐user harus dilibatkan dalam setiap
6
proses, karena membangkitkan keyakinan bahwa hasil proyek merupakan
kontribusi aktif mereka.
Bekerjasama dalam sebuah tim (team oriented work) dapat berhasil, apabila
terdapat keterbukaan informasi yang cukup (information sharing). Tim proyek
harus memiliki media dan mekanisme pertukaran informasi yang tepat sehingga
setiap informasi terkait proyek dapat diakses oleh seluruh anggota secara cepat.
Keterbukaan informasi ini penting karena dengan ini memungkinkan setiap
anggota tim untuk menilai dirinya sendiri apakah bagian pekerjaannya sudah
terlaksana dengan akurat, efektif serta efisien. Keterbukaan informasi ini pun
menjadi prasyarat agar tim proyek senantiasa fleksibel, selalu siap merespon
apabila diperlukan perubahan di tengah perjalanan proyek.
D. Kesimpulan
Setiap proyek teknologi informasi perlu mengadopsi struktur tim yang
partisipatif ini. Struktur ini perlu diinformasikan kepada stakeholder proyek
seawal mungkin pada saat penyusunan project plan, serta menentukan siapa saja
pihak yang dipandang tepat untuk tergabung dalam tim tersebut.
Aspek pembiayaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur tim
partisipatif ini. Kontribusi aktif dari setiap anggota tim harus dihargai, dan
kebutuhan atas pembiayaan ini harus didukung oleh stakeholder proyek.
Dukungan ini dapat berupa pembiayaan yang bersumber dari anggaran yang
terpisah (di luar anggaran proyek), atau pembiayaan ini disertakan menjadi satu
dalam anggaran proyek (telah termasuk dalam nilai kontrak).
Project manager perlu mendiskusikan keseluruhan aspek struktur, mekanisme
kerja, bagaimana mengkondisikan iklim kerja yang positif beserta pembiayaan
bersama stakeholder proyek guna mendapatkan dukungannya. Dalam keadaan
dimana dukungan ini tidak tersedia, project manager perlu menyertakan
ketiadaan dukungan ini sebagai salah satu resiko yang dituliskan dalam subbab
Risk Management di dokumen project plan.
7
Project manager juga perlu menyepakati bersama SC di awal proyek bagaimana
kriteria sukses suatu proyek. Hal ini perlu dilakukan karena SC merupakan
representasi end‐user secara keseluruhan yang akan menentukan sukses
tidaknya suatu proyek.
E. Referensi
1. Standish Group, “CHAOS 2001: A Recipe for Success”.
2. Johnson, Jim. “CHAOS: The Dollar Drain of Information Technology
Failures”, Application Development Trends, January 1995.
3. McKeen, J. and Guimaraes, T. Successful Strategies for User Participation
in Systems Development. Journal of Management Information Systems, 14,
2 (Fall 1997), 133–150.
4. Arief Adi Wibowo dan Sarah Agisty. Riset Change Management 2007,
Majalah SWA.
5. Harper, G. R. & Utley, D. R. (2001), 'Organizational Culture and Successful
Information Technology Implementation', Engineering Management
Journal, vol. 13, no. 2, pp. 11‐15.
6. J. T. Karlsen et al. WHAT CHARACTERIZES SUCCESSFUL IT PROJECTS.
International Journal of Information Technology & Decision Making Vol. 4,
No. 4 (2005) 525–540.