Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH MENGEVALUASI KURIKULUM PESANTREN RAMADHAN DI YAYASAN PENDIDIKAN AS-SYUHADA BLIMBING KOTA MALANG BERDASARKAN MODEL CIPP Makalah

Ini Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Semester III

Mata Kuliah EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN

Disusun Oleh Drs. Wahyu Widodo, M.BA NPM. 210101060

Pascasarjana Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang ( UNISMA ) 2012

A. Pendahuluan Di Indonesia kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu perubahan dari kurikulum 1974 menjadi kurikulum 1984; dari kurikulum 1984 ke kurikulum 1994; dan dari kurikulum 1994 ke kurikulum 2004 (Ansyar, 2000: 2). Perubahan itu belum didasari oleh hasil evaluasi kurikulum secara profesional, mendasar, menyeluruh, terpadu, dan bahkan lebih cenderung bersifat politis (ganti Menteri ganti kurikulum). Kita memang tidak bisa memungkiri bahwa perubahan kurikulum (termasuk perubahan kurikulum kurikulum Agama yang dikembangkan menjadi kurikulum Pesantren Ramadhan) itu mutlak diperlukan karena tiga faktor utama, yaitu: (1) sosiologis, (2) ideologis, dan (3) ontologis (Nasution, 1994: 5). Tetapi yang terjadi di negara kita adalah bahwa perubahan itu lebih banyak karena faktor politisnya ketimbang yang lain. Bahkan yang lebih menyedihkan kita adalah bahwa perubahan dari suatu kurikulum ke kurikulum berikutnya bukan pula didasarkan pada hasil evaluasi kurikulum yang dilakukan secara mendasar, menyeluruh dan terpadu. Evaluasi kurikulum merupakan salah satu komponen inti kurikulum. Menurut Zais (1976: 439) komponen-komponen integral suatu kurikulum adalah (1) tujuan, (2) isi atau materi, (3) aktivitas-aktivitas pembelajaran, dan (4) evaluasi. Dengan dasar pemikiran itu kegiatan evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang amat mendasar bagi pengembangan kurikulum. Di dalam mengevaluasi kurikulum banyak model yang ditawarkan oleh pakar evaluasi kurikulum. Menurut Ornstein danHunkins (1985: 261) model evaluasi kurikulum secara garis besarnya ada dua, yakni: (1) model evaluasi kurikulum yang bersifat kualitatif. Ke dalam model ini termasuk model studi kasus dan model iluminatif; (2) Model kuantitatif seperti model evaluasi kurikulum ala Tyler, model teoretik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin , model Countenance Stake, dan model CIPP. Untuk keperluan makalah ini, penulis hanya memilih model evaluasi kurikulum kuantitatif, khususnya model Context, Input, Process, Product (CIPP ) yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam.Alasan pemilihan model ini untuk mengevaluasi kurikulum (terutama kurikulum Pendidikan Agama di Yayasan Pendidikan Islam As-Syuhada) adalah karena model ini ber-sifat mendasar, menyeluruh, dan terpadu. Bersifat mendasar, karena mencakup objek-objek inti kurikulum yaitu tujuan, materi, proses pembelajaran, dan evaluasi itu sendiri. Menyeluruh karena evaluasi juga difokuskan pada seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan dan pengimplementasian kurikulum. Sedangkanterpadu karena proses evaluasi ini melibatkan seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan terutama siswa. B. Permasalahan Permasalahan utama yang diajukan dalam makalah ini adalah"Bagaimana cara menerapan model CIPP dalam mengevaluasi kurikulum (termasuk dalam mengevaluasi kurikulum Pendidikan Agama menjadi kurikulum Pesantren Ramadhan)?"

C. Pembahasan 1. Hakikat Kurikulum Prayitno (2004: 52) memandang kurikulum sebagai pendukung pendidikan. Sementara itu, Zais (1976: 7--9) mengungkapkan enam hakikat kurikulum, yaitu: (1) suatu program belajar, (2) materi suatu pembelajaran, (3) serangkaian pengalaman pembelajaran yang direncanakan, (4) pengalaman-pengalaman yang akan dijalani siswa di sekolah atau lembaga pendidikan, (5) serangkaian hasil belajar yang distrukturkan secara serial, dan (6) suatu rancangan tindakan. Dalam makalah ini, yang dimaksudkan dengan kurikulum adalah suatu rancangan tindakan yang tertulis. Jadi, kurikulum dipandang sebagai salah satu dokumen tertulis. Sebagai suatu dokumen tertulis, kurikulum tidak bersifat menetap atau abadi. Sebagaimana layaknya suatu dokumen yang berisi rancangan tindakan, maka rancangan-rancangan itu sendiri perlu selalu disesuaikan dengan berbagai perkembangan dan perubahan yang terkait dengan siswa, guru, teknologi pembelajaran, tuntutan masyarakat dan keilmuan. Untuk menentukan karakteristik, kuantitas, dan kualitas perubahan itulah diperlukan evaluasi. 2. Hakikat Evaluasi Kurikulum Model CIPP Inti evaluasi adalah untuk mengambil keputusan tentang kurikulum dalam arti luas. Daniel Stuffbeam (dalam Ornstein dan Hunkins, 1985: 252) mendefinisikan evaluasi sebagai "... proses menggambarkan, mendapatkan, dan mengembangkan informasi yang berguna bagi penetapan alternatif-alternatif keputusan". Pakar ini membagi tiga tipe keputusan yang dapat diambil sebagai tindak lanjut evaluasi. Keputusan tersebut adalah: (1) keputusan-keputusan yang terkait dengan pengembangan pembelajaran, (2) keputusan-keputusan yang terkait dengan para individu seperti guru dan siswa,serta (3) keputusan-keputusan yang terkait dengan peraturan administratif sekolah, misalnya bagaimana sistem sekolah yang baik, serta bagaimana peraturan-peraturan tentang warga sekolah. Dalam evaluasi model CIPP, dievaluasi pengaruh keputusan-keputusan manajemen yang terkait dengan kurikulum. Proses utama pengevaluasian ada tiga, yaitu: (1) pengungkapan informasi yang dibutuhkan, (2) pengumpulan data, dan (3) pengembangan informasi terhadap hal-hal penting. Berdasarkan pengevaluasian, ada empat jenis keputusan yang dapat dirumuskan yaitu: (1) keputusan tentang perencanaan, (2) keputusan tentang penstrukturan, (3) keputusan tentang pengimplementasian, dan (4) keputusan tentang proses pengulangan. Sesuai dengan jenis keputusan yang diambil, diklasifikasikan empat tipe pengevaluasian. Tipetipe tersebut adalah: (1) konteks, (2) masukan, (3) proses, dan (4) produk. Evaluasi tentang konteks dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang cermat tentang lingkungan pembelajaran siswa. Berdasarkan hal itu, dapat ditetapkan serangkaian tujuan, termasuk di dalamnya tujuan pelaksanaan evaluasi. Evaluasi tentang input atau masukan dimaksudkan untuk mengembangkan informasi bagaimana pengembangan sumber-sumber pembelajaran yang relevan dengan tujuan-tujuan program yang ditetapkan. Evaluasi tentang proses dimaksudkan

untuk mengembangkan pengawasan dan pengelolaan program pembelajaran sebagai hasil pengimplementasian kurikulum. Evaluasi tentang produk dimaksudkan untuk menetapkan apakah keluaran atau hasil pembelajaran itu sesuai dengan apa yang diharapkan dan digariskan dalam rumusan-rumusan tujuan. 3. Langkah-Langkah Penerapan Model CIPP dalam Mengevaluasi Kurikulum Langkah-langkah penerapan model CIPP dalam mengevaluasi kurikulum adalah sebagai berikut: a) Perencanaan Evaluasi Pada tahap ini direncanakan hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan evaluasi. Perencanaan tersebut mencakup bidang (1)man atau orang-orang yang akan dilibatkan dalam evaluasi, (2)money, anggaran yang dibutuhkan dan harus disediakan dalam pelaksanaan evaluasi, (3) management, pengorganisasian pelaksanaan evaluasi, baik penetapan struktur organisasi, ruanglingkup tugas dan tanggung jawab maupun pendelegasian kewenangan, serta (4) time, yaitu waktu mulai dari perencanaan evluasi serta pelaporan dan perekomendasian hasil. b) Pelaksanaan Evaluasi Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan evaluasi kurikulum berdasarkan model CIPP ini, yakni: 1). Pemfokusan terhadap Fenomena Kurikulum yang akan Dievaluasi Pada tahap ini, para evaluator menetapkan apa yang akan dievaluasi dan apa desain yang digunakan. Untuk itu, dilakukan uji-coba pelaksanaan kurikulum di suatu lembga pendidikan atau beberapa sekolah yang ditetapkan sebagai pilot-proyek. Dalam tahap ini, ditetapkan fokus evaluasi: apakah keseluruhan sekolah,ataukah sekolah tertentu. Apakah sekolah itu merupakan sekolah induk atau inti dan yang lain merupakan sekolah imbas. 2). Pengumpulan Informasi Pada tahap ini para evaluator mengidentifikasikan sumber-sumber informasi yang esensial serta alat-alat (instrumen) yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tersebut. Sesudah semuanya disiapkan, evaluator melaksanakan pengumpulan informasi. Informan yang diharapkan adalah pihak-pihak yangterutama terkait langsung dengan proses pembelajaran, misalnya siswa, guru, pimpinan sekolah, tata usaha, komite sekolah, dan wakil-wakil masyarakat yang mewakili orang tua siswa maupun profesi tertentu yang menonjol. Informasi juga dikaitkan dengan deskripsi tentang content atau materi pembelajaran, input terutama kesiapan dan peran serta input, process, terutama terkait dengan kesesuaian proses dengan materi dan input serta aspek sarana danprasarana lainnya, serta product. Jika product belum dihasilkan, tidak mungkin dilaksanakan evaluasi kurikulum.

3). Pengorganisasian Informasi Para pengevaluator mengorganisasikan informasi agar mudah diinterpretasikan dan dimanfaatkan oleh audiens (dalam hat ini kelompok evaluator). Pengorganisasian informasi mencakup pengodean, pengorganisasian, penyimpanan, dan penyiapan untuk saji-ulang informasi. 4) Penganalisisan Informasi Pada tahap ini, evaluator memilih dan mengembangkan teknik-teknik analisis informasi yang memadai. Spesifikasi teknik yang digunakan tergantung pada fokus evaluasi dan alat evaluasi yang digunakan. c) Pelaporan Informasi Hasil Evaluasi Pada tahap ini, para evaluator menetapkan cara terbaik untuk melaporkan hasil evaluasi. Pada tahap ini ditetapkan apakah akan digunakan cara formal maupun informal. Selain itu, laporan akhir hendaknya memuat rincian data statistik. d) Pendaur-ulangan Informasi Keberlanjutan informasi dan evaluasi sangat diperlukan dalam pengembangan kurikulum. Meskipun berdasarkan hasil evaluasi ternyata kuriulum tersebut sudah memadai, namun pemberian umpan batik, pemodifikasian, dan penyesuaian tetap diperlukan sebab berbagai kekuatan yang mempengaruhi sekolah selalu menghendaki adanya perubahan. D. Implikasi Model Evaluasi Kurikulum Pesantren Ramadhan Sesuai langkah-langkah evaluasi kurikulum model CIIP di atas, Pada Yayasan Pendidikan Islam As-Syuhada telah diambil suatu kebijakan untuk memberlakukan kurikulum pesantren Ramadhan sebagai pemantapan kurikulum pendidikan Agama di satuan pendidikan Dasar. Pada tahap perencanaan pihak yayasan merencanakan dan memberdayakan sumber dana dan sumber daya manusia (guru, siswa, masyarakat, stake holder, dan pengambil kebijakan) untuk mengevaluasi kurikulum pendidikan agama Islam untuk setiap satuan pendidikan. Kemudian dilaksanakan evaluasi kurikulum dan dari hasil evalusai itu diperoleh data bahwa kurikulum pendidikan agama yang diberlakukan di setiap satuan pendidikan di Kota Malang kurang mampu memberdayakan kompetensi siswa untuk melaksanakan praktik. Fenomena di atas di sebabkan karena berdasarkan hasil evaluasi dengan model menerapkan model CIPP, ternya minggu efektif untuk belajar agama dalam satu tahun hanya 40 minggu atau 20 minggu per semester. Maksudnya seorang anak belajar agama dalam satu semester 2 X 45 X 20 Mg = 1800 atau setara dengan 30 jam. Ini berarti dalam satu tahun anakbelajar agama hanya 60 jam dengan muatan materi 75% teori dan 25% praktik. Berdasarkan data pelaksanaan kurikulum Agama pada setiap satuan pendidikan itu jelas anak SK dan KD (Kompetensi Dasar) serta indikator-indikator yang berhubungan dengan praktik

tidak akan terwujud. Oleh karena itu dengana adanya otonomi pendidikan berlandaskan pada KTSP maka Yayasan Pendidikan Islam As-Syuhada membuat kurikulum pendidikan agama yang dinamakan dengan kurikulum pesantren Ramadhan. Kurikulum ini didesain untuk dilaksanakan dalam 20 hari kegiatan dengan rincian kegiatan sebagai berikut. Seorang anak pada pagi hari akan belajar agama selama 1,5 jam; siang hari 2,5 jam; dan malam hari 2,0 jam. Ini berarti seorang anak dalam satu hari akan belajar agama sebanyak enan jam. Oleh karena kurikulum ini didesain untuk 20 hari, maka seorang anak akan belajar agama di Mesjid, Mushalah atau langgar sebanyak 120 jam dengan muatan isi kurikulum praktik 75% dan teori 25%. Dengan desain kurikulum agama ini jelas kelihatan bahwa terdapat kenaikan jam belajar dari 60 jam per tahun (2 semester) menjadi 120 jam belajar selama 20 hari dalam bulan Ramdahan. Demikian juga perbandingan materi 75 % teori plus 25% praktik dalam kurikulum sekolah menjadi 75% praktik plus 25% teori dalam kurikulum pesantren Ramadhan. E. Simpulan Berdasarkan kajian teoretis dan penerapan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa model CIPP merupakan model evaluasi kurikulum terbaik karena bersifat mendasar, menyeluruh, dan terpadu. Bersifat mendasar, karena mencakup objek-objek inti kurikulum yaitu tujuan, materi, proses pembelajaran, dan evaluasi itu sendiri. Bersifat menyeluruh karena evaluasi juga difokuskan pada seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan dan pengimplementasian kurikulum. Bersifat terpadu karena proses evaluasi ini melibatkan seluruh pihak yang terkait dalam praktik pendidikan terutama siswa. F. Saran Hasil telaah kepustakaan membuktikan bahwa evaluasi kurikulum model CIPP ini sangat populer dan dilaksanakan secara terprogram di AS. Oleh karena itu, sudah saatnya pengembangan dan perubahan kurikulum (termasuk perubahan kurikulum bidang studi lainnya) di Indonesia hendaknya juga didasarkan atas pengevaluasian kurikulum model CIPP. Kelemahan utama penerapan model CIPP adalah dalam hal pembiayaan. Penerapan model CIPP memerlukan dana yang relatif besar. Namun, jika model ini diterapkan dalam wilayah terbatas, maka kelemahan ini dapat diatasi. Selain itu, berdasarkan penerapan evaluasi kurikulum model CIPP pada wilayah terbatas, hasil evaluasi dapat digeneralisasikan dan dijadikan sebagai sumber pertimbangan pengambilan keputusan terhadap kurikulum yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai