Anda di halaman 1dari 65

Effektivitas Model Pembelajaran Living Values Education (LVE)

Terhadap Tanggung Jawab dan Hasil Belajar


Peserta Didik Kelas XI

Proposal Penelitian untuk Skripsi S-1

diajukan oleh

Aisyah Isnaini Mareta Herarmi

14670047

Kepada

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
Desember 2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................1


B. Indikator Masalah...............................................................................................
C. Pembatasan Masalah ..........................................................................................
D. Rumusan Masalah ..............................................................................................
E. Tujuan Penelitian................................................................................................
F. Manfaat Penelitian .............................................................................................

BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................................

A. Kajian Teori .......................................................................................................


B. Penelitian yang Relevan .....................................................................................
C. Kerangka Berpikir ..............................................................................................
D. Hipotesis.............................................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................

A. Jenis dan Desain Penelitian ................................................................................


B. Variabel Penelitian .............................................................................................
C. Definisi Operasional ..........................................................................................
D. Populasi dan Sampel Penelitian .........................................................................
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................
F. Instrumen Penelitian ..........................................................................................
G. Uji Analisis Instrumen Penelitian ......................................................................
H. Teknik Analisis Data ..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah

satu sarana dan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan

zaman. Pembelajaran menjadi lebih mudah dan dapat dilakukan dimana

saja dengan berkembangnya teknologi dan informasi. Perkembangan

teknologi yang pesat memiliki dua sisi mata pisau. Jika dilihat dari segi

kelebihan teknologi menyimpan segudang kelebihan, mulai dari pencarian

materi hingga soal-soal olimpiade. Jika dilihat dari segi kekurangan

teknologi juga menyimpan ribuan kekurangan. Informasi menjadi lebih

mudah didapatkan dan segala macam hal dapat ditemukan baik yang

berkaitan dengan pembelajaran maupun di luar konteks itu. Hal-hal di luar

konteks pembelajaran inilah yang dapat menganggu konsentrasi siswa

terhadap belajarnya. Sehingga siswa menjadi lebih tertarik terhadap dunia

luar sekolah daripada belajar mengenai pelajaran di sekolah. Dunia luar

memang penting untuk dipelajari namun bagi para siswa belajar mengenai

pelajaran adalah yang utama. Sehingga penggunaan teknologi yang bijak

menjadi penting untuk diketahui dan diterapkan. Adanya perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang nyata bagi

pendidikan.

1
2

Pendidikan adalah proses pembudayaan, proses kultural, atau

proses kultivasi untuk mengembangkan semua bakat dan potensi manusia

guna mengangkat diri sendiri dan dunia sekitarnya pada taraf human

(Kartono, 1992:22). Taraf human yang terkandung dalam pengertian

tersebut adalah bagaimana pendidikan bisa mengangkat derajat manusia

kearah yang bermoral, bermartabat, berkarakter baik, mempunyai nilai

(values), serta sikap yang mencerminkan bahwa manusia adalah insan

kamil yang seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan tidak hanya

menciptakan insan berakal, insan yang kompeten dan berguna, insan agent

of change, insan yang bertakwa, melainkan insan kamil yang seutuhnya.

Hal ini juga terdapat dalam tujuan pembelajaran kimia.

Pembelajaran kimia bagi sebagian siswa merupakan mata pelajaran

yang sulit untuk dipahami. Kimia merupakan ilmu yang mempelajari

tentang zat dan materi. Ilmu kimia dianggap terlalu abstrak dan

membutuhkan imajinasi yang luas sehingga siswa kesulitan dalam

memahami. Pelajaran kimia juga jarang memiliki alat peraga karena

memang alat peraga tidak dapat digunakan dalam memahami ilmu kimia.

Hanya 25% pokok bahasan materi kimia yang dapat diaplikasikan dalam

alat peraga. Ilmu kimia yang abstrak harus dipelajari dengan adanya

praktikum sehingga siswa akan mengenang praktikum karena siswa

belajar sambil melakukan (learning by doing).

Guru kimia dalam melakukan kegiatan belajar mengajar harus

memiliki inovasi dalam menyampaikan materi dan menguasai berbagai


3

macam model pembelajaran. Sehingga siswa akan lebih atusias dan tidak

bosan dalam mengikuti pembelajaran kimia. Penggunaan model

pembelajaran yang cocok dengan pokok bahasan tertentu juga akan

membantu siswa dalam memahami pokok bahasan tersebut.

Materi-materi kimia merupakan ilmu yang harus dipelajari secara

bertahap. Sehingga setiap pertemuan di dalam kelas harus diikuti, karena

banyak siswa yang mengeluhkan merasa kesulitan ketika ada pertemuan

yang terlewat dan tidak dapat dipelajari secara mandiri. Padahal beberapa

siswa juga harus mengikuti kegiatan-kegiatan di luar sekolah untuk

meningkatkan kualitas soft skill-nya. Tahun kedua di bangku SMA

merupakan puncak kepadatan kegiatan baik kegiatan akademik maupun

non akademik. Kegiatan akademik pada tahun kedua merupakan pokok

bahasan yang cukup berat dan memerlukan waktu yang cukup panjang.

Sehingga siswa seringkali bosan dan jenuh dengan pelajaran di sekolah.

Selain itu, siswa yang mengikuti kegiatan di luar sekolah harus menerima

konsekuensi untuk dapat membagi waktu secara proporsional. Namun

banyak siswa yang kesulitan dalam membagi waktu, sehingga banyak

yang dikorbankankan. Salah satunya yaitu terbengkalainya tugas-tugas

sekolah. Karena keterbatasan waktu yang dimiliki siswa, tugas yang

harusnya dapat dikerjakan jauh-jauh hari tidak dapat dikerjakan karena

harus berkegiatan di luar sekolah. Alhasil tugas dikerjakan secara

mendadak dan asal-asalan. Hal ini menyebabkan hasil penilaiannya

menjadi kurang maksimal dan berdampak pada hasil belajar siswa.


4

Kurangnya tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah

merupakan salah satu pemicunya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan tidak

diterapkannya model pembelajaran yang dapat menyadarkan siswa

mengenai tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar. Padahal banyak

model pembelajaran yang menanamkan nilai tanggung jawab. Salah

satunya adalah model pembelajaran Living Values Education (Pendidikan

Nilai). Living Values: An Educational Program (LVEP) adalah program

pendidikan nilai-nilai. Program ini menyajikan berbagai macam aktivitas

pengalaman dan metodologi praktis bagi para guru dan fasilitator untuk

membantu anak-anak dan para remaja mengeksplorasi dan

mengembangkan nilai-nilai kunci pribadi dan sosial: kedamaian,

penghargaan, cinta, tanggung jawab, kebahagiaan, kerjasama, kejujuran,

kerendahan hati, toleransi, kesederhanaan, dan persatuan. Model

pembelajaran ini diharapkan dapat menyadarkan siswa mengenai tanggung

jawab sebagai seorang pelajar sehinga hasil belajarnya pun juga akan

meningkat.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Living Values

Education terhadap Tanggung Jawab dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan

pembelajaran kimia yaitu:


5

1. Siswa lebih tertarik terhadap dunia luar sekolah daripada belajar

mengenai pelajaran di sekolah

2. Ilmu kimia dianggap terlalu abstrak dan membutuhkan imajinasi yang

luas sehingga siswa kesulitan dalam memahami.

3. Pelajaran kimia juga jarang memiliki alat peraga karena memang alat

peraga tidak dapat digunakan dalam memahami ilmu kimia.

4. Pokok bahasan yang cukup berat dan memerlukan waktu yang cukup

panjang membuat siswa seringkali bosan dan jenuh dengan pelajaran

di sekolah.

5. Banyak siswa yang kesulitan dalam membagi waktu, sehingga banyak

yang dikorbankankan. Salah satunya yaitu terbengkalainya tugas-tugas

sekolah. Karena keterbatasan waktu yang dimiliki siswa, tugas yang

harusnya dapat dikerjakan jauh-jauh hari tidak dapat dikerjakan karena

harus berkegiatan di luar sekolah.

6. Kurangnya tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas

sekolah merupakan salah satu pemicunya.

7. Tidak diterapkannya model pembelajaran yang dapat menyadarkan

siswa mengenai tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu, kemampuan dan pengalaman

peneliti, maka tidak semua permasalahan akan diteliti oleh peneliti.

Pembatasan masalah diperlukan dalam penelitian ini agar penelitian ini

lebih terarah dan tidak terjadi perluasan kajian mengingat luasnya


6

permasalahan yang ada. Penelitian ini dibatasi pada masalah yang ada

dalam pembelajaran kimia, yaitu kurangnya tanggung jawab siswa dalam

proses pembelajaran. Serta pada masalah belum optimalnya hasil belajar

pada ranah kognitif. Oleh karena itu, guru harus menemukan model

pembelajaran yang efektif dan menarik bagi siswa agar siswa tidak merasa

bosan dan memiliki tanggung jawab pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Dari permasalahan tersebut, maka peneliti memberikan

penyelesaian masalah dengan menerapkan model pembelajaran living

values education pada mata pelajaran kimia.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah terdapat perbedaan efektivitas model pembelajaran living

values education dibanding pembelajaran konvensional yang

digunakan pada mata pelajaran kimia ditinjau dari tanggung jawab

siswa kelas XI?

2) Apakah terdapat perbedaan efektivitas model pembelajaran living

values education dibanding pembelajaran konvensional yang

digunakan pada mata pelajaran kimia ditinjau dari hasil belajar siswa

kelas XI?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka tujuan dalam penelitian ini adalah:


7

1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektivitas model

pembelajaran living values education dibanding pembelajaran

konvensional yang digunakan pada mata pelajaran kimia ditinjau dari

tanggung jawab siswa kelas XI.

3) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efektivitas model

pembelajaran living values education dibanding pembelajaran

konvensional yang digunakan pada mata pelajaran kimia ditinjau dari

hasil belajar siswa kelas XI.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

positif terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada

bidang pendidikan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan

pertimbangan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

dan masukan pada pihak sekolah dalam mengembangkan hal-hal

yang berkaitan dengan pembelajaran, khususnya pada mata

pelajaran kimia.
8

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

tambahan referensi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran

dan menjadi salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan

tanggung jawab siswa.

c. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat mengembangkan karakter sesuai

pertumbuhan jiwa rohaninya sehingga mampu menjadi pribadi

yang baik dan siswa dapat melaksanakan pembelajaran yang

menyenangkan memuat nilai-nilai yang sesuai dengan karakter

yang diinginkan serta dapat membantu siswa untuk belajar

mengekplorasi dan mengembangkan nilai-nilai pribadi sosial

sehingga mampu mendorong tanggung jawab siswa. Apabila

tanggung jawab siswa meningkat, maka diharapkan siswa

memperoleh hasil belajar yang baik.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan

pengalaman dalam pemecahan masalah-masalah yang muncul

dalam proses pembelajaran, serta sebagai pengaplikasian ilmu yang

telah diperoleh di bangku kuliah.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kajian tentang Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008: 352) efektivitas artinya keadaan berpengaruh atau hal

berkesan. Menurut Sadiman dalam Trianto (2009: 20), keefektifan

pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan

proses belajar mengajar. Untuk mengetahui keefektifan mengajar dapat

dilakukan dengan memberikan tes, karena hasil tes dapat dipakai untuk

evaluasi berbagai aspek proses pengajaran.

Suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila memenuhi

persyaratan utama keefektifan dalam pembelajaran. Soemosasmito

dalam Trianto (2009: 20) mengemukakan syarat utama keefektifan

dalam pembelajaran antara lain:

1) Presensi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap


KBM.
2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara
siswa.
3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan
siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan, dan
4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif,
mengembangkan struktur kelas yang mendukung butir (2),
tanpa mengabaikan butir (4).

Kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran

merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam pembelajaran.

9
10

Metode pembelajaran juga dipengaruhi oleh faktor tujuan, siswa,

situasi, fasilitas, dan pengajar itu sendiri. Winarno Surakhmad (2003:

80) mengemukakan bahwa “semakin baik dan semakin tepat

penggunaan suatu metode dan media, maka akan semakin efektif pula

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, sehingga hasil belajar siswa

lebih baik dan mantap”.

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Bambang Warsita (2008: 289)

ada beberapa ciri pembelajaran yang efektif yaitu:

1) Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap

lingkungannya melalui observasi, membandingkan,

menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan

serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan konsep-

konsep yang ditemukan.

2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berfikir dan

berinteraksi dalam pelajaran.

3) Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada

pengkajian.

4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan

tuntunan kepada peserta didik dalam menganalisis informasi.

5) Orientasi pembelajaran dan penguasaan isi pembelajaran dan

pengembangan keterampilan berpikir.

6) Guru menggunakan teknik pembelajaran sesuai dengan tujuan

dan gaya pembelajaran guru.


11

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas

pembelajaran adalah suatu ketepatan dalam penggunaan

pendekatan, metode, strategi, atau model terhadap keberhasilan

suatu usaha atau tindakan dalam pencapaian tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan.

2. Kajian tentang Pembelajaran Kimia

a. Pengertian Belajar

Berhasil atau gagalnya dalam pencapaian tujuan pendidikan

sangat tergantung pada proses pembelajaran yang dialami siswa ketika

berada di sekolah maupun di lingkungan rumah. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2008: 23), “belajar diartikan dengan berusaha

memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau

tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman”. Menurut Muhibbin

Syah (2011: 63) “belajar adalah kegiatan yang berproses dan

merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan

setiap jenis dan jenjang pendidikan”.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) 2006

menjelaskan bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah

ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%.

Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan

pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan

mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta


12

kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan

pembelajaran.

Oemar Hamalik (2011: 73-75) mengemukakan tujuan belajar

terdiri dari tiga komponen, yaitu:

1) Tingkah laku terminal. Tingkah laku terminal adalah


komponen tujuan belajar yang menentukan tingkah laku siswa
setelah belajar.
2) Kondisi-kondisi tes. Komponen kondisi tes tujuan belajar
menentukan situasi di mana siswa dituntut untuk
mempertunjukkan tingkah laku terminal.
3) Ukuran-ukuran perilaku. Komponen ini merupakan suatu
pernyataan tentang ukuran yang digunakan untuk membuat
pertimbangan mengenai perilaku siswa.

Mustaqim (2008: 69) menjelaskan prinsip-prinsip dalam


belajar antara lain:
1) Belajar akan berhasil jika disertai kemauan dan tujuan tertentu.
2) Belajar akan lebih berhasil jika disertai berbuat, latihan dan
ulangan.
3) Belajar lebih berhasil jika memberi sukses yang
menyenangkan.
4) Belajar lebih berhasil jika tujuan belajar berhubungan dengan
aktivitas belajar itu sendiri atau berhubungan dengan
kebutuhan hidupnya.
5) Belajar lebih berhasil jika bahan yang sedang dipelajari dapat
dipahami, bukan sekedar menghafal fakta.
6) Dalam proses belajar memerlukan bantuan dan bimbingan
orang lain.
7) Hasil belajar dibuktikan dengan adanya perubahan dalam diri
si pelajar.
8) Ulangan dan latihan perlu, akan tetapi harus didahului oleh
pemahaman.

Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbedabeda.

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar,

sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa berbeda-beda. Faktor-

faktor tersebut saling berkaitan dan berpengaruh dalam kegiatan

belajar yang dilakukan oleh siswa dan tujuan belajar yang dicapai.
13

Muhibbin Syah (2011: 145-156), mengemukakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi belajar siswa yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/


kondisi jasmani dan rohani siswa. Yang termasuk faktor-faktor
internal antara lain:
a) Aspek Fisiologis (kondisi umum jasmani dan tonus atau
tegangan otot)
b) Aspek Psikologis (tingkat kecerdasan, sikap siswa, bakat
siswa, minat siswa dan motivasi siswa)
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi
lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal siswa terdiri dari:
a) Lingkungan sosial (keluarga, guru, staf, masyarakat dan
teman)
b) Lingkungan non-sosial (rumah, gedung sekolah, peralatan,
keadaan cuaca, dan waktu belajar)
3) Faktor approach to learning (pendekatan belajar), yakni jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materimateri pelajaran. Pendekatan belajar terdiri dari tiga
kategori yaitu:
a) Pendekatan tinggi (speculative and achieving)
b) Pendekatan menengah (analitical and deep)
c) Pendekatan rendah (reproductive and surface)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, belajar adalah suatu

perubahan tingkah laku pada diri seseorang melalui pengalaman

dan latihan yang dapat ditunjukkan dengan bertambahnya ilmu

pengetahuan, kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga

diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Belajar membutuhkan

keterlibatan mental dan aktivitas siswa sendiri. Artinya belajar baru

bermakna jika ada pembelajaran terhadap dan oleh siswa.

b. Pengertian Pembelajaran

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa “Pembelajaran adalah


14

proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di

suatu lingkungan belajar”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008: 23), “pembelajaran diartikan dengan proses, cara,

perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”.

Menurut Oemar Hamalik (2011: 57), “pembelajaran adalah suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam

mencapai tujuan pembelajaran”. Trianto (2009: 17) mengartikan

pembelajaran adalah:

Aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya


dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai
produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan
pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran
hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk
membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan
sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan.

Pendapat lain dari Asep Jihad dan Abdul Haris (2008: 11),

“pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua

aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa,

mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai

pemberi pelajaran”.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan,

pembelajaran adalah suatu proses interaksi untuk membelajarkan siswa

dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran

merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, oleh
15

karena itu perlu memberdayakan semua potensi siswa agar sesuai dengan

kompetensi yang diharapkan.

b. Pembelajaran Kimia

Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas apa, mengapa, dan

bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur

dan sifat, perubahan, dinamika, dan energitika zat. Oleh sebab itu, mata

pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang

meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan

energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada dua hal

yang berkaitan dengan kimia yang tidak bisa dipisahkan, yaitu kimia

sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip,

hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses yaitu kerja ilmiah (E.

Mulyasa, 2006: 132–133).

Adapun menurut Keenan (1984: 2) ilmu kimia mempelajari bangun

(struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi dalam

prosesproses alamiah maupun dalam eksperimen yang direncanakan.

Melalui kimia, kita mengenal susunan (komposisi) zat dan penggunaan

bahan-bahan kimia, baik alamiah maupun buatan, dan mengenal proses-

proses penting pada makhluk hidup, termasuk tubuh kita sendiri. Mata

pelajaran kimia diklasifikasikan sebagai mata pelajaran yang cukup sulit

bagi sebagian siswa SMA/MA (Kasmadi dan Indraspuri, 2010: 574).

Kesulitan ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri

yang disebutkan oleh Kean dan Middlecamp (1985: 5–9), yaitu sebagian
16

besar ilmu kimia bersifat abstrak sehingga diperlukan suatu media

pembelajaran yang dapat lebih mengkonkritkan konsep-konsep yang

abstrak tersebut, ilmu kimia yang dipelajari merupakan penyederhanaan

dari ilmu yang sebenarnya, ilmu kimia berkembang dengan cepat, ilmu

kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal-soal, dan beban materi yang

harus dipelajari dalam pembelajaran kimia sangat banyak.

Menurut E. Mulyasa (2006: 133–134), mata pelajaran kimia di

SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan

dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang

Maha Esa

b. memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan

dapat bekerja sama dengan orang lain

c. memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui

percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian

hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan

instrumen, pengambilan, pengolahan, dan penafsiran data, serta

menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

d. meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat

bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan

lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan

melestarikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat


17

e. memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling

keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah

dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.

Pembelajaran kimia merupakan proses interaksi antara siswa

dengan lingkungannya dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran

kimia. Kualitas pembelajaran atau ketercapaian tujuan pembelajaran

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya, strategi belajar

mengajar, metode dan pendekatan pembelajaran, serta sumber belajar

yang digunakan baik dalam bentuk buku, modul, lembar kerja, media,

dan lain-lain. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu

keterbatasan guru dalam menyampaikan informasi maupun keterbatasan

jam pelajaran di sekolah. Media berfungsi sebagai sumber informasi

materi pembelajaran maupun sumber soal-soal latihan. Kualitas

pembelajaran juga dipengaruhi oleh perbedaan individu siswa, baik

perbedaan gaya belajar, perbedaan kemampuan, perbedaan kecepatan

belajar, latar belakang, dan sebagainya.

3. Kajian tentang Pembelajaran Konvensional


Menurut Djamarah dan Zain (2006: 74) metode pengajaran

konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga

dengan metode ceramah karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan

sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses

belajar dan pembelajaran. Pelaksanaan pada metode konvensional siswa

lebih banyak mendengarkan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas


18

jika guru memberikan latihan soal-soal kepada siswa. Biasanya yang sering

digunakan pada pembelajaran konvensional adalah metode ceramah.

Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering

digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh

beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru

ataupun siswa. Menurut Wina Sanjaya (2011: 147) bahwa “metode ceramah

dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara

lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa”.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

konvensional merupakan suatu cara yang sering dilakukan guru dalam

menyampaikan materi pelajaran. Pembelajaran konvensional yang sering

dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan metode ceramah.

3. Kajian tentang Model Pembelajaran Living Values Education

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata model diartikan

dengan pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang

akan dibuat atau dihasilkan. Asep Jihad dan Abdul Haris (2008: 25)

menjelaskan bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu

rencana/pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur

materi peserta didik dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam

setting pengajaran/setting lainnya.

Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 30) mendefinisikan model

pembelajaran adalah:

Suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan


perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran
19

dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran,


bukubuku kerja, program multimedia, dan bantuan belajar melalui
program komputer.

Di samping itu terdapat pengertian lain mengenai model

pembelajaran yang diungkapkan oleh Aunurrahman (2010: 146) yaitu:

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang


menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai
serangkaian rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
menyusun bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas
pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan
aktivitas-aktivitas pembelajaran.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari

pada strategi, metode atau prosedur. Arends (1997: 7) mengemukakan

bahwa model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak

dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, antara lain:

1. Rasional teoritik logis disusun oleh para pencipta atau


pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar
(tujuan pembelajaran yang akan dicapai).
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut
dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai.

a. Pengertian Model Pembelajaran Living Values Education


Slameto (2010: 96) mengemukakan bahwa seorang guru dalam

menyampaikan materi perlu memilih model mana yang sesuai dengan

keadaan kelas atau siswa, sehingga siswa merasa tertarik untuk


20

mengikuti pelajaran yang diajarkan dengan variasi model yang dapat

meningkatkan kegiatan belajar siswa.

Living Values Education menurut Dine Tillman (2004: ix) adalah:

Living Values: An Educational Program (LVEP) adalah


program pendidikan nilai-nilai. Program ini menyajikan
berbagai macam aktivitas pengalaman dan metodologi praktis
bagi para guru dan fasilitator untuk membantu anak-anak dan
para remaja mengeksplorasi dan mengembangkan nilai-nilai
kunci pribadi dan sosial: kedamaian, penghargaan, cinta,
tanggung jawab, kebahagiaan, kerjasama, kejujuran, kerendahan
hati, toleransi, kesederhanaan, dan persatuan. Terdapat pula
segmen khusus untuk para orang tua dan pengasuh, juga bagi
para pengungsi dan anak-anak korban perang. Para pengajar
melaporkan bahwa para murid sangat menanggapi aktivitas-
aktivitas nilai yang diberikan dan menjadi gemar mendiskusikan
dan mengaplikasikan nilai-nilai. Para penajar juga mencatat
bahwa para murid menjadi lebih percaya diri, lebih menghargai
orang lain dan menunjukkan peningkatan keterampilan sosial
dan pribadi yang positif dan kooperatif.

Adapun tujuan-tujuan Living Values Education Programe, menurut

Diane Tillman adalah sebagai berikut:

1) Untuk membantu individu memikirkan dan merefleksikan nilai-


nilai yang berbeda dan implikasi praktis bila mengekspresikan
nilai-nilai tersebut dalam hubungannya dengan diri sendiri,
orang lain, masyarakat, dan seluruh dunia.
2) Untuk meperdalam pemahaman, motivasi, tanggung jawab saat
menentukan pilihan-pilihan pribadi dan sosial yang positif.
3) Untuk menginspirasi individu memilih nilai-nilai pribadi, sosial,
moral dan spiritual dan menyadari metode-metode praktis dalam
mengembangkan dan memperdalam nilai-nilai tersebut.
4) Untuk mendorong para pengajar dan pengasuh memandang
pendidikan sebagai sarana memberikan filsafat-filsafat hidup
kepada murid, dengan demikian memfasilitasi pertumbuhan,
perkembangan, dan pilihan-pilihan mereka sehingga mereka
bisa berintegrasi dengan rasa hormat, percaya diri, dan tujuan
yang jelas dalam masyarakat.
Living Values Education Programe merupakan pelaksanaan

pembelajaran dengan cara berdasarkan pada nilai-nilai kehidupan untuk


21

mengembangkan nilai pribadi dan sosial yang bertujuan untuk

menanamkan nilai kepada siswa.

b. Langkah – langkah Pelaksanaan Pembelajaran Living Values

Education

Menciptakan suasana berbasis nilai dalam proses belajar mengajar

amatlah penting untuk eksplorasi optimal dan pengembangan nilai-nilai

oleh anak-anak dan generasi muda. Sebuah lingkungan belajar yang

berlandaskan kepercayaan, kepedulian dan saling menghargai, secara

natural akan meningkatkan motivasi, kreativitas, dan pengembangan

afeksi serta kognitif. Teladan dari pendidik, aturan yang jelas dan

penguatan serta dorongan adalah beberapa faktor positif yang

dibutuhkan--seperti yang dijelaskan dalam Model Teoretis Pendidikan

Menghidupkan Nilai (Living Values Education/LVE) yang secara bagan

dapat dilihat pada paparan bagan di bawah ini.


22

Gambar 1. Bagan Pembelajaran Berbasis Nilai (Drake Cristhoper, 2007)

1) Stimulasi Nilai

Pelajaran tentang nilai secara mudah dapat diintegrasikan dalam

berbagai setting belajar. Kerapkali diskusi tentang subyek atau

pelajaran yang tengah dipelajari di kelas mengarah pada diskusi

tentang nilai. Pelajaran tentang nilai dapat pula diselipkan ketika

terjadi konflik antar siswa. Situasi-situasi tersebut dapat

dimanfaatkan untuk mengeksplorasi nilai-nilai lebih lanjut. Meskipun

demikian, kita harus berhati-hati bila melakukan berbagai kegiatan

tentang nilai yang hanya bertaraf pada kesadaran. Maka, LVE sangat

menyokong penggunaan berbagai aktivitas yang tersedia dalam buku-


23

buku Aktivitas Pendidikan Nilai. Para siswa cenderung gemar

mengembangkan berbagai nilai jika mereka dapat mengeksplorasi

dan mengaplikasikannya dalam berbagai situasi serta merasakan

manfaat dari pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-

hari mereka. Stimulasi nilai yang tercantum dalam skema adalah

Refleksi Internal, Eksplorasi Nilai-Nilai dalam Kehidupan Nyata dan

Penerimaan Informasi. Setiap aktivitas dalam Living Values dimulai

dengan salah satu dari stimulasi nilai tersebut. Dan setiap jenis

stimulasi nilai biasanya digunakan hampir dalam setiap unit aktivitas

Living Values. Berikut adalah macam-macam aktivitas dari masing-

masing kategori:

a) Refleksi Internal.

Aktivitas membayangkan dan merefleksikan, dimana siswa

diajak untuk menciptakan ide atau gagasan mereka sendiri.

Misalnya, siswa diminta untuk membayangkan sebuah dunia

yang penuh kedamaian. Melakukan visualisasi terhadap nilai

yang ingin digali, menjadikannya lebih relevan bagi para siswa

karena siswa memiliki kesempatan untuk menciptakan

pengalaman mereka sendiri, memikirkan ide dan gagasan

mereka sendiri. Aktivitas refleksi mengajak mereka untuk

berpikir dan merenungkan berbagai pengalaman mereka yang

berkaitan dengan nilai-nilai.

b) Eksplorasi Nilai-Nilai dalam Kehidupan Nyata.


24

Sebagian besar kegiatan dalam Living Values

menggunakan games/permainan, situasi nyata, berita atau

persoalan tertentu dalam kegiatan belajarnya. Contohnya, unit

Kejujuran dimulai dengan sebuah cerita sebagai stimulus atau

pembukanya. Aktivitas selanjutnya adalah meminta para siswa

untuk menyusun sebuah drama bertemakan kejujuran dan

korupsi dari bahan pelajaran sejarah masa lampau yang telah

dipelajari sebelumnya. Pada sesi ini, akibat dari perbuatan tidak

jujur secara umum dapat dieksplorasi lebih dahulu sebelum

mengarah lebih dalam ke area kejujuran masing-masing

individu atau personal.

Setiap unit nilai dirancang untuk dimulai dengan stimulasi

nilai sehingga relevansi dan pemaknaannya dapat tercapai.

Misalnya, memberi ceramah kepada siswa tentang keburukan

berkelahi di sekolah adalah cara yang kurang efektif untuk

menciptakan suasana tenang, damai, dan saling menghargai.

Sebaliknya memulai sebuah pelajaran tentang kedamaian

dengan aktivitas membayangkan dan tidak sekedar memberikan

ceramah tentang bagaimana menjadi 'siswa yang baik' akan jauh

lebih efektif karena siswa diajak untuk menghubungkannya

dengan perasaan, pikiran, dan pengalaman mereka sendiri.

Sekali para siswa dapat mendefinisikan makna damai mereka


25

sendiri, mereka akan lebih tertarik untuk mendiskusikan efek

yang ditimbulkan oleh kedamaian-sekaligus oleh kekerasan.

c) Penerimaan Informasi.

Refleksi menunjuk pada informasi tentang masing-masing

nilai, yaitu tentang makna dan aplikasinya. Literatur/bahan

bacaan, cerita dan informasi tentag budaya adalah sumber-

sumber yang amat berguna untuk menggali atau mengeksplorasi

nilai. Akan lebih efektif jika cerita-cerita atau informasi yang

disajikan sifatnya positif. Misalnya, siswa akan lebih

termotivasi jika menyimak sebuah cerita tentang kesuksesan

seseorang karena teguh memegang nilai-nilai positif mereka

daripada kisah kegagalan seseorang karena tidak memiliki nilai-

nilai positif dalam hidupnya (pemberian penguatan positif lebih

efektif daripada konsekuensi/penguatan negatif)

2) Diskusi

Menciptakan sebuah ruang yang terbuka dan penuh rasa hormat

serta saling menghargai adalah bagian yang amat penting dalam

proses diskusi. Berbagi adalah sebuah proses penguatan dimana

ketika seorang siswa bicara tentang perasaannya yang berkaitan

dengan nilai, situasi tersebut dapat menegaskan lagi tentang sudut

pandangnya dan mengembangkan empati para pendengar yang lain.

Halhal atau pandangan yang sifatnya negatif dapat diterima sebagai

bagian dari proses eksplorasi, dan terbuka untuk dipertanyakan lebih


26

lanjut. Dalam beberapa aktivitas Living Values, biasanya terdapat

berbagai pertanyaan pembuka sebagai bahan diskusi, yang

mengarah pada proses eksplorasi kognitif lebih lanjut dan penemuan

berbagai alternatif

3) Eksplorasi Ide dan Gagasan

Kegiatan diskusi kemudian dapat dilanjutkan dengan refleksi diri

atau pembentukan grup kecil untuk melakukan berbagai kegiatan

seni, penulisan kreatif atau drama. Diskusi juga dapat mengarah

pada kegiatan mind mapping tentang nilai dan anti nilai. Metode ini

amat bermanfaat untuk melihat lebih jauh dampak yang ditimbulkan

oleh nilai dan anti nilai pada diri sendiri, dalam hubungannya

dengan berbagai elemen berbeda dalam masyarakat. Jika nantinya

para generasi muda ini diharapkan mampu mengamalkan nilai-nilai

bukan hanya terhadap diri mereka sendiri melainkan juga kepada

masyarakat, maka penting juga bagi mereka untuk menggali lebih

dalam isu-isu yang berkenaan dengan keadilan sosial serta yang

terutama memiliki teladan/figure panutan dalam kehidupan nyata

yang mengamalkan nilai-nilai tersebut secara konsisten.

a) Ekspresi Kreatif.

Seni adalah media yang pas bagi para siswa untuk

mengekspresikan ide, gagasan maupun perasaan mereka secara

kreatif- dan menggali nilai mereka sendiri. Kegiatan

menggambar, melukis, termasuk lukisan mural/dinding dapat


27

dikombinasikan dengan berbagai kegiatan seni pertunjukan.

Tarian, gerakan dan musik memberikan ruang berekspresi dan

membangun rasa kebersamaan. Kegiatan yang lainnya adalah

menyusun dan menulis jurnal, menulis cerita kreatif dan juga

puisi. Cerpen, membuat pantun jenaka, pantun nasihat, syair

dan bentuk-bentuk lain yang menarik.

b) Pengembangan Keterampilan

Tidak cukup hanya dengan memikirkan dan mendiskusikan

nilai serta memahami dampak yang ditimbulkannya,

keterampilan mengaplikasikan nilai amat dibutuhkan dalam

pengimplementasiannya seharihari. Para generasi muda saat ini

butuh untuk mengalami sendiri perasaan positif terhadap nilai

dan tidak hanya berpusat pada tataran kognitif saja, memahami

berbagai dampak dari perilaku dan berbagai pilihan yang

mereka ambil, serta memiliki ketrampilan dalam pengambilan

keputusan yang berbasis kesadaran sosial.

(1) Ketrampilan Personal, Sosial, dan Emosional.

Ada berbagai keterampilan interpersonal yang dilatihkan

dalam kegiatan Living Values. Latihan relaksasi/pemusatan

perhatian membantu siswa lebih menyelami proses

'merasakan' nilai-nilai tersebut. Kemampuan untuk

mengontrol emosi dan mengurangi stress adalah

ketrampilan penting yang dibutuhkan dalam beradaptasi dan


28

berkomunikasi. Aktivitas lainnya antara lain membangun

pemahaman tentang berbagai kualitas positif individu;

mengembangkan kepercayaan bahwa "Saya dapat

melakukan perbedaan"; belajar lebih lanjut tentang hak-hak

individu sekaligus menghormati persepsi atau cara pandang

mereka; meningkatkan penguatan positif terhadap diri,

berfokus pada tujuan serta bertanggung jawab terhadap

pilihan dan tindakan yang telah diambil.

(2) Keterampilan Komunikasi Interpersonal.

Kecerdasan emosional diasah oleh berbagai kegiatan atau

aktivitas yang ditawarkan di atas dan berbagai kegiatan

lanjutan yang mengarah pada pemahaman terhadap peran

berbagai emosi, seperti rasa takut, rasa marah; dan

konsekuensinya terhadap hubungan individu dengen orang

lain. Latihan menyelesaikan suatu konflik dalam resolusi

konflik, latihan berkomunikasi positif, berbagai games yang

menekankan pada kerja sama dan bahu membahu

menyelesaikan suatu tugas, adalah kegiatan-kegiatan dalam

Living Values yang mengasah keterampilan komunikasi

interpersonal.

c) Masyarakat, Lingkungan, dan Dunia.

Untuk membantu para generasi muda memberikan

kontribusi nyata kepada masyarakat luas, amatlah penting bagi


29

mereka untuk mengerti implikasi praktis dari nilai dalam

hubungannya dengan masyarakat dan dunia. Beberapa aktivitas

disusun untuk mendukung pengertian implikasi praktis tersebut;

termasuk didalamnya mengembangkan kesadaran kognitif dan

motivasi untuk berkeadilan sosial dan bertanggung jawab. Tak

ketinggalan bagian ini mengangkat pula topic tentang kesadaran

dan tanggung jawab terhadap lingkungan.

4) Transfer of Learning Mengintegrasikan Nilai-Nilai dalam

Kehidupan Nyata.

Aktivitas Living Values yang diberikan sebagai

penugasan/pekerjaan rumah, secara tidak langsung menambah

kesempatan para siswa untuk membawa nilai-nilai tersebut ke

lingkungan keluarga mereka masing-masing. Para siswa diminta

untuk membuat sebuah project atau penugasan tertentu yang

merupakan contoh nyata perbedaan nilai yang terdapat di kelas,

sekolah dan/atau masyarakat. Tujuan mengintegrasikan nilai dalam

kehidupan nyata akan tercapai bila para siswa dapat menjadikan

perilaku berbasis nilai sebagai bagian dari dirinya untuk

diaplikasikan dalam kehidupan mereka sendiri, keluarga,

lingkungan dan masyarakat.

4. Kajian tentang Tanggung jawab

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban


30

menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya,

dan menanggung akibatnya.Tanggung jawab hukum adalah kesadaran

manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun tidak

disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan

kesadaran akan kewajiban.

Menurut Jamal Ma’mur Asmani (2011: 37) mengatakan bahwa

bertanggung jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, sebagaimana yang seharusnya dia

lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan

budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Tanggung jawab siswa

sebagai pelajar adalah belajar dengan baik, mengerjakan tugas sekolah

yang sudah diberikan kepadanya, disiplin dalam menjalani tata tertib

sekolah (Trisnawati: 2013).

Menurut Agus Zaenul Fitri (2012: 109) mengatakan bahwa

bertanggung jawab terhadap pembelajaran, yaitu: 1) Dapat dipercaya dan

dapat diandalkan atas suatu perbuatan atau tindakan. 2) Dapat

mempertanggungjawabkan semua perbuatan dan tindakan yang dilakukan.

Menurut Bartlett (2009) tanggung jawab siswa untuk sekolah

menengah siswa sesuai dengan enam kategori yang ditugaskan, yaitu:

melakukan pekerjaan; mematuhi aturan; pembayaran; perhatian; belajar;

mencoba untuk membuat upaya; dan mengakui tanggung jawab itu.

Tanggung jawab memiliki makna untuk meningkatkan manajemen diri,


31

bekerja dalam tim ataupun orientasi selalu belajar (Hamidah dan Palupi:

2012).

Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa indikator

tanggung jawab belajar, yaitu melaksanakan dan menyelesaikan tugas

dengan sungguh-sungguh, menepati janji, dan mau menerima akibat dari

perbuatannya.

5. Kajian tentang Hasil Belajar

Menurut Chatarina dan Achmad Rifa’I (2011:85) hasil belajar

merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah

mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku

tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik.

Menurut Bloom dalam (Suprijono, 2010:6) hasil belajar mencakup

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, Domain kognitif adalah

knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,

menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis

(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,

merencanakan, membentuk bangunan baru,), dan evaluation (menilai).

Domain Afektif adalah receiving (sikap menerima), responding

(memberikam respons), valuing (nilai), organization (organisasi),

characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi initiatory,

pre-routine, dan rountinizied. Psikomotor juga mencakup keterampilan

produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara,


32

menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi,

pengertian dan sikap.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:10) hasil belajar merupakan

hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindak mengajar. Dari sisi

guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari

sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses

belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan

yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh

guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan

sehari-hari, sedangkan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari

dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor

dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar

adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau

fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan,

pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek

kehidupa sehingga nampak pada diri individu penggunaan penilaian

terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam

berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan

tingkah laku secara kuantitatif atau dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh


33

siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga

dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan Keke Arianita (2013) dalam skripsi yang berjudul

“Efektivitas Model Pembelajaran Living values education dalam

Meningkatkan Tanggung jawab dan Hasil belajar Siswa pada Mata Pelajaran

Ekonomi Kelas X SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul Tahun Ajaran

2012/2013”. Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada perbedaan efektivitas

model pembelajaran living values education dibanding pembelajaran

konvensional yang digunakan pada pelajaran ekonomi ditinjau dari tanggung

jawab belajar, dibuktikan pada pertemuan kedua z hitung -4,489 dengan

signifikansi 0,000; pertemuan ketiga t hitung -6,217 dengan signifikansi

0,000; pertemuan keempat t hitung -8,256 dengan signifikansi 0,000 (2) ada

perbedaan efektivitas model pembelajaran living values education dibanding

pembelajaran konvensional yang digunakan pada pelajaran ekonomi ditinjau

dari hasil belajar, dibuktikan t hitung -6,732 dengan signifikansi 0,000 dan

rata-rata hasil belajar akhir (post-test) pada kelompok eksperimen sebesar

77,500 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 59,843. Gain kelompok

eksperimen yaitu = 0,6247 dan gain kelompok kontrol sebesar = 0,2803.

Persamaan dengan penelitian ini terletak pada jenis penelitian eksperimen.

Sedangkan perbedaannya adalah penggunaan variable dan model

pembelajarannya.
34

2. Penelitian yang dilakukan Diana Noor Anggraeini (2012), dalam skripsi

berjudul “Implementasi Living Values Activities dalam Pengembangan Nilai-

nilai Karakter Siswa: Studi Kasus di SD Hikmah Teladan Cimahi”.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada model

pembelajaran Living Values, Sedangkan perbedaannya adalah pada jenis

penelitian dan variabelnya.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Ariandy (2015) dalam tesis yang

berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Living Values Education dalam

Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru PAI (Studi Komparasi antara MTs

Negeri Wonosari Gunungkidul dan SMP Muhamadiyyah 1 Depok Sleman).

Penelitian ini memiliki kesamaan pada model pembelajaran yang digunakan

yaitu Living Values Education. Sedangkan perbedaannya adalah jenis

penelitian, variabel, dan subjek.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Dinia Ulfa (2013) dalam skripsi berjudul

“Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar dengan Layanan Konseling

Individual Berbasis Self-Management pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1

Pemalang Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian ini memiliki kesamaan

pada variable penelitian yaitu tanggung jawab. Sedangkan perbedaannya

yaitu jenis penelitian, dan subjek.

C. Kerangka Berpikir

1. Efektivitas model pembelajaran Living Values Education terhadap tanggung

jawab belajar siswa


35

Ketika menyampaikan materi pelajaran, guru sering menggunakan metode

ceramah sehingga peran guru lebih mendominasi dalam proses belajar

mengajar dan penanaman nilai tanggung jawab belajar minim. Siswa

menjadi pasif dan kurang memiliki rasa tanggung jawab. Proses belajar

mengajar yang menekankan pada tangggung jawab belajar siswa perlu

didukung dengan model pembelajaran yang sesuai. Penggunaan model

pembelajaran Living Values Education merupakan sebuah variasi dalam

pembelajaran yang berusaha mengembangkan nilai tanggung jawab siswa

dalam proses pembelajaran ekonomi. Proses pembelajaran harus dipandang

sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan

belajar. Pada hakikatnya, LVE ini merupakan suatu proses. Siswa lebih

banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam kelompok untuk

memecahkan permasalahan dalam bidang kimia dengan memaknai nilai-

nilai kehidupan. Dengan penggunaan model pembelajaran LVE pada mata

pelajaran kimia diharapkan mampu untuk menyadarkan siswa akan tugas

sebagai seorang pelajar sehingga siswa lebih bertanggung jawab dalam

proses belajar.

2. Efektivitas model pembelajaran Living Values Education terhadap hasil

belajar siswa

Belajar tidak hanya sekedar proses menghafal dan menumpuk ilmu

pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan yang diperolehnya dapat

bermakna untuk siswa melalui keterampilan berpikir. Guru sebagai pelaku

pembelajaran harus dapat mengoptimalkan kegiatan pembelajaran supaya


36

peserta didik memperoleh hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam proses penanaman nilai-nilai kehidupan, semua tahap merupakan

kegiatan belajar siswa. Agar dapat memperoleh hasil yang optimal dalam

proses pembelajaran kimia, maka dalam proses pembelajaran perlu

dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar

proses pembelajaran. Oleh karena itu, dengan menggunakan model

pembelajaran LVE diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran kimia.


37

Berikut ini adalah skema kerangka berpikir yang digunakan peneliti:

Kelas Eksperimen

Pre -test Treatment & Post -test


Hasil belajar Observasi Hasil belajar
Tanggung jawab

Hasil belajar Pembelajaran Hasil belajar


sebelum dengan sesudah
menggunakan menggunakan menggunakan
model model model
pembelajaran pembelajaran pembelajaran
LVE LVE Ada
perbedaan
tanggung jawab
Kelas Kontrol
danHasil
Pre -test Observasi Post -test belajar siswa
hasil belajar Tanggung jawab Hasil belajar pada mata
pelajaran
Kimia

Hasil belajar Pemb elajaran Hasil belajar


dengan dengan sesudah
menggunakan menggunakan menggunakan
pembelajaran pembelajaran pembelajaran
konvensional konvensional konvensional

Gambar 1. Kerangka berpikir

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, penelitian yang relevan

dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan efektivitas model pembelajaran living values

education dibanding pembelajaran konvensional yang digunakan pada

mata pelajaran kimia ditinjau dari tanggung jawab siswa kelas XI.
38

2. Terdapat perbedaan efektivitas model pembelajaran living values

education dibanding pembelajaran konvensional yang digunakan pada

mata pelajaran kimia ditinjau dari hasil belajar siswa kelas XI.

Berdasarkan uraian pada kalimat hipotesis tersebut, maka secara lebih

rinci hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Ho : Rata-rata tanggung jawab siswa yang menggunakan model

pembelajaran living values education lebih rendah atau sama dengan

yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Ha : Rata-rata tanggung jawab siswa yang menggunakan model

pembelajaran living values education lebih lebih tinggi dari yang

menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Ho : Rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran living values education lebih rendah atau sama dengan

yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Ha : Rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran living values education lebih lebih tinggi dari yang

menggunakan pembelajaran konvensional.


39
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu

(quasiexperimental) karena kelompok kontrol tidak berfungsi dengan

sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011: 77).

Pengontrolan ketat tidak dapat diterapkan secara penuh karena siswa

tetap dapat berinteraksi dengan siswa lain dan lingkungan sekitar.

Penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu kelompok

eksperimen yang dikenai perlakuan (treatment) dan kelompok kontrol

yang tidak dikenai perlakuan. Dalam penelitian ini yang

dieksperimenkan adalah penggunaan model pembelajaran living values

education.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control

group design dengan format sebagai berikut:

Tabel 1. Format Desain Penelitian

Kelas Eksperimen O1 X O2

Kelas Kontrol O3 - O4

39
40

Keterangan:
O1 : Hasil pre-test kelas eksperimen
O2 : Hasil post-test kelas eksperimen

O3 : Hasil pre-test kelas kontrol

O4 : Hasil post-test kelas kontrol

X : Perlakuan pada kelas eksperimen dengan penggunaan model


pembelajaran living values education.

- : Perlakuan pada kelas kontrol dengan penggunaan pembelajaran


konvensional. (Sugiyono, 2011: 76)

Dari desain penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa dari

beberapa kelas yang setara ditetapkan pengelompokkan kelas ke dalam

dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Sebelum eksperimen dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pre-test

untuk kelompok eksperimen yang dikenai perlakuan (treatment)

maupun kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan. Kemudian

pada kelompok eksperimen diterapkan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran living values education. Sedangkan

pada kelompok kontrol diterapkan pembelajaran dengan metode

ceramah. Selama proses pembelajaran diadakan pengamatan untuk

mengukur tanggung jawab belajar siswa. Di akhir pembelajaran

diadakan post-test pada kelompok eksperimen maupun kelompok

kontrol untuk mengukur hasil belajar siswa.

B. Variabel Penelitian
41

Sugiyono (2011: 38) mendefinisikan bahwa “variabel penelitian adalah

suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Variabel dalam penelitian ini

terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat

(dependent variable). Adapun variabel bebas dan terikat dalam penelitian

adalah:

1. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas adalah variabel perlakuan yang akan dinilai

efeknya. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

terikat atau dependent (Sugiyono, 2011:39). Dalam penelitian ini

yang menjadi variabel bebas adalah penggunaan model

pembelajaran living values education (X).

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono,

2011: 39). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat

adalah tanggung jawab (Y1) dan hasil belajar siswa (Y2).

C. Definisi Operasional

1. Efektivitas pembelajaran adalah suatu ketepatan dalam penggunaan

pendekatan, metode, strategi, atau model terhadap keberhasilan suatu

usaha atau tindakan dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Indikator model pembelajaran living values education


42

dikatakan efektif dari pembelajaran kovensional apabila rata-rata

tanggung jawab dan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan

model pembelajaran living values education lebih tinggi dibandingkan

dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional. Serta

pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat mencapai KKM ≥

75 dan secara klasikal ketuntasan mencapai 75%.

2. Model pembelajaran living values education merupakan suatu model

pembelajaran yang menciptakan suasana berbasis nilai dalam proses

belajar mengajar untuk eksplorasi optimal dan pengembangan nilai-

nilai oleh anak-anak dan generasi muda. Sebuah lingkungan belajar

yang berlandaskan kepercayaan, kepedulian dan saling menghargai,

secara natural akan meningkatkan motivasi, kreativitas, dan

pengembangan afeksi serta kognitif. Teladan dari pendidik, aturan

yang jelas dan penguatan serta dorongan adalah beberapa faktor

positif yang.

3. Pembelajaran konvensional merupakan suatu cara yang sering

dilakukan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Pembelajaran

konvensional yang sering dilakukan oleh guru adalah dengan

menggunakan metode ceramah. Metode ceramah merupakan suatu

cara di mana guru memberi penjelasan secara lisan dan peserta didik

dituntut untuk menanggapi atau mencatat penjelasan guru. Guru

sering menggunakan metode ceramah sebagai metode utama sehingga

peran guru lebih dominan dalam proses pembelajaran.


43

4. Tanggung jawab belajar merupakan suatu keadaan di mana siswa ikut

meningkatkan manajemen diri, bekerja dalam tim ataupun orientasi

selalu belajar. Indikator tanggung jawab belajar siswa adalah bahwa

indikator tanggung jawab belajar, yaitu melaksanakan dan

menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh, menepati janji, dan

mau menerima akibat dari perbuatannya. Pengukuran tanggung jawab

belajar dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa lembar

observasi.

5. Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari

sejumlah materi pelajaran di sekolah dalam jangka waktu tertentu

yang ditunjukkan dengan nilai tes atau skor. Hasil belajar dalam

penelitian ini dibatasi dalam ranah kognitif. Pengukuran hasil belajar

dilakukan dengan tes berbentuk pemberian nilai (angka) yang

diperoleh dari skor soal-soal tes hasil belajar siswa yang berupa pre-

test dan soal post-test.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Sugiyono (2011: 80) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, yang

menjadi populasi adalah siswa kelas XI.

2. Sampel
44

Menurut Sugiyono (2011: 81) sampel merupakan bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi dan bisa mewakili

populasi tersebut. Oleh karena itu, sampel yang dipilih dari populasi

harus betul-betul representatif. Salah satu syarat dalam penarikan

sampel adalah bahwa sampel itu harus bersifat representatif, artinya

sampel yang diterapkan harus mewakili populasi. Sifat dan

karakteristik populasi harus tergambar dalam sampel.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan

sampel didasarkan pada pertimbangan tertentu. Kelas yang menjadi

sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas sebagai kelompok

eksperimen dan sebagai kelompok kontrol.

Kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan

model pembelajaran living values education dan kelompok control

menggunakan pembelajaran konvensional.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Nana Syaodih (2009: 220) mengemukakan bahwa “observasi atau

pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data

dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung”. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini

dilakukan secara partisipatif. Peneliti melakukan pengamatan dan

pencatatan mengenai tanggung jawab belajar siswa selama proses


45

pembelajaran berlangsung tanpa mengganggu kegiatan belajar

mengajar. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi

yang telah dipersiapkan. Lembar observasi berupa lembar pengamatan

untuk mengamati tanggung jawab belajar siswa di kelas eksperimen

maupun di kelas kontrol. Semua kegiatan dalam pembelajaran tersebut

diamati dan dicatat dalam lembar pengamatan berdasarkan indikator

yang telah ditentukan.

2. Tes

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 127) “ tes merupakan serentetan

pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok”. Dalam penelitian ini yang akan

diukur adalah hasil belajar siswa. Tes hasil belajar yang dilakukan

dalam penelitian ini menggunakan pre-test dan post-test. Tes awal

(pretest) digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa

sebelum perlakuan diterapkan. Sedangkan tes akhir (post-test)

digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir atau hasil belajar

siswa setelah perlakuan (treatment).

Tes hasil belajar diberikan pada kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol dengan jenis dan jumlah yang sama. Dalam

perlakuan, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol juga diberikan

materi yang sama dengan pokok bahasan yang sama dan diajar oleh

guru yang sama juga. Perbedaan dari kedua kelas tersebut adalah
46

kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran living values

education, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran

konvensional.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi

Arikunto, 2009: 206). Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data

dan memberikan gambaran secara kongkrit mengenai penelitian yang

dilakukan. Dalam penelitian ini, dokumen digunakan untuk

memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan jumlah siswa, data

hasil ujian tengah semester genap, silabus, rencana pelaksanan

pembelajaran (RPP), dan foto kegiatan penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 160) “instrumen penelitian adalah

alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah”. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar

siswa dalam ranah kognitif. Tes yang akan dilakukan dalam penelitian

ini sebanyak dua kali yaitu pre-test dan soal post-test yang diberikan
47

kepada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Soal pre-test dan soal

post-test ini dibuat dan dikembangkan sendiri oleh peneliti dan

disesuaikan dengan pokok bahasan yang akan diajarkan.

Pembuatan instrumen melalui dua tahap yaitu tahap pembuatan kisi-

kisi dan tahap penyusunan soal tes hasil belajar. Tes tersebut diambil

dari pokok bahasan laju reaksi. Soal tersebut dibuat dalam bentuk

pilihan ganda (multiple choice) yang berjumlah dua puluh soal dan

waktu yang dialokasikan untuk mengerjakan soal selama 30 menit.

Setiap soal tes memiliki lima alternatif jawaban. Dari soal tersebut

hanya ada satu jawaban benar dan setiap butir soal mendapat skor 1

bila benar dan skor 0 bila salah.

Tabel 5. Kisi – kisi Instrumen Tes Hasil belajar Siswa

Nomor Item
SK KD Indikator
C1 C2 C3 C4 C5 C6
7. 7.1. Menjelaskan
1, 2
Memahami Menjelas pengertian uang
Mendeskripsikan
uang dan kan 3 4
syarat uang
perbankan konsep Mendeskripsikan
5 6, 7 8
perminta fungsi uang
Mengelompokkan
an dan 10 11 12 9
jenis uang
penawar Menganalisis teori

an uang tentang tentang 16 14 15 13

uang
Menganalisis 20 17, 18 19

permintaan dan
48

penawaran uang

Pedoman pengkategorian skor hasil belajar siswa menurut Djemari

Mardapi (2008: 123) yaitu:

Tabel 6. Pedoman Pengkategorian Hasil belajar Siswa

Skor Siswa Kategori


X ≥ + 1. SBx Sangat Baik
+ 1. SBx > X ≥ Baik
> X ≥ - 1. SBx Rendah
X < - 1. SBx Sangat Rendah

Keterangan:

= rerata skor keseluruhan siswa dalam satu kelas

SBx = simpangan baku skor keseluruhan siswa dalam satu kelas

X = skor yang dicapai siswa


49

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mencatat hasil pengamatan

yang menggambarkan tanggung jawab belajar siswa selama proses

pembelajaran berlangsung. Pengamatan difokuskan pada tanggung

jawab belajar siswa. Pengamatan tanggung jawab belajar siswa

dilakukan berdasarkan indicator-indikator sebagai berikut:

a. Melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sungguh-

sungguh,

b. Menepati janji,

c. Mau menerima akibat dari perbuatannya.

Tanggung jawab siswa pada pembelajaran di kelas diketahui dari

analisis lembar observasi. Skala pengukuran lembar observasi

tanggung jawab belajar siswa menggunakan skala Likert, yang terdiri

dari 4 angka yaitu 4 (selalu), 3 (sering), 2 (kadang-kadang), 1 (tidak

pernah). Sehingga skor maksimal yang diperoleh ialah 24 sedangkan

skor terendah ialah 6. Pada analisis observasi tanggung jawab belajar

siswa, kriteria dalam menentukan kategori didasarkan pada batas ideal

dengan mencari mean ideal dan standar deviasi ideal. Pedoman

pengkategorian skor tanggung jawab belajar siswa yaitu:

Tabel 7. Pedoman Pengkategorian Tanggung jawab Belajar Siswa

Rumus Kategori
X ≥ Mi + 1,5 Sbi Sangat Aktif
Mi ≤ X < Mi + 1,5 Sbi Aktif
Mi – 1,5 Sbi ≤ X < Mi Cukup Aktif
X < Mi – 1,5 Sbi Tidak Aktif
50

Keterangan:

X = skor yang dicapai siswa

Sbi = simpangan baku ideal

(Skor tertinggi ideal –Skor terendah ideal)

Mi = mean ideal

(Skor tertinggi ideal+ Skor terendah ideal)

(Sumber: Saifuddin Azwar, 2012: 148)

Dari rumus di atas, maka dapat dicari mean ideal dan standar

deviasi idealnya sebagai berikut:

Mi Sbi

= 15 =3

Skor yang diperoleh masing-masing peserta didik kemudian

dikategorikan menjadi 4 kategori tanggung jawab belajar siswa sebagai

berikut:

Tabel 8. Pedoman Penilaian Tanggung jawab Belajar Siswa

Rentang Skor Kriteria


X ≥ 19,5 Sangat Aktif
15 ≤ X < 19,5 Aktif
10,5 ≤ X < 15 Cukup Aktif
X < 10,5 Tidak Aktif
51

G. Uji Analisis Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas Instrumen

Setelah penyusunan instrumen penelitian, langkah selanjutnya

adalah mengadakan uji coba instrumen. Uji coba instrumen dilakukan

untuk memperoleh alat ukur yang valid. Saifuddin Azwar (2010: 5)

menjelaskan “validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti

sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungi ukurnya”. Sebelum instrumen digunakan untuk

mengambil data, dilakukan terlebih dahulu pengujian untuk

mengetahui valid dan tidaknya instrumen. Instrumen dapat dikatakan

valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa

yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2011: 212).

Validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

validitas internal (teoritik), yaitu dengan menyusun kisi-kisi

instrumen. Penyusunan kisi-kisi instrumen di atas termasuk langkah

dalam validitas isi dan sekaligus validitas konstruk. Validitas internal

terdiri dari dua jenis, yaitu validitas isi dan validitas konstruk

(Sugiyono, 2011:123).

Validitas isi berfokus pada penyesuaian isi dan butir-butir

pertanyaan dengan materi yang diajarkan atau tujuan yang ingin

dicapai. Validitas konstruk berfokus pada kemampuan instrumen

untuk mengukur gejala yang sesuai dengan definisinya. Pengujian

instrumen menggunakan expert judgment (ahli dalam bidang yang


52

akan diukur). Dalam penelitian ini, instrumen terlebih dahulu

dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan dua validator ahli.

Setelah dilakukan evaluasi oleh ahli maka instrumen dalam penelitian

ini telah layak untuk diujicobakan di lapangan.

Untuk menghitung validitas instrumen tes dapat dilakukan dengan

cara menghitung koefisien validitas hasil korelasi point biserial yaitu:

Keterangan:
= koefisien korelasi biserial
Mp = rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item
yang dicari validitasnya

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar

q = proporsi siswa yang menjawab salah


(q=1–p)
Tabel 9. Kriteria Validitas Butir Soal
Nilai r hitung Krtiteria
0,810 – 1,000 Valitas sangat tinggi
0,610 – 0,800 Validitas tinggi
0,410 – 0,600 Validitas cukup
0,210 – 0,400 Validitas rendah
0,000 – 0,200 Validitas sangat rendah
(Suharsimi Arikunto, 2009: 75)
Pada penelitian ini untuk menghitung koefisien validitas

instrumen menggunakan software Iteman


53

2. Uji Reliabilitas Intrumen


Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes

dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes

tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Suharsimi Arikunto,

2009: 86). Untuk menghitung reliabilitas soal tes menggunakan rumus

K-R 20 yaitu:

Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir

pertanyaan Vt = varian total p = proporsi subjek

yang menjawab benar (skor 1) q =1-p

Harga varians total (Vt) dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:
∑X = jumlah skor total
N = jumlah responden
Adapun kriteria acuan untuk reliabilitas butir soal dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 11. Kriteria Reliabilitas Soal


Rentang Kriteria
0,80 – 1,00 Sangat tinggi
0,60 – 0,79 Tinggi
0,40 – 0,59 Sedang
0,20 – 0,39 Rendah
0,00 – 0,19 Sangat Rendah
(Sugiyono, 2010:216)

Pada penelitian ini untuk menghitung koefisien reliabilitas

instrumen menggunakan software Ms. Excel.


54

3. Analisis Butir Soal


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari butir-butir

soal yang digunakan untuk tes hasil belajar pada mata pelajaran kimia

siswa kelas XI. Data yang diperoleh dianalisis dengan bantuan

Software AnBuso Release 04.4.

a. Taraf Kesukaran

Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 207) “indeks kesukaran

(difficulty index) merupakan bilangan yang menunjukkan sukar dan

mudahnya sesuatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak

terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Besarnya indeks kesukaran

antara 0,00 sampai dengan 1,0”. Indeks kesukaran menunjukkan

taraf kesukaran soal. Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 207)

rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

P : indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

Js : jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 12. Klasifikasi Taraf Kesukaran

Rentang Nilai P Klasifikasi


0,00 ≤ P ≤ 0,30 Soal sukar
0,30 < P ≤ 0,70 Soal sedang
0,70 < P ≤ 1,00 Soal mudah
Sumber: Suharsimi Arikunto (2009: 210)
55

Item soal yang baik adalah tingkat kesukarannya dapat

diketahui tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah.

b. Daya Pembeda

Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 211) daya pembeda soal

adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa

yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

(berkemampuan rendah). Untuk menghitung daya pembeda suatu

item soal digunakan rumus berikut:

Keterangan:

D = indeks diskriminasi

JA = banyak peserta kelompok atas

JB = banyak peserta kelompok bawah

BA = banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab benar

PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Sebagai acuan untuk mengklasifikasikan data hasil penelitian

adalah sebagai berikut:

Tabel 14. Klasifikasi Daya Pembeda

Rentang Nilai D Klasifikasi


D < 0,20 Jelek
0,20 ≤ D < 0,40 Cukup
0,40 ≤ D < 0,70 Baik
56

0,70 ≤ D ≤ 1,00 Baik Sekali


Sumber: Suharsimi Arikunto, 2009: 218

c. Faktor Pengecoh (distractor)

Faktor pengecoh perlu diuji karena untuk mengetahui

bagaimana pengecoh-pengecoh berfungsi dengan baik atau tidak.

Suharsimi Arikunto (2009: 220) mengemukakan bahwa:

Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti


bahwa pengecoh itu jelek, terlalu menyolok menyesatkan.
Sebaliknya sebuah distraktor (pengecoh) dapat dikatakan
berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai
daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang
memahami konsep atau kurang menguasai bahan.

Oleh karena itu perlu dihitung proporsi (Pi) pengambil tes

yang memilih masing-masing pengecoh dan rata-rata skor kriteria

(Xi) masing-masing kelompok itu. Efektivitas penggunaan

distractor dapat dicari dengan 5% kali jumlah peserta tes. Suatu

distractor dapat dinyatakan telah menjalankan fungsinya dengan

baik apabila distractor tersebut paling sedikit dipilih oleh 5% dari

seluruh peserta tes. Jadi mereka yang terkecoh adalah mereka yang

berkemampuan sedang atau di bawah rata-rata.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data akhir ditunjukkan untuk mengetahui kondisi akhir antara

kelompok eksperimen yang dikenai perlakuan dengan menggunakan

model pembelajaran living values education dengan kelompok kontrol

yang tidak dikenai perlakuan. Data yang telah diperoleh di lapangan

kemudian dianalisis untuk menguji hipotesis. Sebelum menguji hipotesis


57

penelitian, sebelumnya diadakan uji persyaratan analisis. Data dianalisis

dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 17.0 for

Windows, khusus untuk analisis indek gain menggunakan Microsoft Excel.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data penelitian

yang sudah didapatkan berdistribusi normal atau tidak. Uji ini

dilakukan dari hasil data pre-test dan post-test kedua kelompok yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini uji

normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test

pada program SPSS 17.00. Dalam output One Sample

KolmogorovSmirnov Test dilihat pada baris Asymp. Sig (2-tailed). Jika

nilai Asymp. Sig lebih dari atau sama dengan 0,05 maka data

berdistribusi normal, jika Asymp. Sig (2-tailed) kurang dari 0,05 maka

distribusi data tidak normal (Ali Muhson, 2009: 58).

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari

populasi yang homogen atau tidak dengan cara membandingkan kedua

variannya. Uji ini dikenakan pada data hasil pengamatan tanggung

jawab belajar siswa, tes sebelum dan setelah perlakuan dari kedua

kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji yang dipakai

adalah Levene’s Test. Jika nilai signifikansi (p) > 0,05 maka dapat

dikatakan data berasal dari populasi yang homogen, tetapi jika nilai
58

signifikansi (p) < 0,05 maka data berasal dari populasi yang tidak

homogen (Muhammad Nisfiannoor, 2009:103).

3. Uji Hipotesis

Uji independent samples t-test digunakan untuk menguji hipotesis

1 dan 2, yaitu untuk membandingkan rata-rata dua kelompok. Pada

hipotesis yang pertama akan menguji kebenaran bahwa tanggung

jawab belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran living

values education lebih tinggi daripada dengan tanggung jawab belajar

siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Sedangkan

pada hipotesis yang kedua akan menguji kebenaran bahwa hasil

belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran living values

education lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang menggunakan

pembelajaran konvensional.

Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha) yang dirumuskan

sebagai berikut:

1) Ho : Rata-rata tanggung jawab belajar yang menggunakan

model pembelajaran living values education lebih rendah atau

sama dengan kelompok yang menggunakan pembelajaran

konvensional.

Ha : Rata-rata tanggung jawab belajar yang menggunakan

model pembelajaran living values education lebih tinggi

dari yang menggunakan pembelajaran konvensional.


59

2) Ho : Rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran living values education lebih rendah atau sama

dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Ha : Rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran living values education lebih lebih tinggi

dari yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Kriteria penerimaan atau penolakan Ho pada taraf signifikansi 5%

dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows adalah apabila thitung <

ttabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Sedangkan apabila t hitung > ttabel

maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jika dilihat dari probabilitas

(signifikansi), apabila probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha

diterima. Dan sebaliknya, apabila probabilitasnya ≥ 0,05 maka Ho

diterima dan Ha ditolak (Muhammad Nisfiannor, 2009:123).


60

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhson. (2009). Aplikasi Komputer. Diktat. Universitas Negeri Yogyakara.

Arends. R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York:


McGraw Hill.

Asep Jihad & Abdul Haris. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.

Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Bambang Warsita (2008). Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya.


Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Diana Noor Anggraeini (2012), dalam skripsi berjudul “Implementasi Living


Values Activities dalam Pengembangan Nilai-nilai Karakter Siswa:
Studi Kasus di SD Hikmah Teladan Cimahi”. Universitas Pendidikan
Indonesia.

Diane Tillman. (2004). Living Values Activaties for young adults (Pendidikan
Nilai untuk Kaum Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.

Djamarah dan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes.


Yogyakarta: Mitra Cendikia.

Drake, Christopher (2007). Pentingnya Lingkungan Belajar Berbasis Nilai.


Institut Pendidikan. London: London University.
61

E. Mulyasa. (2007). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Kartono. (1996). Metodologi Riset Sosial.Bandung Mandar Maju.

Keke Arianita. (2013). Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri dalam


meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul
Tahun Ajaran 2012/2013. Yogyakarta: Skripsi tidak diterbitkan.

Mohammad Ariandy. (2015). Tesis Implementasi Model Living Values Education


dalam Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru PAI (Studi Komparasi
antara MTs Negeri Wonosari GunungKidul dan SMP
Muhammadiyyah 1 Depok Sleman). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.

Muhammad Nisfiannoor. Pendekatan Statistika Modern: untuk Ilmu Sosial.


Jakarta: Salemba Humanika.

Muhibbin Syah. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mustaqim. (2008). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nana Sudjana. (2010). Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo

Nana Syaodih Sukmadinata. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Oemar Hamalik. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Permin Silaban & Germanus. (2003). Undang – undang Republik Indonesia


Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
PT Kloang Klede Putra Timur Bekerja sama dengan Koperasi Primer
Praja Mukti I Departemen Dalam Negeri.
62

Pramonoadi. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Nilai Living Values di


Sekolah Full Day berbasis Islam. Surabaya: UPBJJ-UT Surabaya

Saifuddin Azwar. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Slameto (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

________. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:


Kencana.

Wina Sanjaya. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana.

. (2010). Perencanaan & Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:


Kencana.

Winarno Surakhmad. (2003). Pengantar Interaksi: Mengajar, Belajar, Dasar-


dasar, Teknik, Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai