Anda di halaman 1dari 2

ELANG di Kandang Ayam

Kisah asli tidak diketahui penulisnya Alkisah sebuah gempa yang sangat kuat mengguncang. Sebutir telur ELANG terlempar keluar dari sarangnya di sebuah tebing dan berguling menuju lembah. Telur ini berhenti di dekat wilayah ayamayam bermukim. Seekor ayam betina melihat telur ini dan bergumam 'Kenapa telur ini terpisah dari yang lain?'. Ia pun menggulingkan telur ini untuk dikumpulkan bersama telurnya yang lain. Pagi-siang-malam telur-telur ini dierami. Sampai suatu hari semua telur menetas. Mempunyai tubuh dan ukuran yang berbeda dari yang lain, sang anak ELANG bermain dengan 'saudara-saudara' -nya. Mereka memburu cacing bersama-sama, mereka saling mematuk bersama. Sampai suatu hari mereka semua mendengarkan teriakan ELANG di angkasa. Mereka melihat ke atas dengan kekaguman. Sang anak ELANG pun berkata, "Wah, seandainya saya bisa seperti mereka. Terbang dengan begitu perkasa!" Mendengar ini, sang induk ayam segera menyela, "Sudahlah, kamu jangan bermimpi! Kita ayam. Ayam tidak terbang! Bahagialah dengan dirimu!" Dan begitulah sang anak ELANG ini tumbuh bersama ayam-ayam, dengan setiap hari mengagumi 'saudara-saudara' ELANG-nya yang begitu perkasa. ============ Beberapa kita dengan mudah membayangkan diri sebagai ELANG di kandang ayam. Di mana setiap hari ayam-ayam tidak berhenti memberikan demotivasi dan berbagai sugesti yang menurunkan kepercayaan dirinya. Sebagian kita memang hidup seperti ini. Karena itu, saat kita mau berubah, kita malah takut bagaimana reaksi orang-orang di sekitar mengenai perubahan kita. Tidak jarang saya temui di seminar saat peserta bertanya, "Saya mau berubah, tapi bagaimana saya menanggapi reaksi lingkungan?" Kita bicara soal proyeksi diri sendiri dan proyeksi orang lain. Siapa diri kita menurut kita atau yang kita mau, dan siapa diri kita sesuai yang menurut orang lain atau yang mereka mau. Tidak jarang akhirnya sugesti ayam yang berhasil memenuhi pikiran kita, dan jiwa ELANG kita terkubur! Saya kemarin bercakap-cakap dengan seorang klien, mengenai bagaimana ia komplain begitu banyak mengenai sikap pasangannya. Lalu saya ajak bicara ekologi. Bahwa ternyata sikap pasangannya secara langsung tidak merugikan dirinya. Hanya memang tidak sesuai dengan yang menurutnya ideal. Banyak dari kita demikian. Kita takut berubah hanya karena takut persepsi

orang lain. Ucapan seperti "Dia lain lho sekarang", atau "Kok kamu sekarang berubah?", atau bahkan "Saya tidak suka kamu yang baru!". Dan yang paling ekstrim adalah kita takut berubah karena takut menyakiti orang lain. Tidak ada yang salah dengan NIAT baik ini. Hanya pikirkan saja, bahwa orang lain sakit hati, kesal, frustrasi, kecewa, dan lain-lain dengan perubahan kita, tidak selalu berarti kita telah melakukan sesuatu yang tidak ekologi atau merugikan mereka. Lebih sering hanya masalah perbedaan persepsi mengenai 'apa yang seharusnya'. Lalu kalau ternyata tidak merugikan orang lain, dan dalam banyak kasus malah memberikan menfaat untuk banyak orang, kenapa tidak? Anda toleh kiri-kanan, dan Anda temui bahwa lebih banyak orang berhasil mencapai sesuatu yang luar biasa hanya karena melewati batas 'yang seharusnya' bagi kebanyakan orang. Awalnya mereka mungkin ditertawakan, atau dibenci, atau ditolak, atau dianggap aneh, tapi setelah mereka muncul ke permukaan dengan keberhasilan, 'apa yang seharusnya' menjadi 'mungkin tidak berlaku bagi orang ini'. Orang-orang ini adalah yang menolak menjadi ayam, karena ada ELANG di dalam diri mereka. Mereka melihat ELANG, mereka ingin seperti itu, lalu mereka pun terbang, kendati begitu banyak suara sumbang di sekitarnya. Pertanyaannya, apakah Anda merasa punya ELANG di dalam diri Anda? Apakah Anda merasa seperti ELANG di kandang ayam? Apakah Anda merasa bukan orang yang ingin menerima 'yang seharusnya'? Saat Anda merasa punya ELANG di dalam diri Anda, sebuah sumber daya sudah bangkit. Tinggal bertanya, "KAPAN ANDA TERBANG?" Have a positive day! Hingdranata Nikolay

Anda mungkin juga menyukai