0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
55 tayangan3 halaman
Teks tersebut merupakan deskripsi diri penulisnya, Yasfi Firmansyah. Ia menjelaskan latar belakang keluarganya dan minatnya dalam bidang psikologi. Yasfi kemudian menjabarkan beberapa potensi yang dimilikinya, antara lain sifat introvert, hobi membaca, serta minat dalam menangani masalah-masalah kejiwaan orang lain.
Teks tersebut merupakan deskripsi diri penulisnya, Yasfi Firmansyah. Ia menjelaskan latar belakang keluarganya dan minatnya dalam bidang psikologi. Yasfi kemudian menjabarkan beberapa potensi yang dimilikinya, antara lain sifat introvert, hobi membaca, serta minat dalam menangani masalah-masalah kejiwaan orang lain.
Teks tersebut merupakan deskripsi diri penulisnya, Yasfi Firmansyah. Ia menjelaskan latar belakang keluarganya dan minatnya dalam bidang psikologi. Yasfi kemudian menjabarkan beberapa potensi yang dimilikinya, antara lain sifat introvert, hobi membaca, serta minat dalam menangani masalah-masalah kejiwaan orang lain.
Yasfi Firmansyah, atau biasa dipanggil “Yasfi”, sebuah nama yang cukup asing di telinga orang indonesia. Ketika saya bertanya kepada orangtua saya mengapa memberikan nama tersebut, jawaban mereka mengenai arti nama Yasfi, entah mengapa, tidak pernah membuat saya puas. Sehingga suatu waktu saya mencoba mencari tahu arti nama Yasfi melalui mbah google, dan hingga detik ini (selagi tugas ini dibuat) usaha tersebut sama sekali tidak membuahkan hasil apapun. Bahkan seorang guru BK (Bimbingan Konseling) di SMP saya ketika itu pernah mengganti nama saya menjadi “Yosi”, saking emosinya beliau karena selalu kesulitan mengeja nama saya, selain emosi karena saya adalah salah satu murid langgananya. Tak berhenti sampai di situ, panggilan Yosi untuk diri saya juga populer dikalangan mbak-mbak penjaga laundri, bapak-bapak penjual ayam geprek, serta mas-mas tukang permak jeans. Penjual batagor cilok, aa’ burjo, dan beberapa teman saya yang sebagian besar berasal dari Jawa Barat sedikit lebih baik ketika mencoba mengeja nama saya, “Yaspi” (orang-orang Jawa Barat umumnya sulit melafakan huruf “F”). Meskipun begitu, nama ini merupakan hadiah pemberian kedua orang tua saya tercinta (dan katanya sudah benar-benar melalui berbagai macam riset). Tidak seperti nama Agus atau Supri, nama “Yasfi” menciptakan kesan unik/spesial dalam diri saya, karena sampai saat ini belum pernah saya bertemu dengan seseorang yang memiliki nama serupa. Ya, at least inilah kelebihan pertama saya, tanpa bermaksud menyinggung pemilik nama agus ataupun supri. Berasal dari keturunan petani yang cukup sederhana, kedua orangtua saya memutuskan bertindak sedikit melenceng dari tradisi keluarga, yakni mereka memilih bekerja sebagai guru matematika dan mantri gigi. Sehingga sejak kecil saya justru tidak pandai menanam cabai atau semangka, tetapi cukup akrab dengan kedua bidang pekerjaan orangtua saya tersebut. Jika diambil suatu benang merah, bisa dikatakan terdapat kesamaan antara dunia pendidikan dan kesehatan, yakni sama- sama memiliki unsur “mengukur dan melayani”. Dan sifat inilah yang sepertinya juga diturunkan kepada diri saya, sehingga hasil perjodohan antara kromosom “mengukur” dan kromosom “melayani” yang dinamai “psikologi” ini akhirnya menjadi bidang yang saya geluti sampai hari ini, tentunya setelah menempuh sebuah proses lika-liku laki-laki yang panjang. Usia saya saat menulis narasi ini yakni hampir mencapai angka 27, sedangkan saya masih menempuh semester lima di program studi sarjana psikologi. Jika anda bertanya “kok umur segitu masih kuliah S1 sih ?”, maka tentu saja pertanyaan anda merupakan pertanyaan sejuta umat yang mungkin saja terlintas di benak setiap orang ketika bertemu dan melihat jenggot lebat saya. Jika saya menceritakan kisahnya di sini, naratif deskriptif ini berpotensi berubah menjadi naratif biografis dengan belasan bahkan berpuluh-puluh halaman. Lagi pula bukan untuk itu tujuan tugas ini dimaksudkan. Tugas ini dimaksudkan untuk memaparkan potensi-potensi yang ada dalam diri masing-masing. Anda sang pembaca budiman pasti sudah bertemu dengan kelebihan pertama saya, yaitu nama Yasfi. Sebetulnya pada bagian ini saya ingin sekali cepat-cepat merampungkannya. Karena saya bukan tipikal orang yang pandai menceritakan tentang diri sendiri, apalagi mendeskripsikan kelebihan yang saya miliki. Lagipula potensi atau kelebihan sejatinya sering dianggap sangat subjektif, artinya bisa saja saya menganggap trait introversi saya merupakan suatu kelebihan, tetapi orang lain menganggap sebaliknya. Sehingga saya menyusun tiga kriteria terkait bagaimana sesuatu dalam diri seseorang dapat dikategorikan menjadi suatu potensi positif/kelebihan, diantaranya. a. Keunikan. Jika anda menyebutkan “makan” sebagai suatu kelebihan yang anda miliki, artinya anda adalah salah satu dari segelintir orang yang dapat melakukannya. Maka mulai saat ini cobalah berhenti memasukkan kata “makan” dalam daftar kelebihan anda, karena hampir setiap spesies dapat melakukannya! b. Menguntungkan secara pribadi. Saya rasa bagian ini tidak perlu banyak dijelaskan, kelebihan yang merugikan diri Anda sendiri tidak dapat disebut memiliki nilai lebih. Contoh: Kelebihan Anda adalah Anda sanggup selama tiga hari tidak mandi. Meskipun saya sediri tidak sanggup, namun apakah dengan Anda melakukan hal tersebut akan menguntungkan bagi Anda? c. Menguntungkan untuk orang lain pada umumnya. Nilai “lebih” namun tanpa memiliki manfaat bagi sesama ibarat seorang wanita tinggi cantik semampai yang sedang berada di kerumunan pria homoseksual, kecantikan anda menjadi bukan sebagai kelebihan yang berarti bagi si pria homoseksual kecuali anda adalah seorang lelaki cucok. Potensi yang tidak ada manfaatnya bagi orang lain umumnya tidak akan dihargai. Jadi sesuatu dikatakan sebagai kelebihan atau tidak juga ditentukan oleh bagaimana orang-orang pada umumnya menilai sesuatu itu adalah sebagai sebuah kelebihan atau bukan. Berdasarkan ketiga kriteria di atas, saya berharap Anda dan saya dapat sedikit lebih terbantu untuk menentukan potensi-potensi apa yang ada dalam diri masing-masing. Untuk itu saya akan memulai menjabarkan beberapa potensi yang ada dalam diri saya. Insya Allah. 1. Intorversi. Ya, saya sangat bersyukur dan bangga menjadi pribadi introvert. Berpikir analitis dan mendalam, tenang, kreatif, penuh persiapan, dan pendengar yang baik merupakan segelintir dari banyak keunggulan sosok introvert. Bahkan menurut penelitian, orang-orang berpengaruh yang pernah tercatat dalam sejarah sebagaian besarnya adalah seorang introvert. Sebut saja Albert Einstein, mantan presiden US Barrack Obama, Bill Gates sang pendiri Microsoft, dan sang sutrada kondang Steven Spielberg, mereka semua adalah sosok-sosok introvert yang sukses mengejar mimpinya. 2. Hobi Membaca. Jika anda sempat mengunjungi rumah atau kost saya, anda akan menemukan cukup banyak buku dari mulai buku ber-genre nonfiksi bertema psikologi, sejarah, biografi, filsafat, agama, sains, hingga novel-novel baik fiksi maupun non-fiksi. Selain itu dalam waktu satu minggu, saya dapat menghabiskan setidaknya tiga buku dengan ketebalan sedang. Hal ini menurut saya merupakan sebuah kelebihan, mengingat minat baca masyarakat kita yang cukup rendah yakni hanya lima hingga sembilan buku, per “tahun”. 3. Open-minded. Saya jarang sekali merasa ragu untuk mendengarkan gagasan maupun saran dari seseorang, bahkan untuk melakukannya sekalipun. Pernah pada suatu waktu di jam makan siang saya sangat kebingungan menentukan akan makan apa dan di mana. Yang saya lakukan adalah berkenalan dengan salah satu orang asing yang ada di sana dan meminta rekomendasi tempat makan beserta menu favoritnya, dan pada siang itu juga saya langsung menuruti sarannya. Dalam hal ini saya dan orang asing tersebut sama-sama diuntungkan (setidaknya ia mendapatkan kepuasan tersendiri karena sarannya didengarkan.) Sebagaimana sifat ilmu, ilmu bisa datang dari siapa saja, bahkan dari anak berumur 5 tahun sekalipun. 4. Menyukai seni dan keindahan. “Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.” (HR. Thabrani). Hadits singkat ini memaparkan bahwa Sang Pencipta kita saja menyukai hal-hal yang indah, menciptakan yang serba indah, termasuk salah satu spesies ciptaanya yang bernama “wanita”, yang sudah tidak diragukan lagi keindahannya di planet ini. Jadi bagi kaum Hawa, mengapa anda masih tidak bersyukur dengan keindahan yang sudah diberikan Tuhan kepada anda, yakni dengan memakai yang palsu-palsu seperti bulu mata palsu, alis palsu, dan status palsu? Bagi kaum Adam, mengapa Anda masih saja suka menyia-nyiakan keindahan yang telah dianugerahkan Sang Pencipta, malas mandi, menyisir rambut, memakai wewangian, bahkan sekedar berpenampilan rapi untuk belajar? 5. “Minat menjadi psikolog”. Nah, yang terakhir ini mungkin terdengar ambigu di telinga Anda pembaca budiman. Namun kita coba melirik lagi problematika yang sering terjadi di sekitar kita. Kecemasan, demotivasi, agresivitas, bulllying, depresi, salah jurusan, perceraian bahkan bunuh diri adalah kasus- kasus yang umum namun tampaknya jarang sekali menjadi perhatian masyrakat kita. Maka muncul pertanyaan, “Lantas sebenarnya siapa yang bertanggung jawab atas masalah-masalah tersebut? Ya, salah satunya saya dan Anda, para psikolog dan calon psikolog. Ketika psikolog dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, saya pribadi sangat bersyukur menjadi salah satu aktor yang dapat terlibat menangani problematika tersebut. Seperti kata pepatah, “setiap orang dilahirkan untuk suatu tujuan”, maka berbahagialah seseorang yang telah menemukan tujuannya, yakni yang dilahirkan dengan tujuan mulia, membantu diri sendiri dan sesamanya.