Anda di halaman 1dari 2

1. Persahabatan Muhammad Saw dan Abu Bakar Dalam perjalanan hijrah ke madinah, Rasulullah SAW.

dan Abu Bakar r.a. bersembunyi di Gua Tsur. Nabi tidak terbiasa menaiki tempat seperti itu, yang diimpit bebatuan runcing dan tajam, sedangkan beliau tidak beralas kaki. Kaki beliau pun terluka dan berdarah. Ketika melihat itu, Abu Bakar menuntunnya hingga mulut gua. Nabi akan masuk, namun Abu Bakar mencegahnya dan berkata, Janganlah engkau masuk hingga aku masuk terlebih dahulu! Abu Bakar r.a pun masuk dan meraba-raba rongganya. Ia mendapati tiga lubang kecilo. Disobeknya kain untuk menutupi satu lubang, sedangkan dua lubang yang lain ia tutup dengan kedua kakina, khawatir jika lubang itu adalah sarang binatang berbisa yang berbahaya. Lalu, ia mengundang Rasulullah Saw. untuk masuk. Beliau pun masuk. Karena sangat letih, beliau meletakkan kepalanya dipaha Abu Bakar, lalu tertidur. Kekhawatiran Abu Bakar ternyata terbukti, di salah satu lubang yang ditutup dengan kakinya terdapat ular berbisa. Kaki Abu Bakar pun dipatuknya. Dalam keadaan demikian, ia tidak mungkin menarik kakinya, agar ular itu tidak keluar dari tempatna dan tidak membangunkan Rasulullah Saw. yang tertidur di pahanya. Akan tetapi, rasa sakit Abu Bakar makin menjadi-jadi, sehingga membuatnya tidak tahan. Air mata kesakitan pun jatuh dan menetes di wajah Rasulullah Saw. Beliau terkejut dan bangun. Ada apa, wahai Abu Bakar?! Tanya Rasulullah Saw. Aku dipatuk ular, wahai Rasulullah, jawabnya. Maka Rasulullah segera mengobati luka patukan itu hingga sembuh. Ketika siang menjelang, cahaya pun masuk ke gua. Rasulullah Saw. menyaksikan Abu bakar tidak lagi memakai baju yang dikenakannya ketika di jalan. Ketika ditanya, Abu Bakar menceritakan bagaimana duduk persoalaannya, bahwa baju itu telah disobeknya untuk menutup lubang di dalam gua. Serta merta Rasulullah Saw mengangkat tangan beliau sambil berdoa, Ya Allah, jadikan Abu Bakar sederajat denganku di hari kiamat. 2. Mendahulukan Sahabat, Hingga pun Untuk Kematian Saat perang Yarmuk, Hudzaifah Al-Adwy pergi membawa seteko air mencari kemenakannya di antara jajaran pasukan yang telah gugur untuk ---barangkali nyawanya belum terlepas sama sekali----memberinya minum. Barangkali masih hidup, aku akan memberinya minum,gumannya. Ternyata benar. Hudzaifah mendapatinya dalam keadaan sekarat, antara hidup dan mati.

Maukan kau kuberi minum? Tanya Hudzaifah Dengan mengangguk, ia member isyarat setuju. Belum lagi bibir menyentuh air, dari sebelahnya terdengar seseorang mengerang, Aaaahh, ahh. Hudzaifah mendapatkan isyarat, supaya ia pergi menemui suara itu untuk memberinya minum. Ternyata si pengaduh adalah Hisyam bin Ash. Ketika Hisyam hendak meminum air itu, tiba-tiba terdengar dari sebelahnya suara orang lain sedang mengaduh, Aaaahh, ahh. Hisyam pun memberikan isyarat, agar Hudzaifah pergi member minum kepada orang yang mengaduh itu. Tatkala pemberi minum sampai kepada pemilik suara itu, ternyata ia telah meninggal. Kemudian ia berlari menuju Hisyam, ternyata ia sudah meninggal. Ia pun berlari menuju kemenakannya, innalillahi wa inna ilaihi rajiuni. Ia juga telah menghembuskan napas terakhirnya

(Sumber : berkas-berkas cahaya kenabian Muhammad Assyaf, Era Intermedia) http://ndyteen.com/wp-content/uploads/2010/11/Puisi-Persahabatan.jpg

Anda mungkin juga menyukai