Anda di halaman 1dari 25

2.2.4.

Biaya Usahatani Kartasapoetra (1987), menyatakan bahwa biaya adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna membeli atau pembayaran input yan diperoleh, sehingga dengan tersedianya sejumlah uang (biaya) itu telah diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung. Soekartawi (1995), mengemukakan bahwa biaya produksi adalah semua produksi yang akan digunakan baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi dibedakan atas : a) Biaya tetap, yaitu biaya yang dipergunakan untuk membiayai faktor-faktor yang sifatnya tetap tidak berubah walaupun produk yang dihasilkan berubah, seperti pajak, sewa tanah dan alat pertanian. b) Biaya variabel, yaitu biaya yang diperuntukan untuk mengadakan faktor-faktor produksi sifatnya berubah-ubah atau bervariasi tergantung pada produk yang direncanakan seperti bibit, pupuk, obat-obatan, transportasi atau bahkan penunjang lainnya, seperti buruh tani dan buruh kebun. c) Biaya eksplisit, yaitu biaya yang dikeluarkan benar-benar. Biaya ini meliputi upah tenaga kerja luar keluarga, sewa tanah, biaya modal pinjaman, pembelian alat perlengkapan. d) Biaya implisit, yaitu taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki produsen itu sendiri, misalnya bangunan, pengeluaran modal atau keahlian tersendiri. Biaya total usahatani dapat dituliskan dengan menggunakan rumus :

TC =

. Pxi

Keterangan : TC Xi Pxi i = = = = Total Cost (Biaya Total) Jenis input yang digunakan ke-i Harga input ke-i 1,2,3,.n Biaya lain yang perlu diperhitungkan yaitu biaya penyusutan alat-alat, yang meliputi biaya peralatan bangunan yang mempunyai daya tahan lebih dari dua tahun akan dikenakan biaya penyusutan (Hernanto, 1989). Secara matematis penyusutan dengan metode garis lurus dapat dirumuskan sebagai berikut :

P =
Keterangan : P Nb Ns Ne = = = = Penyusutan Harga Pembelian Harga Sisa Lama Pemakaian

Nb Ns Ne

2.2.5. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani adalah jumlah total nilai output suatu usahatani yang besarnya merupakan perkalian antara harga persatuan dengan jumlah output atau dalam ekonomi pertanian usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 1995). Penerimaan usahatani juga merupakan hasil produksi fisik yang dinyatakan dalam jumlah uang yang diperoleh dengan cara mengalikan jumlah output dengan harga per satuan output (Soetriono, 1988). Secara sistematis penerimaan usahatani dapat ditulis sebagai berikut:

TR

. Py

Keterangan : TR Yi Pyi i = = = = Total Revenue (Penerimaan Tital) Output (Produksi) ke-i Harga Output (Produksi) ke-i 1,2,3.n

2.2.6. Pendapatan Usahatani Arsyad (1987), mengemukakan bahwa sumber pendapatan petani berasal dari usahatani sendiri, usahatani orang lain sebagai penggarap dan luar usahatani. Ada empat sumber daya yang merupakan faktor produksi penting dalam usahatani, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan kemampuan manajerial dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut. Untuk memperoleh produksi dari usahatani, petani harus memadu keempat faktor produksi tersebut.

Soekartawi (I995), pendapatan dapat dihitung dengan mengurangi nilai output total penerimaan dengan nilai input total yang digunakan atau biaya sisa dari pengurangan tersebut dinamakan pendapatan. Dalam bentuk matematis besarnya pendapatan usahatani, dapat ditulis sebagai berikut:

I = TR - TC
Keterangan : I = Income (Pendapatan) TR = Total Revenue (Penerimaan Total) TC = Total Cost (Biaya Total)

2.3.1. Biaya Usahatani Menurut Kartasapoetra (1993), pada hakekatnya biaya adalah sejumlah uang tertentu yang telah diputuskan guna pembelian atau pembayaran input yang diperlukan sehingga dengan tersedianya sejumlah uang (biaya) itu benar-benar diperhitungkan sedemikian rupa agar produksi dapat berlangsung lebih lanjut. Dikemukakan, bahwa biaya produksi adalah semua faktor produksi yang akan digunakan baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi dibedakan atas : 1) Biaya variabel, yaitu yang dipergunakan pada penggunaan faktor produksi yang sifatnya berubah atau bervariasi tergantung pada produk yang direncanakan. Termasuk biaya variabel adalah biaya untuk pembelian benih atau tanaman, obat-obatan, pupuk atau bahkan penunjang lainnya serta biaya untuk tenaga kerja langsung (buruh tani, buruh kebun yang sering disebut tenaga kerja musiman) 2) Biaya tetap, yaitu biaya yang diperlukan untuk penggunaan faktor produksi yang sifatnya tetap, tidak berubah walaupun produk yang dihasilkan berubah seperti sewa tanah, penyusutan dan upah tenaga kerja dalam keluarga. 3) Biaya eksplisit, yaitu pengeluaran yang berupa pembayaran dengan uang atau cek untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang diperlukan, misalnya biaya untuk pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan 4) Biaya implisit, yaitu taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh produsen itu sendiri, misalnya pembangunan pengeluaran modal atau keahlian sendiri.

Menurut Djamali (2000) biaya produksi adalah pengeluaran yang dilakukan selama proses produksi, meliputi seluruh dana yang dikeluarkan untuk pembelian input-input dari jasa yang dipakai dalam suatu proses produksi. Macam-macam biaya terdiri dari : 1) Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk biaya faktor-faktor produksi tetap dalam suatu proses produksi. Besarnya biaya ini tidak tergantung dari volume produksi yang akan dihasilkan, misalnya pajak, sewa tanah, asuransi, penyusutan alat, upah tenaga kerja dalam keluarga. 2) Biaya Variabel Total (Total Variable Cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan faktor-faktor produksi variabel suatu proses produksi. Besarnya biaya ini tergantung dari jumlah produksi yang akan dihasilkan. Cara menghitung dengan cara mengalikan antara jumlah input dengan harga input. Misalnya penggunaan bibit, pupuk dan obat-obatan. TVC = Px . X Keterangan : TVC = Total variabel cost (Rp) Px X = Harga input (Rp) = Jumlah input (Rp)

3) Biaya total (Total Cost ) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC Keterangan : TC = Total cost (biaya total) (Rp)

TFC = Total Fixed cost (total biaya tetap) (Rp) TVC = Total Variabel cost (total biaya variable) (Rp) Alat-alat yang memiliki nilai ekonomi lebih dari dua tahun masuk biaya penyusutan. Untuk menghitung biaya penyusutan alat-alat pertanian. Salah satu cara yang digunakan adalah cara garis lurus (Straight Line Method). Dasar pemikirannya bahwa benda yang digunakan dalam usahatani mengalami penyusutan yang sama untuk setiap tahunnya. Secara matematis penyusutan tersebut dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 1995) : P=
Nb Ns Ne

Keterangan :

= Besarnya penyusutan

Nb = Harga pembelian Ns = Harga tidak terpakai atau nilai sisa Ne = Lama pemakaian atau umur ekonomis

2.3.2. Penerimaan Usahatani Menurut Sutrisno (1998), penerimaan usahatani adalah hasil produksi fisik (output) yang dinyatakan dalam jumlah uang, diperoleh dengan cara mengalihkan output dengan harga per satuan output. Persamaan matematis penerimaan dapat ditulis sebagai berikut : TR = Dimana : TR = Total Revenue (Penerimaan Total) (Rp) Yi i = Jenis output yang peroleh (unit) = 1,2,3,..,n

Y Py
i i 1

Pyi = Harga per satuan output (Rp/kg)

2.1. Sumber-Sumber Pendapatan Petani Sumber pendapatan masyarakat pedesaan pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian. Pendapatan tersebut adalah yang berasal dari dalam usahatani melalui kegiatan usahatani (on farm), dan pendapatan yang berasal dari luar usahatani melalui kegiatan non usahatani (off farm). Pendapatan usahatani merupakan suatu bentuk imbalan dari jasa pengelola (petani), tenaga kerja dan modal yang dimiliki termasuk lahan yang diperoleh dari kegiatan berproduksi dalam usahatani. Pendapatan usahatani juga digunakan untuk mencapai kegiatan usahatani dan memenuhi kebutuhan petani dan keluarganya. Dengan demikian pendapatan usahatani merupakan hasil dari kegiatan atas segala usahatani yang dilakukan, meliputi kegiatan bercocok tanam dan memelihara ternak dan ikan, yang kemudian pendapatan tersebut dialokasi ke berbagai kebutuhan yang diperlukan petani (Hernanto,1989). Sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari petani dan keluarganya membutuhkan sejumlah biaya untuk memenuhi kehidupannya. Menurut Hernanto (1989), biaya hidup itu diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: a. Dari sumber usahatani sendiri b. Dari sumber usaha lain di bidang pertanian, seperti upah tenaga kerja pada usaha lain, dan c. Pendapatan dari luar usahatani. Menurut Soekartawi, dkk (1986), pendapatan petani akan berbeda apabila lingkungan pertaniannya berbeda. Pendapatan petani di dataran rendah yang umumnya dari menanam palawija sebagai sumber utama pendapatan. Menurut Soeharjo (1986), ada empat ukuran pendapatan sebagai indikator keuntungan ekonomi absolut, yaitu: 1. Pendapatan kerja petani (Operators farm labor income), pendapatan kerja petani

diperoleh dengan menghitung semua penjualan yang dikonsumsi keluarga dan kenaikan inventaris.

2. Penghasilan kerja petani (Operators farm labor earning), penghasilan kerja petani diperoleh dari menambah pendapatan kerja keluarga dengan penerimaan tidak tunai, seperti; tanaman, ternak, ikan, dan hasil yang dikonsumsi keluarga. 3. Pendapatan kerja keluarga (Family farm labor earning), pendapatan kerja keluarga adalah balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani beserta kelurganya. Dengan kata lain, dalam pendapatan kerja keluarga, tenaga kerja keluarga tidak dihitung sebagai pengeluaran. 4. Pendapatan keluarga (Family income), pendapatan keluarga diperoleh dengan menjumlahkan total pendapatan dari berbagai sumber. Cara ini digunakan apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Jatileksono (1979), besar kecilnya pendapatan petani dapat dipergunakan sebagai salah satu petunjuk untuk mengetahui tingkat kemakmuran ataupun tingkat kemajuan dari masyarakat petani. Biasanya diperhitungkan berapa besar pendapatan petani per kapita (income per capita) atau berapa besar pendapatan petani per hari kerja, yang merupakan pembagian dari seluruh pendapatan petani terhadap jumlah anggota keluarga atau jumlah hari kerja yang dicurahkan dalam usahatani.

2.2. Sumber-sumber Pendapatan dari Usahatani (on farm) Mosher (1991), mengemukakan bahwa usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi dimana seorang petani sebuah keluarga tani/badan usaha lainnya bercocok tanam/memelihara ternak. Sedangkan Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani adalah organisasi dari alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan pertanian, pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh.

Sedangkan Menurut Rahayu dkk (2004), mendefinisikan usahatani sebagai sebagian dari permukaan bumi di mana seorang petani, sebuah keluarga petani atau badan usaha lainnya, melakukan bercocok tanam atau memelihara ternak. Hernanto (1992), usahatani diartikan sebagai organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani juga didefinisikan sebagai himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto,1989). Dari beberapa definisi usahatani di atas, terdapat empat faktor penting yang perlu diketahui yaitu lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen (pengelolaan). 1. Lahan Lahan merupakan faktor produksi yang mempunyai kedudukan paling penting dalam pertanian. Hal ini dibuktikan dari besarnya balas jasa yang diterima oleh lahan jika dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor penting yang berperan sebagai pelaksana proses produksi. Tenaga kerja dipengaruhi oleh umur, pendidikan, ketrampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, tingkat kecukupan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Dalam usahatani, tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu: a) Tenaga kerja dari dalam keluarga Tenaga kerja dari dalam keluarga memegang peranan penting di mana merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. b) Tenaga Kerja dari luar keluarga

Tenaga kerja luar keluargadiperoleh dengan cara upahan, sambatan royong) dan arisan tenaga kerja.

(gotong

3. Modal Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama faktor

produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu hasil pertanian (Mubyarto dan Hernanto,1989). Berdasarkan sifatnya, modal dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Modal tetap, yaitu modal yang tidak habis digunakan dalam satu kali proses produksi dan modal ini terkena penyusutan, dimana modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. b. Modal tidak tetap, yaitu modal yang habis digunakan dalam satu kali periode produksi. 4. Manajemen Manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisasi dan mengkoordinasi faktor-faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya agar mampu berproduksi seperti yang diharapkan (Hernanto,1992). Adapun langkah-langkah dalam manajemen adalah: 1) memformulasi tujuan usaha, 2) identifikasi permasalahan usahatani, 3) menganalisa secara ekonomi keluarga, 4) menetapkan keputusan usaha, dan 5) pelaksanaan usaha (Hernanto, 1989). Adapun menurut Hernanto (1989), faktor-faktor di luar usahatani yang dapat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu usahatani antara lain, adalah: 1. Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi

Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi akan memudahkan persentuhan petani dengan dunia luar, seperti pasar, informasi yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah, yang dapat mereka gunakan dan sebagai bahan pertimbangan dalam berusahatani. 2. Aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi dan lain-lain) Aspek-aspek pemasaran merupakan masalah diluar usahatani yang perlu diperhatikan. Seperti yang diketahui petani yang serba terbatas yang berada pada posisi yang lemah dalam penawaran dan persaingan, terutama yang menyangkut penjualan hasil dan pembelian bahan-bahan pertanian. 3. Fasilitas kredit Akibat langkanya modal usahatani, kredit menjadi penting. Sehingga pemerintah perlu menyediakan fasilitas kredit kepada petani dengan syarat mudah dicapai yang berada dilokasi usahatani tersebut. 4. Sarana penyuluhan bagi petani Dengan melihat kondisi petani uluran tangan sangat diperlukan termasuk uluran tangan dalam pelayanan penyuluhan kepada petani.

Menurut Suharjo dan Patong (1986), bahwa selisih antara penerimaan dan biaya merupakan pendapatan. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran. masing-masing keadaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1). Penerimaan usahatani, meliputi tiga hal yaitu: a) Hasil penjualan; baik dari penjualan hasil tanaman, ternak, dan ikan atau produk lainnya. b) Produk yang dikonsumsi keluarga; dan

c) Kenaikan nilai inventaris. 2) Pengeluaran usahatani, secara garis besar meliputi biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap)

2.2.1. Biaya Usahatani Menurut Hernanto (1989), biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk termasuk di dalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun di luar usahatan Biaya produksi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu : 1. Biaya variabel, adalah biaya yang diperlukan untuk pengadaan faktor-faktor produksi yang sifatnya berubah atau bervariasi tergantung pada usahatani apa yang akan direncanakan. Adapun biaya variabel ini terdiri dari : a. Biaya untuk pembelian benih/bibit tanaman, obat-obatan, pupuk atau bahan penunjang lainnya. b. Biaya untuk tenaga kerja langsung (buruh tani, buruh kebun atau biasa disebut buruh musiman). 2. Biaya tetap, adalah biaya yang diperuntukkan bagi pembiayaan faktor produksi yang sifatnya tidak berubah walaupun hasil produksi yang dihasilkan berubah. Biaya tetap terdiri dari : a. Gaji tetap untuk para ahli, pengawas dan lain sebagainya. b. Penyusunan alat-alat produksi seperti traktor, arit, cangkul, mesin penggiling dan lain-lain. 3. Biaya eksplisit, disebut juga biaya tegas yaitu pengeluaran pihak produsen berupa pembayaran dengan uang/cek untuk memperoleh faktor produksi manapun dan bahan penunjang lainya.

4.

Biaya implisit, adalah taksiran pengeluaran atas faktor-faktor produksi yang dimiliki produsen itu sendiri, misalnya modal sendiri yang digunakan untuk berproduksi.

Menurut Hernanto (1989), dikatakan bahwa alat-alat pembangunan yang mempunyai daya tahan lebih dari dua tahun, maka harus dilakukan perhitungan penyusutan. Cara yang sering digunakan untuk menghitung biaya penyusutan alat-alat dimaksud adalah dengan sistem garis lurus (Straight Line Methode). Dalam cara ini diasumsikan bahwa alat-alat yang digunakan dalam usahatani mengalami penyusutan yang sama setiap tahunya. Secara sistematis penyusutan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Nb - Ns P= Ne Keterangan : P = Besarnya penyusutan

Nb = Harga pembelian Ns = Nilai sisa Ne = Lama pemakaian

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini, disebut usahatani untuk petani, melaut untuk nelayan, dan beternak untuk peternak. Biaya Usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1. Biaya Tetap (fixed cost), diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit, misalnya pajak (tax).

2. Biaya Variabel (variable cost), merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh. Misalnya biaya untuk saprodi atau sarana produksi komoditas pertanian. Sedangkan menurut Jatileksono. (1979), pengeluaran merupakan sejumlah

pengorbanan yang berupa bahan ataupun uang yang benar-benar dikeluarkan oleh petani untuk membiayai usahataninya. Pengeluaran di dalam usahatani terdiri dari: 1. Biaya penggunaan modal, meliputi biaya penggunaan modal tetap dan biaya penggunaan modal tidak tetap. Biaya penggunaan modal tetap terdiri dari biaya

penyusutan, biaya asuransi, biaya pemeliharaan dan biaya komplementer; sedangkan biaya penggunaan modal tidak tetap adalah jumlah nilai dari seluruh modal tidak tetap yang dipergunakan. 2. Upah tenaga kerja luar (upah buruh), baik yang berupa uang tunai, yang berupa bahan (bagian hasil/bawon) ataupun yang berupa konsumsi. 3. Bunga kredit, yaitu merupakan bunga dari seluruh pembayaran alat-alat dari luar yang dianggap dikeluarkan pada permulaan proses produksi. 4. Sewa tanah, pemberian kepada pemilik tanah (yang berbentuk uang ataupun bagian produksi dan lain-lain), bagi petani yang bukan pemilik tanah. 5. Pungutan-pungutan, seperti: pajak, iuran, sokongan, dana air dan sebagainya.

2.2.2. Penerimaan Usahatani Menurut Boediono (1995) penerimaan adalah jumlah nilai total output suatu usaha yang besarnya merupakan perkalian antara harga per satuan dengan jumlah output atau penerimaan produsen dari hasil penjualan outputnya.

Selanjutnya dikemukakan bahwa total revenue (TR) adalah penerimaan total produsen dari hasil penjualan output dikalikan dengan harga jual output. Persamaan matematisnya : TR = Y . Py Keterangan : TR = Total Revenue / penerimaan total Y = Besar output Py = Harga output / unit Menurut Jatileksono (1979), Penerimaan adalah nilai dari seluruh produksi (hasil) baik yang dijual, yang dikonsumsi oleh keluarga petani sendiri yang diberikan kepada orang lain sebagai upah tenaga (bawon), maupun yang dipergunakan dalam proses produksi berikutnya (sebagai bibit/benih). Sedangkan menurut Hernanto (1989), penerimaan meliputi semua sumber yaitu: 1) Jumlah penambahan inventaris, 2) Nilai penjualan hasil, 3) Nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi. 2.2.3. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan suatu imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani (Soekartawi dkk,1986). Sedangkan

menurut Makmur dkk (1992), pendapatan usahatani adalah selisih antara biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Pendapatan usahatani adalah selisih atau beda dari nilai penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan. Jadi, pendapatan dapat ditulis secara matematik sebagai berikut :
n n
i=1

I = TR TC Keterangan : I

atau I = Yi . Pxi - Xi . Pxi


i=1

= Pendapatan usahatani

TR = Penerimaan total TC = Biaya total

Yi = Jumlah output Pyi = Harga output Xi = Jumlah input Pxi = Harga input

Menurut Hernanto (1992) untuk keperluan analisa pendapatan petani diperlukan empat unsur yaitu : 1. Rata-rata inventaris, yaitu jumlah nilai inventaris awal ditambah nilai inventaris akhir dibagi dua. 2. Penerimaan usahatani, yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan rumah serta yang di konsumsi. 3. Pengeluaran usahatani, yaitu semua biaya operasional tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani. Pengeluaran ini meliputi

pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. 4. Penerimaan dari berbagai sumber Bentuk penerimaan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk natura dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani yang lainnya. Dalam masyarakat tradisional, penerimaan tunai hanya merupakan sebagian kecil saja sedangkan yang terbesar berupa penerimaan dalam bentuk natura yang dikonsumsi oleh keluarga (Hernanto,1992). Sedangkan menurut Jatileksono (1979), pendapatan usahatani merupakan pendapatan keluarga petani dari usahataninya, penjumlahan pendapatan usahatani yang diperoleh dari berbagai cabang usahatani merupakan pendapatan keluarga petani atau yang biasa disebut

pendapatan petani, pendapatan ini merupakan selisih antara seluruh penerimaan dan seluruh pengeluaran pada petani. Menurut Rahim dan Hastuti (2007), pendapatan atau total pendapatan rumah tangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

n i=1

m j=1

Y = (P)i + (NP)j di mana: Y : Total pendapatan rumah tangga P : pendapatan rumah tangga dari kegiatan usahatani NP : pendapatan rumah tangga dari kegiatan non usahatani i j : 1.n = usahatani dibeberapa subsektor dari anggota rumah tangga :1.m = non usahatani dari berbagai kegiatan anggota rumah tangga

Rumus tersebut dapat dijabarkan: YTot = YUtu + Yutt + Ykb + Ylu + YL di mana: Ytot : total pendapatan tumah tangga Yutu : pendapatan dari usahatani utama Yutt : pendapatan dari usahatani ternak Ykb : pendapatan dari kayu-kayuan dan buruh tani YLu : pendapatan dari luar pertanian YL : pendapatan lainnya

2.3. Sumber-Sumber Pendapatan dari Luar Usahatani (off farm) Pekerjaan luar usahatani telah menjadi sumber bertumbuhnya pendapatan petani. Keputusan untuk mengalokasikan sebagian dari tenaga kerja untuk aktivitas luar usahatani

adalah rasional dan konsisten dengan tujuan memaksimalkan pendapatan keluarga (Sudarsono,1983). Sedangkan menurut Summer (1982), dalam melakukan aktivitas luar usahatani, para petani dihadapkan pada berbagai alternatif pilihan usaha yang mungkin dapat dilakukan diluar usahatani. Pemilihan alternatif usaha diluar usahatani oleh petani kebanyakan

didasarkan atas tingkat upah waktu yang cukup melakukan aktivitas diluar usahatani tersebut. Di samping itu alternatif pilihan diluar usahatani didasarkan pada tersedianya lapangan pekerjaan. Menurut Mubyarto (1983), pendapatan di luar usahatani adalah sangat penting buat kelompok rumah tangga buruh tani dan petani sempit, karena mereka merupakan kelompok termiskin dipedesaan dimana kegiatan di luar usahatani banyak berkembang dipedesaan seperti penjual keliling (sayur, mainan anak-anak, dan minuman), penjual tetap/warung, buruh angkutan (becak, atau bermigrasi musiman ke kota) karena semua kegiatan tersebut diduga memberikan pendapatan yang relatif rendah. Banyaknya kegiatan di luar usahatani disuatu desa ternyata ada hubungannya dengan kepadatan penduduk agraris (sawah), makin tinggi tingkat kepadatan penduduk agraris makin banyak penduduk yang bekerja di kegiatan luar usahatani. kegiatan di luar usahatani yang banyak dilakukan adalah kegiatan upahan seperti (buruh pikul, tukang becak, tukang/buruh bangunan dan buruh galian). Kegiatan di luar usahatani dapat di kelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Kegiatan Industri rumah tangga/kerajinan 2. Dagang 3. Buruh non pertanian (termasuk buruh Industri, buruh bangunan, pekerja angkutan, jasa, mencari barang di alam bebas dan kegiatan sektor formal)

Menurut Soentoro (1983), usaha-usaha di luar usahatani ini tidak hanya dilakukan dalam desa tetapi juga banyak dilakukan di luar desa atau dikota terdekat, baik dilakukan secara migrasi komutasi maupun secara sirkulasi. Usaha yang dilakukan di luar usahatani secara komutasi dan sirkulasi adalah antara 13%-52% untuk laki-laki dan 0-46% untuk perempuan, artinya tenaga laki-laki lebih banyak melakukan migrasi ke luar desa dari pada perempuan.

2.4 Kontribusi Usahatani Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Kontribusi pendapatan adalah suatu sumbangan (berupa uang atau iuran terhadap perkumpulan atau organisasi) atau peranan dari sesuatu terhadap hal lain yang di harapkan nantinya dengan adanya sumbangan bisa mengubah keadaan semula. Sedangkan kontribusi usahatani adalah sumbangan pendapatan suatu cabang yang utama terhadap total pendapatan rumah tangga petani yang diukur dalam suatu satuan persen. Menurut Hernanto (1989), kontribusi usahatani terhadap pendapatan total rumah tangga petani diperoleh dengan menghitung persentase pendapatan petani dari usahatani terhadap seluruh pendapatan total keluarga tani. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut : I ut Kut = I kt Keterangan : Kut : Kontribusi usahatani (%) Iut : Pendapatan usahatani (Rp) Ikt : Pendapatan total rumah tangga petani (Rp) Il ut Kut = I kt Keterangan : Klut : Kontribusi luar usahatani (%) X 100% X 100%

Ilut : Pendapatan luar usahatani (Rp) Ikt : Pendapatan total rumah tangga petani (Rp)

2.3.3. Penerimaan Penerimaan total adalah jumlah keseluruhan hasil yang diperoleh dari semua cabang usahatani yang ada dikalikan dengan masing-masing hasil fisik tersebut. Penerimaan usahatani adalah jumlah keseluruhan hasil fisik yang diperoleh dari semua cabang usahatani yang dikalikan dengan harga Soekartawi (1995), penerimaan usahatani ialah hasil produksi fisik (Output) yang dinyatakan dalam jumlah uang. Diperoleh dengan cara mengalikan output dengan harga persatuan output. TR= Yi. Pyi dimana : TR = Penerimaan Total (Rp) Yi = Produksi yang diperoleh dalam suatu bentuk usahatani Pyi = Harga output

2.3.4. Biaya Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk termasuk didalam barang yang dibeli dan jasa yang dibayar didalam maupun diluar usahatani. Biaya usahatani ialah nilai semua input atau korban yang terlibat dan memegang peranan berapa pun kecil atau sedikitnya keterlibatan atau peranan itu, bagi terselenggaranya kegiatan dan proses produksi usahatani. Pengertian biaya dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi yang dalam satuan mata uang, yang telah terjadi dan mungkin akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Sutrisno (1998), secara matematis biaya total produksi dapat ditulis sebagai berikut :
TC Xi.Pxi
i 1 n

dimana : TC = Total Cost/Biaya Total (Rp) Xi = Jenis Input yang digunakan (unit)

Pxi

= Harga Input (Rp / Unit)

Selain biaya tetap dan biaya variabel, masih ada biaya lain yang mencakup penurunan biaya inventarisir yaitu biaya penyusuatan alat. Hernanto (1991), bahwa alat-alat dan bangunan yang mempunyai daya tahan yang lebih dari dua tahun maka penilaian dilakukan dengan penyusutan, salah satu cara yang sering digunakan dalam perhitungan biaya

penyusutan alat-alat adalah cara garis lurus (Straight line method). Dasar nilai bahwa benda yang digunakan dalam usahatani mengalami penyusutan yang sama untuk setiap tahunnya. Secara matematis penyusutan tersebut dirumuskan sebagai berikut : UP UE dimana : P UP UE H = Besarnya penyusutan = Usia pemakaian alat = Usia ekonomis benda yang dipakai = Harga Selain itu biaya yang perlu diperhitungkan dalam proses produksi atau dijadikan pegangan dalam perhitungan pendapatan usahatani disatu pihak, dan perhitungan pendapatan usahatani dilain pihak adalah : 1. Biaya Implisit Adalah biaya yang bersifat hanya diperhitungkan saja sebagai biaya, meskipun tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang dibayar secara nyata oleh petani. Biaya lahan milik sendiri, upah tenaga kerja dalam keluarga, dan bunga modal sendiri, adalah merupakan contoh yang termasuk biaya implisit. 2. Biaya Eksplisit Adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani dalam penyelenggaraan masing-masing cabang usahatani atau keseluruhan cabang usahatani yang diusahakan dalam usahatani. Input-input yang dibeli petani dari pihak lain adalah merupakan sumber bagi biaya eksplisit ini. Pengeluaran sewa lahan, upah tenaga kerja luar keluarga, sarana produksi bibit, pakan, obat-obatan Soekartawi (1995). 2.1.3.2. Biaya Usahatani

P=

x H

Menurut Fadholi Hernanto (1991), biaya usahatani adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang dinilai dengan satuan rupiah. Selanjutnya menurut Soekartawi (1995), berdasarkan sifatnya maka biaya usahatani dapat dibagi menjadi : 1. Biaya tetap dan biaya variabel Biaya tetap ialah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi, misalnya kandang, peralatan makan dan minum, gudang makanan dan sebagainya. Sedangkan biaya variabel sifatnya berubah sesuai dengan besarnya produksi misalnya bibit, vaksin, pakan ternak.

2. Biaya yang dibayarkan dan biaya yang tidak dibayarkan Biaya yang dibayarkan terdiri dari harga pembelian pakan, pembelian obat-obatan, pembelian bibit dan lain-lain. Sedangkan biaya yang tidak dibayarkan terdiri dari pemakaian tenaga kerja dalam keluarga, bunga modal, penyusutan modal dan lain-lain. 3. Biaya langsung dan biaya tidak langsung Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi, misalnya pembelian pakan, obat-obatan, dan lain sebagainya. Biaya tidak langsung terdiri dari penyusutan modal, biaya makan, tenaga kerja keluarga dan lain-lain. Adapun biaya usahatani yang sering digunakan dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : 1. Biaya tetap ( Fixed cost) Adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, rumus menghitung biaya tetap adalah sebagai berikut :
TFC FXi .PFXxi
i 1 n

Dimana : TFC FXi = (Total Fixed Cost) total biaya tetap (Rp) = Jumlah fisik dari input yang berbentuk tetap

PFXxi = Harga input (Rp) i = 1,2,3, ..n

2. Biaya tidak tetap (Variabel Cost)

TVC

VXi .PVxi
i 1

Dimana : TVC VXi PVxi i = (Total Variable Cost) total biaya tidak tetap (Rp) = Jumlah fisik dari input yang berbentuk tidak tetap (unit) = Harga input (Rp) = 1,2,3, ..n Sedangkan biaya total (Total Cost) dapat dihitung dengan menggunakan rumus : TC = TFC + TVC
n i 1

TFC FXi .PFXxi + TVC

VXi .PVxi
i 1

Dimana: TC (Total Cost) = Biaya total (Rp) Sedangkan menurut Fadholi Hernanto (1989), biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk termasuk di dalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun di luar usahatani. Biaya produksi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu : 1. Biaya variabel, adalah biaya yang diperlukan untuk pengadaan faktor-faktor produksi yang sifatnya berubah atau bervariasi tergantung pada usahatani apa yang akan direncanakan. Adapun biaya variabel ini terdiri dari : a. Biaya untuk pembelian benih/bibit tanaman, obat-obatan pupuk atau bahan penunjang lainnya. b. Biaya untuk tenaga kerja langsung (buruh tani, buruh kebun atau biasa disebut buruh musiman). 2. Biaya tetap, adalah biaya yang diperuntukkan bagi pembiayaan faktor produksi yang sifatnya, tidak berubah walaupun hasil produksi yang dihasilkan berubah. Biaya tetap terdiri dari:

a. Gaji tetap untuk para ahli, pengawas dan lain sebagainya. b. Penyusutan alat-alat produksi seperti traktor, arit, cangkul, mesin penggiling dan lainlain. 3. Biaya eksplisit, disebut juga biaya tegas yaitu pengeluaran pihak produsen berupa pembayaran dengan uang/cek untuk memperoleh faktor produksi manapun dan bahan penunjang lainnya. 4. Biaya implisit, adalah taksiran pengeluaran atas faktor-faktor produksi yang dimiliki produsen itu sendiri, misalnya modal sendiri yang digunakan untuk berproduksi. Menurut Fadholi Hernanto (1989), dikatakan bahwa alat-alat pembangunan yang mempunyai daya tahan lebih dari dua tahun, maka harus dilakukan perhitungan penyusutan. Cara yang sering digunakan untuk menghitung biaya penyusutan alat-alat dimaksud adalah dengan sistem garis lurus (Straight Line Methode). Dalam cara ini diasumsikan bahwa alatalat yang digunakan dalam usahatani mengalami penyusutan yang sama setiap tahunnya. Secara sistematis penyusutan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

P
Dimana : P Nb Ns Ne

Nb Ns Ne

= Besarnya penyusutan (Rp) = Harga pembelian (Rp) = Harga sisa (Rp) = Lama pemakaian

2.1.3.3. Penerimaan Usahatani Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah jumlah keseluruhan hasil fisik yang diperoleh dari semua cabang usahatani yang dikalikan dengan harga, jadi besar kecilnya penerimaan usahatani dipengaruhi tingkat harga yang didapat. Yang secara matematis dituliskan sebagai berikut :
TR Yi .Pyi
i 1 n

Dimana : TR = (Total Revenue) penerimaan total (Rp)

Yi

= Output = 1,2,3,..n Dari perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan maka dapat dinilai

Pyi = Harga Output yang dihasilkan (Rp) i

apakah usahatani tersebut dikatakan layak secara ekonomis atau tidak layak secara ekonomi.

2.1.3.4. Pendapatan Usahatani

Menurut Makmur Amris, dkk (1992), pendapatan usahatani adalah selisih antara biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Sedangkan menurut Soekartawi (1995), secara matematis pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut : I = TR - TCexplisit Dimana : I = (Income) pendapatan usahatani (Rp)

TR = (Total Revenue) total penerimaan (Rp) TC = (Total Cost) total biaya (Rp) Menurut Fadholi Hernanto (1991), keberhasilan suatu usahatani dapat diukur dengan cara membandingkan penerimaan total yang diperoleh dengan biaya total yang telah dikeluarkan, yang lebih dikenal dengan nama Revenue Cost Ratio (RCR), secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

RCR =

TR TC

Yi.Pyi
RCR =

Xi.Pxi
i 1

i 1 n

Dimana : RCR = (Revenue Cost Ratio) perbandingan biaya penerimaan (Rp) TR = (Total Revenue) penerimaan total (Rp) TC = (Total Cost) total biaya (Rp)

Yi Pyi Xi Pxi i

= Output = Harga Output (Rp) = Input = Harga Input (Rp) = 1, 2, 3,n.

2.1.3.5. Efisiensi Usahatani Keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari keuntungan atau tingkat efisiensi yang telah dicapai dalam usahatani. Cara yang digunakan untuk mengukur usahatani yang bersangkutan adalah dengan membandingkan penerimaan total (TR) dengan biaya total (TC) yang dikenal dengan rumus Revenue Cost Rasio (RCR) yang secara matematis dirumuskan :
TR RCR TC

Yi.Pyi
atau RCR =

Xi.Pxi
i 1

i 1 n

RCR menggambarkan tingkat efisiensi usahatani, semakin tinggi RCR maka semakin efisien suatu usahatani. Untuk lebih jelasnya tingkat efisien RCR dapat dilihat di bawah ini : RCR = 1, RCR < 1, RCR > 1, berarti usahatani dalam keadaan impas. berarti usahatani tidak menguntungkan selama diusahakan. berarti usahatani dalam keadaan menguntungkan.

Dari perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan maka dapat dinilai apakah usahatani tersebut dikatakan efisien atau tidak efisien.

Anda mungkin juga menyukai