Anda di halaman 1dari 227

SKRIPSI

IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PRODUK PERMEN COKELAT JIMBARWANA DI KOPERASI WANITA SRIKANDI JIMBARWANA, JEMBRANA, BALI

Oleh :

JAMAL ZAMRUDI F24104113

2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Jamal Zamrudi. F24104113. Identifikasi Langkah Perbaikan Produk Permen Cokelat Jimbarwana di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali. Di bawah bimbingan: Tien R. Muchtadi, Sugiyono, dan Masrizal. 2008. RINGKASAN Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali adalah koperasi kakao pada lini sekunder yang mengolah biji kakao kering dengan proses fermentasi menjadi produk cokelat yang dapat dijual dengan harga dan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao mentah. Produk cokelat yang dihasilkan oleh koperasi ini adalah permen cokelat Jimbarwana dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana. Koperasi ini juga menjual produk setengah jadi seperti cokelat bubuk dan lemak cokelat. Masalah yang ada di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana saat ini cukup kompleks. Kondisi pasar yang belum teridentifikasi dengan baik dan mutu produk yang kasar dan berpasir, mengakibatkan produksi dan pemasaran saling memberatkan. Sisi produksi saat ini masih dalam skala terbatas karena ada kekhawatiran produk tidak terjual akibat pasar yang belum jelas. Sisi pemasaran pun belum berani melakukan ekspansi besar-besaran karena perencanaan produksi belum siap dan mutu produk belum sesuai harapan konsumen. Terlebih lagi,saat ini harga biji kakao kering dengan proses fermentasi sedang tidak stabil yaitu dalam periode antara Maret Juni 2008 harga kakao fluktuatif berkisar antara Rp.17.000 hingga Rp.27.000 per kg. Metode Quality Function Deployment (QFD) adalah alat bantu perencanaan yang efektif dalam pengembangan produk baru maupun peningkatan mutu produk yang sudah ada. Metode ini dapat digunakan dalam menerjemahkan keinginan konsumen (voice of customer) menjadi spesifikasi teknis suatu produk tertentu yang sesuai dengan harapan pasar. QFD diawali dengan identifikasi keinginan konsumen yang kemudian menjadi basis dalam menentukan kebutuhan. Matriks QFD umum dikenali sebagai Rumah Mutu (House of Quality), yaitu gambaran grafis dari hasil perencanaan proses. Matriks ini merupakan matriks hubungan kebutuhan pelanggan dan kebutuhan teknis dari pihak koperasi. Kegiatan magang ini dilakukan untuk menerapkan metode QFD dalam memperbaiki produk permen cokelat Jimbarwana dalam hal mutu (penampakan, rasa/flavor, dan tekstur). Metode QFD digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasi keinginan konsumen terhadap produk permen cokelat yang kemudian diwujudkan dalam rekomendasi langkah perbaikan yang mudah diaplikasikan. Selain itu, dalam kegiatan ini juga diciptakan suatu program komputer (Microsoft Office Excel 2003) untuk perhitungan analisis kelayakan bisnis. Program ini dapat digunakan dalam mengantisipasi harga biji kakao yang fluktuatif. Hasil analisis perbaikan mutu dengan metode QFD menunjukkan bahwa karakteristik organoleptik permen cokelat Jimbarwana belum sesuai dengan harapan target konsumen. Sehingga rekomendasi langkah perbaikan yang perlu dilakukan adalah memperbaiki mutu bahan baku dan proses produksi. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah dengan menerapkan kurva tempering, yaitu suhu mesin tempering dikondisikan menjadi 48oC, kemudian jika ingin dicetak adonan didinginkan hingga suhu 33oC, lalu pendinginan lanjut hingga 26oC. Setelah

dipanaskan ulang hingga kembali ke suhu 33oC, adonan siap untuk dicetak. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit). Langkah perbaikan parameter keutuhan kokoa dan kepahitan juga dilakukan dengan memperbaiki proses penyangraian. Kendala proses penyangraian selama ini adalah tidak dimilikinya alat ukur kadar air biji kakao yang akurat. Akibatnya titik akhir proses penyangraian sulit ditentukan. Direkomendasikan untuk dilakukan pembelian alat ukur kadar air tersebut. Selain itu, langkah perbaikan parameter keutuhan kokoa dilakukan dengan memastikan bahwa biji kakao yang digunakan merupakan biji kakao yang memenuhi standar dan diproses dengan fermentasi yang cukup. Hal ini penting untuk mendapatkan citarasa cokelat yang sempurna pada pasta dan lemak cokelat. Langkah perbaikan parameter kemanisan dilakukan dengan meningkatkan kadar gula dalam formulasi. Jika menggunakan standar benchmark Coco Creamy Milk Chocolate atau Cadbury Dairy Milk Chocolate, kadar gula dapat ditingkatkan menjadi 34 % hingga 42.61 %. Langkah perbaikan parameter bercak putih juga dapat dilakukan dengan menyusun Standard Operational Procedure (SOP) bahan baku. Dalam SOP tersebut, disyaratkan bahan baku gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine) dan bukan jenis gula higroskopis karena jenis gula ini dapat mengakibatkan bercak putih. Langkah perbaikan parameter rasa susu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas susu bubuk yang digunakan. Penambahan susu bubuk dapat pula dilakukan, namun perlu diperhatikan bahwa kadar susu yang berlebihan dapat mengganggu terbentuknya tekstur yang halus. Langkah perbaikan parameter kehalusan dapat dilakukan dengan meningkatkan kehalusan bahan baku yang digunakan dan memperbaiki proses yang berhubungan dengan penghalusan adonan. Peningkatan kehalusan bahan baku salah satunya dapat dilakukan dengan menyusun SOP bahan baku dengan menetapkan bahwa bahan baku susu bubuk dan gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine). Dalam hal proses, peningkatan kehalusan adonan dapat dilakukan dengan menambah ulangan tahap penghalusan dan memperbaiki tahap konsing. Tahap penghalusan yang semula dilakukan sebanyak lima kali ulangan proses, dapat ditingkatkan menjadi enam kali ulangan proses. Perbaikan pada tahap konsing adalah mengenai roda konsing. Tahap konsing dalam hal ini mempunyai peran yang sama dengan tahap penghalusan, yaitu menghasilkan adonan yang lebih halus. Kendala yang dihadapi dalam proses konsing adalah perputaran roda konsing yang tidak lagi menyentuh dasar mesin konsing. Akibatnya, adonan tidak menerima gaya tekan roda selama proses konsing berlangsung. Hasil perhitungan analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dengan program komputasi adalah jika dalam 1 bulan menggunakan basis biji kakao kering fermentasi sebanyak 300 kg, maka akan diperoleh kondisi sebagai berikut. Biaya tidak tetap permen cokelat dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana masing-masing adalah Rp.5.369 dan Rp. 4.390. Biaya pokok permen cokelat dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana masing-masing adalah Rp. 6.882 dan Rp. 5.856. Kuantitas masing-masing produk pada kondisi impas adalah 16.046 kemasan. Nilai NPV untuk usia 10 tahun proyek adalah Rp.194.479.744 dengan nilai IRR 26.89 %.

IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PRODUK PERMEN COKELAT JIMBARWANA DI KOPERASI WANITA SRIKANDI JIMBARWANA, JEMBRANA, BALI

Oleh JAMAL ZAMRUDI F24104113

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PRODUK PERMEN COKELAT Jimbarwana DI KOPERASI WANITA SRIKANDI JIMBARWANA, JEMBRANA, BALI

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh JAMAL ZAMRUDI F24104113 Dilahirkan pada 10 April 1986 di Semarang, Jawa Tengah Tanggal Lulus : Agustus 2008

Menyetujui, Bogor, September 2008

Prof.Dr.Ir. Tien R. Muchtadi,MS Dosen Pembimbing Utama

Dr.Ir.Sugiyono,MAppSc. Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr.Ir.Masrizal,MSc. Dosen Pembimbing III

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Kota Semarang pada tanggal 10 April 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Arfan Lazuardi, SH dan Ibu Siti Nurjannah. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 01 Pagi Jakarta Utara pada tahun 1992-1998, menempuh sekolah lanjutan di SMP Negeri 200 Jakarta Utara pada tahun 1998-2001, serta SMA Negeri 13 Jakarta pada tahun 2001-2004. Penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang sekarang diubah menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Fateta, IPB). Selama di bangku perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan akademik, non akademik, dan organisasi kampus. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya pada tahun 2008 berupa penelitian magang di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Kabupaten Jembrana, Bali. Judul penelitian magang tersebut adalah Identifikasi Langkah Perbaikan Produk Permen Cokelat Jimbarwana di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir. Tien R. Muchtadi, Dr.Ir. Sugiyono, MAppSc., dan MS, Dr.Ir. Masrizal, MSc..

KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-NYA yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Identifikasi Langkah Perbaikan Produk Permen Cokelat Jimbarwana di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali. Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak, Ibu, Yoga, Puput, dan keluarga besar atas segala kasih sayang, doa dan nasihat, serta bantuan secara moril dan materil yang diberikan tanpa henti kepada penulis selama ini. 2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing akademik atas pengarahan, perhatian, dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama kuliah hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc. selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan magang berlangsung hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Dr. Ir. Masrizal, MSc. selaku dosen pembimbing III yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan magang berlangsung hingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan kegiatan magang di Agro Techno Park (ATP) Jembrana, Bali, serta bantuan pembiayaan kegiatan yang diberikan selama kegiatan magang berlangsung. 6. Ir. I Wayan Parwata, MSc selaku pembimbing lapang dari pihak Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana yang tak henti-hentinya selalu memberi dukungan, semangat, dan kepercayaan kepada penulis.

7. Inke, Nene, Dindun, Bima, Mangkun, Kani, Ofa, Ririn, Anto, Yuke, Rina, Teni, Tomi, dan rekan-rekan angkatan 41, 40, 42, dan 43 atas perhatian, doa, dukungan, nasihat dan canda tawa serta kebersamaan selama ini yang tiada hentinya diberikan kepada penulis, semoga persahabatan ini dapat dijaga sampai akhir hayat. 8. Keluarga Bu Ratna, keluarga Bu Elin, keluarga Bu Bayu, keluarga Bu Min, keluarga Bu Budi, keluarga Bu Jero, keluarga Sholeh, dan keluarga lainnya di Melaya, Jembrana, Bali atas dukungan dan bantuannya kepada penulis selama kegiatan magang berlangsung. 9. Bu Etha, Nengah, Eka, Pak Bajra, dan Pak Wayan atas kebersamaannya dalam suka dan duka di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembarana, Bali, dan atas persahabatan yang sangat berarti. 10. Kadek yang selalu membantu selama penulis di Kampus Bukit Jimbaran Udayana, Rendra yang begitu baiknya mengijinkan penulis tinggal dikosannya selama penelitian di Udayana, Indah rekan sharing, dan rekanrekan di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana yang telah banyak membantu. 11. Pak Gatot, Mas Edi, Pak Sidik, Pak Sobirin, Pak Mul, Pak Yahya, Pak Rojak, Pak Koko, Pak Wahid, Bu Rubiyah, Bu Antin, Mbak Ida, dan Mbak Darsih atas segala bantuan dan bimbingannya kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan pendidikan di IPB.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap pengembangan ilmu khususnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB. Bogor, September 2008

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................... DAFTAR ISI......................................................................................... DAFTAR TABEL................................................................................. i iii vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... ix

I.

PENDAHULUAN ................................................................................ A. LATAR BELAKANG .................................................................... B. TUJUAN ......................................................................................... C. MANFAAT ..................................................................................... D. RUANG LINGKUP ........................................................................ E. WAKTU DAN TEMPAT ...............................................................

1 1 3 3 4 4 5 5 6 6 10 10 12 12 14 15 17 17 17 23 23 23 24

II.

KEADAAN UMUM KOPERASI ........................................................ A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOPERASI....................... B. PEMASARAN ................................................................................ C. EVALUASI UMUM KOPERASI ..................................................

III.

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... A. SEJARAH SINGKAT TANAMAN COKELAT ........................... B. ISTILAH-ISTILAH ........................................................................ C. PRODUK COKELAT DAN PENGOLAHANNYA ...................... D. KONSEP MUTU ............................................................................ E. METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT .......................

IV.

METODOLOGI .................................................................................... A. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................... B. KEGIATAN MAGANG .................................................................

V.

ASPEK PRODUKSI ............................................................................. A. SARANA PRODUKSI ................................................................... 1. Alat Uji Belah ............................................................................. 2. Mesin Penyangrai........................................................................

iii

3. Mesin Pemecah Nib dan Pemisah Kulit...................................... 4. Mesin Pemasta Kasar .................................................................. 5. Alat Pengempa ............................................................................ 6.Mesin Pencampur......................................................................... 7. Mesin Penghalus ......................................................................... 8. Mesin Konsing ............................................................................ 9. Mesin Tempering ........................................................................ B. BAHAN-BAHAN PRODUKSI...................................................... C. PROSES PRODUKSI ..................................................................... 1. Lini Persiapan Bahan Baku......................................................... 2. Lini Produksi Permen Cokelat Jimbarwana ............................. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. A. IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN MUTU ..................... 1. Identifikasi Pasar......................................................................... 2. Identifikasi Masalah dan Eksekusi Tujuan Redesain.................. 3. Penentuan Parameter Mutu Kritis ............................................... 4. Identifikasi Persyaratan Desain................................................... 5. Nilai Target Tujuan ..................................................................... 6. Matriks Interaksi Parameter Mutu dan Persyaratan Desain........ 7. Perhitungan Tingkat Kepentingan Absolut................................. 8. Trade-Off Persyaratan Desain ..................................................... 9. Uji Organoleptik Permen Cokelat Jimbarwana dan Benchmark................................................................................... 10.Uji Laboratorium Permen Cokelat Jimbarwana dan

25 26 26 27 28 28 29 32 33 34 40 56 56 56 59 60 67 70 72 82 86

94

Benchmark................................................................................... 102 11.Analisis House of Quality (HOQ) dan Rekomendasi Langkah Perbaikan...................................................................... 104 B. PERHITUNGAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA ................ 123 1. Asumsi ........................................................................................ 123 2. Analisis Biaya Proses.................................................................. 124 3. Analisis Seluruh Biaya................................................................ 124 4. Analisis Break Even Point (BEP) ............................................... 125

iv

5. Analisis Net Present Value (NPV).............................................. 129 6. Analisis Internal Rate Return (IRR) ........................................... 132 7. Penyusunan Program................................................................... 134 VII. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 141 A. KESIMPULAN ............................................................................... 141 B. SARAN ........................................................................................... 143

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 144 LAMPIRAN.......................................................................................... 146

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil evaluasi umum Koperasi Srikandi Jimbarwana berdasarkan hasil FGD dengan tim produksi koperasi tersebut .......................... Tabel 2. Beberapa sarana produksi permen cokelat Jimbarwana............... Tabel 3. Pengamatan proses penyangraian biji kakao setelah periode tertentu............................................................................................. Tabel 4. Perhitungan kecepatan input dan output proses deshelling ............ Tabel 5. Pengukuran kecepatan nib proses pemastaan ................................. Tabel 6. Data uji kempa dengan massa input 300 gram................................ Tabel 7. Kesetimbangan massa proses pengempaan 6880 g pasta cokelat... Tabel 8. Rasio formulasi bahan baku permen cokelat rekomendasi Puslit Kopi dan Kakao Jember .................................................................. Tabel 9. Hasil pengamatan subjektif output proses refining......................... Tabel 10. Uji akurasi suhu tempering beda dek (19 Maret 2008)................... Tabel 11. Uji akurasi suhu tempering dek bawah (26 Maret 2008)................ Tabel 12. Uji pendinginan permen cokelat Jimbarwana .............................. Tabel 13. Uji pendinginan lanjutan permen cokelat Jimbarwana ................ Tabel 14. Uji pendinginan lanjutan sesi dua permen cokelat Jimbarwana... Tabel 15. Pengukuran bobot kemasan produk permen cokelat Jimbarwana Tabel 16. Pengukuran bobot produk setelah dikemas..................................... Tabel 17. Total produk permen cokelat Jimbarwana ................................... Tabel 18. Tabulasi data lini persiapan bahan baku (pasta cokelat dan lemak cokelat)............................................................................................ Tabel 19. Tabulasi data lini produksi permen cokelat Jimbarwana ............. Tabel 20. Tabulasi hasil survey sifat umum dan organoleptik pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali....................................................... Tabel 21. Tabulasi hasil survey sifat kemasan pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali............................................................... 61 61 54 55 41 43 47 47 49 49 50 51 52 52 35 36 38 39 40 7 30

vi

Tabel 22. Tabulasi hasil survey sifat kondisi pemanfaatan atau komunikasi pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali............................ Tabel 23. Tabulasi hasil survey konsumen terhadap produk permen cokelat pada detail parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur .......... Tabel 24. Kuantifikasi persyaratan desain permen cokelat Jimbarwana...... Tabel 25. Analisis interaksi parameter mutu dan persyaratan desain produk permen cokelat Jimbarwana ......................................................... Tabel 26. Perhitungan tingkat kepentingan absolut produk permen cokelat Jimbarwana................................................................................... Tabel 27. Definisi parameter mutu dan rentang uji intensitas ........................ Tabel 28. Tabulasi rataan data uji hedonik permen cokelat............................ Tabel 29. Tabulasi rataan data uji intensitas permen cokelat.......................... 83 96 97 98 73 66 70 63

Tabel 30. Biaya investasi awal tahun (2007) .................................................. 126 Tabel 31. Biaya tetap per tahun dan per bulan................................................ 126 Tabel 32. Biaya tidak tetap per tahun (akumulasi biaya proses)..................... 127 Tabel 33. Biaya pokok permen cokelat Jimbarwana dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana......................................................................... 127 Tabel 34. Perhitungan BEP produk campuran ................................................ 128 Tabel 35. Lama ketercapaian BEP setiap tahun.............................................. 129 Tabel 36. Analisis arus kas per tahun selama 10 tahun................................... 130 Tabel 37. Analisis Net Present Value (NPV).................................................. 132 Tabel 38. Analisis Internal Rate Return (IRR) ............................................... 133 Tabel 39. Tampilan program analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana........................................................ 136 Tabel 40. Pengaruh perubahan harga dasar biji kakao terhadap produk setengah jadi kakao ......................................................................... 140

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagian-bagian buah kakao: buah kakao di Indonesia (a), bagian dalam buah kakao (b), biji kakao setelah proses fermentasi dan pengeringan (c), dan nib hasil pemecahan kulit (d) .................... Gambar 2. Alat uji belah (a) dan sampel biji kakao (b)................................ Gambar 3. Perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao................... Gambar 4. Mesin sangrai yang digunakan Di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana ................................................................................. Gambar 5. Mesin pemisah kulit (a), motor penggerak (b), dan katup pengatur lebar input udara (c) ..................................................... Gambar 6. Mesin pemasta kasar tipe ulir...................................................... Gambar 7. Alat pengempa dengan tipe pompa hidrolik manual (a) dan alat pengukur tekanan (b)................................................................... Gambar 8. Mesin pencampur tipe satu lengan pengaduk ............................. Gambar 9. Mesin penghalus tipe gilingan bertingkat (a) dan tuas saklar (b) Gambar 10. Mesin konsing (a) dan kontrol panel mesin konsing (b)............. Gambar 11. Mesin tempering (a) dan panel pengatur suhu (b) ...................... Gambar 12. Ilustrasi konstruksi mesin refiner................................................ Gambar 13. Kurva suhu tempering adonan permen cokelat........................... Gambar 14. Analisis trade-off produk permen cokelat Jimbarwana............ Gambar 15. Uji hedonik permen cokelat Jimbarwana dan benchmark........ Gambar 16. Uji intensitas permen cokelat Jimbarwana dan benchmark...... 27 27 28 29 29 43 46 87 97 98 25 26 25 11 23 24

viii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Denah lokasi Koperasi Kerta Semaya Samaniya dan Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana .................................................. 146 Lampiran 2. Denah Lokasi Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dan layout mesin ............................................................................ 147 Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. SNI Biji Kakao : 01-2323-2002 .............................................. 149 Penetapan gula menurut Luff Schrool..................................... 187 Data Produksi permen cokelat Jimbarwana April 2007 hingga Februari 2008 .............................................................. 188 Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Kuisioner permen cokelat ...................................................... 189 Data lengkap hasil survey konsumen...................................... 194 Data lengkap hasil survey konsumen pada detail parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur...................................... 197 Lampiran 9. Hasil analisis data uji hedonik dengan progam SPSS 12.0..... 198

Lampiran 10. Data uji laboratorium................................................................ 208 Lampiran 11. Perhitungan Internal Rate Return (IRR) .................................. 209

ix

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Jembrana merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang letak geografisnya paling dekat dengan Pulau Jawa. Jembrana merupakan kota yang dapat dikatakan telah maju dan mandiri. Kemajuan yang dimaksud antara lain adalah Jembrana telah menggunakan teknologi komputasi dalam

kepemerintahannya dan pengaturan tata letak bangunan yang baik. Mandiri yang dimaksud terutama kemandirian Jembrana dalam hal pendidikan yang membebaskan siswanya dari biaya SPP. Selain itu, Jembrana saat ini juga sedang dalam proses pengembangan konsep Agro Techno Park (ATP). ATP adalah kawasan percontohan dan alih teknologi pertanian terpadu dimana kebutuhan satu kawasan ditunjang oleh kawasan lain sehingga tercipta suatu kondisi kemandirian dan sinergisitas. ATP Jembrana terdiri atas beberapa bidang pertanian, di antaranya adalah peternakan sapi Bali, peternakan ayam dan pengolahan produknya, serta perkebunan dan pengolahan kakao. Kebutuhan saling menunjang misalnya kulit buah kakao yang tidak terpakai dapat diolah menjadi pakan sapi Bali. Sapi Bali sendiri dijual secara massal ataupun potongan daging. Dan ayam diolah menjadi nugget dan bakso. Alhasil, pertanian di Jembrana mampu mandiri dan secara lokal mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat. Hal ini secara tidak langsung turut menyukseskan ketahanan pangan tingkat nasional. Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya dan Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana adalah dua koperasi yang mengemban misi pengolahan kakao di Jembrana. Dua koperasi ini berlokasi dalam satu area yaitu di Jalan Raya Negara Gilimanuk Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana, Bali. Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya adalah koperasi kakao pada lini primer, yaitu mengolah kakao yang dikumpulkan dari pertanian rakyat sekitar menjadi biji kakao kering fermentasi. Pertanian kakao rakyat seluas 3550 hektar awalnya hanya menjual hasil panennya dalam bentuk mentah dengan harga yang murah kepada tengkulak. Dengan keberadaan koperasi ini, kakao rakyat dapat dikelola lebih baik.

Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana adalah koperasi kakao pada lini sekunder, yaitu mengolah biji kakao kering fermentasi menjadi produk cokelat yang dapat dijual dengan harga dan nilai yang lebih tinggi dibandingkan jika hanya menjual kakao mentah. Produk cokelat yang dihasilkan oleh koperasi lini sekunder ini adalah permen cokelat Jimbarwana dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana. Koperasi ini juga menjual produk setengah jadi seperti cokelat bubuk dan lemak cokelat. Salah satu masalah yang dihadapi Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana saat ini adalah mengenai penyediaan bahan baku biji kakao karena kondisi Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya saat ini sedang nonaktif. Akibatnya Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana harus mencari bahan baku biji kakao langsung ke petani atau subak. Namun, karena kondisi pengolahan pasca panen kakao pada tingkat petani tidak standar, Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana perlu melakukan seleksi dengan pengambilan sampel dari beberapa petani/subak. ATP Jembrana mempunyai potensi sebagai wadah yang strategis dalam menyikapi masalah tersebut. ATP akan berperan sebagai mediator yang membantu koperasi dalam memenuhi kebutuhan biji kakao koperasi dan membantu petani kakao dalam memasarkan produknya. Biji kakao kering yang dihasilkan petani juga dapat distandarisasi karena ATP dapat melakukan pengaturan langsung mengenai proses pengolahan pasca panen dengan pemberlakuan Standard Operational Procedure (SOP). Selain itu, ATP dapat dengan mudah mengatur koordinasi penanganan limbah pod kakao untuk dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Kegiatan magang yang telah dilakukan adalah identifikasi langkah perbaikan produk permen cokelat Jimbarwana di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Jimbarwana Identifikasi ini langkah dua perbaikan fokus produk permen cokelat bertujuan

meliputi

yang

seluruhnya

mengembangkan pasar (gain market), yaitu sebagai berikut. 1. Identifikasi langkah perbaikan mutu : Identifikasi langkah perbaikan mutu merupakan topik utama yang akan dibahas lebih mendetail mencakup tiga parameter mutu organoleptik yaitu penampakan, rasa/flavor, dan tekstur. Metode yang digunakan dalam

identifikasi langkah perbaikan mutu ini adalah metode Quality Function Deployment (QFD). 2. Perhitungan analisis kelayakan usaha : Perhitungan analisis kelayakan usaha meliputi aspek Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), penentuan harga (pricing) dan perhitungan lainnya yang penting dalam menyokong fleksibilitas usaha produk permen cokelat Jimbarwana. Tujuan akhir dari perhitungan ini adalah program komputasi yang dapat mengkalkulasi kondisi kelayakan usaha produk akhir apabila terjadi perubahan kondisi inputnya. Misalnya, bagaimana kondisi BEP apabila terjadi perubahan harga kakao.

B. TUJUAN Tujuan umum dari kegiatan magang di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana adalah mendapatkan pengalaman langsung dunia industri dan seluruh kegiatan yang terkait di dalamnya beserta permasalahannya untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuan, sikap dan kemampuan profesionalisme, serta etos kerja. Selain itu, kegiatan magang ini dapat menjadi implementasi praktik di dunia kerja dari teori yang diperoleh di perguruan tinggi. Tujuan khusus kegiatan magang ini adalah melakukan identifikasi langkah perbaikan produk permen cokelat Jimbarwana dalam hal mutu (penampakan, rasa/flavor, dan tekstur) dengan metode QFD dan perhitungan analisis kelayakan usaha.

C. MANFAAT Manfaat kegiatan magang ini adalah rekomendasi kepada pihak Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana mengenai langkah perbaikan mutu dan perhitungan analisis kelayakan usaha yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan nilai produk permen cokelat Jimbarwana. Dengan metode QFD, harapan konsumen dapat diterjemahkan secara lebih objektif sehingga produk benar-benar didesain untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Data QFD ini dapat digunakan sebagai landasan bagi Koperasi Wanita Srikandi

Jimbarwana

dalam

memperbaiki

produk

yang

telah

ada

maupun

mengembangkan produk baru. Perhitungan analisis kelayakan usaha diwujudkan dalam program komputasi dengan Microsoft Office Excel 2003. Dengan program ini, Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dapat melakukan perhitungan kelayakan usaha pada kondisi tertentu dengan lebih mudah. Program ini dirancang fleksibel untuk mengkalkulasi kondisi proses dan usaha secara keseluruhan apabila terjadi perubahan yang signifikan pada nilai variabel proses.

D. RUANG LINGKUP Ruang lingkup atau fokus dari pelaksanaan magang ini adalah aplikasi metode QFD dalam melakukan identifikasi langkah perbaikan mutu produk dan perhitungan analisis kelayakan usaha. Metode QFD dalam identifikasi langkah perbaikan mutu produk mencakup identifikasi pasar, identifikasi masalah produk dan eksekusi tujuan redesain, penentuan parameter mutu kritis, identifikasi persyaratan desain, nilai target tujuan, matriks interaksi parameter mutu dan persyaratan desain, perhitungan tingkat kepentingan absolut, trade-off persyaratan desain, uji organoleptik permen cokelat Jimbarwana dan tolok ukur (benchmark), uji laboratorium permen cokelat Jimbarwana dan benchmark, penyusunan rumah mutu (House of Quality) permen cokelat Jimbarwana, analisis HOQ, dan eksekusi langkah perbaikan mutu produk. Perhitungan analisis kelayakan usaha mencakup perhitungan biaya dan profit, Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), dan penyusunan program.

E. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan magang ini dilakukan selama 4 bulan mulai minggu ke-2 Maret 2008 hingga minggu ke-4 Juni 2008. Tempat pelaksanaan magang adalah di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana, Bali.

II. KEADAAN UMUM KOPERASI WANITA SRIKANDI JIMBARWANA

A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOPERASI Pengembangan sektor pertanian kakao di Jembrana diawali dengan adanya program Bappenas tahun 1995 yang melalui program ini telah dibentuk kawasan cepat tumbuh berbasis agribisnis kakao. Masing-masing daerah di Bali pada dasarnya mempunyai fokus pengembangan agribisnis tertentu, misalnya Tabanan merupakan daerah untuk pengembangan sayuran, Bangli merupakan daerah untuk pengembangan kopi, dan daerah lainnya termasuk Jembrana yang fokus pada pengembangan kakao. Konsep program Bappenas ini adalah terpadu. Oleh karena itu, sektor agribisnis yang dijalankan merupakan interaksi terpadu pada aspek hulu hingga hilir yang melibatkan berbagai instansi, terutama pihak pemerintah Provinsi Bali dan pemerintah kabupaten yang bersangkutan. Agribisnis kakao di Kabupaten Jembrana dikelola oleh Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya pada aspek primer dengan melibatkan petani kakao (subak) setempat. Lokasi koperasi ini adalah di Jalan Raya NegaraGilimanuk. Bangunan dan peralatan pengolahan kakao primer ini berasal dari pemerintah provinsi Bali. Untuk menambah value produk yang dihasilkan, dibentuklah Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana yang mempunyai misi mengolah biji kakao kering yang dihasilkan Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya menjadi produk cokelat. Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana ini berlokasi di area yang sama dengan koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya. Denah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya menghasilkan biji kakao kering (hasil fermentasi) perdananya pada akhir tahun 2006. Sehingga, Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana yang telah mulai beroperasi awal tahun 2007 dapat memanfaatkan biji kakao kering tersebut. Tahun 2007 merupakan tahun pembelajaran bagi Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana untuk mendalami mengenai formulasi dan proses yang diperlukan (tahap uji coba). Dan tahun 2008 ini ditargetkan Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana telah melakukan penetrasi pasar ke target pasar yang dibidik. Untuk sementara,

bahan baku disuplai dari subak, Dinas Perkebunan Daerah, ataupun Perusahaan Daerah. Struktur Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana pada divisi yang menangani usaha pengolahan cokelat lini sekunder ini belum jelas. Divisi ini terdiri atas 5 orang tim produksi (termasuk satu orang koordinator) yang bertugas menyiapkan bahan baku produksi, melaksanakan produksi, hingga pemasaran produk. Lima orang tim produksi tersebut adalah Nobertha Yohana Lima (koordinator), Ni Nengah Yudiantari, I Kadek Bajra Sana, I Wayan Nirta, dan Ni Komang Rediti Eka Nilawati.

B. PEMASARAN Pemasaran produk permen cokelat Jimbarwana masih terbatas pada area lokal Jembrana. Hal ini dikarenakan belum teridentifikasinya segmen pasar yang dibidik sebagai konsumen potensial (potencial costumers). Tidak jelasnya pasar produk permen cokelat Jimbarwana ini berdampak pada skala produksi yang dilakukan. Pasar yang belum jelas mengakibatkan

kecenderungan produksi hanya dilakukan dalam skala terbatas untuk memperkecil resiko produk tidak terjual.

C. EVALUASI UMUM KOPERASI Tabel 1 menunjukkan hasil evaluasi umum Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan tim produksi koperasi tersebut. Hasil evaluasi meliputi identifikasi masalah dan beberapa alternatif solusi yang ditawarkan. Masalah yang teridentifikasi terdiri atas beberapa aspek, yaitu pengadaan bahan baku, produksi, produk, pemasaran, dan sumber daya manusia. Alternatif solusi yang diberikan dapat berupa konsep program ataupun perihal teknis.

Tabel 1. Hasil evaluasi umum Koperasi Srikandi Jimbarwana berdasarkan hasil FGD dengan tim produksi koperasi tersebut No. Identifikasi Masalah Alternatif Solusi

1. Pengadaan bahan baku a. Bahan baku sulit dicari sehingga menghambat produksi Bahan baku dicari langsung ke subak; bekerja sama dengan perusahaan tertentu yang mampu menyediakan bahan baku secara berkesinambungan b. Kebutuhan produksi sulit ditentukan c. Jumlah stok untuk penggudangan sulit ditentukan 2. Produksi a. Bahan baku tidak sesuai Pencarian bahan baku dilakukan Tren data penjualan dianalisis, kemudian ditentukan rata-rata penjualan per bulan Pemasaran diperkuat

spesifikasi yang dibutuhkan ke supplier lain; alternatif proses (misalnya gula halus bukan kategori fine) perlu dianalisis lebih lanjut; perlu disusun Standard Operational Procedure (SOP) atau prosedur operasi standar pembelian bahan baku b. Mesin tidak dapat difungsikan sebagaimana semestinya (misalnya roda conching tidak berputar, suhu tempering tidak akurat) c. Standar sanitasi produksi belum diidentifikasi (misalnya banyak terdapat lalat, sarung tangan tidak Sumber kontaminasi yang berpotensi menurunkan mutu produk dianalisis, kemudian disusun standar sanitasi produksi Digunakan jasa teknisi; digunakan jaminan garansi; dan dilakukan alternatif proses

digunakan, terdapat jamur pada alat) d. Alat yang dibutuhkan tidak

(Sanitation SOP) dan diterapkan

Pembelian peralatan yang

tersedia (misalnya alat ukur dibutuhkan kadar air, timbangan digital skala gram) 3. Produk a. Formula produk yang diinginkan pasar belum ditemukan b. Belum jelas umur simpan produk (selama ini masih digunakan rekomendasi puslit Jember) c. Produk masih belum terstandarisasi (misalnya ukuran dan kondisi lain tidak seragam) d. Kemasan kurang melindungi produk dari kontaminasi (misalnya terjadi kontak udara yang mengakibatkan tumbuh jamur) e. Standar label kemasan belum terpenuhi (MD, halal, BPOM, dan sebagainya) 4. Pemasaran a. Visi dan misi bisnis belum jelas (akibatnya bisnis tidak mempunyai target) Visi dan misi bisnis koperasi yang bersangkutan perlu ditentukan sedini mungkin Perlu dilakukan pengurusan ijin yang berkaitan tersebut Kemasan diganti dengan yang lebih memenuhi standar sanitasi Perlu disusun SOP, IK (Instruksi Kerja), dan manual mutu Perlu dilakukan uji umur simpan secara sederhana Dilakukan analisis konsumen, benchmarking, dan reformulasi

b. Riset pasar belum dilakukan sehingga segmen dan target pasar belum diidentifikasi c. Tujuan posisi pasar produk belum jelas d. Kemasan produk kurang eye-catching (kurang menarik) 5. Sumber Daya Manusia a. Belum terdapat pembagian kerja yang jelas (akibatnya kerja serabutan) b. Kurang mendapat pelatihan manajemen produksi c. Belum terdapat target produksi (akibatnya banyak waktu pegawai menganggur)

Perlu dilakukan riset pasar secara sederhana

Tujuan posisi pasar produk ditentukan Kemasan diganti dengan yang lebih menarik perhatian konsumen

Disusun pembagian kerja, kemudian dilakukan penjelasan, dilakukan kontrol dan evaluasi Dilakukan pelatihan

Disusun target produksi, manajemen produksi (proses dan SDM) misalnya dengan teori antrian

III. TINJAUAN PUSTAKA A. SEJARAH SINGKAT TANAMAN COKELAT Pohon kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman yang asli berasal dari hutan tropis Amazon dengan rata-rata kondisi cuaca hangat dan memiliki kelembapan tinggi. Pohon kakao merupakan tanaman yang hanya dapat ditanam dengan kondisi altitud, latitud, dan kelembapan tertentu. Wood (1985) dalam Minifie (1999) menyatakan bahwa 75 persen pohon kakao di dunia ditanam di antara 18o Lintang Utara dan 18o Lintang Selatan. Suhu pertumbuhan yang optimum bagi tanaman kakao adalah 18o 32o C. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kakao adalah berkisar antara 1500 hingga 2000 mm per tahun. Kondisi ini akan menghasilkan kondisi kelembapan 70 hingga 80 persen di sepanjang hari. Pohon kakao umumnya tumbuh di altitud yang rendah yaitu di kurang dari 3000 kaki di atas permukaan laut. Dan tinggi pohon kakao dapat mencapai 20 hingga 30 kaki (Minifie, 1999). Kakao mempunyai tiga varietas yang membedakan karakteristiknya, yaitu criollo, forastero, dan trinitario. Menurut Minifie (1999), varietas Criollo merupakan jenis tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai cokelat mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa, dan edel cocoa. Buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak, dan biji buahnya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlahnya 7% dari produksi kakao dunia, merupakan varietas yang dihasilkan di Ekuador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika, Srilanka, Indonesia, dan Samoa. Varietas Forastero merupakan jenis tanaman kakao yang

menghasilkan biji cokelat yang mutunya sedang atau bulk cocoa, atau dikenal juga sebagai ordinary cocoa. Buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal dan biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah. Jumlahnya 93% dari produksi kakao dunia, merupakan jenis bulk yang dihasilkan dari Afrika Barat (Pantai Ivory, Ghana, Nigeria, Kamerun), Brazil dan Dominika (Minifie, 1999).

Varietas Trinitario merupakan hibrida dari varietas Criollo dengan varietas Forastero secara alami, sehingga kakao jenis ini sangat heterogen. Varietas Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa dan ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam. Biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah. Varietas ini ditemukan di Ekuador, Trinidad, Kostarika, dan Meksiko. (Minifie, 1999). Gambar 1 menunjukkan buah kakao yang ada di Indonesia dan bagianbagiannya. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan sebagai makanan adalah biji kakaonya, yang sewaktu dipetik masih mengandung plasenta (lapisan putih). Plasenta ini nantinya menjadi media pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi. Setelah proses fermentasi dan pengeringan, dilakukan proses pemecahan kulit dan diperoleh nib. Nib inilah yang menjadi bahan baku utama industri makanan cokelat.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1. Bagian-bagian buah kakao: buah kakao di Indonesia (a), bagian dalam buah kakao (b), biji kakao setelah proses fermentasi dan pengeringan (c), dan nib hasil pemecahan kulit (d).

11

Perkembangan areal tanaman kakao rakyat yang cukup pesat di Indonesia, perlu didukung dengan kesiapan sarana dan metode pengolahan yang cocok untuk petani agar mereka mampu menghasilkan biji kakao dengan mutu seperti yang disyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, diikuti dengan ketersediaannya dalam kuantum yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa prasyarat yang dibutuhkan untuk memasarkan biji kakao rakyat dengan tingkat harga yang layak (Mulato et al., 2005). Standar Nasional Indonesia mengenai biji kakao terdapat dalam SNI 01-2323-2002 (BSN, 2002). SNI tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.

B. ISTILAH-ISTILAH Kakao (cacao) merupakan istilah yang digunakan untuk bahan-bahan yang berhubungan dengan buah atau biji cokelat ataupun pohonnya. Istilah ini dipergunakan sebagai kata sifat untuk pohon, bunga, kulit, dan biji. Kokoa (cocoa) merupakan istilah yang digunakan dalam dunia perdagangan, terutama ditujukan pada hasil-hasil pengolahan cokelat yang dipergunakan untuk membuat minuman, misalnya cocoa powder. Istilah cokelat merupakan istilah yang dipergunakan pada hasil-hasil pengolahan lebih lanjut dalam bentuk padat, misalnya baking chocolate, milk chocolate, dark chocolate, sweet chocolate, dan sebagainya (Nasution et al, 1976).

C. PRODUK COKELAT DAN PENGOLAHANNYA Produk cokelat dalam dunia perdagangan banyak sekali jenisnya, di antaranya chocolate bar, baking chocolate, chocolate stick, chocolate dipping, chocolate rice, dan sebagainya. Chocolate bar biasanya berupa cokelat berbentuk batang dan dapat langsung dimakan. Baking chocolate umumnya dipergunakan untuk produk bakery dan biasanya juga berbentuk batang yang dapat dilelehkan dan dicetak sebagai penghias kue. Chocolate dipping berfungsi sebagai pelapis es krim dan biasanya berbentuk cokelat cair encer. Chocolate coating dipergunakan sebagai pelapis produk ekstrusi, kue, dan produk bakery. Chocolate rice biasanya ditaburkan di atas roti dan kue.

12

Chocolate chip berbentuk bulat krucut, biasanya ditambahkan pada pembuatan cookies, sedangkan chocolate stick biasa dipergunakan sebagai pengisi pada pembuatan roti manis (Trianawati, 1996). Badan Standarisasi Nasional (1996) mendefinisikan bahwa cokelat susu adalah produk makanan yang diperoleh dari salah satu atau campuran dari (kakao nib, kakao massa, kakao bubuk termasuk kakao bubuk yang dikurangi lemaknya) dengan atau tanpa penambahan lemak cokelat, padatan susu bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Kategori makanan yang termasuk dalam cokelat susu adalah cokelat susu (milk chocolate) yaitu cokelat dengan penambahan gula dan padatan susu, cokelat kaya susu (milk chocolate with high milk content) yaitu cokelat dengan penambahan gula dan padatan susu, cokelat susu skim (skimmed milk chocolate) yaitu cokelat dengan penambahan gula dan susu skim, dan cokelat krim (cream chocolate) yaitu cokelat dengan penambahan gula, krim, dan padatan susu. Menurut Minifie (1999), bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk membuat produk cokelat pada umumnya hampir sama dan perbedaan bahan yang digunakan tergantung dari jenis produknya. Bahan-bahan yang penting dalam pembuatan cokelat yaitu cocoa powder, gula halus, cocoa butter, susu, lesitin, flavor, dan antioksidan. Bahan-bahan yang digunakan harus memenuhi syarat tertentu (mutu baik) agar cokelat yang dihasilkan juga baik mutunya. Gula halus yang digunakan harus mempunyai mutu yang tinggi yaitu kering, bebas gula invert, mempunyai kemanisan yang baik, dan berwarna putih bila ingin digunakan untuk produksi white chocolate. Adanya air dan gula invert akan menyebabkan masalah saat proses penghalusan dan conching. Fungsi lesitin ditambahkan pada pembuatan cokelat yaitu menurunkan kekentalan dan dengan penambahan lesitin akan mengurangi jumlah cocoa butter yang digunakan dalam resep atau formulasi (Minifie, 1999). Untuk memperoleh kondisi tekstur, flavor, dan kristalisasi lemak cokelat yang baik, diperlukan proses pengolahan dasar yaitu pencampuran bahan-bahan padatan,

penghalusan, konsing, tempering, dan pendinginan (Rousseau, 2006).

13

Ada tiga tahap dasar perlakuan dalam pengolahan cokelat yang menggunakan bahan cocoa powder, susu bubuk, dan bahan-bahan lainnya, yaitu pencampuran, penghalusan, dan conching. Pencampuran yaitu suatu proses mencampurkan semua bahan sehingga terbentuk campuran yang merata. Proses penghalusan adalah proses untuk menghancurkan partikelpartikel bahan sehingga diperoleh tekstur halus pada cokelat. Sedangkan conching merupakan proses pencampuran terakhir untuk memperoleh flavor dan rasa yang diinginkan dari cokelat (Minifie, 1999). Selama proses conching, air dan senyawa penyebab citarasa yang tidak diinginkan terutama citarasa asam akan menguap. Selain itu, selama proses conching partikel cokelat, gula, dan susu akan terikat dan terselimuti dengan baik oleh lapisan lemak sampai memberikan sensasi halus di mulut (Mulato et al., 2005). Menurut Wollgast dan Anklam (2000), konsing merupakan proses penting dalam produksi makanan cokelat karena berperan dalam

mengembangkan tektur dan flavor produk akhir. Fungsi konsing antara lain mengurangi kelembapan adonan, menghilangkan substansi volatil, dan mendistribusikan lemak sehingga partikel dapat terdispersi seluruhnya pada fase lemak. Umumnya kondisi proses konsing yang digunakan untuk permen cokelat susu adalah 60oC selama 16-24 jam dan untuk permen cokelat murni (dark chocolate) umumnya menggunakan suhu lebih tinggi yaitu 70-82oC. Menurut Lange dan Fincke (1970) dalam Wollgast dan Anklam (2000), pasta cokelat sebelum dicetak didinginkan terlebih dahulu hingga 10oC kemudian dipanaskan ulang hingga 29-31oC untuk memperoleh kristalisasi yang baik.

D. KONSEP MUTU Menurut Deming (1986) dalam Suprihatini (2005), mutu harus selalu fokus pada pelanggan. Suatu produk dianggap bermutu apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dengan cara yang benar dan baik. Peningkatan mutu akan menurunkan biaya proses ulang, penurunan tingkat kesalahan, dan penurunan keterlambatan, sehingga produktivitas meningkat. Adanya peningkatan mutu dan penurunan biaya akan mendorong peningkatan penguasaan pasar yang menyebabkan

14

peningkatan bisnis dan akhirnya dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi serta meningkatkan tingkat pengembalian investasi. Kolarik (1995) dalam Suprihatini (2005) juga menekankan pada upaya peningkatan mutu produk, yang ditunjukkan melalui peningkatan penampilan produk, penurunan biaya, dan peningkatan ketepatan waktu penyerahan. Gasperz (1997) dalam Suprihatini (2005) juga menambahkan perhatian penuh pada perbaikan mutu akan memberikan dampak positif kepada perusahaan, minimal melalui dua cara, yaitu dampak terhadap biaya produksi dan dampak terhadap pendapatan.

E. METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT Quality Function Deployment (QFD) adalah alat bantu perencanaan yang efektif dalam pengembangan produk baru maupun perbaikan mutu produk yang sudah ada. Metode ini digunakan dalam menerjemahkan bahasa konsumen (voice of costumer) menjadi aksi dan sumber komitmen dalam memenuhi kebutuhan konsumen. QFD adalah alat bantu yang secara signifikan mampu mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam pengembangan produk, meningkatkan kepuasan konsumen, dan meningkatkan daya saing (competitiveness) dengan produk lain (Jiao zhong, 2008). Menurut Wollover (1997) dan Pyzdek (2001), QFD adalah proses perencanaan produk dan jasa yang berbasis konsumen. QFD diawali dengan identifikasi bahasa konsumen yang kemudian menjadi basis dalam menentukan kebutuhan. Matriks QFD umum dikenali sebagai Rumah Mutu (House of Quality), yaitu gambaran grafis dari hasil perencanaan proses. Matrik ini merupakan matrik hubungan kebutuhan pelanggan dan kebutuhan teknis dari pihak perusahaan (Suprihatini, 2005). Tahapan penggunaan QFD menurut Suprihatini (2005) adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi kemauan pelanggan. Dalam hal ini pelanggan ditanya mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk. 2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan produk antara lain diagram alir proses, faktor-faktor pengolahan yang mempengaruhi mutu produk, dan keterkaitan antara setiap atribut mutu dengan setiap tahap

15

pengolahan. Hal ini didasarkan pada data yang tersedia, aktivitas dan sarana yang digunakan untuk menghasilkan produk, dalam rangka menentukan kualitas pemenuhan kebutuhan pelanggan. 3. Menghubungkan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan tersebut dapat sifatnya kuat, sedang, atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap kualitas produk. 4. Membandingkan kinerja. Tahap ini membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing. 5. Mengevaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. 6. Menentukan keterkaitan pengaruh antara aktivitas dalam proses atau sarana yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Sullivan (1986) dalam Ginn dan Zairi (2005) menyatakan bahwa ada enam istilah penting yang berhubungan dengan QFD. Pertama, Quality Function Deployment, yaitu keseluruhan konsep yang menerjemahkan kebutuhan pelanggan menjadi kebutuhan teknis pada setiap tahap dalam pengembangan produk dan produksi. Kedua, Voice of Customer, yaitu kebutuhan pelanggan yang diekspresikan dalam bahasa dan istilah tertentu. Ketiga, Counterpart Characteristics, yaitu bahasa pelanggan yang

diekspresikan dalam bahasa teknis tertentu. Keempat, Product Quality Deployment, yaitu aktivitas yang dibutuhkan untuk menerjemahkan bahasa pelanggan ke dalam kebutuhan teknis. Kelima, Deployment of the Quality Function, yaitu aktivitas yang dibutuhkan untuk memastikan mutu yang diinginkan pelanggan terpenuhi. Keenam, Quality Tables, yaitu seri matriks yang digunakan untuk menerjemahkan bahasa pelanggan ke dalam karakteristik produk akhir.

16

IV. METODOLOGI

A. KERANGKA PEMIKIRAN Produk permen cokelat Jimbarwana saat ini dapat dikatakan masih kasar dan berpasir. Akibatnya, penjualan tidak terlalu signifikan dilakukan karena pasar yang menjadi target belum teridentifikasi dengan baik. Karena pasar belum teridentifikasi dengan baik, segi produksi juga menjadi tersendat karena ada kekhawatiran resiko produk tidak terjual, terlebih kondisi mutu produk yang belum memuaskan. Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah konkret untuk mengidentifikasi pasar target, kemudian menerjemahkan keinginan pelanggan secara objektif yang dapat digunakan sebagai dasar dalam perbaikan mutu permen cokelat Jimbarwana secara berkesinambungan. Keseluruhan langkah untuk perbaikan mutu ini disusun berdasarkan metode Quality Function Deployment (QFD). Selain itu, diperlukan pula suatu program yang dapat secara fleksibel mengkalkulasi kelayakan usaha apabila terjadi perubahan kondisi pada taraf tertentu.

B. KEGIATAN MAGANG Kegiatan magang yang dilakukan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana adalah sebagai berikut. 1. Wawancara Dilakukan dengan cara bertanya secara langsung dengan personil pihak koperasi untuk memperoleh data berkaitan dengan kondisi umum koperasi yang meliputi sejarah dan perkembangan, lokasi dan tata letak, struktur organisasi, ketenagakerjaan, dan pemasaran koperasi. 2. Pengamatan Langsung Dilakukan dengan mengamati proses produksi secara langsung dan ikut berperan aktif dalam kegiatan produksi. 3. Pengumpulan dan Analisis Data Diperlukan untuk mengkaji akar dari permasalahan yang ada sehubungan dengan mutu produk permen cokelat yang dihasilkan. Data dikumpulkan dan dikaji dengan cara berikut.

a. Focus Group Discussion (FGD) Dilakukan dengan pihak koperasi untuk memperoleh data tentang pemasaran, meliputi objektivitas pemasaran, strategi pemasaran (segmenting, targeting, dan positioning), dan taktik pemasaran (product, place, proce, dan promotion). Selain itu, melalui FGD ini juga akan digali informasi tentang kondisi produk permen cokelat Jimbarwana saat ini. b. Uji organoleptik Dilakukan terhadap permen cokelat Jimbarwana dengan dua produk pembanding yaitu Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate. Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah uji hedonik dan uji pemeringkatan (rating). Uji pemeringkatan dilakukan untuk memperoleh data tentang posisi pasar produk permen cokelat Jimbarwana dibandingkan dengan produk lain sejenis di pasar. Uji hedonik dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat kesukaan produk permen cokelat Jimbarwana dibandingkan dengan produk lain sejenis di pasar. c. Uji laboratorium Dilakukan terhadap permen cokelat Jimbarwana untuk mengetahui kadar lemak dan terhadap Cadbury Dairy Milk Chocolate untuk mengetahui kadar gula. 1. Analisis kadar gula metode Luff Schrool (Egan et al., 1981) Prosedur :

a. Dilakukan persiapan sampel, yaitu 5 gram sampel padat/cair dilarutkan dalam aquades panas hingga volumenya mencapai 100 ml, ditambahkan timbal asetat setengah basa 2-3 tetes kemudian dikocok. Untuk menguji cukup tidaknya

penambahan timbal asetat, ditambahkan beberapa tetes Na2HPO4 1 %, jika terdapat endapan putih berarti timbal asetat cukup. Lalu ditambahkan Na3PO4 1 % sampai tidak terdapat endapan putih lagi. Kemudian dilakukan penyaringan hingga diperoleh filtrat.

18

b. Dilakukan persiapan bahan kimia yang akan digunakan, yaitu: KI 20 %, HCl 4 N, asam asetat 3 %, H2SO4 26.5 %, dan larutan Luff Schrool. Larutan Luff Schrool dibuat dengan melarutkan sodium bikarbonat 14.4 gram dalam aquades panas, kemudian setelah larut dan tidak panas lagi ditambahkan asam sitrat 2.5 gram yang telah diencerkan dan Cu 1.25 gram yang juga telah diencerkan. c. Analisis total gula dilakukan dengan menyiapkan filtrat sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan 5 ml HCl 4 N sedikit demi sedikit. d. Kemudian sampel tersebut dipanaskan dalam waterbath suhu 70oC selama 15 menit. e. Dilakukan penetralan keasaman sampel dengan menggunakan basa NaOH dan asam asetat, yaitu dengan terlebih dahulu ditambahkan idikator phenolphtatein (PP) sebanyak 3 tetes kemudian ditambahkan NaOH sedikit demi sedikit hingga larutan berubah warna menjadi merah, kemudian ditambahkan asam asetat sedikit demi sedikit hingga warna berubah seperti warna semula. f. Kemudian dilakukan pengenceran sampel hingga 100 ml. g. Diambil sampel sebanyak 1 ml, ditambahkan 9 ml aquades dan 10 ml larutan Luff Schrool. h. Sampel tersebut dididihkan selama 5 menit atau lebih hingga terdapat endapan merah bata. i. Kemudian sampel ditambahkan H2SO4 26.5 % 5 ml, KI 20% 2.5 ml, dan amilum 3 tetes, lalu dilakukan titrasi dengan Natiosulfat hingga warna berubah menjadi putih susu, catat jumlah Na-tiosulfat yang digunakan untuk titrasi tersebut. j. Blanko disiapkan dengan mencampurkan 10 ml aquades, 10 ml larutan Luff Schrool, kemudian dilakukan prosedur (i).

19

Analisis

: X = (V0 V1) x N Na2S2O3 0.1

V0 V1 N

= volume titrasi blanko (ml) = volume titrasi sampel (ml) = normalitas

Nilai X menentukan jumlah gula total dalam sampel dengan cara mencocokan nilai tersebut dengan tabel Luff Schrool pada Lampiran 4. Nilai X merupakan banyaknya ml Na2S2O3 yang terpakai. Dengan tabel Luff Schrool, nilai X kemudian dikonversi menjadi kadar gula (y).

Kadar gula total (%) =

y x Fp W

x 100 %

y Fp W

= kadar gula terbaca pada tabel Luff Schrool = faktor pengenceran (100 x pengenceran) = bobot sampel (mg)

2. Analisis kadar lemak metode Soxhlet (Apriyantono et al., 1989) Peralatan :

Peralatan yang dibutuhkan dalam analisis lemak adalah timbangan analitik, oven 100oC, pinset, desikator, kertas saring, dan peralatan ekstraksi lemak soxhlet lengkap. Bahan :

Bahan yang dibutuhkan dalam analisis lemak adalah sampel sebanyak 5 gram dan petroleum eter (PE). Prosedur :

a. Sampel dihancurkan hingga halus dan ditimbang sebanyak 5 gram pada kertas saring, kemudian dibentuk menjadi timbal.

20

b. Labu soxhlet disiapkan dengan terlebih dahulu ditimbang bobotnya dan dipanaskan dalam oven suhu 100oC selama 1 jam, kemudian labu soxhlet didinginkan dalam desikator selama 15 menit. c. Peralatan soxhlet lainnya disiapkan, dirangkai dengan labu soxhlet, kemudian dimasukkan timbal. d. PE dimasukkan ke dalam soxhlet sebanyak 2 siklus ekstraksi, kemudian soxhlet dirangkai ke refluks, heat plate dipanaskan hingga suhu mencapai 600oC, dan pompa reluks dinyalakan, jika PE di labu soxhlet sudah mendidih suhu heat plate diturunkan menjadi 400oC. e. Proses ekstraksi lemak dilakukan selama kurang lebih 5 jam. f. Setelah 5 jam, timbal dikeluarkan dari soxhlet, kemudian dipisahkan antara PE dengan lemak yang terekstraksi dengan cara PE pada soxhlet diuapkan hingga mendekati 1 siklus ekstraksi, PE yang mendekati 1 siklus tersebut dituang, dan hal ini dilakukan berulang kali hingga hanya lemak yang tersisa di labu soxhlet. g. Kemudian labu soxhlet dipanaskan di oven 105oC selama 1 jam, lalu didinginkan dalam desikator, kemudian labu berisi lemak yang terekstraksi tersebut ditimbang dengan timbangan digital. h. Labu soxhlet tersebut dipanaskan kembali selama 15 menit, didinginkan kembali dalam desikator, kemudian ditimbang, proses ini dilakukan berulang kali hingga diperoleh bobot labu soxhlet berisi lemak terekstraksi tersebut stabil.

Analisis

: Kadar lemak sampel (%) = L1 L0 S x 100 %

21

L0 L1 S

= bobot labu soxhlet kosong (gram) = bobot labu soxhlet berisi lemak terekstraksi (gram) = bobot sampel (gram)

d. Metode Quality Fuction Deployment (QFD), dilakukan untuk memperoleh titik terang antara akar masalah yang teridentifikasi dan faktor penyebabnya. Metode QFD ini membutuhkan data tentang bahan baku, proses, peralatan, hasil uji organoleptik, dan data sekunder (literatur) yang diperlukan. e. Eksekusi langkah perbaikan dilakukan berdasarkan analisis masalah dengan metode QFD. Berdasarkan data QFD, akan diperoleh rekomendasi langkah perbaikan, baik berupa redesain bahan baku maupun redesain proses. f. Data pengamatan produksi juga digunakan dalam menyusun program analisis kelayakan usaha.

22

V. ASPEK PRODUKSI

A. SARANA PRODUKSI Sarana produksi yang dimaksud di sini adalah mesin produksi dan peralatan pendukung lainnya dalam proses produksi permen cokelat Jimbarwana dari bahan baku biji kakao kering fermentasi hingga permen cokelat telah berada dalam kemasan. Tabel 2 menunjukkan beberapa sarana produksi yang digunakan dalam proses produksi permen cokelat

Jimbarwana. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi permen cokelat Jimbarwana dari persiapan bahan baku biji kakao kering fermentasi hingga pengemasan produk jadi meliputi alat uji belah (cut test), mesin penyangrai (roaster), mesin pemecah nib dan pemisah kulit (desheller), mesin pemasta kasar (nib grinder), alat pengempa (presser), mesin pengayak (siever), mesin pencampur (mixer), mesin penghalus (refiner), mesin konsing (conche), dan mesin tempering (tempering machine). 1. Alat Uji Belah Alat uji belah digunakan untuk mengetahui tingkat kesempurnaan proses fermentasi secara fisis. Uji ini dilakukan dengan membelah biji kakao hasil fermentasi secara membujur tepat di bagian tengahnya. Alat ini dapat membelah sampel sebanyak 50 biji kakao secara bersamaan dalam waktu kurang dari 5 menit. Belahan-belahan biji kakao berjajar terbuka di atas papan kayu sehingga dapat dengan mudah diidentifikasi warna dan lekukan jaringan permukaan belahan biji kakao (Mulato et al., 2005). Gambar 2 menunjukkan alat uji belah dan sampel biji kakao yang telah dibelah dengan alat ini.

(a)

(b)

Gambar 2. Alat uji belah (a) dan sampel biji kakao (b)

Gambar 3 menunjukkan perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao. Warna jaringan biji kakao yang semula ungu dan pejal berangsur berubah menjadi lebih coklat dan berongga sebagai fungsi dari waktu fermentasi. Biji kakao slaty (warna ungu agak keabu-abuan) umumnya dihasilkan dari proses fermentasi yang terlalu singkat (kurang dari 3 hari), sedangkan biji kakao rapuh dan berbau kurang sedap atau kadang berjamur adalah produk dari proses fermentasi yang terlalu lama (lebih dari 5 hari). Keduanya merupakan cacat mutu. Biji kakao dengan waktu fermentasi 5 hari mempunyai warna belahan coklat agak tua dan tekstur berongga. Sebaliknya, biji kakao slaty mempunyai tekstur pejal (Wood dan Lass (1985) dalam Mulato et al. (2005)).

Gambar 3. Perubahan warna pada proses fermentasi biji kakao (Mulato et al., 2005)

2. Mesin Penyangrai Mesin penyangrai digunakan untuk membentuk aroma dan citarasa khas cokelat dari biji kakao dengan perlakuan panas. Biji kakao yang telah difermentasi dan dikeringkan dengan baik mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat antara lain asam amino dan gula reduksi. Jika dipanaskan pada suhu dan waktu yang cukup, keduanya akan bereaksi membentuk senyawa Maillard (reaksi pembentukan rasa dan aroma). Sedangkan senyawa gula non-reduksi (sukrosa) akan terhidrolisis oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi Maillard (Mulato et al., 2005). Gambar 4 menunjukkan mesin sangrai berbahan bakar minyak tanah.

24

Gambar 4. Mesin sangrai yang digunakan Di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana 3. Mesin Pemecah Nib dan Pemisah Kulit Mesin pemecah nib dan pemisah kulit digunakan untuk memisahkan kulit biji kakao yang telah disangrai menjadi fraksi nib dan fraksi kulit dengan ukuran dan sifat fisik yang berbeda secara bersamaan. Saat membentur silinder mesin pemisah kulit yang berputar, nib akan pecah dengan ukuran yang relatif besar dan seragam karena nib mempunyai sifat elastis. Sebaliknya, kulit biji karena sifatnya rapuh terpecah menjadi partikel-partikel halus dan mudah dipisahkan dari butiran nib dengan cara hisapan (pneumatik). Meskipun demikian, tidak seluruh butiran nib dapat dipisahkan dari partikel klulit secara sempurna. Persentase fraksi kulit yang terbawa dalam fraksi nib sebesar 0.6 %, sebaliknya persentase fraksi nib yang terbawa dalam fraksi kulit sebesar 1 %. Ukuran rata-rata butiran nib adalah 10 mesh (Mulato et al., 2005). Gambar 5 menunjukkan mesin pemisah kulit beserta bagian-bagiannya.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Mesin pemisah kulit (a), motor penggerak (b), dan katup pengatur lebar input udara (c)

25

4. Mesin Pemasta Kasar Mesin pemasta kasar digunakan untuk menghancurkan nib yang semula berbentuk butiran padat kasar menjadi pasta cair kental. Proses pemastaan dilakukan 2 kali. Proses pertama untuk mengubah nib kasar menjadi partikel lebih halus dengan ukuran > 40 m. Proses kedua dilakukan untuk mengubah partikel halus menjadi bentuk pasta cair kental dengan ukuran < 20 m (Mulato et al., 2005). Prinsip kerja mesin ini adalah memecah struktur sel di dalam nib yang mengandung banyak lemak cokelat. Lemak cokelat yang semula berbentuk padat akan meleleh akibat panas yang berasal dari gaya gesek ulir di dalam mesin pemasta (Minifie, 1999). Gambar 6 menunjukkan mesin pemasta kasar tipe ulir yang digerakkan oleh motor listrik.

Gambar 6. Mesin pemasta kasar tipe ulir

5. Alat Pengempa Alat pengempa digunakan untuk mengekstraksi lemak cokelat yang terdapat di dalam pasta cokelat. Rendemen pengempaan sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta seperti suhu, kadar air, ukuran partikel, dan tekanan kempa. Lemak cokelat akan relatif mudah dikempa pada suhu antara 40 45 oC, kadar air < 4 % dan ukuran partikel < 75 m. Karena tekanan hidrolik, lemak cokelat akan terpisah dari bungkil cokelat dan keluar dari saringan lewat dinding tabung berupa fase cair berwarna putih kekuningan. Jika dibiarkan dalam suhu kamar (35oC), lemak cokelat akan membeku dan mudah dibentuk (Mulato et al., 2005).

26

Gambar 7 menunjukkan alat pengempa yang digunakan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Alat pengempa yang digunakan mempunyai tipe pompa hidrolik manual. Pemompaan tuas akan memberikan input udara yang akan terakumulasi dalam tabung tekanan. Tekanan udara dalam tabung tekanan kemudian diteruskan ke tabung pengempaan dengan tekanan tertentu.

(a) pengukur tekanan (b)

(b)

Gambar 7. Alat pengempa dengan tipe pompa hidrolik manual (a) dan alat

6. Mesin Pencampur Mesin pencampur digunakan untuk mencampurkan bahan baku permen cokelat Jimbarwana. Bahan baku yang dicampurkan adalah pasta cokelat, lemak cokelat, gula halus, dan susu bubuk fullcream. Pencampuran dilakukan hingga diperoleh adonan permen cokelat yang homogen. Gambar 8 menunjukkan mesin pencampur dengan penggerak motor listrik. Mesin pencampur ini mempunyai satu lengan pengaduk dengan 2 baling-baling yang masing-masing mempunyai 3 tangan.

(a)

(b)

Gambar 8. Mesin pencampur tipe satu lengan pengaduk

27

7. Mesin Penghalus Mesin penghalus digunakan untuk memperoleh kondisi adonan permen cokelat yang halus. Alat penghalus yang digunakan merupakan tipe gilingan (roll) bertingkat untuk menghasilkan kehalusan adonan dengan ukuran partikel < 20 m. Gambar 9 menunjukkan mesin penghalus yang digunakan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Mesin ini mempunyai 5 buah gilingan yang dipasang secara seri. Proses penghalusan berlangsung di dalam perputaran gilingan yang berlangsung secara berulang hingga diperoleh adonan permen cokelat dengan tingkat kehalusan kurang dari 20 m (Mulato et al., 2005).

(a)

(b)

Gambar 9. Mesin penghalus tipe gilingan bertingkat (a) dan tuas saklar (b)

8. Mesin Konsing Mesin konsing digunakan untuk lebih menghaluskan dan menyempurnakan citarasa adonan permen cokelat. Proses konsing atau proses penghalusan adonan cokelat hasil refiner dilakukan pada suhu dan periode tertentu. Suhu konsing diatur antara 60-70oC selama 18-24 jam secara terus menerus. Selama proses konsing, air dan senyawa penyebab citarasa yang tidak diinginkan terutama citarasa asam pada adonan permen cokelat akan menguap. Selain itu, selama proses konsing partikel cokelat, gula, dan susu akan terikat dan diselimuti dengan baik oleh lapisan lemak cokelat sampai memberikan sensasi halus di mulut (Mulato et al., 2005). Gambar 10 menunjukkan mesin konsing yang digunakan di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Mesin ini mempunyai dua tombol saklar dan satu roda pengatur suhu. Tombol saklar bagian kanan berfungsi

28

untuk menghidupkan roda konsing dan tombol saklar bagian kiri berfungsi untuk menghidupkan pemanas konsing.

(a)

(b)

Gambar 10. Mesin konsing (a) dan kontrol panel mesin konsing (b)

9. Mesin Tempering Mesin tempering digunakan untuk menyimpan sekaligus

mengondisikan adonan permen cokelat dalam ruang dengan kondisi suhu dan waktu tertentu. Hal ini diperlukan untuk memperoleh kristal lemak cokelat yang stabil. Gambar 11 menunjukkan mesin tempering dan panel pengatur suhu. Mesin tempering ini terdiri atas 2 bagian yang masingmasing bagian mempunyai 3 rak. Bagian atas mesin tempering adalah ruangan hangat dengan suhu di atas 30oC yang digunakan untuk menyimpan pasta cokelat, lemak cokelat, dan adonan permen cokelat. Bagian bawah mesin tempering adalah ruangan sejuk untuk menyimpan cokelat bubuk dan bahan kering lainnya.

(a)

(b)

Gambar 11. Mesin tempering (a) dan panel pengatur suhu (b)

29

Tabel 2. Beberapa sarana produksi permen cokelat Jimbarwana Nama Peralatan Alat uji belah Spesifkasi Bahan alat : kayu Bahan pisau : stainless steel Kapasitas : 50 biji kakao/batch Pengoperasian : manual Bahan mesin : besi persegi, profil plat alumunium Kapasitas : 8-10 kg/ 30-45 min/batch Penggerak : motor listrik HP Bahan bakar : minyak tanah Kapasitas : 80 kg/jam Penggerak : motor listrik 1 HP, 220 volt, transmisi pulley dan sabuk karet V Spesifikasi motor : Single phase AC motor Type JY1A-4; HP 1420 rpm; cont class E 110/220 V; 8.4/4.2 A; 50 Hz Made in Shijiazhuang, China Spesifikasi electric blower : Size 3#; 220 V 1 phase; 2 AMP 50/60 cycles; 3000/3600 rpm Mesin pemasta kasar Tipe : ulir (screw) Kapasitas : 4 kg/jam Penggerak : motor listrik HP, 2 volt, transmisi pulley, dan sabuk karet V Spesifikasi motor : Single phase AC motor Type JY2A-4; 1 HP 1400 rpm; cont class B 110/220 V; 14/7 A; 50 Hz Made in China Spesifikasi saklar : BS216 B 500 V; 15 A; 2.2 Kw; 3 P

Mesin penyangrai

Mesin pemecah kulit

30

Tabel 2. Beberapa sarana produksi permen cokelat Jimbarwana (lanjutan) Alat pengempa Tipe pompa : hidrolik manual Pengempaan pasta dilakukan di dalam tabung yang dilengkapi dengan penyaring 120 mesh dengan tekanan hidrolik sampai 40 atm Kecepatan : 0-1-2 Kapasitas : 2 kg/jam Penggerak : motor listrik 2 HP 1 fase, transmisi gear rantai, pulley, dan sabuk V Spesifikasi cam starter : Tipe GZ-15P/3; 500 V; 15 A Champion Japan Rancang bangun : Divisi Produksi Alat dan Mesin Pengolahan Koperasi Karyawan Sekar Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jl. PB Sudirman No.90 Jember 68118 Mesin konsing Rancang bangun : Divisi Produksi Alat dan Mesin Pengolahan Koperasi Karyawan Sekar Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Jl. PB Sudirman No.90 Jember 68118 Bahan konstruksi : siku, plat alumunium, dimensi (pxlxt) adalah 650x500x2100 mm Tipe : rak

Mesin pencampur Mesin penghalus

Mesin tempering

31

B. BAHAN-BAHAN PRODUKSI Bahan-bahan produksi yang dimaksud di sini adalah bahan baku utama dan bahan tambahan makanan yang digunakan dalam formulasi permen cokelat Jimbarwana. Bahan-bahan tersebut antara lain lemak cokelat, pasta cokelat, susu bubuk, gula halus, emulsifier lesitin, dan pencitarasa vanili. Berikut adalah detail bahan baku dan tambahan tersebut. 1. Lemak cokelat Lemak cokelat merupakan bahan baku utama yang diperoleh dari pengempaan pasta cokelat dengan karakteristik mudah membeku pada suhu ruang, plastis, mempunyai kandungan senyawa lemak padat relatif tinggi, warna putih kekuningan, dan mempunyai bau khas cokelat. 2. Pasta cokelat Pasta cokelat merupakan bahan baku utama yang diperoleh dari pemastaan (pasting/grinding) nib cokelat dengan karakteristik mudah membeku pada suhu ruang, berbentuk pasta, berwarna cokelat, terdiri atas padatan cokelat dan lemak cokelat, dan mempunyai bau khas cokelat. 3. Susu bubuk Susu bubuk merupakan bahan baku utama jenis full-cream dengan karakteristik berbentuk bubuk halus, berwarna putih kekuningan, dan tidak menggumpal. 4. Gula halus Gula halus merupakan bahan baku utama jenis fine sugar dengan karakteristik berbentuk bubuk halus, berwarna putih bersih, dan tidak menggumpal. 5. Emulsifier lesitin Emulsifier lesitin merupakan bahan tambahan pangan berasal dari kedelai yang digunakan sebagai pengemulsi lemak-air sehingga diperoleh kondisi konsistensi yang homogen. Emulsifier lesitin yang digunakan dalam formulasi ini berbentuk pasta dan berwarna kuning kecoklatan.

32

6. Pencitarasa vanili Pencitarasa vanili merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan sebagai perasa/peningkat rasa pada suatu produk pangan. Pencitasa vanili yang digunakan dalam formulasi ini berbentuk bubuk berwarna putih.

C. PROSES PRODUKSI Pengamatan proses produksi dilakukan dengan mengamati jalannya proses produksi dari awal (penyangraian biji kakao) hingga hingga akhir (pengemasan permen cokelat Jimbarwana). Pengamatan proses produksi ini dirancang untuk memperoleh data mengenai variabel parameter tertentu yang terkait dengan proses tertentu (misalnya suhu yang digunakan selama proses tempering, dan sebagainya). Dengan data ini dapat dipelajari standarisasi proses, waktu proses (process timeline), standarisasi produk, dan biaya proses produksi. Selain itu, pengamatan proses produksi ini dirancang untuk mempelajari kesetimbangan massa (mass balance) yanng terjadi selama proses produksi permen cokelat Jimbarwana. Dengan data ini dapat dipelajari kesetimbangan massa input dan output masing-masing proses, besarnya prosess loss (besarnya massa yang hilang selama proses), dan biaya bahan baku produksi. Selain itu, dengan data ini dapat disusun target produksi yang ingin dicapai dengan memperhatikan waktu proses dan kesetimbangan massa. Pengamatan proses produksi ini kemudian akan digunakan sebagai dasar perbaikan mutu permen cokelat Jimbarwana. Proses produksi permen cokelat Jimbarwana yang diamati mencakup dua lini besar, yaitu lini persiapan bahan dan lini produksi permen cokelat Jimbarwana. Lini persiapan bahan baku adalah lini untuk mempersiapkan seluruh bahan baku yang diperlukan untuk produksi permen cokelat Jimbarwana. Bahan baku permen cokelat Jimbarwana adalah pasta cokelat, lemak cokelat, gula halus, susu bubuk fullcream, lesitin dan vanilli. Lini persiapan bahan baku ini meliputi proses penyangraian biji kakao, pemecahan nib dan pemisahan kulit, pembersihan nib dari kulit yang terbawa, pemastaan nib kakao, pengempaan pasta cokelat untuk memperoleh lemak cokelat. Selain

33

itu, pada lini persiapan bahan baku ini dilakukan proses tambahan yaitu proses pengayakan gula halus dan susu bubuk fullcream apabila ketersediaan bahan baku tersebut bukan dalam kategori fine (sangat halus). Lini produksi permen cokelat Jimbarwana mencakup proses pencampuran pasta cokelat, lemak cokelat, gula halus, dan susu bubuk fullcream, penghalusan adonan, konsing adonan, tempering adonan, pencetakan adonan, pendinginan, dan pengemasan (packing). Hasil

pengamatan proses produksi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Lini Persiapan Bahan Baku a. Proses penyangraian biji kakao (roasting) Proses penyangraian biji kakao merupakan proses yang pertama kali dilakukan dalam mempersiapkan bahan baku cokelat yang dibutuhkan untuk produksi permen cokelat Jimbarwana. Proses ini dilakukan untuk membentuk aroma dan citarasa khas cokelat dari biji kakao dengan perlakuan panas, memperoleh kadar air yang sesuai dengan yang disyaratkan (maksimal 7 %). Mesin penyangrai mempunyai kecepatan putar 20 rpm ke kiri dengan bahan bakar minyak tanah. Mesin ini mempunyai 3 burner yang terletak di bawah disusun secara berjajar. Untuk ke proses selanjutnya, biji kakao yang telah disangrai didinginkan terlebih dahulu dengan mengaduknya secara manual dengan sendok kayu. Proses pendinginan dilakukan sampai biji kakao bersuhu hangathangat kuku (sekitar 36-37oC). Suhu proses yang digunakan adalah 130oC (Tsetting). Namun, pada kenyataannya selama proses berlangsung suhu yang terbaca berfluktuasi antara 115oC hingga 130oC. Karena tidak tersedia alat untuk pengukuran kadar air, titik akhir proses diketahui dengan memecahkan sampel biji kakao yang disangrai secara manual. Jika kondisi sampel biji kakao mudah untuk dipecahkan kulit dan nibnya dengan jari (cracking), maka proses penyangraian dianggap sudah mencukupi. Tabel 3 menunjukkan hasil pengamatan proses

34

penyangraian biji kakao setelah periode tertentu. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa biji kakao yang disangrai selama 50 menit mudah untuk dilakukan cracking.

Tabel 3. Pengamatan proses penyangraian biji kakao setelah periode tertentu Waktu Proses 10 menit 20 menit 30 menit 40 menit Kondisi Biji Kakao Biji kakao masih basah Biji kakao masih basah Biji kakao masih agak basah Biji kakao agak kering, tetapi masih sulit untuk dilakukan cracking Biji kakao telah kering, mudah dilakukan cracking, aroma harum

50 menit

Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa proses ini menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 9.4 kg akan menghasilkan massa output sebesar 9.0 kg. Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 0.4 kg atau 400 gram. Sehingga, persentase rendemen proses ini adalah 95.74 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat penguapan air dari biji kakao dan pengambilan biji kakao untuk sampel kecukupan proses tiap 10 menit.

b. Proses pemecahan nib dan pemisahan nib (deshelling) Proses pemecahan nib dan pemisahan kulit dilakukan untuk mendapatkan hanya nib saja sebagai bahan baku pembuatan permen cokelat Jimbarwana. Prinsip mesin desheller yang digunakan adalah melontarkan biji kakao dengan kecepatan putar yang tinggi sehingga nib terbentur dan pecah. Pemisahan nib dan kulit menggunakan prinsip beda berat jenis. Sehingga dengan bantuan blower, kulit yang mempunyai berat jenis lebih rendah dibandingkan nib akan tertiup lebih jauh. Kecepatan aliran udara yang dihasilkan blower dapat

35

dikontrol dengan mengatur panjang kolom udara. Panjang kolom udara yang digunakan adalah 4.5 cm dari maksimal panjang 5.3 cm. Dengan lebar kolom adalah 3.5 cm, maka luas kolom udara adalah 15.75 cm2. Suhu input adalah hangat-hangat kuku (berkisar antara 36-37oC) dengan suhu alat adalah suhu ruang (berkisar antara 24-25oC). Waktu yang dibutuhkan untuk proses ini dengan massa input sebesar 9 kg adalah 70 menit. Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa proses ini menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 9.0 kg akan menghasilkan massa output sebesar 8.6 kg (7 kg berupa nib dan 1.6 kg berupa kulit). Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 0.4 kg atau 400 gram. Sehingga, persentase rendemen kasar (nib dan kulit) proses ini adalah 95.55 % dan persentase rendemen bersih (nib) adalah 77.78 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat reevaporasi (ketika proses pendinginan) dan terbuang ke lingkungan (out of machine). Berikut adalah perhitungan kecepatan input (biji kakao yang telah disangrai) dan kecepatan output (nib). Tabel 4 menunjukkan perhitungan kecepatan input dan output proses ini. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata massa input periodik adalah 347 gram dengan kecepatan 3.8 g/detik dan rata-rata massa nib periodik adalah 270 gram dengan kecepatan 3.0 g/detik. Rata-rata kehilangan massa berupa kulit per periodik adalah 77 gram per 347 gram atau setara dengan 22.19 %.

Tabel 4. Perhitungan kecepatan input dan output proses deshelling Ulangan 1 2 3 minput (gram) 350 340 350 347 mnib (gram) 280 260 270 270 mkulit trelatif input nib

(gram) (detik) (g/detik) (g/detik) 70 80 80 77 100 91 83 3.5 3.7 4.2 3.8 2.8 2.9 3.2 3.0

36

c. Proses pembersihan nib (cleaning) Proses pembersihan nib ini dilakukan untuk menghilangkan bagian kulit yang ikut terbawa dalam nib pada proses sebelumnya (deshelling). Proses pembersihan ini dilakukan secara manual dengan mengandalkan keterampilan tangan dan mata. Dari pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa dengan jumlah pekerja yang terlibat sebanyak 3 orang dibutuhkan waktu proses selama 30 menit untuk massa nib 7000 gram. Dengan demikian, kecepatan pembersihan adalah 7000 gram per 30 menit, yaitu 233.33 g/min. Dan kecepatan per pekerja relatif adalah 77.78 g/min/orang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 7000 gram input, massa nib bersih adalah 6985 gram dan massa kulit yang terbawa hanya 15 gram. Atau dengan kata lain, rendemen nib bersih adalah 99.78 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses sebelumnya (deshelling) telah cukup baik dalam memisahkan nib dan kulit.

d. Proses pemastaan nib (nib grinding) Proses pemastaan nib kakao dilakukan untuk menghancurkan dan menghaluskan nib menjadi bentuk pasta. Karena sel dalam nib hancur, maka minyak yang terperangkap dalam nib pun dapat diekstrak. Proses pemastaan ini dilakukan dua kali. Mesin pemasta ini dikondisikan dengan besar kolom input adalah 70 x 4 mm. Panjang pipa giling adalah 28 cm dengan diameter 10 cm. Waktu yang diperlukan untuk proses pemastaan pertama adalah 163 menit (termasuk 4 menit untuk membersihkan pasta yang tertinggal di akhir proses) untuk massa input 6985 gram. Input diproses secara periodik setiap 1 kg. Tabel 5 menunjukkan pengukuran kecepatan input nib proses pemastaan pertama. Kecepatan input nib rata-rata mesin pemasta kasar adalah 41.72 gram per menit. Dan waktu yang diperlukan untuk proses pemastaan kedua adalah 53 menit (termasuk 5 menit untuk membersihkan pasta yang tertinggal di akhir

37

proses). Dengan demikian, total waktu yang dibutuhkan untuk proses pemastaan nib menjadi pasta cokelat adalah 216 menit.

Tabel 5. Pengukuran kecepatan nib proses pemastaan Ulangan 1 2 3 Rataan Waktu/kg (menit) 24 23 25 input (g/min) 41.67 43.48 40.00 41.72

Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa proses ini menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 6985 gram akan menghasilkan massa output sebesar 6880 gram. Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 105 gram. Sehingga, persentase rendemen proses ini adalah 98.50 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat masih ada bagian kulit yang terbawa sehingga dilakukan pembersihkan ulang (recleaning), terbuang ke lingkungan (out of machine), ada bagian pasta yang tertinggal di selongsong pipa pemasta, dan ada bagian pasta yang menempel pada alat bantu proses, seperti sendok.

e. Proses pengempaan pasta cokelat (pressing) Proses pengempaan ini dilakukan untuk memperoleh lemak cokelat yang kemudian akan digunakan sebagai salah satu bahan baku pemen cokelat Jimbarwana. Alat presser yang digunakan merupakan tipe manual, yaitu untuk mendapatkan kondisi tekanan tertentu digunakan pompa yang digerakkan secara manual. Tekanan yang digunakan selama proses (Pgauge) adalah 200 bar (atau sekitar 2900 psi). Tabung input yang digunakan mempunyai diameter luar (do) 16 cm dan diameter dalam (di) 13 cm dan tinggi 13 cm. Tabung ini maksimal dapat diisi input pasta cokelat sebesar 500 gram.

38

Tabel 6 menunjukkan data uji kempa dengan dua ulangan yang digunakan sebagai sampel untuk memprediksikan banyaknya lemak cokelat keseluruhan dari pasta cokelat proses sebelumnya. Data tersebut menunjukkan bahwa alat presser mempunyai efisiensi proses yang rendah, karena hanya mampu mengekstrak lemak cokelat 55.56 % dari jumlah yang seharusnya. Rendahnya efisiensi alat ini diasumsikan terjadi akibat proses yang dilakukan masih manual, sehingga tekanan yang dapat dicapai terbatas. Selain itu, pondasi alat yang tidak kuat juga membatasi pemberian tekanan yang lebih dari 200 bar (alat dapat menjadi rusak). Akibatnya, lemak cokelat yang mampu terekstrak hanya sedikit dan masih banyak lemak cokelat yang tertinggal di bungkil.

Tabel 6. Data uji kempa dengan massa input 300 gram Varibel minput mbungkil mlemak cokelat volumelemak cokelat densitaslemak cokelat %lemak cokelat rill %lemak cokelat seharusnya Efisiensi proses () tpersiapan tproses ttotal Min. Uji Kempa I 300 gram 250 gram 50 gram 65 ml 0.77 g/ml 16.67 % 30.00 % min 55.56 % 2 menit 37 menit 39 menit Uji Kempa II 300 gram 250 gram 50 gram 60 ml 0.83 g/ml 16.67 % 30.00 % 55.56 % 2 menit 36 menit 38 menit

Tabel 7 menunjukkan prediksi kesetimbangan massa proses pengempaan jika seluruh massa pasta cokelat sebesar 6880 gram hasil proses sebelumnya (nib grinding) yang digunakan sebagai input. Data tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses pasta cokelat menjadi lemak cokelat sebanyak 6880 gram dibutuhkan waktu total selama 14

39

jam 55 menit. Jika diasumsikan setiap hari alat presser hanya mampu bekerja selama 3 jam, maka dibutuhkan 5 hari kerja untuk memproses 6880 gram pasta cokelat menjadi lemak cokelat.

Tabel 7. Kesetimbangan massa proses pengempaan 6880 g pasta cokelat Varibel minput mbungkil mlemak cokelat volumelemak cokelat tpersiapan tproses ttotal Rataan Uji Kempa 300 gram 250 gram 50 gram 62.5 ml 2 menit 37 menit 39 menit Scaling-Up 6880 gram 5733 gram 1147 gram 1433.75 ml 46 menit 849 menit 895 menit (14 jam 55 menit)

f. Proses pengayakan gula halus dan susu bubuk fullcream (sieving) Proses pengayakan gula halus dan susu bubuk fullcream untuk bahan baku permen cokelat Jimbarwana sebenarnya tidak umum dilakukan. Namun, karena gula halus yang digunakan tidak fine seperti yang disyaratkan, maka proses pengayakan menjadi perlu untuk dilakukan.

2. Lini Produksi Permen Cokelat Jimbarwana a. Proses pencampuran (mixing) Proses yang pertama kali dilakukan dalam produksi permen cokelat Jimbarwana adalah mencampur seluruh bahan baku, yaitu pasta cokelat, lemak cokelat, gula halus, dan susu bubuk fullcream (lesitin dan vanilli ditambahkan pada proses konsing). Data produksi permen cokelat Jimbarwana dari tanggal 4 April 2007 hingga 11 Februari 2008 pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa telah terjadi variasi rasio formulasi bahan baku yang digunakan. Hal ini terjadi

40

karena tim produksi kurang memahami pengertian rasio formulasi bahan baku. Pengertian rasio yang diketahui adalah bahwa jika pasta cokelat ditambah 500 gram, maka penambahan yang sama sebesar 500 gram juga dilakukan pada lemak cokelat, susu bubuk, dan gula halus. Akibatnya, adalah tidak salah apabila produk permen Jimbarwana menjadi tidak standar dari waktu ke waktu. Setelah dikonfirmasi ke pihak Puslit Kopi dan Kakao Jember, diperoleh informasi pada Tabel 8 mengenai rasio formulasi bahan baku permen cokelat yang direkomendasikan.

Tabel 8. Rasio formulasi bahan baku permen cokelat rekomendasi Puslit Kopi dan Kakao Jember Bahan Baku Pasta cokelat Lemak cokelat Gula halus Susu bubuk fullcream Lesitin Vanilli Total Rasio 25.0 % 25.0 % 27.0 % 23.0 % 0.3 % 1 bungkus 100.3 % Massa adonan 4000 g 1000 gram 1000 gram 1080 gram 920 gram 12 gram 3 gram 4015 gram

Pengamatan proses produksi ini menggunakan formulasi untuk massa adonan 4000 gram. Sehingga, dibutuhkan pasta cokelat, lemak cokelat, gula halus, susu bubuk fullcream, lesitin, dan vanilli masingmasing adalah 1000 gram, 1000 gram, 1080 gram, 920 gram, 12 gram, dan 3 gram. Proses pencampuran pada produksi permen cokelat Jimbarwana sebelumnya dilakukan secara manual dengan alat bantu sendok. Namun, untuk kali ini proses pencampuran dilakukan dengan alat bantu hand-mixer. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi adonan yang lebih homogen. Kecepatan hand-mixer yang digunakan adalah 1-2-3. Suhu proses adalah suhu ruang (berkisar antara 24-25oC).

41

Wadah adonan adonan adalah kotak plastik dengan dimensi panjang x lebar x tinggi adalah 36 x 24 x 13 cm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses ini

membutuhkan waktu selama 90 menit. Tinggi adonan dalam wadah kotak adalah 4.5 cm. Urutan proses pencampuran adalah sebagai berikut. Pasta cokelat dan lemak cokelat yang telah ditimbang dicampur bersama dengan hand-mixer sampai homogen. Kemudian, ke dalam adonan sedikit demi sedikit ditambahkan gula halus dan susu bubuk fullcream yang sebelumnya telah diayak. Pencampuran terus dilakukan hingga diperoleh adonan yang homogen. Bahan tambahan lesitin dan vanilli tidak ditambahkan pada proses ini, melainkan pada proses konsing. Setelah dilakukan proses pencampuran, dilakukan proses selanjutnya (refining). Namun, jika jarak waktu pengerjaan proses selanjutnya dari proses pencampuran cukup lama, adonan disimpan terlebih dahulu dalam mesin tempering bersuhu berkisar antara 41-43oC.

b. Proses penghalusan adonan (refining) Proses penghalusan adonan dilakukan untuk memperoleh kondisi adonan yang lebih halus (disyaratkan adonan mempunyai ukuran partikel < 20 m). Proses penghalusan adonan ini dilakukan selama lima kali. Gambar 12 menunjukkan ilustrasi konstruksi alat refiner berupa 5 buah roll yang disusun sejajar. Dua roll yang sejajar akan berputar ke arah yang sama sehingga adonan akan tergerus di antara dua roll tersebut. Masing-masing roll pada mesin refiner ini mempunyai diameter 15 cm yang mempunyai kecepatan putar sebesar 22 rpm. Input adonan bermula dari titik a dan berakhir di titik b. Tabel 9 menunjukkan hasil pengamatan secara subjektif terhadap output yang dihasilkan. Hasil pengamatan tersebut

menunjukkan bahwa lama pengerjaan penghalusan adonan berkisar antara 45 menit hingga 60 menit. Kondisi output proses diperoleh sangat halus/lembut setelah proses penghalusan kelima.

42

Gambar 12. Ilustrasi konstruksi mesin refiner

Tabel 9. Hasil pengamatan subjektif output proses refining Refining keAwal 1 2 3 4 5 Waktu keseluruhan Keterangan * termasuk waktu untuk persiapan ** termasuk waktu untuk membersihkan sisa adonan yang menempel di alat Waktu 0 menit 55 menit* 50 menit 45 menit 50 menit 60 menit** 260 menit Kondisi Output Kasar Kasar, agak berpasir berpasir, agak halus Halus Halus sangat halus/lembut

Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa proses ini menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 4000 gram akan menghasilkan massa output sebesar 3710 gram. Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 290 gram. Sehingga, persentase rendemen proses ini adalah 92.75 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat ada bagian adonan yang menempel di mesin refiner, menempel di sendok, dan terbuang ke lingkungan/jatuh ke lantai (out of machine).

43

c. Proses konsing adonan (conching) Prinsip mesin konsing adalah seperti roda yang berputar yang dengan berputarnya roda akan menggiling adonan. Sehingga, adonan dapat menjadi lebih halus. Namun, pada praktiknya roda konsing tidak dapat berputar. Setelah diteliti, ternyata roda mesin konsing sudah tidak lagi menyentuh dasar adonan. Akibatnya, adonan yang seharusnya menerima tekanan penghalusan selama konsing, hanya menerima gaya dorong. Proses konsing pada pengamatan proses produksi ini dilakukan selama 20 jam. Setting suhu adalah pada suhu 50oC. Karena tera suhu pada pengatur suhu sudah tidak dapat dibaca, akibatnya pengaturan dilakukan secara kira-kira. Pengukuran suhu pada setengah jam di awal menunjukkan bahwa suhu plat (Tplat) adalah 40oC dan suhu adonan (Tadonan) adalah 38oC. Penambahan lesitin dan vanilli pada adonan dilakukan pada jam ke-17. Suhu terukur pada saat penambahan lesitin dan vanilli ini adalah 48oC. Waktu tunggu untuk penambahan lesitin dan vanilli ini adalah 10 menit, sehingga proses keseluruhan ditambah 10 menit proses menjadi 20 jam 10 menit. Tadonan akhir terukur pada kondisi 49oC. Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa proses ini menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 3725 gram (termasuk 12 gram lesitin dan 3 gram vanilli) akan menghasilkan massa output sebesar 3540 gram. Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 185 gram. Sehingga, persentase rendemen proses ini adalah 95.03 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat ada bagian adonan yang tertinggal di mesin konsing, menempel di sendok, dan terbuang ke lingkungan/jatuh ke lantai (out of machine). Hasil uji tekstur dan kesan adonan di mulut secara subjektif menunjukkan bahwa adonan input yang awalnya masih halus dan lembut, adonan outputnya berkesan berpasir. Hal ini perlu dilakukan pengamatan ulang pada produksi berikutnya dan studi referensi.

44

Hipotesis sementara, menjadi berpasirnya adonan output konsing adalah akibat fluktuasi suhu dan pengaruh roda mesin konsing yang tidak berputar.

d. Proses tempering adonan (tempering) Proses tempering merupakan proses lanjutan dari proses konsing. Proses tempering bertujuan menstabilkan kristal lemak cokelat dengan cara mengkondisikan adonan pada suhu dan waktu yang sesuai. Lemak cokelat mempunyai sifat khusus, yaitu penyusutan volume (kontraksi) pada saat didinginkan sehingga padatan lemak yang dihasilkan saat kompak dan mempunyai penampilan fisik yang menarik. Sifat ini sangat penting pada proses pembuatan makanan cokelat. Gradien suhu dan waktu pendinginan saat berpengaruh terhadap pembentukan kristal padatan lemaknya. Mekanisme

pendinginan yang kurang tepat menyebabkan warna permukaan lemak cokelat berubah kurang menarik. Permukaan adonan cokelat ditumbuhi bintik kecil-kecil terkesan seperti terserang jamur, padahal bintikbintik tersebut adalah kristal lemak atau gula yang terdifusi ke permukaan adonan (blooming) (Mulato et al., 2005). Perbedaan kandungan gliserida di dalam lemak cokelat juga berpengaruh pada proses kristalisasi sehingga lemak yang terbentuk mempunyai sifat polimorphis. Komponen utama kristal lemak terdiri atas bentuk , , dan . Masing-masing mempunyai sifat berbeda dalam hal mekanisme pembentukan kristalnya. Bentuk mempunyai sifat sangat tidak stabil dan mempunyai suhu leleh 17oC. Bentuk berasal dari transformasi bentuk dan mempunyai suhu leleh antara 21-24oC. Sedangkan bentuk berasal dari transformasi bentuk dan mempunyai sifat sangat stabil dengan suhu leleh antara 34-35oC. Untuk mendapatkan adoanan dengan lemak kristal yang stabil, ruang tempering dimana adonan cokelat disimpan harus mampu

mempertahankan suhu seperti disyaratkan (Mulato et al., 2005).

45

Gambar 13 menunjukkan kurva suhu tempering adonan permen cokelat dan siap cetak. Pada tahap awal ruang tempering dipanaskan secara perlahan sehingga suhu adonan cokelat meningkat dari suhu 33oC menjadi 48oC selama lebih kurang 10-12 menit. Pada tahap ini, seluruh kristal lemak di dalam adonan diharapkan mencair. Setelah itu diikuti proses pendinginan awal, suhu adonan diturunkan secara perlahan dari 48oC menjadi 33oC. Pada tahap ini kristal lemak belum terbentuk sehingga suhu adonan perlu diturunkan lanjut sampai 26oC. Adonan perlu dipanaskan ulang sampai suhu 33oC saat adonan akan dituang ke cetakan dengan bentuk beraneka ragam (Mulato et al., 2005).

Gambar 13. Kurva suhu tempering adonan permen cokelat (Mulato et al., 2005)

Sebelum dilakukan proses tempering pada adonan permen cokelat, telah dilakukan pengukuran suhu aktual yang terbaca di dalam mesin tempering (Taktual) dengan suhu setting (Tsetting) berbeda. Tabel 10 menunjukkan hasil pengamatan akurasi suhu tempering beda dek pada 19 Maret 2008. Data tersebut menunjukkan fakta bahwa semakin ke atas posisi dek, Taktual akan semakin berbeda jauh dengan Tsetting. Hal ini dapat dijelaskan dari posisi lubang udara panas yang terletak di

46

dek bawah. Sehingga, dek bawah tentu akan memperoleh panas yang lebih tinggi dari dek lainnya. Data Tabel 11 semakin menegaskan data Tabel 10 bahwa mesin tempering sudah tidak dapat bekerja dengan seharusnya karena Tsetting berbeda jauh dengan Taktual. Tabel 10. Uji akurasi suhu tempering beda dek (19 Maret 2008) Dek Tempering Atas Tengah Bawah Tsetting (oC) 80 80 80 Taktual (oC) 40 41 43

Tabel 11. Uji akurasi suhu tempering dek bawah (26 Maret 2008) Dek Tempering Bawah Bawah Bawah Bawah Tsetting (oC) 80 90 100 110 Taktual (oC) 45-46 44 44 44

Sebagian adonan di dalam mesin tempering hanya 10 menit, kemudian dilanjutkan ke proses berikutnya (moulding). Sebagian adonan (dilanjutkan di hari berikutnya karena jam kerja telah habis) di dalam mesin tempering selama 18 jam. Evaluasi produk akhir permen cokelat Jimbarwana menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara permen cokelat yang adonannya disimpan dalam mesin tempering selama 10 menit dan 18 jam.

e. Proses pencetakan adonan (moulding) Pencetakan adonan dilakukan setelah adonan melalui proses tempering. Suhu adonan keluar dari mesin tempering adalah 46oC. Kemudian adonan didinginkan dalam panci alumunium berbentuk kotak dengan cara mengaduk adonan hingga suhu turun menjadi berkisar antara 29-33oC. Sebelum dilakukan pencetakan, cetakan

47

terlebih dahulu dicuci dengan air panas untuk menghilangkan sisa lemak cokelat yang tertinggal. Kemudian, cetakan yang akan digunakan harus benar-benar bersih dari sisa air pencucian karena dapat menyebabkan produk lengket di cetakan. Pembersihan air di cetakan dilakukan dengan kertas tissue. Kemudian, adonan dimasukkan ke dalam cetakan demi cetakan dengan alat bantu sendok. Setelah seluruh cetakan dalam satu plat terisi, plat kemudian dihentakkan ke meja berulang kali untuk menghilangkan gelembung udara yang terperangkap di dalam adonan cokelat. Setelah itu, plat tersebut dimasukkan ke dalam kulkas yang mempunyai kisaran suhu 5-9oC.

f. Proses pendinginan (cooling) Proses pendinginan adonan di dalam plat cetakan dilakukan di dalam kulkas bersuhu 9oC. Tabel 12 menunjukkan hasil pengamatan produk permen cokelat Jimbarwana dengan berbagai perlakuan pendinginan. Total waktu uji pendinginan ini adalah 1 jam untuk setiap variabel. Data Tabel 12 menunjukkan bahwa kondisi pendinginan yang tidak tepat akan mengakibatkan produk permen cokelat tidak stabil. Akibatnya, produk permen cokelat akan dengan mudahnya meleleh pada suhu ruang. Variabel 7 pada Tabel 13. menunjukkan kondisi terbaik, yaitu produk permen cokelat mendapatkan kondisi pendinginan di suhu 9oC dengan waktu yang cukup. Kecukupan waktu pendinginan di dalam kulkas ditandai dengan terbentuknya embun pada dasar permen cokelat di dalam cetakan. Adanya embun menunjukkan bahwa permen cokelat seluruhnya telah mengeras dan adanya embun juga mempermudah proses pelepasan permen cokelat dari cetakan. Kondisi variabel 7 di atas menunjukkan kondisi terbaik dibandingkan variabel lainnya. Karena produk permen cokelat variabel lainnya belum berembun, maka proses pendinginan dilanjutkan.

48

Tabel 12. Uji pendinginan permen cokelat Jimbarwana Kondisi s.d. Satu Jam Variabel menit di Kulkas 9o C 1 2 3 4 5 6 7 10 10 15 15 20 20 25 menit di Ruang 25oC 50 50 45 45 40 40 35 Kondisi Akhir masih cair masih cair masih cair masih cair Agak keras Agak keras keras, rapuh

Tabel 13. Uji pendinginan lanjutan permen cokelat Jimbarwana Permen Cokelat/Plat 30 1 2 3 11 10 11
permukaan sudah keras, tidak berembun permukaan sudah keras, tidak berembun permukaan sudah keras (beberapa rapuh), tidak berembun 3 dari 11 berembun 8 dari 10 berembun

Kondisi setelah Recooling (9oC) selama tmenit 30 + 15


tidak berembun

Variabel

4 5 6 7

10 10 10 15

permukaan sudah keras, tidak berembun permukaan sudah keras, tidak berembun permukaan sudah keras, tidak berembun permukaan sudah keras, berembun

tidak berembun

2 dari 10 berembun

3 dari 10 berembun

15 dari 15 berembun

49

Tabel 14 menunjukkan uji pendinginan lanjutan sesi dua permen cokelat Jimbarwana. Data ini menunjukkan bahwa kondisi pendinginan yang fluktuatif cenderung akan menghasilkan produk akhir dengan kondisi yang kurang baik (buram). Produk permen cokelat yang telah dilepas dari cetakan kemudian dialasi dengan kertas produk. Sampai dengan proses selanjutnya (packing), produk diangin-anginkan selama 1-2 hari untuk menghilangkan sisa embun yang menempel di permukaan produk.

Tabel 14. Uji pendinginan lanjutan sesi dua permen cokelat Jimbarwana Tambahan Variabel tmenit Recooling (9oC) 1 2 53 23
Masih basah 4 dari 11 cacat Seluruhnya berwarna buram 3 dari 10 cacat 2 dari 11 glossy tidak ada yang glossy

Kondisi Produk

cacat

glossy

50

masih basah, ada selaput putih-putih

Tidak ada yang cacat

tidak ada yang glossy

50

Beberapa berselaput putih-putih

5 dari 10 cacat

10 dari 10 glossy

26

Hampir seluruhnya buram

3 dari 10 cacat

1 dari 10 glossy

34

Hampir seluruhnya buram

8 dari 10 cacat

3 dari 10 glossy

Baik

4 dari 15 cacat

15 dari 15 glossy

50

g. Proses pengemasan (packing) Kemasan yang digunakan untuk pengemasan produk permen cokelat Jimbarwana adalah berbahan kertas dengan dimensi panjang x lebar x tinggi adalah 12.3 x 8 x 2 cm. Setiap kemasan mampu menampung 6 buah permen cokelat Jimbarwana. Tabel 15 menunjukkan data pengukuran bobot kemasan permen cokelat Jimbarwana, yaitu rata-rata berbobot 16 gram.

Tabel 15. Pengukuran bobot kemasan produk permen cokelat Jimbarwana Ulangan 1 2 3 4 5 X Bobot (gram) 16 16 16 16 16 16

Produk permen cokelat Jimbarwana sebelum dikemas dilakukan sortasi terlebih dahulu. Yaitu, hanya produk yang layak jual saja (kondisi permukaan baik, tidak cacat, dan glossy) yang dikemas untuk dikomersialisasikan kemudian. Setelah disortasi kemudian dikemas, diperoleh 63 kemasan permen cokelat Jimbarwana (masingmasing berisi 6 permen cokelat). Jadi jumlah permen cokelat yang layak dijual adalah 378 buah. Berikut adalah pengukuran bobot produk setelah dikemas. Data Tabel 16 menunjukkan bahwa bobot brutto kemasan permen cokelat Jimbarwana sangat bervariasi. Hal ini disebabkan adanya kombinasi bentuk cetakan yang masing-masing mempunyai maksimal volume tertentu. Bobot brutto produk permen cokelat Jimbarwana bervariasi antara 52 gram hingga 63 gram dengan nilai modus 58 gram. Bobot netto produk permen cokelat Jimbarwana

51

(merupakan bagian yang layak jual) adalah 2683 gram dengan rata-rata bobot tiap permen cokelat adalah 7.10 gram. Data Tabel 17. menunjukkan bagian lain produk permen cokelat Jimbarwana yang reject dan sebagai sampel uji.

Tabel 16. Pengukuran bobot produk setelah dikemas Bobot (g) 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 X Frekuensi 1 0 0 5 6 9 10 9 9 6 6 2 63 brutto (g) 52 0 0 275 336 513 580 531 540 366 372 126 3691 58.59 kemasan (g) 16 0 0 80 96 144 160 144 144 96 96 32 1008 16.00 netto (g) 36 0 0 195 240 369 420 387 396 270 276 94 2683 42.59 7.10

Rata-rata bobot setiap permen

Tabel 17. Total produk permen cokelat Jimbarwana Produk Produk layak jual Produk reject Produk sebagai sampel uji (20 x 7.10 g) Jumlah Bobot (gram) 2683 427 142 3252

52

Hasil pengamatan terhadap kesetimbangan massa dari proses tempering, pencetakan, pendinginan, hingga pengemasan

menunjukkan bahwa dengan massa input sebesar 3540 gram akan menghasilkan massa output sebesar 3252 gram (hanya 2683 gram yang layak jual). Jadi, massa yang hilang selama proses ini (process loss) adalah 288 gram. Sehingga, persentase rendemen kotor proses ini adalah 91.86 %; dan rendemen bersih (hanya memperhitungkan bagian yang layak jual) adalah 75.79 %. Kehilangan massa diasumsikan terjadi akibat ada bagian adonan yang tertinggal di wadah tempering, sendok, cetakan, dan terbuang ke lingkungan/jatuh ke lantai (out of machine). Tabel 18 menunjukkan tabulasi data lini persiapan bahan baku (pasta cokelat dan lemak cokelat). Data tersebut menunjukkan bahwa persentase rendemen total lini persiapan bahan baku adalah 73.19 %. Tabel 19 menunjukkan tabulasi data lini produksi permen cokelat Jimbarwana. Data tersebut menunjukkan bahwa persentase rendemen total lini produksi permen cokelat Jimbarwana adalah 67.08 %.

53

Tabel 18. Tabulasi data lini persiapan bahan baku (pasta cokelat dan lemak cokelat) Proses Roasting Deshelling Kondisi Proses Tsetting 130oC Taktual 115-130oC Tbiji kakao 36-37oC Truang 24-25oC minput periodik 347 g (3.8g/min) moutput nib periodik 270g (3.0g/min) rataan shell/biji 22.19 % kecepatan pembersihan 77.78 g/min/orang kecepatan input nib 41.72g/min Waktu (menit) 50 70 minput (gram) 9400 9000 Kesetimbangan Massa mloss %rendemen moutput (gram) (gram) proses 9000 400 95.74 8600 nib 7000 shell 1600 400 95.55 (nib) 77.78 %rendemen
total

95.74 91.49 74.47

Cleaning Pasting

30 216 : 163 pertama 53 kedua 895

7000 6985

6985 6880

15 105

99.78 98.50

74.31 73.19

Pressing

Pgauge 200 bar ( 2900 psi) minput maks. 500 gram %lemak terekstrak 16.67 % (seharusnya min. 30.00 %) Efisiensi alat 55.56 % Total kebutuhan waktu

6880

6880 bungkil5733 lemak 1147

100.00

73.19

1261 Total loss

1600

920

26.81

54

Tabel 19. Tabulasi data lini produksi permen cokelat Jimbarwana


Proses Mixing Kondisi Proses Pasta cokelat 25 % Lemak cokelat 25 % Gula halus 27 % Susu bubuk fullcream 23 % Lesitin 0.3 % Vanilli satu bungkus Kecepatan hand-mixer 1-2-3 Tproses 24-25oC Lima kali proses Tsetting 50 C Tadonan akhir 49oC Penambahan lesitin dan vanilli pada jam ke-17 (ttunggu 10min) Tsetting 80oC Taktual 45-46oC Tadonan tempering 46oC Tadonan siap cetak 29-33oC Tkulkas 9oC Kemasan kertas Dimensi kemasan 6 buah permen/kemasan Brutto kemasan 52-63 gram
o

Waktu (menit) 90

minput (gram) 4000

Kesetimbangan Massa moutput mloss %rendemen (gram) (gram) proses 4000 0 100.00

%rendemen total 100.00

Refining Conching

260 1200

4000 3725 12 lesitin 3 vanilli 3540

3710 3540

290 185

92.75 95.03

92.75 88.50

Tempering

10

3540

100.00

88.50

Forming Cooling Packing

180 75 60

3540 3540 3540

3540 3540 3252 layak 2683

0 0 288

100.00 100.00 91.86 75.79

88.50 88.50 81.30 67.08

Total kebutuhan waktu

1875 Total loss

569

763

33.18

55

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN MUTU Perbaikan mutu penting untuk dilakukan karena berkaitan langsung dengan produk yang dipasarkan ke konsumen. Pasar terdiri atas konsumen, dan antara konsumen yang satu dengan yang lai berbeda dalam pembelian dan pengonsumsian. Konsumen dapat berbeda dalam keinginan, sumber daya, lokasi, sikap pembelian, dan praktik pembelian. Karena konsumen mempunyai kebutuhan dan keinginan yang unik, setiap konsumen secara potensial merupakan pasar terpisah (Kotler dan Armstrong, 1997). Satu segmen yang sama boleh jadi terdapat lebih dari satu harapan konsumen. Meskipun demikian, variasi harapan konsumen dalam satu segmen yang sama tentunya memiliki kecenderungan pada selera yang sama. Oleh karena itu, spesifikasi mutu yang diinginkan konsumen terhadap suatu produk harus tepat teridentifikasi. Hasil identifikasi spesifikasi mutu yang diinginkan konsumen kemudian menjadi dasar bagi produsen dalam pengembangan produk baru (new product development ataupun existing product improvement). Kondisi produk permen cokelat Jimbarwana saat ini belum terstandarisasi dengan baik karena formulasi yang sesuai dengan selera konsumen belum ditemukan dan Standard Operational Procedure (SOP) yang tertulis belum ada. Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah konkret untuk menerjemahkan bahasa konsumen ke dalam spesifikasi mutu yang dapat diukur secara objektif oleh Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dalam memperbaiki mutu produk permen cokelat. Metode yang digunakan dalam perbaikan mutu ini adalah metode Quality Function Deployment (QFD).

1 . Identifikasi Pasar Identifikasi pasar adalah hal yang hendaknya pertama kali dilakukan sebelum memulai bisnis apapun. Bisnis apapun hendaknya dimulai dari prinsip Produce what you can sell, not sell what you can not produce. Prinsip tersebut menegaskan bahwa sesungguhnya suatu bisnis

akan berhasil apabila produk bisnis tersebut adalah sesuatu yang dapat dijual atau sesuatu yang memang dibutuhkan pasar. Bukan sekedar dapat memproduksi sesuatu, kemudian dijual. Karena hal tersebut akan berdampak fatal apabila produk yang dihasilkan bukan merupakan produk yang benar-benar dibutuhkan (needs) atau diinginkan (wants) pasar. Berikut adalah hasil diskusi dengan Dinas Deperindagkop dalam mengidentifikasi pasar yang dibidik oleh produk permen cokelat Jimbarwana. a. Tujuan bisnis Tujuan bisnis yang dijalankan adalah dapat menghasilkan suatu produk permen cokelat khas Jembrana, Bali dengan memanfaatkan bahan baku lokal yang mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar lokal maupun nasional. b. Strategi pemasaran Strategi pemasaran diidentifikasi dengan sistem STP (segmenting, targeting, dan positioning). Berikut adalah detail hal tersebut. Segmentasi pasar (segmenting) Segmen pasar yang dibidik oleh produk permen cokelat Jimbarwana adalah kelas menengah ke bawah dari kalangan anak muda seperti pelajar, mahasiswa, dan kategori young-adult (fresh graduate atau fresh employee). Jadi, usia segmen pasar berkisar antara 15 tahun hingga 35 tahun. Target pasar (targeting) Target pasar yang dituju untuk tahun-tahun ini adalah segmen pasar yang berada di lokal Kabupaten Jembrana dan umumnya provinsi Bali. Koperasi ditargetkan terus tumbuh hingga pemasaran dapat meluas hingga tingkat nasional. Tujuan posisi pasar (positioning) Positioning produk permen cokelat Jimbarwana adalah sebagai produk permen cokelat dengan bahan baku biji kakao dari lokal Jembrana, bebas bahan pengawet dan komponen lain yang dapat mengganggu kesehatan, serta dipasarkan dengan harga yang dapat

57

dijangkau oleh kelas menengah ke bawah. Dalam hal ini, nominal harga yang sesuai dengan segmen pasar perlu dianalisis lebih lanjut. c. Taktik pemasaran Taktik pemasaran diidentifikasi dengan sistem 4P (product, place, price dan promotion). Berikut adalah detail hal tersebut. Produk (product) Keunggulan dalam hal produk adalah bahwa produk permen cokelat Jimbarwana ini merupakan cokelat yang diolah dari bahan baku biji kakao dari lokal Jembrana dan diproses tanpa bahan pengawet. Lokasi (place) Keunggulan dalam hal lokasi adalah bahwa lokasi produksi produk permen cokelat Jimbarwana ini dekat dengan lokasi bahan bahan baku dan dekat dengan lokasi pasar. Hal ini akan memudahkan dalam produksi dan distribusi produk taraf lokal Jembrana. Namun, jalur distribusi untuk tingkat distribusi Bali belum diperoleh solusi yang baik karena lokasi pusat Bali (yaitu Denpasar) dapat dikatakan jauh dari Jembrana. Berdasarkan segmen pasar yang telah diidentifikasi sebelumnya, permen cokelat Jimbarwana dapat dipasarkan melalui di minimarket hingga supermarket karena lokasi ini umumnya sering dikunjungi kalangan anak muda. Harga (price) Harga yang ditawarkan untuk setiap kotak produk permen cokelat Jimbarwana berisi 6 buah permen cokelat adalah Rp.8.000. Promosi (promotion) Strategi promosi permen cokelat Jimbarwana saat ini belum terdeskripsi dengan baik. Strategi promosi yang dilakukan masih dari mulut ke mulut (word of mouth), mengikuti pameran, dan membuka kunjungan tamu ke dalam pabrik.

58

2. Identifikasi Masalah dan Eksekusi Tujuan Redesain Berikut adalah hasil identifikasi masalah mutu permen cokelat Jimbarwana secara subjektif dan melalui hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan tim produksi koperasi. a. Tekstur permen cokelat Jimbarwana kasar dan berpasir, b. Permukaan produk permen cokelat terdapat bercak putih/spot (terjadi blooming) setelah disimpan selama beberapa periode dalam kondisi penyimpanan tertentu, c. Permen cokelat Jimbarwana mudah meleleh, d. Kesesuaian dan keselarasan komponen rasa (manis, pahit, rasa susu) permen cokelat Jimbarwana belum ditemukan, e. Rasa permen cokelat Jimbarwana menjadi seperti rasa kertas setelah disimpan selama beberapa periode dalam kondisi penyimpanan tertentu, f. Terdapat bercak cokelat kemerahan pada permen cokelat

Jimbarwana, dan g. Terdapat rongga di dalam permen cokelat Jimbarwana.

Masalah-masalah mutu tersebut kemudian ditentukan faktor penyebabnya menggunakan analisis matriks hubungan parameter mutu dan persyaratan desain QFD. Dengan demikian, identifikasi langkah perbaikan mutu difokuskan pada : a. parameter organoleptik penampakan, sehubungan dengan adanya bercak putih/spot ataupun bercak cokelat kemerahan di permukaan permen cokelat Jimbarwana, b. parameter organoleptik rasa/flavor, sehubungan dengan kesesuaian dan keselarasan rasa (manis, pahit, rasa susu) permen cokelat

Jimbarwana, c. parameter organoleptik tekstur, sehubungan dengan kondisi tekstur permen cokelat Jimbarwana yang kasar dan berpasir.

59

3. Penentuan Parameter Mutu Kritis Kebutuhan dan harapan konsumen terhadap suatu produk tentunya berbeda dengan jenis produk lainnya. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi kebutuhan konsumen yang dianggap penting atau kritis pada produk permen cokelat. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan survey konsumen mengenai tingkat kepentingan suatu parameter mutu tertentu. Skala kepentingan yang digunakan mempunyai rentang antara 1 (amat sangat tidak penting) hingga 9 (amat sangat penting). Survey dilakukan ke mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali yang merupakan target konsumen potensial dari produk permen cokelat Jimbarwana. Tabel 20, Tabel 21, dan Tabel 22 menyajikan tabulasi hasil survey sifat umum dan organoleptik, kemasan, dan kondisi pemanfaatan dan komunikasi permen cokelat Jimbarwana pada mahasiswa FTP

Universitas Udayana, Bali. Lembar kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 6 dan data lengkap mengenai penilaian konsumen dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 20 menunjukkan hasil survey sifat umum dan organoleptik berurutan dari yang terpenting adalah rasa/flavor,

penampakan, tekstur, bahan baku, harga, bau/odor/aroma, bentuk, kesegaran, dan penampakan warna. Data tersebut menjelaskan bahwa target konsumen yang dibidik produk permen cokelat Jimbarwana menganggap bahwa rasa/flavor, penampakan, tekstur dan bahan baku adalah parameter mutu yang harus menjadi prioritas. Harga menjadi parameter terpenting keempat yang juga perlu diprioritaskan mengingat bahwa target konsumen yang dibidik produk permen cokelat Jimbarwana termasuk kategori konsumen price-oriented. Tabel 21 menunjukkan hasil survey sifat kemasan berurutan dari yang terpenting adalah informasi waktu kadaluarsa, penampakan, bentuk desain, informasi jenis bahan baku, informasi jumlah kalori, ukuran kemasan, merek, nama produsen, alamat perusahaan, dan asosiasi dengan mainan. Data tersebut menjelaskan bahwa target konsumen yang dibidik produk permen cokelat Jimbarwana telah peduli (aware) terhadap

60

informasi yang disajikan pada kemasan terutama informasi mengenai waktu kadaluarsa, jenis bahan baku yang digunakan, dan jumlah kalori. Selain itu, penampakan dan bentuk desain kemasan produk permen cokelat yang merupakan dua dari tiga parameter kemasan terpenting juga perlu menjadi prioritas. Penampakan dan bentuk desain kemasan yang menarik dan eye-catching dari produk permen cokelat tentunya akan menarik perhatian target konsumen untuk membeli dan mencoba mengonsumsi.

Tabel 20. Tabulasi hasil survey sifat umum dan organoleptik pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali Umum dan Organoleptik Bau/odor/aroma Penampakan Penampakan warna Nama Produsen Bahan baku Rasa/flavor Kesegaran

Tekstur

Jumlah Rataan Ranking

247 229 265 241 232 8.23 7.63 8.83 8.03 7.73 2 7 1 3 5

239 241 225 231 7.97 8.03 7.50 7.70 4 3 8 6

Tabel 21. Tabulasi hasil survey sifat kemasan pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali Kemasan Alamat Perusahaan 61 Bentuk desain Informasi :waktu kadaluarsa Informasi : jumlah kalori Informasi : jenis bahan baku Asosiasi dengan mainan Ukuran kemasan Penampakan

Jumlah Rataan Ranking

245 8.17 2

208 210 243 262 232 242 200 207 203 6.93 7.00 8.10 8.73 7.73 8.07 6.67 6.90 6.77 7 6 3 1 5 4 10 8 9

Merek

Kode Panelis

Bentuk

Harga

Kode Panelis

Tabel

22

menunjukkan

hasil

survey

sifat

kondisi

pemanfaatan/komunikasi berurutan dari yang terpenting adalah ingin mencoba rasanya, sehat dan bergizi, untuk hadiah, ingin membeli yang baru, melepas stres, ingin punya makanan ringan, hobi pribadi, membeli produk yang tidak mahal, hobi keluarga, untuk tamu, tidak sengaja terbeli, dan ingin membeli produk yang mewah. Data tersebut menjelaskan beberapa perilaku target konsumen (cosumers behavior) produk permen cokelat. Parameter ingin mencoba rasanya menjadi parameter terpenting menunjukkan bahwa target konsumen yang dibidik merupakan konsumen yang mempunyai tingkat keingintahuan yang tinggi terhadap suatu produk permen cokelat. Dan informasi ini dapat dimanfaatkan oleh Divisi Pemasaran produk permen cokelat Jimbarwana untuk memperbaiki kemasan produk. Karena hanya dengan meningkatkan penampakan kemasan menjadi lebih eye-catching, target konsumen menjadi tertarik untuk mencoba membeli produk permen cokelat Jimbarwana. Terlebih lagi apabila klaim produk permen cokelat Jimbarwana adalah sehat dan bergizi. Karena parameter sehat dan bergizi inilah yang menjadi kebutuhan konsumen terpenting kedua dalam hal kondisi pemanfaatan/komunikasi. Selain itu, parameter untuk hadiah juga perlu menjadi prioritas Divisi Pemasaran mengingat parameter ini merupakan parameter terpenting ketiga. Informasi ini dapat menjadi baik apabila Divisi Pemasaran benar dalam hal merespon kebutuhan konsumen ini, misalnya dengan menetapkan tujuan penggunaan produk (product positioning) permen cokelat Jimbarwana adalah sebagai hadiah. Maka langkah yang perlu diambil adalah menyesuaikan kondisi produk dan kemasannya sehingga tepat apabila diperuntukkan sebagai hadiah. Namun, informasi ini juga dapat menjadi bumerang bagi Divisi Pemasaran produk permen cokelat Jimbarwana. Karena, tentunya tidak setiap hari konsumen perorangan akan membeli produk permen cokelat untuk digunakan sebagai hadiah. Sehingga perlu diformulasikan dan analisis konsumen lebih lanjut terhadap positioning untuk hadiah ini. Misalnya, dengan menjual produk permen cokelat Jimbarwana di tempat-tempat strategis seperti

62

toko/warung/minimarket/supermarket yang menjual produk untuk oleholeh. Terlebih, apabila produk permen cokelat Jimbarwana

diperuntukkan sebagai oleh-oleh khas Bali.

Tabel 22. Tabulasi hasil survey sifat kondisi pemanfaatan

atau

komunikasi pada mahasiswa FTP Universitas Udayana, Bali Kondisi Pemanfaatan/Komunikasi Kode Panelis Melepaskan stres 204 6.80 4 Hobi pribadi 195 6.50 6 63 Ingin mencoba rasanya Ingin membeli yang baru Tidak sengaja terbeli Untuk hadiah Untuk tamu Hobi keluarga 167 5.57 8

Jumlah Rataan Ranking

223 7.43 1 Ingin punya makanan ringan

156 204 211 160 5.20 6.80 7.03 5.33 10 4 3 9 Kondisi Pemanfaatan/Komunikasi Membeli produk tdk mahal Sehat & bergizi 212 7.07 2 Ingin membeli produk mewah 150 5.00 11

Kode Panelis

Jumlah Rataan Ranking

196 6.53 5

175 5.83 7

Hasil survey sifat umum dan organoleptik menunjukkan bahwa tiga parameter terpentingnya adalah rasa/flavor, penampakan, dan tekstur. Parameter ini kemudian didetail lagi menjadi beberapa parameter mutu spesifik. Parameter penampakan didetail menjadi parameter mutu bercak putih (spot) dan kesan meleleh di tangan (melting in hand). Parameter mutu bercak putih ini merupakan parameter yang penting untuk dianalisis lebih lanjut karena seringkali bercak ini muncul pada produk cokelat apabila terjadi kesalahan dalam proses produksi. Dan konsumen awam mengenali bercak putih ini sebagai penurunan mutu produk cokelat dan sering dianggap sebagai kontaminasi (jamur). Padahal, bercak putih ini

sama sekali bukan kontaminasi (jamur) seperti anggapan konsumen. Dengan demikian, semakin bersih produk permen cokelat dari bercak putih, maka produk permen cokelat tersebut dianggap berkualitas. Dan produk cokelat tanpa bercak putih hanya diperoleh jika proses produksinya dilakukan dengan benar. Parameter mutu kesan meleleh di tangan (melting in hand) juga diasumsikan akan dianggap penting oleh konsumen. Perilaku konsumen yang perlu diketahui di sini adalah apakah konsumen menyukai produk permen cokelat yang ketika dipegang di tangan akan mudah meleleh atau tidak. Namun, tentunya produk permen cokelat yang sangat mudah meleleh di tangan akan menyulitkan konsumen dalam mengonsumsinya. Parameter rasa/flavor didetail menjadi parameter mutu kepahitan (bitterness), kemanisan (sweetness), keutuhan kokoa (cocoa body), dan rasa susu ( milk flavor). Keseimbangan dan keselarasan rasa/flavor antara rasa pahit dan rasa manis adalah penting untuk dianalisis lebih lanjut karena hal ini berkaitan dengan selera konsumen. Memang pada dasarnya selera konsumen selalu selalu tidak sama. Namun, selera konsumen tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan usia. Tentunya, selera konsumen remaja akan berbeda dengan selera konsumen dewasa atau orang tua. Dan hal inilah yang menjadi pertimbangan perlunya menganalisis keseimbangan dan keselarasan rasa antara rasa pahit dan rasa manis yang disukai oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana. Demikian halnya dengan keseimbangan dan keselarasan parameter mutu keutuhan kokoa (cocoa body) dan rasa susu (milk flavor), mementingkan pada parameter mutu keutuhan kokoa saja, parameter mutu rasa susu saja, atau keduanya. Parameter tekstur didetail menjadi parameter mutu kesan gigitan pertama (first bite), kesan berminyak di mulut (oily mouthcoating), kehalusan (smoothness), dan kesan meleleh di mulut (melting in mouth). Parameter mutu kesan gigitan pertama ini perlu dianalisis lebih lanjut. Karena parameter mutu ini diasumsikan berkaitan dengan kesukaan konsumen terhadap tekstur suatu produk permen cokelat. Tentunya

64

konsumen menyukai tingkat kekerasan tertentu pada produk permen cokelat sehubungan dengan sensasi gigitan pertama tersebut. Dan boleh jadi, sensasi pertama yang dihasilkan inilah yang mendorong konsumen untuk mencoba mengonsumsi kembali produk permen cokelat. Setelah mengetahui kesan gigitan pertama produk permen cokelat, maka yang perlu dianalisis adalah kondisi produk permen cokelat ketika berada di mulut, yaitu meliputi kesan berminyak di mulut, kehalusan, dan kesan meleleh di mulut. Kombinasi sensasi inilah yang perlu dianalisis lebih lanjut sehingga Divisi Pengembangan Produk pemen cokelat

Jimbarwana mempunyai gambaran mengenai produk permen cokelat yang diharapkan oleh konsumen. Parameter-parameter mutu tersebut kemudian diberi penilaian kepentingan dalam survey konsumen yang sama yaitu ke mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali. Skala

kepentingan yang digunakan mempunyai rentang antara 1 (amat sangat tidak penting) hingga 9 (amat sangat penting). Tabel 23 adalah tabulasi hasil survey konsumen terhadap produk permen cokelat pada detail parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur. Hasil survey konsumen tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan konsumen terhadap produk permen cokelat pada parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur berurutan dari yang terpenting adalah kemanisan, kesan meleleh di mulut, keutuhan kokoa, kesan gigitan pertama, kesan meleleh di tangan, kehalusan di mulut, rasa susu, kepahitan, bercak putih, dan kesan berminyak di mulut. Urutan parameter mutu dari yang terpenting ini kemudian menjadi urutan prioritas perbaikan dan pengembangan produk permen cokelat Jimbarwana. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Parameter mutu kemanisan merupakan parameter mutu paling penting dan perlu diprioritaskan ada di suatu produk permen cokelat. dan sebaliknya, parameter mutu kepahitan dianggap kurang penting ada di suatu produk permen cokelat. Meskipun demikian, perlu dicari lebih lanjut mengenai keseimbangan rasa manis dan rasa pahit ini. Parameter mutu

65

terpenting kedua adalah kesan meleleh di mulut. Hal ini menjelaskan bahwa parameter mutu inilah yang mewakili banyak parameter mutu lainnya yang menentukan kesukaan konsumen, misalnya keseimbangan rasa, kesan meleleh dan kesan kehalusan produk permen cokelat. Dan parameter mutu terpenting ketiga adalah keutuhan kokoa. Hal ini menjelaskan bahwa target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana menginginkan suatu produk permen cokelat dengan kesan cokelat seutuhnya, baik dalam rasa, aroma, dan kesan kelembutan sebuah cokelat.

Tabel 23. Tabulasi hasil survey konsumen terhadap produk permen cokelat pada detail parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur Urutan Kepentingan

Parameter Mutu Kebutuhan Konsumen

Bercak putih (spot) Kesan meleleh di tangan (melting in hand) Kepahitan (bitterness) Kemanisan (sweetness) Keutuhan kokoa (cocoa body) Rasa susu (milk flavor) Kesan gigitan pertama (first bite) Kesan berminyak di mulut (oily mouthcoating) Kehalusan (smoothness) Kesan meleleh di mulut (melting in mouth) Keterangan

6.90 7.80 7.30 8.13 7.87 7.40 7.83

9.12% 10.31% 9.65% 10.75% 10.40% 9.78% 10.35%

Ranking 9 5 8 1 3 7 4 9 6 2 66

6.90 9.12% 7.63 10.09% 7.90 10.44% 75.67 100.00%

Bobot kepentingan (BBT) diperoleh dengan formula berikut. BBT = urutan kepentingan parameter mutu X total urutan kepentingan parameter mutu x 100 %

BBT

4. Identifikasi Persyaratan Desain Persyaratan desain atau disebut juga parameter teknis merupakan hal-hal teknis yang berkaitan dengan produk permen cokelat Jimbarwana secara keseluruhan. Penyusunan QFD permen cokelat Jimbarwana ini hanya memfokuskan persyaratan desain pada tiga aspek yaitu bahan baku dan tambahan yang digunakan, kondisi proses produksi, dan kemasan. Berikut adalah penjelaskan lebih detail mengenai aspek-aspek tersebut. a. Aspek bahan baku dan tambahan Kadar lemak cokelat Kadar lemak cokelat adalah jumlah lemak cokelat yang digunakan dalam formulasi permen cokelat Jimbarwana. Kadar pasta cokelat Kadar pasta cokelat adalah jumlah pasta cokelat yang digunakan dalam formulasi permen cokelat Jimbarwana. Kadar susu bubuk Kadar susu bubuk adalah jumlah susu bubuk yang digunakan dalam formulasi permen cokelat Jimbarwana. Kadar gula halus Kadar gula halus adalah jumlah gula halus yang digunakan dalam formulasi permen cokelat Jimbarwana. Kadar emulsifier lesitin Kadar emulsifier lesitin adalah jumlah lesitin yang ditambahkan dalam formulasi permen cokelat Jimbarwana. Kadar pencitarasa vanili Kadar pencitarasa vanili adalah jumlah vanili yang ditambahkan pada formulasi permen cokelat Jimbarwana. b. Aspek kondisi proses produksi Tahap penyangraian (roasting) Tahap penyangraian yang dimaksud adalah penyangraian biji kakao kering fermentasi yang bertujuan membentuk aroma dan citarasa khas cokelat dari biji kakao dengan perlakuan panas.

67

Tahap pemastaan (pasting) Tahap pemastaan yang dimaksud adalah pemastaan nib cokelat yang diperoleh dari pemecahan biji kakao yang telah disangrai. Nib yang semula berbentuk butiran padat kasar dihaluskan/dihancurkan sehingga menjadi bentuk pasta. Pasta yang dihasilkan mempunyai ukuran butiran lebih halus dan kaya akan lemak cokelat.

Tahap pengempaan (pressing) Tahap pengempaan yang dimaksud adalah pengempaan pasta cokelat dengan kondisi tertentu sehingga diperoleh lemak cokelat dengan hasil samping bungkil cokelat (bungkil cokelat dapat diolah lebih lanjut menjadi cokelat bubuk). Efisiensi pengempaan lemak cokelat tergantung dari kondisi proses seperti suhu pengempaan, tekanan yang digunakan, lama pengempaan, dan ukuran butiran pasta cokelat.

Tahap pencampuran (mixing) Tahap pencampuran yang dimaksud adalah pencampuran bahan baku dan tambahan yang digunakan dalam formulasi permen cokelat Jimbarwana. Bahan baku yang digunakan adalah lemak cokelat, pasta cokelat, susu bubuk, dan gula halus. Bahan tambahan yang digunakan adalah emulsifier lesitin dan pencitarasa vanili. Tahap pencampuran ini dilakukan dengan kondisi proses tertentu sehingga diperoleh konsistensi adonan permen cokelat yang homogen.

Tahap penghalusan (refining) Tahap penghalusan yang dimaksud adalah penghalusan adonan permen cokelat Jimbarwana dengan mesin refiner setelah melalui proses percampuran. Tahap penghalusan ini dilakukan dengan kondisi proses tertentu sehingga diperoleh adonan permen cokelat yang lembut, lebih halus, dan homogen.

Tahap konsing (conching) Tahap konsing yang dimaksud adalah konsing adonan permen cokelat Jimbarwana dengan mesin concher setelah melalui proses

68

penghalusan. Tahap konsing ini dilakukan dengan kondisi proses tertentu sehingga diperoleh adonan permen cokelat yang stabil, lebih halus dan lembut, serta homogen. Tahap tempering (tempering) Tahap tempering yang dimaksud adalah tempering adonan permen cokelat Jimbarwana dengan mesin tempering setelah melalui proses konsing. Tahap tempering ini dilakukan dengan kondisi proses tertentu sehingga diperoleh adonan permen cokelat yang tempered (siap cetak) dan stabil. Tahap pencetakan (forming) Tahap pencetakan yang dimaksud adalah pencetakan adonan permen cokelat Jimbarwana yang tempered dengan jenis cetakan tertentu setelah melalui proses tempering. Tahap pencetakan ini dilakukan dengan kondisi proses tertentu sehingga diperoleh permen cokelat yang baik yaitu tanpa gelembung dan mempunyai bentuk yang utuh. Tahap pendinginan (cooling) Tahap pendinginan yang dimaksud adalah pendinginan adonan permen cokelat Jimbarwana bersama cetakannya. Tahap

pendinginan ini dilakukan dengan kondisi proses tertentu sehingga diperoleh permen cokelat berbentuk padat, mengkilap (glossy), dan stabil pada suhu ruang. Tahap pengemasan (packing) Tahap pengemasan yang dimaksud adalah pengemasan permen cokelat Jimbarwana dengan jumlah permen dan jenis kemasan tertentu. Tahap pengemasan ini dilakukan dengan kondisi proses tertentu sehingga permen cokelat terkemas dengan baik dan memenuhi aspek sanitasi pengemasan. c. Aspek kemasan Bahan kemasan Bahan kemasan adalah jenis kemasan yang digunakan sebagai pengemas permen cokelat Jimbarwana. Bahan kemasan dapat

69

berupa plastik, kertas, alumunium foil, dan sebagainya. Kemasan yang digunakan dapat difungsikan sebagai kemasan primer (kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk yang dikemas) ataupun kemasan sekunder (kemasan luar yang setelah kemasan primer). Permeabilitas kemasan Permeabilitas kemasan adalah kondisi celah/pori/lubang yang terdapat pada kemasan yang memungkinkan terjadinya

pertukaran/migrasi zat/partikel/senyawa dari dalam kemasan ke luar kemasan ataupun sebaliknya.

5. Nilai Target Tujuan Nilai target tujuan dari persyaratan desain adalah nilai pencapaian yang terukur secara kuantitatif dari masing-masing persyaratan desain yang mencerminkan karakteristik objektif yang disukai target konsumen. Tabel 24 menunjukkan kuantifikasi persyaratan desain yang dapat dipenuhi oleh Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dalam memproduksi permen cokelat Jimbarwana. Kuantifikasi terdiri atas tiga aspek, yaitu aspek bahan baku dan tambahan, aspek kondisi proses, dan dan aspek kemasan.

Tabel 24. Kuantifikasi persyaratan desain permen cokelat Jimbarwana Aspek Persyaratan Desain Kadar lemak cokelat Kadar pasta cokelat Bahan Baku Dan Tambahan Kadar susu Kadar gula halus Kadar emulsifier lesitin Kadar pencitarasa vanili Tujuan Kuantitatif 25 % dari formulasi 25 % dari formulasi 23 % dari formulasi 27 % dari formulasi 0.5 % dari total bahan baku 0.08 % dari total bahan baku

70

Tabel 24. Kuantifikasi persyaratan desain permen cokelat Jimbarwana (lanjutan) Aspek Persyaratan Desain Tahap penyangraian Tujuan Kuantitatif Tsetting 130oC Taktual 115-130oC 50 min/10 kg/batch Tahap pemastaan Pemastaan dilakukan 2x proses dengan kecepatan input nib 41.72g/min Tahap pengempaan Pgauge 200 bar ( 2900 psi) minput maks. 500 gram 40 min/batch Tproses 24-25oC Bahan baku dicampur di awal, Kondisi Proses Tahap penghalusan bahan tambahan

Tahap pencampuran

ditambahkan pada proses konsing Penghalusan dilakukan 5x proses Tahap konsing Tsetting 50oC Tadonan akhir 49oC Konsing dilakukan selama 20 jam dengan lesitin dan

penambahan

vanilli pada jam ke-17 (ttunggu 10min) Tahap tempering Tsetting 80oC Taktual 45-46oC Tempering dilakukan selama 10 menit.

71

Tabel 24. Kuantifikasi persyaratan desain permen cokelat Jimbarwana (lanjutan) Aspek Persyaratan Desain Tahap pencetakan Tujuan Kuantitatif Tadonan tempering 46oC Tadonan siap cetak 29-33oC Bentuk cetakan beraneka ragam Kondisi Proses Tahap pendinginan Tahap pengemasan berukuran kecil

dengan volume rata-rata 10 ml Tkulkas 9oC selama 30 menit Pengemasan dilakukan secara manual, 6 buah permen/kemasan, brutto kemasan 52-63 gram Kotak kertas berdimensi 12.3 x 8 x 2 cm

Bahan kemasan Kemasan Permeabilitas kemasan

6. Matriks Interaksi Parameter Mutu dan Persyaratan Desain Matriks interaksi ini merupakan matriks yang menghubungkan parameter mutu yang diinginkan konsumen ada pada produk permen cokelat Jimbarwana dengan persyaratan desain yang mampu dipenuhi oleh Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Melalui matriks ini, akan diketahui keeratan hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain sehingga dapat ditentukan prioritas program dalam perbaikan dan pengembangan produk permen cokelat Jimbarwana. Tabel 25

menunjukkan hasil analisis interaksi parameter mutu dan persyaratan desain produk permen cokelat Jimbarwana. Matriks interaksi ini menggunakan simbol sebagai berikut. : interaksi kuat; skor 9, : interaksi sedang; skor 3, dan : interaksi lemah; skor 1.

72

Tabel 25. Analisis interaksi parameter mutu dan persyaratan desain produk permen cokelat Jimbarwana

Bahan Baku & Tambahan Tingkat Kepentingan Kadar lemak cokelat Kadar pasta cokelat Kadar susu Kadar gula halus Kadar emulsifier lesitin Kadar pencitarasa vanili Tahap penyangraian Tahap pemastaan Tahap pengempaan Tahap pencampuran

Kondisi Proses Tahap penghalusan Tahap konsing Tahap tempering Tahap pencetakan Tahap pendinginan Tahap pengemasan

Kemasan

Bahan kemasan

Permeabilitas kemasan

Parameter Organoleptik

Parameter Mutu

Penampakan

Rasa/flavor

Tekstur

Bercak putih Kesan meleleh di tangan Kepahitan Kemanisan Keutuhan kokoa Rasa susu Kesan gigitan pertama Kesan berminyak di mulut Kehalusan Kesan meleleh di mulut

6.90 7.80 7.30 8.13 7.87 7.40 7.83 6.90 7.63 7.90

73

Berikut

adalah

penjelasan

interaksi

parameter

mutu

dan

persyaratan desain produk permen cokelat Jimbarwana. 1. Bercak putih (spot) Parameter mutu bercak putih merupakan parameter mutu yang penting untuk diperhatikan pada produk cokelat. Bercak putih pada produk cokelat merupakan kondisi yang tidak dikehendaki ada pada produk cokelat. Terjadinya bercak putih disebut juga blooming, yang pada produk cokelat dapat disebabkan oleh dua hal yaitu fat blooming (spot akibat migrasi lemak cokelat) dan sugar blooming (spot akibat perubahan kondisi kelembapan bahan baku gula). Menurut Harris et al. (1998) dan Minifie (1999) fat blooming pada permukaan permen cokelat tampak seperti berminyak (greasy) dan apabila disentuh dengan jari akan mudah terhapus. Fat blooming terjadi akibat proses tempering yang salah, metode pendinginan yang tidak tepat, kondisi penyimpanan yang hangat, penambahan lemak selain lemak cokelat yang tidak sesuai (incompatible), dan abrasi serta sidik jari pada kondisi yang hangat. Menurut Briones dan Aguilera (2005), fluktuasi suhu dan proses tempering yang salah dapat menyebabkan migrasi lemak cokelat melalui partikel matriks cokelat yang kemudian akan merekristalisasi di permukaan. Mulato et al. (2005) juga menyatakan bahwa gradien suhu dan waktu pendinginan sangat berpengaruh terhadap pembentukan kristal padatan lemak pada produk permen cokelat. Mekanisme pendinginan yang kurang tepat menyebabkan warna permukaan lemak cokelat berubah kurang menarik. Permukaan adonan cokelat ditumbuhi bintik kecil-kecil terkesan seperti terserang jamur, padahal bintik-bintik tersebut adalah kristal lemak atau gula yang terdifusi ke permukaan adonan (blooming). Menurut Rousseau (2006), ada tiga faktor penyebab terjadinya blooming, yaitu komposisi, proses produksi, dan kondisi penyimpanan. Kondisi penyimpanan dengan suhu di atas 30oC dapat meningkatkan pembentukan bercak putih secara signifikan.

74

Perbedaan kandungan gliserida di dalam lemak cokelat juga berpengaruh pada proses kristalisasi sehingga lemak yang terbentuk mempunyai sifat polimorfis. Komponen utama kristal lemak terdiri atas bentuk , , dan . Masing-masing mempunyai sifat berbeda dalam hal mekanisme pembentukan kristalnya. Bentuk mempunyai sifat sangat tidak stabil dan mempunyai suhu leleh 17oC. Bentuk berasal dari transformasi bentuk dan mempunyai suhu leleh antara 21-24oC. Sedangkan bentuk berasal dari transformasi bentuk dan mempunyai sifat sangat stabil dengan suhu leleh antara 34-35oC. Untuk mendapatkan adoanan dengan lemak kristal yang stabil, ruang tempering dimana adonan cokelat disimpan harus mampu

mempertahankan suhu seperti disyaratkan (Mulato et al., 2005). Menurut Gaonkar dan McPherson (2006) kondisi lemak cokelat yang tidak tempered akan memperpendek umur simpan permen cokelat. Menurut Harris et al. (1998) dan Minifie (1999) sugar blooming pada permukaan permen cokelat tampak keabuan seperti fat blooming, namun ketika disentuh dengan jari, bercak putih tersebut tidak terhapus. Blooming ini terjadi akibat penyimpanan produk pada lingkungan yang buruk tanpa perlindungan yang baik dari kemasan, penggunaan gula mutu rendah dan konstituen yang bersifat higroskopis dalam formulasi, dan pemindahan produk ruang penyimpanan dingin tanpa kemasan pelindung. Oleh karena itu, adanya bercak putih erat kaitannya dengan kadar lemak cokelat, kadar pasta cokelat, kadar susu, dan gula halus yang digunakan sebagai bahan baku permen cokelat. Selain itu, kadar emulsifier lesitin juga erat kaitannya dengan terbentuknya bercak putih. Menurut Minifie (1999), lesitin dapat meningkatkan resistensi terjadinya blooming, meningkatkan kilap permukaan (glossy), dan memperbaiki latitud dalam penanganan proses tempering adonan permen cokelat.

75

Bercak putih terjadi akibat kondisi proses yang kurang tepat, di samping kadar bahan baku yang digunakan. Proses yang berkaitan erat dengan terbentuknya bercak putih adalah proses konsing, proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan. Proses konsing yang salah akan menyebabkan emulsi padatan kakao (berasal dari pasta cokelat), susu bubuk, dan gula halus yang buruk di dalam lemak cokelat (fase pendispersi). Proses tempering yang tidak sesuai juga akan menyebabkan struktur kristal lemak cokelat yang terbentuk tidak stabil. Terlebih, apabila suhu pencetakan dan suhu pendinginan tidak sesuai. Hal ini akan menyebabkan lemak cokelat yang tidak stabil tersebut pada produk permen cokelat mudah bermigrasi dan membentuk bercak putih. Selain itu, proses pencampuran dan penghalusan sedikit banyak berkontribusi dalam menciptakan kondisi adonan permen cokelat yang homogen. 2. Kesan meleleh di tangan (melting in hand) Parameter mutu kesan meleleh di tangan merupakan parameter mutu yang berhubungan dengan perilaku konsumen dalam

pengonsumsian suatu produk permen cokelat. Produk permen cokelat yang mudah meleleh ketika dipegang tentunya akan menyulitkan konsumen dalam mengonsumsinya. Mudah meleleh tidaknya suatu produk permen cokelat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam hal bahan baku, kadar lemak cokelat (baik yang langsung ditambahkan sebagai lemak cokelat ataupun yang terkandung dalam pasta cokelat) berperan penting pada parameter mutu ini. Karena lemak cokelat meleleh pada suhu tubuh (sekitar 36-37oC), maka semakin banyak lemak cokelat yang terkandung akan menyebabkan semakin mudah melelehnya produk permen cokelat tersebut. Menurut Gaonkar dan McPherson (2006) proses kristalisasi dan pelelehan dalam produk permen cokelat dipengaruhi oleh kandungan lemak padat (Solid Fat Content/SFC). Puncak suhu pelelehan lemak akan menurun apabila kandungan SFC berkurang. Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu mobilitas molekuler yang lebih

76

besar dan proses kristalisasi yang lebih lambat yang keduanya akan menyebabkan pembentukan struktur kristal lemak yang lebih murni dan stabil pada persentase yang lebih tinggi. Dengan demikian, parameter mutu kesan meleleh di tangan erat hubungannya dengan kadar lemak (dalam hal ini berasal dari lemak cokelat dan pasta cokelat dalam formulasi) dan proses yang berhubungan dengan pembentukan kristal lemak yang stabil, yaitu proses konsing, proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan. Sama halnya dengan parameter mutu bercak putih, proses konsing, tempering, pencetakan, dan pendinginan yang salah akan menyebabkan struktur kristal lemak cokelat yang tidak stabil. Akibatnya, lemak cokelat menjadi mudah meleleh. 3. Kepahitan (bitterness) Parameter mutu kepahitan merupakan parameter mutu yang perlu diperhatikan pada produk permen cokelat karena berhubungan dengan selera konsumen. Parameter mutu ini berkaitan erat dengan kadar pasta cokelat digunakan sebagai bahan baku produk permen cokelat. Karena rasa dasar dari cokelat adalah pahit, maka semakin banyak pasta cokelat akan menjadikan produk permen cokelat semakin pahit. Selain itu, juga perlu diperhatikan kondisi proses yang diterapkan pada proses penyangraian (roasting). Suhu dan lama penyangraian akan menentukan terbentuknya rasa pahit pada nib cokelat. Menurut Wollgast dan Anklam (2000), proses penyangraian untuk permen cokelat susu umumnya menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi. Proses pemanasan awal sebaiknya dilakukan pada 100oC kemudian ditingkatkan perlahan hingga 130oC. Tentunya semakin tinggi suhu penyangraian dan/atau semakin lama waktu penyangraian yang digunakan, akan menyebabkan nib cokelat semakin pahit (gosong). Menurut Stark et al. (2006), rasa pahit pada biji kakao sangrai berasal dari senyawa 2,5-diketopiperazin dan flavan-3-ols.

77

4. Kemanisan (sweetness) Parameter mutu kemanisan erat kaitannya dengan parameter mutu kepahitan. Kombinasi yang tepat antara rasa pahit dan rasa manis akan menghasilkan produk permen cokelat yang disukai konsumen. Parameter mutu kemanisan ini tentunya dipengaruhi oleh kadar gula halus yang digunakan sebagai bahan baku produksi permen cokelat. Semakin tinggi kadar gula halus yang digunakan akan menyebabkan produk permen cokelat semakin manis. 5. Keutuhan kokoa (cocoa body) Parameter mutu keutuhan kokoa merupakan parameter mutu penting yang harus ada di produk permen cokelat. Tanpa adanya komponen parameter mutu ini (baik dalam hal rasa, aroma, ataupun karakteristik lemak cokelat), suatu produk cokelat tidak dapat dikatakan sebagai produk cokelat yang baik. Parameter mutu ini tentunya berkaitan erat dengan kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat yang digunakan sebagai bahan baku permen cokelat. Kedua bahan baku ini akan menentukan kesan kokoa yang dihasilkan pada produk akhir, baik dalam hal rasa, aroma, tekstur, dan karakteristik lain yang menjadi khas cokelat. Menurut Minifie (1999) aroma cokelat utamanya

dikembangkan dari proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, dan penyempurnaan flavor cokelat adalah pada proses penyangraian. Knapp (1937) dalam Minifie (1999) menjelaskan bahwa flavor lemak cokelat dalam formulasi cokelat susu sedikit banyak berkontribusi terhadap flavor keseluruhan. Flavor lemak cokelat yang alami tergantung pada metode ekstraksi yang digunakan, derajat

penyangraian, dan perlakuan terhadap nib (dibasakan atau tidak dibasakan). Makalah Rohan (1969) dalam Minifie (1999) menyatakan bahwa flavor cokelat dikembangkan oleh beberapa komponen kimiawi, yaitu flavonoid (katekin dan antosianin), asam amino (beberapa di antaranya mempunyai intensitas rasa yang tinggi dan

78

berkontribusi dalam menghasilkan rasa manis dan rasa pahit), asam organik dan asam fenolik, serta golongan karbohidrat (kandungan gula kemudian bereaksi dengan asam amino menghasilkan reaksi Maillard). Reaksi Maillard ini terjadi pada proses penyangraian (Bonvehi dan Coll, 1997). Dengan demikian, proses yang penting untuk diperhatikan dalam memenuhi parameter mutu ini adalah proses penyangraian, proses pemastaan, proses konsing, dan proses tempering. Proses penyangraian pada kondisi tertentu akan menciptakan rasa, aroma, dan flavor cokelat seutuhnya, dikenal sebagai full body of cocoa. Proses pemastaan pun turut membentuk diperolehnya kesan cokelat yang utuh karena penghancuran nib yang baik pada pemastaan akan

menghasilkan butiran pasta yang halus. Hal ini akan semakin menggali keutuhan citarasa cokelat. Demikian halnya dengan proses konsing dan proses tempering yang akan semakin menyempurnakan keutuhan kokoa dengan cara membentuk konsistensi emulsi cokelat yang baik. 6. Rasa susu (milk flavor) Parameter mutu rasa susu adalah faktor penting penentu kedua yang harus diperhatikan pada produk permen cokelat susu, seperti dalam produk permen cokelat Jimbarwana ini. Rasa susu baik hanya akan diperoleh dari bahan susu bubuk yang berkualitas. Karena permen cokelat Jimbarwana hanya mendapatkan rasa susu dari susu bubuk yang digunakan sebagai bahan baku (tanpa adanya bahan tambahan pangan pencitarasa susu), maka karakteristik susu bubuk yang digunakan akan menentukan rasa susu yang dihasilkan. 7. Kesan gigitan pertama (first bite) Parameter mutu kesan gigitan pertama berkaitan erat dengan kesukaan konsumen terhadap tekstur suatu produk permen cokelat. Kesan lembut atau kerasnya suatu produk permen cokelat pada analisis kesan gigitan pertama ditentukan oleh beberapa faktor. Dalam hal bahan baku, kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat akan menentukan kondisi kekerasan produk akhir. Hal ini disebabkan oleh

79

lemak cokelat yang merupakan fase pendispersi yang secara langsung kestabilannya akan menentukan kesan kekerasan yang dihasilkan. Oleh karena itu, proses yang terkait erat dengan pembentukan struktur kristal lemak cokelat yang stabil dan konsistensi adonan yang homogen adalah proses penghalusan, proses konsing, proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan. Gaonkar dan McPherson (2006) menyatakan bahwa kekerasan pada produk permen cokelat merupakan hasil dari kristalisasi campuran antara lemak cokelat dan lemak susu. Jenis dan persentase fraksi pelelehan lemak susu, yaitu tinggi (High Melting

Fraction/HMF), medium (Medium Melting Fraction/MMF), dan rendah (Low Melting Melting Fraction/LMF), akan mempengaruhi proses kristalisasi lemak keseluruhan dan akan menentukan kekerasan produk akhir permen cokelat. 8. Kesan berminyak di mulut (oily mouthcoating) Parameter mutu kesan berminyak di mulut merupakan parameter mutu yang kritis untuk diperhatikan pada suatu produk permen cokelat. Konsumen tentunya tidak mengharapkan kondisi kesan tidak berminyak atau bahkan terlalu berminyak pada produk permen cokelat yang dikonsumsinya. Konsumen menginginkan kondisi kesan berminyak pada taraf tertentu. Dan inilah yang perlu dianalisis lebih lanjut. Parameter mutu kesan berminyak di mulut tentunya dipengaruhi oleh bahan baku utama yang digunakan dalam permen cokelat yaitu lemak cokelat dan pasta cokelat, karena lemak cokelat akan langsung meleleh ketika berada di suhu tubuh. Proses yang penting untuk diperhatikan dalam memenuhi parameter mutu ini adalah proses konsing, proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan. Sama halnya dengan parameter lain, kondisi struktur lemak cokelat yang baik hanya akan dihasilkan apabila proses-proses ini berlangsung dengan benar, termasuk dalam menghasilkan kesan berminyak yang sesuai di mulut.

80

9. Kehalusan (smoothness) Parameter mutu kehalusan merupakan parameter mutu yang penting sehubungan dengan tekstur produk. Parameter mutu kehalusan permen cokelat tentunya berhubungan langsung dengan ukuran partikel bahan baku yang digunakan. Oleh karena itu, ukuran ukuran partikel padatan cokelat (berasal dari pasta cokelat), susu bubuk, dan gula halus menjadi penting untuk diperhatikan dalam penentuan formulasi. Selain itu, kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat juga menentukan jumlah fase pendispersi yang dibutuhkan untuk

mengemulsikan seluruh padatan sehingga diperoleh emulsi yang baik. Bahan tambahan emulsifier lesitin juga turut menentukan kondisi emulsi cokelat yang terbentuk. Semakin baik dan homogen emulsi, maka produk akhir akan semakin halus. Proses penting yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan produk permen cokelat yang halus adalah tahap penghalusan, tahap konsing, dan tahap pendinginan. Tahap penghalusan dengan kondisi proses tertentu akan menghasilkan adonan permen cokelat dengan taraf kehalusan tertentu. Selain itu, tahap konsing juga berkaitan sehubungan dengan peranannya yang semakin menghaluskan adonan permen cokelat. Kondisi pengkristalan lemak cokelat juga turut menentukan kehalusan produk akhir, yaitu ditentukan proses konsing dan proses pendinginan. Menurut Minifie (1999) kandungan laktosa dalam susu bubuk dapat memperlambat proses kristalisasi adonan dan perlambatan kristalisasi dapat menyebabkan terbentuknya struktur kristal yang besar. Oleh karena itu, kandungan laktosa dalam susu bubuk yang digunakan di formulasi permen cokelat Jimbarwana perlu diketahui. 10. Kesan meleleh di mulut (melting in mouth) Parameter mutu kesan meleleh di mulut dapat dikatakan sebagai parameter utama dalam analisis kesukaan konsumen. Karena ketika pertama kali dikonsumsi, tentunya sensasi yang yang pertama kali dirasakan adalah kesan meleleh di mulut. Parameter mutu ini erat

81

kaitannya dengan bahan baku yang digunakan yaitu lemak cokelat dan pasta cokelat. Proses produksi permen cokelat yang penting untuk

diperhatikan dalam menghasilkan kesan meleleh di mulut baik baik adalah proses yang berhubungan dengan pembentukan kristal lemak yang stabil. Proses yang dimaksud adalah proses konsing, proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan.

7. Perhitungan Tingkat Kepentingan Absolut Tingkat kepentingan absolut merupakan nominal yang

menunjukkan taraf kepentingan suatu persyaratan desain/parameter teknis dengan melihat keeratan persyaratan desaian dengan urutan kepentingan parameter mutu yang dimiliki oleh suatu produk. Tabel 26 merupakan perhitungan tingkat kepentingan absolut produk permen cokelat

Jimbarwana. Masing-masing interaksi parameter mutu dan persyaratan desain diberi penilaian dengan ketentuan simbol bulat penuh () bernilai 9, simbol bulat kosong () bernilai 3, dan kotak () bernilai 1. Kemudian, masing-masing interaksi tersebut dikalikan dengan tingkat kepentingan. Setelah itu, masing-masing interaksi dalam kolom persyaratan desain yang sama dijumlahkan dan ditentukan urutan kepentingan teknis absolutnya.

82

Tabel 26. Perhitungan tingkat kepentingan absolut produk permen cokelat Jimbarwana

Bahan Baku & Tambahan Tingkat Kepentingan Kadar lemak cokelat Kadar pasta cokelat Kadar susu Kadar gula halus Kadar emulsifier lesitin Kadar pencitarasa vanili Tahap penyangraian Tahap pemastaan Tahap pengempaan Tahap pencampuran

Kondisi Proses Tahap penghalusan Tahap konsing Tahap tempering Tahap pencetakan Tahap pendinginan Tahap pengemasan

Kemasan

bahan kemasan

permeabilitas kemasan

Parameter Organoleptik

Parameter Mutu

Penampakan

Rasa/flavor

Tekstur

Bercak putih Kesan meleleh di tangan Kepahitan Kemanisan Keutuhan kokoa Rasa susu Kesan gigitan pertama Kesan berminyak di mulut Kehalusan Kesan meleleh di mulut

6.90 7.80 7.30 8.13 7.87 7.40 7.83 6.90 7.63 7.90

9 9

9 9 9 9 9 9 9 9

9 9

9 9

9 9

9 9

9 9

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 3 9

83

Tabel 26. Perhitungan tingkat kepentingan absolut produk permen cokelat Jimbarwana (lanjutan) Kadar lemak cokelat Kadar pasta cokelat Kadar susu Kadar gula halus Kadar emulsifier lesitin Kadar pencitarasa vanili Tahap penyangraian Tahap pemastaan Tahap pengempaan

Parameter Organoleptik

Parameter Mutu

Penampakan

Bercak putih Kesan meleleh di tangan Kepahitan Kemanisan Keutuhan kokoa Rasa susu Kesan gigitan pertama

62.10 70.20

62.10 70.20 65.70

62.10

62.10

62.10

65.70 73.17

Rasa/flavor

70.83

70.83 66.60

70.83

70.83

70.47 62.10 68.67 71.10 475.47 2

70.47 62.10 68.67 71.10 541.17 1

70.47

Tekstur

Kesan berminyak di mulut Kehalusan Kesan meleleh di mulut Kepentingan Teknis Absolut (KTA) Urutan KTA

68.67

68.67

68.67

267.84 6

203.94 7

130.77 9

12

136.53 8

70.83

12

84

Tabel 26. Perhitungan tingkat kepentingan absolut produk permen cokelat Jimbarwana (lanjutan) Tahap pencampuran Tahap penghalusan Tahap konsing Tahap tempering Tahap pencetakan Tahap pendinginan Tahap pengemasan bahan kemasan permeabilitas kemasan

Parameter Organoleptik

Parameter Mutu

Penampakan

Bercak putih Kesan meleleh di tangan Kepahitan Kemanisan Keutuhan kokoa Rasa susu Kesan gigitan pertama

6.90

20.70

62.10 70.20

62.10 70.20

62.10 70.20

62.10 70.20

Rasa/flavor

70.83

70.83

23.49

70.47 62.10

70.47 62.10

70.47 62.10

70.47 62.10 22.89

Tekstur

Kesan berminyak di mulut Kehalusan Kesan meleleh di mulut Kepentingan Teknis Absolut (KTA) Urutan KTA

68.67

68.67 71.10 71.10 406.80 3 71.10 335.97 5

71.10 358.86 4 12 12 12

6.90 11

112.86 10

475.47 2

85

8. Trade-Off Persyaratan Desain Matriks trade-off merupakan tabel segitiga yang menunjukkan korelasi antara persyaratan desain yang satu dengan persyaratan desain yang lain. Penggunaan area stuktur dimana mirip keputusan atap ini adalah penelitian untuk dan

mengidentifikasi

serta

pengembangan produk diperlukan. Korelasi yang dianalisis merupakan keterkaitan persyaratan desain yang terjadi selama produk diolah hingga di tangan konsumen. Hal ini penting dilakukan dalam upaya mencari solusi permasalahan yang tepat pada kondisi proses optimum. Pada analisis trade-off produk permen cokelat Jimbarwana ini, korelasi menggunakan tiga simbol, yaitu sebagai berikut. + : terdapat korelasi saling menguatkan, artinya perbesaran skala persyaratan desain x akan mengakibatkan

perbesaran skala persyaratan desain y, dan sebaliknya. : terdapat korelasi saling melemahkan, artinya perbesaran skala persyaratan desain x akan mengakibatkan

pengecilan skala persyaratan desain y, dan sebaliknya. * : tidak terdapat korelasi apapun, perubahan skala

persyaratan desain x tidak mengakibatkan perubahan skala persyaratan desain y, dan sebaliknya.

Gambar

14

merupakan

matriks

trade-off

permen

cokelat

Jimbarwana. Tabel segitiga menunjukkan korelasi antara persyaratan desain yang satu dengan persyaratan desain yang lain.

86

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +

Bahan Baku & Tambahan


Kadar pencitarasa vanili Kadar emulsifier lesitin

Kondisi Proses

Kemasan

Gambar 14. Analisis trade-off produk permen cokelat Jimbarwana

Penjelasan trade-off atau korelasi antar persyaratan desain pada produk permen cokelat Jimbarwana adalah sebagai berikut. 1. Kadar lemak cokelat vs kadar pasta cokelat (-) Kebutuhan lemak cokelat pada formulasi permen cokelat Jimbarwana dapat dipenuhi dari pasta cokelat ataupun penambahan lemak cokelat dari luar. Oleh karena itu, semakin banyak pasta cokelat yang digunakan dalam formulasi, maka kadar lemak cokelat yang ditambahkan relatif semakin berkurang.

permeabilitas kemasan

Kadar lemak cokelat

Tahap penyangraian

Tahap pencampuran

Kadar pasta cokelat

Tahap pengempaan

Tahap penghalusan

Tahap pengemasan

Tahap pendinginan

Tahap pencetakan

Tahap pemastaan

Tahap tempering

Kadar gula halus

Bahan kemasan

Tahap konsing

Kadar susu

87

2. Kadar lemak cokelat vs kadar susu (+) Permen cokelat Jimbarwana merupakan kategori permen cokelat susu (milk chocolate). Oleh karena itu, kadar susu harus berbanding lurus dengan penambahan volume produksi. Artinya, semakin banyak lemak cokelat yang digunakan harus diimbangi dengan meningkatnya kadar susu dalam formulasi. 3. Kadar lemak cokelat vs kadar gula halus (+) Lemak cokelat pada formulasi permen cokelat Jimbarwana merupakan bahan baku utama yang berperan sebagai pelarut bahan baku lainnya (fase pendispersi). Oleh karena itu, peningkatan volume produksi dengan menambah lemak cokelat harus diimbangi dengan penambahan kadar gula halus. 4. Kadar lemak cokelat vs tahap pemastaan (+) Tahap pemastaan merupakan tahap yang penting sebelum

dilakukannya tahap pengempaan untuk memperoleh jumlah lemak cokelat yang dibutuhkan. Semakin lama/banyak ulangan proses pemastaan dilakukan, butiran pasta akan semakin halus dan lemak cokelat yang dapat diekstrak pun semakin bertambah. 5. Kadar lemak cokelat vs tahap pengempaan (+) Kondisi proses pengempaan tertentu akan menghasilkan kadar lemak cokelat dengan jumlah tertentu pula. Optimasi proses pengempaan salah satunya dapat dilakukan dengan meningkatkan waktu dan tekanan yang dibutuhkan pada proses pengempaan, sehingga lemak cokelat yang dihasilkan menjadi lebih banyak. 6. Kadar pasta cokelat vs kadar susu (+) Permen cokelat Jimbarwana merupakan permen kategori cokelat susu. Semakin semakin tinggi kadar pasta cokelat yang digunakan sebagai bahan baku akan meningkatkan rasa cokelat pada produk akhir. Dan hal ini harus diimbangi dengan ditingkatkannya kadar susu supaya rasa susu tetap terasa.

88

7. Kadar pasta cokelat vs kadar gula halus (+) Komponen pasta cokelat adalah padatan cokelat dan lemak cokelat. Padatan cokelat akan memberikan citarasa khas cokelat (cocoa body), termasuk rasa pahit yang memang khas cokelat. Oleh karena itu, dalam formulasi permen cokelat, penambahan pasta cokelat harus diimbangi kadar gula halus untuk memperoleh keselarasan rasa sebuah permen cokelat, yaitu antara rasa pahit cokelat dan rasa manis. 8. Kadar pasta cokelat vs tahap pemastaan (+) Tahap pemastaan merupakan proses yang mengolah nib cokelat hasil penyangraian menjadi bentuk pasta. Oleh karena itu, peningkatan skala proses pemastaan akan meningkatkan jumlah persediaan pasta cokelat. 9. Kadar pasta cokelat vs tahap pengempaan (-) Pasta cokelat di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana ini digunakan untuk dua lini proses, yaitu pasta cokelat sebagai pasta cokelat untuk formulasi permen cokelat dan pasta cokelat sebagai input untuk proses pengempaan. Oleh karena itu, jika kadar pasta cokelat dalam formulasi ditingkatkan, maka ketersediaan pasta cokelat untuk proses

pengempaan akan berkurang. 10. Kadar pasta cokelat vs tahap penghalusan (+) Pasta cokelat adalah salah satu komponen yang menyumbang total padatan pada formulasi permen cokelat Jimbarwana. Banyaknya dan halusnya pasta cokelat dalam formulasi, akan menentukan kehalusan produk akhir. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar pasta cokelat dalam formulasi, tahap penghalusan juga harus dilakukan semakin baik, sehingga spesifikasi ukuran partikel akhir yang diinginkan dapat dipenuhi. 11. Kadar pasta cokelat vs tahap konsing (+) Sama halnya dengan tahap penghalusan, tahap konsing salah satunya juga berperan dalam menghasilkan struktur partikel produk akhir permen cokelat Jimbarwana dengan tingkat kehalusan tertentu. Oleh karena itu, semakin banyak kadar pasta cokelat yang digunakan, tahap konsing harus semakin diperhatikan, misalnya dengan mengatur lama

89

rotasi konsing, jarak roda konsing dengan dasar mesin konsing, ataupun dengan mengatur temperatur. 12. Kadar susu vs kadar emulsifier lesitin (+) Susu adalah salah satu komponen yang menyumbang padatan pada permen cokelat Jimbarwana. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa banyaknya kadar susu akan menentukan kehalusan produk akhir permen cokelat Jimbarwana. Kehalusan produk akhir sebuah permen cokelat akan dihasilkan apabila tepat dalam proses dan bahan baku. Dalam hal bahan baku, emulsifier lesitin akan sangat berperan penting dalam mendispersikan partikel padatan dalam lemak cokelat. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar susu harus diimbangi dengan kadar emulsifier lesitin yang digunakan. 13. Kadar susu vs tahap pencampuran (+) Tahap pencampuran merupakan tahap awal dalam memproduksi permen cokelat Jimbarwana. Tahap pencampuran berperan dalam menghasilkan adonan yang homogen pada tahap dini. Semakin tinggi kadar susu yang digunakan dalam formulasi, maka waktu

pencampuran yang dibutuhkan untuk menghasilkan adonan yang homogen semakin lama. 14. Kadar susu vs tahap penghalusan (+) Sama halnya seperti korelasi kadar pasta cokelat vs tahap penghalusan, susu juga merupakan salah satu komponen yang menyumbang total padatan pada formulasi permen cokelat Jimbarwana. Banyaknya dan halusnya susu dalam formulasi, akan menentukan kehalusan produk akhir. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar susu dalam formulasi, tahap penghalusan juga harus dilakukan semakin baik, sehingga spesifikasi ukuran partikel akhir yang diinginkan dapat dipenuhi. 15. Kadar susu vs tahap konsing (+) Sama halnya dengan tahap penghalusan, tahap konsing salah satunya juga berperan dalam menghasilkan struktur partikel produk akhir permen cokelat Jimbarwana dengan tingkat kehalusan tertentu. Oleh

90

karena itu, semakin banyak susu yang digunakan, tahap konsing harus semakin diperhatikan. 16. Kadar gula halus vs kadar emulsifier lesitin (+) Gula halus merupakan komponen yang juga menyumbang padatan pada permen cokelat Jimbarwana. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar gula halus harus diimbangi dengan kadar emulsifier lesitin yang digunakan. 17. Kadar gula halus tahap pencampuran (+) Semakin tinggi kadar gula halus yang digunakan dalam formulasi, maka waktu pencampuran yang dibutuhkan untuk menghasilkan adonan yang homogen semakin lama. 18. Kadar gula halus vs tahap penghalusan (+) Gula halus juga merupakan komponen yang menyumbang total padatan pada formulasi permen cokelat Jimbarwana. Banyaknya dan halusnya gula halus dalam formulasi, akan menentukan kehalusan produk akhir. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar gula halus dalam formulasi, tahap penghalusan juga harus dilakukan semakin baik, sehingga spesifikasi ukuran partikel akhir yang diinginkan dapat dipenuhi. 19. Kadar gula halus vs tahap konsing (+) Sama halnya dengan tahap penghalusan, tahap konsing salah satunya juga berperan dalam menghasilkan struktur partikel produk akhir permen cokelat Jimbarwana dengan tingkat kehalusan tertentu. Oleh karena itu, semakin banyak kadar gula halus yang digunakan, tahap konsing harus semakin diperhatikan. 20. Kadar emulsifier lesitin vs tahap penghalusan (+) Kadar emulsifier yang tepat akan mempengaruhi kondisi emulsi yang terjadi. Emulsifier lesitin pada proses produksi permen cokelat Jimbarwana ditambahkan pada tahan penghalusan dan konsing. Jika jumlah adonan ditingkatkan, maka kadar lesitin pun ditambah. Dan pertambahan kadar lesitin pada tahap penghalusan ini akan menjadi efektif apabila proses penghalusan dilakukan dengan baik.

91

21. Kadar emulsifier lesitin vs tahap konsing (+) Tahap konsing merupakan tahap yang penting pada produksi permen cokelat karena berperan dalam menghasilkan kondisi emulsi adonan yang stabil. Jika dilakukan peningkatkan jumlah adonan, maka kadar emulsifier juga akan ditambah. Dan penambahan lesitin pada tahap konsing ini akan menjdi efektif jika proses konsing dilakukan dengn kondisi yang tepat. 22. Tahap penyangraian vs tahap konsing (+) Tahap penyangraian dan tahap konsing berkorelasi dalam peranannya menghasilkan citarasa dan aroma permen cokelat yang baik. Semakin lama penyangraian biji kakao kering fermentasi, maka citarasa yang kurang baik seperti asam dapat direduksi. Namun, penyangraian yang terlalu lama justru akan menimbulkan rasa gosong pada biji kakao dan akan terbawa hingga produk akhir. Tahap konsing juga berperan dalam mereduksi citarasa dan aroma yang kurang baik pada adonan permen cokelat. 23. Tahap pemastaan vs tahap pengempaan (-) Korelasi negatif antara tahap pemastaan dan tahap pengempaan yang dimaksud di sini adalah apabila tahap pemastaan (umumnya dilakukan 2 kali proses) dilakukan lebih banyak ulangan proses akan menghasilkan partikel pasta cokelat yang lebih halus. Akibatnya, kandungan minyak yang terdapat di dalam pasta cokelat dapat lebih banyak didapatkan ketika tahap pengempaan dilakukan. Selain itu, semakin halus partikel pasta cokelat akan mengurangi lama pengerjaan tahap pengempaan. 24. Tahap pemastaan vs tahap pencampuran (-) Korelasi negatif antara tahap pemastaan dan tahap pencampuran yang dimaksud di sini adalah semakin lama tahap pemastaan dilakukan, maka akan menghasilkan partikel pasta cokelat yang lebih halus. Dan hal ini akan memudahkan proses pencampuran adonan yang dilakukan setelahnya.

92

25. Tahap pemastaan vs tahap penghalusan (-) Semakin lama tahap pemastaan dilakukan, maka partikel pasta cokelat yang dihasilkan akan semakin halus. Dan hal ini akan meringankan beban pada tahap penghalusan. 26. Tahap pemastaan vs tahap konsing (-) Semakin halus partikel pasta cokelat akibat perlakuan peningkatan lama tahap pemastaan, akan meringankan beban konsing dalam menciptakan kondisi adonan yang lebih halus. 27. Tahap pencampuran vs tahap pencetakan (+) Semakin banyak adonan yang dicampur pada tahap pencampuran, maka tahap pencetakan akan semakin lama karena jumlah yang yang harus dicetak semakin banyak. 28. Tahap penghalusan vs tahap konsing (-) Kedua tahap ini mempunyai salah satu peran yang sama dalam menghalusan adonan. Semakin lama tahap penghalusan, maka adonan sudah menjadi halus ketika masuk ke proses konsing. Hal ini akan meringankan beban penghalusan pada proses konsing. 29. Tahap pengemasan vs bahan kemasan (+) Lama tahap pengemasan adalah tergantung dari banyak sedikitnya produk permen cokelat yang harus dikemas. Semakin lama tahap pengemasan, artinya semakin banyak permen cokelat yang harus dikemas dan kemasan yang digunakan pun harus semakin banyak. 30. Bahan kemasan vs permeabilitas kemasan (+) Permeabilitas suatu kemasan berkaitan dengan proses migrasi (baik udara, aroma, dan lainnya) dari luar kemasan ke dalam kemasan ataupun sebaliknya. Kondisi permeabilitas tertentu suatu kemasan adalah tergantung jenis bahan kemasan yang digunakan.

93

9. Uji Organoleptik Permen Cokelat Jimbarwana dan Benchmark Uji organoleptik permen cokelat Jimbarwana dilakukan pada masing-masing parameter mutu menggunakan uji kesukaan/hedonik (hedonic test) dan uji intensitas (simple rating test). Uji organoleptik ini dilakukan untuk memperoleh penilaian subjektif konsumen target mengenai permen cokelat Jimbarwana, dibandingkan dengan dua produk pembanding (benchmark) yaitu Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate. Kuisioner yang digunakan pada uji organoleptik ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Uji organoleptik ini dilakukan kepada mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali dengan jumlah panelis 30 orang. Pada bagian kuisioner mengenai wawasan konsumen tentang cokelat dan produk cokelat, diketahui bahwa 100 % panelis mengetahui produk cokelat dan dapat menyebutkan variasi produk cokelat. Dan hanya satu orang yang menyatakan belum pernah mengonsumsi permen cokelat (chocolate bar ataupun chocolate candy). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya target konsumen permen cokelat Jimbarwana telah mengetahui produk-produk cokelat. Hal ini menjadi baik bagi Divisi Pemasaran karena pasar telah mengetahui produk permen cokelat. Kemudian pada pertanyaan terbuka selanjutnya, diperoleh data bahwa permen cokelat yang sering dikonsumsi panelis adalah Silverqueen (27 orang dengan rata-rata konsumsi sebulan sekali), Toblerone (23 orang dengan rata-rata konsumsi lebih dari 1 bulan), Cadbury (16 orang dengan rata-rata konsumsi sebulan sekali), Van Houten (4 orang dengan rata-rata konsumsi lebih dari 1 bulan), Lagie (1 orang dengan tingkat konsumsi 2 minggu sekali), Delfi (6 orang dengan rata-rata konsumsi sebulan sekali), Ayam Jago (1 orang dengan tingkat konsumsi lebih dari 1 bulan), Fonte (1 orang dengan tingkat konsumsi sebulan sekali), Chunky Bar (2 orang dengan rata-rata konsumsi sebulan sekali), dan Font Nut (1 orang dengan tingkat konsumsi seminggu sekali).

94

Data tersebut di atas menunjukkan beberapa informasi penting. Pertama, target konsumen menyukai produk Silverqueen, Toblerone, dan Cadbury dengan daya beli yang tinggi. Kedua, intensitas konsumsi produk cokelat dapat dikatakan kecil (dapat dilihat dari tingkat konsumsi yang rata-rata sebulan sekali) namun rutin. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya produk permen cokelat belum menjadi kebutuhan mutlak. Dengan demikian, Divisi Pemasaran dalam hal ini harus jeli dalam menyiasati pasar agar dapat menandingi produk pesaing, dan tentunya dengan intensitas konsumsi yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilakukan di antaranya dengan memperkuat tujuan posisi pasar produk permen cokelat Jimbarwana dan memperkuat jalur distribusi. Apalagi, hasil analisis data lainnya menunjukkan bahwa hanya satu orang panelis yang mengenal dan pernah mengonsumsi permen cokelat Jimbarwana. Uji hedonik (hedonic test) pada uji organoleptik ini merupakan uji untuk melihat kesukaan konsumen terhadap produk permen cokelat Jimbarwana dengan dua produk benchmark pada parameter mutu tertentu. Uji hedonik ini menggunakan 9 taraf penilaian yaitu : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 : amat sangat tidak suka : sangat tidak suka : tidak suka : agak tidak suka : netral : agak suka : suka : sangat suka : amat sangat suka Tabel 27 merupakan definisi parameter mutu dan rentang uji intensitas. Uji intensitas (simple rating test) adalah penilaian subjektif panelis terhadap kondisi produk pada parameter mutu tertentu dimana panelis memberikan rating terhadap parameter tertentu suatu produk. Uji intensitas ini menggunakan 9 taraf penilaian yang disesuaikan dengan parameter mutu.

95

Tabel 27. Definisi parameter mutu dan rentang uji intensitas Parameter Organoleptik Parameter Mutu
1. Bercak putih (spot)

Definisi/Standarisasi
Dilihat dari ada tidaknya spot putih di permukaan produk permen cokelat. Uji intensitas : tidak ada spot (1) s.d. banyak sekali spot (9) Derajat meleleh produk permen cokelat setelah 30 detik di dalam tangan. Uji intensitas : tidak meleleh (1) s.d. sangat banyak meleleh (9) Karakter organoleptik dari campuran atau unsur murni yang memberi rasa pahit. Uji intensitas : tidak pahit (1) s.d. sangat pahit (9) Karakter organoleptik dari campuran atau unsur murni yang memberi rasa manis. Uji intensitas : tidak manis (1) s.d. sangat manis (9) Kesan rasa cokelat dihubungkan dengan produk permen cokelat. Uji intensitas : sama sekali tidak berkesan cokelat (1) s.d. sangat berkesan cokelat seutuhnya (9) Kesan rasa susu yang terdapat pada produk permen cokelat. Uji intensitas : sama sekali tidak terasa susu (1) s.d. sangat terasa susu (9) Kesan kekerasan yang dirasa ketika menggigit pertama kali (first bite) produk permen cokelat dengan gigi seri. Uji intensitas : sangat lembut (1) s.d. sangat keras (9) Kesan produk permen cokelat di mulut. Uji intensitas : berkesan tidak berminyak (1) s.d. berkesan sangat berminyak (9) Persepsi kehalusan produk permen cokelat selama di langit-langit mulut dan lidah. Uji intensitas : sangat halus (1) s.d. sangat berpasir (9) Derajat meleleh produk permen cokelat setelah 30 detik di dalam mulut. Uji intensitas : tidak meleleh (1) s.d. sangat banyak meleleh (9)

Penampakan

2. Kesan meleleh di tangan (melting in hand) 3. Kepahitan (bitterness)

4. Kemanisan (sweetness)

Flavor

5. Keutuhan kokoa (cocoa body)

6. Rasa susu (milk flavor)

7. Kesan gigitan pertama (first bite)

Tekstur

8. Kesan berminyak di mulut (oily mouthcoating) 9. Kehalusan (smoothness)

10. Kesan meleleh di mulut (melting in mouth)

Tabel 28 dan 29 adalah hasil tabulasi rataan data uji hedonik dan uji intensitas dengan jumlah panelis 30 orang di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali. Gambar 15 merupakan tampilan grafik laba-laba hasil uji hedonik permen cokelat. Gambar 16 merupakan tampilan grafik laba-laba hasil uji intensitas permen cokelat.

96

Tabel 28. Tabulasi rataan data uji hedonik permen cokelat Urutan Kepentingan Uji Hedonik Jimbarwana Milk Chocolate Cadbury Dairy Milk Chocolate 97 Coco Creamy Milk Chocolate Ranking 9 5 8 1 3 7 4 9 6 2 BBT

Parameter Mutu

Bercak putih (6.90) Kesan meleleh di tangan (7.80) Kepahitan (7.30) Kemanisan (8.13) Keutuhan kokoa (7.87) Rasa susu (7.40) Kesan gigitan pertama (7.83) Kesan berminyak di mulut (6.90) Kehalusan (7.63) Kesan meleleh di mulut (7.90) Jumlah

6.90 9.12% 7.80 10.31% 7.30 9.65% 8.13 10.75% 7.87 10.40% 7.40 9.78% 7.83 10.35% 6.90 9.12% 7.63 10.09% 7.90 10.44% 75.67 100.00%

4.53 3.87 5.07 4.27 4.50 5.10 3.33 5.17 5.37 4.13 5.63 6.80 3.87 5.37 6.23 3.77 5.90 6.80 3.70 5.80 7.07 3.87 5.13 5.40 3.93 5.73 7.27 3.90 5.60 6.33 39.30 52.70 61.43

Uji Hedonik Permen Cokelat


Jimbarwana Milk Chocolate Coco Creamy Milk Chocolate Cadbury Dairy Milk Chocolate

Bercak putih (6.90) 9.00 Kesan meleleh di mulut (7.90) 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 Kehalusan (7.63) 3.00 2.00 1.00 0.00 Kepahitan (7.30) Kesan meleleh di tangan (7.80)

Kesan berminyak di mulut (6.90)

Kemanisan (8.13)

Kesan gigitan pertama (7.83)

Keutuhan kokoa (7.87)

Rasa susu (7.40)

Gambar 15. Uji hedonik permen cokelat Jimbarwana dan benchmark

Tabel 29. Tabulasi rataan data uji intensitas permen cokelat Urutan Kepentingan Uji Intensitas Coco Creamy Milk Chocolate Jimbarwana Milk Chocolate Cadbury Dairy Milk Chocolate 98 Ranking 9 5 8 1 3 7 4 9 6 2 BBT

Parameter Mutu

Bercak putih (6.90) Kesan meleleh di tangan (7.80) Kepahitan (7.30) Kemanisan (8.13) Keutuhan kokoa (7.87) Rasa susu (7.40) Kesan gigitan pertama (7.83) Kesan berminyak di mulut (6.90) Kehalusan (7.63) Kesan meleleh di mulut (7.90) Jumlah

6.90 9.12% 7.80 10.31% 7.30 9.65% 8.13 10.75% 7.87 10.40% 7.40 9.78% 7.83 10.35% 6.90 9.12% 7.63 10.09% 7.90 10.44% 75.67 100.00%

3.10 4.70 3.37 3.00 3.37 4.63 5.37 3.40 2.20 4.03 6.77 7.37 4.60 5.67 6.33 3.43 5.93 8.03 4.33 4.40 3.30 4.20 4.57 5.50 6.07 4.10 2.37 4.50 4.93 5.97 42.63 47.83 49.07

Uji Intensitas Permen Cokelat


Jimbarwana Milk Chocolate Coco Creamy Milk Chocolate Cadbury Dairy Milk Chocolate

Bercak putih (6.90) 9.00 Kesan meleleh di mulut (7.90) 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 Kehalusan (7.63) 3.00 2.00 1.00 0.00 Kepahitan (7.30) Kesan meleleh di tangan (7.80)

Kesan berminyak di mulut (6.90)

Kemanisan (8.13)

Kesan gigitan pertama (7.83)

Keutuhan kokoa (7.87)

Rasa susu (7.40)

Gambar 16. Uji intensitas permen cokelat Jimbarwana dan benchmark

Uji hedonik kemudian dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan ANOVA untuk rancangan blok acak lengkap, sedangkan uji lanjutnya menggunakan Multiple Comparison Tests yaitu dengan metode LSD dan Duncan. Keseluruhan analisis tersebut menggunakan program SPSS 12.0. Analisis menggunakan program ini menggunakan simbol A untuk produk permen cokelat Jimbarwana, B untuk Coco Creamy Milk Chocolate, dan C untuk Cadbury Dairy Milk Chocolate. Hasil analisis terhadap data uji hedonik dengan menggunakan program SPSS 12.0 terdapat pada Lampiran 9. Penjelasan dari hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut. a. Bercak putih Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.027 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter bercak putih. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (B-A-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 2 kolom, menunjukkan bahwa : pada parameter ini tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, namun berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, dan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, namun berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate. b. Kesan meleleh di tangan Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.057 (>0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan tidak terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter kesan meleleh di tangan.

99

c. Kepahitan Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.000 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter kepahitan. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 2 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana. d. Kemanisan Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.000 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter kemanisan. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 3 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berbeda satu sama lain. e. Keutuhan kokoa Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.000 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter keutuhan kokoa. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 2 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana.

100

f. Rasa susu Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.000 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter rasa susu. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 2 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana. g. Kesan gigitan pertama Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.000 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter kesan gigitan pertama. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 3 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk

Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berbeda satu sama lain. h. Kesan berminyak di mulut Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.001 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter kesan berminyak di mulut. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 2 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana.

101

i. Kehalusan Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.000 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter kehalusan. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 3 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berbeda satu sama lain. j. Kesan meleleh di mulut Tabel ANOVA menunjukkan bahwa signifikansi sampel 0.000 (<0.05). Artinya, dengan tingkat kesalahan data 5 % panelis menyatakan terdapat perbedaan di antara sampel dalam hal kesukaan terhadap parameter kesan meleleh di mulut. Hasil uji Duncan menunjukkan urutan rataan terkecil-terbesar (A-B-C). Nilai-nilai rataan skor setiap sampel ada dalam kolom subset yang terbagi menjadi 2 kolom, menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana.

10. Uji Laboratorium Permen Cokelat Jimbarwana dan Benchmark Uji laboratorium ini merupakan evaluasi terhadap produk permen cokelat Jimbarwana dan produk pembanding (benchmark) yang ada di pasaran. Produk benchmark yang digunakan adalah Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate. Tujuan dari uji laboratorium ini adalah mendapatkan data pengukuran secara objektif sehingga dapat diketahui rentang perbedaan antara produk Jimbarwana dengan benchmark. Uji laboratorium ini dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana (THP-Fateta Unud).

102

3. Analisis kadar gula Analisis ini dilakukan dengan mengetahui kadar gula yang terdapat pada sampel dengan cara melihat pada data ingredient yang digunakan pada sampel. Sampel yang tidak terdapat keterangan mengenai kadar gula pada kemasannya, dilakukan uji laboratorium dengan metode Luff Schrool. a. Kadar gula Cadbury Dairy Milk Chocolate Kadar gula Cadbury Dairy Milk Chocolate diperoleh dengan cara melakukan uji gula di laboratorium dengan metode Luff Schrool. Diketahui bahwa kadar gula pada Cadbury Dairy Milk Chocolate adalah 42.61 %. b. Kadar gula permen cokelat Jimbarwana Kadar gula permen cokelat Jimbarwana diperoleh dengan cara melihat data resep produksi. Diketahui bahwa kadar gula pada permen cokelat Jimbarwana adalah 27 %. c. Kadar gula Coco Creamy Milk Chocolate Kadar gula Coco Creamy Milk Chocolate diperoleh dengan cara melihat data nutrition fact pada label kemasan. Diketahui bahwa kadar gula Coco Creamy Milk Chocolate adalah 17 gram dalam 50 gram permen cokelat atau setara 34 %. 4. Analisis kadar lemak Analisis ini dilakukan dengan mengetahui kadar lemak yang terdapat pada sampel dengan cara melihat pada data ingredient yang digunakan pada sampel. Sampel yang tidak terdapat keterangan mengenai kadar gula pada kemasannya, dilakukan uji laboratorium dengan metode Soxhlet. a. Kadar lemak permen cokelat Jimbarwana Kadar lemak permen cokelat Jimbarwana diperoleh dengan cara melakukan uji lemak di laboratorium dengan metode Soxhlet. Diketahui bahwa kadar lemak pada permen cokelat Jimbarwana adalah 43.676 %.

103

b. Kadar lemak Coco Creamy Milk Chocolate Kadar lemak Coco Creamy Milk Chocolate diperoleh dengan cara melihat data nutrition fact pada label kemasan. Diketahui bahwa kadar lemak pada Coco Creamy Milk Chocolate adalah 22 gram dalam 50 gram permen cokelat atau setara 44 % c. Kadar lemak Cadbury Dairy Milk Chocolate Kadar lemak Cadbury Dairy Milk Chocolate diperoleh dengan cara melihat data nutrition fact pada label kemasan. Diketahui bahwa kadar lemak pada Cadbury Dairy Milk Chocolate adalah 29.3 gram dalam 100 gram permen cokelat atau setara 29.3 %

11. Analisis House of Quality (HOQ) dan Rekomendasi Langkah Perbaikan Berikut adalah analisis menyeluruh dari keseluruhan data, yaitu menggunakan data interaksi parameter mutu dan persyaratan desain, korelasi trade-off persyaratan desain, data uji organoleptik hedonik dan intensitas, dan data uji laboratorium. Analisis berikut bertujuan mengupas tuntas mengenai kondisi rill permen cokelat Jimbarwana sehingga dapat ditentukan langkah perbaikan yang tepat untuk dilakukan. Oleh karena itu, untuk mempermudahkan menyusun prioritas program perbaikan,

pembahasan berikut disusun berdasarkan urutan kepentingan dari masingmasing parameter mutu. 1. Kemanisan (sweetness) Kemanisan merupakan parameter mutu yang paling dianggap penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 8.13 dan bobot kepentingan 10.75 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter kemanisan (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.13, 5.63, dan 6.80. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan

104

pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dalam taraf hedonik agak suka dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik suka. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan ketiga jenis permen cokelat tersebut berbeda nyata satu sama lain. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter manis (1 adalah tidak manis dan 9 adalah sangat manis) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.03, 6.77, dan 7.37. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter kemanisan permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitas kemanisannya yang kurang (lebih kecil dari pembandingnya). Hasil uji laboratorium juga menjelaskan hal yang sama. Kadar gula permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 27 %, 34 %, dan 42.61 %. Berdasarkan data tersebut, parameter mutu kemanisan permen cokelat Jimbarwana

direkomendasikan untuk menjadi perhatian utama dalam perbaikan yang akan dilakukan. Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu kemanisan erat hubungannya dengan kadar gula yang digunakan dalam formulasi. Kadar gula yang digunakan dalam formulasi mempunyai skor 9 terhadap parameter kemanisan, artinya berhubungan sangat erat. Karena hanya faktor kadar gula saja yang mempengaruhi parameter kemanisan, maka tidak perlu dilakukan analisis trade-off. Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut,

rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter kemanisan permen cokelat Jimbarwana adalah meningkatkan kadar gula dalam formulasi. Kadar gula formulasi permen cokelat Jimbarwana saat ini adalah 27 %. Jika ingin menggunakan standar benchmark Coco Creamy Milk Chocolate atau Cadbury Dairy Milk Chocolate, kadar gula dapat ditingkatkan menjadi 34 % hingga 42.61 %.

105

2. Kesan meleleh di mulut (melting in mouth) Kesan meleleh di mulut merupakan parameter mutu kedua yang dianggap penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 7.90 dan bobot kepentingan 10.44 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter kesan meleleh di mulut (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.90, 5.60, dan 6.33. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik agak suka. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter kesan meleleh di mulut (1 adalah tidak meleleh dan 9 adalah sangat banyak meleleh) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.50, 4.93, dan 5.97. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter kesan meleleh di mulut permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitas kesan meleleh di mulut yang dimilikinya yang kurang (lebih kecil dari pembandingnya). Parameter mutu kesan meleleh di mulut merupakan peran lemak cokelat dalam memberikan sensasi pelelehan yang khas di dalam mulut. Sehingga, uji laboratorium yang dilakukan sehubungan dengan parameter mutu ini adalah kadar lemak yang dikandung dalam permen cokelat. berdasarkan uji laboratorium dan data sekunder, kadar lemak permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 43.68 %, 44 %, dan 29.3 %. Data kadar

106

lemak permen cokelat Jimbarwana jika dibandingkan Coco Creamy Milk Chocolate menjelaskan bahwa ternyata parameter mutu kesan meleleh di mulut permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena

intensitasnya yang kurang, terbukti dari kadar lemaknya yang memang lebih rendah dari Coco Creamy Milk Chocolate. Namun, jika data kadar lemak permen cokelat Jimbarwana dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dibandingkan akan menunjukkan hubungan yang terbalik, yaitu kadar lemak yang banyak belum tentu membuat produk permen cokelat lebih disukai. Hal ini diasumsikan karena proses produksi antara permen cokelat Jimbarwana dan Cadbury Dairy Milk Chocolate yang berbeda. Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu kesan meleleh di mulut erat hubungannya dengan kadar lemak cokelat, kadar pasta cokelat, tahap konsing, tahap tempering, tahap pencetakan, dan tahap pendinginan. Seluruh persyaratan desain tersebut memiliki hubungan sangat erat dengan parameter kesan meleleh di tangan (skor 9). Matriks trade-off antara persyaratan desain yang berhubungan dengan parameter kesan meleleh di mulut adalah korelasi antara kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat (-) dan kadar pasta cokelat dan tahap konsing (+). Korelasi negatif antara kadar lemak cokelat dan pasta cokelat yang dimaksud adalah kebutuhan lemak cokelat dalam formulasi dapat dipenuhi dari lemak cokelat yang ditambahkan ataupun dari pasta cokelat. Korelasi positif antara kadar pasta cokelat dan tahap konsing yang dimaksud adalah semakin tinggi kadar pasta cokelat maka kadar padatan semakin bertambah, artinya beban penghalusan proses konsing meningkat. Data uji organoleptik intensitas dan uji laboratorium menunjukkan bahwa sebenarnya kadar lemak cokelat permen cokelat Jimbarwana dan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda jauh, namun mempunyai tingkat kesukaan (uji hedonik) yang berbeda nyata. Hal ini menjelaskan bahwa masalah parameter kesan meleleh di mulut yang dimiliki permen cokelat Jimbarwana bukan karena kadar lemaknya yang kurang, melainkan karena proses produksinya yang kurang tepat.

107

Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter mutu ini adalah dengan memperbaiki tahap konsing, tahap tempering, tahap pencetakan, dan tahap pendinginan yang merupakan proses penting dalam kristalisasi lemak cokelat. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah mengganti prosedur proses tempering. Tahap tempering semula hanya dilakukan selama 10 menit pada suhu 45-46oC dan tahap pencetakan dilakukan dengan cara mengaduk adonan dari proses tempering hingga suhu turun menjadi 29-33oC kemudian dicetak. Kedua tahap ini perlu diperbaiki dengan mengikuti kurva tempering (Mulato et al., 2005). Berdasarkan kurva tempering, suhu mesin tempering dikondisikan menjadi 48oC, kemudian jika ingin dicetak adonan didinginkan hingga suhu 33oC, lalu pendinginan lanjut hingga 26oC. Setelah dipanaskan ulang hingga kembali ke suhu 33oC, adonan siap untuk dicetak. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit). Menurut Gaonkar dan McPherson (2006), kecepatan pendinginan yang lambat (0.1oC/menit) akan menghasilkan kristal lemak yang besar, sedangkan kecepatan pendinginan yang lebih cepat (5oC/menit) akan menghasilkan kristal lemak yang kecil dan homogen.

3. Keutuhan kokoa (cocoa body) Keutuhan kokoa merupakan parameter mutu yang dianggap penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 7.87 dan bobot kepentingan 10.40 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter keutuhan kokoa (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.87, 5.37, dan 6.23. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan

108

pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dalam taraf hedonik netral dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik agak suka. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter keutuhan kokoa (1 adalah sama sekali tidak berkesan cokelat dan 9 adalah sangat berkesan cokelat seutuhnya) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.60, 5.67, dan 6.33. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter keutuhan kokoa permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitas kesan cokelat yang ditimbulkannya yang kurang (lebih kecil dari pembandingnya). Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu keutuhan kokoa erat hubungannya dengan kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat yang digunakan sebagai bahan baku permen cokelat. Dan dalam hal proses, proses yang penting untuk diperhatikan dalam memenuhi parameter mutu ini adalah proses penyangraian, proses pemastaan, proses konsing, dan proses tempering. Matriks trade-off antara persyaratan desain yang berhubungan dengan parameter keutuhan kokoa adalah korelasi antara kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat (-), kadar lemak cokelat dan tahap pemastaan (+), kadar pasta cokelat dan tahap pemastaan (+), kadar pasta cokelat dan tahap konsing (+), tahap penyangraian dan tahap konsing (+), dan tahap pemastaan dan tahap konsing (-). Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter keutuhan kokoa permen cokelat Jimbarwana adalah memastikan bahwa biji kakao yang digunakan merupakan biji kakao yang diproses dengan fermentasi yang cukup. Hal ini penting untuk mendapatkan citarasa cokelat yang

109

sempurna pada pasta dan lemak cokelat. Selain itu, perbaikan dapat pula dilakukan sehubungan dengan proses yang penting dalam

mengembangkan citarasa cokelat pada produk, yaitu proses penyangraian, pemastaan, konsing, dan tempering. Kendala proses penyangraian selama ini adalah tidak dimilikinya alat ukur kadar air biji kakao yang akurat. Akibatnya titik akhir proses penyangraian sulit ditentukan. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah mengganti prosedur proses tempering dengan mengikuti kurva tempering (Mulato et al., 2005), seperti halnya pada rekomendasi langkah perbaikan parameter kesan meleleh di mulut.

4. Kesan gigitan pertama (first bite) Kesan gigitan pertama merupakan parameter mutu yang dianggap penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 7.83 dan bobot kepentingan 10.35 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter kesan gigitan pertama (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.70, 5.80, dan 7.07. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dalam taraf hedonik agak suka dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik suka. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berbeda satu sama lain. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter kesan gigitan pertama (1 adalah sangat lembut dan 9 adalah sangat keras) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.33, 4.40, dan 3.30. Data uji

110

organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter kesan gigitan pertama permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitasnya yang relatif lebih keras jika dibandingkan dengan Cabury Dairy Milk Chocolate, namun relatif lebih lembut dari Coco Creamy Milk Chocolate. Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu kesan gigitan pertama erat hubungannya dengan kadar lemak cokelat, kadar pasta cokelat, kadar susu, dan proses yang terkait erat dengan pembentukan struktur kristal lemak cokelat yang stabil dan konsistensi adonan yang homogen, yaitu proses penghalusan, proses konsing, proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan. Matriks trade-off antara persyaratan desain yang berhubungan dengan parameter kesan gigitan pertama adalah korelasi antara kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat (-), kadar lemak cokelat dan kadar susu (+), kadar pasta cokelat dan kadar susu (+), kadar pasta cokelat dan tahap penghalusan (+), kadar pasta cokelat dan tahap konsing (+), kadar susu dan tahap penghalusan (+), kadar susu dan tahap konsing (+), serta tahap penghalusan dan tahap konsing (-). Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter kesan gigitan pertama permen cokelat Jimbarwana ini adalah dengan memperbaiki tahap konsing, tahap tempering, tahap pencetakan, dan tahap pendinginan yang merupakan proses penting dalam kristalisasi lemak cokelat. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah mengganti prosedur proses tempering dengan mengikuti kurva tempering (Mulato et al., 2005), seperti halnya pada rekomendasi langkah perbaikan parameter kesan meleleh di mulut. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit).

111

5. Kesan meleleh di tangan (melting in hand) Kesan meleleh di tangan merupakan parameter mutu yang cukup penting untuk menjadi perhatian baik konsumen maupun produsen. Konsumen tentunya menghendaki kondisi pelelehan permen cokelat di tangan yang berlebihan karena akan merepotkan konsumen dalam pengonsumsiannya. Oleh karena itu, produsen perlu tahu faktor penyebab proses pelelehan yang berlebihan ini. Parameter mutu ini oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana mempunyai urutan kepentingan 7.80 dan bobot kepentingan 10.31 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter kesan meleleh di tangan (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.27, 4.50, dan 5.10. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik netral. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan di antara ketiga jenis permen cokelat tersebut. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter kesan meleleh di tangan (1 adalah tidak meleleh dan 9 adalah sangat banyak meleleh) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.00, 3.37, dan 4.63. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter kesan meleleh di tangan permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitas pelelehannya yang kurang (lebih kecil dari pembandingnya). Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu kesan meleleh di tangan erat hubungannya dengan kadar lemak (dalam hal ini berasal dari lemak cokelat dan pasta cokelat dalam formulasi) dan proses yang berhubungan dengan pembentukan kristal lemak yang stabil, yaitu proses konsing,

112

proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan. Matriks trade-off antara persyaratan desain yang berhubungan dengan parameter kesan meleleh di tangan adalah korelasi antara kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat (-) dan kadar pasta cokelat dan tahap konsing (+). Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter kesan meleleh di tangan permen cokelat Jimbarwana adalah dengan memperbaiki tahap konsing, tahap tempering, tahap pencetakan, dan tahap pendinginan yang merupakan proses penting dalam kristalisasi lemak cokelat. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah mengganti prosedur proses tempering dengan mengikuti kurva tempering (Mulato et al., 2005), seperti halnya pada rekomendasi langkah perbaikan parameter kesan meleleh di mulut. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit).

6. Kehalusan (smoothness) Kehalusan merupakan parameter mutu yang juga dianggap penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 7.63 dan bobot kepentingan 10.09 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter kehalusan (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.93, 5.73, dan 7.27. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dalam taraf hedonik agak suka dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik suka. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa pada parameter ini tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berbeda satu sama lain.

113

Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter kehalusan (1 adalah sangat halus dan 9 adalah sangat berpasir) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 6.07, 4.10, dan 2.37. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter kehalusan permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitas kehalusannya yang kurang dan cenderung berpasir (jauh lebih berpasir dari pembandingnya). Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu kehalusan erat hubungannya dengan ukuran partikel bahan baku yang digunakan. Oleh karena itu, ukuran ukuran partikel padatan cokelat (berasal dari pasta cokelat), susu bubuk, dan gula halus menjadi penting untuk diperhatikan dalam penentuan formulasi. Selain itu, kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat juga menentukan jumlah fase pendispersi yang dibutuhkan untuk

mengemulsikan seluruh padatan sehingga diperoleh emulsi yang baik. Bahan tambahan emulsifier lesitin juga turut menentukan kondisi emulsi cokelat yang terbentuk. Semakin baik dan homogen emulsi, maka produk akhir akan semakin halus. Proses penting yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan produk permen cokelat yang halus adalah tahap

penghalusan, tahap konsing, dan tahap pendinginan. Matriks trade-off antara persyaratan desain yang berhubungan dengan parameter kehalusan adalah korelasi antara kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat (-), kadar lemak cokelat dan kadar susu (+), kadar lemak cokelat dan kadar gula halus (+), dan kadar pasta cokelat dan kadar susu (+). Selain itu, korelasi lainnya adalah antara kadar pasta cokelat dan kadar gula halus (+), kadar pasta cokelat dan tahap penghalusan (+), kadar pasta cokelat dan tahap konsing (+), kadar susu dan kadar emulsifier lesitin (+), kadar susu dan tahap penghalusan (+), kadar susu dan tahap konsing (+), kadar gula halus dan kadar emulsifier lesitin (+), kadar gula halus dan tahap penghalusan (+), kadar gula halus dan tahap konsing (+),

114

kadar emulsifier lesitin dan tahap penghalusan (+), serta kadar emulsifier lesitin dan tahap konsing (+). Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter kehalusan permen cokelat Jimbarwana adalah dengan meningkatkan kehalusan bahan baku yang digunakan dan memperbaiki proses yang berhubungan dengan penghalusan adonan. Peningkatan kehalusan bahan baku salah satunya dapat dilakukan dengan menyusun SOP bahan baku dengan menetapkan bahwa bahan baku susu bubuk dan gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine). Dalam hal proses, peningkatan kehalusan adonan dapat dilakukan dengan menambah ulangan tahap penghalusan dan memperbaiki tahap konsing. Tahap penghalusan yang semula dilakukan sebanyak lima kali ulangan proses, dapat ditingkatkan menjadi enam kali ulangan proses. Perbaikan pada tahap konsing adalah mengenai roda konsing. Tahap konsing dalam hal ini mempunyai peran yang sama dengan tahap penghalusan, yaitu menghasilkan adonan yang lebih halus. Kendala yang dihadapi dalam proses konsing adalah perputaran roda konsing yang tidak lagi menyentuh dasar mesin konsing. Akibatnya, adonan tidak menerima gaya tekan roda selama proses konsing berlangsung.

7. Rasa susu (milk flavor) Rasa susu merupakan parameter mutu yang dianggap penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 7.40 dan bobot kepentingan 9.78 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter rasa susu (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.77, 5.90, dan 6.80. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dalam taraf hedonik agak suka dan Cadbury Dairy Milk

115

Chocolate dalam taraf hedonik suka. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter rasa susu (1 adalah sama sekali tidak terasa susu dan 9 adalah sangat terasa susu) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.43, 5.93, dan 8.03. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter rasa susu permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitas rasa susunya yang kurang (jauh lebih kecil dari pembandingnya). Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu rasa susu erat hubungannya dengan kadar dan jenis susu bubuk yang digunakan sebagai bahan baku. Karena hanya faktor kadar susu bubuk saja yang mempengaruhi parameter rasa susu, maka tidak perlu dilakukan analisis trade-off. Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter rasa susu permen cokelat Jimbarwana adalah dengan meningkatkan kualitas susu bubuk yang digunakan. Penambahan susu bubuk dapat pula dilakukan, namun perlu diperhatikan bahwa kadar susu yang berlebihan dapat mengganggu terbentuknya tekstur yang halus. Menurut Minifie (1999) kandungan laktosa dalam susu bubuk dapat memperlambat proses kristalisasi adonan dan perlambatan kristalisasi dapat menyebabkan terbentuknya struktur kristal yang besar. Oleh karena itu, kandungan laktosa dalam susu bubuk yang digunakan di formulasi permen cokelat Jimbarwana perlu dianalisis.

116

8. Kepahitan (bitterness) Kepahitan merupakan parameter mutu yang dianggap kurang penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 7.30 dan bobot kepentingan 9.65 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Umumnya, produk makanan yang terlalu pahit jarang disukai konsumen. Menurut Meilgaard et al. (1999), manusia lebih sensitif terhadap rasa pahit di dalam mulut. Dengan demikian, tentunya kehadiran rasa pahit dalam produk bukan menjadi fokus utama. Namun, perlu diketahui kombinasi yang tepat antara rasa manis dan pahit dalam suatu produk permen cokelat. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik

menunjukkan bahwa parameter kepahitan (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.33, 5.17, dan 5.37. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik tidak suka, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik netral. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter kepahitan (1 adalah tidak pahit dan 9 adalah sangat pahit) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 5.37, 3.40, dan 2.20. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter kepahitan permen cokelat Jimbarwana tidak disukai karena memang intensitas kepahitannya yang relatif lebih tinggi atau lebih pahit dibandingkan dua produk lainnya. Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu kepahitan erat hubungannya dengan kadar pasta cokelat digunakan sebagai bahan baku produk permen cokelat

117

karena rasa dasar dari cokelat yang memang pahit. Dalam hal proses, kondisi proses yang diterapkan pada proses penyangraian (roasting). Analisis trade-off tidak perlu dilakukan karena tidak ada korelasi antara kadar pasta cokelat dan proses penyangraian. Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter kepahitan permen cokelat Jimbarwana adalah memperbaiki proses penyangraian. Kendala proses penyangraian selama ini adalah tidak dimilikinya alat ukur kadar air biji kakao yang akurat. Akibatnya titik akhir proses penyangraian sulit ditentukan. Rasa pahit yang berasal dari senyawa 2,5-diketopiperazin dan flavan-3-ols pada biji kakao sangrai pun semakin tinggi (Stark et al., 2006).

9. Bercak putih (spot) Parameter mutu bercak putih dianggap kurang penting oleh target konsumen terlihat dari urutan kepentingannya yang hanya 6.90 dan bobot kepentingannya 9.12 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Anggapan ini ternyata berbeda dengan hasil FGD bersama tim produksi mengenai evaluasi mutu produk permen cokelat Jimbarwana yang menyatakan bahwa adanya bercak putih pada permukaan produk adalah indikator kerusakan mutu yang harus dihindari dan harus menjadi prioritas perbaikan mutu. Kurang dianggap pentingnya parameter ini oleh target konsumen menimbulkan beberapa asumsi, yaitu apakah target konsumen benar-benar mengerti pengertian bercak putih dan faktor penyebabnya. Ketidaktahuan target konsumen mengenai bercak putih boleh jadi karena produk permen cokelat yang sering dikonsumsi relatif jarang terjadi bercak putih, atau sering ditemui pada produk permen cokelat namun melakukan penolakan (rejection) karena menganggap bercak putih adalah suatu penurunan mutu akibat mikroba. Meskipun demikian, karena target konsumen menyatakan bahwa parameter bercak putih tidak terlalu penting, maka parameter ini tidak menjadi prioritas utama.

118

Berdasarkan

hasil

uji

organoleptik

dengan

uji

hedonik

menunjukkan bahwa parameter bercak putih (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.53, 3.87, dan 5.07. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik netral, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dalam taraf hedonik agak tidak suka dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik netral. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, namun berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate; dan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana, namun berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Coco Creamy Milk Chocolate. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter bercak putih (1 adalah tidak ada spot dan 9 adalah banyak sekali spot) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.10, 4.70, dan 3.37. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter bercak putih relatif tidak diperhatikan karena umumnya target konsumen menyatakan netral terhadap parameter mutu ini. Permen cokelat Jimbarwana dinyatakan netral oleh target konsumen seperti halnya Cadbury Dairy Milk Chocolate. Hal ini berbeda dengan parameter bercak putih yang dimiliki oleh Coco Creamy Milk Chocolate yang relatif tidak disukai oleh target konsumen. Hasil uji hedonik dan uji intensitas menunjukkan bahwa Coco Creamy Milk Chocolate dalam hal bercak putih agak tidak disukai karena memang intensitasnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dua produk lain yang diuji. Blooming yang terjadi pada produk ini diasumsikan terjadi karena produk merupakan stok lama. Menurut Minifie (1999) blooming akibat kandungan lemak cokelat alami pada produk permen cokelat

119

kategori cokelat susu jarang terjadi. Hal ini lebih cenderung terjadi karena kondisi penyimpanan yang kurang tepat atau terlalu lama, yaitu sekitar enam hingga sembilan bulan. Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu bercak putih sangat erat (skor 9) hubungannya dengan kadar lemak cokelat, kadar pasta cokelat, kadar susu, kadar gula halus, kadar emulsifier lesitin, tahap konsing, tahap, tahap tempering, tahap pencetakan, dan tahap pendinginan. Dan hubungan erat (skor 3) adalah hubungannya dengan tahap penghalusan. Tahap pencampuran mempunyai hubungan lemah (skor 1) dengan terjadinya parameter mutu ini. Matriks trade-off antara persyaratan desain yang berhubungan dengan parameter bercak putih adalah korelasi antara kadar lemak cokelat dan kadar pasta cokelat (-), kadar lemak cokelat dan kadar susu (+), dan kadar lemak cokelat dan kadar gula halus (+). Korelasi lainnya yaitu antara kadar pasta cokelat dan kadar susu (+), kadar pasta cokelat dan kadar gula halus (+), kadar pasta cokelat dan tahap penghalusan (+), kadar pasta cokelat dan tahap konsing (+), kadar susu dan kadar emulsifier lesitin (+), kadar susu dan tahap penghalusan (+), dan kadar susu dan tahap konsing (+). Selain itu, korelasi juga terdapat antara kadar gula halus dan kadar emulsifier lesitin (+), kadar gula halus dan tahap penghalusan (+), kadar gula halus dan tahap konsing (+), kadar emulsifier lesitin dan tahap penghalusan (+), kadar emulsifier lesitin dan tahap konsing (+), serta tahap penghalusan dan tahap konsing (-). Hasil pengamatan terhadap produk permen cokelat Jimbarwana secara terbatas dengan tim produksi menunjukkan bahwa bercak putih yang ada pada produk berupa tampilan putih pada permukaan yang apabila disentuh dengan jari akan terasa kasar (greasy) dan berupa tampilan selaput putih pada permukaan cokelat bagian dalam yang apabila disentuh tidak terhapus. Hal ini menunjukkan bahwa permen cokelat Jimbarwana mengalami blooming akibat lemak dan gula pada komposisinya.

120

Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter bercak putih akibat lemak pada permen cokelat Jimbarwana adalah dengan memperbaiki tahap konsing, tahap tempering, tahap pencetakan, dan tahap pendinginan yang merupakan proses penting dalam kristalisasi lemak cokelat. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah mengganti prosedur proses tempering dengan mengikuti kurva tempering (Mulato et al., 2005), seperti halnya pada rekomendasi langkah perbaikan parameter kesan meleleh di mulut. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit). Rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter bercak putih akibat gula pada permen cokelat Jimbarwana adalah dengan menyusun SOP bahan baku. Dalam SOP tersebut, disyaratkan bahan baku gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine) dan bukan jenis gula higroskopis karena jenis gula ini dapat mengakibatkan blooming.

10. Kesan berminyak di mulut (oily mouthcoating) Kesan berminyak di mulut merupakan parameter mutu yang dianggap kurang penting oleh target konsumen produk permen cokelat Jimbarwana dengan nilai urutan kepentingan 6.90 dan bobot kepentingan 9.12 % dari 10 parameter mutu yang diuji. Berdasarkan hasil uji organoleptik dengan uji hedonik menunjukkan bahwa parameter kesan berminyak di mulut (1 adalah amat sangat tidak suka dan 9 amat sangat suka) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 3.87, 5.13, dan 5.40. Artinya, permen cokelat Jimbarwana berada dalam taraf hedonik agak tidak suka, sedangkan pembandingnya Coco Creamy Milk Chocolate dan Cadbury Dairy Milk Chocolate dalam taraf hedonik netral. Data analisis ANOVA uji hedonik parameter ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan

121

Coco Creamy Milk Chocolate tidak berbeda nyata dengan tingkat kesukaan Cadbury Dairy Milk Chocolate, namun keduanya berbeda nyata dengan tingkat kesukaan permen cokelat Jimbarwana. Ditinjau dari hasil uji organoleptik dengan uji intensitas, parameter kesan berminyak di mulut (1 adalah berkesan tidak berminyak dan 9 adalah berkesan sangat berminyak) permen cokelat Jimbarwana, Coco Creamy Milk Chocolate, dan Cadbury Dairy Milk Chocolate berurutan adalah 4.20, 4.57, dan 5.50. Data uji organoleptik di atas, baik uji hedonik maupun uji intensitas, menjelaskan bahwa parameter kesan berminyak di mulut permen cokelat Jimbarwana agak tidak disukai karena memang intensitas kesan berminyaknya yang kurang (lebih kecil dari

pembandingnya). Hal tersebut menjelaskan bahwa target konsumen menyukai kondisi produk permen cokelat yang akan menimbulkan kesan agak berminyak di dalam mulut karena hal itulah yang memberikan sensasi pelelehan lemak cokelat di dalam mulut. Berdasarkan matriks hubungan antara parameter mutu dengan persyaratan desain, parameter mutu kesan berminyak di mulut erat hubungannya dengan kadar lemak cokelat dan pasta cokelat yang digunakan dalam formulasi karena lemak cokelat akan langsung meleleh ketika berada di suhu tubuh. Proses yang penting untuk diperhatikan dalam memenuhi parameter mutu ini adalah proses konsing, proses tempering, proses pencetakan, dan proses pendinginan. Matriks trade-off antara persyaratan desain yang berhubungan dengan parameter kesan berminyak di mulut adalah korelasi antara kadar pasta cokelat dan tahap konsing (+). Dengan memperhatikan seluruh analisis data tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan perbaikan parameter kesan berminyak di mulut permen cokelat Jimbarwana adalah dengan memperbaiki tahap konsing, tahap tempering, tahap pencetakan, dan tahap pendinginan yang merupakan proses penting dalam kristalisasi lemak cokelat. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat

122

dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah mengganti prosedur proses tempering dengan mengikuti kurva tempering (Mulato et al., 2005), seperti halnya pada rekomendasi langkah perbaikan parameter kesan meleleh di mulut. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit).

B. PERHITUNGAN ANALISIS KELAYAKAN USAHA Analisis kelayakan suatu usaha merupakan analisis yang harus dilakukan untuk mengetahui layak atau tidak layaknya suatu usaha/bisnis dijalankan dengan menghitung seluruh komponen biaya dan sales terlibat, sehingga dapat ditentukan kondisi titik impas dimana perusahaan tidak untung dan tidak rugi (Break Even Point/BEP) dan nilai usaha selama proyek dilaksanakan (Net Present Value/NPV). 1. Asumsi Analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana ini menggunakan beberapa asumsi, yaitu sebagai berikut. 1. Proses dan Bahan Baku Digunakan data hasil pengamatan proses terdahulu Formulasi dasar permen cokelat Jimbarwana : Pasta kakao Lemak cokelat Gula halus Susu bubuk Lesitin Vanilli : 25 % : 25 % Harga biji kakao kering fermentasi : Rp.25.000/kg

: 27 % (dengan harga Rp. 10.000/kg) : 23 % (dengan harga Rp. 50.000/kg) : 0.5 % (dengan harga Rp. 200.000/kg) : 0.08 % (dengan harga Rp. 35.000/kg)

Formulasi minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana : Cokelat bubuk Susu bubuk Gula halus : 20 % : 20 % (dengan harga Rp. 50.000/kg) : 60 % (dengan harga Rp. 10.000/kg)

2. Keuangan Kebutuhan investasi di awal tahun adalah Rp. 479.414.000 untuk mesin dan peralatan dengan umur ekonomis 10 tahun

123

Perhitungan menggunakan usia bisnis ini selama 10 tahun Suku bunga bank (pinjaman dan deposito) berlaku adalah 12 % Harga listrik per Kwh untuk kategori industri adalah Rp.530

3. Tenaga Kerja Tenaga kerja untuk divisi produksi sebanyak 5 orang Tenaga kerja untuk divisi manajemen sebanyak 3 orang

2. Analisis Biaya Proses Analisis biaya proses ini menggunakan data hasil pengamatan proses produksi permen cokelat Jimbarwana dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana. Biaya proses merupakan akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku dan biaya untuk operasi proses (baik menggunakan listrik maupun bahan bakar minyak tanah). Perhitungan biaya proses ini disusun pada setiap langkah proses untuk mengetahui besar akumulasi biaya pada proses tersebut. Analisis ini juga memanfaatkan data kehilangan produk selama proses (product loss) sehingga analisis biaya proses dapat mendekati kondisi rill yang sebenarnya. Basis yang digunakan dalam analisis ini adalah jumlah biji kakao kering fermentasi yang digunakan sebagai input dalam proses produksi permen cokelat Jimbarwana. Bahan baku lainnya seperti gula halus, susu bubuk, lesitin, vanili, dan kemasan mengikuti basis biji kakao kering fermentasi tersebut. Asumsi input biji kakao kering fermentasi adalah sebesar 300 kg per bulan. Perhitungan biaya proses ini akan menjadi data perhitungan analisis selanjutnya. Oleh karena itu, analisis berikutnya juga menggunakan basis biji kakao kering fermentasi sebanyak 300 kg.

3. Analisis Seluruh Biaya Seluruh biaya yang dimaksud di sini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana selama usia bisnis. Komponen biaya terdiri atas biaya investasi di awal, biaya tetap, dan biaya tidak tetap. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan di awal suatu

124

proyek bisnis. Tabel 30 menunjukkan biaya investasi yang dikeluarkan pada awal tahun 2007 untuk pembelian mesin produksi. Dengan asumsi bahwa umur ekonomis mesin produksi adalah 10 tahun dan nilai mesin produksi di akhir tahun kesepuluh adalah 10 % dari harga beli, maka biaya penyusutan per tahun adalah Rp. 43.147.260. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak ditentukan oleh jumlah produk dan jasa yang dihasilkan, tetapi rutin dikeluarkan setiap tahun. Tabel 31 menunjukkan biaya tetap per tahun dan per bulan. Biaya tetap ini terdiri atas gaji pegawai produksi dan pegawai manajemen, biaya penyusutan, pembelian alat tulis kantor, royalty pencipta, listrik (selain mesin produksi), telepon, perbaikan dan pemeliharaan, promosi, serta air. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya ditentukan oleh volume produksi yang dilakukan. Tabel 32 menunjukkan biaya tidak tetap per tahun masing-masing produk berdasarkan akumulasi biaya proses. Tabel 33 menunjukkan bahwa ketercapaian BEP produksi permen cokelat Jimbarwana dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana adalah enam bulan setiap tahunnya.

4. Analisis Break Even Point (BEP) BEP adalah kondisi suatu usaha dimana besar pengeluaran sama dengan besar pemasukan sehingga usaha tersebut dalam kondisi tidak untung dan tidak rugi. Kondisi BEP ini umumnya diterjemahkan dalam jumlah unit produk atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada tingkat harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. Tabel 34 menunjukkan perhitungan BEP untuk permen cokelat Jimbarwana dan minuman 3 in 1 Jimbarwana. Perhitungan tersebut menggunakan prinsip bahwa masing-masing produk pada dasarnya mempunyai Contribution Margin yang digunakan untuk menutupi biaya tetap per tahun. Kondisi impas (Break Even Point) dicapai jika diproduksi produk permen cokelat Jimbarwana sebanyak 16,046 pack dan minuman 3 in 1 Jimbarwana sebanyak 16,046 pack. Kondisi BEP tersebut tercapai jika harga produk permen cokelat Jimbarwana dan minuman 3 in 1 Jimbarwana masing-masing adalah Rp.8000 dan Rp.8000.

125

Tabel 30. Biaya investasi awal tahun (2007) No. Investasi Nominal 479,414,000 479,414,000 Umur ekonomis (th) 10 Harga akhir (10 %) 47,941,400 Biaya penyusutan/th 43,147,260

1 Mesin produksi Total

Tabel 31. Biaya tetap per tahun dan per bulan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Biaya Tetap pegawai produksi pegawai manajemen biaya penyusutan alat tulis kantor royalty pencipta listrik (selain mesin produksi) Telepon biaya perbaikan dan pemeliharaan biaya promosi Air Total Nominal per tahun 31,200,000 18,000,000 43,147,260 1,200,000 1,200,000 2,400,000 600,000 1,200,000 1,200,000 100,147,260 per bulan 2,600,000 1,500,000 3,595,605 100,000 100,000 200,000 50,000 100,000 100,000 8,345,605 Keterangan terdiri atas lima orang terdiri atas tiga orang dimulai satu bulan berjalan

lampu, genset, dsb

disesuaikan dgn kebijakan tahunan

126

Tabel 32. Biaya tidak tetap per tahun (akumulasi biaya proses) Biaya Tidak Tetap Produksi (Bahan Baku & Proses) No. 1 Permen cokelat Jimbarwana 2 Minuman 3 in 1 Jimbarwana Total Biaya Tidak Tetap per Pack (Rp./pack) 5,369 4,390 9,759 Jumlah Pack per Bulan 2,758 2,845 5,603 Jumlah Pack per Tahun 33,096 34,139 67,234 Biaya Tidak Tetap per Tahun (Rp./th) 177,693,221 149,857,308 327,550,529

Tabel 33. Biaya pokok permen cokelat Jimbarwana dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana Deskripsi Rasio Biaya Tetap Pertahun Biaya Tetap Pertahun Kapasitas Produksi per Tahun Biaya Tetap per pack Biaya Tidak Tetap per pack Biaya Pokok per pack Permen Cokelat Jimbarwana 50.00% 50,073,630 33,096 1,513 5,369 6,882 Minuman 3 in 1 Jimbarwana 50.00% 50,073,630 34,139 1,467 4,390 5,856 Jumlah 100.00% 100,147,260 67,234 2,980 9,759 12,738

127

Tabel 34. Perhitungan BEP produk campuran Deskripsi Unit Price Set Unit Variable Cost Permen Cokelat Jimbarwana Minuman 3 in 1 Jimbarwana 8,000 4,390 50.00% 3,121 1,560 Jumlah 16,000 9,759 6,241 100.00% 6,241 3,121 100,147,260 32,092 32,092 256,735,580 156,588,320 100,147,260 100,147,260 (0)

8,000 5,369 Contribution Margin (CM) Price Rate 50.00% Unit CM 3,121 Beban Unit CM 1,560 Fixed Cost Quantity = Fixed Cost/Beban Unit CM Quantity/product 16,046 CROSS CHECK Sales 128,367,790 Variable Cost 86,151,934 Contribution Margin (CM) 42,215,856 Fixed Cost/product 50,073,630 Profit/Lost (7,857,774)

16,046 128,367,790 70,436,386 57,931,404 50,073,630 7,857,774

128

Tabel 35 menunjukkan bahwa lama ketercapaian BEP setiap tahunnya untuk masing-masing produk. Jika kuantitas kondisi BEP untuk produk permen cokelat Jimbarwana (kapasitas 33,096 pack per tahun) dan minuman 3 in 1 Jimbarwana (kapasitas 34,139 pack per tahun) masing-masing adalah 16,046 pack, maka lama ketercapaian BEP setiap tahunnya untuk masingmasing produk adalah 6 bulan.

Tabel 35. Lama ketercapaian BEP setiap tahun Kondisi BEP Permen Minuman Deskripsi Cokelat 3 in 1 Jumlah Jimbarwana Jimbarwana Kuantitas kondisi BEP 16,046 16,046 32,092 Kapasitas produksi per tahun 33,096 34,139 67,234 Lama ketercapaian BEP (tahun) 0.48 0.47 Lama ketercapaian BEP (bulan) 6 6 Tabel 36 menunjukkan perhitungan arus kas per tahun selama 10 tahun berjalan. Perhitungan ini terdiri atas dua komponen utama, yaitu biaya total produksi masing-masing produk (cost) dan perolehan penerimaan dari penjualan masing-masing produk (benefit). Dengan investasi di awal tahun sebesar Rp. 479.414.000 dan keuntungan bersih per tahun produk permen cokelat Jimbarwana dan minuman 3 in 1 Jimbarwana masing-masing adalah Rp.36.998.958 dan Rp. 73.178.638, maka keuntungan bersih di akhir tahun kesepuluh adalah Rp. 622.361.904.

5. Analisis Net Present Value (NPV) NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari proyek, dan sebaliknya. Tabel 37 menunjukkan analisis NPV Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, yaitu nilai NPV untuk sepuluh tahun usaha ini adalah Rp. 194.479.744. Artinya, usaha cokelat ini layak untuk dilaksanakan.

129

Tabel 36. Analisis arus kas per tahun selama 10 tahun COST Tahun Permen Cokelat Jimbarwana Investasi Jumlah Produksi 1 479,414,000 2 3 4 5 6 7 8 9 10 33,096 33,096 33,096 33,096 33,096 33,096 33,096 33,096 33,096 33,096 Biaya Tetap 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 Biaya Tidak Tetap 177,693,221 177,693,221 177,693,221 177,693,221 177,693,221 177,693,221 177,693,221 177,693,221 177,693,221 177,693,221 Total 227,766,851 227,766,851 227,766,851 227,766,851 227,766,851 227,766,851 227,766,851 227,766,851 227,766,851 227,766,851 Jumlah Produksi 34,139 34,139 34,139 34,139 34,139 34,139 34,139 34,139 34,139 34,139 Biaya Tetap 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 50,073,630 Biaya Tidak Tetap 149,857,308 149,857,308 149,857,308 149,857,308 149,857,308 149,857,308 149,857,308 149,857,308 149,857,308 149,857,308 Total 199,930,938 199,930,938 199,930,938 199,930,938 199,930,938 199,930,938 199,930,938 199,930,938 199,930,938 199,930,938 Minuman 3 in 1 Jimbarwana

130

Tabel 36. Analisis arus kas per tahun selama 10 tahun (lanjutan) BENEFIT Tahun Permen Cokelat Jimbarwana Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 Sales 264,765,804 264,765,804 264,765,804 264,765,804 264,765,804 264,765,804 264,765,804 264,765,804 264,765,804 264,765,804 Minuman 3 in 1 Jimbarwana Harga 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 Sales 273,109,576 479,414,000 273,109,576 273,109,576 273,109,576 273,109,576 273,109,576 273,109,576 273,109,576 273,109,576 273,109,576 Permen Cokelat Jimbarwana 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 B-C Minuman 3 in 1 Jimbarwana 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 Akumulasi

Investasi

Total

(369,236,410) 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590

(369,236,410) (259,058,819) (148,881,229) (38,703,638) 71,473,952 181,651,543 291,829,133 402,006,724 512,184,314 622,361,904

131

Tabel 37. Analisis Net Present Value (NPV) B-C Tahun DF 12 % NPV

Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(369,236,410) 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 622,361,904

0.893 0.797 0.712 0.636 0.567 0.507 0.452 0.404 0.361 0.322 NPV =

(329,675,366) 87,832,901 78,422,233 70,019,851 62,517,724 55,819,396 49,838,747 44,498,881 39,731,144 35,474,235 194,479,744

6. Analisis Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return (IRR) merupakan tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek, yang nilainya dinyatakan dalam persen per tahun.Suatu proyek yang dilaksanakan akan mempunyai nilai IRR yang lebih besar dari nilai discount rate. Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga dimana nilai NPV-nya sama dengan nol (Pramudya dan Nesia, 1992). Tabel 38 menunjukkan perhitungan IRR Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa IRR bisnis cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana (26.89%) lebih besar dibandingkan dengan discount rate yang ditetapkan (12%). Dengan demikian, bisnis ini dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

132

Tabel 38. Analisis Internal Rate Return (IRR)


B-C Tahun Investasi 479,414,000 Permen Cokelat Jimbarwana 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 36,998,953 Minuman 3 in 1 Jimbarwana 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 73,178,638 Total DF (369,236,410) 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 110,177,590 622,361,904 0.893 0.797 0.712 0.636 0.567 0.507 0.452 0.404 0.361 0.322 NPV (329,675,366) 87,832,901 78,422,233 70,019,851 62,517,724 55,819,396 49,838,747 44,498,881 39,731,144 35,474,235 194,479,744 DF 0.833 0.694 0.579 0.482 0.402 0.335 0.279 0.233 0.194 0.162 NPV (307,697,008) 76,512,216 63,760,180 53,133,483 44,277,903 36,898,252 30,748,543 25,623,786 21,353,155 17,794,296 62,404,806 DF 0.769 0.592 0.455 0.350 0.269 0.207 0.159 0.123 0.094 0.073 NPV (284,028,007) 65,193,841 50,149,108 38,576,237 29,674,028 22,826,176 17,558,597 13,506,613 10,389,702 7,992,079 (28,161,627) 12% 20% 30%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

133

7. Penyusunan Program Program yang dimaksud di sini adalah program komputasi dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2003 yang mampu menghitung kondisi kelayakan usaha pada periode tertentu. Program ini penting sebagai dasar pertimbangan penentuan kondisi proses produksi yang digunakan, penentuan harga (pricing), dan kelayakan usaha secara keseluruhan. Input data mencakup beberapa hal, yaitu sebagai berikut. a. Formulasi permen cokelat, terdiri atas pasta kakao, lemak cokelat, susu bubuk fullcream, gula halus, lesitin, dan vanili (dalam %). b. Formulasi minuman cokelat 3 in 1, terdiri atas cokelat bubuk, susu bubuk fullcream, dan gula halus (dalam %). c. Harga beli, terdiri atas biji kakao kering fermentasi, susu bubuk fullcream, gula halus, lesitin, vanili (dalam Rp./kg), kemasan permen cokelat, kemasan minuman cokelat 3 in 1 (dalam Rp./pack), minyak tanah (dalam Rp./liter), dan listrik kategori industri (dalam Rp./Kwh). d. Unit price set (harga jual produk), terdiri atas permen cokelat dan minuman cokelat 3 in 1 (dalam Rp./pack). e. Asumsi bisnis, terdiri atas bunga bank berlaku (rate) (dalam persen/tahun) dan usia proyek (dalam tahun). f. Asumsi proses, terdiri atas kadar lemak cokelat di pasta kakao, kontribusi biaya produk samping bungkil cokelat, dan kontribusi biaya lemak cokelat (dalam %). g. Input bahan baku untuk biji kakao kering fermentasi (dalam kg).

Jika data input tersebut dimasukkan dalam program, maka akan menghasilkan data output sebagai berikut. a. Input bahan baku, terdiri atas susu bubuk fullcream, gula halus, lesitin, dan vanili (dalam kg). b. Jumlah ouput produk Jimbarwana, terdiri minuman cokelat 3 in 1 (dalam pack). atas permen cokelat dan

134

c. Analisis komponen biaya, terdiri atas biaya tetap, biaya tidak tetap permen cokelat, biaya minuman cokelat 3 in 1, biaya pokok permen cokelat, biaya pokok minuman cokelat 3 in 1 (dalam Rp). d. Analisis BEP, terdiri atas kuantitas permen cokelat kondisi BEP, kuantitas minuman cokelat 3 in 1 kondisi BEP (dalam pack), ketercapaian BEP permen cokelat, dan ketercapaian BEP minuman cokelat 3 in 1 (dalam bulan). e. Analisis B-C (benefit setelah dikurang cost), terdiri atas B-C permen cokelat, B-C minuman cokelat 3 in 1, dan B-C total (dalam Rp.). f. Kondisi bisnis usia 10 tahun, terdiri atas untung (profit) atau rugi (loss), sehingga menghasilkan status layak atau tidak layak dilaksanakan bisnis ini. g. Kondisi Net Present Value (NPV) bisnis usia 10 tahun, menghasilkan status layak atau tidak layak dilaksanakan bisnis ini. h. Kondisi Internal Rate Return (IRR) bisnis usia 10 tahun, menghasilkan status layak atau tidak layak dilaksanakan bisnis ini. i. Pra-proses yaitu jumlah pasta kakao yang dikempa untuk memenuhi kebutuhan lemak cokelat untuk produksi permen cokelat.

Kemampuan lain dari program ini adalah dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan harga produk setengah jadi apabila terjadi perubahan harga pada bahan baku, terutama biji kakao kering fermentasi. Selama mengikuti kegiatan magang, harga biji kakao kering fermentasi sangat fluktuatif, dengan batas bawah Rp.17.000 dan batas atas mencapai Rp.27.000 (Maret Juni 2008). Tabel 39 menunjukkan tampilan program analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana. Tabel 40 menunjukkan perubahan harga produk setengah jadi turunan biji kakao kering fermentasi sebagai akibat dari perubahan harga dasar biji kakao. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kenaikan harga dasar biji kakao kering sebesar Rp. 1000 per kg menyebabkan kenaikan harga biji kakao sangrai, nib, pasta kakao, dan lemak cokelat masing-masing sebesar Rp. 1045, Rp. 1343, Rp. 1363, dan Rp. 4545 per kg.

135

Tabel 39. Tampilan program analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana
Deskripsi Formulasi permen cokelat Detail Pasta kakao Lemak cokelat Susu bubuk fullcream Gula halus Lesitin Vanili Cokelat bubuk Susu bubuk fullcream Gula halus Biji kakao kering fermentasi Susu bubuk fullcream Gula halus Lesitin Vanili Kemasan permen cokelat Kemasan minuman 3 in 1 Minyak tanah Listrik kategori industri Permen cokelat Minuman 3 in 1 Bunga bank berlaku (rate) Usia proyek Kadar lemak cokelat di pasta kakao Kontribusi biaya produk samping bungkil cokelat Kontribusi biaya lemak cokelat Unit % % % % % % % % % Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./pack Rp./pack Rp./liter Rp./Kwh Rp./pack Rp./pack %/tahun tahun % % % Keterangan 25.00% 25.00% 23.00% 27.00% 0.50% 0.08% 20.00% 20.00% 60.00% 25,000 50,000 10,000 200,000 35,000 1,000 1,000 3,500 530 8,000 8,000 12.00% 10 30.00% 0.00% 100.00%

Formulasi minuman 3 in 1

Harga beli Konstanta Unit price set Asumsi bisnis Asumsi proses

136

Deskripsi Input bahan baku per bulan

Output produk Jimbarwana Variabilitas Analisis Komponen Biaya

Analisis BEP

Analisis B-C

Detail biji kakao kering fermentasi susu bubuk fullcream gula halus Lesitin Vanilli permen cokelat minuman 3 in 1 biaya tetap biaya tidak tetap permen cokelat biaya tidak tetap minuman 3 in 1 biaya pokok permen cokelat biaya pokok minuman 3 in 1 kuantitas permen cokelat kondisi BEP kuantitas minuman 3 in 1 kondisi BEP Ketercapaian BEP permen cokelat Ketercapaian BEP minuman 3 in 1 B-C permen cokelat B-C minuman 3 in 1 B-C total (profit/lost) Detail Profit/lost proyek Status NPV proyek Status IRR proyek Status

Unit Kg Kg Kg Kg Kg Pack Pack Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Pack Pack Bulan Bulan Rp. Rp. Rp. Unit Rp./10 th Rp./10 th %

Per Bulan 300.00 160.51 396.23 1.02 0.15 2,758 2,845 8,345,605 14,807,768 12,488,109

Per Tahun 3,600.00 1,926.16 4,754.76 12.19 1.83 33,096 34,139 100,147,260 177,693,221 149,857,308 6,882 5,856 16,046 16,046 6 6 36,998,953 73,178,638 110,177,590

1,337 1,337

3,083,246 6,098,220 9,181,466 Result

Deskripsi Eksekusi Profit/lost Net Present Value (NPV) Internal Rate Return

622,361,904 layak dilaksanakan 194,479,744 layak dilaksanakan 26.89% layak dilaksanakan

137

Deskripsi Formulasi

Harga

Pra-proses Input bahan baku & kemasan

Output produk

Detail Pasta kakao Lemak cokelat Susu bubuk fullcream Gula halus Lesitin Vanili Pasta kakao Lemak cokelat Susu bubuk fullcream Gula halus Lesitin Vanili Kemasan Jumlah pasta kakao yang dikempa Pasta kakao Lemak cokelat Susu bubuk fullcream Gula halus Lesitin Vanili Jumlah pack permen cokelat (1 pack isi 6 buah) Biaya produksi per pack permen cokelat

Unit % % % % % % Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./kg Rp./pack kg/bulan kg/bulan kg/bulan kg/bulan kg/bulan kg/bulan kg/bulan pack/bulan Rp./pack

Keterangan 25.00% 25.00% 23.00% 27.00% 0.50% 0.08% 35,055 116,849 50,000 10,000 200,000 35,000 1,000 169.27 50.78 50.78 46.72 54.84 1.02 0.15 2,758 5,369

Detail Produk Permen Cokelat

138

Detail Produk Minuman Cokelat 3 in 1

Deskripsi Formulasi

Harga

Input bahan baku & kemasan

Output produk

Detail Cokelat bubuk Susu bubuk fullcream Gula halus Cokelat bubuk Susu bubuk fullcream Gula halus Cokelat bubuk Susu bubuk fullcream Gula halus Jumlah pack minuman cokelat 3 in 1 (kemasan 200g) Biaya produksi per pack minuman cokelat 3 in 1

Unit % % % Rp./kg Rp./kg Rp./kg kg/bulan kg/bulan kg/bulan pack/bulan Rp./kg

Keterangan 20.00% 20.00% 60.00% 439 50,000 10,000 113.80 113.80 341.39 2,845 4,390

139

Tabel 40. Pengaruh perubahan harga dasar biji kakao terhadap produk setengah jadi kakao
Harga Dasar Biji Kakao Kering Fermentasi/Kg 15,000 16,000 17,000 18,000 19,000 20,000 21,000 22,000 23,000 24,000 25,000 26,000 27,000 28,000 29,000 30,000 31,000 32,000 33,000 34,000 35,000 Harga Dasar Produk setelah Biaya Proses/Kg Biji Kakao Sangrai 16,033 17,078 18,122 19,166 20,211 21,255 22,300 23,344 24,389 25,433 26,478 27,522 28,567 29,611 30,656 31,700 32,745 33,789 34,834 35,878 36,923 Nib 20,692 22,035 23,378 24,721 26,064 27,406 28,749 30,092 31,435 32,778 34,121 35,464 36,807 38,149 39,492 40,835 42,178 43,521 44,864 46,207 47,550 Pasta Kakao 21,421 22,785 24,148 25,511 26,875 28,238 29,601 30,965 32,328 33,691 35,055 36,418 37,781 39,145 40,508 41,871 43,235 44,598 45,961 47,325 48,688 Lemak cokelat 71,405 75,949 80,494 85,038 89,582 94,127 98,671 103,216 107,760 112,305 116,849 121,394 125,938 130,482 135,027 139,571 144,116 148,660 153,205 157,749 162,294 Bungkil Cokelat Cokelat Bubuk 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439 439

140

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Metode QFD adalah metode yang efektif untuk digunakan sebagai dasar perbaikan mutu produk permen cokelat Jimbarwana. Sepuluh parameter mutu yang dianalisis dalam QFD ini yaitu kemanisan, kesan meleleh di mulut, keutuhan kokoa, kesan gigitan pertama, kesan meleleh di tangan, kehalusan, rasa susu, kepahitan, bercak putih, dan kesan berminyak di mulut. Sepuluh parameter mutu tersebut merupakan hasil dari kombinasi bahan baku dan proses pada kondisi tertentu. Langkah perbaikan parameter kesan meleleh di mulut, keutuhan kokoa, kesan gigitan pertama, kesan meleleh di tangan, bercak putih, dan kesan berminyak di mulut dilakukan dengan memperbaiki proses yang penting dalam kristalisasi lemak cokelat, yaitu konsing, tempering, pencetakan, dan pendinginan. Perbaikan pada tahap konsing adalah dengan kalibrasi suhu termostat dan suhu rill sehingga pengondisian pada suhu 50oC tepat dilakukan. Perbaikan pada tahap tempering adalah dengan menerapkan kurva tempering, yaitu suhu mesin tempering dikondisikan menjadi 48oC, kemudian jika ingin dicetak adonan didinginkan hingga suhu 33oC, lalu pendinginan lanjut hingga 26oC. Setelah dipanaskan ulang hingga kembali ke suhu 33oC, adonan siap untuk dicetak. Perbaikan pada tahap pendinginan adalah dengan mempercepat proses pendinginan (5oC/menit). Langkah perbaikan parameter keutuhan kokoa dan kepahitan juga dilakukan dengan memperbaiki proses penyangraian. Kendala proses penyangraian selama ini adalah tidak dimilikinya alat ukur kadar air biji kakao yang akurat. Akibatnya titik akhir proses penyangraian sulit ditentukan. Direkomendasikan untuk dilakukan pembelian alat ukur kadar air tersebut. Selain itu, langkah perbaikan parameter keutuhan kokoa dilakukan dengan memastikan bahwa biji kakao yang digunakan merupakan biji kakao yang memenuhi standar dan diproses dengan fermentasi yang cukup. Hal ini penting untuk mendapatkan citarasa cokelat yang sempurna pada pasta dan lemak cokelat.

Langkah

perbaikan

parameter

kemanisan

dilakukan

dengan

meningkatkan kadar gula dalam formulasi. Jika menggunakan standar benchmark Coco Creamy Milk Chocolate atau Cadbury Dairy Milk Chocolate, kadar gula dapat ditingkatkan menjadi 34 % hingga 42.61 %. Langkah perbaikan parameter bercak putih juga dapat dilakukan dengan menyusun SOP bahan baku. Dalam SOP tersebut, disyaratkan bahan baku gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine) dan bukan jenis gula higroskopis karena jenis gula ini dapat mengakibatkan blooming. Langkah perbaikan parameter rasa susu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas susu bubuk yang digunakan. Penambahan susu bubuk dapat pula dilakukan, namun perlu diperhatikan bahwa kadar susu yang berlebihan dapat mengganggu terbentuknya tekstur yang halus. Langkah perbaikan parameter kehalusan dapat dilakukan dengan meningkatkan kehalusan bahan baku yang digunakan dan memperbaiki proses yang berhubungan dengan penghalusan adonan. Peningkatan kehalusan bahan baku salah satunya dapat dilakukan dengan menyusun SOP bahan baku dengan menetapkan bahwa bahan baku susu bubuk dan gula halus harus mempunyai ukuran partikel < 20 m (kategori fine). Dalam hal proses, peningkatan kehalusan adonan dapat dilakukan dengan menambah ulangan tahap penghalusan dan memperbaiki tahap konsing. Tahap penghalusan yang semula dilakukan sebanyak lima kali ulangan proses, dapat ditingkatkan menjadi enam kali ulangan proses. Perbaikan pada tahap konsing adalah mengenai roda konsing. Tahap konsing dalam hal ini mempunyai peran yang sama dengan tahap penghalusan, yaitu menghasilkan adonan yang lebih halus. Kendala yang dihadapi dalam proses konsing adalah perputaran roda konsing yang tidak lagi menyentuh dasar mesin konsing. Akibatnya, adonan tidak menerima gaya tekan roda selama proses konsing berlangsung. Hasil perhitungan analisis kelayakan usaha cokelat Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dengan program komputasi adalah jika dalam 1 bulan menggunakan basis biji kakao kering fermentasi sebanyak 300 kg, maka akan diperoleh kondisi sebagai berikut. Biaya tidak tetap permen cokelat dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana masing-masing adalah Rp.5.369 dan

142

Rp. 4.390. Biaya pokok permen cokelat dan minuman cokelat 3 in 1 Jimbarwana masing-masing adalah Rp. 6.882 dan Rp. 5.856. Kuantitas masing-masing produk pada kondisi impas adalah 16.046 kemasan. Nilai NPV untuk usia 10 tahun proyek adalah Rp.194.479.744 dengan nilai IRR 26.89 %.

B. SARAN Beberapa saran untuk langkah perbaikan selanjutnya adalah sebagai berikut. 1. Perbaikan perlu dilakukan dengan memperbaiki mutu bahan baku dan proses produksi. Mutu bahan baku terutama berkaitan dengan kehalusan dan kualitas prima. Proses produksi terutama proses yang berhubungan dengan operasi penghalusan adonan untuk menghasilkan tekstur yang lembut, proses yang berhubungan dengan pembentukan kristal lemak yang stabil, dan proses yang berhubungan dengan pengembangan citarasa cokelat. 2. Perlu dilakukan pembaruan terhadap program komputasi agar diperoleh hasil analisis yang mendekati kondisi saat itu. 3. Perlu peran ATP dalam menjembatani kebutuhan biji kakao di koperasi dengan penanganan pasca panen kakao terstandarisasi dan pemasarannya di tingkat petani atau subak.

143

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, A., D. Fardiaz, S. Yasni, S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor : PAU-IPB. Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI Cokelat Susu : 01-4293-1996. ______________________ . 2002. SNI Biji Kakao : 01-2323-2002. Bonvehi, J.S., dan F.V. Coll. 1997. Evaluation of bitterness and astringency of polyphenolic compounds in cocoa powder. Jurnal Food Chemistry. Vol.60(3). Briones, V., dan J.M. Aguilera. 2005. Image analysis of changes in surface color of chocolate. Jurnal Food Research International Vol.38. Coppola, A. 2008. Quality Function Deployment. Start Journal Vol.4 (8) : 2008. Egan, H., R.S. Kirk, dan R. Sawyer. 1981. Pearsons Chemical Analysis of Foods. New York : Churchill Livingstone. Gaonkar, A.G., A. McPherson. 2006. Ingredient Interactions : Effect on Food Quality 2nd Edition. Prancis : Taylor and Francis Group. Ginn, D. dan M. Zairi. 2005. The role of QFD in capturing the voice of customers. Jurnal Working Paper No.05/33. Harris, N., S. Crespo, dan M.S. Peterson. 1998. A Formulary Candy Products 2nd Edition. New York : Chemical Publishing Company, Inc. Jiao zhong, G., R.E. Young., dan P.J. OGrady. 2008. Quality Function Deployment : An Overview. http://www.engineering.uiowa.edu/~cam/ Documents/QualityFunctionDeployment/Overview.pdf. [3 Januari 2008]. Kotler, P., dan G. Armstrong. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran Jilid 1. Jakarta : Prenhallindo. Meilgaard, M., G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd Edition. Washington D.C. : CRC Press. Minifie, B.W. 1999. Chocolate, Cocoa, and Confectionery : Science and Technology 3rd Edition. Maryland : Aspen Publishers, Inc. Mulato, S., S. Widyotomo, Misnawi, dan E. Suharyanto. 2005. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember : Pusar Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

144

Nasution, Z., W. Ciptadi, \dan B.S. Laksmi. 1976. Pengolahan Cokelat. Bogor : Fatemeta IPB. Pramudya, B., dan D. Nesia. 1992. Ekonomi Teknik. Bogor : Fateta IPB. Pyzdek, T. 2001. The Six Sigma Handbook : A Complete Guide for Greenbelts, Blackbelts, and Managers at All Levels. New York : McGraw-Hill. Rosseau, D. 2006. On the porous mesostructure of milk chocolate viewed with atomic force microscopy. Jurnal LWT Vol.39. Stark, T., S. Bareuther, dan T. Hofmann. 2006. Molecular definition of the taste of roasted cocoa nibs (Theobroma cacao) by means of quantitative studies and sensory experiments. Jurnal Agricultural and Food Chemistry Vol.54. Suprihatini, R. 2005. Aplikasi Quality Function Deployment (QFD) di industri teh hitam orthodox Indonesia. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol.8 (3). Trianawati, M.L. 1996. Penerapan Prosedur Operasi Baku untuk Pembuatan Coklat di PT Ciptarasa Primatama, Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wollgast, J., dan E. Anklam. 2000. Review on polyphenols in Theobroma cacao : change in composition during manufacture of chocolate and methodolody for identification and quantification. Jurnal Food Research International Vol.33. Wollover, D.R. 1997. Quality Function Deployment as a tool for implementing cost as an independent variable. Jurnal Acquisition Review Summer 1997.

145

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lokasi Koperasi Kerta Semaya Samaniya dan Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana

Gilimanuk

Denpasar

2 9 10

6 5

Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 : pos satpam : lapangan penjemuran biji kakao : Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana (koperasi kakao sekunder) : toilet : genset : parkir motor : Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana (persiapan bahan baku) : Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya : ruang serbaguna : mess

146

Lampiran 2. Denah Lokasi Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana dan Layout Mesin

11

12

5.c

1 4

1 5

13 .a

5.d
16

13.b

1
10

3 3

8 4 7

5. a 5.b 6

147

Keterangan 1 2 3 4 5 : teras : mesin pengayak : loyang bubuk cokelat : presser : a.etalase peralatan b.etalase peralatan c.etalase kemasan d.etalase produk 6 7 8 9 10 11 12 13 : wastafel : paster : mixer : refiner : concher : mesin tempering : kulkas : a.meja produksi b.meja tulis 14 15 16 : air conditioner : sealer : ruang pegawai

148

Lampiran 3. SNI Biji Kakao : 01-2323-2002

149

150

151

152

153

154

155

156

157

158

159

160

161

162

163

164

165

166

167

168

169

170

171

172

173

174

175

176

177

178

179

180

181

182

183

184

185

186

Lampiran 4. Penetapan gula menurut Luff Schrool Na2S2O3 0.1 N Ml 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Glukosa, Fruktosa, Gula Inversi mg 2.4 4.8 7.2 9.7 12.2 14.7 17.2 19.8 22.4 25.0 27.6 30.3 33.0 35.7 38.5 41.3 44.2 47.1 50.0 53.0 56.0 59.1 62.2 Laktosa mg 3.6 7.3 11.0 14.7 18.4 22.1 25.8 29.5 33.2 37.0 40.8 44.6 48.6 52.2 56.0 59.9 63.8 67.7 71.1 75.1 79.8 83.9 88.0 Maltosa Mg 3.9 7.8 11.7 15.6 19.6 23.5 27.5 31.5 35.5 39.5 43.5 47.5 51.6 55.7 59.8 63.9 68.0 72.2 76.5 80.9 85.4 90.0 94.6

187

Lampiran 5. Data Produksi Permen Cokelat Jimbarwana April 2007 Februari 2008
Tanggal Produksi Lama Pengerjaan (hari) Tanggal Selesai Output

Bahan Baku (dalam gram)

rasio bahan baku (dalam persen) Rata2 berat/biji pasta 23.19 23.46 23.46 23.46 23.46 23.46 23.24 23.47 23.47 23.47 23.47 23.47 23.47 23.47 24.61 25.23 377.85 23.62 Lemak 30.14 29.32 28.15 28.15 28.15 28.15 27.12 27.38 27.38 27.38 27.38 27.38 27.38 27.38 24.61 25.23 440.69 27.54 susu 17.39 17.59 18.77 18.77 18.77 18.77 19.37 19.56 19.56 19.56 19.56 19.56 19.56 19.56 19.69 18.93 304.94 19.06 gula 28.98 29.32 29.32 29.32 29.32 29.32 30.02 29.34 29.34 29.34 29.34 29.34 29.34 29.34 30.77 30.28 472.02 29.50 lesitin 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.23 0.19 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.25 0.25 3.47 0.22 vanili 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.08 1.04 0.06 total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 1600.00 100.00 12.183616 11.841667 11.841667 12.464912 9.515625 8.1952381 8.115873 8.3545752 8.6077441 7.8904321 8.3545752 7.2217514 5.7387006 5.6614286 125.99 9.00

pasta 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1200 1200 1200 1200 1200 1200 1200 1200 1000 1000

lemak

susu

Gula 1250 1250 1250 1250 1250 1250 1550 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1250 1200

lesitin 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10

vanili 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

total 4313 4263 4263 4263 4263 4263 5163 5113 5113 5113 5113 5113 5113 5113 4063 3963

Biji 354 360 360 342 448 630 630 612 594 648 612 708 708 700

40407 110407 20507 90507 140507 210507 290507 60607 130607 290607 300707 80807 190907 140108 280108 110208

90407 160407 140507 210507 230507 40607 110607 250607 60707 70807

6 6 6 8 3 7 6 13 8 10

170108 120208 120208

4 16 2

1300 750 1250 750 1200 800 1200 800 1200 800 1200 800 1400 1000 1400 1000 1400 1000 1400 1000 1400 1000 1400 1000 1400 1000 1400 1000 1000 800 1000 750 Jumlah Rata-Rata

188

Lampiran 6. Kuisioner permen cokelat


Kode Panelis : _________________

KUISIONER PRODUK PERMEN COKELAT


Sebagai data magang Jamal Zamrudi, mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008 di Koperasi Wanita Srikandi Jimbarwana, Jembrana Bali

Data Panelis 1. 2. 3. Nama Usia Alamat : ________________________________________________________ : ________________________________________________________ : ________________________________________________________ ________________________________________________________ 4. 5. No.telp/HP Pekerjaan : ________________________________________________________ : pelajar/mahasiswa/karyawan/wirausaha/________________________

Pertanyaan Pembuka 1. 2. Apakah Anda mengetahui produk cokelat? Apakah Anda dapat menyebutkan variasi produk cokelat? Jika ya, sebutkan beberapa di antaranya : chocolate bar chocolate candy selai cokelat chocolate chip 3. meises cokelat _____________ _____________ _____________ _____________ _____________ _____________ _____________ ya ya tidak tidak

Apakah Anda pernah mengonsumsi produk cokelat berupa chocolate bar* atau chocolate candy**? ya tidak

Keterangan *Chocolate bar adalah produk cokelat berbentuk batang dengan variasi jenis misalnya dark chocolate, milk chocolate, maupun dengan variasi isi seperti terdapat kacang mede, almond, dan sebagainya. **Chocolate candy adalah produk cokelat seperti chocolate bar, hanya saja bentuknya kecil menyerupai permen; dengan variasi jenis misalnya dark chocolate, milk chocolate, maupun dengan variasi isi seperti terdapat kacang mede, almond, dan sebagainya.

189

Jika Jawaban No.3 adalah ya, sebutkan 4 merek produk dan jelaskan intensitas pengonsumsiannya dengan memberi tanda checklist () pada kolom yang tersedia. Intensitas Konsumsi Merek Produk

setiap hari beberapa hari dlm seminggu Seminggu sekali 2 minggu sekali sebulan sekali lebih dari 1 bulan 4. Apakah Anda mengenal produk chocolate candy** merek Jimbarwana? ya 5. tidak

Apakah Anda pernah mengonsumsi chocolate candy** merek Jimbarwana? ya tidak

6.

Jika Jawaban No.5 adalah ya, lanjutkan menjawab pertanyaan berikut. a. b. Kapan terakhir kali Anda mengonsumsinya?_____________________________ Seberapa sering Anda mengonsumsinya? (jelaskan intensitas pengonsumsiannya dengan memberi tanda checklist () pada kolom yang tersedia) Intensitas Konsumsi setiap hari Beberapa hari dlm seminggu seminggu sekali 2 minggu sekali Sebulan sekali lebih dari 1 bulan Chocolate Candy** Merek Jimbarwana

7.

Jika akan diproduksi suatu produk cokelat (chocolate bar atau chocolate candy) yang khas Bali (misalnya dalam hal variasi rasa, isi, atau kemasan), menurut Anda bagaimana sebaiknya?

190

BAGIAN I Matriks Kebutuhan Konsumen pada Produk Chocolate Candy Isi matriks kebutuhan konsumen pada produk chocolate candy berikut dengan skor 1 s.d. 9 (1 amat sangat tidak penting dan 9 amat sangat penting) pada kolom skor kepentingan. Tidak menjadi masalah apabila terdapat beberapa kebutuhan konsumen dengan skor kepentingan yang sama. No. Kebutuhan Konsumen Skor Kepentingan Penampakan Kesegaran Rasa/flavor Tekstur Bau/odor/aroma Harga Bahan baku Penampakan warna Bentuk Isi matriks kebutuhan konsumen pada produk chocolate candy berikut dengan skor 1

s.d. 9 (1 amat sangat tidak penting dan 9 amat sangat penting) pada kolom skor kepentingan. Tidak menjadi masalah apabila terdapat beberapa kebutuhan konsumen dengan skor kepentingan yang sama. No. Kebutuhan Konsumen Skor Kepentingan Penampakan Merek Ukuran kemasan Bentuk desain Informasi : waktu kadaluarsa Informasi : jumlah kalori Informasi : Jenis bahan baku Asosiasi dengan mainan/entertainment Nama produsen Alamat produsen Isi matriks kebutuhan konsumen pada produk chocolate candy berikut dengan skor 1

s.d. 9 (1 amat sangat jarang dan 9 amat sangat sering) pada kolom skor kepentingan. Tidak menjadi masalah apabila terdapat beberapa kebutuhan konsumen dengan skor kepentingan yang sama. No. III. Kondisi Pemanfaatan/Komunikasi Kebutuhan Konsumen Ingin mencoba rasanya Tidak sengaja, terbeli sewaktu belanja di supermarket Ingin membeli sesuatu yang baru/lain Untuk hadiah Untuk tamu Melepaskan stress Ingin punya makanan ringan di rumah Ingin membeli suatu produk yang mewah Ingin membeli suatu produk yang tidak mahal Sehat dan bergizi Hobi keluarga Hobi pribadi Skor Kepentingan

II. Kemasan

I. Umum dan Organoleptik

191

BAGIAN II Matriks Detail Kebutuhan Konsumen pada Parameter Mutu Penampakan, Rasa/Flavor, dan Tekstur Isi matriks detail kebutuhan konsumen pada parameter mutu penampakan, rasa/flavor, dan tekstur berikut dengan skor 1 s.d. 9 (1 amat sangat tidak penting dan 9 amat sangat penting). Tidak menjadi masalah apabila pada karakteristik umum yang sama terdapat beberapa penjabaran dengan skor kepentingan yang sama. Karakteristik Umum Penampakan Penjabaran/Deskripsi Karakteristik Umum 1. Bercak putih (spot) Definisi/Standarisasi Dilihat dari ada tidaknya spot putih di permukaan produk permen cokelat, dari tidak ada spot hingga banyak sekali spot. Derajat meleleh produk permen cokelat setelah 30 detik di dalam tangan, dari tidak meleleh hingga sangat banyak meleleh. Karakter organoleptik dari campuran atau unsur murni yang memberi rasa pahit, dari tidak pahit hingga sangat pahit. Karakter organoleptik dari campuran atau unsur murni yang memberi rasa manis, dari tidak manis hingga sangat manis. Kesan rasa cokelat dihubungkan dengan produk permen cokelat, dari sama sekali tidak berkesan cokelat hingga berkesan cokelat seutuhnya. Kesan rasa susu yang terdapat pada produk permen cokelat, dari sama sekali tidak terasa susu hingga sangat terasa susu. Kesan kekerasan yang dirasa ketika menggigit pertama kali (first bite) produk permen cokelat dengan gigi seri, dari sangat lembut hingga sangat keras. Kesan produk permen cokelat di mulut, dari berkesan tidak berminyak hingga berkesan sangat berminyak. Persepsi kehalusan produk permen cokelat selama di langit-langit mulut dan lidah, dari sangat halus hingga sangat berpasir. Derajat meleleh produk permen cokelat setelah 30 detik di dalam mulut, dari tidak meleleh hingga sangat banyak meleleh. Skor

2. Kesan meleleh di tangan (melting in hand)

3. Kepahitan (bitterness)

4. Kemanisan (sweetzness)

Flavor

5. Keutuhan kokoa (cocoa body)

6. Rasa susu (milk flavor)

7. Kesan gigitan pertama (first bite)

8. Kesan berminyak di mulut (oily mouthcoating) Tekstur 9. Kehalusan (smoothness)

10. Kesan meleleh di mulut (melting in mouth)

192

Kode Panelis : _________ BAGIAN III Evaluasi Produk


Instruksi 1. Pertama kali, beri kode produk pada kolom yang disediakan. 2. Evaluasi produk ini meliputi uji hedonik/kesukaan dan uji intensitas untuk setiap parameter mutu. Beri tanda checklist () pada kotak yang tersedia sesuai dengan penilaian Anda. Anda wajib memberi penilaian pada setiap parameter mutu. 3. Untuk penilaian parameter mutu tertentu yang membutuhkan pencicipan, netralkan mulut terlebih dahulu dengan meminum air putih yang disediakan. Jangan membandingkan antar sampel.

sKode Produk : _________________________ Parameter Mutu Bercak putih ( spot) Kesan meleleh di tangan (melting in hand) Kepahitan (bitterness) Kemanisan (sweetness) Keutuhan kokoa (cocoa body) Rasa susu (milk flavor) Kesan gigitan pertama (first bite) Kesan berminyak di mulut (oily mouthcoating) Kehalusan (smoothness) Kesan meleleh di mulut (melting in mouth) Uji Hedonik
amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka amat sangat tidak suka netral amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka amat sangat suka tidak ada spot tidak meleleh tidak pahit tidak manis sama sekali tidak berkesan cokelat sama sekali tidak terasa susu sangat lembut berkesan tidak berminyak sangat halus tidak meleleh

Uji Intensitas
banyak sekali spot sangat banyak meleleh sangat pahit sangat manis sangat berkesan cokelat seutuhnya sangat terasa susu sangat keras berkesan sangat berminyak sangat berpasir sangat banyak meleleh

netral

netral

netral

netral

netral

netral

netral

netral

netral

193

Lampiran 7. Data lengkap hasil survey konsumen Umum dan Organoleptik Bau/odor/aroma Penampakan Bentuk 9 8 9 8 3 8 8 9 9 5 9 7 8 6 7 8 9 9 9 8 9 9 9 8 6 7 4 8 7 8 231 7.70 6 194 Harga Kode Panelis Penampakan warna 9 7 9 9 6 9 7 8 9 4 9 9 8 4 8 9 9 9 9 7 9 9 1 8 7 6 4 8 7 8 225 7.50 8 Bahan baku 9 8 8 9 9 7 7 8 8 4 8 8 7 7 9 9 8 9 6 7 9 9 9 8 9 8 9 8 9 8 241 8.03 3 Rasa/flavor 9 9 9 9 9 9 8 9 9 8 9 9 7 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 8 9 9 9 265 8.83 1 Kesegaran Tekstur 9 8 9 9 7 8 8 9 9 7 8 8 7 8 9 8 9 9 8 9 9 9 1 8 8 7 8 9 9 7 241 8.03 3

II-M-001 II-M-002 II-M-003 II-M-005 II-M-006 II-M-008 II-M-009 II-M-010 II-M-011 II-M-012 II-M-013 II-M-014 II-M-015 II-M-017 II-M-020 II-M-021 II-M-022 II-M-023 II-M-024 II-M-025 II-M-027 II-M-028 II-M-029 II-M-031 II-M-032 II-M-033 II-M-034 II-M-035 II-M-037 II-M-038 Jumlah Rataan Ranking

9 8 9 9 8 9 8 9 9 8 8 9 9 9 9 8 9 9 9 5 7 9 9 7 6 8 6 8 9 8 247 8.23 2

8 7 9 9 7 9 7 9 9 8 8 5 8 8 9 7 9 9 9 7 7 9 1 6 8 7 8 6 9 7 229 7.63 7

7 7 8 8 7 9 7 8 9 6 9 8 7 7 9 9 9 5 7 7 9 9 9 8 9 6 6 9 8 6 232 7.73 5

9 9 9 9 9 7 8 8 8 8 9 6 6 7 6 8 9 7 9 9 3 9 9 7 7 8 9 9 9 9 239 7.97 4

Lampiran 7. Data lengkap hasil survey konsumen (lanjutan) Kemasan Bentuk desain Informasi :waktu kadaluarsa Informasi : jumlah kalori Informasi : jenis bahan baku Asosiasi dengan mainan Ukuran kemasan Merek Kode Panelis Nama Produsen Alamat Perusahaan 195 Penampakan

II-M-001 II-M-002 II-M-003 II-M-005 II-M-006 II-M-008 II-M-009 II-M-010 II-M-011 II-M-012 II-M-013 II-M-014 II-M-015 II-M-017 II-M-020 II-M-021 II-M-022 II-M-023 II-M-024 II-M-025 II-M-027 II-M-028 II-M-029 II-M-031 II-M-032 II-M-033 II-M-034 II-M-035 II-M-037 II-M-038 Jumlah Rataan Ranking

9 7 9 9 9 9 9 8 8 9 8 9 9 9 9 9 8 8 7 5 9 6 6 9 7 7 7 7 4 4 9 9 7 7 9 6 8 5 4 1 8 7 6 8 9 5 7 5 6 6 9 7 7 9 9 8 8 8 8 8 8 8 7 8 9 8 7 6 5 2 8 8 8 8 9 5 6 5 8 8 9 8 8 9 9 9 9 6 5 4 6 6 7 6 9 7 7 5 6 6 9 7 9 9 9 9 8 7 7 9 9 7 7 9 9 7 8 5 6 6 9 8 8 8 9 9 9 7 7 7 7 9 6 9 7 7 7 5 5 5 8 7 6 6 9 9 9 6 6 8 8 8 7 8 9 9 9 8 8 8 9 5 9 9 9 9 8 5 8 8 9 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 5 9 7 9 6 7 6 7 5 7 6 8 7 9 7 7 5 6 8 9 7 7 7 9 9 9 7 9 9 9 1 1 9 9 9 9 9 9 9 9 1 1 9 9 1 9 9 9 9 8 7 7 8 9 9 8 7 8 8 7 6 8 9 9 9 9 8 5 5 6 6 6 7 8 8 8 7 6 5 8 8 7 9 8 7 8 8 7 8 5 9 7 8 9 9 9 6 8 8 9 9 7 7 9 9 8 7 8 8 8 9 8 7 7 8 8 6 8 8 245 208 210 243 262 232 242 200 207 203 8.17 6.93 7.00 8.10 8.73 7.73 8.07 6.67 6.90 6.77 2 7 6 3 1 5 4 10 8 9

Lampiran 7. Data lengkap hasil survey konsumen (lanjutan)


Kondisi Pemanfaatan/Komunikasi Membeli produk tdk mahal Ingin membeli yang baru Melepaskan stres Ingin punya makanan ringan Sehat & bergizi Ingin membeli produk mewah Ingin mencoba rasanya Hobi keluarga 6 7 7 1 3 8 7 7 1 3 7 8 5 4 6 8 9 5 4 6 6 1 9 3 7 4 7 6 5 7 167 5.57 8 Tidak sengaja terbeli Untuk hadiah Hobi pribadi 7 8 9 9 6 8 9 6 2 6 7 8 5 6 6 8 9 1 6 7 6 1 9 3 7 5 9 6 9 7 195 6.50 6 Untuk tamu 7 7 2 2 4 8 4 5 1 2 5 4 6 4 7 8 5 7 6 6 6 9 9 5 7 4 8 5 1 6 160 5.33 9

Kode Panelis

II-M-001 II-M-002 II-M-003 II-M-005 II-M-006 II-M-008 II-M-009 II-M-010 II-M-011 II-M-012 II-M-013 II-M-014 II-M-015 II-M-017 II-M-020 II-M-021 II-M-022 II-M-023 II-M-024 II-M-025 II-M-027 II-M-028 II-M-029 II-M-031 II-M-032 II-M-033 II-M-034 II-M-035 II-M-037 II-M-038 Jumlah Rataan Ranking

8 7 8 9 7 9 8 8 3 8 8 8 7 8 8 8 9 8 5 8 6 9 1 8 7 8 8 8 8 8 223 7.43 1

6 6 1 1 7 7 3 1 1 2 4 1 7 2 7 7 9 8 3 5 9 1 9 6 6 7 8 8 7 7 156 5.20 10

7 8 2 7 3 8 7 8 5 7 8 7 7 7 7 8 9 9 6 5 6 9 9 7 5 6 7 6 7 7 204 6.80 4

7 9 2 7 6 8 8 9 6 5 9 3 6 9 7 8 9 7 7 8 6 9 9 5 7 8 9 6 6 6 211 7.03 3

7 9 9 9 8 9 8 8 7 2 6 8 5 3 6 8 9 5 8 5 6 9 1 8 6 8 8 8 5 6 204 6.80 4

7 7 7 9 7 9 8 7 6 2 7 7 5 4 6 7 5 7 5 5 6 9 9 4 5 6 7 8 8 7 196 6.53 5

5 6 1 1 3 7 3 1 5 2 8 5 4 6 5 7 5 8 6 5 6 1 9 3 7 6 7 6 5 7 150 5.00 11

3 6 5 1 7 8 5 1 5 4 8 5 4 3 7 8 9 9 8 8 9 1 9 4 6 5 7 8 5 7 175 5.83 7

9 7 9 1 9 8 6 9 4 2 9 8 6 3 8 8 9 9 9 6 9 9 1 8 5 8 8 9 8 8 212 7.07 2

196

Lampiran 8. Data lengkap hasil survey konsumen pada detail parameter penampakan, rasa/flavor, dan tekstur Parameter Mutu First bite Oily mouthcoating Kode Panelis Smoothness Melting in mouth 197 Cocoa body Milk flavor Spot Melting in hand Sweetness Bitterness

II-M-001 II-M-002 II-M-003 II-M-005 II-M-006 II-M-008 II-M-009 II-M-010 II-M-011 II-M-012 II-M-013 II-M-014 II-M-015 II-M-017 II-M-020 II-M-021 II-M-022 II-M-023 II-M-024 II-M-025 II-M-027 II-M-028 II-M-029 II-M-031 II-M-032 II-M-033 II-M-034 II-M-035 II-M-037 II-M-038 Jumlah Rataan Ranking

9 9 9 8 9 7 8 8 8 8 1 9 8 9 8 7 9 9 9 8 8 9 8 8 8 7 9 6 8 8 9 9 9 9 9 9 9 7 9 9 8 5 5 7 8 6 6 5 2 5 8 8 7 8 9 7 9 7 9 9 9 8 8 8 8 7 6 5 8 7 9 9 9 8 9 5 8 6 8 9 7 8 6 5 7 6 8 9 8 8 9 8 6 7 8 8 8 7 7 9 5 8 9 9 5 8 9 7 9 8 3 3 9 9 9 7 6 6 7 7 8 8 8 9 9 8 8 8 8 8 4 7 4 8 8 6 7 7 5 5 8 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7 8 8 9 8 9 8 8 8 9 9 9 9 7 9 9 7 9 9 1 9 1 9 9 9 9 9 9 9 6 8 7 7 5 6 7 8 6 7 7 8 8 8 7 7 5 4 6 6 9 9 6 9 9 9 6 2 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 5 7 8 8 7 8 8 7 9 8 5 7 6 8 8 6 7 5 6 7 7 6 6 7 8 7 8 7 7 8 5 7 6 8 5 7 7 5 7 9 8 7 7 8 8 8 8 7 8 8 7 8 9 9 8 7 9 9 8 9 7 7 7 8 6 7 7 6 7 7 207 234 219 244 236 222 235 207 229 237 6.90 7.80 7.30 8.13 7.87 7.40 7.83 6.90 7.63 7.90 9 5 8 1 3 7 4 9 6 2

Lampiran 9. Hasil analisis lengkap uji hedonik permen cokelat dengan program SPSS 12.0 1. Parameter bercak putih
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2040.356a 205.156 21.689 163.644 2204.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 63.761 7.074 10.844 2.821 F 22.599 2.507 3.844 Sig. .000 .001 .027

a. R Squared = .926 (Adjusted R Squared = .885)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference Std. Error (I-J) .67 .434 -.53 .434 -.67 .434 -1.20* .434 .53 .434 1.20* .434

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Sig. .130 .224 .130 .008 .224 .008

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.20 1.53 -1.40 .33 -1.53 .20 -2.07 -.33 -.33 1.40 .33 2.07

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset Duncan a,b sampel B A C Sig. N 30 30 30 1 3.87 4.53 .130 2 4.53 5.07 .224

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.821. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

198

2. Parameter kesan meleleh di tangan


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2191.089a 257.156 11.089 106.911 2298.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 68.472 8.867 5.544 1.843 F 37.146 4.811 3.008 Sig. .000 .000 .057

a. R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .928)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -.23 -.83* .23 -.60 .83* .60

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .351 .351 .351 .351 .351 .351

Sig. .508 .021 .508 .092 .021 .092

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.94 .47 -1.54 -.13 -.47 .94 -1.30 .10 .13 1.54 -.10 1.30

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset sampel Duncan a,b A B C Sig. N 30 30 30 1 4.27 4.50 .508 2 4.50 5.10 .092

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.843. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

199

3. Parameter kepahitan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2142.022a 143.822 75.356 143.978 2286.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 66.938 4.959 37.678 2.482 F 26.965 1.998 15.178 Sig. .000 .013 .000

a. R Squared = .937 (Adjusted R Squared = .902)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -1.83* -2.03* 1.83* -.20 2.03* .20

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .407 .407 .407 .407 .407 .407

Sig. .000 .000 .000 .625 .000 .625

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.65 -1.02 -2.85 -1.22 1.02 2.65 -1.01 .61 1.22 2.85 -.61 1.01

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset sampel Duncan a,b A B C Sig. N 30 30 30 1 3.33 5.17 5.37 .625 2

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.482. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

200

4. Parameter kemanisan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2978.222a 126.456 107.222 212.778 3191.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 93.069 4.361 53.611 3.669 F 25.369 1.189 14.614 Sig. .000 .283 .000

a. R Squared = .933 (Adjusted R Squared = .897)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -1.50* -2.67* 1.50* -1.17* 2.67* 1.17*

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .495 .495 .495 .495 .495 .495

Sig. .004 .000 .004 .022 .000 .022

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.49 -.51 -3.66 -1.68 .51 2.49 -2.16 -.18 1.68 3.66 .18 2.16

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset 2 4.13 5.63 1.000 1.000 6.80 1.000

sampel Duncan a,b A B C Sig.

N 30 30 30

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.669. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

201

5. Parameter keutuhan kokoa


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2603.356a 125.156 86.022 172.644 2776.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 81.355 4.316 43.011 2.977 F 27.331 1.450 14.450 Sig. .000 .114 .000

a. R Squared = .938 (Adjusted R Squared = .903)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -1.50* -2.37* 1.50* -.87 2.37* .87

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .445 .445 .445 .445 .445 .445

Sig. .001 .000 .001 .057 .000 .057

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.39 -.61 -3.26 -1.47 .61 2.39 -1.76 .03 1.47 3.26 -.03 1.76

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset Duncan a,b sampel A B C Sig. N 30 30 30 1 3.87 5.37 6.23 .057 2

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.977. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

202

6. Parameter rasa susu


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2964.956a 107.822 145.622 185.044 3150.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 92.655 3.718 72.811 3.190 F 29.042 1.165 22.822 Sig. .000 .304 .000

a. R Squared = .941 (Adjusted R Squared = .909)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -2.13* -3.03* 2.13* -.90 3.03* .90

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .461 .461 .461 .461 .461 .461

Sig. .000 .000 .000 .056 .000 .056

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -3.06 -1.21 -3.96 -2.11 1.21 3.06 -1.82 .02 2.11 3.96 -.02 1.82

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset Duncan a,b sampel A B C Sig. N 30 30 30 1 3.77 5.90 6.80 .056 2

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3.190. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

203

7. Parameter kesan gigitan pertama


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 3035.822a 117.789 173.489 133.178 3169.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 94.869 4.062 86.744 2.296 F 41.316 1.769 37.778 Sig. .000 .033 .000

a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .935)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -2.10* -3.37* 2.10* -1.27* 3.37* 1.27*

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .391 .391 .391 .391 .391 .391

Sig. .000 .000 .000 .002 .000 .002

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.88 -1.32 -4.15 -2.58 1.32 2.88 -2.05 -.48 2.58 4.15 .48 2.05

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset 2 3.70 5.80 1.000 1.000 7.07 1.000

sampel Duncan a,b A B C Sig.

N 30 30 30

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.296. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

204

8. Parameter kesan berminyak di mulut


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2214.933a 101.067 40.267 157.067 2372.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 69.217 3.485 20.133 2.708 F 25.560 1.287 7.435 Sig. .000 .205 .001

a. R Squared = .934 (Adjusted R Squared = .897)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -1.27* -1.53* 1.27* -.27 1.53* .27

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .425 .425 .425 .425 .425 .425

Sig. .004 .001 .004 .533 .001 .533

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.12 -.42 -2.38 -.68 .42 2.12 -1.12 .58 .68 2.38 -.58 1.12

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset sampel Duncan a,b A B C Sig. N 30 30 30 1 3.87 5.13 5.40 .533 2

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.708. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

205

9. Parameter kehalusan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 3161.689a 127.289 167.022 132.311 3294.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 98.803 4.389 83.511 2.281 F 43.311 1.924 36.608 Sig. .000 .017 .000

a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .938)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -1.80* -3.33* 1.80* -1.53* 3.33* 1.53*

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .390 .390 .390 .390 .390 .390

Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.58 -1.02 -4.11 -2.55 1.02 2.58 -2.31 -.75 2.55 4.11 .75 2.31

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset 2 3.93 5.73 1.000 1.000 7.27 1.000

sampel Duncan a,b A B C Sig.

N 30 30 30

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.281. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

206

10. Parameter kesan meleleh di mulut


Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Model panelis sampel Error Total Type III Sum of Squares 2710.489a 110.056 93.489 166.511 2877.000 df 32 29 2 58 90 Mean Square 84.703 3.795 46.744 2.871 F 29.504 1.322 16.282 Sig. .000 .181 .000

a. R Squared = .942 (Adjusted R Squared = .910)

Post Hoc Tests sampel


Multiple Comparisons Dependent Variable: skor Mean Difference (I-J) -1.70* -2.43* 1.70* -.73 2.43* .73

LSD

(I) sampel A B C

(J) sampel B C A C A B

Std. Error .437 .437 .437 .437 .437 .437

Sig. .000 .000 .000 .099 .000 .099

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.58 -.82 -3.31 -1.56 .82 2.58 -1.61 .14 1.56 3.31 -.14 1.61

Based on observed means. *. The mean difference is significant at the .05 level.

Homogeneous Subsets
skor Subset sampel Duncan a,b A B C Sig. N 30 30 30 1 3.90 5.60 6.33 .099 2

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.871. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.

207

Lampiran 10. Data uji laboratorium

1. Kadar gula Cadbury Dairy Milk Chocolate (metode Luff Schrool) Data : a. sampel dengan bobot 5.04 gram (W) membutuhkan Natiosulfat sebanyak 3.1 ml (V1) untuk titrasi, b. sampel dengan bobot 5.08 gram (W) membutuhkan Natiosulfat sebanyak 3.2 ml (V1) untuk titrasi, c. blanko membutuhkan Na-tiosulfat sebanyak 11.20 ml untuk titrasi (V0). d. Normalitas Na2S2O3 adalah 0.1078 N sampel 1 2 Rataan V0 (ml) 11.20 11.20 V1 (g) 3.10 3.20 W (mg) 5.04 5.08 %gula 43.06 % 42.16 % 42.61 %

2. Kadar lemak permen cokelat Jimbarwana (metode Soxhlet) Data : a. bobot labu soxhlet D adalah 106.13 gram dan labu soxhlet H adalah 103.12 gram (L0), b. bobot sampel I adalah 5.0009 gram dan bobot sampel II adalah 4.9808 gram (S), c. rangkaian labu soxhlet dan timbal adalah H-I dan D-II, dan d. bobot labu soxhlet berisi lemak terekstraksi H-I adalah 105.41 gram dan D-II adalah 108.20 gram (L1). kombinasi H-I D-II Rataan L0 (g) 103.12 106.13 104.63 S (g) 5.0009 4.9808 4.9909 L1 (g) 105.41 108.20 106.81 %lemak 45.792 % 41.560 % 43.676 %

208

Lampiran 11. Perhitungan Internal Rate Return (IRR)

Perhitungan IRR adalah menggunakan formula berikut.

IRR

i +

NPV (NPV NPV)

(i i)

i i

: discount rate dimana kondisi IRR adalah positif : discount rate dimana kondisi IRR adalah negatif

NPV : nilai NPV dengan discount rate i NPV : nilai NPV dengan discount rate i

Jika, i i = 20% = 30 %

NPV = Rp. 62,404,806 NPV = - Rp.28,161,627 maka, IRR = 26.89 %

209

Anda mungkin juga menyukai